1. LAPORAN PENELITIAN KONSEP DIRI
PADA KESENJANGAN SOSIAL di KALANGAN PELAJAR
Laporan ini di susun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
APTL I
Sesya Dias Mumpuni M.Pd
Mukhamad Arif Rizqi
1114500026
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL
2016
2. KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikumWr. Wb.
Pertama – tama mari kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga dapat mengerjakan tugas
inin dengan lancer dan baik.
Kedua kalinya Sholawat dan Salam tetap tercurahkan kepada junjungan
kita Nabi Muhammad SAW. Tidak lupa ucapan terimakasih terhadap dosen
Pengampu dan teman mahasiswa yang telah membantu dalam proses
pengerjaannya.
Yang terakhir semoga Riset ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
memberikan pengetahuan baru tentang isinya. Kami membutuhkan saran dan
kritik yang membangun agar dalam pembuatan riset selanjutnya lebih baik lagi.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikumWr.Wb
Tegal, 15 Juni 2016
Penulis
3. BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Berbagai peristiwa tentang kesenjangan sosial pada jaman sekarang
sepertinya sudah tidak asing lagi terdengarr ditelinga kita, karena di lihat
dari kenyataannya banyak yang terjadi bahwa anak - anak ( pelajar ) dari
orang tua yang berpendidikan tinggi ataupun anak dari kalangan pejabat,
mengejek anak orang miskin tetapi mereka kebanyakan tidak memberikan
contoh yang baik bahwa mereka sendiri adalah keturunan atau bangsawan
orang yang berpendidikan lebih tinggi atau bisa dikatakan sebagai panutan
atau percontohan dari orang yang diawahnya. Bahkan sering kali mereka
melakukan perbuatan atau tindakan yang terduga sebelumnya, seperti
Tawuran, Perkelahian dan perasaan kecemasan, rasa takut yang ada pada
diri individu yang mengakibatkang kurang percaya diri di dalam jiwa diri
individu. Tidak hanya dilakukan oleh anak saja tetap orang tuannya juga
yang dikatakan orang baik bermaartabat, orang yang dicontoh., polisi,artis
dll yang notabenya mereka adalah orang baik, orang yang menjadi
panutan, orang yang di contoh terkadang mereka pula melakukan
perbuatan yang tidak selayaknya dilakukan orang bermartabat hanya krena
membela sang anak.
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana deskripsi mengenai fenomena yang terjadi tentang KONSEP
DIRI KESENJANGAN SOSIAL Di KALANGAN PELAJAR
C. TUJUAN
Mengetahui deskripsi mengenai fenomena yang terjadi tentang KONSEP
DIRI KESENJANGAN SOSIAL Di KALANGAN PELAJAR
4. BAB II
KAJIAN TEORI
I. DEFINISI VARIABEL / DESKRIPSI TEORITIK
Ketika melakukan penelitian dan kesimpulan atau hasilnya dijadikan
sebuah laporan menggunakan berbagai referensi dan teori yang digunakan atau
yang sesuai. Tetapi laporan kali ini penulisan menggunakan buku referensi dan
teori dari buku GERALD COREY ( 2009 ) karena referensi dan teori dalam
pengaplikasiannya sesuai dengan materi yang dibahas.
Dalam hal ini menerangkan bahwa konseli itu yang berperan
aktif bukan konselor, jika ada suatu masalah yang sedang diderita oleh
konseli, konseli tersebut di usahakan mempunyai solusi untuk
mengatasinya sendiri agar biisa mandiri, berkembang pemikirannya
dan tidak selalu bergantung pada konselor. Konselor dalam hal ini
Menurut Rogers yang dikutip oleh Gerald Corey menyebutkan bahwa terapi
client centered merupakan teknik konseling dimana yang paling berperan
adalah klien sendiri, klien dibiarkan untuk menemukan solusi mereka sendiri
terhadap masalah yang tengah mereka hadapi. Hal ini memberikan pengertian
bahwa klien dipandang sebagai partner dan konselor hanya sebagai pendorong
dan pencipta situasi yang memungkinkan klien untuk bisa berkembang sendiri.
http://punyamellya.blogspot.co.id/2014/12/model-pelaksanaan-pendekatan-
client.html
5. mempunyai tugas memberikan pengarahan kepada konseli. Hal ini
sesuai dengan pernyataan yang ada di buku Gerald Corey.
II. PENELITIAN TERDAHULU
Dalam penyusunan laporan tersebut penulis juga menggunakan referensi
tambahan dari sumber atau materi lain misalnya dari jurnal nasional bahkan dari
jurnal internasional yang ada kaitannya dengan tema yang sedang dibahas.
Confidence is learned, it is not inherited. If you lack confidence, it probably
means that, as a child, you were criticized, undermined, or suffered an explicable
tragic loss, for which you either blamed yourself or were blamed by others. A
lack of confidence isn‟t necessarily permanent but it can be if it isn‟t addressed.
Our religion, the influence of the culture which formed our perspectives, our
gender, social class and our parents, in particular, are all factors which influence
and contribute to our level of confidence
http://www.ijmra.us/project%20doc/IJRSS_AUGUST2012/IJMRA-
RSS1379.pdf
Pada kenyataannya ada mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi dengan orang lain (komunikasi interpersonal), baik dalam proses
belajar dikelas maupun dalam suasana informal diluar kelas. Salah satu
kemungkinan besar yang menjadi penyebab terjadinya kesulitan komunikasi
interpersonal adalah adanya kecemasan diantaranya adalah rasa takut menerima
tanggapan atau penilaian negatif dari komunikan atau orang yang menerima pesan.
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=8&cad=rja
&uact=8&sqi=2&ved=0ahUKEwjxlu_07aLMAhVHbY4KHRuAAjAQFghQMAc
&url=http%3A%2F%2Fjurnal.ugm.ac.id%2Fjpsi%2Farticle%2Fview%2F7025%2
F5477&usg=AFQjCNESIhtwy437JJblRpbSXNsosFbNIg&sig2=Aw34z6GG2FCM
6Di-St7HEA&bvm=bv.119745492,d.dGY
6. Dan materi penambahan dari Jurnal yang dibahas di atas dapat di ambil
kesimpulan bahwa keyakinan itu sudah ada pada diri kita masing – masing,
terjadinya rasa kurang percaya diri tersebut muncul karena dipengaruh oleh
budaya yang membentuk perspektif, lingkungan dan juga adanya rasa kecemasan,
rasa takut dalam menerima tanggapan atau penilaian negatif dari orang lain.
Memang benar di saat individu sudah diselimuti rasa takut menerima penilaian
dari orang lain individu tersebut dengan sendirinya akan merasa kurang percaya
diri karena kurang mudahnya bergaul atupun bersosialisasi dengan orang banyak
tetapi jika individu sudah terbiasa bergaul dengan banyak orang maka dengan
sendirinya pula individu tersebut akan mempunyai keyakinan yang kuat ( percaya
diri ).
7. BAB III
METODE PENELITIAN
1) PENDEKATAN PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif study kasus, pengertian
dari Studi kasus diartikan sebagai metode atau strategi dalam penelitian untuk
mengungkap kasus tertentu. Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian
dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu
fenomena sosial dan masalah manusia yang berupa dari kalimat tertulis ataupun
lisan dari obyek yang kita amatai. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu
gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden,
dan melakukan studi pada situasi yang alami. Dan kenapa memilih penelitian
kualitatif ini agar memudahkan ketika penyampainnya dlam bentuk laporan, yang
didalamnya berisi data fakta yang terjadi di obyek yang kita amati pula sehinga
ketika dala penyampaiannya atau validasi datanya dapat diterima dan dipahami
oleh pembaca dan pendengar..
