SlideShare a Scribd company logo
1 of 12
POSISI POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA DALAM MENGHADAPI
KASUS PENGUNGSI ROHINGYA
Indira Junita Jauza | 2014330217 – Kelas B
0171 / R. 03502
Masalah pengungsi merupakan masalah yang sangat serius yang
dihadapi oleh masyarakat internasional yang penanggulangannya
memerlukan kerjasama masyarakat internasional secara keseluruhan.
Masalah perlindungan kepada pengungsi juga merupakan masalah klasik
yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Konvensi 1951 terkait status
pengungsi (refugees) dan Protokol 1967 merupakan perwujudan hukum
modern dari tradisi kuno dan universal memberikan perlindungan pada
mereka yang berisiko dan dalam bahaya. Kedua instrumen tersebut
mencerminkan nilai dasar manusia pada konsensus global yang ada dan
instrumen pertama dan hanya pada tingkat yang secara global khusus
mengatur penanganan mereka yang dipaksa untuk meninggalkan rumah
mereka karena pecah dengan negara asal mereka.
Istilah dan definisi pengungsi (refugees) pertama kali muncul pada
waktu Perang Dunia Pertama, yang dianggap sebagai titik kulminasi dari
proses pembangunan sebuah bangsa.1
Selama setengah abad, mereka telah
secara jelas menunjukkan adaptasi mereka untuk mengubah keadaan faktual.
Dimulai dengan pengungsi Eropa dari Perang Dunia Kedua, Konvensi telah
berhasil diberikan kerangka untuk melindungi pengungsi dari penganiayaan
baik dari rezim represif dan pergolakan yang disebabkan oleh perang
kemerdekaan, atau banyaknya konflik etnis dari era pasca-Perang Dingin.2
Saat ini, perlindungan pengungsi internasional diperlukan seperti ketika
1
Peter J.Taylor, Political Geography World Economy, Nation State and Locality, Es Sex :
Longman, ed. 1993. dalam Achmad Romsan, Pengantar Hukum PengungsiInternasional :
Hukum Internasional dan Prinsip-prinsip Perlindungan Internasional, (Jakarta: UNHCR,
2003), hlm.28.
2
Lihat umumnya, UNHCR, The State of theWorld’s Refugees (Oxford University Press,
2000).
Konvensi 1951 diadopsi lebih dari lima puluh tahun yang lalu. Sejak akhir
Perang Dingin, ketegangan membara yang bersifat antar-etnis sering
dimanfaatkan oleh politisi populis telah meletus menjadi konflik dan
perselisihan. Masyarakat yang hidup bersama selama beberapa generasi
telah dipisahkan dan jutaan orang mengungsi. Secara terencana warga sipil
dan pengungisan mereka ditegakkan tidak hanya mewakili metode
peperangan tetapi telah menjadi tujuan dari konflik. Terlihat jelas,
pemindahan paksa tersebut merupakan alasan definisi pengungsi (refugees)
dalam Konvensi.
Hingga saat ini, masalah klasik yang masih terus terulang adalah
perilaku pengungsi di negara transit, yakni pelanggaran-pelanggaran yang
tergolong sebagai tindak pidana dan melanggar hukum nasional negara
tempat dimana ia berada. Salah satu contoh terhadap masalah tersebut yaitu
beberapa pengungsi Rohingya pada tahun 2009. Rohingya adalah pengungsi
asal Myanmar dan Bangladesh yang transit di Indonesia dengan tujuan akhir
ke Australia. Kebijakan hukum dan politik pemerintah Myanmar terhadap
Minoritas suku Rohingya menjadi isu hukum internasional yang relevan.
Sebagai warga minoritas, kelompok etnis Rohingya selama ini mengalami
tekanan masalah sosial, budaya, ekonomi, dan pengabaian hak-hak dasar
mereka. Hal tersebut menyebabkan ribuan warna etnis Rohingya terkena
dampak kekerasan yang mengakibatkan banyak warga yang meninggal,
kehilangan kewarganegaraan dan mengungsi.
Salah satu teori atau pun perspektif yang sering digunakan dalam
