Teks ini membahas tentang adat perkawinan masyarakat Lamaholot di Pulau Adonara, Flores Timur. Sistem perkawinan di sana bersifat patrilineal dan mas kawinnya berupa gading gajah. Jumlah gading yang harus diberikan berbeda-beda, biasanya 3-5 gading untuk masyarakat biasa dan 7 gading jika menikahi kerabat dekat. Gading gajah mewakili nilai sosial, ekonomi, dan kehormatan bagi kel
1. Kata Pengantar
Puji syukur penulis hatuan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segalah
rahmatnya, penulis bisa menyelesaikan sebuah karya tulis ini dengan segalah usaha yang
ditempuh. Terimah kasih yang sebesar-besarnya kepada guru mata pelajaran Bahasa Indonesia
yang telah memberikan ide – ide yang cemerlang kepada penulis untuk selalu berkarya, yaitu
berupa makalah ”ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT LAMAHOLOT FLORES TIMUR
” dimana penulis mengangkat sebuah tradisi adat perkawinan yang khas dimana penulis berasal
yaitu disuatu desa ujung timur pulau flores.
Dan dalam Makalah ini, penulis sangat menyadari masih banyak sekali kekurangan yang
ada dalam paper ini karena keterbatasan informasi. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat
diperlukan dari para pembaca untuk membangun suatu karya ini agar jauh lebih baik lagi.
Harapan penulis, dengan adanya karya tulis dihadapan para pembaca ini bisa menjadi
bahan referensi bagi masyarakat pada umumnya, khususnya masyarakat/mahasiswa Lamaholot
yang ada di tanah jawa bisa dijadikan bahan bacaan untuk lebih memahami arti adat dari suatu
perkawinan dikalangan masyarakat Lamaholot.
Lewoleba, Mei 2021
Penulis
2. BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kabupaten Flores Timur yang meliputi flores daratan (daerah ujung timur pulau flores),
dan tiga buah pulau yakni pulau adonara, pulau solor dan pulau lembata/Lomblen, tetapi pulau
lembata memisahkan diri menjadi kabupaten baru. Masyarakat kabupaten flores timur dan
masyarakat yang berada di pantai utara pulau lembata merupakan satu rumpun yang biasa lasim
disebut masyarakat lamaholot. Karena masyarakat yang baik berada di daratan ujung timur pulau
flores, pulau adonara, pulau solor dan penduduk yang berada di pantai utara pulau lembata
menggunakan bahasa yang sama yang disebut bahasa lamaholot, letak perbedaannya adalah
masing-masing pulau mempunyai dialek yang khas.
Salah satu sistem budaya yang sangat khas dari masyarakat Lamaholot adalah sistem
perkawinan (patrilineal) Dimana mas kawin(belis/bahasa lamaholot disebut Welin) seorang
wanita dinyatakan dalam bentuk gading gajah (dalam bahasa lamaholot = Bala). Adat istiadat ini
dilaksanakan secara turun temurun dari nenek moyang terdahulu dan masih dilaksanakan sampai
sekarang. Belis seorang gadis (kebarek = bahasa lamaholot) untuk kaum bangsawan (Ata
Kebel’en = bahasa lamaholot) biasanya lima gading dan untuk masyarakat biasa 3 gading (Bala).
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah praktek kehidupan sosial budaya masyarakat Lamaholot dalam tradisi
adat ?
1.3. Tujuan
1. Bagaimanakah praktek kehidupan sosial budaya masyarakat lamaholot dalam tradisi
adat perkawinan yang berlaku dalam masyarakat Lamaholot
2. Untuk mempelajari dan memahami sistem perkawinan yang diterapkan dan
dilaksanakan pada masyarakat lamaholot khususnya masyarakat yang ada di pulau
adonara.