2) FOKUS PENELITIAN
Setelah melakukan penelitian tentang tema kesenjangan sosial di kalangan
pelajar, penulis mengetahui apa saja contoh yang ada didalamnya seperti
kecemasan dan rasa takut di dalam diri kita ( kurang percaya diri ), minder dan
yang lainnya. Dari itu semua penulis hanya menitikberatkan pada individu yang
mempunyai rasa kecemasan dan ketakutan yang tinggi mengakibatkan percaya
dirinya berkurang. Mengapa memilih tema ini, karena fenomena ini sesuai dengan
kondisi apa yang berada di sekolahan atau yang penulis temui ketika sedang
berkunjung sekolahan.
Dari hasil penelitian tentang Konsep Diri Pada Kesenjangan Sosial Di
Kalangan Pelajar , Permasalahan yang muncul dalam kasus ini adalah
tentang perasaan dan anggapan IN kepada teman – temannya yang
8. mengakibatkan IN tidak memiliki teman dan akhirnya nilainya turun
sehingga kebingungan apakah dirinya naik kelas atau tidak. Di lihat dari
pendekatan teori client centered, manusia pada dasarnya adalah penuh keyakinan,
baik, dapat dipercaya dan pada masa sekarang. Teori ini juga menerangkan bahwa
manusia yang dapat membentuk perasaan dan pola pikirnya sendiri sehinggaanya
diketahui dan dimengerti oleh IN sendiri. Berkaitan dengan kasus yang diderita
oleh IN, konselor memberikan arahan hendaknya IN melihat keadaan pada masa
sekarang dimana IN bersekolah dengan teman – temannya yang bukan berasal
dari desa tetapi anggap saja semuanya dari desa karena yang dicari adalah belajar
bukan harta, sehingga IN dapat melihat latar belakang temannya dengan positif
dalam arti sama semua seperti anak desa.
3) SUBJEK DAN LOKASI PENELITIAN
a) Identifikasi Konseli
Nama : IN
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Tegal, 23 Juli 2003
Alamat : Ds. Jatimulya Dk. Babakan 05/05
Kec. Lebaksiu Kab. Tegal
Bangsa : Indonesia
b) Keadaan Keluarga
Nama Ortu : Ayah : TH
Ibu : RH
Pekerjaan : Ayah : Wiraswasta
Ibu : Ibu Rumah Tangga
9. Jml Saudara : 1 Orang
Alamat : Ds. Jatimulya Dk. Babakan 05/05 Kec Lebaksiu Kab. Tegal
Sikap thp ortu : Baik
Sikap tdp saudara : Baik
Tingkat ekonomi : Sedang
c) Keadaan Sekolah
Sikap thp guru : Baik
Sikap thp teman : Minder ( kurang percaya diri )
Prestasi : Baik
Sesuai dari hasil pengamatan terhadap konseli yaitu IN, dari cara
berbicaranya dia sangat sopan, penampilannya juga rapi, islami serta sikap
terhadap gurunya juga baik Dalam pelajarannya IN adalah anak yang rajin, giat
dalam belajar tetapi IN mempunyai sikap kurang percaya diri ( minder ) ketika
bertemu dengan teman – temannya karena IN berasal dari keluarga miskin bukan
dari anak orang kaya . Sedangkan dilihat dari segi fisik IN termasuk anak yang
pendiam.
Dilihat dari latar belakang keluargannya yang baik, penampilannya yang
islami, ramah dan sopan santun. Semua keluarganya baik dan mudah bergaul
dengan lingkungannya yang kondusif pula.
Dengan hasil penelitian yang mengangkat tema konsep diri kesenjangan
sosial pada kalangan pelajar di tinjau dari pendekatan teori client centerd.
4) ALAT PENGUMPULAN DATA
Untuk mengetahui sejauh mana permasalahan konseli, di sisni dalam
pengumpulan datanya menggunakan wawancara. Agar mendapatkan informasi
10. lansung dari IN, maka secara tidak langsung dari instrumen wawancara ini dapat
melihat ekspresi wajah ketika IN sedang menyampaikan permasalahannya. Dan
untuk mendapatkan banyak informasi tentang permasalahan daripada IN sendiri
dengan mengajukan atau menanyakan beberapa pertanyaan yang supaya IN
dengan spontan atau reflek dapat menjawab dengan sepenuh hati untuk mencegah
rekayasa atau pengucapan yang bercanda dari konseli.
5) ANALISIS DATA
Untuk menganalisa data secara langsung atau mengumpulkan informasi
sebanyak agar mengetahui apakah permasalahan yang sedang dihadapi oleh IN
kenyataan, karena masalah ini cukup serius sebab bisa juga mempengaruhi masa
depan dari IN sendiri.
Analisis data dengan cara penelitian kualikatif study kasus, dalam
pelaporannya juga menggunakan Triangylasi sumber, yaitu membandingkan
informasi dari dua, tiga atau pun lebih daripada narasumber atau orang yang ada
disekitar lingkungan daripada IN sendiri agar dapat memberikan tentang
kebenaran informasi yang IN sedang hadapi sekarang, Dan di penelitian ini
menganalisa data dengan salah satu dari orang tua IN yaitu Ayahnya ( Ibunya )
dan juga menganalisa data atau mencari informasi dengan menanyakan salah satu
temannya dikelas.
11. TRIANGULASI DATA
Data1 dari Pihak Orang Tua Konseli :
Ayah IN : TH
Tempat,tanggal lahir : Tegal, 19 November 1976
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Ds. Jatimulya Dk. Babakan Rt.05 Rw.05 Kec.Lebaksiu
Kab. Tegal
Bangsa : WNI
Pendidikan Terakhir : MTs
Data 2 dari Pihak Teman daripada Konseli :
Teman : HN
Tempat,tanggal lahir : Jakarta, 2 Februari 2001
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Ds. Jatimulya Dk. Babakan Rt.04 Rw.05 Kec.Lebaksiu
Kab. Tegal
12. LAMPIRAN
a. Lampiran Wawancara Dengan Konseli
IN : Assalamua’alaikum,
Konselor : Wa’alaikumsalam,
IN : Permisi,, Bapak memanggil saya ?
Konselor : Iya IN,
Konselor : Gimana kabarnya IN sekeluarga dirumah, sehat ?
IN : Alhamdulillah sehat pak
Konselor : Begini IN, Bapak dapat laporan dari guru – guru
katanya kamu menurun dalam belajar ?
IN : Iya pak,, akhir – akhir ini nilai pelajaran saya dikelas
turun drastis, padahal saya sudah belajar dengan rajin
serta sesuai kemampuan saya, tetapi tetap saja nilai saya
turun pak ?
Konselor : Oh begitu masalahnya kamu IN ?
Apa kamu punya masalah sebelumnya IN ? entah dengan
teman atau bahkan dengan Guru kamu ?
IN : Hmmm..... ada pak,, saya di sini sudah tidak punya
teman pak
Konselor : Jadi itu toh masalahnya kamu ?
13. IN : Iya pak,,
Tapi saya sekarang juga bingung pak,,,
Konselor : Bingung kenapa lagi ?
IN : Saya sendiri kan dari anak kampung pak, sedangkan
teman – teman saya disini semuanya anak orang kaya
Konselor : Iya Bapak paham,, jadi intinya kamu merasa minder dan
kurang percaya diri terhadap teman kamu sendiri ?
IN : Iya pak, jadi saya sekarang merasa minder dan tidak
percaya diri lagi karena saya hanya anak orang miskin
dari desa yang diterima di sekolah favorit ini, sedangkan
teman – teman saya di sini adalah anak orang kaya ,,
Konselor : Jadi selama ini nilai kamu turun karena masalah ini ?
IN : Iya pak,,
Konselor : Terus rencana kamu untuk menindaklanjuti masalah ini
gimana ?
IN : Saya bingung pak,, dulu pernah punya pikiran ingin
keluar dan pindah sekolah di desa,, tetapi saya juga malu
dengan orang tua dan teman – teman saya di desa kalau
saya keluar dari sekolah ini, hal ini terus saya pikirkan
sampai – sampai saya tidak konsen saat belajar dan
nilainya jelek.
