1. PROTEKSI SISTEM DISTRIBUSI
Sistem Distribusi
Secara garis besar pengusahaan Sistem Tenaga
Listrik dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu
Sistem Pembangkitan, Sistem Penyaluran
(Transmisi & Gardu Induk), dan Sistem Distribusi.
Dengan demikian Sistem Distribusi merupakan
bagian akhir dari rangkaian komponen pada sistem
tenaga listrik (Gambar 2-1).
Gambar 2-1 : Sistem Tenaga Listrik
Sistem Distribusi merupakan rangkaian komponen
listrik mulai dari sisi sekunder trafo gardu induk (sisi
tegangan Menengah) hingga sisi tegangan rendah
di pelanggan/ konsumen (gambar 2-2).
3. Jaringan Tegangan Menengah (JTM)
Gardu Induk
Sekering T.M.
Trafo Distribusi
Rel T.R.
Sekering T.R.
Jaringan Tegangan Rendah (JTR)
Gardu Distribusi Tiang
Sambungan Rumah
Pelanggan
Gambar 2-2 : Sistem Distribusi
4. Sesuai dengan gambar 2-2 maka bagian-bagian utama sistem
distribusi adalah :
Jaringan Tegangan Menengah (JTM 20 KV)
Gardu Hubung
Gardu Distribusi (Trafo)
Jaringan Tegangan Rendah (JTR 220/380 V)
Selanjutnya berdasarkan konfigurasinya, jaringan distribusi tegangan
menengah dibedakan dalam tiga macam, yaitu:
5. Gambar 2-3 : Jaringan Distribusi Radial
1. Sistem Radial.
GI
Gambar 2-3 : Jaringan Distribusi Radial
7. 3. Sistem Spindle.
Gardu hubung
Gardu induk
Saluran cadangan
Gardu distribusi
Gambar 2-5 : Jaringan Distribusi Spindle
8.
9. 2.2. Pengaman sistem distribusi
2.2.1. Pentanahan Sistem Distribusi
Ada empat pola pengaman sistem distribusi yang telah diterapkan di
lingkungan PLN. Perbedaan pola-pola tersebut didasarkan atas jenis
pentanahan sistem (pentanahan titik netral trafonya). Pada dasarnya
ada 4 macam macam pentanahan titik netral trafo yang dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Pentanahan dengan Tahanan Tinggi (High Resistance),
mengutamakan keselamatan umum, sehingga meskipun dengan
saluran udara masih layak memasuki daerah perkotaan.
Pentanahan Langsung (Solid Grounding) yaitu sistem distribusi
dengan pentanahan secara langsung, mengutamakan faktor ekonomi,
sehingga dengan saluran udara elektrifikasi dapat dilaksanakan di luar
kota sampai ke daerah yang terpencil.
10. Pentanahan dengan Tahanan Rendah (Low Resistance),
dimaksudkan untuk memperoleh hasil optimum dari kombinasi
antara faktor ekonomi dan keselamatan umum, dan jaringan
dapat mempergunakan saluran udara bagi daerah luar kota
maupun kabel bagi daerah padat dalam kota.
Pentanahan Mengambang / tidak ditanahkan /Floating, untuk saat
ini sudah tidak digunakan di PLN karena ketika terjadi gangguan
tanah arus gangguan terlalu kecil sehingga tidak terdeteksi oleh
relai proteksi.
11. Pola Pengaman Sistem Distribusi
Pola I , untuk sistem distribusi dengan pentanahan
tahanan tinggi :
Sistem distribusi 20 KV fasa tiga , 3 kawat dengan
pentanahan Netral melalui tahanan tinggi 500 ohm.
Karena tahanannya tinggi, maka arus gangguannya
rendah.
Diperlukan rele yang sensitif untuk dapat
mendeteksi arus gangguan yang kecil.
Pola ini diterapkan di Jawa Timur.
