SlideShare a Scribd company logo
1 of 18
Download to read offline
TTTEEEOOORRRIII DDDAAASSSAAARRR PPPRRROOOBBBAAABBBIIILLLIIITTTAAASSS
1.1 Konsep Probabilitas
Probabilitas/peluang secara umum dapat diartikan sebagai ukuran matematis
terhadap kecenderungan akan munculnya sebuah kejadian. Secara matematis
peluang memiliki kisaran nilai dari 0 hingga 1. Seperti terlihat pada Gambar 2-1,
nilai peluang 0 berarti bahwa munculnya kejadian tersebut sangat tidak mungkin,
dan nilai peluang 1 berarti kejadian tersebut pasti muncul. Sebagai contoh,
peluang manusia akan hidup selamanya adalah 0 karena tidak ada mahasiswa
yang abadi dan peluang bahwa manusia akan mati suatu saat adalah 1 artinya
manusia pasti akan mati suatu saat.
0,5
Gambar Rentang nilai peluang
Nilai peluang juga bisa berada diantara dua nilai absolut diatas, atau dengan
kata lain nilai peluang akan mucul diantara hasil yang diharapkan dan hasil yang
tidak diharapkan. Dalam konteks sistem rekayasa, dua kondisi absolut tersebut
adalah sistem gagal dan sistem sukses. Dalam konteks ini peluang sukses dan
gagal dapat diartikan sebagai berikut:
mungkinyangkejadiansemuajumlah
sukseskejadianjumlah
(sukses)P =
.....................................
mungkinyangkejadiansemuajumlah
gagalkejadianjumlah
(gagal)P =
......................................
Jika
s = jumlah kejadian sukses
Pelemparan
koin
Absolute
impossibility
Absolute
certainty
0 1
1
f = jumlah kejadian gagal
maka peluang sukses dan peluang gagal berturut-turut adalah:
fs
s
(sukses)P
+
== p
...........................................................................
fs
f
(gagal)P
+
== q
.............................................................................
Dan
1=+ qp ............................................................................................
Contoh 2,1:
Sebuah koin dengan sisi muka dan sisi belakang. Peluang mendapat sisi muka
pada pelemparan koin tersebut satu kali adalah 1/2 = 0.5
Contoh 2.2:
Sebuah dadu dilempar satu kali. Peluang mendapat sisi dengan gambar 4
adalah 1/6.
Contoh 2.3:
Dua buah dadu dilempar satu kali. Berapakah peluang mendapat jumlah mata
dadu sembilan.
Mata dadu yang memberikan jumlah sembilan adalah:
(3+6), (4+5), (5+4), (6+3) dari 36 kombinasi yang ada, sehingga
peluangnya adalah 4/36 atau 1/9.
1.2 Permutasi dan Kombinasi
Pada tiga contoh diatas, peluang sukses dan gagal dihitung dengan
mengevaluasi semua kejadian yang mungkin secara fisik. Jika jumlah kejadian
yang dimungkinkan semakin besar, maka proses tersebut akan sangat
menyulitkan, dan peluang terjadinya kesalahan akan semakin besar.
Dibandingkan dengan secara fisik mengkalkulasi semua peluang yang ada,
2
maka akan lebih sederhana dan efektif jika konsep persamaan 2-1 dipergunakan
untuk mengkelompokkan peluang sukses dan gagal melalui konsep permutasi
dan kombinasi. Permutasi memperhitungkan susunan masing-masing kejadian,
sementara kombinasi tidak memperhitungkan susunan di dalamnya.
Jumlah PERMUTASI dari n item yang berbeda adalah jumlah susunan yang
berbeda yang dimungkinkan dari item-item tersebut. Jika semua item digunakan
dalam susunan, maka permutasi di tuliskan dengan nPn. Jika sebagian item saja
(r) yang disusun dari n jumlah item yang ada (r<n) maka permutasinya dituliskna
dengan nPr.
Contoh 2.4:
Permutasi 3 buah buku A, B dan C dimana semua buku yang ada dipergunakan
adalah: ABC, ACB, BAC, BCA, CAB dan CBA. Dengan demikian 3P3 adalah 6.
Dengan kata lain, posisi pertama dapat diisi oleh 3 buah Buku, posisi kedua
dapat diisi oleh 2 buah buku (mengingat buku yang sudah terambil tidak bisa
dipakai lagi), serta posisi ketiga diisi oleh 1 buah buku.
Karena itu 3P3 adalah 3 x 2 x 1 = 3! = 6
Dengan demikian permutasi n item jika n item dipergunakan adalah n!, dan
permutasi n item jika hanya r item yang dipergunakan adalah
)!(
!
rn
n
Prn
−
= .....................................................................................
Dimana nilainya adalah n! Jika n=r, sebab nilai 0! adalah sama dengan 1.
Contoh 2.5:
Dalam berapa cara 3 buku dapat disusun dari 7 buku yang tersedia?
210765
4321
7654321
!4
!7
)!37(
!7
37 ====
−
= xx
xxx
xxxxxx
P
Persamaan 2-6 hanya dapat dipergunakan pada beberapa kondisi yakni:
(1) Semua item berbeda
(2) Tidak ada batasan dalam menentukan posisi item yang ada
3
(3) Tidak ada item yang bisa dipergunakan lebih dari satu kali.
Contoh 2.6:
Ada berapa bilangan dalam 3 digit yang bisa disusun dari angka 0~9 jika setiap
angka dapat dipakai lebih dari satu kali dan jika angka hanya bisa dipakai satu
kali saja?
Jika angka bisa dipakai lebih dari satu kali, maka pada digit pertama hanya bisa
diisi oleh 9 angka (0 tidak bisa), digit kedua bisa diisi 10 angka dan digit ketiga
bisa diisi 10 angka. Dengan demikian susunan yang dimungkinkan adalah
9x10x10 buah susunan yaitu 900 susunan.
Jika angka tidak bisa diulang maka digit pertama bisa diisi oleh 9 angka, digit
kedua bisa diisi oleh 9 angka dan digit ketiga bisa diisi oleh 8 angka. Dengan
demikian susunan yang dimungkinkan adalah 9x9x8 buah susunan yaitu 648
susunan.
Contoh 2.7:
Berapa susunan yang berbeda yang dapat dibuat dari 12 bola yang terdiri dari 3
bola biru, 2 bola merah dan 7 bola hijau?
Jika semua bola memiliki warna yang berbeda maka susunan yang mungkin
adalah 12! Atau sama dengan 479,001,600 susunan. Jika r item dapat disusun
dalam r! Susunan maka dengan demikian akan terdapat 3! susunan bola biru, 2!
susunan bola merah dan 7! susunan bola hijau. Dengan demikian jumlah
susunan yang dimungkinkan dalam dari ketiga warna bola tersebut adalah
7920
!7!2!3
!12
= susuanan
Dengan demikian susunan yang dimungkinkan dari n item yang terdiri dari r1 item
sejenis, r2 item sejenis, hingga rk item sejenis adalah
!!...!
!
21 krrr
n
permutasi = .........................................................................
Jumlah KOMBINASI dari n item yang berbeda adalah jumlah susunan dari r item
yang berbeda tanpa memperhitungkan susunan dari item-item tersebut.
Kombinasi r item dari n item yang ada dituliskan dengan nCr .
4
!
)1)...(1(
)!(!
!
! r
rnnn
rnr
n
r
C
C rn
rn
+−−
=
−
==
...........................................
Contoh 2.8:
Dari 6 siswa laki-laki (L) dan 5 siswa perempuan (P) akan dibentuk sebuah
panitia yang terdiri dari 6 anggota dimana panitia tersebut paling sedikit harus
terdiri dari 3 perempuan. Berapa jumlah panitia yang berbeda yang mungkin
dibentuk?
Panitia dengan syarat seperti di atas mungkin terdiri dari 3 P dan 3 L, 4 P dan 2 L
serta 5 P dan 1 L. Dengan demikian masing-masing perbandingan jumlah panitia
Laki dan Perempuan tersebut dapat tersusun dari:
5CP3 . 6CL3 + 5CP4 . 6CL2 + 5CP5 . 6CL1 = 281 panitia yang berbeda