Konselor : Bagaimana dengan teman – teman dekat kamu ?
14. IN : Saya disini tidak punya teman baik pak,, saya lihat
teman –teman disini sombong dan egois. Saya pikir
mereka tidak mau berteman dengan anak desa seperti
saya ini, apakah saya pindah sekolah saja pak ?
Konselor : Di sekolah ini banyak teman dari latar belakang yang
berbeda – beda, yang dari keluarga pas – pasan jujur
mengakui latar belakangnya dan anak yang orang kaya
juga mau membantu, mungkin kamu merasa kalau
mereka sombong karena kamu belum dekatdengan
mereka saja. Apakah kamu udah pernah mencoba
berteman dengan mereka – mereka ?
IN : Belum pernah pak, iya sih pernah melihat ada teman
yang menlaktir yang lain di Kantin.
Konselor : Kamu disini tidak punya teman karena kamu tidak
mencoba bergaul dengan mereka IN. Nah,, Coba kalau
begitu mulai sekarang kamu mencoba dekat dengan
teman – teman kamu. Kamu bisa mulai dekat dengan HN,
dia juga seperti kamu dari desa juga. Tapi lihat dia juga
banyak temannya.
Iya mungkin akan terlihat sulit dan malu untuk memulai
itu,tapi jika kamu ingin berubah cobalah untuk
melakukan itu,
15. IN : Oya pak, makasih ya pak atas sarannya. Pak saya
permisi dulu karena jam pelajaran akan segera mulai,
saya harus masuk kelas
Konselor : iya sama - sama IN, kamu harus semangat ya
IN : Iya pak, Assalamu’alaikum
Konselor : Wa’alaikumsalam
Ketika berwawancara pada IN ( Konseli ) bisa dikatakan ia itu
sebagai anak yang sangat sopan dalam berbicaranya, penampilannya juga rapi,
islami serta sikap terhadap gurunya juga baik. Dalam pelajarannya IN adalah anak
yang rajin, giat dalam belajar tetapi IN mempunyai sikap kurang percaya diri (
minder ) ketika bertemu dengan teman – temannya karena IN berasal dari
keluarga miskin bukan dari anak orang kaya. Dan karena itulah akhirnya
belajarnya terganggu terus mendapatkan nilai yang jelek. Sedangkan dilihat dari
segi fisik IN termasuk anak yang pendiam.
Lampiran Wawancara Dengan HN
HN : Assalamua’alaikum,
Konselor : Wa’alaikumsalam,
HN : Permisi,, Bapak memanggil saya ?
Konselor : Iya HN, silahkan duduk mba.
HN : Ada apa yah Bapak memanggil saya ?
Konselor : Begini HN, kamu kenal yang namanya IN
HN : iya pak, Itu temen satu kelas saya
16. Konselor : Apakah kamu mengenal latar belakang keluarga IN ?
HN : Kenal pak, kebetulan dia juga rumahnya dekat dengan
saya tangga desa.
Konselor : jadi kamu paham betul kan latar belakang dan
kehidupan sehari –harinya.
HN : Iya pak,, Dia anak yang rajin, suka membantu orang
tuanya,, dia juga pandai didalam kelas. Tapi akhir – akhir
ini dia menjadi pendiam, menyediri di dalam kelas pak
Konselor : Nahh, maka dari itu Bapak manggil kamu ke sini
HN : Maksudnya gimana pak
Konselor : Dia sedang ada masalah, coba besok kamu hibur dia,
ajak dia untuk bergabung dengan teman – teman yang
lain.
HN : Oh iya pak,, kebetulan besok mau ada kegiatan
musyawarah Kelas buat persiapan lomba class meeting
setelah itu renang bersama pak.
Konselor : Kebetulan sekali,, besok ketika sedang musyawarah
coba kamu kenalkan IN kepada teman – teman agar
mengenal IN dan juga supaya IN akhirnya banyak teman
supayadia tidak merasa sendiri
HN : Jadi, menyendirinya IN selama ini karena dia tidak ada
teman yang mengajak dia main yah pak,,
17. Konselor : Iya,, maka itu Bapak minta tolong kepada HN bantu
teman kamu IN supaya dia juga kembali ceria dan punya
teman.
HN : Iya pak, Insya Allah akan saya lakukan,,
Permisi, Apa ada lagi yang ingin ditanyakan pak,, soalnya
sudah bel masuk.
Konselor : Udah,, Bapak tinngal nunggu perkembangan selanjutnya
?
HN : Ya sudah pak kalau begitu,, misi pak Assalamu’alaikum
Konselor : Wa’alaikumsalam
Dan juga ketika berwawancara dengan teman IN yaitu HN dia
juga berpendapat sama bahwa IN itu anak yang rajin, suka membantu
orang tuanya, dia juga pandai didalam kelas. Tapi akhir – akhir ini dia
menjadi pendiam, menyediri di dalam kelas.
Lampiran Wawancara Dengan Ayah IN
Ayah : Assalamu’alaikum
Konselor : Wa’alaikumsalam,, silahkan masuk pak
Gimana kabarnya pak..
Ayah : Alhamdulillah pak
Konselor : Sebelumnya mohon maaf barang kali menganggu aktifitas Bapak
Ayah : Njihh pak tidak apa – apa,, kalau buat anak mau gimana lagi
18. Konselor : Begini Pak, jadi IN akhir – akhir ini banyak guru mapel yang
bilang katanya ngelamun sendiri, jadi pendiam.
Ayah : Betul pak, di rumah juga kalau waktu sore banyak nglamun,, terus
cerita katanya dia minder dengan teman – temannya yang anak
kaya jadi tidak mau berteman dengan IN yang anak miskin. Terus
katanya juga pengin pindah dari sekolah ini karena masalah tadi
Konselor : Betul pak, Baru saja saya bilang sama IN langsung dan
jawabannya juga kurang lebih sama dengan pendapat Bapak.
Ayah : Terus gimana pak solusi untuk anak saya,
Konselor : Njiih pak,, kebetulan bapak juga sudah tahu tentang masalah IN
jadi kita bekerja sama saja, terus melihat sejauh mana
perkembangan IN.
Saya disini bekerjasama dengan temannya untuk mengenalkan dia
kepada temannya, dan untuk dirumah saya serahkan kepada bapak
untuk sama – sama mendidik IN.
Ayah : Ohh njihh mpun pak kalau begitu,, kita tunggu perkembangan
dari IN sendiri.
Makasih ya pak sudah mau mendidik anak saya.
Konselor : Sama – sama pak sudah jadi tanggung jawab saya sebagai guru
Bknya IN
Ayah : Assalamualaikum
Konselor : Wa’alaikumsalam
Dari pihak keluarga yaitu saya akan berpendapat dengan Ayahnya tetapi
yang dating kakaknya yang bernama SG, umurnya kira – kira 21 tahun, karena
dari pihak Ayahnya sendiri sedang kerja. Berpendapat juga sama tentang perilaku
IN yang berubah drastis akhir – akhir ini di rumah, perubahan drastisnya adalah
20. _________________________________
_________________________
ABSTRACT
Self Confidence is one of the personality trait which is a
composite of a person‟s thoughts and feelings, strivings
and hopes, fears and fantasies, his view of what he is ,
what he has been, what he might become, and his attitudes
pertaining to his worth. Self Confidence is a positive
attitude of oneself towards one‟s self concept. It is an
attribute of perceived self. Self Confidence refers to a
person‟s perceived ability to tackle situations successfully
without leaning on others and to have a positive self
evaluation. A self confident person perceives himself to be
socially competent, emotionally mature, intellectually
adequate, successful, satisfied, decisive, optimistic,
independent, self reliant, selassured, forward moving, fairly
assertive and having leadership qualities.So the concept of
SelfConfidence enjoys important position in the theories of
human behavior and personality and is regarded as a basic
condition of human existence in modern day world by many
thinkers
Key Words : Child with sibling, Single Child,Self Confidence
,ASCI.
