SlideShare a Scribd company logo
1 of 36
REPUBLIK ISLAM IRAN;
Sejarah, Politik, Tatanegara dan Sistem Hukum

Dadang Syaripudin
A. Pendahuluan
Di dunia Islam, Persia atau Iran1 memiliki ciri tersendiri yang membedakannya dari negara-negara lain di dunia Islam. Mayoritas penduduknya, kini
sekitar 90 % yang beragama Islam menganut madzhab Syi`ah Itsna `Asyariyah.
Selain itu, terdapat sifat khusus lainnya yaitu adanya barisan ulama yang
terorganisir secara hirarkis sehingga menjadi kekuatan social poiltik yang sangat
besar dan menentukan.
Pada abad ke-16 M., Persia dikuasai oleh Dinasti Syafawi yang menjadikan Islam Syi`ah Itsna `Asyariyah untuk pertama kalinya sebagai agama resmi
negara itu. Syâh Ismâ’il sebagai pendiri dinasti, mengklaim dirinya seba-gai
keturunan langsung Nabi Muhammad melalui garis imam-imam Syi’ah.
Pengakuan tersebut, terutama dimaksudkan agar kekuasaan dinasti bisa lebih
kuat dan bertahan lama karena mendapat legitimasi keagamaan. Sejak dinasti
Syafawiyah inilah, Persia menjadi Negara Islam Syi`ah Dua Belas.
Pada abad ke-18 dan ke-19, terutama sewaktu dikuasai Dinasti Qajar
(1794-1925), komunitas ulama menggorganisir diri menjadi satu korps hirar-kis
dan otonom dari negara, yang sering menjadi basis perlawanan terhadap para
penguasa yang mengambil kebijakan-kebi-jakan yang dipandang menyim-pang
dan merugikan rakyat. Kemudian muncul konsep Ulama sebagai wala` alimamah dan terakhir wilayah al-Faqih; suatu konsep kunci untuk dapat
memahami sistem hukum, politik dan ketatanegaraan Republik Islam Iran pasca
revolusi 1979.
Peradaban Iran merupakan salah satu peradaban tertua di dunia, sekitar
2700 sM. bangsa Elam (Elamite) menguasai Khuzistan kawasan Iran Barat Daya
1

Orang Iran senantiasa menyebut negaranya dengan nama Iran yang berarti tanah bangsa Arya
(“bangsa mulia”), tetapi orang luar sudah lama menggunakan sebutan Persia (Parsa; Yunani:
Persis), yang merujuk ke Pars, kini Fars, bagian selatan negara ini. Sebutan Persia digunakan
hingga 1935, sewaktu pemerintah di Teheran secara resmi meminta kepada masyarakat dunia
untuk memakai nama Iran.
2
sekarang. Bangsa Indo-Eropa, yang bermigrasi dari timur berhasil mendominasi
dataran tinggi Iran pada Zaman Besi, sekitar 1300 sM. Kerajaan Medes yang
berpusat di Ecbatan (sekarang Hamadan), menguasai dataran tinggi dan
kawasan barat serta barat daya pada 728-559 sM. Selama periode ini bangsa
Indo-Eropa lainnya, seperti Seythian, masuk ke dataran tinggi bagian barat dan
pegunungan Kaukasus. Dinasti Achaemen (559-330 sM), Parthian (247 sM-226
M), dan Sassaniyah (224-651M.) berkuasa atas wilayah Iran dan wilayah Sabit
Subur, Kaukasus, Transoksonia, Afghanistan, dan Anak Benua India. Dinastidinasti tersebut membentuk dan meninggalkan jejak monumental berupa
peradaban Iran.
Pengembangan da`wah Islam yang berlangsung sejak tahun 637 M.,
adalah momen yang menentukan bagi sejarah Iran di masa depan. Terjadi perubahan yang sangat mendasar, yakni dari agama Zoroaster yang berakar pada
kepercayaan adanya pergulatan abadi antara kekuatan baik dan jahat, beralih ke
agama Islam yang monoteististik. Akan tetapi, sekalipun teluh memeluk Islam,
bangsa Iran tetap mempraktikkan banyak tradisi nenek moyangnya. Selain itu,
mereka juga tetap memakai bahasa mereka yang sudah banyak menyerap kosa
kata Arab dan aksaranya sudah berganti menjadi hurup Arab. Sekitar 10 abad,
Iran menjadi wilayah kekhalifahan Sunni kecuali di daerah-daerah yang menjadi
basis politik Syi`ah, seperrti Qum. Pada masa kekhila-fahan suni tersebut,
bangsa Iran memberikan kontribusi yang luar biasa dalam perkembangan
kebudayaan seperti sastra, seni, arsitektur, filsafat, matematika, astronomi,
kedokteran, dan ilmu-ilmu Islam.

B. Islam Syi`ah sebagai Agama Resmi Negara
Pada tahun 1501, Dinasti Shafawiyah menguasai dataran tinggi dan
kawasan sekitarnya atas nama Islam Syi’ah. Sejak itu, Iran menjadi Negeri Syi’ah
Itsna Asyariyah (Dua Belas Imam) meskipun Dinasti Afsyariyah, yang berkuasa
1736-1747 M., berusaha mengembalikannya ke madzhab Sunni. Pada periode
Shafawiyah, ulama mulai tampil seba-gai kekuatan sosial yang sangat penting.
Kekuasaan Shafawiyah runtuh pada 1722, kemudian digan-tikan oleh Dinasti
Zand (1750-1779) dan Dinasti Qâjâr (1779-1925). Di era dinasti Qâjâr inilah
kekuatan ulama menjadi semakin kuat dan memiliki pe-ranan yang sangat
penting, sebagai pelaku utama dalam gerakan dan lembaga sosial negeri ini.
3
Kekuasaan Dinasti Qâjâr tidak sekuat Dinasti Shafawiyah, karena kelemahan para penguasanya dinasti ini tidak dapat menahan tekanan militer,
ekonomi, dan politik asing. Dinasti Qâjâr digantikan oleh Dinasti Pahlavi, yang
didirikan oleh Reza Syah bersama anaknya Muhammad Reza, yang ber-kuasa
dari 1925 sampai 1979. Kebijakan Dinasti Pahlavi menekankan pada
modernisasi, westernisasi, dan nasionahisme Iran yang sekular-integral, dengan
gigih menghapus kepercayaan dan tradisi lama, dan sebaliknya menanamkan
kepercayaan dan tradisi baru dari luar. Kebijakan ini menyebabkan Dinasti
Pahlavi tidak popular dan tumbang pada tahun 1979 dan digantikan oleh rezim
ulama di bawah pimimpinan Khomeini dari tahun 1979 sampai 1989. Ayatullah
Khomeini (1902-1989) tidak mengikis habis kebijakan-kebijakan politik dinasti
Pahlavi; masih banyak kebijakan-kebijakan negara sebelumnya yang
dipertahankan dan dikembangkan, khususnya kebijakan politik luar negeri2.

D. Ulama sebagai wala` al-Imamah
Para penguasa Dinasti Qâjâr lemah dan menghadapi problem hubungan
pusat-daerah yang serius, kinerja ekonominya buruk dan adanya dominasi asing.
Wilayah-wilayah Iran jatuh ke tangan Rusia pada 1804-1813 dan 1825-1828.
Inggris menghentikan ambisi teritorial Iran di Afghanistan dalam konflik 18361838 dan 1856-1857. Syah-syah Qâjâr memberikan konsesi dan hak kapitulasi
kepada orang asing, yang me-mungkinkan Inggris, Rusia, Prancis, Belanda,
Swedia, Hungaria, dan Belgia mendominasi berbagai bidang, dari alat
transfortasi, perbankan hingga keamanan dalam negeri. Di antara konsesi
terpenting adalah Konsesi Reuters 1871 dalam hal pertambangan, perbankan,
dan jalan kereta api, Regie Tembakau 1891 dan Konsesi D’Arcy 1901 dalam
perminyakan. Pada 1891-1892 dan 1905-1909, meletus demonstrasi berskala
besar menentang kapitulasi syah bagi kepentingan asing mau-pun kebijakan
dalam negeri dan kekuasaan otokratisnya3.
Pada masa kekuasaan Dinasti Qajar, kedudukan ulama semakin tegas,
hal ini dapat dilihat pada perubahan doktrinal dalam Islam Syi’ah dan respon
ulama terhadap berbagai peristiwa. Pada Abad Pertengahan, sebagian ulama,
seperti al-Muhaqqiq al Hilli (w. 1326), mengklaim bahwa "secara kolektif ulama
2

Lihat: Avery, Peter, et al., peny. The Cambridge History of Iran, jil. 7. From Nadir Shah to the
Islamic Republic. Cambridge, 1991.
3
Lambton, Ann K. Qajar Persia. Austin, 1987. Telaah mendalam tentang sejarah Iran abad XIX.
4
mengemban wala’ al-imámah dari imam Gaib". Pada akhir abad ke-18 dan awal
ke-19, terjadi perselisihan doktrinal antara yang berpendapat bahwa ulama itu
adalah wakil imam dan yang berpendapat bahwa ulama itu hanyalah penafsir
hukum yang tidak me-miliki hubungan khusus dengan Imam Gaib. Pendapat
yang pertama adalah pendapat mayoritas, yang juga berpandangan bahwa
mujtahid berhak berijtthad dalam menetapkan hukum jika tidak ada ketentuan
tekstual yang jelas dalam Al-Quran atau Sunnah4. Terjadi kontro-versi di
kalangan mereka, apakah ulama, dengan mengintervensi kebijakan penguasa,
apakah membela kedaulatan rakyat, kepentingan lembaga keagama-an, ataukah
hanya ambisi pribadinya. Akan tetapi apun yang menjadi motif atau tujuannya,
yang jelas fakta membuktikan banyak ulama, dengan otoritas moralnya,
mendukung penentangan terhadap campur tangan asing dan kebi-jakan
penguasa yang salah5.
Secara inheren, menurut para sejarahwan, ulama bersikap antinegara,
dengan alasan bahwa doktrin imamah hanya memberikan kekuasaan politik
kepada imam sehingga penguasa sekular dipandang sebagai penjarah. Pandangan yang lebih belakangan, menyebutkan bahwa Syi’ah bersifat apolitis sejak
Imam Keenam, Ja’far A1-Shâdiq (w. 765), menangguhkan dimensi politis dan
otoritas imam hingga suatu masa tertentu. Pandangan ini menyatakan bahwa
ulama secara doktrinal tidak menentang negara, tetapi sebenarnya mendukung
negara dan meminta negara melindungi ajaran Syi’ah dan para penganutnya6.

E. Revolusi Konstitusi Iran (1905-1911)
Pada 1891-1892, ulama menggunakan khumus kaum Syi’ah, khususnya
dari saudagar bazar untuk mendanai protes kolektif dalam menentang Regie
Tembakau. Kemudian, sebagian besar ulama menun-tut sebuah konstitusi dan
“rumah keadilan” selama gerakan sosial yang lazim disebut sebagai Revolusi
Konstitusi 1905-1909. Banyak mujtahid masa ini memperingatkan penguasa
Dinasti Qâjâr dengan istilah zhulm (menindas keadilan Imam Gaib). Para
pedagang lokal pada umumnya merasa cemas dengan derasnya barang-barang
4

Arjomand, Said Amir. The Shadow of God and the Hidden Imam. Chicago and London, 1984.
Sosiologi historis terperinci Syi’ah dan negara dan perspektif sosiologi agama Weberian.
5
Lihat: Algar, Hamid. Religion and State in Iran, 1785—1906. Berkeley, 1969. Analisis mendalam
tentang hubungan ulama dan negara semasa Dinasti Qajar.
6
Bahkan, Ayatullah Khomeini, yang kemudian berjanji meninggalkan sikap ini, berpendapat dalam
sebuah karya yang terbit pada 1940-an bahwa pada prinsipnya ulama tidak pernah menentang
penguasa sekuler, tetapi hanya meminta negara bermusyawarah dengan ulama.
5
asing masuk dan kemudahan bagi orang asing untuk menjual barang-barangnya
di Iran. Mereka banyak yang mengalami kemunduran dan kebangkrutan akibat
bersaing dengan para pengusaha besar Eropa. Komunitas masyarakat lainnya
pun ikut mengecam kegagalan Syah dalam mengembalikan pinjaman dan
menggunakan ahli keuangan asing untuk merasionalisasi pemungutan pajak,
yang mengesankan usaha-usaha lebih jauh untuk menarik uang dari mereka.
Para pedagang terkadang berinisiatif menentang negara, yang didukung oleh
komunitas ulama senior yang berpengaruh7.
Revolusi Konstitusi Iran (1905-1911) merupakan satu di antara dua
revolusi besar di Iran modern yang - dengan beberapa pemberontakan – menjadikan Iran sebagai negara di kawasan Timur Tengah yang paling revolusioner di
zaman modern. Karakter revolusioner Iran terbentuk sebagian dari unsur-unsur
berikut: statusnya yang setengah-jajahan (mirip Cina revolusioner); aliansi antara
pedagang, ulama, dan intelektual modern, serta peran sentral mereka dalam
berbagai revolusi di beberapa kota. Sebab sebab khusus revolusi ini, antara lain,
adalah antipati terhadap perkembangan kekuatan Barat dan kemandekan
ekonomi, di samping pengaruh gagasan modern dan akibat Perang RusiaJepang 1901- 1905, serta Revolusi Rusia 19058.
Penyebab langsung berbagai kejadian revolusioner, seperti yang sering
terjadi relatif sepele. Pada bulan Desember 1905, Gubernur Teheran memukul
kaki seorang pedagang gula yang dituduh menaikkan harga. Setelah kejadian
itu, banyak mullah dan pedagang meminta basth (perlindungan) di masjid agung
Teheran. Setelah mereka diusir, banyak ulama meminta basth di tempat-tempat
suci dan mengajukan tuntutan kepada Syah; yang paling penting adalah
“pengadilan” yang tak ditentukan batasnya. Syah memecat gubernur itu, dan
pada prinsipnya mengakui pengadilan itu pada Januari 1906 namun tidak
mengeksekusi satu putusan pun. Para khatib radikal pun berkhutbah, dan
seorang sayyid dibunuh oleh pejabat, akibatnya, banyak sekali mullah dan yang
lainnya meminta basth di Qum pada Juli 1906. Massa pedagang besar dan kecil,
berjumlah kira-kira dua belas hingga empat belas ribu orang, memin-ta basth ke
kedutaan Inggris di Teheran dan mulai menuntut suatu parlemen. Pada bulan
7

Lihat: Lambton, Ann K. Qajar Persia. Austin, 1987. Hasil studi dan kajian yang mendalam tentang
sejarah Iran abad ke-19.
8
Bayat, Mangol. Iran’s First Revolution. New York, 1991. Penafsiran revisionis terhadap Revolusi
Konstitusi, yang menekankan peran ulama dan kelompok-kelompok nonreligius.
6
Agustus, Muzhaffar al-din Syah menerima tuntutan ini, dan parlemen pertama
(majelis), dipilih berdasarkan sistem enam-kelas, yang memberikan lebih banyak
kekuasaan kepada serikat pekerja kelas-rakyat dari-pada yang mereka dapat di
parlemen-parlemen selanjutnya, yang dipilih ber-dasarkan sistem nonkelas9.
Majelis pertama dibuka pada Oktober 1906, dan sebuah komisi dibentuk
untuk merumuskan Undang-Undang Dasar, yang kemudian baru ditandatangani
oleh Syah ketika sakit keras, pada Desember 1906. Undang-Undang Dasar
Suplementer yang lebih panjang ditandatangani oleh syah yang baru,
Muhammad Alî, pada Oktober 1907. Peristiwa ini membentuk konstitusi Iran
mampu bertahan, hanya dengan sedikit amandemen hingga Revolusi 1979.
Konstitusi tersebut didasarkan sebagian besar kepada konstitusi Belgia 1830,
tetapi, atas desakan ulama, konsitusi itu juga memasukkan rujukan-rujukan
kepada Islam dan ketentuan bahwa sebuah komisi yang beranggotakan lima
mujtahid akan mengkaji konstitusionalitas undang-undang parlementer. Tujuan
kaum parlementer -mendirikan monarki konstitusional bergaya Barat dengan
kekuasaan dipegang oleh parlemen dan para menteri terpilihnya - tetap tidak
terlaksana10.
Masyarakat serta surat kabar liberal dan radikal berkembang selama
periode revolusi. Syah yang baru ini menunjuk kembali seorang perdana menteri
konservatif, Atabak sekalipun mayoritas majelis tidak begitu menghendakinya.
Para penentang otokrasi terdiri atas beberapa kelompok: pedagang besar dan
kecil; oposisi ulama yang dipimpin oleh sayyid liberal, Muhammad Husain
Thabâthabâ’i, dan sayyid oportunis, ‘Abd Allah Bihbahâni; dan kaum liberal serta
radikal, seperti Deputi Tabriz saat itu yang sosialis, Sayyid Hasan Taqizâdah.
Kaum ultrakiri dan Syah terlibat dalam pembunuhan atas diri Atabak pada 31
Agustus 1907 - bertepatan dengan hari penanda tanganan Perjanjian InggrisRusia yang membagi Iran menjadi beberapa kawasan. Penandatanganan ini
membantu memperburuk revolusi11.
9

Browne, Edward G. The Persian Revolution of 1905—1909. Cam bridge, 1910. Karya kiasik, buku
prorevolusi partisan yang ditulis selama revolusi; masih berguna untuk sumber-sumber primer
rangkuman dan terjemahannya dan sebagai sumben primer itu sendiri dan saw perspektif.
10
Keddie, Nikki R. Iran: Religion, Politics, and Society. London, 1980. Kumpulan artikel, termasuk
“Religion and Irreligion in Early Iranian Nationalism” dan lainnya yang membahas revolusi
konstitusi.
11
Lambton, Ann K.S., peny. Qajar Persia: Eleven Studies. Austin, 1988. Martin, Vanessa. Islam
and Modernism: The Iranian Revolution of 1966. London, 1989. Yang pertama dan tiga buku
komprehensif mutakhir tentang revolusi, mudah dipahami dan kuat dalam bahasannya mengenai
Syi’ah dan peran ulama
7
Syah, dengan bantuan Brigade Cossack yang dipimpin oleh Rusia,
berhasil mengkudeta majelis dan oposisi pada Juni 1908. Hanya Tabriz, dipimpin
oleh dua pemimpin gerilya dan kelas-kelas rakyat, yang berta-han. Pada 1909,
ketika pasukan Rusia menyerbu, para gerilyawan pindah ke Gilan yang menjadi
basis gerakan kaum konstitusionalis. Di selatan, suku Bakhtiâri mempunyai
alasan untuk melawan Syah, dan pada Juli 1909, orang-orang Bakhtiâri dan
kaum revolusioner utara ber-temu di Teheran. Mereka mendepak Syah dan
menempatkan putranya yang masih kecil, Ahmad Syâh di bawah perwalian.
Meskipun kaum kiri, termasuk yang dipengaruhi oleh kaum demokrat sosial
Rusia, kuat dalam oposisi dan dalam Partai Demokrat, sebagian besar
kekuasaan berada di tangan kabinet konservatif yang dipimpin oleh Bakhtiâri12.
Masalah keuangan yang berat menyebabkan pemerintah berusaha mencari penasihat asing yang tidak terikat dengan Rusia dan Inggris. Pemerintah
mendapatkan seorang pakar Amerika, Morgan Shuster, untuk mereformasi
keuangan. Shuster bermaksud rnengangkat seorang Inggris untuk mengepalai
dinas pajak, namun Rusia menyatakan hal ini bertentangan dengan Perjanjian
Inggris-Rusia, dan Inggris sepakat dengan sikap Rusia. Pada November 1911,
Rusia mengeluarkan ultima-tum dan mengirimkan pasukan, dan selama
beberapa tahun Rusia dan Inggris mengendalikan pemerintah, yang menandai
akhir revolusi meski-pun konstitusi dan pengalaman partisipasi politik masih
hidup sebagai peninggalannya13.
Kaum konstitusionalis, sekalipun menang, masih menghadapi masalah
yang mengganggu gerakan konstitusionalis di masa mendatang, seperti gerakan
1949-1953, 1960-1963 dan 1978-1979 yang memper-soalkan hubungan antara
wahyu dan hukum positif. Lawan politik mereka berpendapat bahwa
dimaklumkannya undang-undang dasar dengan asumsi bahwa syariat harus
dilengkapi dengan hukum manusia adalah suatu gagasan yang terkutuk.
Menurut mereka pembentukan parlemen itu berarti kedaulatan ada di tangan
manusia bukan di tangan Allah yang, karena itu merupakan bid’ah yang tidak
dapat ditoleransi. Meskipun menghadapi hambatan-hambatan tersebut, kaum
12

Bayat, Mango!. Iran’s Ficst Revolution: Sh’ism and the Constitu tional Revolution of 1905-1909.
New York, 1991. Mempermasalahkan nilai penting yang lazim yang diberikan kepada ulama, dan
menggabungkan bahan Rusia, khususnya tentang peran kaum kiri
13
Bayat, Mango!. Iran’s Ficst Revolution: Sh’ism and the Constitu tional Revolution of 1905-1909.
New York, 1991. Mempermasalahkan nilai penting yang lazim yang diberikan kepada ulama, dan
menggabungkan bahan Rusia, khususnya tentang peran kaum kiri
8
konstitusi-onalis tetap menekankan urgensinya menjunjung tinggi prinsip-prinsip
hisbah (pertang-gungjawaban) dan al-nahy ‘an al-munkar. Kedua prinsip tersebut
merupakan kewajiban bagi segenap kaum Muslimin seperti yang diperintahkan
Allah. Jika tugas-tugas itu tidak dapat direalisasikan, maka despotisme penguasa
akan membahayakan Islam itu sendiri14.

F. Kebijakan Program Dinasti Pahlavi
Pada Perang Dunia I, karena tekanan dari luar dan tantangan terusmenerus dari kepala suku, gubernur, birokrat pembaru, dan ulama terhadap
otoritas mereka, Dinasti Qajar berada di ambang kehancuran. Iran nyaris terbagi
oleh Rusia dan Inggris pada 1907 dan menjadi protektorat Inggris pada 1919
namun diselamatkan oleh penolakan parlemen. Dalam kondisi politik seperti ini,
seorang pemimpin militer di Brigade Cossack Rusia, Reza Khan, pada 1921
berkuasa dan menjadi orang kuat Iran, pada 1923, ia menjadi perdana menteri
dan pada 1925 merekayasa dibubarkannya Dinasti Qâjâr oleh Majelis
Konstituante, disusul pada Januari 1926 dirinya bertakhta secara resmi sebagai
Syah Reza Pahlavi. Semboyan dinasti adalah modenisasi gaya Barat dan
sentralisasi kekuasaan. Syah Reza melakukan serangan militer, menindas sukusuku, menanamkan birokrasi negara yang kaku dan membentuk tentara tetap
yang loyal15.
Pembaruan Syah Reza mengikuti model Mustafa Kemal di Turki. Di
antaranya, ialah perubahan hukum besar-besaran yang mengadopsi hukum
perdata, pidana, dan komersial, serta sentralisasi administrasi yang didasarkan
pada model Prancis. Sebagian besar pendapatan dari monopoli negara (seperti
gula dan semen) dialokasikan untuk membangun prasarana, khususnya jalan
dan membangun kekuatan militer. Celakanya, usaha swasta tidak maju karena
para pemodal keberatan untuk berinvestasi di industri baru dan justru
mengerahkan energi mereka untuk berspekulasi dalam usaha real estat. Syah
Reza berusaha memperoleh lebih banyak pendapatan dari Perusahaan Minyak
Anglo-Iranian (AIOC) yang dimiliki dan dioperasikan Inggris. Namun, akhirnya dia
puas pada 1933 dengan kenaikan pendapatan sebesar 20 persen dari laba
14

Lihat: Bayat, Mangol. Iran’s First Revolution. New York, 1991. Penafsiran revisionis terhadap
Revolusi Konstitusi, yang menekankan peran ulama biasa dan kelompok-kelompok nonreligius
15
Baca: Chehabi, H.E. Iranian Politics and Religious Modernism. Ithaca, N.Y., 1990. Hasil studi
mengenai kemunculan pemikiran Syi’ah liberal pada akhir periode Pahlavi, dengan fokus pada
Gerakan Pembebasan Iran
9
tahunan. Namun, tambahan pendapatan ini tidak dialokasikan untuk
pembangunan ekonomi, tetapi untuk modernisasi kekuatan militer16.
Pembaruan sosial Syah Reza lebih berhasil daripada pembaruan
ekonominya meskipun yang maju pada umumnya adalah daerah-daerah kota.
Pembaruannya ini lebih sukses bila dibandingan dengan pembaharuan sosial
pada dinasti Qâjâr yang berusaha mendirikan sekolah-sekolah. Untuk mempercepat pembangunannya, diprogramkanlah penataran-penataran guru dan
pengiriman para pelajar ke universitas-universitas Eropa. Universitas Teheran,
yang dibuka pada 1934, merupakan lembaga pertama dalam sistem universitas
nasional. Keuntungan signifikan juga didapat dengan adanya rumah sakit, klinik
dan laboratorium, uji pangan, dan penyuntikan anak-anak sekolah un-tuk
mencegah penyakit yang melemahkan tubuh. Di antara kegagalan dalam
pembaharuan sosial Syah Reza adalah usahanya untuk menghapus jilbab,
menyerukan mengadopsi busana Barat, mempersempit peran ulama dalam
masyarakat, dan efesiensi biaya operasional dalam birokrasi dan bisnis17.
Syah menolak keras liberalisasi politik (baca: otonomi daerah), setiap
yang menentang atau bahkan mereka yang baru dicurigai, diasing-kan, dipenjara, disiksa, dieksekusi, atau diberitakan mati secara misterius. Barangkali,
orang termasyhur yang mendapat kesulitan dengan otokrasi Reza Syah adalah
Muhammad Mushaddiq, yang kelak menjadi pemimpin gerakan nasionalis Iran
dan perdana menteri 1951-1953. Ulama-ulama penting juga mengalami tiraninya.
Lembaga keagamaan tidak hanya kehilangan sebagian besar sumber dayanya,
tetapi juga mandat konstitusional orisinal dalam suplemen UUD 1906-1907 untuk
membentuk komisi mujtahid guna menjamin kesesuaian keputusan par-lemen
dengan hukum Syi’ah tidak pernah terwujud. Pendeknya, Syah Reza berusaha
mem-Baratkan Iran lewat dekrit. Pemerintahannya tidak berakar kuat dalam satu
kelas sosial pun, karena itu dengan mudah dia dapat dipaksa melepaskan
tahta18.
16

Baca: Halliday, Fred. Iran: Dictatorship and Devclopnsent. Ed. ke-2. Balti more, 1979. Kajian
politik Iran, perspektif ekonomi politik dan struktur kelas, dengan fokus pada periode Pahlavi Cf.
Goodell, Grace. The Elementary Forms of Political Life. London dan New York, 1986. Kritik atas
kebijakan pembangunan negara Pahlavi pada masa Muhammsd Reza Syah.
17
Cottam, Richard W. Nationalism in Iran. Ed. rev. Pittsburgh, 1979. Menelaah berbagai pemikiran
dan praktik nasionalis di Iran semasa syah-syah Pahiavi.
18
Bill, James A., dan William Roger Louis, peny. Musaddiq, Iranian Nationalism, and Oil. Austin,
1988. Berisi artikel-artikel riset penting mengenai aspek-aspek politik dan ekonomi Iran selama
awal 1950-an.
10
Syah Reza memahami betul letak kelemahan Dinasti Qâjâr, yakni
ketundukanya kepada kekuatan-kekuatan besar asing. Ia adalah seorang
nasionalis yang berhasrat mengakhiri dominasi asing atas Iran. Menjelang
Perang Dunia II, dia mengizinkan agen-agen Jerman untuk mengganggu kepentingan Inggris di selatan, khususnya di ladang-ladang minyak. Tindakannya itu,
bukan karena ia setuju terhadap tindakan Nazi - meskipun ia mengagumi “disiplin
Prusia” Jerman - melainkan karena alasan taktis; untuk menetralisir pengaruh
Inggris. Akan tetapi, invasi Jerman atas Uni Soviet pada Juni 1941, menentukan
nasibnya. Pada bulan September, tentara Inggris dan Rusia me-nyerbu Iran dan
memaksa Syah Reza turun takhta19.
Seperti pada Perang Dunia I, Perang Dunia II pun menghancurkan pilarpilar perekonomian Iran. Namun, secara politik, pada periode ini terjadi
liberalisasi. Para tahanan politik dibebaskan, pers lebih bebas, muncul parle-men
yang lebih berbobot berikut partai-partai politik. Akan tetapi, aristokrasi penguasa
lahan, suatu solidaritas yang dibiarkan utuh oleh Reza, memper-tahankan hakhak istimewa dan kekuatannya. Syah yang baru, Muhammad Reza Pahlavi, yang
belum berpengalaman dan kurang percaya diri, hanyalah pemimpin boneka yang
berterima kasih kepada Inggnis. Namun, dia berhasil memperkuat hubungannya
dengan tentara dan, pada 1949, mengatur pemben-tukan majelis tinggi (senat)
yang patuh dan mendukungnya dalam melawan para pengkritiknya, suatu taktik
yang dapat dianggap sebagai kudeta.
Pada tahun yang sama, terbentuk pula koalisi kelompok-kelompok
nasionalis, Front Nasional yang dipimpin Mushaddiq yang bersemangat mengupayakan nasionalisasi AIOC, suatu konsesi yang melambangkan hegemoni
Inggris di Iran. Sebagai ketua komisi minyak di parlemen, Mushaddiq berhasil
mengesahkan undang-undang nasionalisasi. Pada titik ini perdana menteri
mengundurkan diri, dan opini publik memaksa Syah mengangkat Mushaddiq
sebagai perdana menteri. Mushaddiq segera bergerak untuk mengimplementasikan dekrit nasionalisasi dan sekaligus berhadapan dengan pemerintah
Inggris, selaku pemilik saham mayoritas AIOC20.