Contoh 2.9:
4 bola diambil dari sebuah kotak yang terdiri dari 10 bola hitam dan sepuluh bola
putih. Berapakah peluang mendapat bola yang semuanya berwarna hitam?,
peluang mendapat bola dengan warna yang sama?, peluang mendapat bola
hitam jika setiap bola yang terambil dikembalikan sebelum melakukan
pengambilan berikutnya?
Jumlah kejadian yang mungkin 4 bola hitam yang dapat diambil dari 20 bola
yang ada adalah 20C4 = 4845. Jumlah kejadian yang mungkin 4 bola hitam
terambil dari 10 bola hitam dan 10 bola putih yang ada adalah 10CH4=210.
Dengan demikian peluang mendapat 4 bola hitam adalah 210/4845 = 0.043344.
Jumlah kejadian mendapat 4 bola dengan warna yang sama tentunya adalah
penjumlahan jumlah kejadian mendapat 4 bola hitam dan jumlah kejadian
mendapat 4 bola putih dari 10 bola hitam dan bola putih yang ada, yaitu
10CH4+10CP4=420. Dengan demikian peluang mendapat 4 bola dengan warna
yang sama adalah 420/4845 = 0.086687
Jika setiap bola digantikan sebelum pengambilan selanjutnya, maka jumlah
kejadian mendapat 4 bola adalah 204
dan jumlah kejadian mendapat 4 bola
5
hitam adalah 104
. dengan demikian peluang mendapat 4 bola hitam adalah
104
/204
= 0.0625.
1.3 Diagram Venn
Pada penilaian keandalan sistem rekayasa kadang kita berhadapan dengan
masalah penggabungan peluang dari beberapa kejadian menjadi peluang sistem
keseluruhan. Pemahaman atas beberapa aturan penggabungan peluang akan
lebih dipermudah dengan bantuan diagran Venn. Diagram Venn umumnya
digambarkan dengan sebuah persegi panjang yang mewakili total peluang yang
ada. Ada dua atau lebih kejadian didalamnya yang mana peluang masing-
masing kejadian akan digabungkan. Seperti terlihat pada Gambar 2-2, dua
kejadian A dan B digambarkan dalam 3 kondisi berbeda. Kondisi (a) kejadian A
adalah bagian (subset) dari kejadian B, kondisi (b) kejadian A beririsan dengan
kejadian B, dan kondisi (c) kejadian A terpisah dari kejadian B.
S
B
A
S
A B
S
A B
(a) (b) (c)
Gambar Diagram Venn
1.3.1 Independent Events (Kejadian Bebas)
Dua kejadian A dan B dikatakan bebas satu sama lain jika munculnya kejadian A
tidak akan berpengaruh terhadap peluang munculnya kejadian B. Kejadian
pelemparan dadu dan koin secara bersama-sama adalah dua buah kejadian
bebas dimana angka berapapun yang muncul pada pelemparan dadu tidak akan
berpengaruh terhadap peluang munculnya gambar muka atau belakang pada
koin.
6
Pada evaluasi keandalan sistem rekayasa, banyak kejadian yang diasumsikan
bebas satu sama lain mengingat sulitnya menentukan tingkat ketergantungan
antara dua kejadian tersebut. 2 pompa yang terhubung dalam rangkaian paralel
kerap diasumsikan bebas satu sama lain mengingat kegagalan pada pompa
pertama dianggap tidak akan mempengaruhi peluang kegagalan pompa kedua.
1.3.2 Mutually exclusive events
Dua kejadian dikatakan mutually exclusive saru sama lain jika kejadian tersebut
tidak dapat terjadi secara bersama-sama (lihat Gambar 2-2.c). Kejadian
mendapat gambar muka dan kejadian mendapat gambar belakang pada satu kali
pelemparan sebuah koin adalah dua kejadian yang mutually exclusive.
1.3.3 Complementary events
Dua kejadian A dan B dikatakan complementary, jika
kejadian A tidak muncul, maka kejadian B pasti muncul.
Gambar Complementary events
Diagran Venn diatas juga mendasari munculnya
persamaan 2-5 dimana:
B
A
)()(atau1)()( APBPBPAP ==+
.....................................................
Dimana )(AP adalah peluang kejadian A tidak terjadi (kejadian B terjadi). Dari
sini terlihat bahwa kejadian complementary adalah pasti kejadian mutually
exclusive, namun tidak berlaku sebaliknya.
1.3.4 Conditional events
Conditional events (kejadian bersyarat) adalah kejadian yang terjadi jika kejadian
lainnya sudah terjadi. Peluang kejadian A terjadi jika kejadian B sudah terjadi
ditulis dengan P(A⏐B) (dibaca kejadian A jika B), atau peluang bersayarat A jika
B telah terjadi.
Nilai ini dapat dihitung dengan didasarkan pada diagram Venn Gambar 2-2b.
munculdapatBkejadianjumlah
bersamamunculdapatBdanAkejadianjumlah
)( =BAP
............................
7
S
A B
Kejadian A dan B yang muncul bersama-sama
digambarkan pada daerah arsiran seperti pada
gambar sebelah dan diwakili oleh persamaan (A∩B)
dimana:
( )
S
BA
BAP
I
I = dan ( )
S
B
BP =
Dengan demikian
)(
)(
)(.
)(.
)(
BP
BAP
BPS
BAPS
BAP
II
==
...........................................................
)(
)(
)(
AP
BAP
ABP
I
=
..............................................................................
1.3.5 Simultaneous occurence events
Simultaneous occurence events A dan B adalah kejadian munculnya A AND B,
seperti terlihat pada Gambar 2-2b. Secara matematis sering dikenal dengan
istilah irisan dan dituliskan dengan:
(AB)atauB)ANDA(B)(A I
Pada kasus ini terdapat dua kondisi dimana kejadian A dan B muncul bersama-
sama. Kondisi pertama adalah jika A dan B adalah 2 kejadian bebas
(independent) satu sama lain dan kejadian yang kedua adalah jika 2 kejadian
tersebut tergantung satu sama lain (dependent).
Jika kejadian A dan B bebas satu sama lain, maka peluang munculnya kejadian
A tidak dipengaruhi oleh kejadian B demikian pula sebaliknya. Dengan demikian:
)()(dan)()( BPABPAPBAP ==
Sehinga, dari persamaan 2.8 didapat bahwa
( ) )().( BPAPBAP =I ..........................................................................
8
Jika terdapat n kejadian bebas maka:
( ) ∏=
=
n
i
ini APAAAAP
1
21 )(...... IIIII
................................................
Contoh 2.10:
Seorang mekanik melakukan seleksi terhadap 2 pompa sentrifugal A dan B
untuk dipakai pada sistem pendingin sebuah motor disel. Peluang mendapat
pompa A yang baik adalah 0.9 dan peluang mendapat pompa B yang baik
adalah 0.95. Dengan demikian peluang mendapat pompa A dan B yang baik
adalah:
P(A baik ∩ B baik) = P(A baik) ∩ P(B baik) = 0.9 x 0.95 = 0.855
Jika kejadian A dan B tergantung satu sama lain (dependent), maka:
( ) )().()().( BPBAPAPABPBAP ==I
...................................................
Contoh 2.11:
Sebuah kartu diambil dari sebuah kotak remi dengan isi 52 buah lembar kartu.
Jika A adalah kejadian munculnya/mendapat kartu merah dan kejadian B adalah
kejadian mendapat kartu bergambar (jack, queen, king). Maka berapakah
peluang munculnya kejadian A dan B secara bersama-sama?
Peluang muncul kejadian A adalah peluang mendapat kartu berwarna merah
yaitu P(A) = 26/52. Peluang muncul kejadian B jika kejadian A sudah terjadi
adalah Peluang mendapat kartu bergambar dari semua kartu berwarna merah
yang besarnya adalah P(B⏐A)=6/26. Sehingga
( ) )().()().( BPBAPAPABPBAP ==I
=26/52 . 6/26 = 6/52.
1.3.6 Occurence of at least one of two events