mempelajari studi hubungan internasional (HI) yaitu teori realisme atau juga
sering disebut sebagai “spektrum ide”.3
Realisme menjadi sebuah paradigma
besar setelah kegagalan LBB dalam upaya untuk mencegah terjadinya
perang pasca perang dunia pertama. Kaum realis berpendapat bahwa
mustahil menata ‘hutan’ menjadi ‘kebun binatang’. Hewan-hewan yang
terkuat tidak akan membiarkan dirinya ditangkap dan dimasukkan ke dalam
kandang.4
3
Goodin, Robert E. (2010). The Oxford Handbook of International Relations. Oxford: Oxford
University Press. hal. 132
4
Jackson, Robert & Sorensen, George. 2009. Pengantar Studi Ilmu Hubungan Internasional,
Dalam tulisan ini, penulis akan menjabarkan beberapa penjabaran
pengertian mendasar realisme dari pandangan Morgenthau, khususnya
terkait dengan langkah-langkah Indonesia dalam menangani kasus
pengungsi Rohingya. Hingga saat ini, konsep interest dan power oleh
Hans J. Morgenthau masih menjadi konsep terpenting dalam studi
Hubungan Internasional.
Realism: the state, national interest and foreign policy (Hans J.
Morgenthau)
Realisme klasik dalam teori HI dipengaruhi oleh beberapa tokoh
diantaranya yang paling besar adalah pandangan Hans J. Morgenthau.
Karyanya yang begitu fenomenal berjudul Politics Among Nations ditulis
diakhir Perang Dunia II, saat itu Amerika menjadi negara yang memiliki
kekuatan internasional yang paling tangguh. Selain pembahasannya
terpaku pada perang akan tetapi di sisi lain juga membahas peranan
Amerika Serikat terhadap dunia pasca perang (Scott Burchil & Andrew
Linklater, 1996: 99). Karya penting Morgenthau oleh karenanya terbagi
dalam dua pihak: karya itu merupakan pernyataan intelektual yang
dimaksudkan untuk mempengaruhi mahasiswa di generasi itu di
lingkungan akademi HI dan merupakan serangkaian panduan bagi para
pembuat kebijakan luar negeri AS yang dihadapkan pada ketidakpastian
Perang Dingin.
Mengenai Human Nature, Morgenthau berpandangan bahwa pria dan
wanita secara alami adalah binatang politik. Dimana maksudnya mereka
dilahirkan untuk mengejar kekuasaan dan untuk memperoleh hasil dari
kekuasaan. Morgenthau juga berbicara tentang animus dominandi, dimana
artinya manusia “haus” akan kekuasaan.5
Pengharapan akan kekuasaan
bukan hanya menghasilkan pencarian keuntungan relative (relative gain)
teapi juga pencaian wilayah politik yang terjamin keamanannya yang dapat
Pustaka pelajar Offset, Hal. 56.
5
Burchill, Scott & Linklater, Andrew. 2009. Teori-Teori Hubungan Internasional, Penerbit
Nusa Media, Hal. 99.
digunakan untuk mempertahankan diri sendiri dan untuk memperoleh
kebebasan diri sendiri dari pihak lain. Itu merupakan aspek keamanan
animus dominandi. Wilayah politik yang paling akhir yang di situ keamanan
dapat diatur dan diperoleh. Tentunya hanyalah negara merdeka.
Keamanan diluar negara adalah mustahil.
Morgenthau membungkus teori HI-nya dalam “enam prinsip realisme
politik”6
sebagai berikut:
1) Politik berakar dalam sifat manusia yang permanen dan tidak
berubah yang pada dasarnya mementingkan diri sendiri.
2) Politik adalah “wilayah tindakan otonom” dan oleh karena itu tidak
dapat terlepas dari masalah ekonomi atau dari persoalan moral.
Para pemimpin negara seharusnya bertindak sesuai dengan
petunjuk kebijaksanaan politik.
3) Kepentingan pribadi adalah fakta mendasar kondisi manusia:
seluruh rakyat memiliki minat yang sangat rendah dalam hal
memperjuangkan keamanan dan keber;angsungan hidupnya.
Politik adalah arena mengekspresikan kepentingan-kepentingan
yang cepat atau lambat akan berubah menjadi suatu konflik. Politik
