Terorisme merupakan istilah yang kontroversial tanpa definisi yang seragam. Dokumen ini menjelaskan berbagai perspektif dan upaya hukum internasional dalam mendefinisikan terorisme serta ancaman yang ditimbulkannya bagi dunia.
1. TERORISME
Terminologi Terorisme
Definisi maupun perspektif mengenai terorisme sangatlah beragam, dikarenakan
motif dan tujuan terorisme juga sangat beragam. Definisi terorisme sampai dengan saat
ini masih menjadi perdebatan meskipun sudah ada ahli yang merumuskan dan juga
dirumuskan di dalam peraturan perundang-undangan. Akan tetapi ketiadaan definisi
yang seragam menurut hukum internasional mengenai terorisme tidak serta-merta
meniadakan definisi hukum terorisme itu. Masing-masing negara mendefinisikan
menurut hukum nasionalnya untuk mengatur, mencegah dan menanggulangi terorisme1
Teror merupakan fenomena yang cukup memiliki umur yang panjang dalam
sejarah, hal ini dibuktikan dari akar kata teror itu sendiri yaitu adanya frase “cimbricus
teror“. Frase berbahasa Romawi tersebut berarti “untuk menakut-nakuti“ yang
menggambarkan kepanikan yang terjadi saat prajurit lawan beraksi dengan sengit dan
keras.2
Kata “teroris” dan terorisme berasal dari kata latin “terrere” yang kurang lebih
berarti membuat gemetar atau menggetarkan. kata ini berkembang meluas pertama
kalinya pada zaman Revolusi Prancis menjadi le terreur atau terrere yang dipergunakan
ketika adanya kekerasan bersifat brutal dengan cara memenggal banyak orang yang
dituduh melakukan kegiatan anti pemerintah sehingga terorisme tersebut dapat
diartikan sebagai gemar melakukan intimidasi serta aksi brutal terhadap masyarakat
sipil dengan alasan-alasan tertentu.3 Makna terorisme kemudian mengalami pergeseran
yang semula adalah perbuatan yang dilakukan oleh penguasa otoriter dengan alasan
politik menjadi kategori crimes against state dan crimes against humanity yang
mengakibatkan korban masyarakat suatu pemerintahan sehingga cita-cita politik
maupun religius pelaku teror tersebut tercapai. Pada dasarnya istilah terorisme
merupakan sebuah konsep yang memiliki konotasi yang sensitif karena terorisme
mengakibatkan timbulnya korban warga sipil yang tidak berdosa4
Di dalam Black’s Law Dictionary, terorisme memiliki pengertian sebagai :
“an activity that involves a violent act or an act dangerous to human life that is a
violation of the criminal laws of the United States or of any State, or that would be a
1 Indriyanto Seno Adji, Terorisme dan HAM dalam Terorisme: Tragedi Umat Manusia.Jakarta: O.C.
Kaligis & Associates.2001.hlm 17
2 http:crimemuseum.org/library/terorrism/originsOfTheTermTerrorism.html,
3 https://www.britannica.com/topic/terrorism
4 Ibid Hal 18-19
2. 2
criminal violation if commited within jurisdiction of the United States or of any State; and
appears to be intended (i) to intimidate or coerce a civilian population, (ii) to influence
the policy of a government by intimidation or coercion, or (iii) to affect the conduct of
government by assasination and kidnapping“5
Menurut Henry Campbell Black, terorisme digunakan dengan maksud (i)
mengintimidasi untuk mempengaruhi penduduk sipil, (ii) mempengaruhi peraturan dan
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, atau (iii) mempengaruhi jalannya
pelaksanaan dan penyelenggaraan bidang-bidang dalam pemerintahaan dengan cara
penculikan dan pembunuhan.