Associate Professor, Department of Management Studies,
YMCA University of Science & Technology, Faridabad,
Haryana (India).
Assistant Professor, Tusthi Global Academy, Ghaziabad.
IJRSS
Volume 2, Issue 3
ISSN: 2249 -2496
22. others, stems from a competitive instinct and lack of
personal reinforcement. Any truly successful life as both
rewards and the ability to learn from any set backs, which
increase our resilience, self belief and determination. Real
confidence requires that we face the possibility
of failure constantly and deal with it. However, if we
consistently lose out on both achievement and validation,
even our identy is called into question. Self Confidence is
essentially an attitude which allows us to have a positive
and realistic perceptionof ourselves and our abilities. It is
characterized by personal attributes such as
assertiveness, optimism, enthusiasm, affection, pride,
independence, trust, the ability to handle
criticism and emotional maturity.
In the words of
Basavanna(1975),
“
Self
Confidence refers to
an individual‟s perceived ability to act effectively in a
situation to overcome obstacles and to get
things go all right
.”
Having self confidence does not mean that individuals will
be able to do everything. Self
confident people may h
ave expectations that are not realistic. However, even when
some of their
expectations are not met, they continue to be positive and
to accept themselves.
People who are not self confident tend to depend
excessively on the approval of others in order to
fe
el good about them. As a result, they tend to avoid taking
risk because they fear failure. They
IJRSS
24. Self Confidence is not necessarily a general characteristic
which pervades all aspects of a
person‟s life. Typically, individuals will have some areas of
their lives where they feel quite
confident, e.g. academics, athletics, while at the same time
they do not feel at all confident in
other areas, e.g. personal ap
pearance, social relationships.
Many factors affect the development of
self
-
confidence. Parents‟ attitudes are crucial to children‟s
feelings about themselves, particularly
in children‟s early years. When parents provide
acceptance, children receive a soli
d foundation
for good feelings about themselves. If one or both parents
are excessively critical or demanding,
or if they are overprotective and discourage moves toward
independence, children may come to
believe they are incapable, inadequate or inferior.
However, if parents encourage children‟s move
toward self reliance and accept and love their children
when they make mistakes, children will
learn to accept themselves and will be on their way to
developing self
-
confidence.
Surprisingly, lack of self
-
confi
dence is not necessarily related to lack of ability. Instead it
is often
the result of focusing too much on the unrealistic
expectations or standards of others, especially
parents and society. Friends‟ influences can be as powerful
as of parents and societ
25. y in shaping
feelings about one‟s self. Students in their teens re
-
examine values and develop their own
identities and thus are particularly vulnerable to the
influence of their peer group.
2. LITERATURE REVIEW
Many studies have been conducted in the area
of child deve
lopment. Some of the studies have
been mentioned here.
Chowdhury Aparajita & Muni, Anita Kumari (1995) in their
study about „
Role of parental support
in children need satisfaction and academic achievement
‟, found that need satisfied by parent
s was
much more than need satisfied by outside family members
. With regards to academic it was found
from the academic marks of the children that the average
ranging (40
-
60) students were getting
more parental support.
IJRSS
Vol
ume 2, Issue
3
ISSN: 2249
-
2496
27. -
children are better adjusted, with higher self
-
esteem and
stronger motivation to achieve. The time alone also gives
children a chance to focus on
homework and school or persona
l projects.
Heidi Riggio
(1999),
"
Personality and social skill differences between adults with
and without
siblings,
" tried to put an end to some of the only child
misconceptions and negativism in her work
on the importance of family structure for
personality
development.
She
looked at core personality
traits and social skills
i
ncluding the ability to express feelings, to interpret verbal
and
nonverb
al
communication
,
to control emotions and social sensitivity, among other
traits generally thought to
benefit children who have siblings.
Riggio explained
that the common thinking is only children
"may experience social
-
skill
28. deficits because of a lack of
sibling
relationships during key
developmental periods."
Riggio found that adult only children are quite the opposite
of the lonely
stereo
type: They did not differ in social skills from those children
with siblings. In fact, the two
groups were "remarkably" similar. In other words,
singletons turn out as socially competent as
children with siblings
-
they make friends as easily as their peers
with sibli
ngs.
Lazarus And Alfert
(19
72
) p
oint
ed
out
that
the
differences in defensive personality disposition
may lead to differen
t
reaction to stressful conditions. In a study of personality
differences in
defensive personality disposition may lead to d
ifferences in reactions to stressful conditions. In a
study of personality differences between reactions to
vicariously experienced threat and to direct
threat Alfert (1967) has obtained definite clusters of
personality dimensions as self confidence,
intro
29. version, extroversion, dominance, sociability, impulse
control & was highly active.
JURNAL PSIKOLOGI
2003, NO. 2, 67 – 71
ISSN : 0215 - 8884
KEPERCAYAAN DIRI DAN KECEMASAN
KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA MAHASISWA
Siska, Sudardjo & Esti Hayu Purnamaningsih
Universitas Gadjah Mada
ABSTRACT
The main problem in interpersonal communication anxiety is there are
feeling of worried another respons or jugdment for her or him about something
that sent and how she was send. Dependability for others judgment is one of
characteristics from low self confidence.
The purpose of the study was to see the relation between self confidence
and interpersonal communication anxiety and differences between communication
anxiety at male and female students.
The subjects of this study were 61 female and 57 male students from
Economic Faculty of UKRIM at Yogyakarta. The hypothesis were: 1. There is a
negatif correlation between self confidence and interpersonal communication
anxiety, 2. There is a difference communications anxiety between male and
female studens. The first and the second hypothesis has analysed by Pearson's
product moment correlation and by t test respectivelly. Data were gethered by
Self confidence scale modification from Lauster (1978) and interpersonal
communication anxiety scale modification from Syarani (1995).
The result showed there was significant negatif correlation between self
confidence and interpersonal communication anxiety (r = - 0,725 ; p < 0,01) and
the t test showed a value of r = -0,678 and p > 0.05. From the values above, it
could be concluded that there was no differences of interpersonal
communication axxiety in male and female students.
30. Kemampuan untuk dapat berkomunikasi
secara efektif sangat dituntut pada
mahasiswa calon pemimpin bangsa dan
intelektual muda. Berbeda dengan masa
selama menjadi siswa, di tingkat Perguruan
Tinggi mahasiswa dihadapkan pada situasi
belajar yang menuntut mereka lebih
mandiri, aktif, dan berinisiatif dalam mencari
informasi. Semua ini untuk mempersiapkan
mahasiswa menjadi pribadi yang
mandiri dan inovatif ketika terjun ke
masyarakat mengabdikan ilmunya.
Pada kenyataannya ada mahasiswa
yang mengalami kesulitan dalam berkomunikasi
dengan orang lain (komunikasi
interpersonal), baik dalam proses belajar di
kelas maupun dalam suasana informal di
luar kelas. Salah satu kemungkinan besar
SISKA, SUDARDJO & PURNAMANINGSIH
ISSN : 0215 - 8884
68
yang menjadi penyebab terjadinya
kesulitan komunikasi interpersonal adalah
adanya kecemasan diantaranya adalah rasa
takut menerima tanggapan atau penilaian
negatif dari komunikan atau orang yang
menerima pesan.
Rakhmat (1986) mengatakan bila orang
merasa rendah diri, ia akan mengalami
kesulitan untuk mengkomunikasikan
gagasannya pada orang yang dihormatinya
31. dan takut berbicara didepan umum karena
takut orang lain menyalahkannya. Hal ini
sesuai dengan yang diutarakan oleh Heider
(1958), bahwa kemampuan seseorang,
termasuk kemampuan komunikasi, tidak
hanya ditentukan oleh masalah fisik &
ketrampilan saja, tetapi juga dipengaruhi
oleh kepercayaan diri. Sementara banyak
penelitian menunjukkan adanya perbedaan
kepercayaan diri antara laki-laki dan
perempuan, dimana laki-laki lebih percaya
diri dari pada perempuan.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui apakah ada hubungan antara
kepercayaan diri dengan kecemasan
komunikasi interpersonal pada mahasiswa,
dan mengetahui apakah ada perbedaan
kecemasan komunikasi interpersonal antara
mahasiswa laki-laki dan perempuan.