12. Proteksi terpasang:
PMT dipasang di pangkal penyulang (feeder) dilengkapi dengan :
- OCR untuk membebaskan gangguan antar fasa.
- Directional Ground Fault Relay (DGFR) untuk
membebaskan gangguan fasa-tanah.
PBO dikoordinasikan dengan SSO dan Pengaman Lebur (PL)
jenis Fuse Cut Out (FCO).
13. PMT PBO SSO
SSO
PL PL
OCR
GFR
Gambar 2-6 : Pengaman Sistem Distribusi Pola I
14. Pola II , untuk sistem distribusi dengan
Pentanahan Langsung :
Sistem distribusi 20 KV fasa tiga , 4 kawat dengan
pentanahan Netral secara langsung.
Kawat Netral ditanahkan di setiap tiang sepanjang
JTM dan JTR, dipergunakan sebagai netral
bersama TM & TR (Common Neutral).
Karena tahanannya sangat kecil, maka arus
gangguannya besar, sehingga diperlukan rele yang
dapat bekerja dengan cepat.
Pola ini diterapkan di Jawa Tengah dan DIY.
15. R
S
N
T
Gambar 2-7 : Pentanahan Langsung pada Sistem Distribusi
16. Proteksi terpasang :
PMT dipasang di pangkal penyulang (feeder) dilengkapi dengan :
OCR untuk membebaskan gangguan antar fasa.
GFR untuk membebaskan gangguan fasa-tanah.
PBO dikoordinasikan dengan SSO dan Pengaman Lebur (PL)
jenis FCO
17. PMT PBO SSO
SSO
PL PL
Y OCR
GFR
Solid Grounding
Gambar 2-8 : Pengaman Sistem Distribusi Pola II
18. Pola III, untuk sistem distribusi dengan
Pentanahan Tahanan Rendah
Sistem distribusi 20 KV fasa tiga , 3 kawat dengan
pentanahan Netral melalui tahanan rendah 40 ohm
untuk SUTM atau 12 Ohm untuk SKTM.
Pola ini diterapkan di Jawa Barat, DKI dan Luar
Jawa.
Karena tahanannya relatif rendah, maka arus
gangguannya relatif tinggi, sehingga diperlukan rele
yang dapat bekerja dengan cepat.
19. Proteksi terpasang:
PMT dipasang di pangkal penyulang (feeder)
dilengkapi dengan :
OCR untuk membebaskan gangguan antar fasa.
GFR untuk membebaskan gangguan fasa-tanah.
PBO dikoordinasikan dengan SSO dan Pengaman
Lebur (PL) jenis Fuse Cut Out (FCO).
Pada sistem Spindle dengan saluran kabel,
pengamannya dengan rele arus lebih tanpa penutup
balik (atau di blok) dan atau pelebur.
20. PMT PBO SSO
SSO
Y
PL PL
NGR
40 Ohm
OCR
GFR
Gambar 2-9 : Pengaman Sistem Distribusi Pola III
21. Pola IV , untuk sistem distribusi dengan
Pentanahan Mengambang
Sistem distribusi 6 KV fasa tiga , 3 kawat dengan
pentanahan mengambang atau netral tidak
ditanahkan (Floating).
Pola ini pernah ada dan terakhir diterapkan di
Sulawesi dan Sumatera Selatan/ Jambi. Karena
sistem 6 KV telah diganti menjadi 20 KV, maka pola
IV ini sudah tidak dikembangkan lagi.
22. Fuse / pengaman lebur.
Fuse atau Pengaman Lebur (PL) berfungsi sebagai
pengaman pada sistem distribusi terhadap arus
gangguan yang terjadi pada jaringan distribusi atau
trafo distribusi.
Letak pemasangan Fuse / Pengaman Lebur :
Percabangan JTM / Branch Line
Sisi primer trafo pada Gardu Distribusi Tiang /
Tembok.