Kejadian ini diekspresikan dengan dan
secara matematis dikenal dengan konsep union (gabungan) serta dapat
ditunjukkan oleh diagram Ven berikut:
B)(AatauB)ORA(B)(A +U
9
Pada kasus ini terdapat 3 (tiga) kondisi yakni, dua
kejadian A dan B bebas satu sama lain tetapi tidak
mutually exclusive, dua kejadian A dan B bebas
satu sama lain dan mutually exclusive, serta dua
kejadian A dan B adalah bukan dua kejadian bebas.
S
A B
Jika A dan B adalah dua kejadian bebas tetapi
bukan mutually exclusive, maka dengan metode analitis didapat bahwa:
P(A U B) = P(A OR B OR BOTH A AND B)
= 1-P(NOT A and NOT B)
= ))(1)).((1(1)).P(P(-1)(1 BPAPBABAP −−−==− I
= P(A) + P(B) – P(A).P(B)..........................................
Pada diagram Ven diatas terlihat bahwa daerah yang dilingkup oleh P(A U B)
adalah gabungan kedua daerah A dan B, atau:
P (A U B) =P(A) + P(B) – P(AWB) .......................................
Mengingat A dan B adalah dua kejadian bebas, maka persamaan diatas dapat
disederhanakan menjadi
P(A) + P(B) – P(A).P(B)......................................................
Yang sama hasilnya dengan persamaan 2.12
Contoh 2.12:
Contoh 2.10 dapat diselesaikan dengan:
P(Abaik U Bbaik) = P(Abaik)+P(Bbaik)-P(Abaik).P(Bbaik)
= 0.9 + 0.95 – 0.9x0.95 = 0.995
Jika A dan B adalah dua kejadian bebas dan mutually exclusive, maka P (A U B)
=P(A) + P(B) dimana pada gambar diagram Ven, kejadian A dan kejadian B tidak
beririsan (terlepas). Jika terdapat sejumlah n kejadian bebas dan mutuallu
exclisive maka
10
∑−
=
n
i
in APAAAAP
1
321 )()...( UU ..............................................
Jika A dan B adalah dua tidak kejadian (dependent) maka didapat
P(A U B) = P(A) + P(B) – P(A∩B)
= P(A) + P(B) – P(B⏐A). P(A)
= P(A) + P(B) – P(A⏐B). P(B)
1.3.7 Aplikasi Kejadian Bersayarat
Jika kejadian A tergantung dari lebih satu
kejadian yakni B1, B2, B3 hingga Bn, dan semua
kejadian syarat tersebuat adalah mutually
exclusive maka didapat bahwa:
B1 B2
B3 B4
A
P(A∩BB
1) = P(A⏐ B1).P(B1B )
P(A∩BB
2) = P(A⏐ B2).P(B2B )
P(A∩BB
n) = P(A⏐ Bn).P(BnB )
Selanjutnya jika kita gabungkan:
∑∑ −−
=
n
i
ii
n
i
i BPBAPBAP
11
)().()( I .............................................
Jika sisi sebelah kiri dari persamaan diatas dijumlahkan, maka:
)()(
1
APBAP
n
i
i =∑−
I ..............................................................
∑−
=
n
i
ii BPBAPAP
1
)().()( .........................................................
Contoh 2.13:
11
Alat penukar panas diproduksi di dua pabrik. Pabrik I membuat 70% dari total
produk dan pabrik ke II membuat 30% dari total produk. Dari pabrik I, 90%
produknya memenuhi syarat, dan dari Pabrik II hanya 80% saja yang memenuhi
syarat. Tentukan (a) dari 100 penukar panas yang dibuat, berapa persen yang
memenuhi syarat (b) jika diambil satu penukar panas dan ternyata memenuhi
syarat, berapakan peluang penukar panas tersebut di produksi di pabrik II?
Jika kejadian A adalah kejadian mendapat penukar panas yang memenuhi syarat,
kejadian B1 adalah kejadian penukar panas di produksi di pabrik I dan kejadian
BB
2 menunjukkan bahwa penukar panas di produksi di pabrik II, maka
P(A⏐BB
1) = 0.9 P(A⏐B2B ) = 0.8 P(B1) = 0.7 P(B2) = 0.3
∑−
=
n
i
ii BPBAPAP
1
)().()( = 0.9x0.7 + 0.8x0.3 = 0.87
Dengan demikian jika 100 penukar panas di produksi, maka jumlah yang
memenuhi syarat adalah 100 x 0.87 = 87 buah penukar panas. (a)
Peluang mendapat penukar panas yang memenuhi syarat dan diproduksi di
pabrik II adalah P(B2⏐A) dimana:
276.0
87.0
8.03.0
)(
)().(
)(
)(
)(
222
2 ====
x
AP
BAPBP
AP
BAP
ABP
I
Dengan demikian peluang komponen yang memenuhi syarat tersebut di produksi
di pabrik II adalah 0.276
1.4 Probability Distributions
Agar teori probabilitas dapat diaplikasikan, maka salah satu syarat adalah
kejadian harus terjadi secara acak. Sebagai contoh: laju kegagalan komponen,
waktu yang dibutuhkan pada proses perawatan, kekuatan material adalah
beberapa variabel yang secara acak dan memiliki variasi terhadap waktu dan
ruang. Variabel acak dikelompokkan menjadi dua jenis yakni discrete random
variable dan continuous random variabel.
12
Variable acak diskrit (discrete random variable) adalah variabel yang memiliki
nilai diskrit, atau nilai yang dapat dihitung. Sebagai contoh, eksperimen
pelemparan koin adalah variabel diskrit mengingat hanya ada dua kejadian
diskrit yang dimungkinkan yakni kejadian mendapat sisi muka dan belakang.
Begitu pula dengan eksperimen pelemparan dadu.
Variabel acak kontinyu (continuous random variabel) memiliki jumlah yang tidak
terbatas (infinite number of values). Ini tidak berarti bahwa rentang yang
dimungkinkan mencakup -∞ hingga +∞, akan tetapi nilai yang dimungkinkan tidak
terbatas. Sebagai contoh; arus listrik pada satu kondisi memiliki rentang arus
sebesar 5A hingga 10A.
1.4.1 Density and distribution function
Data empiris yang telah dikumpulkan melalui eksperimen khusus untuk
selanjutnya akan dianalisa untuk dapat dijadikan informasi berkaitan dengan
tahapan evaluasi selanjutnya. Hal ini dapat dilakukan dengan mengevaluasi
probability density function (PDF) atau probability distribution function
(cummulative - CDF). Beberapa properti dasar dari PDF dan CDF akan diberikan
melalui sebuah kasus berikut:
Contoh 2.14:
Sebuah mesin potong memotong pelat baja dengan panjang sekitar 6 m. Setelah
terpotong, bagian quality control melakukan evaluasi terhadap 20 lembar sample
pelat yang telah terpotong dan menemukan hasil pengukuran sebagai berikut:
5.97 5.97 5.98 5.98 5.98
5.99 5.99 5.99 5.99 5.99
6.00 6.00 6.00 6.00 6.00
6.01 6.01 6.02 6.02 6.02
Hasil pengukuran ini selanjutnya bisa di plot sebagai distribusi frekuensi seperti
terlihat pada gambar dibawah ini.
13
5.97 5.98 5.99 6.00 6.01 6.02
1
5
4
3
2
0.20
0.15
0.10
0.05
0.25
panjang, m
frekuensi
Probabilitas
Gambar 2-x Distribusi frekuensi dan probability mass functiont
Cara lain untuk menyajikan data serupa adalah dengan mengelompokkan data
jika jumlah data relatif besar seperti terlihat pada gambar berikut.
5.97 5.98 5.99 6.00 6.01 6.02
8 0.4
0.3
0.2
0.1
0.5
panjang, m
frekuensi
7
6
5
4
3
2
1
10
9
Probabilitas
Gambar 2-x Distribusi frekuensi dan probability mass functiont data kelompok
14
5.97 5.98 5.99 6.00 6.01 6.02
0.8
panjang, m
Commulativeprobability
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
1.0
0.9
15
5.97 5.98 5.99 6.00 6.01 6.02
0.8
panjang, m
Commulativeprobability 0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
1.0
0.9
5.97 5.98 5.99 6.00 6.01 6.02
0.8
panjang, m
Commulativeprobability
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
1.0
0.9
0 x
Commulativeprobability,F(x)
1.0
16
0 xProbabilitydensityfunction,f(x)
1.0
17
18