19

Cottam, Richard W. Nationalism in Iran. Ed. rev. Pittsburgh, 1979. Menelaah berbagai pemikiran
dan praktik nasionalis di Iran semasa syah-syah Pahiavi
20
Lihat: Bill, James A., dan William Roger Louis, peny. Musaddiq, Iranian Nationalism, and Oil.
Austin, 1988.
11
London, atas tekanan Amerika, mula-mula mencoba bernegosiasi meskipun mengembargo terminal-terminal Iran dan mengancam para calon pembeli.
Mushaddiq berusaha mengatasi dampak embargo dengan mengandalkan ekspor
nonminyak. Akan tetapi, ekspor nonminyak hanya sedikit menambah pendapatan
yang dibutuhkan untuk rnembiayai program-programnya21. Sementara itu, koalisi
Front Nasionalnya mulai pecah ketika sayap kiri men-cela perdana menteri yang
menjilat Amerika, sedangkan ulama khawatir dia dikuasai komunis. Jika
Mushaddiq dapat menjamin pendapatan dan sumber lain, barangkali dia dapat
menghadang malapetaka. Pemerintahan Truman mendorong negosiasi antara
Iran dan Inggris serta secara umum mengambil jarak dengan posisi garis keras
London. Akan tetapi, pemerintahan Eisenhower menanggalkan sikap tak berat
sebelah, dan yakin bahwa Moskow tengah mengendalikan kejadian-kejadian di
Iran. Eisenhower bahkan yakin bahwa kemenangan Iran akan menjadi preseden
buruk bagi kepentingan minyak Barat meskipun fakta menunjukkan bahwa hal
serupa sudah terjadi di Meksiko pada 1938. Eisenhower menolak permohonan
pinjaman Mushaddiq, sebaliknya secara diam-diam bersama Inggris berencana
menumbangkannya22.
Ketika krisis meningkat, Mushaddiq dengan merujuk pada konstitusi
menantang otoritas Syah dalam mengendalikan militer. Secara diam-diam,
Amerika dan Inggris mendukung kudeta terhadap Mushaddiq. Demikian pula,
kelompok utama dalam Front Nasional yang dipimpin Ayatullah Abu Al-Qâsim
Kâsyani (w. 1962), meninggal-kannya dan berpihak kepada kelompok royalis.
Kâsyani menuduh Mushaddiq sebagai diktator dan mengecamnya karena
meminta kekuasaan luar biasa, menangguhkan Pemilu 1952 di daerah pedalaman untuk mencegah para tuan tanah proistana memenangkan lebih banyak
kursi. Terdapat ketentuan bagi mereka yang menentang Referendum Juli 1953
(tentang pemberian kekuasaan luar biasa kepadanya) harus ke daerah khusus
untuk bersuara menentang. Namun, karena tekanan kekuatan besar dari luar
dan dalam, pemerintah Mushaddiq jatuh karena makar pada Agustus 195323.
21

Halliday, Fred. Iran: Dictatorship and Devclopnsent. Ed. ke-2. Balti more, 1979. Kajian tentang
sistem politik Iran dan sudut pandang ekonomi politik dan struktur kelas, dengan fokus pada
periode Pahlavi.
22
Bill, James A., dan William Roger Louis, peny. Musaddiq, Iranian Nationalism, and Oil. Austin,
1988.
23
Bill, James A., dan William Roger Louis, peny. Musaddiq, Iranian Nationalism, and Oil. Austin,
1988. Berisi artikel-artikel riset penting mengenai aspek-aspek politik dan ekonomi Iran selama
awal 1950-an.
12
Tindakan ini membuat banyak orang Iran amat membenci Syah dan
Barat. Tidak ada yang tampak lebih melambangkan ketergantungan Syah
kepada Inggris dan Amerika selain peran kedua negara ini dalam mengembalikan Syah ke singgasana setelah kepergiannya ke Roma pada permulaan
kudeta. Setelah kembali bertakhta, Syah mulai berkuasa sebagai otokrat absolut.
Pada awal 1960-an, pemerintahan Kennedy mendesaknya agar mengimplementasikan pembaruan dan mendapat dukungan rakyat. Dengan enggan,
dia menyetujui melakukan hal itu hanya setelah para politisi Iran dalam birokrasinya - yang lebih responsif terhadap tuntutan akan pembaruan - terbukti
independen dan populer di kalangan rakyat.
Dasar program Syah adalah land reform yang dimulai pada awal tahun
1960-an dan selesai awal 1970-an. Para sarjana berselisih mengenai dampak
pembaruan ini. Sebagian percaya bahwa pembaruan hanya berfungsi mengganti aristokrasi tradisional di pedesaan dengan negara dan tidak pernah
dimaksudkan untuk menguntungkan petani. Sebagian lainnya berpendapat
bahwa banyak keluarga mendapatkan cukup lahan sehingga dapat menjadi
pemilik mutlak dan, oleh karena itu, kebijakan ini dapat mengentaskan mereka
dari kemiskinan. Karena akurasi klaim-klaim ini bergantung pada jenis data yang
digunakan, tidaklah mudah membuat penilaian yang konklusif. Akan tetapi,
tampaknya bahwa mayoritas besar petani tak memiliki lahan pada awal reformasi
(terkadang diperkirakan separo penduduk pedesaan Iran masa itu) akhirnya
tetap tak memiliki lahan.
Selama periode ini (1961-1963) para profesional, intelektual, ele-men
birokrasi, dan ulama serta para pendukungnya, melakukan protes bersama.
Oposisi sekular mengecam pelanggaran Syah atas konstitusi yang menghentikan parlemen tanpa menyelenggarakan pemilihan baru. Ulama memprotes
program-program reformasi Syah - ”Revolusi Putih” - khususnya hak pilih
perempuan dan land reform. Sebagian ulama yakin bahwa pembaruan yang
seakanakan disponsori oleh Syah hanyalah kepura-puraan karena Syah
memastikan pembaruan disubversi untuk mempertahankan kekuasaan. Akan
tetapi, sebagian ulama lainnya, tak pelak lagi, takut kehilangan tanah mereka
sendiri atau takut tidak lagi dapat mengelola dana wakaf. Semua ulama ber-
13
pendapat bahwa mem-berikan hak suara kepada perempuan akan membawa
mereka ke wilayah publik sehingga membahayakan etika dan moralitasnya 24.
Pada Maret dan Juni 1963, terjadi bentrokan besar antara mahasiswa
dan tentara di Universitas Teheran dan lembaga pendidikan calon ulama di Qum.
Ayatullah Khomeini, saat itu menjadi salah satu dan be-berapa orang marja' altaqild, secara publik mengecam keras Syah karena tentara menyerang ulama,
ketergantungan Syah pada Amerika Serikat, dan kerjasama perda-gangan serta
intelijen dengan Israel. Pada Oktober 1964, Khomeini terang-terangan menuduh
Syah mengembalikan kapi-tulasi yang dibenci rakyat Iran dan memaksa
parlemen tunjukannya untuk mengesahkannya. Atas permintaan Washington,
Syah menga-mandemen Status Kesepakatan Angkatan Bersenjata dengan
Amerika. Amandemen ini memberikan perlindungan Konvensi Wina 1961 mengenai kekebalan diplomatik bagi personel angkatan bersenjata, dan
keluarganya serta orang-orang yang bekerja untuk keluarga itu. Ran-cangan
undang-undang ini begitu tidak populer sehingga banyak deputi pro-Syah yang
menolak; hanya beberapa orang deputi saja dengan marjin kecil mau menerima
dan menyetujuinya.
Rezim, yang beberapa kali berhasil menahan Khomeini, dilapor-kan akan
mengeksekusinya, tetapi tidak jadi akibat campur tangan para marja’ al-taqlid
lainnya. Sebagai gantinya, Khomeini diasingkan, mula-mula ke Turki, dan
kemudian ke Irak, tempat dia tinggal sekitar empat belas tahun. Meski rezim
berhasil menghadapi kerusuhan 1961—1963, kerusuhan ini menandai awal
kejatuhan Dinasti Pahlavi25.
Namun, sebelum runtuh, monarki ini tampak kuat. Pertumbuhan ekonomi
pada 1960-an dan awal 1970-an tinggi, mencapai 10 pensen per tahun.
Akhirnya, pada 1967, Syah merayakan kekuasaannya dengan menobat-kan
istrinya sebagai ratu dan putranya sebagai putra mahkota. Pada 1971, dana
sangat besar dikeluarkan untuk ulang tahun ke-2500 monarki Iran. Syah merasa
perlu melengkapi kemegahan ini dengan kekuatan militer yang sepa-dan, seperti
membeli tank-tank M1, kapal-kapal penjelajah, hovercraft, dan pesawat-pesawat

24

Hooglund, Eric J. Land and Revolution in Iran, 1960 - 1980. Austin, 1982. Hasil studi dan
penelitian yang mengkritisi secara tajam atas kebijakan land reform Syah Reza
25
Lihat: Dabashi, Hamid. Theology of Discontent. New York, 1993. Penyelidikan saksama tentang
pemikiran sosial tujuh pemikir yang gagasan gagasan rnereka sangat menentukan bagi Revolusi
Iran 1979
14
tempur canggih. ini semua membutuhkan dana sangat besar. Setidaknya di atas
kertas, Iran menjadi aktor regional terkuat26.

G. Revolusi Iran 1979
Kerapuhan sistem pemerintahan Syah adalah kebergantungannya pada
pendapatan minyak. Kenaikan tajam harga minyak setelah Perang Arab-Israel
Oktober 1973 memungkinkan Syah membeli sejumlah senjata, dan membuatnya berani mengorbankan perencanaan ekonomi yang disusun dengan saksama
demi proyek-proyek semisal reaktor nuklir. Pengeluaran negara demikian besar
sehingga mendorong tingginya angka inflasi dan menyebabkan kemacetan besar
sistem distribusi.
Sementara itu, melimpahnya persediaan minyak dunia berakibat harga
turun mendadak, terjadi krisis fiskal, dan memaksa rezim meminjam ke pasar
finansial. Pemerintah melancarkan kampanye anti pengam-bilan untung berlebihan atau pencatutan serta penahanan terhadap pedagang dan usahawan.
Inflasi menggerogoti gaji pekerja sekalipun gajinya dinaikan berulang kali un-tuk
mencegah demonstrasi pekerja. Kesulitan-kesulitan ini ditambah dengan
serangan kelompok gerilya yang dipengaruhi oleh tulisan dan praktik Mao
Zedong dan Che Guevara.
Walaupun tidak mengancam eksistensi rezim, serangan ini cukup efek-tif
memperlemah kekuasaannya. Kelompok-kelompok dalam masyarakat tidak
menyukai pengasingan kultural akibat kebijakan westernisasi Pahlavi. Istilah
gharbzadagi (wabah Barat), yang dice-tuskan oleh pengarang terkenal dari
sebuah keluarga reli terkemuka, Jalâl Al Ahmad, menjadi sesuatu yang negatif
yang digunakan oposisi untuk mencirikan kebijakan Syah. Awalnya, hal ini
tamnpak seakan orang Iran dan segenap kelompok politik mendambakan
penegasan kembali nilai-nilai asli, yang telah begitu lama diabaikan27.
Kesadaran Syah bahwa dirinya tengah sekarat akibat kanker, ditambah
sinyal Washington untuk rezimnya, mendorong kritikus liberal, khususnya sindikat pengacara, parlemen, dan pers, mengecam penguasa. Semua faktor ini
memberikan kontribusi bagi demonstrasi besar-besaran pada akhir 1977 hingga
awal 1979 meskipun tidak memadai untuk menumbangkan Syah. Dari luar
26

Lihat: Cottam, Richard W. Nationalism in Iran. Ed. rev. Pittsburgh, 1979. Menelaah berbagai
pemikiran dan praktik nasionalis di Iran semasa Dinasti Pahiav
27
Baca: Goodell, Grace. The Elementary Forms of Political Life. London dan New York, 1986. Kritik
atas kebijakan pembangunan negara Pahlavi pada masa Muhammsd Reza Syah
15
negeri, Ayatullah Khomeini terus-menerus mengecam kebijakan Syah dan
sistemnya karena bergantung pada Amerika, berhu-bungan dengan Israel, dan
kebijakan dalam negeri yang diyakininya menyengsarakan rakyat. Pada saat
yang sama, sekutu Khomeini di dalam negeri membentuk jaringan mobilisasi dan
dukungan bagi ribuan penduduk miskin kota. Akibat kebijakan land reform,
banyak orang desa pergi ke kota. Kebijakan ini tidak berhasil membe-rikan kredit
dan sumber daya lain yang memadai kepada petani untuk tetap bertani. Para
migran yang baru tiba di kota tidak terserap oleh instansi-instansi peme-rintahan
Pahlavi atau perusahaan-perusahaan swasta, tetapi oleh masjid-masijid dan
yayasan-yayasan sosial-keagamaan yang dikelola oleh para sekutu Ayatullah
Khomeini28.
Ketika terjadi, tumbangnya Syah bukan karena tekad tulus dari kelom-pok
tertentu dalam masyarakat, melainkan karena tindakan banyak kelompok
merespons berbagai faktor. Di antaranya adalah kebijakan ekonomi yang tidak
kompeten antara 1973 hingga 1978, kekecewaan karena kesenjangan kelas
yang makin meningkat, imobilitas negara, kebijakan yang mengalienasi Industrialis dan masyarakat bisnis, peluang dan kemauan pelaku utama, khususnya
bazar, untuk melakukan demonstrasi besar-besaran, respons tak konsisten rezim
terhadap demonstrasi tersebut setelah Januari 1978, kecakapan organ-isasional
oposisi, kecenderungan berbagai kelompok dalam oposisi untuk ber-satu demi
tujuan bersama menumbangkan sistem, keefektifan Khomeini se-bagai pemimpin
oposisi, dan penyakit kanker Syah29.
Sebagaimana pergolakan sosial yang besar pada umumnya, membutuhkan waktu yang lama untuk terwujudnya Revolusi Iran 1979, demikian pula
pengaruhnya akan terus bergema sepanjang sejarah. Secara sederhana, rezim
Muhammad Reza Syah Pahlavi digulingkan oleh koalisi kekuatan-kekuatan
oposisi yang didominasi oleh kaum fundamentalis Muslim Syi’ah. Pemimpin
besar revolusi adalah Ayatullah Ruhullah Khomeini (1902—1989). Sebab-sebab
revolusi tampaknya timbul akibat berbagai kesulitan sosial yang saling
berhubungan secara kompleks dalam masyarakat Iran ditambah dengan mem28

Chehabi, H.E. Iranian Politics and Religious Modernism. Ithaca, N.Y., 1990. Penyelidikan
mengenai kemunculan pemikiran Syi’ah liberal pada akhir periode Pahlavi, dengan fokus pada
Gerakan Pembebasan Iran
29
Baca: Halliday, Fred. Iran: Dictatorship and Devclopnsent. Ed. ke-2. Balti more, 1979. Kajian
tentang sistem politik Iran dan sudut pandang ekonomi politik dan struktur kelas, dengan fokus
pada periode Pahlavi
16
buruknya kesehatan Syah30. Akan tetapi, dalam benak masyarakat dunia, oposisi
luas antara kekuatan keagamaan dan kekuatan sekular merupakan pergulatan
sentral dari revolusi.
Kejadian-kejadian khusus yang mengakibatkan Muhammad Reza Syah
Pahlavi terguling berlangsung selama hampir setahun sebelum dia meninggalkan Iran pada 16 Januari 1979. Akan tetapi kondisi-kondisi sosial yang
mendasari revolusi telah terentang beberapa abad. Pema-haman atas kondisikondisi sosial ini diperlukan untuk mengapresiasi secara penuh jalannya
peristiwa dan arti sejarahnya.
Konflik Religius-Sekular di Iran sudah berlangsung semenjak berdirinya
Dinasti Shafawiyah pada abad ke 16. Para agamawan selalu mengkritik istana
karena telah lalai menjalankan Islam. Para syah Dinasti Qâjâr abad ke-19
berkonflik militer dan ekonomi dengan kekuatan-kekuatan Eropa. Mereka dikritik
oleh para ulama setelah mereka kehilangan wilayah, mendapat tekanan ekonomi
asing, dan tidak cakap dalam memerintah. Karena tidak ada konsti-tusi di Iran
saat itu, publik tidak mempunyai suara langsung dalam keputusan kebijakan
publik yang penting. Namun, para pemimpin agama khawatir sehu-bungan
dengan penjualan warisan leluhur, dan melancarkan serangkaian protes publik
yang memaksa para syah mengubah aktivitas mereka. Protes ini tidak hanya di
Iran, tetapi juga sampai ke negeri-negeri Islam, sebagian besar berkat upaya
seorang pembaharuru Jamal Al-Din Al Afghâni (w 1897), seorang ulama
berkebangsaan Iran yang mulai berkhutbah tentang kebangkitan dan perlawanan Islam terhadap Barat yang dimulai pada 1870-an. Di Iran, protes publik
berpuncak pada Revolusi Konsti-tusi 1905-1911 sehingga Raja Qâjâr terpaksa
menerima konstitusi dan parlemen. Sekitar dua puluh tahun kemudian, dinasti
tersebut jatuh.
Persaingan antara dinasti Pahlavi (1925—1979) dan Khomeini, memili-ki
sejarah panjang. Pada 1921, Reza Khan, seorang militer, men-jadi pemimpin
nasional pada tahun-tahun penuh gejolak setelah Perang Dunia I. Khomeini pada
waktu belajar teologi di kota suci Qum, di sebelah selatan Teheran. Pada 1926,
Reza Khan resmi menobatkan sebagai Reza Syah dan mendirikan Dinasti
Pahiavi. Pada tahun itujuga, Khomeini menjadi mullah.
30

Baca: Zonis, Marvin. Majestic Failure. Chicago, 1991. Analisis berorientasi psikologi tentang
Muhammad Reza Syah.
17
Reza Syah mengabaikan konstitusi baru dan berkuasa melalui dekrit. Dia
meluncurkan serangkaian reformasi drastis dalam kehidupan Iran yang
dirancang untuk memodernkan bangsa Iran. Reformasi busana, pendidikan, dan
hukum bersifat luas. Banyak reformasi paling drastis diarahkan kepada
kemapanan keagamaan. Lembaga-lembaga ke-agamaan dikendalikan oleh
negara. Dengan demikian, ulama kehilangan sumber utama kekuatan dan
pendapatan. Banyak protes publik, yang didukung oleh ulama terhadap
reformasi-reformasi ini, diberangus dengan kejam oleh pemerintah.
Pada September 1941, Reza Syah dipaksa turun takhta oleh Sekutu
karena sentimen pro-Jermannya. Dia digantikan oleh putranya yang masih muda,
Muhammad Reza. Pada saat ini, Khomeini melon-curkan serangan pertamanya
terhadap rezim Pahlavi. Dia mencela pembaruan rezim dalam sebuah risalah
berjudul Kasyf Al-Asrar (Penyingkapan Rahasia-Rahasia). Pada tiga tahun
berikutnya, Khomeini mendukung pandangan bahwa tugas mullah bukan
sekadar mengajar atau memberikan nasihat, melainkan juga harus berperan aktif
dalam memerintah negara agar agama senantiasa menjadi pedo-man dasar
dalam kehidupan publik. Pada hakikatnya, kekuasaan sah imam kedua belas
yang gaib dijalankan oleh wilâyah a!-faqih, yang memerintah hing-ga kehadiran
kembali imam di muka bumi. Doktrin ini kontroversial, bahkan di kalangan para
ulama.
Khomeini senantiasa menentang istana, kapan dan di mana pun. Pada
1964, dia dibuang ke pengasingan oleh Syah karena oposisi publiknya terha-dap
perundang-undangan yang membebaskan para personel militer Amerika dan
keluarganya dari tuntutan atas kejahatan yang dilakukan di Iran. Dia su-dah
diakui sebagai ayatullah besar saat itu, suatu fakta yang membuatnya tak
dieksekusi. Setelah tujuh bulan di Turki, dia tinggal di kota suci Syi’ah, Najaf Irak.
Dari tempat ini, dia mengeluarkan pernyataan menentang rezim Pahlavi kepada
pendukungnya yang semakin banyak.
Kaum oposisi sekular lainnya yang mengklaim memimpin juga muncul
pada tahun-tahun setelah Perang Dunia II. Di antaranya, koalisi partai-partai
nasionalis yang dikenal sebagai Front Nasional pada 1949 yang dipimpin oleh
Muhammad Mushaddiq. Ia adalah anggota parlemen pada saat Reza Syah
berkuasa pada 1926 dan terang-terangan menen-tang pengesahan Reza
sebagai syah. Front Nasional mendukung banyak ideal revolusioner para
18
pembaru Islam terkemudian, seperti membatasi kekuasaan Syah dan mengakhiri
domi-nasi asing meskipun sudah barang tentu tidak menganjurkan dominasi
Islam atas pemerintahan.
Popularitas Front Nasional membawa Muhammad Mushaddiq menjadi
perdana menteri pada 1951. Dia berkonflik dengan para pemimpin agama dan
Syah, yang mencoba menjatuhkannya. Namun, Syah memandang rendah
dukungan untuk Mushaddiq, dan terpaksa meninggalkan negerinya untuk
sementara. Amerika Serikat dan Inggris, yang memprakarsai upaya menjatuhkan Mushaddiq, sebagian besar karena mengkhawatirkan penyebaran
komunisme di Iran, mengemba-likan Syah berkuasa dua hari kemudian. Tindakan ini menjadikan Amerika Serikat sebagai pengintervensi asing nomor satu
dalam urusan Iran di mata semua kelompok yang menentang monarki. Kelompok oposisi penting lainnya adalah Mujâhidin-i Khalq, yang didirikan pada 1965
dan kelompok-kelompok oposisi serupa lainnya. Doktrin mereka mema-dukan
komitmen agama Islam dengan doktrin sosialis.
Amerika terus aktif mendukung Syah. Amerika menganggap Syah sebagai salah satu pelindung kepentingan Barat di Teluk Persia, dan ia menjual
kepada Iran sejumlah besar senjata canggih guna memperkuat militer. Pada
1963, Syah meluncurkan program reformasi ekonomi dan sosial besar-besaran
yang dikenal sebagai Revolusi Putih yang dirancang untuk mengubah setiap
aspek kehidupan rakyat Iran. Program tersebut didasarkan atas model-model
ekonomi Barat 1960-an yang menjanjikan ekonomi “lepas landas” apabila
pertumbuhan GNP mencapai 7 persen atau lebih selama beberapa tahun. Bagi
Iran, pertumbuhan ini dikem-bangkan melalui investasi asing yang bermitra
dengan istana dan elit ekonomi lainnya. Pada 1972, Inggris menarik militernya
dari Teluk Persia, dan Amerika mulai mempersenjatai Iran secara lebih serius
lagi. Kemudian, pada 1973, Iran dan Arab Saudi memimpin Organisasi NegaraNegara Pengekspor Minyak (OPEC) dalam kenaikan harga minyak mentah.
Tindakan ini memberi Iran pendapatan yang jauh lebih besar untuk
pembangunan ekonomi dan militemya.
Setelah kenaikan harga minyak pada 1973, ekonomi Iran mulai tumbuh
pesat. GNP terus tumbuh, tetapi keuntungan hanya dinikmati oleh eselon atas
masyarakat. Akhirnya Syah mencapai sasaran yang sulit dipahami yang
diupayakan sejak masa syah-syah Qâjâr - independensi finansial dari penduduk
19
sebagai keseluruhan. Pada 1959, pendapatan minyak hanya menyumbang 9,7
persen total GNP Iran. Pada 1974, meningkat menjadi 47 persen, dan menurut
beberapa perkiraan, pemerintah menerima 80 persen dari pendapatannya dari
minyak pada 1978. Karena mereka yang berkuasa tidak dipilih, dana-dana ini
memberi mereka lisensi hampir tak terbatas dalam berkuasa.
Akibatnya, Syah dan menteri-menterinya, yang sebagian besar teknokratis, mengubah Iran menjadi laboratoriurn ekonorni swasta. Pendidikan dan
pembangunan jalan serta fasilitas umum memang maju, tetapi kehidupan kurang
nyaman karena penduduk diotak-atik dalam eksperimen berkelanjutan untuk
menurunkan inflasi, meningkatkan produktivitas, dan memperbaiki indikator
sosial. Penduduk tradisional terguncang oleh kehadiran mendadak busana dan
perilaku publik yang dianggap tak senonoh. Seorang kritikus sosial ternama, Ali
Syari’ati (1933—1977), menuduh rezim sebagai “mabuk barat” (gharbzadagi)
karena mengupayakan kemodernan Eropa-Amerika dengan biaya sosial yang
besar sekali.
Pada 1975, kenaikan GNP melebihi 70 persen dalam harga pasar riil,
tetapi inflasi melebihi 60 persen. Pada tahun berikutnya, angka inflasi melebihi
angka pertumbuhan yang menyebabkan pertumbuhan riil negatif 2 persen.
Produksi pertanian, yang tertinggal hampir 1 persen di bawah angka kelahiran
(2,3 versus 3,2 persen) merosot. Untuk pertama kali dalam sejarahnya, Iran
menjadi negara pengimpor daging dan biji-bijian. Orang Iran kebanyakan,
khususnya yang berpenghasilan tetap atau yang bergaji terbatas, mulai menderita. Tiap tahun gaji naik, namun biaya perumahan naik lebih dari 100 persen.
Sebagai pukulan akhir pemerintahan baru Jamsyid Amuzgâr (Agustus 1977)
memangkas dana subsidi bagi ulama dan lembaga keagamaan yang di
lembagakan oleh mantan perdana menteri, Amir ‘Abbâs Huwaidah. Patut dica-tat
bahwa di pengasingan, Syah menyebut tindakan ini sebagai kesalahan yang
mengakibatkan kejatuhannya. Semua tindakan ini menjauhkan sebagian besar
penduduk tradisional, membuka peluang bagi kekuasaan keagamaan, dan gagasan revolusi Khomeini pun mulai menarik perhatian penduduk.
Awal kejatuhan Syah dimulai pada 9 Januri 1978, ketika siswa teologi di
Qum mulai memprotes artikel dalam surat kabar Iththila’at yang menuduh
Khomeini tak bermoral dan melakukan kejahatan terhadap negara. Penulisnya
diduga adalah Menteri Penerangan Daryus Humâyun. Demonstrasi dihadapi
20
dengan tindakan keras oleh polisi yang menyebabkan Beberapa siswa mati
terbunuh. Sesuai dengan tradisi Islam Syi`ah, diadakan upacara berkabung bagi
yang meninggal pada selang waktu empat puluhhan. Setiap upacara berkabung
berubah menjadi demonstrasi publik menentang pemerintah, yang lagi-lagi
berhadapan dengan polisi atau militer dan semakin banyak yang mati.
Diperkirakan. bagian terbesar demonstran adalah penganggur muda pria di kotakota besar, dan protes-protes itu ditanggung serta didanai oleh pasar tradisional,
bazar.
Protes meningkat sepanjang musim semi dan musim panas. Pada 7
September 1978, Syah menyatakan keadaan perang dan melarang demontrasi.
Sayangnya, isi dekrit ini tidak tersebar. Demonstrasi di Lapangan Jaleh, Teheran,
dihadapi oleh tentara, dan banyak orang tak berdaya ditembak. Pemerintah
mengklaim bahwa yang mati kurang dari seratus, tetapi ulama menyebutkan
lebih dari sepuluh ribu. Sejak itu, protes merebak ke setiap bagian Iran. Bahkan,
pers yang dikendalikan oleh negara pun mulai membe-ritakan kekerasan setiap
hari.
Syah agaknya tidak mempunyai strategi yang jelas untuk menangani
krisis. Umumnya tidak diketahui pada saat itu bahwa Syah sakit kanker getah
bening. Penyakitnya dinilai kemudian sebagai satu penyebab ketidaktegasan-nya
dalam menghadapi protes. Meskipun demikian, dia mencoba sejumlah taktik
untuk meredam revolusi. Dia meng-ganti perdana menteri dan menahan lebih
dari 130 mantan pemimpin pemenintah. Akhirnya, dia memaksa pejabat Irak
mengusir Khomeini. Khomeini kemudian pindah ke Neauphlele-Château di
pinggiran kota Paris. Di sini, ia lebih dapat berkomunikasi dengan kekuatankekuatan revolusioner dalam negeri dan Paris melalui sambungan telepon jarak
jauh daripada sewaktu di Irak.
Isue utama yang diangkat Khomeini sama seperti yang disampaikan oleh
kaum oposisi keagamaan selama seratus tahun. Syah bersekongkol dengan
kekuatan asing - terutama Amerika Serikat - untuk, sekali lagi, mengeksploitasi
rakyat Iran dan merusak Islam. Pesan ini ternyata sangat efektif menarik penduduk secara keseluruhan. Revolusi, di bulan-bulan terakhirnya, mengundang
partisipasi luas, melibatkan orang-orang dari semua kelas ekonomi serta selu-ruh
negeri. Khususnya melumpuhkan adalah pemogokan di industri minyak Iran,
yang meng-akibatkan ekspor hampir terhenti.
21
Akhirnya, jelas bagi Syah bahwa dia harus meninggalkan Iran demi
stabilitas. Dia mencoba mengangkat sejumlah orang untuk menjadi perdana
menteri dengan peran pejabat sementara, namun tidak ada yang bersedia.
Akhirnya, Syâhpür Bakhtiâr, seorang politisi terhormat Front Nasional, menerima
tugas tersebut untuk memungkinkan Syah pergi dari Iran pada 16 Januari 1979.
Amerika Serikat mengutus Jenderal Robert Huyser ke Teheran untuk
memastikan dukungan militer Iran bagi pemerintahan Bakhtiâr.
Sejak awal, pemerintahan Bakhtiâr hampir dapat dipastikan bakal jatuh
karena Khomeini membentuk Pemerintahan Revolusioner Semen-tara versinya
sendiri yang dipimpin oleh seorang politisi Front Nasional lainnya, Mehdi
Bâzargân. Bakhtiâr tidak pernah berkuasa. Kekuasaan riil selama Januari dan
Februari 1979 berada di tangan komiteh (komisi) keliling kaum revolusioner yang
diorganisasi di masjid. Kelompok-kelompok ini, bersama dengan para veteran
pejuang gerilya, seperti Mujâhidin-i Khalq, menguasai jalanan Teheran dan kota
besar lainnya. Mereka terlibat secara berkala dalam pertempuran kecil dengan
militer dan kelompok-kelompok loyalis lainnya selama periode ini.
Ayatullah Khomeini kembali ke Iran pada 1 Februari 1979, kepulangannya disam-but luar biasa di seluruh Iran. Sekembalinya, unsur-unsur
militer mulai menyeberang ke pemerintahan baru pimpiñan Khomeini. Puncak
ketegangan antar kelompok militer terjadi pada 9 Februari 1979, dalam
bentrokan antara calon perwira angkatan udara dan teknisi yang menyatakan
setia kepada Khomeini dan Pengawal Kerajaan Syah. Para calon perwira
berusaha mengambil alih pangkalan angkatan udara di Doshan Tapal, di
pinggiran Teheran, tetapi dihalangi oleh Pengawal Kerajaan. Para calon perwira
menang berkat bantuan gerilyawan kota di daerah itu. Hal ini menimbulkan
serangkaian konfrontasi bersenjata di seluruh ibu kota. Pada 11 Februari, Dewan
Agung Militer mengumumkan bahwa militer tidak lagi ikut dalam krisis politik.
Semua prajurit diperintahkan ke barak masing-masing. Bakhtiâr bersembunyi
dan kemudian lari ke Paris. Secara resmi pemerintahan pimpinan Khomeini
berkuasa, dan setiap tanggal 11 Februari kini diperingati sebagai hari ulang
tahun revolusi.
Bagi masyarakat Dunia Islam, Revolusi Iran merupakan kejadian yang
secara simbolis penting. Revolusi Iran memperlihatkan bahwa rezim sekular
yang dipengaruhi oleh Barat dapat ditumbangkan oleh kekuatan oposisi yang
22
diorganisasi oleh para pembaru Islam. Karena kaum revivalis Islam
mendengungkan perubahan seperti itu sejak akhir abad ke-19, namun tanpa
sukses, revolusi mampu memberikan daya dorong baru bagi perjuangan mereka
dan memicu munculnya aktivitas fundamentalis Islam dari Maroko hingga Asia
Tenggara.
Dapat dikatakan bahwa meskipun ketegangan-ketegangan dinamis bagi
oposisi terhadap monarki telah lama ada di Iran, tidak seorang pun dapat
meramalkan dengan pasti bahwa hasil akhir revolusi berupa peme-rintahan
teokratis. Bagi kaum Muslim yang menginginkan pembaruan dan ingin lepas dari
dominasi Barat, di belahan dunia Islam maupun, revolusi Iran merupakan
kejadian yang sangat memberikan ilham. Bagi kaum nasi-onalis sekular dan
sebagian besar dunia Barat, revolusi ini masih terus mengusik. Akan tetapi,
sepanjang periode ini, sosok Ayatullah Khomeini mendominasi arena. Khomeini
dapat dipandang sebagai arsitek revolusi, dan revolusi Iran menghancurkan
asumsi bahwa modernisasi dan pemba-ngunan meniscayakan westernisasi dan
sekularisasi sebagai dampaknya, sebaliknya bagi sebagian kalangan
menimbulkan kekhawatiran menye-barnya “Islam Militan, Fundamentalisme
Islam dan Khomeiniisme".