3. BAB. II
PEMBAHASAN
2.1. Sistem Perkawinan
Suatu proses peralihan yang terpenting dalam kehidupan seluruh umat manusia adalah
saat peralihan dari tingkat hidup remaja ke tingkat hidup berkeluarga yaitu ditandai dengan suatu
perkawinan. Dipandang dari sudut pandang kebudayaan manusia, maka perkawinan merupakan
pengatur kelakuan manusia yang bersangkut paut dengan kehidupan sexnya, dimana kelakuan-
kelakuan sexnya yang utama adalah persetubuhan. Dengan suatu perkawinan dapat
menyebabkan seorang laki-laki dalam pengertian masyarakat tidak boleh bersetubuh dengan
sembarang wanita lain melainkan dengan satu atau beberapa wanita tertentu dalam
masyarakatnya. Perkawinan juga mempunyai beberapa fungsi lain dalam kehidupan kebudayaan
dan masyarakat manusia. Pertama-tama perkawinan juga memberikan ketentuan hak dan
kewajiban serta perlindungan kepada hasil persetubuhan, ialah anak-anak, kemudian perkawinan
juga memenuhi kebutuhan manusia akan seorang teman hidup, memenuhi kebutuhan akan harta,
akan gengsi dan naik kelas masyarakat, sedangkan pemeliharaan hubungan baik antara
kelompok-kelompok kerabat yang tertentu juga merupakan alasan dari perkawinan. Sungguhpun
demikian, lepas dari apapun juga, maksud dan alasan dari perkawinan, perbuatan sex selalu
termaktub didalamnya.
Pengertian perkawinan juga menunjukan bahwa perkawinan merupakan bentuk kontrak
sosial antara laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama. Kontrak sosial tersebut juga bisa
disyahkan oleh kebiasaan/adat, oleh agama, oleh negara atau ketiga-tiganya. Pada masyarakat
modern indonesia, perkawinan banyak dipengaruhi oleh tradisi, agama dan modern (negara).
2.2. Bentuk-Bentuk Perkawinan
Semua masyarakat didunia mempunyai larangan-larangan terhadap pemilihan jodoh bagi
anggota-anggotanya. Sebagai proses sosial, perkawinan pada masyarakat yang satu dengan yang
lainnya tentulah berbeda-beda. Pada masyarakat tertentu ada yang melarang perkawinan dengan
pasangan dari daerah/marga/suku yang sama. Pada masyarakat lainnya justru mengharuskan.
Ada masyarakat yang melarang perkawinan dengan lebih dari satu pasangan. Masyarakat lainnya
justru membolehkan perkawinan dengan pasangan lebih dari satu pasangan. Pada akhirnya,
terdapat pembatasan-pembatasan dalam hal perkawinan. Pembatasan bisa meliputi aspek asal
pasangan, jumlah pasangan, jumlah pasangan untuk perkawinan yang kesekian kalinya. Diluar
pembatasan perkawinan, juga dikenal pantangan perkawinan. Perkawinan yang dilarang, secara
universal perkawinan tersebut diistilahkan sumbang/incest.
Ada beberapa bentuk perkawinan yang dapat dijumpai dalam masyarakat diantaranya,
endogami, eksogami, monogami, poligami, levirat, sororat, perkawinan berturut, perkawinan
kelompok.
4. Endogami, perkawinan yang harus dilakukan dengan memilih pasangan hidupnya berasal
dari desa/marga/kasta/keluarganya sendiri. Perkawinan seperti ini kemudian melahirkan
istilah endogami desa, endogami marga, endogami kasta atau endogami keluarga inti, dan
sebagainya. Pada masyarakat Lamaholot khususnya masyarakat adonara tidak diperbolehkan
melakukan endogami terutama endogami antar marga ataupun keluarga inti sampai pada
generasi seterusnya yang menikah dalam satu klen.