Komunikasi merupakan kebutuhan
manusia yang sangat penting, karena
merupakan satu-satunya cara bagi manusia
untuk bisa mengenal dirinya dan dunia di
luar dirinya (Taylor dkk 1986). Jika
seseorang melakukan komunikasi, berarti
sedang melakukan kesamaan (commones)
dengan orang lain tentang suatu informasi,
gagasan atau sikap dengan orang lain.
Karena pada hakekatnya adalah membuat
si penerima & si pemberi sama-sama
"sesuai" untuk suatu pesan (Schram dalam
32. Onong,1973).
Taylor dkk (1986), mengungkapkan
bahwa komunikasi interpersonal terjadi
ketika seseorang berkomunikasi secara
langsung dengan orang lain dalam situasi
One-to-one atau dalam kelompokkelompok
kecil
Penelitian pada mahasiswa yang
dilakukan oleh Utami dan Prawitasari
(1991) mengenai efektivitas relaksasi dan
terapi kognitif dalam usaha untuk
mengurangi kecemasan komunikasi pada
mahasiswa, menunjukkan bahwa fenomena
kecemasan komunikasi memang tampak di
kalangan mahasiswa.
Menurut Buklew (1980) tanda-tanda
kecemasan bisa dilihat dari dua sisi, yaitu:
a. Tingkat psikologis, seperti tegang,
bingung, khawatir, sulit berkonsentrasi,
dll
b. Tingkat fisiologis, yaitu kecemasan
yang sudah mempengaruhi fisik,
terutama fungsi sistem syaraf seperti
sukar tidur, jantung berdebar, keringat
berlebihan, sering gemetar dan perut
mual.
Dalam kaitannya dengan jenis kelamin,
Myers (1983) mengatakan bahwa perempuan
lebih cemas akan ketidakmampuannya
dibanding dengan laki-laki. Lakilaki
lebih aktif, eksploratif, sedangkan
33. perempuan lebih sensitif. Menurut Morris
(dalam Leavy, 1983), sifat sensitif pada
perempuan membuat dirinya lebih mudah
dipengaruhi rasa khawatir akan efek-efek
yang timbul dalam hubungan interpersonal.
Kepercayaan diri merupakan suatu
keyakinan yang dimiliki seseorang bahwa
dirinya mampu berperilaku seperti yang
dibutuhkan untuk memperoleh hasil seperti
yang diharapkan (Bandura, 1977). Lauster
(1978), mengungkapkan ciri-ciri orang
KEPERCAYAAN DIRI DAN KECEMASAN KOMUNIKASI
INTERPERSONAL …
ISSN : 0215 - 8884
69
yang percaya diri adalah: mandiri, tidak
mementingkan diri sendiri, cukup toleran,
ambisius, optimis, tidak pemalu, yakin
dengan pendapatnya sendiri dan tidak
berlebihan. Sementara itu Taylor dkk
(1986) mengatakan bahwa orang yang
percaya diri memiliki sikap yang positif
terhadap diri sendiri.
Meskipun kepercayaan diri diidentikan
dengan kemandirian, orang yang kepercayaan
dirinya tinggi umumnya lebih
mudah terlibat secara pribadi dengan orang
lain dan lebih berhasil dalam hubungan
interpersonal (Goodstadt & Kipnir, dalam
Bunker dkk, 1983). Menurut Lauster
(1978), rasa percaya diri bukan merupakan
34. sifat yang diturunkan (bawaan) melainkan
diperoleh dari pengalaman hidup, serta
dapat diajarkan dan ditanamkan melalui
pendidikan, sehingga upaya-upaya tertentu
dapat dilakukan guna membentuk dan
meningkatkan rasa percaya diri. Dengan
demikian kepercayaaan diri terbentuk dan
berkembang melalui proses belajar di
dalam interaksi seseorang dengan
lingkungannya.
Permasalahan utama dalam kecemasan
komunikasi interpersonal adalah adanya
rasa khawatir tentang respon atau penilaian
orang lain terhadap dirinya, yaitu mengenai
apa yang disampaikannya dan bagaimana
ia menyampaikannya. Ketergantungan
terhadap penilaian orang lain ini
merupakan salah satu ciri dari orang yang
kurang percaya diri (Lauster, 1978).
Menurut Krech (1962), bagaimana cara
seseorang menghadapi orang lain
dipengaruhi oleh bagaimana ia memandang
dirinya. Respon-respon interpersonal
seseorang sering merupakan refleksi dari
kognisinya terhadap diri sendiri.
HIPOTESIS
Hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah:
1. Ada korelasi negatif antara kepercayaan
diri dengan kecemasan komunikasi
interpersonal pada mahasiswa.
35. 2. Ada perbedaan tingkat kecemasan
komunikasi interpersonal antara
mahasiswa laki-laki dan perempuan.
Mahasiswa perempuan lebih tinggi
kecemasannya dibanding mahasiswa
laki-laki.
METODE
Variabel-variabel dalam penelitian ini
adalah:
Variabel bebas : Kepercayaan diri
Variabel tergantung : Kecemasan komunikasi
interpersonal
Variabel moderator : Jenis kelamin
Subjek penelitian adalah mahasiswa
Program Studi Manajemen Fakultas
Ekonomi Universitas Kristen Imanuel
(UKRIM) Yogyakarta. Jumlah subjek 118
orang, terdiri dari 61 orang mahasiswi dan
57 orang mahasiswa.
Data dikumpulkan dengan menggunakan
dua (2) skala, yaitu Skala Kepercayaan
Diri yang terdiri dari 43 aitem, yang
merupakan modifikasi dari The Test of Self
Confidence yang disusun oleh Peter
Lauster (1978), dan Skala Kecemasan
Komunikasi Interpersonal yang terdiri dari
57 aitem, dimodifikasi dari skala yang
disusun oleh Syarani (1995) berdasarkan
aspek-aspek kecemasan yang dikemukakan
oleh Sue (1986).
Data dianalisis dengan menggunakan
36. korelasi moment tangkar dan uji t, dengan
SISKA, SUDARDJO & PURNAMANINGSIH
ISSN : 0215 - 8884
70
bantuan Seri Program Statistik (SPS) edisi
Sutrisno Hadi dan Seno Pamardiyanto.
HASIL PENELITIAN
Analisis terhadap data penelitian
menghasilkan koefisien korelasi sebesar -
0,725 dengan p < 0,01 yang berarti ada
hubungan negatif yang signifikan antara
kepercayaan diri dengan kecemasan
komunikasi interpersonal. Berarti semakin
tinggi kepercayaan diri, maka semakin
rendah kecemasan komunikasi interpersonalnya,
begitu pula sebaliknya. Sementara
dari uji t diperoleh hasil sebesar - 0,678
dengan p>0,05 yang berarti tidak ada
perbedaan kecemasan komunikasi interpersonal
yang signifikan antara subjek
perempuan dan laki-laki.