H. Konstitusi Pasca-Revolusi 1979
Pasca-Revolusi, Februari hingga November 1979 merupakan masa
transisi dan kontraversi, ketika para pemimpin keagamaan sepenuhnya berkuasa
di Iran. Kaum revolusioner tidak mepunyai cetak biru31, tetapi kemudian Ayatullah
Khomaeini membentuk Pemerintah Revolusioner Sementara yang sebagian
besar para pemimpinnya dari Front Nasional. Akan tetatapi kekuasaan efektif
tetap berada di tangannya dan Dewan Revolusi, yang kebanyakan para
pendukung setia Khomaeini32. Para pemimpin Front Nasional memimpikan
pemerintahan pengganti, yaitu demokrasi sekular bermodelkan Eropa. Akan
tetapi, para agamawan garis keras berpandangan lain, mereka mendukung
teokrasi yang berdasarkan hukum Islam.

31

Akan tetapi, Khomeini telah rnengungkapkan rencana umumnya dalam Hukumat al-Islami; 1969 1970, yang mempertahankan hak ulama untuk memerintah dan menyeru-kan pemberlakuan
hukum Islam dalam seluruh bidang kehidupan.
32
Baca: Keddie, Nikki R. Roots of Revolution. New Haven, 1981. Tinjauan atas sejarah Iran abad
ke-19 dan ke-20
23
Pada 30-31 Maret, Pemerintah Revolusioner Sementara menyelenggarakan referendum nasional tentang bentuk pemerintahan baru. Atas
desakan Khomeini, publik diminta memberi suara “ya” atau “tidak” terhadap
pertanyaan apakah Iran harus menjadi sebuah Republik Islam. Hasilnya
mernperlihatkan 98 persen suara menyatakan “ya”.
Rakyat kemudian menentukan konstitusi pemermntah baru. Pada musim
panas 1979, dua rancangan konstitusi diajukan, tetapi tidak satu pun yang
memberikan kekuasaan kepada Khomeini atau para pemimpin ulama. Muncul
perdebatan sengit antara kaum Islarmis garis keras dan nasionalis sekular.
Akhirnya, sebagai kompromi, Majelis Ahli dipilih untuk merancang konstitusi
ketiga yang anggotanya kebanyakan dari aktifis Islam garis keras. Rancangan
ketiga ini memberikan kekuasaan puncak kepada faqih bersama Dewan Wali
yang beranggotakan lima orang. Ketidaksepakatan soal dokumen ini merebak di
Iran selama musim gugur. Front Nasional sekular mengkha-watirkan, seperti
yang ditegaskan oleh Bâzargân, adanya “diktator” baru ulama.
Dalam proses ratifikasi, takdir membawa opini publik mendukung pemimpin agama garis keras. Mantan Syah, yang tengah sakit berat, pergi dari satu
negara ke negana lain guna mencari tempat bermukim. Kendatipun kedu-taan
besar Amenika di Teheran memperingatkan dengan keras akibat yang
merugikan bagi Amerika bila mengizinkan bekas Syah masuk Amerika, namun
pemerintah Carter pada tanggal 22 Oktober 1979 memperkenankan dia tinggal di
New York.
Teheran segera bereaksi, pada 4 November, sekelompok mahasis-wa
mengambil alih kedutaan besar Amerika dan menyandera seluruh personelnya.
Orang-orang Amerika itu ditawan selama 444 hari; hingga Ronald Reagan
dilantik sebagai presiden pada Januari 198133. Pendudukan kedutaan besar
menumbuhkan reaksi anti-Amerika besar-besaran di Teheran. Walaupun
Khomeini tidak memerintahkan pendudukan terse-but, tetapi kemudian dia
melihat bahwa sandera itu dapat digunakan untuk setidaknya dua tujuan:
memalukan Amerika Serikat, dan menga-lahkan kaum liberal dalam rezimnya,
yakni mereka yang dinilainya kurang setia kepada kebijakannya. Pemain utama
dalam perebutan kekuasaan ini adalah Perdana Menteri Mehdi Bâzargân,
33

Parsa, Misagh. Social Origins of Iranian Revolution. New Brunswick, N.J., 1989. Analisis
struktural terperinci tentang Revolusi Iran 1979, yang menekankan khususnya peran bazar.
24
Presiden Abu Al-Hasan Bani Shadr, Ayatullah Muhammad Husain Bihisyti (ulama
kuat yang dipercaya penuh oleh Khomeini), dan banyak sekutu Bihisyti di dewan.
Bâzargân dan Bani Sadr dituduh sebagai kaum liberal pro-Amerika dan akhirriya
mereka tersingkir34. Para Pejabat Pemerintah Revolusioner Sementara
dipersalahkan dan dipaksa mengundurkan diri. Akhirnya Peme-rintahan
sementara bubar pada November 197935 karena Perdana Menteri Mehdi
Bâzargân dituduh berkomplot bersama Amerika Serikat dalam soal peran
mendatang Syah. Kejadian-kejadian ini efektif dalam melumpuhkan semua
kekuatan opo-sisi nasionalis sekular terhadap pendirian pemerintahan teokratis
yang dipimpin oleh Khomeini.
Pada Maret 1979, plebisit nasional mendukung restrukturisasi sistem
politik dan monarki ke republik teokratis. Pada tanggal 2-3 Desember 1979,
referendum lain – hasilnya 99 persen suara - menyetujui konstitusi baru yang
memberikan kekuasaan besar kepada wali al-faqih (ahli hukum kepala; yaitu
Khomeini)36. Hal ini membangkitkan kekhawatiran ulama-ulama senior terten-tu
yang memandang doktrin wilayah al-faqih Khomeini sebagai merampas hak
prerogatif Imam Gaib dan yang percaya bahwa doktrin itu dapat dilakukan hanya
dalam keadaan darurat ketika lembaga-lembaga normal negara gagal37.
Pada Januari dan Maret sampai Mei 1980 diselenggarakan pemilihan
presiden dan parlemen. Pada Juni 1981, para pendukung Khomeini memegang
34

Bakhash, Shaul. The Reign of the Ayatullahs. Ed. rev. New York, 1990. Sejarah politik tahuntahun awal Republik Islam.
35
Hanya beberapa minggu setelah Washington, dalam suatu keputusan yang menentukan,
mengizinkan Syah masuk Amerika Serikat untuk perawatan medis. Banyak orang Iran menolak
penjelasan ini. Mereka merasa Amerika tengah bersiap-siap hendak mengembalikan Syah ke
takhta seperti yang dilakukannya pada 1953.
36
Konstitusi Negara Republik Islam Iran 1979, terdiri dari 16 bab dan 177 pasal yang diawali
dengan bagian pendahuluan, dengan susunan dan sistematika sebagai berikut:
Pendahuluan; yang berisikan Islam sebagai pandangan hidup dan sejarah perjuangan revolusi
bangsa Iran. Bab I Prinsip-prinsipUmum, terdiri dari 14 ayat (1- 14) yang menjelaskan tentang
bentuk negara, prinsip dasar, tujuan negara, kepemimpian agama, agama resmi Negara dan
kewarganegaraan. Bab II Bahasa Resmi, Penanggalan dan Bendera Negara, terdiri dari 4 ayat (15
- 18). Bab III Hak-hak Warga Negara, terdiri dari 24 ayat (19 - 42). Bab IV Ekonomi dan Keuangan ,
terdiri dari 13 ayat (43 – 55); Bab V Kedaulatan Negara terdiri dari 6 ayat (56 - 61); Bab VI
Kekuasaan Legeslatif terdiri dari 38 ayat yang terbagi ke dalam dua bagian, pertama tentang
badan konsultasi (62-70); dan kedua tentang Kekuasaan dan Otoritas Badan Konsultasi Islam (7199); Bab VII Dewan Perwakilan Daerah terdiri dari 7 ayat (100-106); Bab VIII Pimpinan dan
Kepemimpinan Dewan Daerah terdiri dari 6 ayat (107-112); Bab IX Kekuasaan Eksekutif, terdiri
dari 39 ayat yang terbagi ke dalam dari 3 bagian: pertama tentang persiden (113-132); kedua
presiden dan menteri (113-142), tiga tentang Angkatan Perang dan Pasukan Pengawal revolusi
(133-151); Bab X Kebijakan Luar Negeri; Bab XI Lembaga Peradilan; Bab XII Radio dan Televisi;
Bab XIII Dewan Agung Keamanan Nasional; dan Bab XIV Perubahan Undang-Undang.
37
Chehabi, H.E. Iranian Politics and Religious Modernism. Ithaca, N.Y., 1990. Penyelidikan
mengenai kemunculan pemikiran Syi’ah liberal pada akhir periode Pahlavi, dengan fokus pada
Gerakan Pembebasan Iran
25
semua lembaga penting negara, seperti lembaga yudikatif, dengan pengadilanpengadilan revolusionernya, baik sipil maupun militer. Dengan menggunakan
institusi-institusi tersebut, ditambah komiteh (komisi revolusioner), milisi religius
yang dikenal sebagai Sipâh-i Pas-darân-i Inqilâb-i Islâmi, organisasi semi
pemerintah yang dikenal sebagai bunyad (yayasan), komunitas ulama pejuang,
dan berbagai organisasi rakyat, serta pemerintah menumpas para pengecam.
Beberapa kelompok gerilya, yang mengharapkan imbalan jasa dan bagian
kekuasaan atas peran mereka selama revolusi. Pertama-tama, rezim secara
bertahap beraksi melalui tindakan administratif yang dirancang untuk
menghalangi mereka mengakses media, dan mendorong Hizbullâh untuk
menyerang pusat-pusat pertahanan dan perbekalan mereka. Kemudian, digunakanlah cara-cara kasar, seperti penyerangan bersenjata, penahanan,
penyiksaan, dan eksekusi. Di antaranya adalah ulama-ulama terkenal yang
menderita kare-na pertumpahan darah dan kekerasan, Ulama-ulama senior ini
diancam, dikenai tahanan rumah, dan dalam satu kasus, diadili karena
berkhianat dan “dipecat”, meskipun tidak ada mekanisme pemecatan ulama
dalam Islam38.
Di tengah semua itu, Irak menginvasi Iran pada September 1980 de-ngan
tujuan menumbangkan Khomeini, namun justru menggalang dukungan rakyat
Iran untuk Khomeini. Sepuluh bulan kemudian, ketika bentrok dengan rezim,
kelompok gerilya utama, Mujâhidin Khalq, mulai membantai ulama-ulama penting
di pemerintahan. Banyak pemimpin puncak, seperti Bihisyti, terbunuh, yang
berakibat rezim melancarkan pembalasan, fase paling berdarah-nya berlangsung
sekitar satu setengah tahun39. Meskipun yang menang kecen-derungan ulama
sentral, yang mengklaim dirinya sebagai maktab (setia kepada garis doktrin yang
benar), perpecahan masih terus mengotak-ngotak kelompok penguasa.
Meskipun umumnya mereka bersatu dalam isu-isu kebudayaan, dalam masalah
ekonomi terjadi faksionalisme. Kunci pengotakan ini adalah kepemilikan harta,
nasionalisasi perdagangan, dan land reform. Kendatipun Ayatullah Khomeini dan
para penerusnya melakukan segala upaya guna melo-loskan perundangundangan final tentangnya, namun masalah-masalah ini tetap tidak terpecahkan.
38

Bakhash, Shaul. The Reign of the Ayatullahs. Ed. rev. New York, 1990. Sejarah politik tahuntahun awal Republik Islam.
39
Bakhash, Shaul. The Reign of the Ayatullahs. Ed. rev. New York, 1990. Sejarah politik tahuntahun awal Republik Islam.
26
Perselisihan sengit berlangsung di kalangan para pejabat Negara dan
pemerintahan mengenai peran negara dalam ekonomi. Kembali kepada AlQuran tidak menyelesaikan perseli-sihan ini karena Al-Quran sendiri terbuka bagi
berbagai penafsiran.
Semula tidak banyak yang mengira bahwa kekuasaan ulama akan terus
bertahan. Akan tetapi, dengan perjalanan waktu, rezim mengkonsolidasikan
kekuasaannya secara sistemik, dimulai dengan penyelenggarakan pemilihan
presiden dan parlemen. Perang melawan Irak ternyata amat merugikan pemerintah. Namun, Ayatullah Khomeini dan para pendukungnya menganggap perlu
untuk terus berperang demi mempertahankan ke-kuasaan, suatu yang lebih
banyak keuntungannya daripada biayanya. Untuk mempertahankan kesetiaan
dukungan teras intinya, kaum miskin kota, pemilik toko eceran, tukang,
pedagang kecil, pekerja dan pengusaha bebas, rezim memberi mereka kupon
ransum dan layanan lain. Rezim juga memelihara kesinambungan arus kritik
terhadap tahajum-i farhangi (imperialisme kultural) Barat. Para konsti-tuensi ini
percaya bahwa identitas mereka tengah diserang oleh hal-hal seperti film
Holywood, musik rock, pacaran, dan pakaian Barat.
Pada Juli 1988, pemerintah memaklumkan diterimanya Resolusi Dewan
Keamanan PBB No. 598 Tahun 1987, yang mendesak dihentikannya Perang
Irak-Iran. Walaupun gencatan senjata diharapkan diikuti dengan tukar-menukar
tawanan perang, penarikan tentara ke belakang batas internasional yang ada,
dan penyelidikan siapa yang bertanggung jawab memulai perang, langkahlangkah tersebut belum dituntaskan, bahkan sebagian masih ada belum dimulai.
Selama sepuluh tahun sejak revolusi hingga kematian Khomeini pada 3
Juni 1989, pemerintahan baru berupaya keras menciptakan stabilitas negara.
Kendatipun terus terjadi pertikaian antar faksi polirik secara umum transisi politik
internal berjalan damai. Kekuasaan komiteh dan penerusnya, Sipâh-i Pasdarân-i
inqilâb-i Islâmi, menimbulkan kekhawatiran publik. Kelompok kelompok ini terus
menerapkan moralitas Islam yang bersifat kasar, namun cukup efektif untuk
menjaga perdamaian. Mereka yang dipandang melanggar kesopanan dan
moralitas, dan juga para pengikut rezim sebelumnya, diburu dan ditangkap di
jalanan dan diajukan ke hadapan hakim Islam. Banyak yang dieksekusi atau
dipen-jara. Akhirnya, tindakan barisan siap siaga ini dibatasi ketika mereka
diarahkan kembali untuk berperang melawan Irak (September 1980 -Juli 1988).
27
Pemerintah baru masih terus memusuhi Amerika Serikat sembari meningkatkan
hubungannya dengan sebagian besar bangsa di dunia.
Pada Juni 1989, Ayatullah Khomeini wafat, dan sebulan kemudian
dilakukan amandemen konstitusional untuk menghapus jabatan perdana menteri.
‘Ali Akbar Hâsyimi Rafsanjâni terpilih menjadi presiden, sedangkan `Ali
Khamene’i terpilih menggantikan Khomeini sebagai rahbar (pemimpin revolusi).
Akan tetapi, karena dia bukan seorang ayatullah, pemerintah sulit mengklaim
bahwa `Ali Khamene’i memenuhi syarat un-tuk berperan sebagai faqih. Oleh
karena itu, diajukanlah argumen tentang mengapa pemimpin tidak harus seorang
marja’ al-taqid, yaitu de-ngan menyatakan bahwa seorang marja’ al-taqlid
cenderung menjadi administrator yang tidak cakap, sesuatu yang tidak dapat
dikehendaki oleh revolusi. Pers berkampanye agar `Ali Khamene’i diakui sebagai
Ayat Allah ‘uzhma (ayatullah agung) meskipun usulan tersebut segera dihentikan dan tetap dengan sebutan ayatullah. Pada akhir 1993, pemimpin cabang
pengadilan pemerintah, Ayatullah Muhammad Yazdi, kembali berupa-ya agar
Khamene’i diakui sebagai marja’al-taqlid terutama setelah tiga orang ayatullah
besar meninggal, yaitu: Abu Al-Qâsim Khü’i, Syihâb al-Din Mar’asyi Najafi, dan
Muhammad Ridhâ Gulpaigâni.
Iran secara resmi tetap bersikap netral dalam Perang Teluk 1991 meskipun tidak mau mengembalikan pesawat terbang Irak yang terbang ke Iran agar
tak dihancurkan oleh pasukan koalisi. Akan tetapi, Teheran tidak mence-gah
penyelundupan di perbatasan Iran-Irak kendatipun resolusi PBB mengem-bargo
perdagangan dengan Irak. Perbatasan ini terkenal kebal terhadap upaya
penghentian pelintasan batas ini, betapapun besarnya upaya itu.
Hubungan Republik Islam Iran dengan sebagian besar negara Arab tetap
dingin, dan dengan Mesir, khususnya, buruk. Pemerintah Mesir dan Aljazair, dan
juga Washington, menuduh Teheran melatih kaum Islam radikal dari Sudan,
Aljazair, dan Mesir dalam perang gerilya, dengan tujuan menggu-lingkan
pemerintahan yang oleh kaum radikal dinilai sebagai pemerintahan tak islami dan
menggantinya dengan rezim gaya Iran.
Pada akhir 1993, di Parlemen muncul usulan untuk mengupayakan
pemulihan hubungan dengan Arnerika Serikat. Bahkan, Ali Rafsanjâni, selaku
presiden saat itu menyadari bahwa banyak mesin dan prasarana ekonomi
peninggalan monarki adalah buatan Amerika, menyerukan hu-bungan ekonomi
28
terbatas dengan Amerika Serikat. Sementara itu, pada 1992 - 1993 hubungan
dagang dengan negara-negara Eropa merosot tajam karena pihak Iran gagal
membayar kredit dan pinjaman. Dengan demikian, hubungan Teheran dengan
Barat masih bermasalah.