More Related Content

Similar to Probabilitas

Bab1peluang 130318191228-phpapp02
Bab1peluang 130318191228-phpapp02Bab1peluang 130318191228-phpapp02
Bab1peluang 130318191228-phpapp02Wayan Sudiarta
 
Slide week 2b teori peluang
Slide week 2b teori peluangSlide week 2b teori peluang
Slide week 2b teori peluangBeny Nugraha
 
Pengantar statistika slide 2
Pengantar statistika slide 2Pengantar statistika slide 2
Pengantar statistika slide 2Az'End Love
 
Ppt matematika tentang peluang
Ppt matematika tentang peluang Ppt matematika tentang peluang
Ppt matematika tentang peluang MelizaCahya
 
PERTEMUAN 1 &2 (PELUANG).ppt
PERTEMUAN 1 &2  (PELUANG).pptPERTEMUAN 1 &2  (PELUANG).ppt
PERTEMUAN 1 &2 (PELUANG).pptAmbarPristiarini
 
bahan-ajar-pe-l-u-a-n-g.ppt
bahan-ajar-pe-l-u-a-n-g.pptbahan-ajar-pe-l-u-a-n-g.ppt
bahan-ajar-pe-l-u-a-n-g.pptKholidYusuf4
 
Bab v-probabilitas
Bab v-probabilitasBab v-probabilitas
Bab v-probabilitasAndina Titra
 
Penjelasan peluang
Penjelasan peluangPenjelasan peluang
Penjelasan peluangAckiel Khan
 
Makalah matematika diskrit 1
Makalah matematika diskrit 1Makalah matematika diskrit 1
Makalah matematika diskrit 1Muh Ikmal
 
Statistika dan-probabilitas
Statistika dan-probabilitasStatistika dan-probabilitas
Statistika dan-probabilitasIr. Zakaria, M.M
 
Laporan praktikum teori peluang 1
Laporan praktikum teori peluang 1Laporan praktikum teori peluang 1
Laporan praktikum teori peluang 1zenardjov
 

Similar to Probabilitas (20)