PEMBAHASAN
Diterimanya hipotesis yang diajukan
menguatkan pendapat beberapa ahli bahwa
salah satu penyebab kecemasan berkomunikasi
adalah keraguan terhadap kemampuan
diri sendiri (Taylor dkk, 1986 & Rakhmat,
1986). Penelitian yang dilakukan oleh
Utami dan Prawitasari (1991), menunjukkan
bahwa terapi kognitif efektif untuk
mengurangi kecemasan berbicara di muka
37. umum. Dalam terapi kognitif ini yang
dilakukan adalah usaha-usaha untuk
mengubah penilaian negatif dan irasional
subjek terhadap dirinya, menjadi penilaian
positif dan rasional. Dari si dapat
disimpulkan bahwa penyebab kecemasan
berbicara di muka umum adalah pikiranpikiran
negatif bahwa dirinya tidak mampu,
tidak akan berhasil, dan akan dinilai negatif
oleh orang lain. Bisa dikatakan bahwa
semua ini berawal dari kurangnya rasa
percaya diri subjek.
Kepercayaan diri memberikan
sumbangan efektif sebesar 52,6 % terhadap
kecemasan komunikasi interpersonal,
sementara sisanya 47,4 % ditentukan oleh
faktor lain di luar kepercayaan diri, seperti
ketrampilan berkomunikasi, situasi,
pengalaman kegagalan atau kesuksesan
dalam komunikasi interpersonal, dan
predisposisi genetik.
Hasil uji t menunjukkan tidak ada
perbedaan kecemasan komunikasi antara
subjek laki-laki dan perempuan.
Kemungkinan besar hal ini disebabkan
karena adanya pengaruh faktor lingkungan.
Fakta yang bisa dilihat pada lingkungan
subjek penelitian yaitu di kampus, tidak
menunjukkan adanya perbedaan perlakuan
terhadap laki-laki dan perempuan. Selain
itu model pendidikan dalam keluarga saat
38. ini sudah mulai berubah, dimana tidak
menonjol lagi diskriminasi perlakuan
terhadap laki-laki dan perempuan, sehingga
kedua-duanya dapat mengaktualisasikan
dirinya dengan leluasa.
Dalam penelitian ini diperoleh rerata
empirik kecemasan komunikasi sebesar
144,542 sedangkan rerata hipotetik sebesar
171. hal ini menunjukkan bahwa
kecemasan komunikasi subjek cenderung
rendah. Kondisi seperti ini akan memberi
pengaruh positif bagi pengembangan diri
mahasiswa. Karena kecemasan komunikasi
tidak lagi menjadi penghambat dalam
mencari informasi, merundingkan sesuatu
atau dalam kerjasama. Selain itu diperoleh
rerata empirik kepercayaan diri subjek
sebesar 148,499, dan rerata hipotetiknya
129. hal ini menunjukkan kepercayaan diri
subjek cukup baik. Hal ini merupakan
potensi yang berharga mengingat pendapat
beberapa ahli bahwa kepercayaan diri
merupakan prediktor yang akurat bagi
KEPERCAYAAN DIRI DAN KECEMASAN KOMUNIKASI
INTERPERSONAL …
ISSN : 0215 - 8884
71
keberhasilan seseorang, disamping kemampuan
dan ketrampilan yang dimiliki.
DAFTAR PUSTAKA
Bandura, A.,1977, Social Learning Theory,
39. New Jersey: Prentice Hall Inc.
Buklew,J., 1980, Paradigm for Psychopathology.
A Contribution to Case
History Analysis, New York: J.B.
Lippencott Company
Bunker,B.B., Major,B., & Instone,D.,
1983, Gender, Self Confidence, and
Influence Strategies: An Organizational
Simulation, Journal of Personality
and Social Psychology, Volume 44, No
2,322-333, USA: APA Inc.
Heider,F., 1958, The Psychology of
Interpersonal Relations, New York:
John Wiley & Sons, Inc.
Krech,D., Crutchfield, R,S., & Ballachey,
E.L., 1962, Individual in Society: Mc
Graw-Hill Inc.
Lauster,P., 1978, The Personality Test,
London: Pan Books
Myers,E.G., Social Psychology, Tokyo: Mc
Graw-Hill
Onong, E.U., 1973, Komunikasi dan
Modernisasi, Bandung: Alumni.
Rakhmat,J., 1986, Psikologi Komunikasi,
Bandung: Remaja Karya
Sue, D., & Sue,S., 1986, Understanding
Abnormal Behavior, Boston: Houghton
Mifflin Company
Syarani,D., 1995, Perilaku Asertif dan
Kecemasan Komunikasi Interpersonal,
Fakultas Psikologi UGM, Skripsi, tidak
41. Client Centered therapy dipeloporiboleh Carl Rogers dikembangkan pada tahun
1940-an dan 1950-an. Tujuan dari Clien Centered therapy adalah untuk memberikan
klien kesempatan untuk mengembangkan rasa percaya diri mereka yang mana dapat
disadari betapa alaminya sikap mereka, perasaan dan perilaku yang sedang terkena
dampak negatif dan berusaha untuk menemukan potensi positif mereka yang
sesungguhnya.
Pendekatan ini sebagai reaksi dari pendekatan psikoanalisis pendekatan Clien
Centered therapy merupakan cabang dari paham humanistik yang menggaris bawahi
tindakanmengalami klienberikutduniasubjektifdanfenomenalnya.Pendekatan Client
Centered menaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan kien untuk mengikuti
jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri.
B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Client Centered Therapy.
2. Untuk mengetahui peran dan fungsi Client Centered Therapy.
BAB II
PEMBAHASAN
Model Pelaksanaan Pendekatan Client-Centered
A. Pengertian Client-Centered
42. Menurut Rogers yang dikutip oleh Gerald Corey menyebutkan bahwa terapi
client centered merupakan teknik konseling dimana yang paling berperan adalah klien
sendiri,kliendibiarkanuntukmenemukansolusimerekasendiri terhadap masalah yang
tengahmerekahadapi.Hal ini memberikan pengertian bahwa klien dipandang sebagai
partner dan konselor hanya sebagai pendorong dan pencipta situasi yang
memungkinkan klien untuk bisa berkembang sendiri.
SedangkanmenurutPrayitnodanErmanAmti terapi client centered adalahklien
diberi kesempatan mengemukakan persoalan, perasaan dan pikiran-pikirannya secara
bebas. Pendekatan ini juga mengatakan bahwa seseorang yang mempunyai masalah
pada dasarnya tetap memiliki potensi dan mampu mengatasi masalah sendiri1[1].
B. Konsep Dasar Client-Centered
1. Pandangan menurut Rogers
Client Centered model konseling berpusat pribadi dikembangkan oleh Carl
Rogers. Sebgai hampiran keilmuan merupakan cabang dari psikologi humanistik yang
menekankanmodelfenomenologis.Carl Rogersmengembangkan terapi Client centered
sebagai reaksi terhadapapayangdisebutnyaketerbatasan-keterbatasan mendasar dari
psikoanalisis. Pendekatan Client Centered ini menaruh kepercayaan yang besar pada
kesanggupanseseoranguntukmengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri.
2. Ciri-Ciri Pendekatan Client Centered
1) Client dapat bertanggung jawab, memiliki kesanggupan dalam memecahkan masalah
dan memilih perilaku yang dianggap pantas bagi dirinya
2) Menekankan dunia fenomenal
3) Prinsip-prinsip psikoterapi berdasarkan bahwa hasrat kematangan psikologis manusia
itu berakar pada manusia sendiri
4) Efektifitas terapi didasarkan pada sifat-sifat ketulusan, kehangatan, penerimaan
nonposesif dan empati yang akurar
1[1]http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2257402-pengertian-client-
centered/
43. 5) Pendekatanini bukanlahsuatusekumpulanteknik ataupun dogma, tetapi berakar pada
sikap dan kepercayaan dalam proses terapi, terapi dan klien memperlihatkan
kemanusiawiannya dan partisipasi dalam pengalaman pertumbuhan2[2]
C. Tujuan Pendekatan Client Centered
Client centered therapy padadasarnyamemilikitujuankonseling yang termasuk
personalitygrowthtypekarenatujuanutamanyaadalahreorganisasi self,dinyatakanpula
bahwatujuankonselingpendekatanini adalahmeningkatkan keterbukaan pengalaman
sehinggaakan meningkatkanself konsepdenganpengalaman-pengalamannya,sehingga
akan tumbuh menjadi More fully function person
Tujuandasar client centered adalahmenciptakaniklimyangkondusif bagi usaha
membantuklien untuk menjadi seorang pribadi yang berfungsi penuh. Guna mencapai
tujuan terapeutik tersebut, terapis perlu mengembangkan agar klien bisa memahami
hal-hal yangberadadibaliktopengyangdikenakannya. Sandiwara yang dimainkan oleh
klien menghambatnya untuk tampil utuh dihadapan orang lain dan dalam usahanya
untuk menipu orang lain ia menjadi asing terhadap dirinya sendiri
Rogers (1961) menguraikan ciri-ciri orang yang bergerak kearah menjadi
bertambah teraktualkan sebagai berikut:
1. Keterbukaan pada pengalaman
Sebagai lawan dari kebertahanan, keterbukaan pada pengalaman menyiratkan
menjadi lebihsadarterhadapkenyataansebagaimanakenyataanituhadirdiluardirinya.