I. Wilyah al-Faqih
Konsep wiläyah digunakan untuk menjelaskan arti kekuasaan atau
otoritas yang ditentukan dan diberikan Allah. Otoritas dalam hal kepemim-pinan
sosial, politik dan pemerintahan. Sedangkan konsep faqih diguna-kan untuk
menunjuk orang muslim yang sudah mencapai tingkat tertentu da-lam ilmu dan
kesalehan. Secara terminologis, wilayah al-faqih adalah kekuasaan dan otoritas
yang terletak di tangan orang muslim yang telah sampai ke tingkat tertentu dalam
pemahaman, pengamalan dan penghayatan ajaran Islam.
Menurut Syi`ah Isna `Asyariyah, kepemimpinan tertinggi berada di tangan Allah SWT, kemudian pada para nabi. Setelah Nabi Muhammad SAW (nabi
terakhir) meninggal dunia, kepemimpinan dipegang oleh para imam yang
mendapat wasiat dari Nabi SAW. Para imam tersebut berjumlah dua belas,
yaitu: 1) Imam Ali bin Abi Talib (603-661); 2) Hasan bin Ali bin Abi Talib (624669); 3) Husein bin Ali bin Abi Talib (626-680); 4) Ali bin Husein bin All bin Abi
Talib (657-714); 5) Muhammad al-Baqir (677-732); 6) Ja’far as-Sadiq (699-765);
7) Musa al-Kazim (745-799); 8) Ali ar-Rida (w. 818); 9) Muhammad al-Jawad (w.
835); 10) Ali a1-Hadi (w. 868); 11) Hasan al-Askari (w. 874); dan 12) Muhammad
al-Muntazar (w. 878). Imam terakhir, yang disebut juga imam Mahdi menghilang
sekitar tahun 874. Setelah ia meng-hilang, kepemimpinannya diteruskan oleh
empat orang pengganti (naib), yaitu 1) Abu Amr Utsman ibn Sa`id al-Amri; 2) Abu
Jafar Muhammad bin Utsman ibn Sa`id al-Amri; 3) Abu Qasim al-Husain bin Ruh
al-Naubakhti; dan 4) Abu al-Hasan Ali bin Muhammad al-Samri. Masa
berperannya para pengganti imam ini disebut gaib al-shugra (kegaiban kecil),
sedangkan berakhirnya kepe-mimpinan para pengganti imam sampai datangnya
kembali Imam Mahdi di akhir zaman disebut gaib al-kubrä (kegaiban besar).
Pada masa gaib al-kubra ini kepemimpinan dilanjutkan oleh para fakih. Para
fakih berkewajiban mem-bimbing umat setelah berakhirnya ‘imamah. Perbedaan
fakih dan imam adalah bahwa fakih tidak memiliki sifat ismah (terpelihara dari
dosa).
29
Perkembangan pemikiran mengenai konsep wilayah faqih dapat dilihat
dalam empat periode:
Periode Pertama, era Dinasti Buwaihi (945-1055). Pada periode ini
kesinambungan struktur sosial keagamaan umat Imamiah dikukuhkan oleh
lembaga perwakilan imam, bukan oleh sultan Buwaihi yang membolehkan
khalifah Suni terus berlangsung. Perwakilan menjadi semacam kepercayaan
imam gaib yang dapat mengemban fungsi-fungsi keagamaan dan keduniaan.
Seandainya imam itu ada, tentu fungsi-fungsi ini akan diembannya atau
dilimpahkannya kepada seseorang yang merniliki persyaratan untuk mewakilinya, seperti khalifah al-imãm. Maka para wakil diberi kuasa untuk mengemban fungsi-fungsi yang mengandung fungsi teologiko-politik, sebagai imam berpotensi untuk rnenjadi sultan al-zaman demi kepentingan umat syi`ah.
Periode Kedua, era pasca-Saljuk dan Ilkhan (abad ke 12-14). Pada
periode ini fakta tentang otoritas perwakilan lebih dikonkretkan lagi dengan
menyatakan bahwa yang berhak mengemban otoritas untuk memutuskan
perkara apa pun yang berkaitan dengannya adalah fakih yang memenuhi syarat.
Pada periode ini reputasi kadi semacam membaik di dunia Islam. Dalam Syiah
peradilan (al-Qadha) merupakan aspek paling mendasar dari tumbuhnya
kekuasaan politik para fakih yang dalam posisi mereka sebagai yang berhak
memutuskan perkara, dipandang sebagai pelindung umat dari perilaku
ketidakadilan penguasa. Kesewenang-wenangan penguasa menuntut para faqih
untuk berperan.
Periode Ketiga, era Dinasti Safawi (1501-1786). Pada periode ini, fakih di
kalangan umat imamiah dapat mengemban otoritas yang sama dengan otoritas
sulthan di Islam Suni, yang menduduki posisi uli al-amr dalam islam suni.
Periode Keempat, era Dinasti Qajar sampai Republik Islam Iran (akhir
abad ke-18 hingga awal ahad ke-20). Selama peniode ini, posisi faqih tersentralisasi dan dilembagakan dalam posisi marja` taqlid (otoritas yang yang wajib
diikuti oleh umat Islam syi`ah karena ia adalah kepemimpinan keagamaan).
Setelah melihat ketidakmampuan penguasa untuk menegakkan keadilan, otoritas
umum faqih mulai dilihat sebagai pemimpin alternatif yang dapat menggantikan
pemerintahan yang korup dan yang dapat memenuhi fungsi sulthan yang adil.
Konsep wilayah al-faqih berbeda dengan konsep wilayah al-imam karena wilayah
30
al-faqih memerlukan pengakuan ummat sedangkan wilayah al-imam tidak
memerlukannya karena merupakan jabatan yang diberikan Allah SWT.
Republik Islam Iran merupakan satu-satunya perwujudan Negara Islam
Syi`ah kontemporer yang berdasarkan konsep wilayah al-faqih. Sejak terjadi
revolusi 1979, kondisi politik Iran berubah, yaitu berpadunya urusan agama
dengan urusan politik. Sejak itu pula, tepatnya bulan September 1979,
kekuasaan pemerintah dipegang oleh kaum ulama berdasarkan konstitusi yang
berprinsip pada konsep wilayah al-faqih tersebut. Prinsip wilayah al-faqih ini
secara eksplisit dijelaskan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1979 yang
merupakan konsep dasar pemerintahan Islam berdasarkan wilayah al-faqih
sebagai yang digagas oleh Ayatullah Ruhullah Khomeini (1900-1989). Atas dasar
prinsip Kekuasaan pemerintah dan kepemimpinan yang terus-menerus, maka
undang-undang dasar harus mempersiapkan lahan bagi terwu-judnya
kepemimpinan seorang faqih yang memenuhi persyaratan dan diakui sebagai
pemimpin oleh rakyat. Ayatullah Ruhullah Khomeini menghendaki agar
kekuasaan dalam pemerintahan Republik Islam Iran dipegang oleh seorang faqih
yang diidentifikasi dengan pemimpin (rahbar) yang memegang kekuasaan
tertinggi Negara. Penunjukkan pemimpin, setelah Ayatullah Ruhullah Khomeini
meninggal, berdasar pada pengangkatan yang dilaksanakan oleh dewan ahli
yang dipilih oleh rakyat.
Seorang faqih harus mengetahui semua ketentuan atau hokum Allah,
mampu melihar perbedaan antara sunnah yang shahih dan yang palsu, yang
mutlak dan yang muqayyad, serta yang umum dan yang khusus. Ia juga harus
mampu menggunakan akalnya membedakan hadits dari yang lain-lainya,
membedakan situasi taqiyyah (menyembunyikan identitas) dari situasi lainnya,
serta memahami criteria yang telah ditetapkan. Seorang faqih juga harus
memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan:
(1) faqahah (intelktualitas), yaitu mencapai derajat rnujtahid mutlak yang mampu
melakukan istinbãt al-ahkam dari sumber-sumbernya;
(2)`adalah (moralitas), yaitu memperlihatkan kepribadian yang luhur dan bersih
dari sifat-sifat yang buruk; dan
(3) kafa`ah, yaitu memiliki kemampuan untuk memimpin umat, menge-tahui ilmu
yang berkaitan dengan pungaturan masyarakat, cerdas, dan matang secara
kejiwaan dan kerohaniannya.
31
Selanjutnya, Konstitusi Republik Islam Iran dalam pasal 109 menyata-kan
syarat syarat faqih sebagai berikut: (1) berilmu dan bertakwa, merupakan dua hal
yang dituntut untuk fungsi-fungsi mufti dan marja`; dan (2) memiliki kebe-ranian,
kemampuan,kekuatan sosial dan politik, serta memiliki kemam-puan mengatur
yang diperlukan oleh seorang pernimpin. Jika tidak seorang fakih pun mampu
memenuhi syarat-syarat tersebut, maka dibentuklah majelis fukaha. Hal ini
terlihat dalam pasal 5 Konstitusi Republik Islam Iran, yaitu: “Selama gaibnya
imam zaman (Imam Mahdi), pemerintahan dan kepemim-pinan bangsa
berpindah kepada faqih yang adil dan taqwa, mengenali keadaan masanya,
berani, pandai, memiliki kemampuan administiasi, dan diakui serta diterima
sebagai pemimpin oleh mayoritas rakyat. Pemimpin atau dewan kepe-mimpinan
yang terdiri atas para fakih yang memiliki persyaratan tersebut mengemban
tanggung jawab ini.
Bagi Syiah Imamiah, tugas para fakih amat berat, tetapi mulia. Mereka
harus menjadi seorang intelektual yang bermoral tinggi, pemimpin politik,
pelindung umat, dan bahkan pemimpin militer. Adapun tugas-tugas mereka
adalah sebagai:
Pertama, al-mal al-fikr; ia harus mengembangkan berbagai pemikiran
sebagai rujukan umat dengan mendirikan lembaga-lembaga pendidikan,
penelitian, penerbitan dan perpustakaan. Untuk itu, ia harus berusaha untuk
melakukan penyusunan/penerbitan buku-buku yang berguna bagi masyarakat
yang meliputi al-Quran, Hadits, `aqidah, fikih, ushul fikih dan ilmu-ilmu `aqliyah
seperti matematika, biologi, kimia dan fisika.
Kedua, al-marja`, ia harus menjadi tempat rujukan dan bertugas untuk
membimbing pemahaman, pelaksanaan dan penghayatan ajaran agama serta
memberikan penjelasan hal-hal yang halal dan yang haram serta mengeluarkan
fatwa tentang berbagai hal yang berkenaan dengan hukum Islam.
Ketiga, pemersatu umat melalui komunikasi, ia harus dekat dengan umat
yang dibimbingnya, tidak boleh terpisah dan membentuk kelas elit; akses pada
umat diperolehnya melalui hubungan langsung, mengirim wakil-wakil ke setiap
daerah secara permanent atau menyampaikan khotbah;
Keempat, penegak syi`ar Islam, ia harus memelihara, melestarikan dan
menegakkan berbagai manifestasi ajaran Islam; hal ini dapat dilakukan dengan
membangun masjid, meramaikannya, dan menghidupkan ruh Islam di dalam-
32
nya. antara lain dengan menyemarakkan upacara-upacara keagamaan serta
memasyarakatkan maknanya dalam kehidupan aktual dan rnenghidupkan sunah
Rasulullah SAW sambil rnenghilangkan bid`ah-bid`ah jahiliah;
Kelima, pembela hak-hak umat: ia harus tampil membela kepentingan
umat apabila hak mereka dirampas, dan harus berjuang meringankan beban
penderitaan rnereka serta melapaskan belenggu yang memasung kebebasan
mereka; dan
Keenam, pejuang melawan musuh Islam: ulama atau fakih adalah
mujahidin yang siap menghadapi lawan-lawan Islam, bukan saja dengan “pena
dan lidah, tetapi juga dengan “tangan dan dada”, selalu mencari asy-syahadah
sebagai bukti dari komitmen totalnya terhadap Islam.
Semua fakih Syiah adalah mujtahid, sesuai dengan konep ijtihad yang
dianutnya. Semula dalam Islam syi`ah, konsep “ijtihad” ini tidak digunakan
bahkan ditolak dan ditentang karena pengertian pada waktu itu sama dengan
dengan konsep ijtihad dalam fikih Suni yang dapat dijadikan salah satu sumber
hokum. Dalam pandangan Syi`ah, ijtihad bukanlah sumber hukum melainkan
keputusan imamlah yang menjadi sumber hokum setalah al-Quran dan alSunnah. Akan tetapi mengingat konsep ijtihad tersebut berkembang dan imam
pun menjadi ghaib, akhirnya konsep ijtihad mereka gunakan dan berkembang
pesat di Islam Syi`i.
Konsep ijtihad dikembangkan pengertiannya menjadi suatu upaya yang
sungguh-sungguh untuk menemukan hokum syari`ah dari sumber dan dalil-dalil
syar`i yang sah. Dalam hal ini, ijtihad berarti proses deduksi yang dilakukan oleh
seorang faqih untuk menemukan hokum satu masalah dari sumbernya yang sah.
Ijtihad dalam pengertian semacam ini, diakui dan diterima oleh Syi`ah Imamiyah.
Konsep ijtihad yang baru pun masih terus mengalami transformasi dan
perkembangan. Najm al-din Ja`far ibn Hasan al-Muhaqqiq al-Hilli (w. 1277),
seorang tokoh sufi membatasi hanya pada bidang operasionalisasi deduksi yang
tidak didasarkan pada makna literal (tekstual). Setiap tindakan yang tidak
didasarkan pada makna tekstual, maka disebutlah ijtihad. Kemudian cakupan
ijtihad mengembang lagi dan meliputi suatu proses deduksi suatu hokum dari
makna tekstual. Hal ini disadari oleh ulama ushul fikih bahwa proses deduksi dari
suatu hokum dari makna tekstual memerlukan banyak usaha dan kerja
intelektual untuk mencapai makna dan batasan yang tepat dan akurat. Dalam
33
perkembangan baru, konsep ijtihad ini meliputi semua proses deduksi.
Terangkum dalam pengertian ijtihad adalah setiap upaya yang dilakukan seorang
faqih dalam menentukan pandangan praktis syari`ah, baik dengan menetapkan
bukti-bukti bagi hokum syari`ah maupun dengan mendefinisikan pandangan
praktis itu secara langsung.
Sehubungan dengan konsep ijtihad tersebut, di kalangan para fakih Syiah
muncul dua aliran pemikiran: aliran tradisional (akhbari atau muhad-dits) dan
aliran rasionalis (usuli). Aliran tradisionalis menolak dan menentang ijtihad
bahkan mengecam dan mengutuk ilmu usul fikih. Kata “ijtihad” membuat mereka
takut lantaran sermula berarti ”sumher hokum” yang dise-rang dan dikritik habis
oleh ahlulbait. Oleh karena itu, mereka melarang berijtihad. Akan tetapi, aliran
rasiolis mernpertahankan dan terus mengem-bangkan ijtihad. Para fakih yang
rasionalis ini dalarn mengembangkan ijtihad mengenut doktrin tashwib
(mushwawibat), yaitu bahwa semua mujtahid yang saling berbeda pendapat
adalah benar, karena Allah SWT tidak menetapkan hukum umum yang pasti
dalam bidang-bidang yang memerlukan ijtihad; yakni ketika teks al-Qur’an dan
Sunah tidak memadai. Keputusan didasarkan pada estimasi atau perkiraan
mujtahid.
Ayatollah Ruhollah Khomeini (1900-1989) berhasil meraih kekuasaan di
Iran melalui revolusi 1979. Teorinya mengenai pemerintahan oleh fakih atau
ulama (velayat-i faqih) adalah inti pemikirannya tentang negara Islam. Dalam
pandangan Khomeini seorang ulama dapat menjadi pemegang otoritas legal
tertinggi. Ini berbeda dengan pandangan tradisional dalam Syiah yang
memberikan kepemimpinan dan otoritas kepada kelompok ulama dan pengu-asa
politik seperti syah selama Imam Mahdi cmi selama Imam Mahdi belum muncul.
Menurut Khomeini, seorang fakih yang memegang kendali pemerin-tahan akan
menjalankan tugasnya sebagaimana halnya Rasulullah SAW memimpin generasi
awal umat Islam. Selaras dengan mi, fakih tersebut memi-liki kekuasaan yang
sama besarnya dengan kekuasaan yang dimiliki Rasulullah SAW. Karena sifat
baik yang dimiliki, fakih tidak akan bertindak berlawanan dengan ajaran syariat,
atau mendominasi rakyat tanpa memperhatikan perin-tah Tuhan. Seorang fakih
adalah penguasa yang seperti halnya nabi dan imam, adalah pelaksana perintah
dan kehendak Tuhan. Walaupun demikian, seorang fakih tidaklah sama
statusnya dengan nabi atau imam.
34
Menurut Khomeini, pemerintahan oleh fakih merupakan ketentuan syariat.
Karenanya, setelah Revolusi Iran. prinsip vilayet-i faqih dimasukkan ke dalam
konstitusi Republik Islam Iran dan menjadi unsur keagamaan terpenting di
dalamnya. Akan tetapi. konstitusi hanya menyebut syariat sebagai salah satu
sumber legislasi. Selain itu, kehadiran lemhaga parlemen yang diberi wewenang
legislatif yang kuat mengisyaratkan bahwa syaniat bukan sistem hukum yang
siap pakai. Fakih dalam hal ini imam Khomeini. juga memiliki kekuasaan legislatif
selain eksekutif. Kekuasaan legislatifnya bersumber dan kedudukan-nya sebagai
rnujtahid tertinggi yang memiliki wewenang terbesar di bidang penafsiran
terhadap sumber hukum. Selanjutnya. kekuasaan Khomeini sema-kin lama
semakin besar. Pada akhir tahun 1997 dan awal 1988, Khomeini melalui
fatwanya menyetujui amandemen konstitusi yang membolehkan Negara
mengabaikan ketentuan syari`at jika hal itu selaras dengan kelang-sungan hidup
Negara dan kepentingan masyarakat (maslahat) sebagaimana ditafsirkan
pemerintah sendiri. Latar belakang peristiwa ini adalah kebutuhan konstitusional
yang disebabkan oleh pertarungan kekuasaan antara parlemen dan pemerintah.
Bagi Khomeini pemerintahan adalah bagian dari ajaran agama yang
paling utama, yang mengalahkan ajaran lain yang bersifat skunder, termasuk di
dalamnya shalat, puasa dan haji. Penguasa dapat menutup masjid atau sekalian
meruntuhkannya jika dinilai menjadi sumber bahaya. Pemerintah memiliki hak
dan kekuasaan untuk secara sepihak mengabaikan ketentuan syariat apabila
dianggap bertentangan dengan kepentingan atau kemaslahatan negara dan
Islam. Pemerintah dapat melarang ibadah haji untuk sementara apabila
pelaksanaannya bertentangan dengan kepentingan negeri Islam. Keputusan ini
memperkuat otoritas dan dominasi negara atas masyarakat, Selain itu, ketetapan yang sama juga membalik rasio din-daulah; yakni, semula agama menjaga
dan memelihara syariat, dapat berubah menjadi syari`at yang memperkuat dan
melindungi negara. Setelah Khomeini wafat (1989), kekuasaan fakih berkurang
karena tidak ada yang memiliki kekuasaan dan pengaruh setara dengan
Khomeini, karena amandemen konstitusi dan berbagai perkem-bangan politik
Iran pasca-Khomeini.
35
36
DAFTAR PUSTAKA
Abrahamian, Ervand. Iran between Two Revolutions. Princeton, 1982.
Algar, Hamid. Religion and State in Iran, 1785—1906. Berkeley, 1969.
Akhavi, Shahrough. “The Clergy`s Concepts of Rule in Egypt and Iran,” The
Annal, AAPSS, 524, 92-102, November, 1992.
Avery, Peter, et al., peny. The Cambridge History of Iran, jil. 7. From Nadir Shah
to the Islamic Republic. Cambridge, 1991.
Arjomand, Said Amir. The Shadow of God and the Hidden Imam. Chicago and
London, 1984.
Bayat, Mangol. Iran’s Ficst Revolution: Sh’ism and the Constitu tional Revolution
of 1905-1909. New York, 1991.
Bakhash, Shaul. The Reign of the Ayatullahs. Ed. rev. New York, 1990.
Bill, James A., dan William Roger Louis, peny. Musaddiq, Iranian Nationalism,
and Oil. Austin, 1988.
Browne, Edward G. The Persian Revolution of 1905—1909. Cam bridge, 1910.
Chehabi, H.E. Iranian Politics and Religious Modernism. Ithaca, N.Y., 1990.
Cottam, Richard W. Nationalism in Iran. Ed. rev. Pittsburgh, 1979.
Dabashi, Hamid. Theology of Discontent. New York, 1993.Keddie, Nikki R. Iran:
Religion, Politics, and Society. London, 1980.
Goodell, Grace. The Elementary Forms of Political Life. London dan New York,
1986. Cottam, Richard W. Nationalism in Iran. Ed. rev. Pittsburgh, 1979.
Halliday, Fred. Iran: Dictatorship and Devclopnsent. Ed. ke-2. Balti more, 1979.
Hooglund, Eric J. Land and Revolution in Iran, 1960 - 1980. Austin, 1982.
Keddie, Nikki R. Iran: Religion, Politics, and Society. London, 1980.
Lambton, Ann K.S., peny. Qajar Persia: Eleven Studies. Austin, 1988.
Martin, Vanessa. Islam and Modernism: The Iranian Revolution of 1966. London,
1989.
Parsa, Misagh. Social Origins of Iranian Revolution. New Brunswick, N.J., 1989.
Zonis, Marvin. Majestic Failure. Chicago, 1991.
www.oefre.unibe.ch/icl.

More Related Content

What's hot

Sejarah Timbulnya Aliran Teologi Islam dan Dasar-Dasar Qur'ani
Sejarah Timbulnya Aliran Teologi Islam dan Dasar-Dasar Qur'aniSejarah Timbulnya Aliran Teologi Islam dan Dasar-Dasar Qur'ani
Sejarah Timbulnya Aliran Teologi Islam dan Dasar-Dasar Qur'aniMuhammadYuliadi1
 
Makalah maful mutlaq
Makalah maful mutlaqMakalah maful mutlaq
Makalah maful mutlaqWarnet Raha
 
Ilmu muhkam dan mutasyabih
Ilmu muhkam dan mutasyabihIlmu muhkam dan mutasyabih
Ilmu muhkam dan mutasyabihwidya adhy
 
PEMBERONTAKAN DALAM ISLAM
PEMBERONTAKAN DALAM ISLAMPEMBERONTAKAN DALAM ISLAM
PEMBERONTAKAN DALAM ISLAMmaliakbar541
 
Makalah sejarah peradaban i slam penjajahan barat terhadap islam dan upaya ua...
Makalah sejarah peradaban i slam penjajahan barat terhadap islam dan upaya ua...Makalah sejarah peradaban i slam penjajahan barat terhadap islam dan upaya ua...
Makalah sejarah peradaban i slam penjajahan barat terhadap islam dan upaya ua...juniska efendi
 
Makalah 'AM dan KHASH (Ulumul Qur'an 2)
Makalah 'AM dan KHASH (Ulumul Qur'an 2)Makalah 'AM dan KHASH (Ulumul Qur'an 2)
Makalah 'AM dan KHASH (Ulumul Qur'an 2)Khusnul Kotimah
 
tasawuf perbandingan syariat dan hakikat
tasawuf perbandingan syariat dan hakikattasawuf perbandingan syariat dan hakikat
tasawuf perbandingan syariat dan hakikatemal isaac
 
pengenalan tarekat
pengenalan tarekatpengenalan tarekat
pengenalan tarekatLela Warni
 
Perang Salib dan Invasi Mongol
Perang Salib dan Invasi MongolPerang Salib dan Invasi Mongol
Perang Salib dan Invasi MongolLiseu Taqillah
 
Kelompok 4, PIP, Produk pertanian non-pangan .pptx
Kelompok 4, PIP, Produk pertanian non-pangan .pptxKelompok 4, PIP, Produk pertanian non-pangan .pptx
Kelompok 4, PIP, Produk pertanian non-pangan .pptxIrhamAlmafas
 
Makalah islam indonesia zaman modern dan kontemporer
Makalah islam indonesia zaman modern dan kontemporerMakalah islam indonesia zaman modern dan kontemporer
Makalah islam indonesia zaman modern dan kontemporerjuniska efendi
 
Proposal Bedah buku dan Seminar Studentpreneur Guidebook
Proposal Bedah buku dan Seminar Studentpreneur GuidebookProposal Bedah buku dan Seminar Studentpreneur Guidebook
Proposal Bedah buku dan Seminar Studentpreneur GuidebookArry Rahmawan
 
Fase fase pemerintahan daulah abbasiyah
Fase fase pemerintahan daulah abbasiyahFase fase pemerintahan daulah abbasiyah
Fase fase pemerintahan daulah abbasiyahafinnafia
 
Kedudukan Hadits Dalam Syari’at Islam dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an
Kedudukan Hadits Dalam Syari’at Islam dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’anKedudukan Hadits Dalam Syari’at Islam dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an
Kedudukan Hadits Dalam Syari’at Islam dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’anRobet Saputra
 
Akhlak Tercela Kepada Diri sendiri
Akhlak Tercela Kepada Diri sendiriAkhlak Tercela Kepada Diri sendiri
Akhlak Tercela Kepada Diri sendirimafruhah
 
Makalah manthuq dan mafhum
Makalah manthuq dan mafhumMakalah manthuq dan mafhum
Makalah manthuq dan mafhumrismariszki
 

What's hot (20)

Sejarah Timbulnya Aliran Teologi Islam dan Dasar-Dasar Qur'ani
Sejarah Timbulnya Aliran Teologi Islam dan Dasar-Dasar Qur'aniSejarah Timbulnya Aliran Teologi Islam dan Dasar-Dasar Qur'ani
Sejarah Timbulnya Aliran Teologi Islam dan Dasar-Dasar Qur'ani
 
Makalah maful mutlaq
Makalah maful mutlaqMakalah maful mutlaq
Makalah maful mutlaq
 
Ilmu muhkam dan mutasyabih
Ilmu muhkam dan mutasyabihIlmu muhkam dan mutasyabih
Ilmu muhkam dan mutasyabih
 
PEMBERONTAKAN DALAM ISLAM
PEMBERONTAKAN DALAM ISLAMPEMBERONTAKAN DALAM ISLAM
PEMBERONTAKAN DALAM ISLAM
 
Ilmu tajwid
Ilmu tajwidIlmu tajwid
Ilmu tajwid
 
Makalah sejarah peradaban i slam penjajahan barat terhadap islam dan upaya ua...
Makalah sejarah peradaban i slam penjajahan barat terhadap islam dan upaya ua...Makalah sejarah peradaban i slam penjajahan barat terhadap islam dan upaya ua...
Makalah sejarah peradaban i slam penjajahan barat terhadap islam dan upaya ua...
 
Makalah 'AM dan KHASH (Ulumul Qur'an 2)
Makalah 'AM dan KHASH (Ulumul Qur'an 2)Makalah 'AM dan KHASH (Ulumul Qur'an 2)
Makalah 'AM dan KHASH (Ulumul Qur'an 2)
 
tasawuf perbandingan syariat dan hakikat
tasawuf perbandingan syariat dan hakikattasawuf perbandingan syariat dan hakikat
tasawuf perbandingan syariat dan hakikat
 
pengenalan tarekat
pengenalan tarekatpengenalan tarekat
pengenalan tarekat
 
Ulumul Quran
Ulumul QuranUlumul Quran
Ulumul Quran
 
Perang Salib dan Invasi Mongol
Perang Salib dan Invasi MongolPerang Salib dan Invasi Mongol
Perang Salib dan Invasi Mongol
 
Kelompok 4, PIP, Produk pertanian non-pangan .pptx
Kelompok 4, PIP, Produk pertanian non-pangan .pptxKelompok 4, PIP, Produk pertanian non-pangan .pptx
Kelompok 4, PIP, Produk pertanian non-pangan .pptx
 
Makalah islam indonesia zaman modern dan kontemporer
Makalah islam indonesia zaman modern dan kontemporerMakalah islam indonesia zaman modern dan kontemporer
Makalah islam indonesia zaman modern dan kontemporer
 
Proposal Bedah buku dan Seminar Studentpreneur Guidebook
Proposal Bedah buku dan Seminar Studentpreneur GuidebookProposal Bedah buku dan Seminar Studentpreneur Guidebook
Proposal Bedah buku dan Seminar Studentpreneur Guidebook
 
Fase fase pemerintahan daulah abbasiyah
Fase fase pemerintahan daulah abbasiyahFase fase pemerintahan daulah abbasiyah
Fase fase pemerintahan daulah abbasiyah
 
7777777777
77777777777777777777
7777777777
 
Kedudukan Hadits Dalam Syari’at Islam dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an
Kedudukan Hadits Dalam Syari’at Islam dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’anKedudukan Hadits Dalam Syari’at Islam dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an
Kedudukan Hadits Dalam Syari’at Islam dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an
 
Akhlak Tercela Kepada Diri sendiri
Akhlak Tercela Kepada Diri sendiriAkhlak Tercela Kepada Diri sendiri
Akhlak Tercela Kepada Diri sendiri
 
Makalah ijaz alquran
Makalah ijaz alquranMakalah ijaz alquran
Makalah ijaz alquran
 
Makalah manthuq dan mafhum
Makalah manthuq dan mafhumMakalah manthuq dan mafhum
Makalah manthuq dan mafhum
 

Viewers also liked

Perbandingan Pendidikan Islam di Indonesia dan Negara Iran
Perbandingan Pendidikan Islam di Indonesia dan Negara IranPerbandingan Pendidikan Islam di Indonesia dan Negara Iran
Perbandingan Pendidikan Islam di Indonesia dan Negara IranSuya Yahya
 
Tailand Kirndlsk - Panoramic
Tailand Kirndlsk - PanoramicTailand Kirndlsk - Panoramic
Tailand Kirndlsk - Panoramicstefkrastev
 
Indera Pendengaran (Telinga)
Indera Pendengaran (Telinga)Indera Pendengaran (Telinga)
Indera Pendengaran (Telinga)Nathan Wijaya
 
Getaran dan gelombang
Getaran dan gelombangGetaran dan gelombang
Getaran dan gelombangTA_opick
 
Weyland Valli Artikelstammm
Weyland Valli ArtikelstammmWeyland Valli Artikelstammm
Weyland Valli Artikelstammmgueste2394ae
 
Gunosy2015 09-16ts
Gunosy2015 09-16tsGunosy2015 09-16ts
Gunosy2015 09-16tsYuta Kashino
 
Notification For Cap Mba Option Form2009 10
Notification For Cap Mba Option Form2009 10Notification For Cap Mba Option Form2009 10
Notification For Cap Mba Option Form2009 10hacha84
 
Educ 514 rules of composition
Educ 514 rules of compositionEduc 514 rules of composition
Educ 514 rules of compositionlaurenkeane
 
Care safety quiz
Care safety quizCare safety quiz
Care safety quizadisg
 
The role of research libraries in a European e-science environment
The role of research libraries in a European e-science environmentThe role of research libraries in a European e-science environment
The role of research libraries in a European e-science environmentWouter Schallier
 
Tips and advice june 2010
Tips and advice june 2010Tips and advice june 2010
Tips and advice june 2010deniseturner
 
The impact of the Online Knowledge Library: its use and impact on the product...
The impact of the Online Knowledge Library: its use and impact on the product...The impact of the Online Knowledge Library: its use and impact on the product...
The impact of the Online Knowledge Library: its use and impact on the product...Teresa Costa
 
Phu Syria
Phu SyriaPhu Syria
Phu SyriaShirley
 
Skf half year-2010_sv
Skf half year-2010_svSkf half year-2010_sv
Skf half year-2010_svSKF
 

Viewers also liked (20)

Perbandingan Pendidikan Islam di Indonesia dan Negara Iran
Perbandingan Pendidikan Islam di Indonesia dan Negara IranPerbandingan Pendidikan Islam di Indonesia dan Negara Iran
Perbandingan Pendidikan Islam di Indonesia dan Negara Iran
 
Tailand Kirndlsk - Panoramic
Tailand Kirndlsk - PanoramicTailand Kirndlsk - Panoramic
Tailand Kirndlsk - Panoramic
 
Getaran, gelombang
Getaran, gelombangGetaran, gelombang
Getaran, gelombang
 
Telinga
TelingaTelinga
Telinga
 
Indera Pendengaran (Telinga)
Indera Pendengaran (Telinga)Indera Pendengaran (Telinga)
Indera Pendengaran (Telinga)
 
Getaran dan Gelombang
Getaran dan Gelombang Getaran dan Gelombang
Getaran dan Gelombang
 
Getaran dan gelombang
Getaran dan gelombangGetaran dan gelombang
Getaran dan gelombang
 
Wat is mett
Wat is mettWat is mett
Wat is mett
 
Weyland Valli Artikelstammm
Weyland Valli ArtikelstammmWeyland Valli Artikelstammm
Weyland Valli Artikelstammm
 
Bellido Invitations
Bellido   InvitationsBellido   Invitations
Bellido Invitations
 
Gunosy2015 09-16ts
Gunosy2015 09-16tsGunosy2015 09-16ts
Gunosy2015 09-16ts
 
Notification For Cap Mba Option Form2009 10
Notification For Cap Mba Option Form2009 10Notification For Cap Mba Option Form2009 10
Notification For Cap Mba Option Form2009 10
 
Educ 514 rules of composition
Educ 514 rules of compositionEduc 514 rules of composition
Educ 514 rules of composition
 
Care safety quiz
Care safety quizCare safety quiz
Care safety quiz
 
The role of research libraries in a European e-science environment
The role of research libraries in a European e-science environmentThe role of research libraries in a European e-science environment
The role of research libraries in a European e-science environment
 
Tips and advice june 2010
Tips and advice june 2010Tips and advice june 2010
Tips and advice june 2010
 
The impact of the Online Knowledge Library: its use and impact on the product...
The impact of the Online Knowledge Library: its use and impact on the product...The impact of the Online Knowledge Library: its use and impact on the product...
The impact of the Online Knowledge Library: its use and impact on the product...
 