Internasional adalah arena kepentingan-kepentingan negara yang
sedang berkonflik. Tetapi kepentingan-kepentingan tidaklah tetap:
dunia selalu berubah kapanpun dan dimanapun. Realisme adalah
doktrin yang menjawab fakta dari realitas politik yang berubah.
4) Etika hubungan internasional adalah etika situasionaL atau politis
yang berbeda jauh dari moralitas pribadi. Seorang pemimpin politik
tidak memiliki kebebasan yang sama untuk melakukan sesuatu
yang benar seperti yang dimiliki warga negara pribadi. Hal itu
disebabkan pemimpin politik memilik tanggung jawab yang jauh
lebih berat dibandingkan warganegara pribadi: ia bertanggung
jawab pada rakyat (terutama pada negerinya) yang bergantung
padanya; ia bertanggung jawab untuk keamanan dan
6
Enam prinsip realisme secara luas bersumber pada: Morgenthau, Hans J. 2010.Politik Antar
Bangsa. Yayasan Pustaka Obor. Hal. 4.
kesejahteraan mereka. Pemimpin negara yang bertanggung jawab
harus berjuang tidak melakukan yang terbaik, malainkan,
melakukan yang terbaik ketika keadaan pada saat itu mengijinkan.
Situasi pilihan politik yang terbatas tersebut adalah inti normatif
etika kaum realis
5) Oleh karena itu, kaum realis menentang pemikiran bahwa bangsa-
bangsa tertentu-sekalipun bangsa yang sangat demokratis seperti
Amerika Serikat dapat memaksakan ideologinya pada bangsa lain
dan dapat menggunakan kekuatannya dalam mendukung tindakan
tadi. Kaum realis menentangnya sebab mereka melihat itu sebagai
aktivitas berbahaya yang mengancam perdamaian dan keamanan
internasional. Pada akhirnya, hal itu dapat berbalik dan
mengancam negara yang sedang berjuang.
6) Seni bernegara adalah aktivitas sederhana dan cenderung
membosankan yang menimbulkan kesadaran penuh akan
keterbatasan dan ketidaksempurnaan manusia. Pandangan
manusia yang pesimistik sebagaimana adanya dan bukan
sebagaimana yang kita harapkan adalah sesuatu kenyataan yang
sulit yang terdapat dalam inti politik internasional.
Dari enam prinsip politik diatas bisa dilihat bahwa Morgenthau
menganggap bagwa negara bangsa sebagai suatu kesatuan dalam politik
internasional. Meski demikian Morgenthau juga tidak menganggapnya
sebagai ekspresi utama dari komunitas politik. Morgenthau merasakan
bahwa kekuatan globalisasi akan mengubah negara bangsa menjadi tidak
berlaku lagi dan segera akan menjadi usang.7
ANALISIS
Posisi Indonesia Terhadap Pengungsi Rohingya
Berbagai media baik cetak maupun elektronik telah memuat berita-
7
Burchill, Scott & Linklater, Andrew. 2009. Teori-Teori Hubungan Internasional, Penerbit
Nusa Media, Hal. 99.
berita tentang pengungsi Rohingya dari Myanmar. Orang-orang Rohingya
adalah sebutan bagi kaum minoritas muslim yang berasal dari kawasan
Arakhan di sebelah Barat Myanmar. Penduduk di kawasan tersebut
umumnya berasal dari keturunan Arab yang hijrah ke wilayah tersebut
sejak masa kekhaisaran Mughal, Kekaisaran Muslim yang pernah
berkuasa di sub kontinen India pada tahun 1526-1858.
Fakta terkait pengungsi Rohingya, yaitu pertama, etnis Rohingya jelas
tidak diakui sebagai rakyat Myanmar (stateless). Kedua, mereka
mengalami perlakuan diskriminatif dan rasis baik secara ekonomi, sosial
maupun politik. Ketiga, etnis Rohingya mengalami berbagai penyiksaan
dan pelanggaran HAM dengan diperkerja paksakan, diberi upah minim dan
bahkan tanpa upah diberbagai proyek pembangunan infrastruktur di
Myanmar.8
Bagi Morgenthau, sifat manusia merupakan dasar hubungan
internasional tidak lebih dari hubungan manusia lain dimanapun. Manusia
mementingkan diri sendiri dan mengejar kekuasaan, dan itu dapat dengan