Pengertian terorisme untuk pertama kali dibahas dalam European Convention
On The Suppression Of Terrorism (ECST) di eropa tahun 1977 terjadi perluasan
paradigma arti dari Crimes Against State menjadi Crimes Againt Humanity. Crimes
Againt Humanity meliputi tindak pidana untuk menciptakan suatu keadaan yang
mengakibatkan individu, golongan, dan masyarakat umum ada dalam suasana teror6
Menurut Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (MU-PBB) melalui International
Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism mendefinisikan terorisme
sebagai berikut :
“Setiap tindakan yang dimaksudkan untuk menyebabkan kematian atau cidera serius
pada rakyat sipil, atau ke setiap orang lain yang tidak ada kaitannya dengan suatu
permusuhan dalam konflik bersenjata, ketika tujuan tindakan tersebut,
berdasarkan sifat atau konteksnya, adalah untuk mengintimidasi masyarakat, atau
memaksa suatu pemerintah atau suatu organisasi internasional untuk melakukan atau
tidak melakukan suatu tindakan”
Terorisme merupakan salah satu dari sekian istilah dan konsep di dalam ilmu
sosial yang penuh kontroversi serta perdebatan. Hal ini tidak lepas dari fakta bahwa
upaya untuk mendefinisikan terorisme itu tidak dapat dilepaskan dari berbagai
kepentingan, termasuk kepentingan ideologi dan politik. Begitu kontroversinya, Laqueur
(1987) sampai berpendapat bahwa sebuah definisi yang komprehensif mengenai
terorisme itu tidak ada atau tidak akan dapat ditemukan di masa mendatang. Padahal,
pendefinisian mengenai terorisme itu cukup penting, bukan hanya untuk kepentingan
akademik, melainkan juga untuk kepentingan praktis, yakni bagaimana cara
mengatasinya.7
5 Henry Campbell Black,1990, Black’s Law Dictionary 6th Edition, West Publishing,St. Paul-Minn, hlm
1473, URL : republicsg.info/dictionaries/1990_black’s-law-dictionary-edition-6.pdf,
6 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2008,hal 23
7 Fenomena Terorisme di Indonesia: Kajian Aspek Teologi, Ideologi dan Gerakan, Zulfi Mubarak Jurnal
Studi Masyarakat Islam, Volume 15 Nomor 2 Desember 2012
3. 3
Memerangi terorisme terorganisasi, misalnya, harus memiliki kejelasan apakah
organisasi yang diperangi itu termasuk teroris atau tidak. Kejelasan demikian tentu saja
harus berasal dari definisi yang jelas pula. Tanpa adanya kejelasan, upaya untuk
memerangi bisa berdampak kontra produktif. Sebagai sebuah istilah bahasa, terorisme
seharusnya dipahami dengan sangat hati-hati, bukan menjadi instrumen propaganda.
Oleh karena itu, penting untuk memberikan definisi terorisme yang jelas. Dengan
kejelasan definisi ini orang akan mengerti makna sebenarnya istilah terorisme, dan
kemudian merancang hukuman yang tepat bagi para pelaku teror.
Ancaman yang Nyata
Aksi terorisme biasanya dilakukan melalui bentuk serangan-serangan yang
terkoordinasi dengan tujuan untuk membangkitkan perasaan ketakutan luar biasa
dalam masyarakat. Aksi ini berbeda dengan perang, karena aksi ini memilih waktu
pelaksanaan yang tiba-tiba dengan target korban jiwa secara acak di mana korban
kebanyakan berasal dari masyarakat awam. Secara umum, melalui aksi serangannya
pelaku teror tidak mengharapkan pencapaian tujuan secara langsung. Mereka
berupaya agar tindakannya memunculkan efek dan reaksi berupa kepanikan dalam
masyarakat dan pemerintah. Dengan demikian, pola teror yang berawal dari
ketenangan hingga terjadi serangan harus direncanakan dalam pola strategi yang
matang8. Demikian pula dalam penentuan lokasi, pelaku teror mempunyai pola yang
relatif sama. Mereka memilih lokasi yang bersifat selebritis agar aksi mereka membawa
dampak psikologis bagi masyarakat.9
Terorisme akan tetap menjadi ancaman global yang kritis, Ancaman dari
terorisme akan tetap tinggi dan dapat memburuk selama dekade ini. Penyerangan yang
meluluhlantakkan gedung World Trade Center (WTC) di Amerika Serikat pada 9
September 2001, yang diikuti dengan pemboman kereta di Madrid Spanyol dan London
Inggris pada 2004 dan 2005 serta berbagai serangan bunuh diri di beberapa negara
merupakan daftar panjang ancaman yang nyata bagi dunia.
Serangan pada World Trade Center (WTS) dan Pentagon pada 11 September
2001 di Amerika Serikat yang menyebabkan kematian ribuan orang telah menghasilkan
efek domino ketakutan yang oleh sebagian ahli jauh lebih dalam ketimbang jumlah
korban yang jatuh. Hal yang sama juga bisa dilihat dari akibat teror racun antraks di
Amerika Serikat pada bulan Oktober 2001 yang menyebabkan kematian selusin orang.
Efek ketakutan yang dihasilkan dari terror yang disebut terakhir ini nyata-nyata lebih
dahsyat dan menakutkan untuk beberapa waktu. Ia membuat aura ketakutan dan
8 S., Adjie. (2005) Terorisme. Jakarta: Pustaka Sinar harapan.hal 39
9 Manullang, A.C (2006). Terorisme dan Peran Intelijen Behauptung Ohne Beweis (Dugaan Tanpa Bukti),
Jakarta: Manna Zaitun.hal 6
5. 5
15. Protocol of 2005 to the Convention for the Suppression of Unlawful Acts
against the Safety of Maritime Navigation, 2005.
16. Protocol for the Suppression of Unlawful Acts against the Safety of Fixed
Platforms Located on the Continental Shelf, 2005.
b. Regional instruments
1. Organization of American States Convention to Prevent and Punish the
Acts of Terrorism Taking the Form of Crimes Against Persons and Related
Extortion that are of International Significance, 1971.
2. European Convention on the Suppression of Terrorism, as amended by its
Protocol, 1977.
3. South Asian Association for Regional Cooperation (SAARC) Regional
Convention on Suppression of Terrorism, 1987.
4. The Arab Convention on the Suppression of Terrorism, 1998.
5. Treaty on Cooperation among the States Members of the Commonwealth
of Independent States in Combating Terrorism, 1999.