Matematika-Mutasi dan kombinasi
Matematika-Mutasi dan kombinasiMatematika-Mutasi dan kombinasi
Matematika-Mutasi dan kombinasi
 
peluang matematika
 peluang matematika peluang matematika
peluang matematika
 
Bab1peluang 130318191228-phpapp02
Bab1peluang 130318191228-phpapp02Bab1peluang 130318191228-phpapp02
Bab1peluang 130318191228-phpapp02
 
Slide week 2b teori peluang
Slide week 2b teori peluangSlide week 2b teori peluang
Slide week 2b teori peluang
 
Bab 1 peluang
Bab 1 peluangBab 1 peluang
Bab 1 peluang
 
Pengantar statistika slide 2
Pengantar statistika slide 2Pengantar statistika slide 2
Pengantar statistika slide 2
 
Ppt matematika tentang peluang
Ppt matematika tentang peluang Ppt matematika tentang peluang
Ppt matematika tentang peluang
 
PERTEMUAN 1 &2 (PELUANG).ppt
PERTEMUAN 1 &2  (PELUANG).pptPERTEMUAN 1 &2  (PELUANG).ppt
PERTEMUAN 1 &2 (PELUANG).ppt
 
bahan-ajar-pe-l-u-a-n-g.ppt
bahan-ajar-pe-l-u-a-n-g.pptbahan-ajar-pe-l-u-a-n-g.ppt
bahan-ajar-pe-l-u-a-n-g.ppt
 
Stat d3 7
Stat d3 7Stat d3 7
Stat d3 7
 
peluang
peluangpeluang
peluang
 
Bab v-probabilitas
Bab v-probabilitasBab v-probabilitas
Bab v-probabilitas
 
Penjelasan peluang
Penjelasan peluangPenjelasan peluang
Penjelasan peluang
 
Makalah matematika diskrit 1
Makalah matematika diskrit 1Makalah matematika diskrit 1
Makalah matematika diskrit 1
 
peluang.pptx
peluang.pptxpeluang.pptx
peluang.pptx
 
Teori peluang
Teori peluangTeori peluang
Teori peluang
 
Modul 12. 3.4 (muthmainnah)
Modul 12. 3.4 (muthmainnah)Modul 12. 3.4 (muthmainnah)
Modul 12. 3.4 (muthmainnah)
 
Statistika dan-probabilitas
Statistika dan-probabilitasStatistika dan-probabilitas
Statistika dan-probabilitas
 
Teori Fissika.ppt
Teori Fissika.pptTeori Fissika.ppt
Teori Fissika.ppt
 
Laporan praktikum teori peluang 1
Laporan praktikum teori peluang 1Laporan praktikum teori peluang 1
Laporan praktikum teori peluang 1
 

Recently uploaded

Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfkustiyantidew94
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaNadia Putri Ayu
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxsudianaade137
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdftsaniasalftn18
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxawaldarmawan3
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxmtsmampunbarub4
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 
Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada AnakPpt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anakbekamalayniasinta
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfTaqdirAlfiandi1
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxarnisariningsih98
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxMateri Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxc9fhbm7gzj
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxDwiYuniarti14
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 

Recently uploaded (20)

Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 
Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada AnakPpt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anak
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxMateri Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 