mudah mengakibatkan agresi.9
Myanmar secara terang-terangan
mengejar kebijakan luar negeri yang agresif dan dicapai melalui konflik.
Tidak ada yang mustahil mengingat bahwa hubungan internasional sudah
terbiasa diiringi dengan pilihan kerjasama atau konflik. Terdapat
pandangan kaum liberal dimana perang atau kebijakan yang menjadikan
konflik sebagai wadah untuk mencapai tujuan hanya merupakan pilihan
yang mengesampingkan kepentingan rakyat dan mendahulukan
kepentingan dan nafsu buas elit-elit politik.
Pandangan Morgenthau yang juga penting adalah “politik
Internasional, seperti semua politik, adalah perjuangan demi kekuasaan.
Apapun tujuan akhir dari politik Internasional, kekuasaan merupakan tujuan
yang selalu didahulukan, dan cara-cara memperoleh, memelihara, dan
8
Myanmar, The Rohingya Minority: Fundamental Right Denied, Amnesty International, May
2004, AI Index: ASA 16/005/2004
http://www.amnesty.org/en/library/asset/ASA16/005/2004/en/dom-ASA160052004en.pdf.
9
Jackson, Robert & Sorensen, George. 2009. Pengantar Studi Ilmu Hubungan Internasional,
Pustaka Pelajar Offset, Hal. 55.
menujukkan kekuasaan menentukan teknik aksi politik”. Dalam perjalanan
waktu sejak Myanmar dikuasai oleh Junta Militer, orang-orang Rohingya
menjadi sasaran dari berbagai bentuk kekerasan dan tindakan lain yang
melanggar HAM mereka. Banyak diantara mereka yang dipekerjakan
secara paksa untuk membangun jalan dan kamp militer, dianiaya dan
kaum perempuan menjadi korban perkosaan. Menurut Amnesti
Internasional, orang Rohingya telah mengalami penderitaan yang cukup
panjang akibat pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Pemerintah Junta
Myanmar. Pemerintah Myanmar yang tidak bertanggung jawab terhadap
orang-orang Rohingya mengakibatkan gelombang pelarian dan
pengungsian dari orang Rohingya menyebar ke berbagai negeri, termasuk
juga ke Indonesia.
Indonesia hingga saat ini belum menjadi negara pihak (state parties)
dari Konvensi Jenewa Tahun 1951 tentang Pengungsi dan Prototol 1967.
Dengan belum menjadi pihak pada Konvensi Tahun 1951 dan Protokol,
maka Pemerintah Indonesia tidak memiliki kewenangan untuk memberikan
penentuan status pengungsi atau yang biasa disebut dengan “Refugee
Status Determination” (RSD), sehingga pengaturan permasalahan
mengenai pengungsi ditetapkan oleh UNHCR (Badan PBB yang mengurusi
soal pengungsi) sesuai dengan mandat yang diterimanya berdasarkan
Statuta UNHCR Tahun 1950. Semua negara yang belum meratifikasi
Konvensi Pengungsi wajib menjunjung tinggi standar perlindungan
pengungsi yang telah menjadi bagian dari hukum internasional umum,
karena konvensi tersebut sudah menjadi jus cogens, dan tidak seorang
pengungsipun dapat dikembalikan ke wilayah di mana hidup atau
kebebasannya terancam.10
Indonesia telah menolak secara konsisten segala bentuk diskriminasi
atas dasar agama, suku dan alasan-alasan lain. Sikap Pemerintah
Indonesia terhadap persoalan Rohingya di Myanmar, termasuk kepedulian
untuk membawa dalam diskusi multilateral dan bilateral dengan Myanmar
(Jawahir Thontowi, 2013).
10
Atik Krustiyati, “Aspek Hukum Internasional Penyelesaian Pengungsi Timor Leste”,
Disertasi Program Pascasarjana Universitas 17 Agustus 1945), Surabaya, 2009: 13.
Hubungan antara pemerintah Indonesia dan Myanmar cukup dekat,
baik secara bilateral maupun dengan negara kawasan. Karena itu pula,
kepedulian yang ditunjukkan Indonesia lewat berbagai macam bantuan dari
masyarakatnya diharapkan bisa diteirma tanpa mencederai hubungan
persahabatan kedua negara.