Eksogami, mengharuskan orang untuk kawin dengan pasangannya diluar batas sosial
tertentu. Bentuk perkawinan ini juga melahirkan konsep eksogami desa, eksogami keluarga,
eksogami kasta dan eksogami keluarga inti. Dalam masyarakat adonara, perkawinan jenis ini
bisa saja terjadi dalam desa sendiri asalkan diluar marga ataupun klen. Menurut pandangan
saya, bila seseoang memilih pasangan hidupnya baik antar marga, antar desa, antar kasta
(bangsawan = Ata kebel’en) akan menambah hubungan yang erat dan memperbanyak famili,
yang biasa tampak pada acara kematian, acara perkawinan ataupun melakukan acara adat
lainnya, semua saudara yang mempunyai hubungan famili baik dari pihak keluarga laki-laki
maupun pihak perempuan, berdatangan dan bersama-sama melaksanakan suatu acara adat.
Dalam hubungan famili ini, sesuatu yang khas bagi masyarakat adonara adalah dalam
masyarakat selalu menjaga hubungan tersebut samapai pada melihat generasi sebelumnya,
dimana ada satu hubungan darah yang sama pada nenek moyang mereka berasal. Dari sudut
pandang ini, maka dalam melaksanakan acara baik perkawinan, kematian atau acara adat
lainnya selalu adanya tanda pemberian baik itu materi maupun nonmateri kepada familinya
yang melaksanakan suatu acara adat. Hal inilah yang menandakan betapa kuatnya hubungan
kekeluargaan dalam masyarakat lamaholot, khususnya masyarakat adonara, sehingga dalam
praktek kehidupan sosial budayanya sangat berat dirasakan.
Monogami, perkawinan yang dilakukan dengan antara seorang laki-laki/perempuan
dengan seorang istri/suami. Pada keluarga inti di adonara lebih bersifat monogami.
Poligami, perkawinan yang membolehkan pasangannya memiliki lebih dari satu
istri/suami. Keluarga poligami memiliki potensi memunculkan masalah perselisihan diantara
pasangan. Jenis perkawinan seperti ini khususnya bagi masyarakat adonana sangat dilarang,
akan tetapi dalam kenyataan didalam masyarakat masih ditemukan perkawinan jenis poligini
akan tetapi tidak terlalu banyak, dan konsekuensi dari jenis perkawinan ini bahwa dalam
agama khususnya agama kristen-katolik yang dianut sebagian besar masyarakat lamaholot
tidak mendapat berkat dari pastor sebagai pasangan yang sah, karena sudah melanggar
hukum gereja. bentuk poligami masih dapat dibedakan atas dua bentuk, yaitu poligini dan
poliandri. Poligini merupakan kebiasaan perkawinan dimana seseorang laki-laki memiliki
beberapa orang istri. Perkawinan semacam ini seringkali menimbulkan perselisihan diantara
para istri. Untuk meminimalisisr perselisihan antar para istri, perkawinan bisa dilakukan
dengan poligini soroal. Poligini Soroal adalah perkawinan yang dilakukan dengan
perempuan-perempuan yang masih memiliki hubungan persaudaraan. Dengan poligini soroal
diharapkan para istri dapat saling menyesuaikan diri dan bisa hidup bersama-sama dalam
5. sebuah rumah tangga. Sedangkan poliandri adalah seorang perempuan memiliki beberapa
orang suami.
Perkawinan Levirat adalah perkawinan dimana seorang janda kawin dengan saudara laki-
laki suaminya yang sudah meninggal.
Perkawinan Soroat, merupakan perkawinan dimana seorang duda kawin dengan saudara
perempuan istrinya yang sudah meninggal.
2.3. Syarat-Syarat Dalam Suatu Perkawinan
Perkawinan sebagai suatu peristiwa sosial yang luas, tidak hanya melibatkan dua orang
yang akan kawin semata. Perkawinan setidaknya melibatkan dua keluarga, orang yang
berinisiatif untuk kawin harus memiliki syarat-syarat yang telah ditentukan oleh budayanya.