Prinsip Kerja Pengaman Lebur
Jika arus yang melewati Pengaman Lebur melebihi
nilai arus rating nominal dari Pengaman Lebur maka
elemen lebur akan panas dan terus meningkat jika
telah mencapai titik leburnya maka elemen akan
melebur.
23. Konstruksi Pengaman Lebur
Pengaman Lebur yang banyak digunakan
pada jaringan distribusi adalah jenis letupan
dengan konstruksi type Fuse Cut Out (FCO),
seperti gambar 2-10.
Fuse tersebut tidak dilengkapi dengan alat
peredam busur api, sehingga bila digunakan
untuk daya yang besar maka fuse tidak
mampu meredam busur api yang timbul pada
saat terjadi gangguan akibatnya timbul
ledakan. Karena itu fuse ini dikategorikan
sebagai pengaman jenis letupan.
24. Karakteristik Fuse / Pengaman Lebur
Ada dua tipe Karakteristik fuse yang banyak
digunakan yaitu :
Fuse Link tipe pemutusan cepat ( K )
Fuse Link tipe pemutusan lambat ( T ).
Perbedaan antara kedua tipe ini terletak pada
kecepatan pemutusannya. Gambar 2-11.a
dan 2-11.b menunjukkan contoh karakteristik
fuse.
29. PBO dan SSO
Penutup balik otomatis (PBO)
PBO (Recloser) adalah PMT yang dilengkapi dengan peralatan
kontrol dan relai penutup balik. Relai penutup balik adalah relai
yang dapat mendeteksi arus gangguan dan memerintahkan PMT
membuka (trip) dan menutup kembali. PBO dipasang pada
SUTM yang sering mengalami gangguan hubung singkat fasa ke
tanah yang bersifat temporer. Fungsi PBO adalah :
Menormalkan kembali SUTM yang trip akibat gangguan
temporer.
Pengaman seksi pada SUTM agar dapat melokalisir daerah
yang terganggu.
30. Jenis-jenis Reclosing relay.
Berdasarkan tipe perintahnya, reclosing relay
dibedakan dalam dua jenis, yaitu :
1. Single-shot Reclosing Relay
Relai hanya dapat memberikan perintah reclosing
ke PMT satu kali dan baru dapat melakukan
reclosing setelah blocking time terakhir.
Bila terjadi gangguan pada periode blocking time,
PMT trip dan tidak bisa reclose lagi (lock –
out ).CloseTripDead TimeBloking TimeWaktu
Relai Lock Out
31. Waktu Relai
Close
Look Out
Bloking Time
Trip
Dead Time
Gambar 2-15 : Single shot reclosing relay
32. Multi Shot Reclosing Relay.
Relai ini dapat memberikan perintah reclosing ke
PMT lebih dari satu kali. Dead time antar reclosing
dapat diatur sama atau berbeda..
Bila terjadi gangguan , relai OCR/GFR memberikan
perintah trip ke PMT. Pada saat yang sama juga
mengerjakan (mengenergizing) Reclosing relay.
Setelah dead time t 1 yang sangat pendek ( kurang
dari 0,6 detik), relai memberi perintah reclose ke
PMT .
33. Jika gangguan masih ada , PMT akan trip kembali
dan reclosing relai akan melakukan reclose yang
kedua setelah dead time t 2 yang cukup lama
(antara 15- 60 detik).
Jika gangguan masih ada, maka PMT akan trip
kembali dan reclosing relai akan melakukan reclose
yang ke tiga setelah dead time t 3 .
Bila gangguannya juga masih ada dalam periode
blocking tR, maka PMT akan trip dan lock out.
Penggunaan multi shot reclosing harus disesuaikan
dengan siklus kerja (duty cycle) dari PMT.