Upaya pemerintah Indonesia secara multilateral dan regional aktif ikut
membahas permasalahan etnis Rohingya, seperti di dalam organisasi-
organisasi kemanusiaan: UNHCR, IOM dan JVT. Diplomasi mengangkat
isu Rohingya di KTT ASEAN, Forum Bali Process dan KTT OKI yang
berlangsung di Mekkah, Saudi Arabia tanggal 14-15 Agustus 2012 juga
sebagaimana diketahui, atas inisiatif Indonesia dan beberapa negara
ASEAN, telah mendorong pemerintah Myanmar untuk menyelesaikan
konflik.
Dalam perspektif realis, kebijakan luar negeri adalah tujuan nasional
suatu negara yang dipengaruhi oleh perilaku interasional seperti
keamanan, kapasitas militer dan aliansi negara. Pemerintah Indonesia
tidak dapat menutup mata terhadap penderitaan etnis Rohingya dan
berupaya untuk mencari solusi terbaik sesuai yang diamanatkan oleh UUD
1945.11
Sesuai dengan amanat UUD 1945 untuk ikut menciptakan
perdamaian dunia, menjaga ketertiban dunia, dan menghapus segala
tindak penindasan, maka terlepas dari apakah manusia perahu tersebut
adalah pengungsi yang berhak mendapatkan perlindungan atau pencari
suaka bermotif ekonomi, secara moral, Indonesia sebagai negara
kedua/transit wajib memberikan perlindungan kepada mereka, sampai
statusnya jelas. Hal ini tercantum dalam UU Dasar 1945, Keputusan MPR.
No.XVII/MPR/1998, UU No. 39/1999 mengenai HAM, dan UU No. 37/1999
mengenai Hubungan Luar Negeri yang menyiratkan bahwa setiap orang
berhak mendapatkan suaka dan perlindungan HAM. Pemerintah Indonesia
menegaskan bahwa penanganan pengungsi Rohingya akan melibatkan
11
Rismayati, Irma D. 2009. Manusia Perahu Rohingya: Tantangan Penegakan HAM Di
ASEAN. http://pustakahpi.kemlu.go.id/dir_dok/Opinio%20Juris%20Vol%201%20Oktober
%202009.pdf
negara asal, negara transit, negara tujuan negara-negara lain di kawasan
serta lembaga internasional terkait.
Dalam penanganannya, terdapat beberapa opsi pilihan dalam
penanganan pengungsi Rohingya yang terdampar di Aceh, antara lain
adalah pertama, Indonesia segera mengembalikan (mendeportasi)
pengungsi Rohingya tersebut, apabila dipandang negara asal akan
menerima dan menjamin adanya perlindungan bagi mereka. Kedua,
Indonesia sebagai negara transit menetapkan status manusia perahu
tersebut sebagai pengungsi. Dalam kaitan ini, Indonesia dapat meminta
bantuan dan bekerjasama dengan IOM, UNCHR dan OCHA untuk
mencarikan negara ketiga/tujuan.12
Keputusan pemerintah Indonesia terkait masalah pengungsi
Rohingya untuk menampung sementara merupakan hal sepatutnya
dilakukan dari sisi hukum internasional sesuai asas non reloulement dalam
Konvensi tentang Status Pengungsi 1951. Sebagai Negara yang memiliki
penduduk mayoritas Muslim, sudah selayaknya jika Muslim Indonesia
menghormati prinsip-prinsip yang diatur dalam Konvensi Internasional dan
mendukung pengungsi Rohingya yang mayoritas beragama Islam.
Kesimpulan
Kaum realis (realism) menganggap bahwa umat manusia pada dasarnya
tidak murah hati melainkan bersifat egois dan kompetitif. Dari begitu
banyaknya pembahasan mengenai realisme, Morgenthau mencatat enam
prinsip realisme politik yaitu (1) politik ditentukan oleh hukum-hukum objektif
12
Krustiyati, Atik. 2012. Kebijakan Penanganan Pengungsi Di Indonesia: Kajian Dari
Konvensi Pengungsi Tahun 1951 dan Protokol 1967. Law Review Volume XII No. 2.
http://repository.ubaya.ac.id/3344/1/Krustiyati_Kebijakan_2012.pdf
yang berakar pada kodrat manusia. (2) Untuk mengetahui tentang politik
internasional tidak terlepas dari pengertian kekuatan maksudnya adalah
kepentingan yang sangat berkaitan dengan kekuasaan. (3) Bentuk dan sifat