Probabilitas

  • 1. TTTEEEOOORRRIII DDDAAASSSAAARRR PPPRRROOOBBBAAABBBIIILLLIIITTTAAASSS 1.1 Konsep Probabilitas Probabilitas/peluang secara umum dapat diartikan sebagai ukuran matematis terhadap kecenderungan akan munculnya sebuah kejadian. Secara matematis peluang memiliki kisaran nilai dari 0 hingga 1. Seperti terlihat pada Gambar 2-1, nilai peluang 0 berarti bahwa munculnya kejadian tersebut sangat tidak mungkin, dan nilai peluang 1 berarti kejadian tersebut pasti muncul. Sebagai contoh, peluang manusia akan hidup selamanya adalah 0 karena tidak ada mahasiswa yang abadi dan peluang bahwa manusia akan mati suatu saat adalah 1 artinya manusia pasti akan mati suatu saat. 0,5 Gambar Rentang nilai peluang Nilai peluang juga bisa berada diantara dua nilai absolut diatas, atau dengan kata lain nilai peluang akan mucul diantara hasil yang diharapkan dan hasil yang tidak diharapkan. Dalam konteks sistem rekayasa, dua kondisi absolut tersebut adalah sistem gagal dan sistem sukses. Dalam konteks ini peluang sukses dan gagal dapat diartikan sebagai berikut: mungkinyangkejadiansemuajumlah sukseskejadianjumlah (sukses)P = ..................................... mungkinyangkejadiansemuajumlah gagalkejadianjumlah (gagal)P = ...................................... Jika s = jumlah kejadian sukses Pelemparan koin Absolute impossibility Absolute certainty 0 1 1
  • 2. f = jumlah kejadian gagal maka peluang sukses dan peluang gagal berturut-turut adalah: fs s (sukses)P + == p ........................................................................... fs f (gagal)P + == q ............................................................................. Dan 1=+ qp ............................................................................................ Contoh 2,1: Sebuah koin dengan sisi muka dan sisi belakang. Peluang mendapat sisi muka pada pelemparan koin tersebut satu kali adalah 1/2 = 0.5 Contoh 2.2: Sebuah dadu dilempar satu kali. Peluang mendapat sisi dengan gambar 4 adalah 1/6. Contoh 2.3: Dua buah dadu dilempar satu kali. Berapakah peluang mendapat jumlah mata dadu sembilan. Mata dadu yang memberikan jumlah sembilan adalah: (3+6), (4+5), (5+4), (6+3) dari 36 kombinasi yang ada, sehingga peluangnya adalah 4/36 atau 1/9. 1.2 Permutasi dan Kombinasi Pada tiga contoh diatas, peluang sukses dan gagal dihitung dengan mengevaluasi semua kejadian yang mungkin secara fisik. Jika jumlah kejadian yang dimungkinkan semakin besar, maka proses tersebut akan sangat menyulitkan, dan peluang terjadinya kesalahan akan semakin besar. Dibandingkan dengan secara fisik mengkalkulasi semua peluang yang ada, 2
  • 3. maka akan lebih sederhana dan efektif jika konsep persamaan 2-1 dipergunakan untuk mengkelompokkan peluang sukses dan gagal melalui konsep permutasi dan kombinasi. Permutasi memperhitungkan susunan masing-masing kejadian, sementara kombinasi tidak memperhitungkan susunan di dalamnya. Jumlah PERMUTASI dari n item yang berbeda adalah jumlah susunan yang berbeda yang dimungkinkan dari item-item tersebut. Jika semua item digunakan dalam susunan, maka permutasi di tuliskan dengan nPn. Jika sebagian item saja (r) yang disusun dari n jumlah item yang ada (r<n) maka permutasinya dituliskna dengan nPr. Contoh 2.4: Permutasi 3 buah buku A, B dan C dimana semua buku yang ada dipergunakan adalah: ABC, ACB, BAC, BCA, CAB dan CBA. Dengan demikian 3P3 adalah 6. Dengan kata lain, posisi pertama dapat diisi oleh 3 buah Buku, posisi kedua dapat diisi oleh 2 buah buku (mengingat buku yang sudah terambil tidak bisa dipakai lagi), serta posisi ketiga diisi oleh 1 buah buku. Karena itu 3P3 adalah 3 x 2 x 1 = 3! = 6 Dengan demikian permutasi n item jika n item dipergunakan adalah n!, dan permutasi n item jika hanya r item yang dipergunakan adalah )!( ! rn n Prn − = ..................................................................................... Dimana nilainya adalah n! Jika n=r, sebab nilai 0! adalah sama dengan 1. Contoh 2.5: Dalam berapa cara 3 buku dapat disusun dari 7 buku yang tersedia? 210765 4321 7654321 !4 !7 )!37( !7 37 ==== − = xx xxx xxxxxx P Persamaan 2-6 hanya dapat dipergunakan pada beberapa kondisi yakni: (1) Semua item berbeda (2) Tidak ada batasan dalam menentukan posisi item yang ada 3
  • 4. (3) Tidak ada item yang bisa dipergunakan lebih dari satu kali. Contoh 2.6: Ada berapa bilangan dalam 3 digit yang bisa disusun dari angka 0~9 jika setiap angka dapat dipakai lebih dari satu kali dan jika angka hanya bisa dipakai satu kali saja? Jika angka bisa dipakai lebih dari satu kali, maka pada digit pertama hanya bisa diisi oleh 9 angka (0 tidak bisa), digit kedua bisa diisi 10 angka dan digit ketiga bisa diisi 10 angka. Dengan demikian susunan yang dimungkinkan adalah 9x10x10 buah susunan yaitu 900 susunan. Jika angka tidak bisa diulang maka digit pertama bisa diisi oleh 9 angka, digit kedua bisa diisi oleh 9 angka dan digit ketiga bisa diisi oleh 8 angka. Dengan demikian susunan yang dimungkinkan adalah 9x9x8 buah susunan yaitu 648 susunan. Contoh 2.7: Berapa susunan yang berbeda yang dapat dibuat dari 12 bola yang terdiri dari 3 bola biru, 2 bola merah dan 7 bola hijau? Jika semua bola memiliki warna yang berbeda maka susunan yang mungkin adalah 12! Atau sama dengan 479,001,600 susunan. Jika r item dapat disusun dalam r! Susunan maka dengan demikian akan terdapat 3! susunan bola biru, 2! susunan bola merah dan 7! susunan bola hijau. Dengan demikian jumlah susunan yang dimungkinkan dalam dari ketiga warna bola tersebut adalah 7920 !7!2!3 !12 = susuanan Dengan demikian susunan yang dimungkinkan dari n item yang terdiri dari r1 item sejenis, r2 item sejenis, hingga rk item sejenis adalah !!...! ! 21 krrr n permutasi = ......................................................................... Jumlah KOMBINASI dari n item yang berbeda adalah jumlah susunan dari r item yang berbeda tanpa memperhitungkan susunan dari item-item tersebut. Kombinasi r item dari n item yang ada dituliskan dengan nCr . 4