Phu Syria
Phu SyriaPhu Syria
Phu Syria
 
Facebook Platform
Facebook PlatformFacebook Platform
Facebook Platform
 
Skf half year-2010_sv
Skf half year-2010_svSkf half year-2010_sv
Skf half year-2010_sv
 

Similar to IRI Sejarah Politik Hukum

Sejarah Islam Modern Di Iran Dan Ide Pembaharuan Ayatullah Khomeini.pptx
Sejarah Islam Modern Di Iran Dan Ide Pembaharuan Ayatullah Khomeini.pptxSejarah Islam Modern Di Iran Dan Ide Pembaharuan Ayatullah Khomeini.pptx
Sejarah Islam Modern Di Iran Dan Ide Pembaharuan Ayatullah Khomeini.pptxSambasMovie
 
Sejarah Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Shafawi
Sejarah Peradaban Islam Pada Masa Dinasti ShafawiSejarah Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Shafawi
Sejarah Peradaban Islam Pada Masa Dinasti ShafawiBhayu Sulistiawan
 
NOTA PEMIKIRAN ISLAM SEMASA
NOTA PEMIKIRAN ISLAM SEMASANOTA PEMIKIRAN ISLAM SEMASA
NOTA PEMIKIRAN ISLAM SEMASAIZZATIZULKEFLI1
 
makalah dinasti abbasiyah
makalah dinasti abbasiyahmakalah dinasti abbasiyah
makalah dinasti abbasiyahAzka Al-Kahfi
 
sejarah peradaban islam (kekhalifahan abbasiyah)
sejarah peradaban islam (kekhalifahan abbasiyah)sejarah peradaban islam (kekhalifahan abbasiyah)
sejarah peradaban islam (kekhalifahan abbasiyah)reazwan
 
Perkembangan islam pada masa pertengahan
Perkembangan islam pada masa pertengahanPerkembangan islam pada masa pertengahan
Perkembangan islam pada masa pertengahanSendi Azis
 
Sejarah Peradaban Islam II.pdf
Sejarah Peradaban Islam II.pdfSejarah Peradaban Islam II.pdf
Sejarah Peradaban Islam II.pdfhexagon103
 
Sejarah Perkembangan dan Peradaban Islam Pada Masa Klasik
Sejarah Perkembangan dan Peradaban Islam Pada Masa KlasikSejarah Perkembangan dan Peradaban Islam Pada Masa Klasik
Sejarah Perkembangan dan Peradaban Islam Pada Masa KlasikHana Medina
 
Masa Kejayaan Islam Yang dinantikan kembali
Masa Kejayaan Islam Yang dinantikan kembaliMasa Kejayaan Islam Yang dinantikan kembali
Masa Kejayaan Islam Yang dinantikan kembaliمحمد Rydoe
 
PPt Perkembangan isam abad petengahan
PPt Perkembangan isam abad petengahanPPt Perkembangan isam abad petengahan
PPt Perkembangan isam abad petengahanawalsepta84
 
Sejarah Perkembangan Islam Di Spanyol
Sejarah Perkembangan Islam Di SpanyolSejarah Perkembangan Islam Di Spanyol
Sejarah Perkembangan Islam Di Spanyol3ka
 
Sejarah Perkembangan Islam Di Spanyol
Sejarah Perkembangan Islam Di SpanyolSejarah Perkembangan Islam Di Spanyol
Sejarah Perkembangan Islam Di Spanyol3ka
 
Perkembangan islam pada masa abbasiyah
Perkembangan islam pada masa abbasiyahPerkembangan islam pada masa abbasiyah
Perkembangan islam pada masa abbasiyahOsmar Simamora
 
Perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran pada masa dinasti abbasiyah
Perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran pada masa dinasti abbasiyahPerkembangan ilmu pengetahuan kedokteran pada masa dinasti abbasiyah
Perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran pada masa dinasti abbasiyahOperator Warnet Vast Raha
 
Makalah Agama Dinasti Abbasiyah
Makalah Agama Dinasti AbbasiyahMakalah Agama Dinasti Abbasiyah
Makalah Agama Dinasti AbbasiyahMira Pribadi
 

Similar to IRI Sejarah Politik Hukum (20)

Sejarah Islam Modern Di Iran Dan Ide Pembaharuan Ayatullah Khomeini.pptx
Sejarah Islam Modern Di Iran Dan Ide Pembaharuan Ayatullah Khomeini.pptxSejarah Islam Modern Di Iran Dan Ide Pembaharuan Ayatullah Khomeini.pptx
Sejarah Islam Modern Di Iran Dan Ide Pembaharuan Ayatullah Khomeini.pptx
 
Sejarah Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Shafawi
Sejarah Peradaban Islam Pada Masa Dinasti ShafawiSejarah Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Shafawi
Sejarah Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Shafawi
 
NOTA PEMIKIRAN ISLAM SEMASA
NOTA PEMIKIRAN ISLAM SEMASANOTA PEMIKIRAN ISLAM SEMASA
NOTA PEMIKIRAN ISLAM SEMASA
 
makalah dinasti abbasiyah
makalah dinasti abbasiyahmakalah dinasti abbasiyah
makalah dinasti abbasiyah
 
sejarah peradaban islam (kekhalifahan abbasiyah)
sejarah peradaban islam (kekhalifahan abbasiyah)sejarah peradaban islam (kekhalifahan abbasiyah)
sejarah peradaban islam (kekhalifahan abbasiyah)
 
Perkembangan islam pada masa pertengahan
Perkembangan islam pada masa pertengahanPerkembangan islam pada masa pertengahan
Perkembangan islam pada masa pertengahan
 
Sejarah Peradaban Islam II.pdf
Sejarah Peradaban Islam II.pdfSejarah Peradaban Islam II.pdf
Sejarah Peradaban Islam II.pdf
 
Sejarah munculnya daulah
Sejarah munculnya daulahSejarah munculnya daulah
Sejarah munculnya daulah
 
Revisi pid klmpk 9
Revisi pid klmpk 9Revisi pid klmpk 9
Revisi pid klmpk 9
 
Sejarah Perkembangan dan Peradaban Islam Pada Masa Klasik
Sejarah Perkembangan dan Peradaban Islam Pada Masa KlasikSejarah Perkembangan dan Peradaban Islam Pada Masa Klasik
Sejarah Perkembangan dan Peradaban Islam Pada Masa Klasik
 
ppt peradaban safawi.pptx
ppt peradaban safawi.pptxppt peradaban safawi.pptx
ppt peradaban safawi.pptx
 
Presentasi Agama
Presentasi Agama Presentasi Agama
Presentasi Agama
 
Masa Kejayaan Islam Yang dinantikan kembali
Masa Kejayaan Islam Yang dinantikan kembaliMasa Kejayaan Islam Yang dinantikan kembali
Masa Kejayaan Islam Yang dinantikan kembali
 
PPt Perkembangan isam abad petengahan
PPt Perkembangan isam abad petengahanPPt Perkembangan isam abad petengahan
PPt Perkembangan isam abad petengahan
 
Sejarah Perkembangan Islam Di Spanyol
Sejarah Perkembangan Islam Di SpanyolSejarah Perkembangan Islam Di Spanyol
Sejarah Perkembangan Islam Di Spanyol
 
Sejarah Perkembangan Islam Di Spanyol
Sejarah Perkembangan Islam Di SpanyolSejarah Perkembangan Islam Di Spanyol
Sejarah Perkembangan Islam Di Spanyol
 
Perkembangan islam pada masa abbasiyah
Perkembangan islam pada masa abbasiyahPerkembangan islam pada masa abbasiyah
Perkembangan islam pada masa abbasiyah
 
Bab I Pemurnian dan pembaharuan di dunia muslim.pptx
Bab I Pemurnian dan pembaharuan di dunia muslim.pptxBab I Pemurnian dan pembaharuan di dunia muslim.pptx
Bab I Pemurnian dan pembaharuan di dunia muslim.pptx
 
Perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran pada masa dinasti abbasiyah
Perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran pada masa dinasti abbasiyahPerkembangan ilmu pengetahuan kedokteran pada masa dinasti abbasiyah
Perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran pada masa dinasti abbasiyah
 
Makalah Agama Dinasti Abbasiyah
Makalah Agama Dinasti AbbasiyahMakalah Agama Dinasti Abbasiyah
Makalah Agama Dinasti Abbasiyah
 

Recently uploaded

Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...MarwanAnugrah
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxSyaimarChandra1
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxbkandrisaputra
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdfvebronialite32
 

Recently uploaded (20)

Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
 

IRI Sejarah Politik Hukum

  • 1. REPUBLIK ISLAM IRAN; Sejarah, Politik, Tatanegara dan Sistem Hukum Dadang Syaripudin A. Pendahuluan Di dunia Islam, Persia atau Iran1 memiliki ciri tersendiri yang membedakannya dari negara-negara lain di dunia Islam. Mayoritas penduduknya, kini sekitar 90 % yang beragama Islam menganut madzhab Syi`ah Itsna `Asyariyah. Selain itu, terdapat sifat khusus lainnya yaitu adanya barisan ulama yang terorganisir secara hirarkis sehingga menjadi kekuatan social poiltik yang sangat besar dan menentukan. Pada abad ke-16 M., Persia dikuasai oleh Dinasti Syafawi yang menjadikan Islam Syi`ah Itsna `Asyariyah untuk pertama kalinya sebagai agama resmi negara itu. Syâh Ismâ’il sebagai pendiri dinasti, mengklaim dirinya seba-gai keturunan langsung Nabi Muhammad melalui garis imam-imam Syi’ah. Pengakuan tersebut, terutama dimaksudkan agar kekuasaan dinasti bisa lebih kuat dan bertahan lama karena mendapat legitimasi keagamaan. Sejak dinasti Syafawiyah inilah, Persia menjadi Negara Islam Syi`ah Dua Belas. Pada abad ke-18 dan ke-19, terutama sewaktu dikuasai Dinasti Qajar (1794-1925), komunitas ulama menggorganisir diri menjadi satu korps hirar-kis dan otonom dari negara, yang sering menjadi basis perlawanan terhadap para penguasa yang mengambil kebijakan-kebi-jakan yang dipandang menyim-pang dan merugikan rakyat. Kemudian muncul konsep Ulama sebagai wala` alimamah dan terakhir wilayah al-Faqih; suatu konsep kunci untuk dapat memahami sistem hukum, politik dan ketatanegaraan Republik Islam Iran pasca revolusi 1979. Peradaban Iran merupakan salah satu peradaban tertua di dunia, sekitar 2700 sM. bangsa Elam (Elamite) menguasai Khuzistan kawasan Iran Barat Daya 1 Orang Iran senantiasa menyebut negaranya dengan nama Iran yang berarti tanah bangsa Arya (“bangsa mulia”), tetapi orang luar sudah lama menggunakan sebutan Persia (Parsa; Yunani: Persis), yang merujuk ke Pars, kini Fars, bagian selatan negara ini. Sebutan Persia digunakan hingga 1935, sewaktu pemerintah di Teheran secara resmi meminta kepada masyarakat dunia untuk memakai nama Iran.
  • 2. 2 sekarang. Bangsa Indo-Eropa, yang bermigrasi dari timur berhasil mendominasi dataran tinggi Iran pada Zaman Besi, sekitar 1300 sM. Kerajaan Medes yang berpusat di Ecbatan (sekarang Hamadan), menguasai dataran tinggi dan kawasan barat serta barat daya pada 728-559 sM. Selama periode ini bangsa Indo-Eropa lainnya, seperti Seythian, masuk ke dataran tinggi bagian barat dan pegunungan Kaukasus. Dinasti Achaemen (559-330 sM), Parthian (247 sM-226 M), dan Sassaniyah (224-651M.) berkuasa atas wilayah Iran dan wilayah Sabit Subur, Kaukasus, Transoksonia, Afghanistan, dan Anak Benua India. Dinastidinasti tersebut membentuk dan meninggalkan jejak monumental berupa peradaban Iran. Pengembangan da`wah Islam yang berlangsung sejak tahun 637 M., adalah momen yang menentukan bagi sejarah Iran di masa depan. Terjadi perubahan yang sangat mendasar, yakni dari agama Zoroaster yang berakar pada kepercayaan adanya pergulatan abadi antara kekuatan baik dan jahat, beralih ke agama Islam yang monoteististik. Akan tetapi, sekalipun teluh memeluk Islam, bangsa Iran tetap mempraktikkan banyak tradisi nenek moyangnya. Selain itu, mereka juga tetap memakai bahasa mereka yang sudah banyak menyerap kosa kata Arab dan aksaranya sudah berganti menjadi hurup Arab. Sekitar 10 abad, Iran menjadi wilayah kekhalifahan Sunni kecuali di daerah-daerah yang menjadi basis politik Syi`ah, seperrti Qum. Pada masa kekhila-fahan suni tersebut, bangsa Iran memberikan kontribusi yang luar biasa dalam perkembangan kebudayaan seperti sastra, seni, arsitektur, filsafat, matematika, astronomi, kedokteran, dan ilmu-ilmu Islam. B. Islam Syi`ah sebagai Agama Resmi Negara Pada tahun 1501, Dinasti Shafawiyah menguasai dataran tinggi dan kawasan sekitarnya atas nama Islam Syi’ah. Sejak itu, Iran menjadi Negeri Syi’ah Itsna Asyariyah (Dua Belas Imam) meskipun Dinasti Afsyariyah, yang berkuasa 1736-1747 M., berusaha mengembalikannya ke madzhab Sunni. Pada periode Shafawiyah, ulama mulai tampil seba-gai kekuatan sosial yang sangat penting. Kekuasaan Shafawiyah runtuh pada 1722, kemudian digan-tikan oleh Dinasti Zand (1750-1779) dan Dinasti Qâjâr (1779-1925). Di era dinasti Qâjâr inilah kekuatan ulama menjadi semakin kuat dan memiliki pe-ranan yang sangat penting, sebagai pelaku utama dalam gerakan dan lembaga sosial negeri ini.
  • 3. 3 Kekuasaan Dinasti Qâjâr tidak sekuat Dinasti Shafawiyah, karena kelemahan para penguasanya dinasti ini tidak dapat menahan tekanan militer, ekonomi, dan politik asing. Dinasti Qâjâr digantikan oleh Dinasti Pahlavi, yang didirikan oleh Reza Syah bersama anaknya Muhammad Reza, yang ber-kuasa dari 1925 sampai 1979. Kebijakan Dinasti Pahlavi menekankan pada modernisasi, westernisasi, dan nasionahisme Iran yang sekular-integral, dengan gigih menghapus kepercayaan dan tradisi lama, dan sebaliknya menanamkan kepercayaan dan tradisi baru dari luar. Kebijakan ini menyebabkan Dinasti Pahlavi tidak popular dan tumbang pada tahun 1979 dan digantikan oleh rezim ulama di bawah pimimpinan Khomeini dari tahun 1979 sampai 1989. Ayatullah Khomeini (1902-1989) tidak mengikis habis kebijakan-kebijakan politik dinasti Pahlavi; masih banyak kebijakan-kebijakan negara sebelumnya yang dipertahankan dan dikembangkan, khususnya kebijakan politik luar negeri2. D. Ulama sebagai wala` al-Imamah Para penguasa Dinasti Qâjâr lemah dan menghadapi problem hubungan pusat-daerah yang serius, kinerja ekonominya buruk dan adanya dominasi asing. Wilayah-wilayah Iran jatuh ke tangan Rusia pada 1804-1813 dan 1825-1828. Inggris menghentikan ambisi teritorial Iran di Afghanistan dalam konflik 18361838 dan 1856-1857. Syah-syah Qâjâr memberikan konsesi dan hak kapitulasi kepada orang asing, yang me-mungkinkan Inggris, Rusia, Prancis, Belanda, Swedia, Hungaria, dan Belgia mendominasi berbagai bidang, dari alat transfortasi, perbankan hingga keamanan dalam negeri. Di antara konsesi terpenting adalah Konsesi Reuters 1871 dalam hal pertambangan, perbankan, dan jalan kereta api, Regie Tembakau 1891 dan Konsesi D’Arcy 1901 dalam perminyakan. Pada 1891-1892 dan 1905-1909, meletus demonstrasi berskala besar menentang kapitulasi syah bagi kepentingan asing mau-pun kebijakan dalam negeri dan kekuasaan otokratisnya3. Pada masa kekuasaan Dinasti Qajar, kedudukan ulama semakin tegas, hal ini dapat dilihat pada perubahan doktrinal dalam Islam Syi’ah dan respon ulama terhadap berbagai peristiwa. Pada Abad Pertengahan, sebagian ulama, seperti al-Muhaqqiq al Hilli (w. 1326), mengklaim bahwa "secara kolektif ulama 2 Lihat: Avery, Peter, et al., peny. The Cambridge History of Iran, jil. 7. From Nadir Shah to the Islamic Republic. Cambridge, 1991. 3 Lambton, Ann K. Qajar Persia. Austin, 1987. Telaah mendalam tentang sejarah Iran abad XIX.
  • 4. 4 mengemban wala’ al-imámah dari imam Gaib". Pada akhir abad ke-18 dan awal ke-19, terjadi perselisihan doktrinal antara yang berpendapat bahwa ulama itu adalah wakil imam dan yang berpendapat bahwa ulama itu hanyalah penafsir hukum yang tidak me-miliki hubungan khusus dengan Imam Gaib. Pendapat yang pertama adalah pendapat mayoritas, yang juga berpandangan bahwa mujtahid berhak berijtthad dalam menetapkan hukum jika tidak ada ketentuan tekstual yang jelas dalam Al-Quran atau Sunnah4. Terjadi kontro-versi di kalangan mereka, apakah ulama, dengan mengintervensi kebijakan penguasa, apakah membela kedaulatan rakyat, kepentingan lembaga keagama-an, ataukah hanya ambisi pribadinya. Akan tetapi apun yang menjadi motif atau tujuannya, yang jelas fakta membuktikan banyak ulama, dengan otoritas moralnya, mendukung penentangan terhadap campur tangan asing dan kebi-jakan penguasa yang salah5. Secara inheren, menurut para sejarahwan, ulama bersikap antinegara, dengan alasan bahwa doktrin imamah hanya memberikan kekuasaan politik kepada imam sehingga penguasa sekular dipandang sebagai penjarah. Pandangan yang lebih belakangan, menyebutkan bahwa Syi’ah bersifat apolitis sejak Imam Keenam, Ja’far A1-Shâdiq (w. 765), menangguhkan dimensi politis dan otoritas imam hingga suatu masa tertentu. Pandangan ini menyatakan bahwa ulama secara doktrinal tidak menentang negara, tetapi sebenarnya mendukung negara dan meminta negara melindungi ajaran Syi’ah dan para penganutnya6. E. Revolusi Konstitusi Iran (1905-1911) Pada 1891-1892, ulama menggunakan khumus kaum Syi’ah, khususnya dari saudagar bazar untuk mendanai protes kolektif dalam menentang Regie Tembakau. Kemudian, sebagian besar ulama menun-tut sebuah konstitusi dan “rumah keadilan” selama gerakan sosial yang lazim disebut sebagai Revolusi Konstitusi 1905-1909. Banyak mujtahid masa ini memperingatkan penguasa Dinasti Qâjâr dengan istilah zhulm (menindas keadilan Imam Gaib). Para pedagang lokal pada umumnya merasa cemas dengan derasnya barang-barang 4 Arjomand, Said Amir. The Shadow of God and the Hidden Imam. Chicago and London, 1984. Sosiologi historis terperinci Syi’ah dan negara dan perspektif sosiologi agama Weberian. 5 Lihat: Algar, Hamid. Religion and State in Iran, 1785—1906. Berkeley, 1969. Analisis mendalam tentang hubungan ulama dan negara semasa Dinasti Qajar. 6 Bahkan, Ayatullah Khomeini, yang kemudian berjanji meninggalkan sikap ini, berpendapat dalam sebuah karya yang terbit pada 1940-an bahwa pada prinsipnya ulama tidak pernah menentang penguasa sekuler, tetapi hanya meminta negara bermusyawarah dengan ulama.
  • 5. 5 asing masuk dan kemudahan bagi orang asing untuk menjual barang-barangnya di Iran. Mereka banyak yang mengalami kemunduran dan kebangkrutan akibat bersaing dengan para pengusaha besar Eropa. Komunitas masyarakat lainnya pun ikut mengecam kegagalan Syah dalam mengembalikan pinjaman dan menggunakan ahli keuangan asing untuk merasionalisasi pemungutan pajak, yang mengesankan usaha-usaha lebih jauh untuk menarik uang dari mereka. Para pedagang terkadang berinisiatif menentang negara, yang didukung oleh komunitas ulama senior yang berpengaruh7. Revolusi Konstitusi Iran (1905-1911) merupakan satu di antara dua revolusi besar di Iran modern yang - dengan beberapa pemberontakan – menjadikan Iran sebagai negara di kawasan Timur Tengah yang paling revolusioner di zaman modern. Karakter revolusioner Iran terbentuk sebagian dari unsur-unsur berikut: statusnya yang setengah-jajahan (mirip Cina revolusioner); aliansi antara pedagang, ulama, dan intelektual modern, serta peran sentral mereka dalam berbagai revolusi di beberapa kota. Sebab sebab khusus revolusi ini, antara lain, adalah antipati terhadap perkembangan kekuatan Barat dan kemandekan ekonomi, di samping pengaruh gagasan modern dan akibat Perang RusiaJepang 1901- 1905, serta Revolusi Rusia 19058. Penyebab langsung berbagai kejadian revolusioner, seperti yang sering terjadi relatif sepele. Pada bulan Desember 1905, Gubernur Teheran memukul kaki seorang pedagang gula yang dituduh menaikkan harga. Setelah kejadian itu, banyak mullah dan pedagang meminta basth (perlindungan) di masjid agung Teheran. Setelah mereka diusir, banyak ulama meminta basth di tempat-tempat suci dan mengajukan tuntutan kepada Syah; yang paling penting adalah “pengadilan” yang tak ditentukan batasnya. Syah memecat gubernur itu, dan pada prinsipnya mengakui pengadilan itu pada Januari 1906 namun tidak mengeksekusi satu putusan pun. Para khatib radikal pun berkhutbah, dan seorang sayyid dibunuh oleh pejabat, akibatnya, banyak sekali mullah dan yang lainnya meminta basth di Qum pada Juli 1906. Massa pedagang besar dan kecil, berjumlah kira-kira dua belas hingga empat belas ribu orang, memin-ta basth ke kedutaan Inggris di Teheran dan mulai menuntut suatu parlemen. Pada bulan 7 Lihat: Lambton, Ann K. Qajar Persia. Austin, 1987. Hasil studi dan kajian yang mendalam tentang sejarah Iran abad ke-19. 8 Bayat, Mangol. Iran’s First Revolution. New York, 1991. Penafsiran revisionis terhadap Revolusi Konstitusi, yang menekankan peran ulama dan kelompok-kelompok nonreligius.
  • 6. 6 Agustus, Muzhaffar al-din Syah menerima tuntutan ini, dan parlemen pertama (majelis), dipilih berdasarkan sistem enam-kelas, yang memberikan lebih banyak kekuasaan kepada serikat pekerja kelas-rakyat dari-pada yang mereka dapat di parlemen-parlemen selanjutnya, yang dipilih ber-dasarkan sistem nonkelas9. Majelis pertama dibuka pada Oktober 1906, dan sebuah komisi dibentuk untuk merumuskan Undang-Undang Dasar, yang kemudian baru ditandatangani oleh Syah ketika sakit keras, pada Desember 1906. Undang-Undang Dasar Suplementer yang lebih panjang ditandatangani oleh syah yang baru, Muhammad Alî, pada Oktober 1907. Peristiwa ini membentuk konstitusi Iran mampu bertahan, hanya dengan sedikit amandemen hingga Revolusi 1979. Konstitusi tersebut didasarkan sebagian besar kepada konstitusi Belgia 1830, tetapi, atas desakan ulama, konsitusi itu juga memasukkan rujukan-rujukan kepada Islam dan ketentuan bahwa sebuah komisi yang beranggotakan lima mujtahid akan mengkaji konstitusionalitas undang-undang parlementer. Tujuan kaum parlementer -mendirikan monarki konstitusional bergaya Barat dengan kekuasaan dipegang oleh parlemen dan para menteri terpilihnya - tetap tidak terlaksana10. Masyarakat serta surat kabar liberal dan radikal berkembang selama periode revolusi. Syah yang baru ini menunjuk kembali seorang perdana menteri konservatif, Atabak sekalipun mayoritas majelis tidak begitu menghendakinya. Para penentang otokrasi terdiri atas beberapa kelompok: pedagang besar dan kecil; oposisi ulama yang dipimpin oleh sayyid liberal, Muhammad Husain Thabâthabâ’i, dan sayyid oportunis, ‘Abd Allah Bihbahâni; dan kaum liberal serta radikal, seperti Deputi Tabriz saat itu yang sosialis, Sayyid Hasan Taqizâdah. Kaum ultrakiri dan Syah terlibat dalam pembunuhan atas diri Atabak pada 31 Agustus 1907 - bertepatan dengan hari penanda tanganan Perjanjian InggrisRusia yang membagi Iran menjadi beberapa kawasan. Penandatanganan ini membantu memperburuk revolusi11. 9 Browne, Edward G. The Persian Revolution of 1905—1909. Cam bridge, 1910. Karya kiasik, buku prorevolusi partisan yang ditulis selama revolusi; masih berguna untuk sumber-sumber primer rangkuman dan terjemahannya dan sebagai sumben primer itu sendiri dan saw perspektif. 10 Keddie, Nikki R. Iran: Religion, Politics, and Society. London, 1980. Kumpulan artikel, termasuk “Religion and Irreligion in Early Iranian Nationalism” dan lainnya yang membahas revolusi konstitusi. 11 Lambton, Ann K.S., peny. Qajar Persia: Eleven Studies. Austin, 1988. Martin, Vanessa. Islam and Modernism: The Iranian Revolution of 1966. London, 1989. Yang pertama dan tiga buku komprehensif mutakhir tentang revolusi, mudah dipahami dan kuat dalam bahasannya mengenai Syi’ah dan peran ulama
  • 7. 7 Syah, dengan bantuan Brigade Cossack yang dipimpin oleh Rusia, berhasil mengkudeta majelis dan oposisi pada Juni 1908. Hanya Tabriz, dipimpin oleh dua pemimpin gerilya dan kelas-kelas rakyat, yang berta-han. Pada 1909, ketika pasukan Rusia menyerbu, para gerilyawan pindah ke Gilan yang menjadi basis gerakan kaum konstitusionalis. Di selatan, suku Bakhtiâri mempunyai alasan untuk melawan Syah, dan pada Juli 1909, orang-orang Bakhtiâri dan kaum revolusioner utara ber-temu di Teheran. Mereka mendepak Syah dan menempatkan putranya yang masih kecil, Ahmad Syâh di bawah perwalian. Meskipun kaum kiri, termasuk yang dipengaruhi oleh kaum demokrat sosial Rusia, kuat dalam oposisi dan dalam Partai Demokrat, sebagian besar kekuasaan berada di tangan kabinet konservatif yang dipimpin oleh Bakhtiâri12. Masalah keuangan yang berat menyebabkan pemerintah berusaha mencari penasihat asing yang tidak terikat dengan Rusia dan Inggris. Pemerintah mendapatkan seorang pakar Amerika, Morgan Shuster, untuk mereformasi keuangan. Shuster bermaksud rnengangkat seorang Inggris untuk mengepalai dinas pajak, namun Rusia menyatakan hal ini bertentangan dengan Perjanjian Inggris-Rusia, dan Inggris sepakat dengan sikap Rusia. Pada November 1911, Rusia mengeluarkan ultima-tum dan mengirimkan pasukan, dan selama beberapa tahun Rusia dan Inggris mengendalikan pemerintah, yang menandai akhir revolusi meski-pun konstitusi dan pengalaman partisipasi politik masih hidup sebagai peninggalannya13. Kaum konstitusionalis, sekalipun menang, masih menghadapi masalah yang mengganggu gerakan konstitusionalis di masa mendatang, seperti gerakan 1949-1953, 1960-1963 dan 1978-1979 yang memper-soalkan hubungan antara wahyu dan hukum positif. Lawan politik mereka berpendapat bahwa dimaklumkannya undang-undang dasar dengan asumsi bahwa syariat harus dilengkapi dengan hukum manusia adalah suatu gagasan yang terkutuk. Menurut mereka pembentukan parlemen itu berarti kedaulatan ada di tangan manusia bukan di tangan Allah yang, karena itu merupakan bid’ah yang tidak dapat ditoleransi. Meskipun menghadapi hambatan-hambatan tersebut, kaum 12 Bayat, Mango!. Iran’s Ficst Revolution: Sh’ism and the Constitu tional Revolution of 1905-1909. New York, 1991. Mempermasalahkan nilai penting yang lazim yang diberikan kepada ulama, dan menggabungkan bahan Rusia, khususnya tentang peran kaum kiri 13 Bayat, Mango!. Iran’s Ficst Revolution: Sh’ism and the Constitu tional Revolution of 1905-1909. New York, 1991. Mempermasalahkan nilai penting yang lazim yang diberikan kepada ulama, dan menggabungkan bahan Rusia, khususnya tentang peran kaum kiri
  • 8. 8 konstitusi-onalis tetap menekankan urgensinya menjunjung tinggi prinsip-prinsip hisbah (pertang-gungjawaban) dan al-nahy ‘an al-munkar. Kedua prinsip tersebut merupakan kewajiban bagi segenap kaum Muslimin seperti yang diperintahkan Allah. Jika tugas-tugas itu tidak dapat direalisasikan, maka despotisme penguasa akan membahayakan Islam itu sendiri14. F. Kebijakan Program Dinasti Pahlavi Pada Perang Dunia I, karena tekanan dari luar dan tantangan terusmenerus dari kepala suku, gubernur, birokrat pembaru, dan ulama terhadap otoritas mereka, Dinasti Qajar berada di ambang kehancuran. Iran nyaris terbagi oleh Rusia dan Inggris pada 1907 dan menjadi protektorat Inggris pada 1919 namun diselamatkan oleh penolakan parlemen. Dalam kondisi politik seperti ini, seorang pemimpin militer di Brigade Cossack Rusia, Reza Khan, pada 1921 berkuasa dan menjadi orang kuat Iran, pada 1923, ia menjadi perdana menteri dan pada 1925 merekayasa dibubarkannya Dinasti Qâjâr oleh Majelis Konstituante, disusul pada Januari 1926 dirinya bertakhta secara resmi sebagai Syah Reza Pahlavi. Semboyan dinasti adalah modenisasi gaya Barat dan sentralisasi kekuasaan. Syah Reza melakukan serangan militer, menindas sukusuku, menanamkan birokrasi negara yang kaku dan membentuk tentara tetap yang loyal15. Pembaruan Syah Reza mengikuti model Mustafa Kemal di Turki. Di antaranya, ialah perubahan hukum besar-besaran yang mengadopsi hukum perdata, pidana, dan komersial, serta sentralisasi administrasi yang didasarkan pada model Prancis. Sebagian besar pendapatan dari monopoli negara (seperti gula dan semen) dialokasikan untuk membangun prasarana, khususnya jalan dan membangun kekuatan militer. Celakanya, usaha swasta tidak maju karena para pemodal keberatan untuk berinvestasi di industri baru dan justru mengerahkan energi mereka untuk berspekulasi dalam usaha real estat. Syah Reza berusaha memperoleh lebih banyak pendapatan dari Perusahaan Minyak Anglo-Iranian (AIOC) yang dimiliki dan dioperasikan Inggris. Namun, akhirnya dia puas pada 1933 dengan kenaikan pendapatan sebesar 20 persen dari laba 14 Lihat: Bayat, Mangol. Iran’s First Revolution. New York, 1991. Penafsiran revisionis terhadap Revolusi Konstitusi, yang menekankan peran ulama biasa dan kelompok-kelompok nonreligius 15 Baca: Chehabi, H.E. Iranian Politics and Religious Modernism. Ithaca, N.Y., 1990. Hasil studi mengenai kemunculan pemikiran Syi’ah liberal pada akhir periode Pahlavi, dengan fokus pada Gerakan Pembebasan Iran
  • 9. 9 tahunan. Namun, tambahan pendapatan ini tidak dialokasikan untuk pembangunan ekonomi, tetapi untuk modernisasi kekuatan militer16. Pembaruan sosial Syah Reza lebih berhasil daripada pembaruan ekonominya meskipun yang maju pada umumnya adalah daerah-daerah kota. Pembaruannya ini lebih sukses bila dibandingan dengan pembaharuan sosial pada dinasti Qâjâr yang berusaha mendirikan sekolah-sekolah. Untuk mempercepat pembangunannya, diprogramkanlah penataran-penataran guru dan pengiriman para pelajar ke universitas-universitas Eropa. Universitas Teheran, yang dibuka pada 1934, merupakan lembaga pertama dalam sistem universitas nasional. Keuntungan signifikan juga didapat dengan adanya rumah sakit, klinik dan laboratorium, uji pangan, dan penyuntikan anak-anak sekolah un-tuk mencegah penyakit yang melemahkan tubuh. Di antara kegagalan dalam pembaharuan sosial Syah Reza adalah usahanya untuk menghapus jilbab, menyerukan mengadopsi busana Barat, mempersempit peran ulama dalam masyarakat, dan efesiensi biaya operasional dalam birokrasi dan bisnis17. Syah menolak keras liberalisasi politik (baca: otonomi daerah), setiap yang menentang atau bahkan mereka yang baru dicurigai, diasing-kan, dipenjara, disiksa, dieksekusi, atau diberitakan mati secara misterius. Barangkali, orang termasyhur yang mendapat kesulitan dengan otokrasi Reza Syah adalah Muhammad Mushaddiq, yang kelak menjadi pemimpin gerakan nasionalis Iran dan perdana menteri 1951-1953. Ulama-ulama penting juga mengalami tiraninya. Lembaga keagamaan tidak hanya kehilangan sebagian besar sumber dayanya, tetapi juga mandat konstitusional orisinal dalam suplemen UUD 1906-1907 untuk membentuk komisi mujtahid guna menjamin kesesuaian keputusan par-lemen dengan hukum Syi’ah tidak pernah terwujud. Pendeknya, Syah Reza berusaha mem-Baratkan Iran lewat dekrit. Pemerintahannya tidak berakar kuat dalam satu kelas sosial pun, karena itu dengan mudah dia dapat dipaksa melepaskan tahta18. 16 Baca: Halliday, Fred. Iran: Dictatorship and Devclopnsent. Ed. ke-2. Balti more, 1979. Kajian politik Iran, perspektif ekonomi politik dan struktur kelas, dengan fokus pada periode Pahlavi Cf. Goodell, Grace. The Elementary Forms of Political Life. London dan New York, 1986. Kritik atas kebijakan pembangunan negara Pahlavi pada masa Muhammsd Reza Syah. 17 Cottam, Richard W. Nationalism in Iran. Ed. rev. Pittsburgh, 1979. Menelaah berbagai pemikiran dan praktik nasionalis di Iran semasa syah-syah Pahiavi. 18 Bill, James A., dan William Roger Louis, peny. Musaddiq, Iranian Nationalism, and Oil. Austin, 1988. Berisi artikel-artikel riset penting mengenai aspek-aspek politik dan ekonomi Iran selama awal 1950-an.
  • 10. 10 Syah Reza memahami betul letak kelemahan Dinasti Qâjâr, yakni ketundukanya kepada kekuatan-kekuatan besar asing. Ia adalah seorang nasionalis yang berhasrat mengakhiri dominasi asing atas Iran. Menjelang Perang Dunia II, dia mengizinkan agen-agen Jerman untuk mengganggu kepentingan Inggris di selatan, khususnya di ladang-ladang minyak. Tindakannya itu, bukan karena ia setuju terhadap tindakan Nazi - meskipun ia mengagumi “disiplin Prusia” Jerman - melainkan karena alasan taktis; untuk menetralisir pengaruh Inggris. Akan tetapi, invasi Jerman atas Uni Soviet pada Juni 1941, menentukan nasibnya. Pada bulan September, tentara Inggris dan Rusia me-nyerbu Iran dan memaksa Syah Reza turun takhta19. Seperti pada Perang Dunia I, Perang Dunia II pun menghancurkan pilarpilar perekonomian Iran. Namun, secara politik, pada periode ini terjadi liberalisasi. Para tahanan politik dibebaskan, pers lebih bebas, muncul parle-men yang lebih berbobot berikut partai-partai politik. Akan tetapi, aristokrasi penguasa lahan, suatu solidaritas yang dibiarkan utuh oleh Reza, memper-tahankan hakhak istimewa dan kekuatannya. Syah yang baru, Muhammad Reza Pahlavi, yang belum berpengalaman dan kurang percaya diri, hanyalah pemimpin boneka yang berterima kasih kepada Inggnis. Namun, dia berhasil memperkuat hubungannya dengan tentara dan, pada 1949, mengatur pemben-tukan majelis tinggi (senat) yang patuh dan mendukungnya dalam melawan para pengkritiknya, suatu taktik yang dapat dianggap sebagai kudeta. Pada tahun yang sama, terbentuk pula koalisi kelompok-kelompok nasionalis, Front Nasional yang dipimpin Mushaddiq yang bersemangat mengupayakan nasionalisasi AIOC, suatu konsesi yang melambangkan hegemoni Inggris di Iran. Sebagai ketua komisi minyak di parlemen, Mushaddiq berhasil mengesahkan undang-undang nasionalisasi. Pada titik ini perdana menteri mengundurkan diri, dan opini publik memaksa Syah mengangkat Mushaddiq sebagai perdana menteri. Mushaddiq segera bergerak untuk mengimplementasikan dekrit nasionalisasi dan sekaligus berhadapan dengan pemerintah Inggris, selaku pemilik saham mayoritas AIOC20. 19 Cottam, Richard W. Nationalism in Iran. Ed. rev. Pittsburgh, 1979. Menelaah berbagai pemikiran dan praktik nasionalis di Iran semasa syah-syah Pahiavi 20 Lihat: Bill, James A., dan William Roger Louis, peny. Musaddiq, Iranian Nationalism, and Oil. Austin, 1988.
  • 11. 11 London, atas tekanan Amerika, mula-mula mencoba bernegosiasi meskipun mengembargo terminal-terminal Iran dan mengancam para calon pembeli. Mushaddiq berusaha mengatasi dampak embargo dengan mengandalkan ekspor nonminyak. Akan tetapi, ekspor nonminyak hanya sedikit menambah pendapatan yang dibutuhkan untuk rnembiayai program-programnya21. Sementara itu, koalisi Front Nasionalnya mulai pecah ketika sayap kiri men-cela perdana menteri yang menjilat Amerika, sedangkan ulama khawatir dia dikuasai komunis. Jika Mushaddiq dapat menjamin pendapatan dan sumber lain, barangkali dia dapat menghadang malapetaka. Pemerintahan Truman mendorong negosiasi antara Iran dan Inggris serta secara umum mengambil jarak dengan posisi garis keras London. Akan tetapi, pemerintahan Eisenhower menanggalkan sikap tak berat sebelah, dan yakin bahwa Moskow tengah mengendalikan kejadian-kejadian di Iran. Eisenhower bahkan yakin bahwa kemenangan Iran akan menjadi preseden buruk bagi kepentingan minyak Barat meskipun fakta menunjukkan bahwa hal serupa sudah terjadi di Meksiko pada 1938. Eisenhower menolak permohonan pinjaman Mushaddiq, sebaliknya secara diam-diam bersama Inggris berencana menumbangkannya22. Ketika krisis meningkat, Mushaddiq dengan merujuk pada konstitusi menantang otoritas Syah dalam mengendalikan militer. Secara diam-diam, Amerika dan Inggris mendukung kudeta terhadap Mushaddiq. Demikian pula, kelompok utama dalam Front Nasional yang dipimpin Ayatullah Abu Al-Qâsim Kâsyani (w. 1962), meninggal-kannya dan berpihak kepada kelompok royalis. Kâsyani menuduh Mushaddiq sebagai diktator dan mengecamnya karena meminta kekuasaan luar biasa, menangguhkan Pemilu 1952 di daerah pedalaman untuk mencegah para tuan tanah proistana memenangkan lebih banyak kursi. Terdapat ketentuan bagi mereka yang menentang Referendum Juli 1953 (tentang pemberian kekuasaan luar biasa kepadanya) harus ke daerah khusus untuk bersuara menentang. Namun, karena tekanan kekuatan besar dari luar dan dalam, pemerintah Mushaddiq jatuh karena makar pada Agustus 195323. 21 Halliday, Fred. Iran: Dictatorship and Devclopnsent. Ed. ke-2. Balti more, 1979. Kajian tentang sistem politik Iran dan sudut pandang ekonomi politik dan struktur kelas, dengan fokus pada periode Pahlavi. 22 Bill, James A., dan William Roger Louis, peny. Musaddiq, Iranian Nationalism, and Oil. Austin, 1988. 23 Bill, James A., dan William Roger Louis, peny. Musaddiq, Iranian Nationalism, and Oil. Austin, 1988. Berisi artikel-artikel riset penting mengenai aspek-aspek politik dan ekonomi Iran selama awal 1950-an.