Syarat-syarat perkawinan meliputi:
1. Mas kawin/bride price
2. Pencurahan tenaga untuk kawin/bride-services
3. Pertukaran gadis/bride-exchange.
Dari ketiga syarat-syarat perkawinan yang tersebut diatas, syarat pertama yaitu mas
kawin/bride price yang paling dominant dipraktekan pada masyarakat lamaholot, khususnya
masyarakat yang berada di pulau adonara. Oleh sebab itu dalam paper ini saya memaparkan
syarat-syarat mas kawin/ belis dan tata cara adat dalam sebuah proses perkawinan yang ada
dalam masyarakat adonara.
Mas kawin/bride price adalah merupakan sejumlah harta/materi yang diberikan laki-laki
kepada perempuan yang akan dinikahinya dan atau kepada kerabatnya. Mas kawin/bride-price
yang dalam bahasa lamaholot disebut Welin, dan welin ini berupa gading gajah yang merupakan
suatu syarat mutlak yang harus diberikan pihak laki-laki kepada pihak perempuan yang hendak
dinikahinya.
Dalam sistem sosial budaya masyarakat lamaholot pada umumnya dan masyarakat
Adonara pada khususnya, mempunyai satu corak keistimewaan yaitu sistem perkawinan, dimana
belis untuk seorang gadis (Kebarek) itu adalah Gading. Pemberian mas kawin berupa gading
gajah di Pulau Adonara sekarang ini masih dipraktikkan secara ketat. Tidak ada perkawinan
tanpa gading. Batang gading itu tidak hanya memiliki nilai adat, tetapi juga kekerabatan, harga
diri perempuan, dan nilai ekonomis yang tinggi.
Meski perkembangan ilmu dan teknologi informasi terus merembes sampai ke pelosok-
pelosok desa di Pulau Adonara, mas kawin berupa gading gajah tidak pernah hilang dari
kehidupan mereka. Kehidupan orang Adonara secara keseluruhan berada dalam suasana adat
yang kuat, yang mengikat.
“Gading gajah tidak hanya mengikat hubungan perkawinan antara suami-istri, atau antara
keluarga perempuan dan keluarga laki-laki, tetapi seluruh kumpulan masyarakat di suatu
wilayah. Perkawinan itu memiliki nilai sakral yang meluas, suci, dan bermartabat yang lebih
sosialis” . Gading gajah merupakan simbol penghargaan tertinggi terhadap pribadi seorang gadis
yang hendak dinikahi. Penghargaan atas kepercayaan, kejujuran, ketulusan, dan keramahan yang
6. dimiliki sang gadis. Kesediaan menyerahkan mas kawin gading gajah kepada keluarga wanita
pertanda membangun suasana harmonis bagi kehidupan sosial budaya setempat. Pernikahan
gadis asal Adonara selalu ditandai dengan pembicaraan mas kawin gading gajah
Di masyarakat Adonara dikenal lebih kurang lima jenis gading (dalam bahasa lamaholot,
gading = bala). Namun, jika sang pria menikahi perempuan yang masih berhubungan darah
dengannya, maka dia akan kena denda, yakni memberi tambahan dua jenis gading sehingga
totalnya menjadi tujuh jenis gading (Ata Kebel’en = kaum bangsawan). Kelima jenis gading itu
adalah, pertama, bala belee (gading besar dan panjang) dengan panjang satu depa orang dewasa.
Kedua, bala kelikene (setengah depa sampai pergelangan tangan), kewayane (setengah depa
sampai siku), ina umene (setengah depa sampai batas bahu), dan opu lake (setengah depa, persis
belah dada tengah). Dua jenis gading tambahan yang biasa dijadikan sebagai denda ukurannya
ditentukan sesuai dengan kesepakatan.