2. Kepercayaan pada organisme sendiri
Membantukliendalammembangunrasapercaya terhadap diri sendiri. Dengan
meningkatnya keterbukaan klien terhadap pengalamannya sendiri, kepercayaan klien
kepada dirinya sendiri pun mulai timbul.
3. Tempat evaluasi internal
2[2] http//ewintri.co.cc/index.php/bimbingan-konseling/1-bimbingan-konseling/14-
pendekatan-konseling-client-centered.htm
44. Berkaitandengankepercayaandiri,yangberarti lebihbanyak mencari jawaban-
jawaban pada diri sendiri bagi masalah-masalah keberadaanya.
4. Kesediaan untuk menjadi satu proses
Konsep tentang diri dalam proses pemenjadian merupakan lawan dari konsep
diri sebagai produk.3[3]
D. Fungsi dan Peran Terapis
Terapis client centered membangun hubungan yang membantu dimana klien
akan mengalami kebebasan yang diperlukan untuk mengeksplorasi area-area
kehidupannyayangsekarangdiingkari.Klienmenjadi kurangdefensif dan menjadi lebih
terbuka terhadap kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam dirinya maupun dalam
dunia.
Yang pertama dan terutama, terapis harus bersedia menjadi nyata dalam
hunbungandenganklienterapis menghadapi klien berlandaskan pengalaman dari saat
ke saat dan membantu klien dengan kategori diagnostik yang telah dipersiapkan.
Melalui perhatian yang tulus, respek, penerimaan, dan pengertian terapis, klien bisa
menghilangkan pertahanan-pertahanan dan persepsi-persepsinya yang kaku serta
bergerak menuju taraf fungsi pribadi yang jelas tinggi.
Peranterapisdalampendekatan ini terletak pada cara-cara keberadaan terapis
dan sikap-sikapnya, bukan penggunaan teknik. Terapis menggunakan dirinya sendiri
sebagai alat untuk mengubah klien. Adapun fungsi terapis adalah membangun suatu
iklimterapeutikyangmenunjangpertumbuhanclient.Terapismemberikanpengalaman-
pengalaman dalam proses terapi untuk membangun kepercayaan diri untuk membuat
keputusan-keputusansendiri. Membangun kematangan psikologis client dalam proses
terapi menjadi bagian yang krusial.
Ada 3 ciri atau sikap terapis yang membentuk bagian dengan hubungan
terapeutik:
3[3]http://namiho.wordpress.com/2013/040/01/terapi-dengan-pendekatan-client-
centered/
45. 1. Keselarasan/kesejatian
2. Perhatian positif tak bersyarat
3. Pengertian empatik yang akurat
E. Proses Konseling Client Centered
Proses konseling Client Centered mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Klien datang sendiri kepada konselor untuk mendapatkan bantuan
2. Penentuan situasi dan kondisi yang cocok untuk suasan pemberian bantuan antara
konselor dan klien
3. Konselormenerima,mendengar,mengenal danmemperjelasperasaannegatif yang ada
pada diri klien
4. Konselor memberikan kebebasan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan/masalahnya
5. Apabilaperasaannegatif tersebuttelahdinyatakanseluruhnya,secaraberangsur-angsur
akan timbul perasaan positif
6. Konselor menerima, mengenal dan memperjelas perasaan positif klien
7. Padadiri klientumbuhpemahamantentangdiri sendiri,danmengetahui apayang harus
diperbuat untuk memenuhi kebutuhannya
8. Timbul inisiatif pada diri klien untuk melakukan perbuatan yang positif
9. Adanyaperkembanganlebihlanjutdidalamdiri kliententangpemahaman terhadap diri
sendiri
10. Timbul perkembangan tindakan yang positif dan integratif pada diri klien
46. Proses konseling tersebut menunjukkan bahwa inisiatif untuk memecahkan
masalah tumbuh dalam diri klien sendiri. Proses tersebut secara sederhana dapat
digambarkan sebagai berikut:
Agar proses konseling berhasil harus diperhatikan persyaratan hubungan yang positif
sebagai berikut:
1) Pelihara hubungan yang akrab, kehangatan, dan responsif dengan klien.
2) Konselor hendaknya memahami kedudukannya sebagai “sahabat”, jangan bersikap
superior
3) Bersifat permissif berkenaan dengan ekspresi perasaan
4) Penentuan waktu konseling hendaknya merupakan kesepakatan bersama
5) Konseling hendaknya terbebas dari tekanan,paksaan.
F. Penerapan Teknik-teknik dan Prosedur Dalam Konseling
Penekanan teknik-teknik dalam pendekatan ini adalah pada kepribadian,
keyakinan-keyakinan,sikap-sikapterapis,sertahubungannyadengan terapeutik. Dalam
kerangka clinet centered, “teknik-teknik”nya adalah pengungkapan dan
pengkomunikasian penerimaan, respek dan pengertian serta berbagi upaya dengan
clientdalammengembangkankerangkaacuaninternal dengan memikirkan, merasakan
dan mengeksplorasi.
Filsafatyangmendasari teori clientcentered memiliki penerapan langsung pada
proses belajar. Seperti pandangannya terhadap terapis dan client, guru berperan
sebagai alat yang menciptakan atmosfer yang positif dan siswa dipandang sebagai
manusia yang dapat bertanggung jawab dan menemukan masalah-masalah yang
penting yang berkaitan dengan keberadaan dirinya. Siswa bisa terlibat dalam kegiatan
belajar bermakna, jika guru menciptakan iklim kebebasan dan kepercayaan.
Fungsi guru seperti yangdijalankanterapis:kesejatian,ketulusan,keterbukaan,
penerimaan, pengertian, empati dan kesediaan untuk membiarkan para siswa untuk
47. mengeksplorasi materi yang bermakna menciptakan atmosfer dimana kegiatan belajar
yang signifikan bisa berjalan4[4].
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terapi Client Centered berlandaskan suatu filsafat tentang manusia yang
menekankan bahwa kita memiliki dorongan bawaan pada aktualisasi diri. Selain itu
Rogers memandang manusia secara fenomenologis, yakni bahwa manusia menyusun
dirinya sendiri menurut persepsi-persepsinya tentang kenyataan. Orang bermotivasi
untuk mengaktualisasikan diri dalam kenyataan yang dipersepsinya. Teori ini
berlandaskan dalil bahwa klien memiliki kesenggupan untuk memahami faktor-faktor
yang ada dalamhidupnyayangmenjadi penyebabketidakbahagiaan.Klienjugamemiliki
4[4]http://muhliskreasi.blogspot.com/2011/05/psi-konseling-client-centered-html
48. kesanggupan untuk mengarahkan diri dan melakukan perubahan pribadi yang
konstruktif.