kekuasaan negara akan bermacam-macam dalam waktu, tempat dan
konteks, tetapi konsep kepentingan masih tetap sama. (4) Prinsip-prinsip
moral universal tidak menuntut sikap negara, meski sikap negara jelas akan
memiliki implikasi moral dan etika. (5) Tidak ada serangkaian prinsip-prinsip
moral yang disetujui secara universal. (6) Secara intelektual, bidang politik itu
otonom dari setiap bidang perhatian manusia lainnya, entah bidang-bidang
yang lain tersebut bersifat legal, moral atau ekonomi.
Indonesia sebagai salah satu negara peserta konvensi wajib
melaksanakan hak-hak dan kewajiban tersebut walaupun Indonesia belum
meratifikasinya karena konvensi tersebut berubah menjadi kebiasaan
intenasional yang harus ditaati semua negara. Indonesia memiliki
tanggungjawab untuk memberikan penghormatan terhadap Konvensi
Pengungsi 1951 tersebut khususnya terhadap prinsip Non-Refoulement
dengan tidak menolak atau mengembalikan pengungsi Rohingya kembali ke
Myanmar dengan alasan keamanan dan keselamatan serta adanya ancaman
persekusi atau penganiayaan.
Morgenthau menekankan pentingnya “kepentingan nasional” bagi setiap
negara dalam memformulasikan kebijakan luar negerinya. Pemerintah
Indonesia diharapkan untuk segera menjadi pihak pada Konvensi 1951 dan
Protokol 1961, untuk itu perlu ada kesiapan baik dari segi aspek teknik, politis
dan yuridis dalam meratifikasi dua instrumen hukum internasioanl tersebut.
Penanganan persoalan pengungsi harus mengedepankan prinsip individual
rights model yang memperlihatkan prinsip keamanan manusia (human
security). Hal ini penting agar tercipta hubungan bilateral yang baik antara
negara asal pengungsi dengan negara tujuan pengungsi.
DAFTAR PUSTAKA
Atikah. 2016. Sekilas tentang Posisi Indonesia Terkait Pengungsi.
http://www.acehtrend.co/sekilas-tentang-posisi-indonesia-terkait-pengungsi/
Burchill, Scott & Linklater, Andrew. 2009. Teori-Teori Hubungan Internasional,
Penerbit Nusa Media, Bandung.
Goodin, Robert E. (2010). The Oxford Handbook of International Relations.
Oxford: Oxford University Press. hal. 132.
Jackson, Robert & Sorensen, George. 2009. Pengantar Studi Ilmu Hubungan
Internasional, Pustaka Pelajar Offset. Yogyakarta.
Krustiyati, Atik. 2009. “Aspek Hukum Internasional Penyelesaian Pengungsi
Timor Leste”, (Disertasi Program Pascasarjana Universitas 17 Agustus
1945), Surabaya.
Krustiyati, Atik. 2012. Kebijakan Penanganan Pengungsi Di Indonesia: Kajian
Dari Konvensi Pengungsi Tahun 1951 dan Protokol 1967. Law Review
Volume XII No. 2.
http://repository.ubaya.ac.id/3344/1/Krustiyati_Kebijakan_2012.pdf
Morgenthau, Hans J. 2010. Politik Antar Bangsa. Yayasan Pustaka Obor.
Jakarta.
Myanmar, The Rohingya Minority: Fundamental Right Denied, Amnesty
International, May 2004, AI Index: ASA 16/005/2004
http://www.amnesty.org/en/library/asset/ASA16/005/2004/en/dom-
ASA160052004en.pdf.
Peter J. Taylor, Political Geography World Economy, Nation State and
Locality, Es Sex : Longman, ed. 1993. dalam Achmad Romsan,
Pengantar Hukum PengungsiInternasional : Hukum Internasional dan
Prinsip-prinsip Perlindungan Internasional, (Jakarta: UNHCR, 2003),
hlm.28.
Rismayati, Irma D. 2009. Manusia Perahu Rohingya: Tantangan Penegakan
HAM Di ASEAN.http://pustakahpi.kemlu.go.id/dir_dok/Opinio%20Juris
%20Vol%201%20Oktober%202009.pdf
Scott Burchil dan Andrew Linklater. Teori-teori Hubungan Internasional.
Banding: Nusa Media, 1996.
UNHCR, 2000, The State of theWorld’s Refugees (Oxford University Press).
Wagiman, 2012, Hukum Pengungsi Internasional, Sinar Grafika, Jakarta
Timur, Hlm. 129.