  • 5. ! )1)...(1( )!(! ! ! r rnnn rnr n r C C rn rn +−− = − == ........................................... Contoh 2.8: Dari 6 siswa laki-laki (L) dan 5 siswa perempuan (P) akan dibentuk sebuah panitia yang terdiri dari 6 anggota dimana panitia tersebut paling sedikit harus terdiri dari 3 perempuan. Berapa jumlah panitia yang berbeda yang mungkin dibentuk? Panitia dengan syarat seperti di atas mungkin terdiri dari 3 P dan 3 L, 4 P dan 2 L serta 5 P dan 1 L. Dengan demikian masing-masing perbandingan jumlah panitia Laki dan Perempuan tersebut dapat tersusun dari: 5CP3 . 6CL3 + 5CP4 . 6CL2 + 5CP5 . 6CL1 = 281 panitia yang berbeda Contoh 2.9: 4 bola diambil dari sebuah kotak yang terdiri dari 10 bola hitam dan sepuluh bola putih. Berapakah peluang mendapat bola yang semuanya berwarna hitam?, peluang mendapat bola dengan warna yang sama?, peluang mendapat bola hitam jika setiap bola yang terambil dikembalikan sebelum melakukan pengambilan berikutnya? Jumlah kejadian yang mungkin 4 bola hitam yang dapat diambil dari 20 bola yang ada adalah 20C4 = 4845. Jumlah kejadian yang mungkin 4 bola hitam terambil dari 10 bola hitam dan 10 bola putih yang ada adalah 10CH4=210. Dengan demikian peluang mendapat 4 bola hitam adalah 210/4845 = 0.043344. Jumlah kejadian mendapat 4 bola dengan warna yang sama tentunya adalah penjumlahan jumlah kejadian mendapat 4 bola hitam dan jumlah kejadian mendapat 4 bola putih dari 10 bola hitam dan bola putih yang ada, yaitu 10CH4+10CP4=420. Dengan demikian peluang mendapat 4 bola dengan warna yang sama adalah 420/4845 = 0.086687 Jika setiap bola digantikan sebelum pengambilan selanjutnya, maka jumlah kejadian mendapat 4 bola adalah 204 dan jumlah kejadian mendapat 4 bola 5
  • 6. hitam adalah 104 . dengan demikian peluang mendapat 4 bola hitam adalah 104 /204 = 0.0625. 1.3 Diagram Venn Pada penilaian keandalan sistem rekayasa kadang kita berhadapan dengan masalah penggabungan peluang dari beberapa kejadian menjadi peluang sistem keseluruhan. Pemahaman atas beberapa aturan penggabungan peluang akan lebih dipermudah dengan bantuan diagran Venn. Diagram Venn umumnya digambarkan dengan sebuah persegi panjang yang mewakili total peluang yang ada. Ada dua atau lebih kejadian didalamnya yang mana peluang masing- masing kejadian akan digabungkan. Seperti terlihat pada Gambar 2-2, dua kejadian A dan B digambarkan dalam 3 kondisi berbeda. Kondisi (a) kejadian A adalah bagian (subset) dari kejadian B, kondisi (b) kejadian A beririsan dengan kejadian B, dan kondisi (c) kejadian A terpisah dari kejadian B. S B A S A B S A B (a) (b) (c) Gambar Diagram Venn 1.3.1 Independent Events (Kejadian Bebas) Dua kejadian A dan B dikatakan bebas satu sama lain jika munculnya kejadian A tidak akan berpengaruh terhadap peluang munculnya kejadian B. Kejadian pelemparan dadu dan koin secara bersama-sama adalah dua buah kejadian bebas dimana angka berapapun yang muncul pada pelemparan dadu tidak akan berpengaruh terhadap peluang munculnya gambar muka atau belakang pada koin. 6
  • 7. Pada evaluasi keandalan sistem rekayasa, banyak kejadian yang diasumsikan bebas satu sama lain mengingat sulitnya menentukan tingkat ketergantungan antara dua kejadian tersebut. 2 pompa yang terhubung dalam rangkaian paralel kerap diasumsikan bebas satu sama lain mengingat kegagalan pada pompa pertama dianggap tidak akan mempengaruhi peluang kegagalan pompa kedua. 1.3.2 Mutually exclusive events Dua kejadian dikatakan mutually exclusive saru sama lain jika kejadian tersebut tidak dapat terjadi secara bersama-sama (lihat Gambar 2-2.c). Kejadian mendapat gambar muka dan kejadian mendapat gambar belakang pada satu kali pelemparan sebuah koin adalah dua kejadian yang mutually exclusive. 1.3.3 Complementary events Dua kejadian A dan B dikatakan complementary, jika kejadian A tidak muncul, maka kejadian B pasti muncul. Gambar Complementary events Diagran Venn diatas juga mendasari munculnya persamaan 2-5 dimana: B A )()(atau1)()( APBPBPAP ==+ ..................................................... Dimana )(AP adalah peluang kejadian A tidak terjadi (kejadian B terjadi). Dari sini terlihat bahwa kejadian complementary adalah pasti kejadian mutually exclusive, namun tidak berlaku sebaliknya. 1.3.4 Conditional events Conditional events (kejadian bersyarat) adalah kejadian yang terjadi jika kejadian lainnya sudah terjadi. Peluang kejadian A terjadi jika kejadian B sudah terjadi ditulis dengan P(A⏐B) (dibaca kejadian A jika B), atau peluang bersayarat A jika B telah terjadi. Nilai ini dapat dihitung dengan didasarkan pada diagram Venn Gambar 2-2b. munculdapatBkejadianjumlah bersamamunculdapatBdanAkejadianjumlah )( =BAP ............................ 7
  • 8. S A B Kejadian A dan B yang muncul bersama-sama digambarkan pada daerah arsiran seperti pada gambar sebelah dan diwakili oleh persamaan (A∩B) dimana: ( ) S BA BAP I I = dan ( ) S B BP = Dengan demikian )( )( )(. )(. )( BP BAP BPS BAPS BAP II == ........................................................... )( )( )( AP BAP ABP I = .............................................................................. 1.3.5 Simultaneous occurence events Simultaneous occurence events A dan B adalah kejadian munculnya A AND B, seperti terlihat pada Gambar 2-2b. Secara matematis sering dikenal dengan istilah irisan dan dituliskan dengan: (AB)atauB)ANDA(B)(A I Pada kasus ini terdapat dua kondisi dimana kejadian A dan B muncul bersama- sama. Kondisi pertama adalah jika A dan B adalah 2 kejadian bebas (independent) satu sama lain dan kejadian yang kedua adalah jika 2 kejadian tersebut tergantung satu sama lain (dependent). Jika kejadian A dan B bebas satu sama lain, maka peluang munculnya kejadian A tidak dipengaruhi oleh kejadian B demikian pula sebaliknya. Dengan demikian: )()(dan)()( BPABPAPBAP == Sehinga, dari persamaan 2.8 didapat bahwa ( ) )().( BPAPBAP =I .......................................................................... 8
  • 9. Jika terdapat n kejadian bebas maka: ( ) ∏= = n i ini APAAAAP 1 21 )(...... IIIII ................................................ Contoh 2.10: Seorang mekanik melakukan seleksi terhadap 2 pompa sentrifugal A dan B untuk dipakai pada sistem pendingin sebuah motor disel. Peluang mendapat pompa A yang baik adalah 0.9 dan peluang mendapat pompa B yang baik adalah 0.95. Dengan demikian peluang mendapat pompa A dan B yang baik adalah: P(A baik ∩ B baik) = P(A baik) ∩ P(B baik) = 0.9 x 0.95 = 0.855 Jika kejadian A dan B tergantung satu sama lain (dependent), maka: ( ) )().()().( BPBAPAPABPBAP ==I ................................................... Contoh 2.11: Sebuah kartu diambil dari sebuah kotak remi dengan isi 52 buah lembar kartu. Jika A adalah kejadian munculnya/mendapat kartu merah dan kejadian B adalah kejadian mendapat kartu bergambar (jack, queen, king). Maka berapakah peluang munculnya kejadian A dan B secara bersama-sama? Peluang muncul kejadian A adalah peluang mendapat kartu berwarna merah yaitu P(A) = 26/52. Peluang muncul kejadian B jika kejadian A sudah terjadi adalah Peluang mendapat kartu bergambar dari semua kartu berwarna merah yang besarnya adalah P(B⏐A)=6/26. Sehingga ( ) )().()().( BPBAPAPABPBAP ==I =26/52 . 6/26 = 6/52. 1.3.6 Occurence of at least one of two events Kejadian ini diekspresikan dengan dan secara matematis dikenal dengan konsep union (gabungan) serta dapat ditunjukkan oleh diagram Ven berikut: B)(AatauB)ORA(B)(A +U 9