Satuan yang dipakai untuk menentukan besar atau kecil sebatang gading adalah depa,
satu depa orang dewasa (rentangan tangan dari ujung jari tengah tangan kiri ke ujung jari tengah
tangan kanan). Juru bicara keluarga biasanya memiliki keterampilan memahami bahasa adat, tata
cara pemberian, ungkapan-ungkapan adat, dan bagaimana membuka dan mengakhiri setiap
pembicaraan. Tiap-tiap juru bicara harus mengingatkan keluarga wanita atau pria agar tidak
melupakan segala hasil kesepakatan bersama. Juru bicara pria bersama orangtua calon pengantin
pria selanjutnya mendatangi keluarga wanita. Kedatangan pertama itu untuk menyampaikan niat
sang pria menikahi gadis pujaannya. Biasanya pasangan yang saling jatuh hati ini masih
memiliki hubungan kekerabatan, yang sering disebut anak om atau tanta.
Kedekatan hubungan ini memang direstui dan dikehendaki adat, tetapi sering
bertentangan dengan hukum agama. Kalau ada kasus-kasus seperti itu, hal tersebut juga dibahas
pada saat koda pake, pembahasan resmi mengenai adat perkawinan antara keluarga besar calon
pengantin pria dan keluarga besar calon pengantin wanita. Oleh karena itu, kedua pihak juga
perlu menentukan waktu pertemuan bersama calon pengantin masing-masing, menanyakan
kebenaran dan keseriusan kedua calon pengantin membangun rumah tangga baru. Jika ada
pengakuan terbuka di hadapan kedua pihak orangtua, pertemuan akan dilanjutkan ke tingkat
keluarga besar dan akhirnya memasuki tahap pembicaraan adat sesungguhnya, koda pake. Pada
Koda Pake itulah disepakati jumlah gading yang dijadikan mas kawin, besar dan panjang gading,
serta kapan gading mulai diserahkan.
Penyerahan gading berlangsung pada tahap Pai Napa. Pada acara ini pihak pria
menyerahkan mas kawin berupa gading gajah disertai beberapa babi, kambing, ayam jantan, dan
minuman arak. Di sisi lain, pihak wanita menyiapkan anting, gelang dari gading, cincin, rantai
mas, serta kain sarung yang berkualitas. Selain itu, perlengkapan dapur, mulai dari alat memasak
sampai piring dan sendok makan. Meski tidak dipatok dalam proses Pai Napa, pemberian dari
pihak wanita kepada keluarga pria merupakan suatu kewajiban adat. Perlengkapan dari pihak
wanita harus benar-benar disiapkan dan nilainya harus bisa bersaing dengan nilai gading.
Keluarga wanita akan merasa malu dengan sendirinya jika tidak mempersiapkan
perlengkapan tersebut, atau nilai dari barang-barang itu tidak seimbang dengan nilai gading,
7. babi, kambing, dan ayam yang disiapkan keluarga pria. Keseimbangan pemberian ini supaya
kedua pihak dapat merayakan pesta adat di masing-masing kelompok. Wanita akan menjadi
sasaran kemarahan dan emosi keluarga pria jika pihak keluarga wanita tidak menyiapkan
“imbalan” sama sekali. Di sinilah biasanya awal kekerasan terhadap perempuan dapat terjadi,
bahkan tidak jarang berakhir dengan perceraian.
Belakangan ini dikenal satu istilah gere rero lodo rema, atau gere rema lodo rero.
Artinya, gading gajah hanya dibawa siang atau malam hari ke rumah pihak keluarga wanita, dan
pada malam atau siang hari dibawa pulang ke pemiliknya. Kehadiran gading itu hanya sebagai
simbol, memenuhi tuntutan adat. Pihak wanita tidak harus memiliki gading tersebut. Peristiwa
seperti ini sering terjadi kalau sang pria yang menikah dengan gadis Lamaholot adalah orang dari
luar lingkungan budaya Lamaholot, seperti Jawa, Sulawesi, Sumatera, dan Bali.