6. Convention of the Organization of the Islamic Conference on Combating
International Terrorism, 1999.
7. Organization of African Unity (OAU) Convention on the Prevention and
Combating of Terrorism, 1999.
8. Shanghai Convention against Terrorism, Separatism and Extremism,
2001.
9. Inter-American Convention against Terrorism, 2002.
10. Additional Protocol to the SAARC Regional Convention on Suppression of
Terrorism, 2004.
11. Convention of the Cooperation Council for the Arab States of the Gulf on
Combating Terrorism, 2004 .
12. Protocol to the Organization of the African Union Convention on the
Prevention and Combating of Terrorism, 2004.
13. Additional Protocol on Combating Terrorism to the Agreement among the
Governments of the Black Sea Economic Cooperation Organization Participating
States on Cooperation in Combating Crime, in particular in its Organized Forms,
2004.
14. Council of Europe Convention on the Prevention of Terrorism, 2005.
15. Council of Europe Convention on Laundering, Search, Seizure and
Confiscation of the Proceeds from Crime and on the Financing of Terrorism,
2005.
16. Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) Convention on Counter-
Terrorism, 2007.
c. United Nations Declarations
1. Declaration on Measures to Eliminate International Terrorism, 1994.
2. Declaration to Supplement the 1994 Declaration on Measures to Eliminate
International Terrorism, 1996.
3. The United Nations Global Counter-Terrorism Strategy, 2006.
6. 6
d. Resolutions of the Security Council
1. Resolution 1373 (2001)—Establishment of Counter- Terrorism Committee
(CTC)—threats to international peace and security caused by terrorist acts.
2. Resolution 1377 (2001)—Ministerial declaration on the global effort to
combat terrorism.
3. Resolution 1390 (2002)—The situation in Afghanistan 373
4. Resolution 1452 (2002)—Threats to international peace and security
caused by terrorist acts.
5. Resolution 1455 (2003)—Threats to international peace and security
caused by terrorist acts.
6. Resolution 1456 (2003)—Declaration of the Ministers for Foreign Affairs
on the issue of combating terrorism.
7. Resolution 1526 (2004)—Threats to international peace and security
caused by terrorist acts.
8. Resolution 1535 (2004)—Establishment of the Executive Directorate
Counter-Terrorism Committee (CTED).
9. Resolution 1540 (2004)—Non-proliferation of weapons of mass
destruction.
10. Resolution 1566 (2004)—Establishment of a working group to consider
measures to be imposed upon individuals, groups or entities other than those
designated by the Al‑Qaida Taliban Sanctions Committee.
11. Resolution 1617 (2005)—Threats to international peace and security
caused by terrorist acts.
12. Resolution 1624 (2005)—Prohibition of incitement to commit terrorist acts.
13. Resolution 1735 (2006)—Threats to international peace and security
caused by terrorist acts
e. Other instruments
1. Convention on the Safety of United Nations and Associated
Personnel, 1994.
2. Geneva Convention for the Amelioration of the Condition of the Wounded
and Sick in Armed Forces in the Field, 1949.
3. Geneva Convention for the Amelioration of the Condition of the Wounded,
Sick and Shipwrecked Members of Armed Forces at Sea, 1949 .
4. Geneva Convention Relative to the Treatment of Prisoners of War, 1949.
5. Geneva Convention Relative to the Protection of Civilian Persons in Time
of War, 1949.
Mengutip dari kata pembuka Sekjen PBB Ban Ki-moon, Terorisme adalah salah
satu ancaman kontemporer yang utama terhadap perdamaian dan keamanan
internasional. Pelaku aksi teroris melemahkan Hak Asasi Manusia, kebebasan
mendasar dan supremasi hukum, yang merupakan pilar stabilitas internasional dan
7. 7
tindakan PBB. Organisasi memainkan peran utama dalam perang melawan terorisme,
yang menyerukan respons global. Ini adalah forum untuk pengembangan dan adopsi
konvensi internasional yang memberikan komunitas internasional instrumen umum
untuk memerangi terorisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.
Hukum adalah elemen kunci dalam respons terhadap terorisme. Konvensi yang
ada adalah alat yang berharga yang mencerminkan kecaman yang jelas terhadap
terorisme dan komitmen Negara untuk memeranginya. Mereka juga memberi Negara
sarana untuk mengambil tindakan yang efektif. Selain instrumen universal, instrumen
kunci juga telah dikembangkan oleh organisasi regional.
Penutup
Terlepas dari macam dan ragam serta berbagai pandangan terkait definisi dari
Terorisme, perang melawan terorisme merupakan tantangan besar bagi dunia pasca
perang dingin. Sekalipun sebenarnya terorisme bukanlah merupakan masalah baru
melainkan masalah sejak beberapa dasawarsa dan bahkan abad lalu, masyarakat
internasional menyadari ancaman dari terorisme bukanlah hal yang dapat dianggap
sebelah mata namun menjadi ancaman global menakutkan sejak awal berakhirnya
perang dingin, karena bentuk ancaman yang sangat berdampak kepada kehidupan
manusia.