More Related Content

What's hot

Pengertian perbandingan administrasi negara dan ilmu perbandingan administras...
Pengertian perbandingan administrasi negara dan ilmu perbandingan administras...Pengertian perbandingan administrasi negara dan ilmu perbandingan administras...
Pengertian perbandingan administrasi negara dan ilmu perbandingan administras...
Ian Setiawan
 
Sistem & sistem politik menurut david easton
Sistem & sistem politik menurut david eastonSistem & sistem politik menurut david easton
Sistem & sistem politik menurut david easton
dinnianggra
 

What's hot (20)

Teori politik
Teori politikTeori politik
Teori politik
 
Ketahanan Nasional
Ketahanan NasionalKetahanan Nasional
Ketahanan Nasional
 
PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM ILMU POLITIK.pptx
PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM ILMU POLITIK.pptxPENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM ILMU POLITIK.pptx
PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM ILMU POLITIK.pptx
 
Identifikasi Issu / Masalah Kebijakan
Identifikasi Issu / Masalah Kebijakan Identifikasi Issu / Masalah Kebijakan
Identifikasi Issu / Masalah Kebijakan
 
Perencanaan Pembangunan Daerah
Perencanaan Pembangunan Daerah Perencanaan Pembangunan Daerah
Perencanaan Pembangunan Daerah
 
Modul 4.2 Teknik dan Kriteria dalam Analisis Kebijakan
Modul 4.2 Teknik dan Kriteria dalam Analisis KebijakanModul 4.2 Teknik dan Kriteria dalam Analisis Kebijakan
Modul 4.2 Teknik dan Kriteria dalam Analisis Kebijakan
 
Analisis LQ, DLQ, SS, dan klassen di provinsi riau
Analisis LQ, DLQ, SS, dan klassen di provinsi riauAnalisis LQ, DLQ, SS, dan klassen di provinsi riau
Analisis LQ, DLQ, SS, dan klassen di provinsi riau
 
Pengertian perbandingan administrasi negara dan ilmu perbandingan administras...
Pengertian perbandingan administrasi negara dan ilmu perbandingan administras...Pengertian perbandingan administrasi negara dan ilmu perbandingan administras...
Pengertian perbandingan administrasi negara dan ilmu perbandingan administras...
 
Pengantar ilmu politik
Pengantar ilmu politikPengantar ilmu politik
Pengantar ilmu politik
 
Sistem Politik Di Indonesia
Sistem Politik Di IndonesiaSistem Politik Di Indonesia
Sistem Politik Di Indonesia
 
Sumber hukum
Sumber hukumSumber hukum
Sumber hukum
 
Kelompok 2b evolusi
Kelompok 2b evolusiKelompok 2b evolusi
Kelompok 2b evolusi
 
Politik dan Strategi Nasional (Kewarganegaraan)
Politik dan Strategi Nasional (Kewarganegaraan)Politik dan Strategi Nasional (Kewarganegaraan)
Politik dan Strategi Nasional (Kewarganegaraan)
 
Sistem Perencanaan, Pengawasan dan Evaluasi Pembangunan Daerah
Sistem Perencanaan, Pengawasan dan Evaluasi Pembangunan DaerahSistem Perencanaan, Pengawasan dan Evaluasi Pembangunan Daerah
Sistem Perencanaan, Pengawasan dan Evaluasi Pembangunan Daerah
 
Etika Pemerintahan
Etika PemerintahanEtika Pemerintahan
Etika Pemerintahan
 
1. identitas nasional
1. identitas nasional1. identitas nasional
1. identitas nasional
 
Demokrasi dan Implementasi
Demokrasi dan ImplementasiDemokrasi dan Implementasi
Demokrasi dan Implementasi
 
Sistem & sistem politik menurut david easton
Sistem & sistem politik menurut david eastonSistem & sistem politik menurut david easton
Sistem & sistem politik menurut david easton
 
Beberapa ukuran dasar demografi
Beberapa ukuran dasar demografiBeberapa ukuran dasar demografi
Beberapa ukuran dasar demografi
 
Perbandingan Administrasi Negara Antara Negara China Dan Indonesia
Perbandingan Administrasi Negara  Antara Negara China Dan Indonesia Perbandingan Administrasi Negara  Antara Negara China Dan Indonesia
Perbandingan Administrasi Negara Antara Negara China Dan Indonesia
 

Similar to Essay - Posisi Luar Negeri Indonesia dalam Kasus Pengungsi Rohingya

Globalisasi berprograma 2013
Globalisasi berprograma 2013Globalisasi berprograma 2013
Globalisasi berprograma 2013
Rinie Hanif
 
Makalah hubungan internasional di indonesia (2)
Makalah hubungan internasional di indonesia (2)Makalah hubungan internasional di indonesia (2)
Makalah hubungan internasional di indonesia (2)
Septian Muna Barakati
 