  • 12. 12 Tindakan ini membuat banyak orang Iran amat membenci Syah dan Barat. Tidak ada yang tampak lebih melambangkan ketergantungan Syah kepada Inggris dan Amerika selain peran kedua negara ini dalam mengembalikan Syah ke singgasana setelah kepergiannya ke Roma pada permulaan kudeta. Setelah kembali bertakhta, Syah mulai berkuasa sebagai otokrat absolut. Pada awal 1960-an, pemerintahan Kennedy mendesaknya agar mengimplementasikan pembaruan dan mendapat dukungan rakyat. Dengan enggan, dia menyetujui melakukan hal itu hanya setelah para politisi Iran dalam birokrasinya - yang lebih responsif terhadap tuntutan akan pembaruan - terbukti independen dan populer di kalangan rakyat. Dasar program Syah adalah land reform yang dimulai pada awal tahun 1960-an dan selesai awal 1970-an. Para sarjana berselisih mengenai dampak pembaruan ini. Sebagian percaya bahwa pembaruan hanya berfungsi mengganti aristokrasi tradisional di pedesaan dengan negara dan tidak pernah dimaksudkan untuk menguntungkan petani. Sebagian lainnya berpendapat bahwa banyak keluarga mendapatkan cukup lahan sehingga dapat menjadi pemilik mutlak dan, oleh karena itu, kebijakan ini dapat mengentaskan mereka dari kemiskinan. Karena akurasi klaim-klaim ini bergantung pada jenis data yang digunakan, tidaklah mudah membuat penilaian yang konklusif. Akan tetapi, tampaknya bahwa mayoritas besar petani tak memiliki lahan pada awal reformasi (terkadang diperkirakan separo penduduk pedesaan Iran masa itu) akhirnya tetap tak memiliki lahan. Selama periode ini (1961-1963) para profesional, intelektual, ele-men birokrasi, dan ulama serta para pendukungnya, melakukan protes bersama. Oposisi sekular mengecam pelanggaran Syah atas konstitusi yang menghentikan parlemen tanpa menyelenggarakan pemilihan baru. Ulama memprotes program-program reformasi Syah - ”Revolusi Putih” - khususnya hak pilih perempuan dan land reform. Sebagian ulama yakin bahwa pembaruan yang seakanakan disponsori oleh Syah hanyalah kepura-puraan karena Syah memastikan pembaruan disubversi untuk mempertahankan kekuasaan. Akan tetapi, sebagian ulama lainnya, tak pelak lagi, takut kehilangan tanah mereka sendiri atau takut tidak lagi dapat mengelola dana wakaf. Semua ulama ber-
  • 13. 13 pendapat bahwa mem-berikan hak suara kepada perempuan akan membawa mereka ke wilayah publik sehingga membahayakan etika dan moralitasnya 24. Pada Maret dan Juni 1963, terjadi bentrokan besar antara mahasiswa dan tentara di Universitas Teheran dan lembaga pendidikan calon ulama di Qum. Ayatullah Khomeini, saat itu menjadi salah satu dan be-berapa orang marja' altaqild, secara publik mengecam keras Syah karena tentara menyerang ulama, ketergantungan Syah pada Amerika Serikat, dan kerjasama perda-gangan serta intelijen dengan Israel. Pada Oktober 1964, Khomeini terang-terangan menuduh Syah mengembalikan kapi-tulasi yang dibenci rakyat Iran dan memaksa parlemen tunjukannya untuk mengesahkannya. Atas permintaan Washington, Syah menga-mandemen Status Kesepakatan Angkatan Bersenjata dengan Amerika. Amandemen ini memberikan perlindungan Konvensi Wina 1961 mengenai kekebalan diplomatik bagi personel angkatan bersenjata, dan keluarganya serta orang-orang yang bekerja untuk keluarga itu. Ran-cangan undang-undang ini begitu tidak populer sehingga banyak deputi pro-Syah yang menolak; hanya beberapa orang deputi saja dengan marjin kecil mau menerima dan menyetujuinya. Rezim, yang beberapa kali berhasil menahan Khomeini, dilapor-kan akan mengeksekusinya, tetapi tidak jadi akibat campur tangan para marja’ al-taqlid lainnya. Sebagai gantinya, Khomeini diasingkan, mula-mula ke Turki, dan kemudian ke Irak, tempat dia tinggal sekitar empat belas tahun. Meski rezim berhasil menghadapi kerusuhan 1961—1963, kerusuhan ini menandai awal kejatuhan Dinasti Pahlavi25. Namun, sebelum runtuh, monarki ini tampak kuat. Pertumbuhan ekonomi pada 1960-an dan awal 1970-an tinggi, mencapai 10 pensen per tahun. Akhirnya, pada 1967, Syah merayakan kekuasaannya dengan menobat-kan istrinya sebagai ratu dan putranya sebagai putra mahkota. Pada 1971, dana sangat besar dikeluarkan untuk ulang tahun ke-2500 monarki Iran. Syah merasa perlu melengkapi kemegahan ini dengan kekuatan militer yang sepa-dan, seperti membeli tank-tank M1, kapal-kapal penjelajah, hovercraft, dan pesawat-pesawat 24 Hooglund, Eric J. Land and Revolution in Iran, 1960 - 1980. Austin, 1982. Hasil studi dan penelitian yang mengkritisi secara tajam atas kebijakan land reform Syah Reza 25 Lihat: Dabashi, Hamid. Theology of Discontent. New York, 1993. Penyelidikan saksama tentang pemikiran sosial tujuh pemikir yang gagasan gagasan rnereka sangat menentukan bagi Revolusi Iran 1979
  • 14. 14 tempur canggih. ini semua membutuhkan dana sangat besar. Setidaknya di atas kertas, Iran menjadi aktor regional terkuat26. G. Revolusi Iran 1979 Kerapuhan sistem pemerintahan Syah adalah kebergantungannya pada pendapatan minyak. Kenaikan tajam harga minyak setelah Perang Arab-Israel Oktober 1973 memungkinkan Syah membeli sejumlah senjata, dan membuatnya berani mengorbankan perencanaan ekonomi yang disusun dengan saksama demi proyek-proyek semisal reaktor nuklir. Pengeluaran negara demikian besar sehingga mendorong tingginya angka inflasi dan menyebabkan kemacetan besar sistem distribusi. Sementara itu, melimpahnya persediaan minyak dunia berakibat harga turun mendadak, terjadi krisis fiskal, dan memaksa rezim meminjam ke pasar finansial. Pemerintah melancarkan kampanye anti pengam-bilan untung berlebihan atau pencatutan serta penahanan terhadap pedagang dan usahawan. Inflasi menggerogoti gaji pekerja sekalipun gajinya dinaikan berulang kali un-tuk mencegah demonstrasi pekerja. Kesulitan-kesulitan ini ditambah dengan serangan kelompok gerilya yang dipengaruhi oleh tulisan dan praktik Mao Zedong dan Che Guevara. Walaupun tidak mengancam eksistensi rezim, serangan ini cukup efek-tif memperlemah kekuasaannya. Kelompok-kelompok dalam masyarakat tidak menyukai pengasingan kultural akibat kebijakan westernisasi Pahlavi. Istilah gharbzadagi (wabah Barat), yang dice-tuskan oleh pengarang terkenal dari sebuah keluarga reli terkemuka, Jalâl Al Ahmad, menjadi sesuatu yang negatif yang digunakan oposisi untuk mencirikan kebijakan Syah. Awalnya, hal ini tamnpak seakan orang Iran dan segenap kelompok politik mendambakan penegasan kembali nilai-nilai asli, yang telah begitu lama diabaikan27. Kesadaran Syah bahwa dirinya tengah sekarat akibat kanker, ditambah sinyal Washington untuk rezimnya, mendorong kritikus liberal, khususnya sindikat pengacara, parlemen, dan pers, mengecam penguasa. Semua faktor ini memberikan kontribusi bagi demonstrasi besar-besaran pada akhir 1977 hingga awal 1979 meskipun tidak memadai untuk menumbangkan Syah. Dari luar 26 Lihat: Cottam, Richard W. Nationalism in Iran. Ed. rev. Pittsburgh, 1979. Menelaah berbagai pemikiran dan praktik nasionalis di Iran semasa Dinasti Pahiav 27 Baca: Goodell, Grace. The Elementary Forms of Political Life. London dan New York, 1986. Kritik atas kebijakan pembangunan negara Pahlavi pada masa Muhammsd Reza Syah
  • 15. 15 negeri, Ayatullah Khomeini terus-menerus mengecam kebijakan Syah dan sistemnya karena bergantung pada Amerika, berhu-bungan dengan Israel, dan kebijakan dalam negeri yang diyakininya menyengsarakan rakyat. Pada saat yang sama, sekutu Khomeini di dalam negeri membentuk jaringan mobilisasi dan dukungan bagi ribuan penduduk miskin kota. Akibat kebijakan land reform, banyak orang desa pergi ke kota. Kebijakan ini tidak berhasil membe-rikan kredit dan sumber daya lain yang memadai kepada petani untuk tetap bertani. Para migran yang baru tiba di kota tidak terserap oleh instansi-instansi peme-rintahan Pahlavi atau perusahaan-perusahaan swasta, tetapi oleh masjid-masijid dan yayasan-yayasan sosial-keagamaan yang dikelola oleh para sekutu Ayatullah Khomeini28. Ketika terjadi, tumbangnya Syah bukan karena tekad tulus dari kelom-pok tertentu dalam masyarakat, melainkan karena tindakan banyak kelompok merespons berbagai faktor. Di antaranya adalah kebijakan ekonomi yang tidak kompeten antara 1973 hingga 1978, kekecewaan karena kesenjangan kelas yang makin meningkat, imobilitas negara, kebijakan yang mengalienasi Industrialis dan masyarakat bisnis, peluang dan kemauan pelaku utama, khususnya bazar, untuk melakukan demonstrasi besar-besaran, respons tak konsisten rezim terhadap demonstrasi tersebut setelah Januari 1978, kecakapan organ-isasional oposisi, kecenderungan berbagai kelompok dalam oposisi untuk ber-satu demi tujuan bersama menumbangkan sistem, keefektifan Khomeini se-bagai pemimpin oposisi, dan penyakit kanker Syah29. Sebagaimana pergolakan sosial yang besar pada umumnya, membutuhkan waktu yang lama untuk terwujudnya Revolusi Iran 1979, demikian pula pengaruhnya akan terus bergema sepanjang sejarah. Secara sederhana, rezim Muhammad Reza Syah Pahlavi digulingkan oleh koalisi kekuatan-kekuatan oposisi yang didominasi oleh kaum fundamentalis Muslim Syi’ah. Pemimpin besar revolusi adalah Ayatullah Ruhullah Khomeini (1902—1989). Sebab-sebab revolusi tampaknya timbul akibat berbagai kesulitan sosial yang saling berhubungan secara kompleks dalam masyarakat Iran ditambah dengan mem28 Chehabi, H.E. Iranian Politics and Religious Modernism. Ithaca, N.Y., 1990. Penyelidikan mengenai kemunculan pemikiran Syi’ah liberal pada akhir periode Pahlavi, dengan fokus pada Gerakan Pembebasan Iran 29 Baca: Halliday, Fred. Iran: Dictatorship and Devclopnsent. Ed. ke-2. Balti more, 1979. Kajian tentang sistem politik Iran dan sudut pandang ekonomi politik dan struktur kelas, dengan fokus pada periode Pahlavi
  • 16. 16 buruknya kesehatan Syah30. Akan tetapi, dalam benak masyarakat dunia, oposisi luas antara kekuatan keagamaan dan kekuatan sekular merupakan pergulatan sentral dari revolusi. Kejadian-kejadian khusus yang mengakibatkan Muhammad Reza Syah Pahlavi terguling berlangsung selama hampir setahun sebelum dia meninggalkan Iran pada 16 Januari 1979. Akan tetapi kondisi-kondisi sosial yang mendasari revolusi telah terentang beberapa abad. Pema-haman atas kondisikondisi sosial ini diperlukan untuk mengapresiasi secara penuh jalannya peristiwa dan arti sejarahnya. Konflik Religius-Sekular di Iran sudah berlangsung semenjak berdirinya Dinasti Shafawiyah pada abad ke 16. Para agamawan selalu mengkritik istana karena telah lalai menjalankan Islam. Para syah Dinasti Qâjâr abad ke-19 berkonflik militer dan ekonomi dengan kekuatan-kekuatan Eropa. Mereka dikritik oleh para ulama setelah mereka kehilangan wilayah, mendapat tekanan ekonomi asing, dan tidak cakap dalam memerintah. Karena tidak ada konsti-tusi di Iran saat itu, publik tidak mempunyai suara langsung dalam keputusan kebijakan publik yang penting. Namun, para pemimpin agama khawatir sehu-bungan dengan penjualan warisan leluhur, dan melancarkan serangkaian protes publik yang memaksa para syah mengubah aktivitas mereka. Protes ini tidak hanya di Iran, tetapi juga sampai ke negeri-negeri Islam, sebagian besar berkat upaya seorang pembaharuru Jamal Al-Din Al Afghâni (w 1897), seorang ulama berkebangsaan Iran yang mulai berkhutbah tentang kebangkitan dan perlawanan Islam terhadap Barat yang dimulai pada 1870-an. Di Iran, protes publik berpuncak pada Revolusi Konsti-tusi 1905-1911 sehingga Raja Qâjâr terpaksa menerima konstitusi dan parlemen. Sekitar dua puluh tahun kemudian, dinasti tersebut jatuh. Persaingan antara dinasti Pahlavi (1925—1979) dan Khomeini, memili-ki sejarah panjang. Pada 1921, Reza Khan, seorang militer, men-jadi pemimpin nasional pada tahun-tahun penuh gejolak setelah Perang Dunia I. Khomeini pada waktu belajar teologi di kota suci Qum, di sebelah selatan Teheran. Pada 1926, Reza Khan resmi menobatkan sebagai Reza Syah dan mendirikan Dinasti Pahiavi. Pada tahun itujuga, Khomeini menjadi mullah. 30 Baca: Zonis, Marvin. Majestic Failure. Chicago, 1991. Analisis berorientasi psikologi tentang Muhammad Reza Syah.
  • 17. 17 Reza Syah mengabaikan konstitusi baru dan berkuasa melalui dekrit. Dia meluncurkan serangkaian reformasi drastis dalam kehidupan Iran yang dirancang untuk memodernkan bangsa Iran. Reformasi busana, pendidikan, dan hukum bersifat luas. Banyak reformasi paling drastis diarahkan kepada kemapanan keagamaan. Lembaga-lembaga ke-agamaan dikendalikan oleh negara. Dengan demikian, ulama kehilangan sumber utama kekuatan dan pendapatan. Banyak protes publik, yang didukung oleh ulama terhadap reformasi-reformasi ini, diberangus dengan kejam oleh pemerintah. Pada September 1941, Reza Syah dipaksa turun takhta oleh Sekutu karena sentimen pro-Jermannya. Dia digantikan oleh putranya yang masih muda, Muhammad Reza. Pada saat ini, Khomeini melon-curkan serangan pertamanya terhadap rezim Pahlavi. Dia mencela pembaruan rezim dalam sebuah risalah berjudul Kasyf Al-Asrar (Penyingkapan Rahasia-Rahasia). Pada tiga tahun berikutnya, Khomeini mendukung pandangan bahwa tugas mullah bukan sekadar mengajar atau memberikan nasihat, melainkan juga harus berperan aktif dalam memerintah negara agar agama senantiasa menjadi pedo-man dasar dalam kehidupan publik. Pada hakikatnya, kekuasaan sah imam kedua belas yang gaib dijalankan oleh wilâyah a!-faqih, yang memerintah hing-ga kehadiran kembali imam di muka bumi. Doktrin ini kontroversial, bahkan di kalangan para ulama. Khomeini senantiasa menentang istana, kapan dan di mana pun. Pada 1964, dia dibuang ke pengasingan oleh Syah karena oposisi publiknya terha-dap perundang-undangan yang membebaskan para personel militer Amerika dan keluarganya dari tuntutan atas kejahatan yang dilakukan di Iran. Dia su-dah diakui sebagai ayatullah besar saat itu, suatu fakta yang membuatnya tak dieksekusi. Setelah tujuh bulan di Turki, dia tinggal di kota suci Syi’ah, Najaf Irak. Dari tempat ini, dia mengeluarkan pernyataan menentang rezim Pahlavi kepada pendukungnya yang semakin banyak. Kaum oposisi sekular lainnya yang mengklaim memimpin juga muncul pada tahun-tahun setelah Perang Dunia II. Di antaranya, koalisi partai-partai nasionalis yang dikenal sebagai Front Nasional pada 1949 yang dipimpin oleh Muhammad Mushaddiq. Ia adalah anggota parlemen pada saat Reza Syah berkuasa pada 1926 dan terang-terangan menen-tang pengesahan Reza sebagai syah. Front Nasional mendukung banyak ideal revolusioner para
  • 18. 18 pembaru Islam terkemudian, seperti membatasi kekuasaan Syah dan mengakhiri domi-nasi asing meskipun sudah barang tentu tidak menganjurkan dominasi Islam atas pemerintahan. Popularitas Front Nasional membawa Muhammad Mushaddiq menjadi perdana menteri pada 1951. Dia berkonflik dengan para pemimpin agama dan Syah, yang mencoba menjatuhkannya. Namun, Syah memandang rendah dukungan untuk Mushaddiq, dan terpaksa meninggalkan negerinya untuk sementara. Amerika Serikat dan Inggris, yang memprakarsai upaya menjatuhkan Mushaddiq, sebagian besar karena mengkhawatirkan penyebaran komunisme di Iran, mengemba-likan Syah berkuasa dua hari kemudian. Tindakan ini menjadikan Amerika Serikat sebagai pengintervensi asing nomor satu dalam urusan Iran di mata semua kelompok yang menentang monarki. Kelompok oposisi penting lainnya adalah Mujâhidin-i Khalq, yang didirikan pada 1965 dan kelompok-kelompok oposisi serupa lainnya. Doktrin mereka mema-dukan komitmen agama Islam dengan doktrin sosialis. Amerika terus aktif mendukung Syah. Amerika menganggap Syah sebagai salah satu pelindung kepentingan Barat di Teluk Persia, dan ia menjual kepada Iran sejumlah besar senjata canggih guna memperkuat militer. Pada 1963, Syah meluncurkan program reformasi ekonomi dan sosial besar-besaran yang dikenal sebagai Revolusi Putih yang dirancang untuk mengubah setiap aspek kehidupan rakyat Iran. Program tersebut didasarkan atas model-model ekonomi Barat 1960-an yang menjanjikan ekonomi “lepas landas” apabila pertumbuhan GNP mencapai 7 persen atau lebih selama beberapa tahun. Bagi Iran, pertumbuhan ini dikem-bangkan melalui investasi asing yang bermitra dengan istana dan elit ekonomi lainnya. Pada 1972, Inggris menarik militernya dari Teluk Persia, dan Amerika mulai mempersenjatai Iran secara lebih serius lagi. Kemudian, pada 1973, Iran dan Arab Saudi memimpin Organisasi NegaraNegara Pengekspor Minyak (OPEC) dalam kenaikan harga minyak mentah. Tindakan ini memberi Iran pendapatan yang jauh lebih besar untuk pembangunan ekonomi dan militemya. Setelah kenaikan harga minyak pada 1973, ekonomi Iran mulai tumbuh pesat. GNP terus tumbuh, tetapi keuntungan hanya dinikmati oleh eselon atas masyarakat. Akhirnya Syah mencapai sasaran yang sulit dipahami yang diupayakan sejak masa syah-syah Qâjâr - independensi finansial dari penduduk
  • 19. 19 sebagai keseluruhan. Pada 1959, pendapatan minyak hanya menyumbang 9,7 persen total GNP Iran. Pada 1974, meningkat menjadi 47 persen, dan menurut beberapa perkiraan, pemerintah menerima 80 persen dari pendapatannya dari minyak pada 1978. Karena mereka yang berkuasa tidak dipilih, dana-dana ini memberi mereka lisensi hampir tak terbatas dalam berkuasa. Akibatnya, Syah dan menteri-menterinya, yang sebagian besar teknokratis, mengubah Iran menjadi laboratoriurn ekonorni swasta. Pendidikan dan pembangunan jalan serta fasilitas umum memang maju, tetapi kehidupan kurang nyaman karena penduduk diotak-atik dalam eksperimen berkelanjutan untuk menurunkan inflasi, meningkatkan produktivitas, dan memperbaiki indikator sosial. Penduduk tradisional terguncang oleh kehadiran mendadak busana dan perilaku publik yang dianggap tak senonoh. Seorang kritikus sosial ternama, Ali Syari’ati (1933—1977), menuduh rezim sebagai “mabuk barat” (gharbzadagi) karena mengupayakan kemodernan Eropa-Amerika dengan biaya sosial yang besar sekali. Pada 1975, kenaikan GNP melebihi 70 persen dalam harga pasar riil, tetapi inflasi melebihi 60 persen. Pada tahun berikutnya, angka inflasi melebihi angka pertumbuhan yang menyebabkan pertumbuhan riil negatif 2 persen. Produksi pertanian, yang tertinggal hampir 1 persen di bawah angka kelahiran (2,3 versus 3,2 persen) merosot. Untuk pertama kali dalam sejarahnya, Iran menjadi negara pengimpor daging dan biji-bijian. Orang Iran kebanyakan, khususnya yang berpenghasilan tetap atau yang bergaji terbatas, mulai menderita. Tiap tahun gaji naik, namun biaya perumahan naik lebih dari 100 persen. Sebagai pukulan akhir pemerintahan baru Jamsyid Amuzgâr (Agustus 1977) memangkas dana subsidi bagi ulama dan lembaga keagamaan yang di lembagakan oleh mantan perdana menteri, Amir ‘Abbâs Huwaidah. Patut dica-tat bahwa di pengasingan, Syah menyebut tindakan ini sebagai kesalahan yang mengakibatkan kejatuhannya. Semua tindakan ini menjauhkan sebagian besar penduduk tradisional, membuka peluang bagi kekuasaan keagamaan, dan gagasan revolusi Khomeini pun mulai menarik perhatian penduduk. Awal kejatuhan Syah dimulai pada 9 Januri 1978, ketika siswa teologi di Qum mulai memprotes artikel dalam surat kabar Iththila’at yang menuduh Khomeini tak bermoral dan melakukan kejahatan terhadap negara. Penulisnya diduga adalah Menteri Penerangan Daryus Humâyun. Demonstrasi dihadapi
  • 20. 20 dengan tindakan keras oleh polisi yang menyebabkan Beberapa siswa mati terbunuh. Sesuai dengan tradisi Islam Syi`ah, diadakan upacara berkabung bagi yang meninggal pada selang waktu empat puluhhan. Setiap upacara berkabung berubah menjadi demonstrasi publik menentang pemerintah, yang lagi-lagi berhadapan dengan polisi atau militer dan semakin banyak yang mati. Diperkirakan. bagian terbesar demonstran adalah penganggur muda pria di kotakota besar, dan protes-protes itu ditanggung serta didanai oleh pasar tradisional, bazar. Protes meningkat sepanjang musim semi dan musim panas. Pada 7 September 1978, Syah menyatakan keadaan perang dan melarang demontrasi. Sayangnya, isi dekrit ini tidak tersebar. Demonstrasi di Lapangan Jaleh, Teheran, dihadapi oleh tentara, dan banyak orang tak berdaya ditembak. Pemerintah mengklaim bahwa yang mati kurang dari seratus, tetapi ulama menyebutkan lebih dari sepuluh ribu. Sejak itu, protes merebak ke setiap bagian Iran. Bahkan, pers yang dikendalikan oleh negara pun mulai membe-ritakan kekerasan setiap hari. Syah agaknya tidak mempunyai strategi yang jelas untuk menangani krisis. Umumnya tidak diketahui pada saat itu bahwa Syah sakit kanker getah bening. Penyakitnya dinilai kemudian sebagai satu penyebab ketidaktegasan-nya dalam menghadapi protes. Meskipun demikian, dia mencoba sejumlah taktik untuk meredam revolusi. Dia meng-ganti perdana menteri dan menahan lebih dari 130 mantan pemimpin pemenintah. Akhirnya, dia memaksa pejabat Irak mengusir Khomeini. Khomeini kemudian pindah ke Neauphlele-Château di pinggiran kota Paris. Di sini, ia lebih dapat berkomunikasi dengan kekuatankekuatan revolusioner dalam negeri dan Paris melalui sambungan telepon jarak jauh daripada sewaktu di Irak. Isue utama yang diangkat Khomeini sama seperti yang disampaikan oleh kaum oposisi keagamaan selama seratus tahun. Syah bersekongkol dengan kekuatan asing - terutama Amerika Serikat - untuk, sekali lagi, mengeksploitasi rakyat Iran dan merusak Islam. Pesan ini ternyata sangat efektif menarik penduduk secara keseluruhan. Revolusi, di bulan-bulan terakhirnya, mengundang partisipasi luas, melibatkan orang-orang dari semua kelas ekonomi serta selu-ruh negeri. Khususnya melumpuhkan adalah pemogokan di industri minyak Iran, yang meng-akibatkan ekspor hampir terhenti.
  • 21. 21 Akhirnya, jelas bagi Syah bahwa dia harus meninggalkan Iran demi stabilitas. Dia mencoba mengangkat sejumlah orang untuk menjadi perdana menteri dengan peran pejabat sementara, namun tidak ada yang bersedia. Akhirnya, Syâhpür Bakhtiâr, seorang politisi terhormat Front Nasional, menerima tugas tersebut untuk memungkinkan Syah pergi dari Iran pada 16 Januari 1979. Amerika Serikat mengutus Jenderal Robert Huyser ke Teheran untuk memastikan dukungan militer Iran bagi pemerintahan Bakhtiâr. Sejak awal, pemerintahan Bakhtiâr hampir dapat dipastikan bakal jatuh karena Khomeini membentuk Pemerintahan Revolusioner Semen-tara versinya sendiri yang dipimpin oleh seorang politisi Front Nasional lainnya, Mehdi Bâzargân. Bakhtiâr tidak pernah berkuasa. Kekuasaan riil selama Januari dan Februari 1979 berada di tangan komiteh (komisi) keliling kaum revolusioner yang diorganisasi di masjid. Kelompok-kelompok ini, bersama dengan para veteran pejuang gerilya, seperti Mujâhidin-i Khalq, menguasai jalanan Teheran dan kota besar lainnya. Mereka terlibat secara berkala dalam pertempuran kecil dengan militer dan kelompok-kelompok loyalis lainnya selama periode ini. Ayatullah Khomeini kembali ke Iran pada 1 Februari 1979, kepulangannya disam-but luar biasa di seluruh Iran. Sekembalinya, unsur-unsur militer mulai menyeberang ke pemerintahan baru pimpiñan Khomeini. Puncak ketegangan antar kelompok militer terjadi pada 9 Februari 1979, dalam bentrokan antara calon perwira angkatan udara dan teknisi yang menyatakan setia kepada Khomeini dan Pengawal Kerajaan Syah. Para calon perwira berusaha mengambil alih pangkalan angkatan udara di Doshan Tapal, di pinggiran Teheran, tetapi dihalangi oleh Pengawal Kerajaan. Para calon perwira menang berkat bantuan gerilyawan kota di daerah itu. Hal ini menimbulkan serangkaian konfrontasi bersenjata di seluruh ibu kota. Pada 11 Februari, Dewan Agung Militer mengumumkan bahwa militer tidak lagi ikut dalam krisis politik. Semua prajurit diperintahkan ke barak masing-masing. Bakhtiâr bersembunyi dan kemudian lari ke Paris. Secara resmi pemerintahan pimpinan Khomeini berkuasa, dan setiap tanggal 11 Februari kini diperingati sebagai hari ulang tahun revolusi. Bagi masyarakat Dunia Islam, Revolusi Iran merupakan kejadian yang secara simbolis penting. Revolusi Iran memperlihatkan bahwa rezim sekular yang dipengaruhi oleh Barat dapat ditumbangkan oleh kekuatan oposisi yang
  • 22. 22 diorganisasi oleh para pembaru Islam. Karena kaum revivalis Islam mendengungkan perubahan seperti itu sejak akhir abad ke-19, namun tanpa sukses, revolusi mampu memberikan daya dorong baru bagi perjuangan mereka dan memicu munculnya aktivitas fundamentalis Islam dari Maroko hingga Asia Tenggara. Dapat dikatakan bahwa meskipun ketegangan-ketegangan dinamis bagi oposisi terhadap monarki telah lama ada di Iran, tidak seorang pun dapat meramalkan dengan pasti bahwa hasil akhir revolusi berupa peme-rintahan teokratis. Bagi kaum Muslim yang menginginkan pembaruan dan ingin lepas dari dominasi Barat, di belahan dunia Islam maupun, revolusi Iran merupakan kejadian yang sangat memberikan ilham. Bagi kaum nasi-onalis sekular dan sebagian besar dunia Barat, revolusi ini masih terus mengusik. Akan tetapi, sepanjang periode ini, sosok Ayatullah Khomeini mendominasi arena. Khomeini dapat dipandang sebagai arsitek revolusi, dan revolusi Iran menghancurkan asumsi bahwa modernisasi dan pemba-ngunan meniscayakan westernisasi dan sekularisasi sebagai dampaknya, sebaliknya bagi sebagian kalangan menimbulkan kekhawatiran menye-barnya “Islam Militan, Fundamentalisme Islam dan Khomeiniisme". H. Konstitusi Pasca-Revolusi 1979 Pasca-Revolusi, Februari hingga November 1979 merupakan masa transisi dan kontraversi, ketika para pemimpin keagamaan sepenuhnya berkuasa di Iran. Kaum revolusioner tidak mepunyai cetak biru31, tetapi kemudian Ayatullah Khomaeini membentuk Pemerintah Revolusioner Sementara yang sebagian besar para pemimpinnya dari Front Nasional. Akan tetatapi kekuasaan efektif tetap berada di tangannya dan Dewan Revolusi, yang kebanyakan para pendukung setia Khomaeini32. Para pemimpin Front Nasional memimpikan pemerintahan pengganti, yaitu demokrasi sekular bermodelkan Eropa. Akan tetapi, para agamawan garis keras berpandangan lain, mereka mendukung teokrasi yang berdasarkan hukum Islam. 31 Akan tetapi, Khomeini telah rnengungkapkan rencana umumnya dalam Hukumat al-Islami; 1969 1970, yang mempertahankan hak ulama untuk memerintah dan menyeru-kan pemberlakuan hukum Islam dalam seluruh bidang kehidupan. 32 Baca: Keddie, Nikki R. Roots of Revolution. New Haven, 1981. Tinjauan atas sejarah Iran abad ke-19 dan ke-20
  • 23. 23 Pada 30-31 Maret, Pemerintah Revolusioner Sementara menyelenggarakan referendum nasional tentang bentuk pemerintahan baru. Atas desakan Khomeini, publik diminta memberi suara “ya” atau “tidak” terhadap pertanyaan apakah Iran harus menjadi sebuah Republik Islam. Hasilnya mernperlihatkan 98 persen suara menyatakan “ya”. Rakyat kemudian menentukan konstitusi pemermntah baru. Pada musim panas 1979, dua rancangan konstitusi diajukan, tetapi tidak satu pun yang memberikan kekuasaan kepada Khomeini atau para pemimpin ulama. Muncul perdebatan sengit antara kaum Islarmis garis keras dan nasionalis sekular. Akhirnya, sebagai kompromi, Majelis Ahli dipilih untuk merancang konstitusi ketiga yang anggotanya kebanyakan dari aktifis Islam garis keras. Rancangan ketiga ini memberikan kekuasaan puncak kepada faqih bersama Dewan Wali yang beranggotakan lima orang. Ketidaksepakatan soal dokumen ini merebak di Iran selama musim gugur. Front Nasional sekular mengkha-watirkan, seperti yang ditegaskan oleh Bâzargân, adanya “diktator” baru ulama. Dalam proses ratifikasi, takdir membawa opini publik mendukung pemimpin agama garis keras. Mantan Syah, yang tengah sakit berat, pergi dari satu negara ke negana lain guna mencari tempat bermukim. Kendatipun kedu-taan besar Amenika di Teheran memperingatkan dengan keras akibat yang merugikan bagi Amerika bila mengizinkan bekas Syah masuk Amerika, namun pemerintah Carter pada tanggal 22 Oktober 1979 memperkenankan dia tinggal di New York. Teheran segera bereaksi, pada 4 November, sekelompok mahasis-wa mengambil alih kedutaan besar Amerika dan menyandera seluruh personelnya. Orang-orang Amerika itu ditawan selama 444 hari; hingga Ronald Reagan dilantik sebagai presiden pada Januari 198133. Pendudukan kedutaan besar menumbuhkan reaksi anti-Amerika besar-besaran di Teheran. Walaupun Khomeini tidak memerintahkan pendudukan terse-but, tetapi kemudian dia melihat bahwa sandera itu dapat digunakan untuk setidaknya dua tujuan: memalukan Amerika Serikat, dan menga-lahkan kaum liberal dalam rezimnya, yakni mereka yang dinilainya kurang setia kepada kebijakannya. Pemain utama dalam perebutan kekuasaan ini adalah Perdana Menteri Mehdi Bâzargân, 33 Parsa, Misagh. Social Origins of Iranian Revolution. New Brunswick, N.J., 1989. Analisis struktural terperinci tentang Revolusi Iran 1979, yang menekankan khususnya peran bazar.