  • 10. Pada kasus ini terdapat 3 (tiga) kondisi yakni, dua kejadian A dan B bebas satu sama lain tetapi tidak mutually exclusive, dua kejadian A dan B bebas satu sama lain dan mutually exclusive, serta dua kejadian A dan B adalah bukan dua kejadian bebas. S A B Jika A dan B adalah dua kejadian bebas tetapi bukan mutually exclusive, maka dengan metode analitis didapat bahwa: P(A U B) = P(A OR B OR BOTH A AND B) = 1-P(NOT A and NOT B) = ))(1)).((1(1)).P(P(-1)(1 BPAPBABAP −−−==− I = P(A) + P(B) – P(A).P(B).......................................... Pada diagram Ven diatas terlihat bahwa daerah yang dilingkup oleh P(A U B) adalah gabungan kedua daerah A dan B, atau: P (A U B) =P(A) + P(B) – P(AWB) ....................................... Mengingat A dan B adalah dua kejadian bebas, maka persamaan diatas dapat disederhanakan menjadi P(A) + P(B) – P(A).P(B)...................................................... Yang sama hasilnya dengan persamaan 2.12 Contoh 2.12: Contoh 2.10 dapat diselesaikan dengan: P(Abaik U Bbaik) = P(Abaik)+P(Bbaik)-P(Abaik).P(Bbaik) = 0.9 + 0.95 – 0.9x0.95 = 0.995 Jika A dan B adalah dua kejadian bebas dan mutually exclusive, maka P (A U B) =P(A) + P(B) dimana pada gambar diagram Ven, kejadian A dan kejadian B tidak beririsan (terlepas). Jika terdapat sejumlah n kejadian bebas dan mutuallu exclisive maka 10
  • 11. ∑− = n i in APAAAAP 1 321 )()...( UU .............................................. Jika A dan B adalah dua tidak kejadian (dependent) maka didapat P(A U B) = P(A) + P(B) – P(A∩B) = P(A) + P(B) – P(B⏐A). P(A) = P(A) + P(B) – P(A⏐B). P(B) 1.3.7 Aplikasi Kejadian Bersayarat Jika kejadian A tergantung dari lebih satu kejadian yakni B1, B2, B3 hingga Bn, dan semua kejadian syarat tersebuat adalah mutually exclusive maka didapat bahwa: B1 B2 B3 B4 A P(A∩BB 1) = P(A⏐ B1).P(B1B ) P(A∩BB 2) = P(A⏐ B2).P(B2B ) P(A∩BB n) = P(A⏐ Bn).P(BnB ) Selanjutnya jika kita gabungkan: ∑∑ −− = n i ii n i i BPBAPBAP 11 )().()( I ............................................. Jika sisi sebelah kiri dari persamaan diatas dijumlahkan, maka: )()( 1 APBAP n i i =∑− I .............................................................. ∑− = n i ii BPBAPAP 1 )().()( ......................................................... Contoh 2.13: 11
  • 12. Alat penukar panas diproduksi di dua pabrik. Pabrik I membuat 70% dari total produk dan pabrik ke II membuat 30% dari total produk. Dari pabrik I, 90% produknya memenuhi syarat, dan dari Pabrik II hanya 80% saja yang memenuhi syarat. Tentukan (a) dari 100 penukar panas yang dibuat, berapa persen yang memenuhi syarat (b) jika diambil satu penukar panas dan ternyata memenuhi syarat, berapakan peluang penukar panas tersebut di produksi di pabrik II? Jika kejadian A adalah kejadian mendapat penukar panas yang memenuhi syarat, kejadian B1 adalah kejadian penukar panas di produksi di pabrik I dan kejadian BB 2 menunjukkan bahwa penukar panas di produksi di pabrik II, maka P(A⏐BB 1) = 0.9 P(A⏐B2B ) = 0.8 P(B1) = 0.7 P(B2) = 0.3 ∑− = n i ii BPBAPAP 1 )().()( = 0.9x0.7 + 0.8x0.3 = 0.87 Dengan demikian jika 100 penukar panas di produksi, maka jumlah yang memenuhi syarat adalah 100 x 0.87 = 87 buah penukar panas. (a) Peluang mendapat penukar panas yang memenuhi syarat dan diproduksi di pabrik II adalah P(B2⏐A) dimana: 276.0 87.0 8.03.0 )( )().( )( )( )( 222 2 ==== x AP BAPBP AP BAP ABP I Dengan demikian peluang komponen yang memenuhi syarat tersebut di produksi di pabrik II adalah 0.276 1.4 Probability Distributions Agar teori probabilitas dapat diaplikasikan, maka salah satu syarat adalah kejadian harus terjadi secara acak. Sebagai contoh: laju kegagalan komponen, waktu yang dibutuhkan pada proses perawatan, kekuatan material adalah beberapa variabel yang secara acak dan memiliki variasi terhadap waktu dan ruang. Variabel acak dikelompokkan menjadi dua jenis yakni discrete random variable dan continuous random variabel. 12
  • 13. Variable acak diskrit (discrete random variable) adalah variabel yang memiliki nilai diskrit, atau nilai yang dapat dihitung. Sebagai contoh, eksperimen pelemparan koin adalah variabel diskrit mengingat hanya ada dua kejadian diskrit yang dimungkinkan yakni kejadian mendapat sisi muka dan belakang. Begitu pula dengan eksperimen pelemparan dadu. Variabel acak kontinyu (continuous random variabel) memiliki jumlah yang tidak terbatas (infinite number of values). Ini tidak berarti bahwa rentang yang dimungkinkan mencakup -∞ hingga +∞, akan tetapi nilai yang dimungkinkan tidak terbatas. Sebagai contoh; arus listrik pada satu kondisi memiliki rentang arus sebesar 5A hingga 10A. 1.4.1 Density and distribution function Data empiris yang telah dikumpulkan melalui eksperimen khusus untuk selanjutnya akan dianalisa untuk dapat dijadikan informasi berkaitan dengan tahapan evaluasi selanjutnya. Hal ini dapat dilakukan dengan mengevaluasi probability density function (PDF) atau probability distribution function (cummulative - CDF). Beberapa properti dasar dari PDF dan CDF akan diberikan melalui sebuah kasus berikut: Contoh 2.14: Sebuah mesin potong memotong pelat baja dengan panjang sekitar 6 m. Setelah terpotong, bagian quality control melakukan evaluasi terhadap 20 lembar sample pelat yang telah terpotong dan menemukan hasil pengukuran sebagai berikut: 5.97 5.97 5.98 5.98 5.98 5.99 5.99 5.99 5.99 5.99 6.00 6.00 6.00 6.00 6.00 6.01 6.01 6.02 6.02 6.02 Hasil pengukuran ini selanjutnya bisa di plot sebagai distribusi frekuensi seperti terlihat pada gambar dibawah ini. 13
  • 14. 5.97 5.98 5.99 6.00 6.01 6.02 1 5 4 3 2 0.20 0.15 0.10 0.05 0.25 panjang, m frekuensi Probabilitas Gambar 2-x Distribusi frekuensi dan probability mass functiont Cara lain untuk menyajikan data serupa adalah dengan mengelompokkan data jika jumlah data relatif besar seperti terlihat pada gambar berikut. 5.97 5.98 5.99 6.00 6.01 6.02 8 0.4 0.3 0.2 0.1 0.5 panjang, m frekuensi 7 6 5 4 3 2 1 10 9 Probabilitas Gambar 2-x Distribusi frekuensi dan probability mass functiont data kelompok 14
  • 15. 5.97 5.98 5.99 6.00 6.01 6.02 0.8 panjang, m Commulativeprobability 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 1.0 0.9 15
  • 16. 5.97 5.98 5.99 6.00 6.01 6.02 0.8 panjang, m Commulativeprobability 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 1.0 0.9 5.97 5.98 5.99 6.00 6.01 6.02 0.8 panjang, m Commulativeprobability 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 1.0 0.9 0 x Commulativeprobability,F(x) 1.0 16
  • 18. 18