2.4. Adat MenetapSetelah Menikah
Pasangan suami istri yang baru menikah dihadapkan persoalan baru yang berhubungan
dengan dimana mereka menetap/bertempat tinggal (residence patterns). Secara universal bentuk-
bentuk adat menetap setelah menikah bagi kalangan masyarakat lamaholot (khususnya orang
adonara)menganut pola patrilokal/virilokal dimana tempat tinggal pasangan suami istri yang baru
menikah hidup ditempat yang termasuk daerah keluarga/kerabat ayah suami. Asumsi dasarnya
adalah bahwa masyarakat lamaholot lebih didominasi kaum laki-laki/suami dalam mencari
kehidupan,dan laki-laki adalah pemegang dan tanggung jawab atas adat yang turunkan secara
turun temurun dari nenek moyang. dan menurut pandangan masyarakat setempat bahwa laki-laki
memiliki tanggung jawab yang besar dalam konteks kehidupan masyarakat, misalnya, bagi
masyarakat adonara laki-laki identik dengan seorang yang perkasa dimana dijaman dahulu
masyarakat adonara merupakan suatu pulau yang penuh konflik/perang antar suku, desa, atau
wilayah.
Oleh karena itu pasangan suami istri yang telah menikah, bagi masyarakat lamaholot
yang mengikuti garis keturunan laki-laki (patrilokal) mengikuti adat virilokal yang mendiami
uma lango (rumah suami) dalam mengikuti semua adat yang ada dipihak suami. Dan dalam hal
pemberian nama pada keturunannya, walaupun tidak semua tetapi lebih didominasi pada pihak
suami yang memakai nama moyangnya pada anak-anaknya.
8. BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Suatu proses peralihan yang terpenting dalam kehidupan seluruh umat manusia adalah
saat peralihan dari tingkat hidup remaja ke tingkat hidup berkeluarga yaitu ditandai
dengan suatu perkawinan .
2. Ada beberapa bentuk perkawinan yang dapat dijumpai dalam masyarakat diantaranya,
endogami, eksogami, monogami, poligami, levirat, sororat, perkawinan berturut,
perkawinan -kelompok
3. Mas kawin/bride price adalah merupakan sejumlah harta/materi yang diberikan laki-laki
kepada perempuan yang akan dinikahinya dan atau kepada kerabatnya. Mas kawin/bride-
price yang dalam bahasa lamaholot disebut Welin, dan welin ini berupa gading gajah
yang merupakan suatu syarat mutlak yang harus diberikan pihak lakilaki kepada pihak
perempuan yang hendak dinikahinya
4. Meski perkembangan ilmu dan teknologi informasi terus merembes sampai ke pelosok-
pelosok desa di Pulau Adonara, mas kawin berupa gading gajah tidak pernah hilang dari
kehidupan mereka. Kehidupan orang Adonara secara keseluruhan berada dalam suasana
adat yang kuat, yang mengikat.
5. Gading gajah merupakan simbol penghargaan tertinggi terhadap pribadi seorang gadis
yang hendak dinikahi. Penghargaan atas kepercayaan, kejujuran, ketulusan, dan
keramahan yang dimiliki sang gadis .
6. Pasangan suami istri yang telah menikah, bagi masyarakat lamaholot yang mengikuti
garis keturunan laki-laki (patrilokal) mengikuti adat virilokal yang mendiami uma lango
(rumah suami) dalam mengikuti semua adat yang ada dipihak suami.
3.2 Saran
Setelah mengetahui bahwa banyak kebudayaan yang masih berkembang di berbagai
pelosok negri, termasuk di Flores Timur, kita sebagai generasi penerus bangsa sebaiknya turut
mengambil bagian dalam melestarikan kebudayaan tersebut agar tidak hilang ditelan zaman, dan
juga anak cucu kita nantinya dapat mengenal kebudayaan tersebut.
10. MAKALAH
ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT LAMAHOLOT
FLORES TIMUR
Makalah ini diajukan sebagai tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia
disusun oleh :
ELISABETH NIGA MARAN
KELOMPOK PEMINATAN ILMU SOSIAL
SMA NEGERI 2 NUBATUKAN
LEWOLEBA - LEMBATA
2021