Terapi Client Centered menempatkan tanggung jawab utana terhadap arah
terapi pada klien. Tujuan-tujuan umumnya ialah menjadi lebih terbuka pada
pengalaman, mempercayai organisme sendiri, mengembangkan evaluasi internal,
kesediaan untuk menjadi suatu proses, dan dengan cara-cara lain bergerak menuju
taraf-taraf yang lebih tinggi dan aktualisasi diri.
B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, jika ada kesalahan
mohon penulisan mohon ma’aaf
Diposkanoleh mellyaharyati di 10.06
Reaksi:
KirimkanIni lewatEmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikanke
Pinterest
mellyaharyati
nama saya mellyaharyati kuliahdi STAIN Kerinci
PostingLebihBaru PostingLama Beranda
Langganan:PoskanKomentar(Atom)
49. Arsip Blog
▼ 2014 (7)
o ▼ Desember(7)
PENDEKATAN LINTAS BUDAYA DALAMBIMBINGAN DAN
KONSE...
model konselingRasionalEmotive
Model PelaksanaanPendekatanClient-Centered
MODEL PELAKSANAANKONSELINGEGO
KONDISIINTIKETERAMPILAN KONSELING
TITIK SINGGUNG ANTARA KESEHATAN MENTAL,TASAWUF,D...
PSIKOTERAPIDALAMPSIKOLOGIISLAM
Daily Calendar
Mengenai Saya
mellyaharyati
nama saya mellyaharyati kuliahdi STAIN Kerinci
Lihat profil lengkapku
cat
51. BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
a) Diagnosis
Untuk proses selanjutnya yaitu penulis menganalisa hasil dari sebuah
kasus tersebut, bahwasanya IN ini anak yang rajin dan giat dalam belajarnya
buktinya dia lulus dari smp dengan nilai yang memuaskan sampai mendapatkan
beasiswa masuk ke sekolah SMA favorit, yang didalamnya banyak anak – anak
pejabat bersekolah di situ. Bisa juga dikatakan sekolah itu hanya orang – orang
kaya yang bersekolah disitu. Dan akhirnya ketika sudah masuk sekolah IN
mempunyai perasaan yang meliputi kecemasan, rasa kurang percaya diri ketika
bertemu dengan teman – temannya yang orang kaya sedangkan IN hanya orang
miskin.
Jika di lihat dari pendekatan client centered itu sendiri bahwa manusialah
yang hanya dapat membentuk perasaan dan pola pikirnya sendiri sehinggaanya
dapat diketahui dan dimengerti oleh IN sendiri.
b) Sintesis
Setelah melakukan beberapa wawancara, meliputi IN, temen deket IN dan
juga Ayah kandung IN yang hasil semuanya saling berhubungan atau saling
keterkaitan antara pendapat yang satu dengan pendapat yang lainnya. Yaitu IN
seperti itu sejak dia masuk ke SMA dan tidak mempunyai teman, karena
beranggapan bahwa teman – temannya yang sombong dan egois karena tidak mau
berteman dengan anak orang miskin dank arena itu dia merasa minder dan tidak
percaya diri ketika bertemu dengan temannya. Sedangkan dari temen dekatnya
yaitu HN juga berpendapat bahwa IN sebelumnya anak yang rajin, sering
membantu orang tuanya dan juga pandai di dalam kelas tetapi akhir – akhir ini
menjadi pendiam dan menyendiri di dalam kelas. Sedangkan ayahnya bilang
52. bahwa IN bila waktu sore tiba kebanyakan sering ngelamun dan mbengong
sendiri.
c) Diagnosis
Dan dari pendapat itu semua dapat disimpulkan bahwa IN berubah sejak ia
masuk ke SMA favorit, di dalam kelas ia ia menjadi pendiam dan menyendiri
karena tidak ada teman yang menemaninya untuk bermain atau juga belajar
bersama dan ketika sudah pulang ke rumah ia sering melamun dan mbengong
ketika waktu senja tiba. Jika dikaitkan dengan teori IN ini termasuk dalam kondisi
berat karena sudah membuat IN berubah baik di sekolah maupun di rumah
sehingga mengganggu dalam proses belajarnya.
B. PEMBAHASAN
a) Faktor Pendorong ( Dampak Positif )
Untuk kasus ini juga terdapat dampak positif yang timbul bagi IN
misalnya pikiran IN yang sebelumnya negative dalam arti ini menganggap teman
– temannya yang egois dan sombong tetapi pada kenyataannya temannya baik
namun hanya pikiran atau anggapan yang berlebihan. Jadi intinya kita harus
menganggap sesuatu itu positif terlebih dahulu tanpa melihat siapa yang berbicara
atupun yang berbuatnya. Namun jika sudah melihat dari sisi negatifnya terlebih
dahulu maka selanjutnya pun akan menganggap negative terus – menerus.
b) Faktor Penghambat ( Dampak Negatif )
Dari suatu kasus tersebut terdapat dampak negative yang dialami oleh IN
seperti akhirnya tidak mempunyai banyak teman karena dia lebih memilih
menyendiri daripada bergaul dengan temannya yang anak orang kaya, karena
takut di ejek karena IN hanya orang miskin.
53. BAB V
PENUTUP
1) KESIMPULAN
Dari hasil penelitian tentang Konsep Diri Pada Kesenjangan Sosial Di
Kalangan Pelajar, bahwasanya kasus atau permasalahan yang dialami oleh IN ini
terjadi sejak dia masuk ke dalam sekolah SMA favorit, tetapi sebelumnya IN ini
termasuk anak yang rajin sering membantu orangtuanya dan juga pandai di dalam
kelasnya. Oleh karena itu, ia menjadi cemas dan tidak percaya diri harus berteman
dengan anaknya orang kaya apalagi anak dari seorang pejabat, sampai ketika
pulang sekolah ia banyak melamun dan mbengong sendiri memikirkannya dan
secara tidak langsung permasalahan tersebut mempengaruhi dalam belajarnya
yang akhirnya mendapatkan nilai yang tidak memuaskan. Padahal kenyataannya
anak kaya tersebut tidak seperti apa yang IN bayangkan tetap malah anaknya baik
dan menolong teman sesamanya jika sedang kesusahan.
Jika di lihat dari pendekatan teori client centered, manusia pada dasarnya
adalah penuh keyakinan, baik, dapat dipercaya dan pada masa sekarang. Teori ini
menerangkan bahwa manusia dapat membentuk perasaan dan pola pikirnya
sendiri sehinggaanya dapat diketahui dan dimengerti oleh IN sendiri. Kajian ini
juga diperkuatkan dengan Jurnal diatas bahwa rasa kurang percaya diri tersebut
muncul karena rasa kecemasan, rasa takut karena pada dasarnya jika sudah
diselimuti oleh rasa takut maka dengan sendirinya akan merasa kurang percaya
dirinya tetapi sebaliknya. Berkaitan dengan kasus yang diderita oleh IN, konselor
memberikan arahan hendaknya IN melihat keadaan pada masa sekarang dimana
IN bersekolah dengan teman – temannya yang bukan berasal dari desa tetapi
anggap saja semuanya dari desa karena yang dicari adalah belajar bukan harta,
sehingga IN dapat melihat latar belakang temannya dengan positif dalam arti
sama semua seperti anak desa.
54. 2) SARAN
Sebaiknya dari pihak teman deket IN selalu memberikan motivasi dan arahan
agar membuat IN membuang rasa kurang percaya dirinya tersebut tidak hanya
di sekolah saja melainkan di rumah juga bisa sewaktu main ke IN.
Pihak guru juga bekerjasama dalam memberikan arahan yang positif terhadap
IN agar mau berubah menghilangkan sikap negatifnya terlebih dahulu dan
mengutamakan yang positif terlebih dahulu, bukan hanya konselor saja.
Pihak orang tua selalu memantau perkembangan kelanjutan dari IN karena
agar tidak selalu termenung di dalam rumah dan juga menghibur atau juga
bisa dengan mengajaknya rekreasi yang masih ada hubungannya dengan kasus
yang dialami.