  • 24. 24 Presiden Abu Al-Hasan Bani Shadr, Ayatullah Muhammad Husain Bihisyti (ulama kuat yang dipercaya penuh oleh Khomeini), dan banyak sekutu Bihisyti di dewan. Bâzargân dan Bani Sadr dituduh sebagai kaum liberal pro-Amerika dan akhirriya mereka tersingkir34. Para Pejabat Pemerintah Revolusioner Sementara dipersalahkan dan dipaksa mengundurkan diri. Akhirnya Peme-rintahan sementara bubar pada November 197935 karena Perdana Menteri Mehdi Bâzargân dituduh berkomplot bersama Amerika Serikat dalam soal peran mendatang Syah. Kejadian-kejadian ini efektif dalam melumpuhkan semua kekuatan opo-sisi nasionalis sekular terhadap pendirian pemerintahan teokratis yang dipimpin oleh Khomeini. Pada Maret 1979, plebisit nasional mendukung restrukturisasi sistem politik dan monarki ke republik teokratis. Pada tanggal 2-3 Desember 1979, referendum lain – hasilnya 99 persen suara - menyetujui konstitusi baru yang memberikan kekuasaan besar kepada wali al-faqih (ahli hukum kepala; yaitu Khomeini)36. Hal ini membangkitkan kekhawatiran ulama-ulama senior terten-tu yang memandang doktrin wilayah al-faqih Khomeini sebagai merampas hak prerogatif Imam Gaib dan yang percaya bahwa doktrin itu dapat dilakukan hanya dalam keadaan darurat ketika lembaga-lembaga normal negara gagal37. Pada Januari dan Maret sampai Mei 1980 diselenggarakan pemilihan presiden dan parlemen. Pada Juni 1981, para pendukung Khomeini memegang 34 Bakhash, Shaul. The Reign of the Ayatullahs. Ed. rev. New York, 1990. Sejarah politik tahuntahun awal Republik Islam. 35 Hanya beberapa minggu setelah Washington, dalam suatu keputusan yang menentukan, mengizinkan Syah masuk Amerika Serikat untuk perawatan medis. Banyak orang Iran menolak penjelasan ini. Mereka merasa Amerika tengah bersiap-siap hendak mengembalikan Syah ke takhta seperti yang dilakukannya pada 1953. 36 Konstitusi Negara Republik Islam Iran 1979, terdiri dari 16 bab dan 177 pasal yang diawali dengan bagian pendahuluan, dengan susunan dan sistematika sebagai berikut: Pendahuluan; yang berisikan Islam sebagai pandangan hidup dan sejarah perjuangan revolusi bangsa Iran. Bab I Prinsip-prinsipUmum, terdiri dari 14 ayat (1- 14) yang menjelaskan tentang bentuk negara, prinsip dasar, tujuan negara, kepemimpian agama, agama resmi Negara dan kewarganegaraan. Bab II Bahasa Resmi, Penanggalan dan Bendera Negara, terdiri dari 4 ayat (15 - 18). Bab III Hak-hak Warga Negara, terdiri dari 24 ayat (19 - 42). Bab IV Ekonomi dan Keuangan , terdiri dari 13 ayat (43 – 55); Bab V Kedaulatan Negara terdiri dari 6 ayat (56 - 61); Bab VI Kekuasaan Legeslatif terdiri dari 38 ayat yang terbagi ke dalam dua bagian, pertama tentang badan konsultasi (62-70); dan kedua tentang Kekuasaan dan Otoritas Badan Konsultasi Islam (7199); Bab VII Dewan Perwakilan Daerah terdiri dari 7 ayat (100-106); Bab VIII Pimpinan dan Kepemimpinan Dewan Daerah terdiri dari 6 ayat (107-112); Bab IX Kekuasaan Eksekutif, terdiri dari 39 ayat yang terbagi ke dalam dari 3 bagian: pertama tentang persiden (113-132); kedua presiden dan menteri (113-142), tiga tentang Angkatan Perang dan Pasukan Pengawal revolusi (133-151); Bab X Kebijakan Luar Negeri; Bab XI Lembaga Peradilan; Bab XII Radio dan Televisi; Bab XIII Dewan Agung Keamanan Nasional; dan Bab XIV Perubahan Undang-Undang. 37 Chehabi, H.E. Iranian Politics and Religious Modernism. Ithaca, N.Y., 1990. Penyelidikan mengenai kemunculan pemikiran Syi’ah liberal pada akhir periode Pahlavi, dengan fokus pada Gerakan Pembebasan Iran
  • 25. 25 semua lembaga penting negara, seperti lembaga yudikatif, dengan pengadilanpengadilan revolusionernya, baik sipil maupun militer. Dengan menggunakan institusi-institusi tersebut, ditambah komiteh (komisi revolusioner), milisi religius yang dikenal sebagai Sipâh-i Pas-darân-i Inqilâb-i Islâmi, organisasi semi pemerintah yang dikenal sebagai bunyad (yayasan), komunitas ulama pejuang, dan berbagai organisasi rakyat, serta pemerintah menumpas para pengecam. Beberapa kelompok gerilya, yang mengharapkan imbalan jasa dan bagian kekuasaan atas peran mereka selama revolusi. Pertama-tama, rezim secara bertahap beraksi melalui tindakan administratif yang dirancang untuk menghalangi mereka mengakses media, dan mendorong Hizbullâh untuk menyerang pusat-pusat pertahanan dan perbekalan mereka. Kemudian, digunakanlah cara-cara kasar, seperti penyerangan bersenjata, penahanan, penyiksaan, dan eksekusi. Di antaranya adalah ulama-ulama terkenal yang menderita kare-na pertumpahan darah dan kekerasan, Ulama-ulama senior ini diancam, dikenai tahanan rumah, dan dalam satu kasus, diadili karena berkhianat dan “dipecat”, meskipun tidak ada mekanisme pemecatan ulama dalam Islam38. Di tengah semua itu, Irak menginvasi Iran pada September 1980 de-ngan tujuan menumbangkan Khomeini, namun justru menggalang dukungan rakyat Iran untuk Khomeini. Sepuluh bulan kemudian, ketika bentrok dengan rezim, kelompok gerilya utama, Mujâhidin Khalq, mulai membantai ulama-ulama penting di pemerintahan. Banyak pemimpin puncak, seperti Bihisyti, terbunuh, yang berakibat rezim melancarkan pembalasan, fase paling berdarah-nya berlangsung sekitar satu setengah tahun39. Meskipun yang menang kecen-derungan ulama sentral, yang mengklaim dirinya sebagai maktab (setia kepada garis doktrin yang benar), perpecahan masih terus mengotak-ngotak kelompok penguasa. Meskipun umumnya mereka bersatu dalam isu-isu kebudayaan, dalam masalah ekonomi terjadi faksionalisme. Kunci pengotakan ini adalah kepemilikan harta, nasionalisasi perdagangan, dan land reform. Kendatipun Ayatullah Khomeini dan para penerusnya melakukan segala upaya guna melo-loskan perundangundangan final tentangnya, namun masalah-masalah ini tetap tidak terpecahkan. 38 Bakhash, Shaul. The Reign of the Ayatullahs. Ed. rev. New York, 1990. Sejarah politik tahuntahun awal Republik Islam. 39 Bakhash, Shaul. The Reign of the Ayatullahs. Ed. rev. New York, 1990. Sejarah politik tahuntahun awal Republik Islam.
  • 26. 26 Perselisihan sengit berlangsung di kalangan para pejabat Negara dan pemerintahan mengenai peran negara dalam ekonomi. Kembali kepada AlQuran tidak menyelesaikan perseli-sihan ini karena Al-Quran sendiri terbuka bagi berbagai penafsiran. Semula tidak banyak yang mengira bahwa kekuasaan ulama akan terus bertahan. Akan tetapi, dengan perjalanan waktu, rezim mengkonsolidasikan kekuasaannya secara sistemik, dimulai dengan penyelenggarakan pemilihan presiden dan parlemen. Perang melawan Irak ternyata amat merugikan pemerintah. Namun, Ayatullah Khomeini dan para pendukungnya menganggap perlu untuk terus berperang demi mempertahankan ke-kuasaan, suatu yang lebih banyak keuntungannya daripada biayanya. Untuk mempertahankan kesetiaan dukungan teras intinya, kaum miskin kota, pemilik toko eceran, tukang, pedagang kecil, pekerja dan pengusaha bebas, rezim memberi mereka kupon ransum dan layanan lain. Rezim juga memelihara kesinambungan arus kritik terhadap tahajum-i farhangi (imperialisme kultural) Barat. Para konsti-tuensi ini percaya bahwa identitas mereka tengah diserang oleh hal-hal seperti film Holywood, musik rock, pacaran, dan pakaian Barat. Pada Juli 1988, pemerintah memaklumkan diterimanya Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 598 Tahun 1987, yang mendesak dihentikannya Perang Irak-Iran. Walaupun gencatan senjata diharapkan diikuti dengan tukar-menukar tawanan perang, penarikan tentara ke belakang batas internasional yang ada, dan penyelidikan siapa yang bertanggung jawab memulai perang, langkahlangkah tersebut belum dituntaskan, bahkan sebagian masih ada belum dimulai. Selama sepuluh tahun sejak revolusi hingga kematian Khomeini pada 3 Juni 1989, pemerintahan baru berupaya keras menciptakan stabilitas negara. Kendatipun terus terjadi pertikaian antar faksi polirik secara umum transisi politik internal berjalan damai. Kekuasaan komiteh dan penerusnya, Sipâh-i Pasdarân-i inqilâb-i Islâmi, menimbulkan kekhawatiran publik. Kelompok kelompok ini terus menerapkan moralitas Islam yang bersifat kasar, namun cukup efektif untuk menjaga perdamaian. Mereka yang dipandang melanggar kesopanan dan moralitas, dan juga para pengikut rezim sebelumnya, diburu dan ditangkap di jalanan dan diajukan ke hadapan hakim Islam. Banyak yang dieksekusi atau dipen-jara. Akhirnya, tindakan barisan siap siaga ini dibatasi ketika mereka diarahkan kembali untuk berperang melawan Irak (September 1980 -Juli 1988).
  • 27. 27 Pemerintah baru masih terus memusuhi Amerika Serikat sembari meningkatkan hubungannya dengan sebagian besar bangsa di dunia. Pada Juni 1989, Ayatullah Khomeini wafat, dan sebulan kemudian dilakukan amandemen konstitusional untuk menghapus jabatan perdana menteri. ‘Ali Akbar Hâsyimi Rafsanjâni terpilih menjadi presiden, sedangkan `Ali Khamene’i terpilih menggantikan Khomeini sebagai rahbar (pemimpin revolusi). Akan tetapi, karena dia bukan seorang ayatullah, pemerintah sulit mengklaim bahwa `Ali Khamene’i memenuhi syarat un-tuk berperan sebagai faqih. Oleh karena itu, diajukanlah argumen tentang mengapa pemimpin tidak harus seorang marja’ al-taqid, yaitu de-ngan menyatakan bahwa seorang marja’ al-taqlid cenderung menjadi administrator yang tidak cakap, sesuatu yang tidak dapat dikehendaki oleh revolusi. Pers berkampanye agar `Ali Khamene’i diakui sebagai Ayat Allah ‘uzhma (ayatullah agung) meskipun usulan tersebut segera dihentikan dan tetap dengan sebutan ayatullah. Pada akhir 1993, pemimpin cabang pengadilan pemerintah, Ayatullah Muhammad Yazdi, kembali berupa-ya agar Khamene’i diakui sebagai marja’al-taqlid terutama setelah tiga orang ayatullah besar meninggal, yaitu: Abu Al-Qâsim Khü’i, Syihâb al-Din Mar’asyi Najafi, dan Muhammad Ridhâ Gulpaigâni. Iran secara resmi tetap bersikap netral dalam Perang Teluk 1991 meskipun tidak mau mengembalikan pesawat terbang Irak yang terbang ke Iran agar tak dihancurkan oleh pasukan koalisi. Akan tetapi, Teheran tidak mence-gah penyelundupan di perbatasan Iran-Irak kendatipun resolusi PBB mengem-bargo perdagangan dengan Irak. Perbatasan ini terkenal kebal terhadap upaya penghentian pelintasan batas ini, betapapun besarnya upaya itu. Hubungan Republik Islam Iran dengan sebagian besar negara Arab tetap dingin, dan dengan Mesir, khususnya, buruk. Pemerintah Mesir dan Aljazair, dan juga Washington, menuduh Teheran melatih kaum Islam radikal dari Sudan, Aljazair, dan Mesir dalam perang gerilya, dengan tujuan menggu-lingkan pemerintahan yang oleh kaum radikal dinilai sebagai pemerintahan tak islami dan menggantinya dengan rezim gaya Iran. Pada akhir 1993, di Parlemen muncul usulan untuk mengupayakan pemulihan hubungan dengan Arnerika Serikat. Bahkan, Ali Rafsanjâni, selaku presiden saat itu menyadari bahwa banyak mesin dan prasarana ekonomi peninggalan monarki adalah buatan Amerika, menyerukan hu-bungan ekonomi
  • 28. 28 terbatas dengan Amerika Serikat. Sementara itu, pada 1992 - 1993 hubungan dagang dengan negara-negara Eropa merosot tajam karena pihak Iran gagal membayar kredit dan pinjaman. Dengan demikian, hubungan Teheran dengan Barat masih bermasalah. I. Wilyah al-Faqih Konsep wiläyah digunakan untuk menjelaskan arti kekuasaan atau otoritas yang ditentukan dan diberikan Allah. Otoritas dalam hal kepemim-pinan sosial, politik dan pemerintahan. Sedangkan konsep faqih diguna-kan untuk menunjuk orang muslim yang sudah mencapai tingkat tertentu da-lam ilmu dan kesalehan. Secara terminologis, wilayah al-faqih adalah kekuasaan dan otoritas yang terletak di tangan orang muslim yang telah sampai ke tingkat tertentu dalam pemahaman, pengamalan dan penghayatan ajaran Islam. Menurut Syi`ah Isna `Asyariyah, kepemimpinan tertinggi berada di tangan Allah SWT, kemudian pada para nabi. Setelah Nabi Muhammad SAW (nabi terakhir) meninggal dunia, kepemimpinan dipegang oleh para imam yang mendapat wasiat dari Nabi SAW. Para imam tersebut berjumlah dua belas, yaitu: 1) Imam Ali bin Abi Talib (603-661); 2) Hasan bin Ali bin Abi Talib (624669); 3) Husein bin Ali bin Abi Talib (626-680); 4) Ali bin Husein bin All bin Abi Talib (657-714); 5) Muhammad al-Baqir (677-732); 6) Ja’far as-Sadiq (699-765); 7) Musa al-Kazim (745-799); 8) Ali ar-Rida (w. 818); 9) Muhammad al-Jawad (w. 835); 10) Ali a1-Hadi (w. 868); 11) Hasan al-Askari (w. 874); dan 12) Muhammad al-Muntazar (w. 878). Imam terakhir, yang disebut juga imam Mahdi menghilang sekitar tahun 874. Setelah ia meng-hilang, kepemimpinannya diteruskan oleh empat orang pengganti (naib), yaitu 1) Abu Amr Utsman ibn Sa`id al-Amri; 2) Abu Jafar Muhammad bin Utsman ibn Sa`id al-Amri; 3) Abu Qasim al-Husain bin Ruh al-Naubakhti; dan 4) Abu al-Hasan Ali bin Muhammad al-Samri. Masa berperannya para pengganti imam ini disebut gaib al-shugra (kegaiban kecil), sedangkan berakhirnya kepe-mimpinan para pengganti imam sampai datangnya kembali Imam Mahdi di akhir zaman disebut gaib al-kubrä (kegaiban besar). Pada masa gaib al-kubra ini kepemimpinan dilanjutkan oleh para fakih. Para fakih berkewajiban mem-bimbing umat setelah berakhirnya ‘imamah. Perbedaan fakih dan imam adalah bahwa fakih tidak memiliki sifat ismah (terpelihara dari dosa).
  • 29. 29 Perkembangan pemikiran mengenai konsep wilayah faqih dapat dilihat dalam empat periode: Periode Pertama, era Dinasti Buwaihi (945-1055). Pada periode ini kesinambungan struktur sosial keagamaan umat Imamiah dikukuhkan oleh lembaga perwakilan imam, bukan oleh sultan Buwaihi yang membolehkan khalifah Suni terus berlangsung. Perwakilan menjadi semacam kepercayaan imam gaib yang dapat mengemban fungsi-fungsi keagamaan dan keduniaan. Seandainya imam itu ada, tentu fungsi-fungsi ini akan diembannya atau dilimpahkannya kepada seseorang yang merniliki persyaratan untuk mewakilinya, seperti khalifah al-imãm. Maka para wakil diberi kuasa untuk mengemban fungsi-fungsi yang mengandung fungsi teologiko-politik, sebagai imam berpotensi untuk rnenjadi sultan al-zaman demi kepentingan umat syi`ah. Periode Kedua, era pasca-Saljuk dan Ilkhan (abad ke 12-14). Pada periode ini fakta tentang otoritas perwakilan lebih dikonkretkan lagi dengan menyatakan bahwa yang berhak mengemban otoritas untuk memutuskan perkara apa pun yang berkaitan dengannya adalah fakih yang memenuhi syarat. Pada periode ini reputasi kadi semacam membaik di dunia Islam. Dalam Syiah peradilan (al-Qadha) merupakan aspek paling mendasar dari tumbuhnya kekuasaan politik para fakih yang dalam posisi mereka sebagai yang berhak memutuskan perkara, dipandang sebagai pelindung umat dari perilaku ketidakadilan penguasa. Kesewenang-wenangan penguasa menuntut para faqih untuk berperan. Periode Ketiga, era Dinasti Safawi (1501-1786). Pada periode ini, fakih di kalangan umat imamiah dapat mengemban otoritas yang sama dengan otoritas sulthan di Islam Suni, yang menduduki posisi uli al-amr dalam islam suni. Periode Keempat, era Dinasti Qajar sampai Republik Islam Iran (akhir abad ke-18 hingga awal ahad ke-20). Selama peniode ini, posisi faqih tersentralisasi dan dilembagakan dalam posisi marja` taqlid (otoritas yang yang wajib diikuti oleh umat Islam syi`ah karena ia adalah kepemimpinan keagamaan). Setelah melihat ketidakmampuan penguasa untuk menegakkan keadilan, otoritas umum faqih mulai dilihat sebagai pemimpin alternatif yang dapat menggantikan pemerintahan yang korup dan yang dapat memenuhi fungsi sulthan yang adil. Konsep wilayah al-faqih berbeda dengan konsep wilayah al-imam karena wilayah
  • 30. 30 al-faqih memerlukan pengakuan ummat sedangkan wilayah al-imam tidak memerlukannya karena merupakan jabatan yang diberikan Allah SWT. Republik Islam Iran merupakan satu-satunya perwujudan Negara Islam Syi`ah kontemporer yang berdasarkan konsep wilayah al-faqih. Sejak terjadi revolusi 1979, kondisi politik Iran berubah, yaitu berpadunya urusan agama dengan urusan politik. Sejak itu pula, tepatnya bulan September 1979, kekuasaan pemerintah dipegang oleh kaum ulama berdasarkan konstitusi yang berprinsip pada konsep wilayah al-faqih tersebut. Prinsip wilayah al-faqih ini secara eksplisit dijelaskan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1979 yang merupakan konsep dasar pemerintahan Islam berdasarkan wilayah al-faqih sebagai yang digagas oleh Ayatullah Ruhullah Khomeini (1900-1989). Atas dasar prinsip Kekuasaan pemerintah dan kepemimpinan yang terus-menerus, maka undang-undang dasar harus mempersiapkan lahan bagi terwu-judnya kepemimpinan seorang faqih yang memenuhi persyaratan dan diakui sebagai pemimpin oleh rakyat. Ayatullah Ruhullah Khomeini menghendaki agar kekuasaan dalam pemerintahan Republik Islam Iran dipegang oleh seorang faqih yang diidentifikasi dengan pemimpin (rahbar) yang memegang kekuasaan tertinggi Negara. Penunjukkan pemimpin, setelah Ayatullah Ruhullah Khomeini meninggal, berdasar pada pengangkatan yang dilaksanakan oleh dewan ahli yang dipilih oleh rakyat. Seorang faqih harus mengetahui semua ketentuan atau hokum Allah, mampu melihar perbedaan antara sunnah yang shahih dan yang palsu, yang mutlak dan yang muqayyad, serta yang umum dan yang khusus. Ia juga harus mampu menggunakan akalnya membedakan hadits dari yang lain-lainya, membedakan situasi taqiyyah (menyembunyikan identitas) dari situasi lainnya, serta memahami criteria yang telah ditetapkan. Seorang faqih juga harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan: (1) faqahah (intelktualitas), yaitu mencapai derajat rnujtahid mutlak yang mampu melakukan istinbãt al-ahkam dari sumber-sumbernya; (2)`adalah (moralitas), yaitu memperlihatkan kepribadian yang luhur dan bersih dari sifat-sifat yang buruk; dan (3) kafa`ah, yaitu memiliki kemampuan untuk memimpin umat, menge-tahui ilmu yang berkaitan dengan pungaturan masyarakat, cerdas, dan matang secara kejiwaan dan kerohaniannya.
  • 31. 31 Selanjutnya, Konstitusi Republik Islam Iran dalam pasal 109 menyata-kan syarat syarat faqih sebagai berikut: (1) berilmu dan bertakwa, merupakan dua hal yang dituntut untuk fungsi-fungsi mufti dan marja`; dan (2) memiliki kebe-ranian, kemampuan,kekuatan sosial dan politik, serta memiliki kemam-puan mengatur yang diperlukan oleh seorang pernimpin. Jika tidak seorang fakih pun mampu memenuhi syarat-syarat tersebut, maka dibentuklah majelis fukaha. Hal ini terlihat dalam pasal 5 Konstitusi Republik Islam Iran, yaitu: “Selama gaibnya imam zaman (Imam Mahdi), pemerintahan dan kepemim-pinan bangsa berpindah kepada faqih yang adil dan taqwa, mengenali keadaan masanya, berani, pandai, memiliki kemampuan administiasi, dan diakui serta diterima sebagai pemimpin oleh mayoritas rakyat. Pemimpin atau dewan kepe-mimpinan yang terdiri atas para fakih yang memiliki persyaratan tersebut mengemban tanggung jawab ini. Bagi Syiah Imamiah, tugas para fakih amat berat, tetapi mulia. Mereka harus menjadi seorang intelektual yang bermoral tinggi, pemimpin politik, pelindung umat, dan bahkan pemimpin militer. Adapun tugas-tugas mereka adalah sebagai: Pertama, al-mal al-fikr; ia harus mengembangkan berbagai pemikiran sebagai rujukan umat dengan mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, penelitian, penerbitan dan perpustakaan. Untuk itu, ia harus berusaha untuk melakukan penyusunan/penerbitan buku-buku yang berguna bagi masyarakat yang meliputi al-Quran, Hadits, `aqidah, fikih, ushul fikih dan ilmu-ilmu `aqliyah seperti matematika, biologi, kimia dan fisika. Kedua, al-marja`, ia harus menjadi tempat rujukan dan bertugas untuk membimbing pemahaman, pelaksanaan dan penghayatan ajaran agama serta memberikan penjelasan hal-hal yang halal dan yang haram serta mengeluarkan fatwa tentang berbagai hal yang berkenaan dengan hukum Islam. Ketiga, pemersatu umat melalui komunikasi, ia harus dekat dengan umat yang dibimbingnya, tidak boleh terpisah dan membentuk kelas elit; akses pada umat diperolehnya melalui hubungan langsung, mengirim wakil-wakil ke setiap daerah secara permanent atau menyampaikan khotbah; Keempat, penegak syi`ar Islam, ia harus memelihara, melestarikan dan menegakkan berbagai manifestasi ajaran Islam; hal ini dapat dilakukan dengan membangun masjid, meramaikannya, dan menghidupkan ruh Islam di dalam-
  • 32. 32 nya. antara lain dengan menyemarakkan upacara-upacara keagamaan serta memasyarakatkan maknanya dalam kehidupan aktual dan rnenghidupkan sunah Rasulullah SAW sambil rnenghilangkan bid`ah-bid`ah jahiliah; Kelima, pembela hak-hak umat: ia harus tampil membela kepentingan umat apabila hak mereka dirampas, dan harus berjuang meringankan beban penderitaan rnereka serta melapaskan belenggu yang memasung kebebasan mereka; dan Keenam, pejuang melawan musuh Islam: ulama atau fakih adalah mujahidin yang siap menghadapi lawan-lawan Islam, bukan saja dengan “pena dan lidah, tetapi juga dengan “tangan dan dada”, selalu mencari asy-syahadah sebagai bukti dari komitmen totalnya terhadap Islam. Semua fakih Syiah adalah mujtahid, sesuai dengan konep ijtihad yang dianutnya. Semula dalam Islam syi`ah, konsep “ijtihad” ini tidak digunakan bahkan ditolak dan ditentang karena pengertian pada waktu itu sama dengan dengan konsep ijtihad dalam fikih Suni yang dapat dijadikan salah satu sumber hokum. Dalam pandangan Syi`ah, ijtihad bukanlah sumber hukum melainkan keputusan imamlah yang menjadi sumber hokum setalah al-Quran dan alSunnah. Akan tetapi mengingat konsep ijtihad tersebut berkembang dan imam pun menjadi ghaib, akhirnya konsep ijtihad mereka gunakan dan berkembang pesat di Islam Syi`i. Konsep ijtihad dikembangkan pengertiannya menjadi suatu upaya yang sungguh-sungguh untuk menemukan hokum syari`ah dari sumber dan dalil-dalil syar`i yang sah. Dalam hal ini, ijtihad berarti proses deduksi yang dilakukan oleh seorang faqih untuk menemukan hokum satu masalah dari sumbernya yang sah. Ijtihad dalam pengertian semacam ini, diakui dan diterima oleh Syi`ah Imamiyah. Konsep ijtihad yang baru pun masih terus mengalami transformasi dan perkembangan. Najm al-din Ja`far ibn Hasan al-Muhaqqiq al-Hilli (w. 1277), seorang tokoh sufi membatasi hanya pada bidang operasionalisasi deduksi yang tidak didasarkan pada makna literal (tekstual). Setiap tindakan yang tidak didasarkan pada makna tekstual, maka disebutlah ijtihad. Kemudian cakupan ijtihad mengembang lagi dan meliputi suatu proses deduksi suatu hokum dari makna tekstual. Hal ini disadari oleh ulama ushul fikih bahwa proses deduksi dari suatu hokum dari makna tekstual memerlukan banyak usaha dan kerja intelektual untuk mencapai makna dan batasan yang tepat dan akurat. Dalam
  • 33. 33 perkembangan baru, konsep ijtihad ini meliputi semua proses deduksi. Terangkum dalam pengertian ijtihad adalah setiap upaya yang dilakukan seorang faqih dalam menentukan pandangan praktis syari`ah, baik dengan menetapkan bukti-bukti bagi hokum syari`ah maupun dengan mendefinisikan pandangan praktis itu secara langsung. Sehubungan dengan konsep ijtihad tersebut, di kalangan para fakih Syiah muncul dua aliran pemikiran: aliran tradisional (akhbari atau muhad-dits) dan aliran rasionalis (usuli). Aliran tradisionalis menolak dan menentang ijtihad bahkan mengecam dan mengutuk ilmu usul fikih. Kata “ijtihad” membuat mereka takut lantaran sermula berarti ”sumher hokum” yang dise-rang dan dikritik habis oleh ahlulbait. Oleh karena itu, mereka melarang berijtihad. Akan tetapi, aliran rasiolis mernpertahankan dan terus mengem-bangkan ijtihad. Para fakih yang rasionalis ini dalarn mengembangkan ijtihad mengenut doktrin tashwib (mushwawibat), yaitu bahwa semua mujtahid yang saling berbeda pendapat adalah benar, karena Allah SWT tidak menetapkan hukum umum yang pasti dalam bidang-bidang yang memerlukan ijtihad; yakni ketika teks al-Qur’an dan Sunah tidak memadai. Keputusan didasarkan pada estimasi atau perkiraan mujtahid. Ayatollah Ruhollah Khomeini (1900-1989) berhasil meraih kekuasaan di Iran melalui revolusi 1979. Teorinya mengenai pemerintahan oleh fakih atau ulama (velayat-i faqih) adalah inti pemikirannya tentang negara Islam. Dalam pandangan Khomeini seorang ulama dapat menjadi pemegang otoritas legal tertinggi. Ini berbeda dengan pandangan tradisional dalam Syiah yang memberikan kepemimpinan dan otoritas kepada kelompok ulama dan pengu-asa politik seperti syah selama Imam Mahdi cmi selama Imam Mahdi belum muncul. Menurut Khomeini, seorang fakih yang memegang kendali pemerin-tahan akan menjalankan tugasnya sebagaimana halnya Rasulullah SAW memimpin generasi awal umat Islam. Selaras dengan mi, fakih tersebut memi-liki kekuasaan yang sama besarnya dengan kekuasaan yang dimiliki Rasulullah SAW. Karena sifat baik yang dimiliki, fakih tidak akan bertindak berlawanan dengan ajaran syariat, atau mendominasi rakyat tanpa memperhatikan perin-tah Tuhan. Seorang fakih adalah penguasa yang seperti halnya nabi dan imam, adalah pelaksana perintah dan kehendak Tuhan. Walaupun demikian, seorang fakih tidaklah sama statusnya dengan nabi atau imam.
  • 34. 34 Menurut Khomeini, pemerintahan oleh fakih merupakan ketentuan syariat. Karenanya, setelah Revolusi Iran. prinsip vilayet-i faqih dimasukkan ke dalam konstitusi Republik Islam Iran dan menjadi unsur keagamaan terpenting di dalamnya. Akan tetapi. konstitusi hanya menyebut syariat sebagai salah satu sumber legislasi. Selain itu, kehadiran lemhaga parlemen yang diberi wewenang legislatif yang kuat mengisyaratkan bahwa syaniat bukan sistem hukum yang siap pakai. Fakih dalam hal ini imam Khomeini. juga memiliki kekuasaan legislatif selain eksekutif. Kekuasaan legislatifnya bersumber dan kedudukan-nya sebagai rnujtahid tertinggi yang memiliki wewenang terbesar di bidang penafsiran terhadap sumber hukum. Selanjutnya. kekuasaan Khomeini sema-kin lama semakin besar. Pada akhir tahun 1997 dan awal 1988, Khomeini melalui fatwanya menyetujui amandemen konstitusi yang membolehkan Negara mengabaikan ketentuan syari`at jika hal itu selaras dengan kelang-sungan hidup Negara dan kepentingan masyarakat (maslahat) sebagaimana ditafsirkan pemerintah sendiri. Latar belakang peristiwa ini adalah kebutuhan konstitusional yang disebabkan oleh pertarungan kekuasaan antara parlemen dan pemerintah. Bagi Khomeini pemerintahan adalah bagian dari ajaran agama yang paling utama, yang mengalahkan ajaran lain yang bersifat skunder, termasuk di dalamnya shalat, puasa dan haji. Penguasa dapat menutup masjid atau sekalian meruntuhkannya jika dinilai menjadi sumber bahaya. Pemerintah memiliki hak dan kekuasaan untuk secara sepihak mengabaikan ketentuan syariat apabila dianggap bertentangan dengan kepentingan atau kemaslahatan negara dan Islam. Pemerintah dapat melarang ibadah haji untuk sementara apabila pelaksanaannya bertentangan dengan kepentingan negeri Islam. Keputusan ini memperkuat otoritas dan dominasi negara atas masyarakat, Selain itu, ketetapan yang sama juga membalik rasio din-daulah; yakni, semula agama menjaga dan memelihara syariat, dapat berubah menjadi syari`at yang memperkuat dan melindungi negara. Setelah Khomeini wafat (1989), kekuasaan fakih berkurang karena tidak ada yang memiliki kekuasaan dan pengaruh setara dengan Khomeini, karena amandemen konstitusi dan berbagai perkem-bangan politik Iran pasca-Khomeini.
  • 35. 35
  • 36. 36 DAFTAR PUSTAKA Abrahamian, Ervand. Iran between Two Revolutions. Princeton, 1982. Algar, Hamid. Religion and State in Iran, 1785—1906. Berkeley, 1969. Akhavi, Shahrough. “The Clergy`s Concepts of Rule in Egypt and Iran,” The Annal, AAPSS, 524, 92-102, November, 1992. Avery, Peter, et al., peny. The Cambridge History of Iran, jil. 7. From Nadir Shah to the Islamic Republic. Cambridge, 1991. Arjomand, Said Amir. The Shadow of God and the Hidden Imam. Chicago and London, 1984. Bayat, Mangol. Iran’s Ficst Revolution: Sh’ism and the Constitu tional Revolution of 1905-1909. New York, 1991. Bakhash, Shaul. The Reign of the Ayatullahs. Ed. rev. New York, 1990. Bill, James A., dan William Roger Louis, peny. Musaddiq, Iranian Nationalism, and Oil. Austin, 1988. Browne, Edward G. The Persian Revolution of 1905—1909. Cam bridge, 1910. Chehabi, H.E. Iranian Politics and Religious Modernism. Ithaca, N.Y., 1990. Cottam, Richard W. Nationalism in Iran. Ed. rev. Pittsburgh, 1979. Dabashi, Hamid. Theology of Discontent. New York, 1993.Keddie, Nikki R. Iran: Religion, Politics, and Society. London, 1980. Goodell, Grace. The Elementary Forms of Political Life. London dan New York, 1986. Cottam, Richard W. Nationalism in Iran. Ed. rev. Pittsburgh, 1979. Halliday, Fred. Iran: Dictatorship and Devclopnsent. Ed. ke-2. Balti more, 1979. Hooglund, Eric J. Land and Revolution in Iran, 1960 - 1980. Austin, 1982. Keddie, Nikki R. Iran: Religion, Politics, and Society. London, 1980. Lambton, Ann K.S., peny. Qajar Persia: Eleven Studies. Austin, 1988. Martin, Vanessa. Islam and Modernism: The Iranian Revolution of 1966. London, 1989. Parsa, Misagh. Social Origins of Iranian Revolution. New Brunswick, N.J., 1989. Zonis, Marvin. Majestic Failure. Chicago, 1991. www.oefre.unibe.ch/icl.