34. Gambar 2-16 : Diagram waktu kerja Multi Shot Reclosing Relai
Keterangan gambar : t1 = dead time dari reclosing pertama
t2 = dead time dari reclosing kedua
t3 = dead time dari reclosing ketiga
tR 1 = blocking time dari reclosing pertama
tR 2 = blocking time dari reclosing kedua
tR 3 = blocking time dari reclosing ketiga
35. Sifat-sifat PBO
PBO mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
Operasi cepat (fast tripping): untuk antisipasi
gangguan temporer.
Operasi lambat (delayed tripping) : untuk koordinasi
dengan pengaman di hilir.
Bila gangguan telah hilang pada operasi cepat
maka PBO akan reset kembali ke status awal. Bila
muncul gangguan setelah waktu reset, PBO mulai
menghitung dari awal.
Repetitive : reset otomatis setelah recloser success.
36. Non repetitive : memerlukan reset manual
(bila terjadi gangguan permanen dan bila
gangguan sudah dibebaskan).
PBO atau Recloser adalah relai arus lebih
sehingga karakteristik PBO dan OCR adalah
sama (lihat karakteristik OCR).
37. Saklar seksi otomatis (SSO)
Pengertian dan Fungsi SSO
SSO atau Auto Seksionalizer adalah saklar yang
dilengkapi dengan kontrol elektronik/ mekanik yang
digunakan sebagai pengaman seksi Jaringan
Tegangan Menengah.
SSO sebagai alat pemutus rangkaian/beban untuk
memisah-misahkan saluran utama dalam beberapa
seksi, agar pada keadaan gangguan permanen,
luas daerah (jaringan) yang harus dibebaskan di
sekitar lokasi gangguan sekecil mungkin.
Bila tidak ada PBO atau relai recloser di sisi sumber
maka SSO tidak berfungsi otomatis (sebagai saklar
biasa).
38. Klasifikasi SSO
Penginderaan : berdasarkan tegangan (AVS)
atau berdasarkan Arus (Sectionalizer).
Media Pemutus : Minyak, Vacum, Gas SF6.
Kontrol : Hidraulik atau Elektronik
Phase : Fasa tunggal atau Fasa tiga
39. Prinsip Kerja SSO
SSO bekerjanya dokoordinasikan dengan pengaman di sisi
sumber (relai recloser atau PBO) untuk mengisolir secara
otomatis seksi SUTM yang terganggu.
SSO pada pola ini membuka pada saat rangkaian tidak ada
tegangan tetapi dalam keadaan bertegangan harus mampu
menutup rangkaian dalam keadaan hubung singkat.
SSO ini dapat juga dipakai untuk membuka dan menutup
rangkaian berbeban. Saklar ini bekerja atas dasar penginderaan
tegangan.
SSO dilengkapi dengan alat pengatur dan trafo tegangan
sebagai sumber tenaga penggerak dan pengindera.
Prinsip kerja SSO dengan sensor tegangan dijelaskan pada AVS
di bawah.
40. Prinsip Kerja AVS
Gambar 2-17 di bawah sebagai ilustrasi
Sistem Distribusi yang terbagi dalam 3 seksi
dengan pengaman penyulang sebuah PMT
dan dua buah AVS.
42. Prinsip operasi AVS :
Dalam hal terjadi gangguan pada seksi III maka PMT penyulang trip,
tegangan hilang. Setelah t3, semua AVS trip.
PMT masuk kembali (reclose pertama), seksi I bertegangan.
Setelah t1 menerima tegangan, AVS1 masuk, seksi II bertegangan.
Setelah t2 menerima tegangan, AVS2 masuk, seksi III bertegangan.
Apabila gangguan masih ada maka PMT trip kembali, AVS1 dan AVS2
lepas setelah t3.
PMT reclose yang kedua. AVS1 masuk setelah t1 sedangkan AVS2
sudah lock-out (karena pada saat masuk pertama AVS2 hanya
merasakan tegangan sebentar atau lebih kecil dari t2, sehingga
menyimpulkan gangguan ada pada seksi berikutnya atau seksi III).