Makalah hubungan internasional di indonesia
Makalah hubungan internasional di indonesiaMakalah hubungan internasional di indonesia
Makalah hubungan internasional di indonesia
Septian Muna Barakati
 
Globalisasi (Akbar Sena|| 8c)
Globalisasi (Akbar Sena|| 8c)Globalisasi (Akbar Sena|| 8c)
Globalisasi (Akbar Sena|| 8c)
Akbar Sena
 
Politik dan Strategi Nasional
Politik dan Strategi NasionalPolitik dan Strategi Nasional
Politik dan Strategi Nasional
Emirita Reta
 

Similar to Essay - Posisi Luar Negeri Indonesia dalam Kasus Pengungsi Rohingya (20)

Intervensi Kemanusiaan oleh PBB: UNPROFOR
Intervensi Kemanusiaan oleh PBB: UNPROFORIntervensi Kemanusiaan oleh PBB: UNPROFOR
Intervensi Kemanusiaan oleh PBB: UNPROFOR
 
Hak asasi manusia dan implikasinya
Hak asasi manusia dan implikasinyaHak asasi manusia dan implikasinya
Hak asasi manusia dan implikasinya
 
Hak asasi manusia dan implikasinya
Hak asasi manusia dan implikasinyaHak asasi manusia dan implikasinya
Hak asasi manusia dan implikasinya
 
Makalah genosida 2
Makalah genosida 2Makalah genosida 2
Makalah genosida 2
 
IDE DAN PRAKSIS NEO-NASIONALISME DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBALISASI
IDE DAN PRAKSIS NEO-NASIONALISME DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBALISASIIDE DAN PRAKSIS NEO-NASIONALISME DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBALISASI
IDE DAN PRAKSIS NEO-NASIONALISME DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBALISASI
 
Globalisasi berprograma 2013
Globalisasi berprograma 2013Globalisasi berprograma 2013
Globalisasi berprograma 2013
 
Resep ym25
Resep  ym25Resep  ym25
Resep ym25
 
Bab ii
Bab iiBab ii
Bab ii
 
Transnasional
TransnasionalTransnasional
Transnasional
 
Transnasional
TransnasionalTransnasional
Transnasional
 
Makalah hubungan internasional di indonesia
Makalah hubungan internasional di indonesiaMakalah hubungan internasional di indonesia
Makalah hubungan internasional di indonesia
 
Makalah hubungan internasional di indonesia
Makalah hubungan internasional di indonesiaMakalah hubungan internasional di indonesia
Makalah hubungan internasional di indonesia
 
Makalah hubungan internasional di indonesia (2)
Makalah hubungan internasional di indonesia (2)Makalah hubungan internasional di indonesia (2)
Makalah hubungan internasional di indonesia (2)
 
Makalah hubungan internasional di indonesia
Makalah hubungan internasional di indonesiaMakalah hubungan internasional di indonesia
Makalah hubungan internasional di indonesia
 
Globalisasi (Akbar Sena|| 8c)
Globalisasi (Akbar Sena|| 8c)Globalisasi (Akbar Sena|| 8c)
Globalisasi (Akbar Sena|| 8c)
 
Sengketa Internasional di akibatkan faktor HAM
Sengketa Internasional di akibatkan faktor HAMSengketa Internasional di akibatkan faktor HAM
Sengketa Internasional di akibatkan faktor HAM
 
Kelompok 8 : The Clash of Civilization
Kelompok 8 : The Clash of CivilizationKelompok 8 : The Clash of Civilization
Kelompok 8 : The Clash of Civilization
 
Politik dan Strategi Nasional
Politik dan Strategi NasionalPolitik dan Strategi Nasional
Politik dan Strategi Nasional
 
Makalah hubungan internasional di indonesia
Makalah hubungan internasional di indonesiaMakalah hubungan internasional di indonesia
Makalah hubungan internasional di indonesia
 
Politik identitas dan Nasionalisme
Politik identitas dan NasionalismePolitik identitas dan Nasionalisme
Politik identitas dan Nasionalisme
 

Recently uploaded

Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docxKisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
FitriaSarmida1
 
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
IvvatulAini
 
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docxKISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
DewiUmbar
 
443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx
443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx
443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx
ErikaPutriJayantini
 
Aksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdf
Aksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdfAksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdf
Aksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdf
subki124
 

Recently uploaded (20)

Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docxKisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
 
Lokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptx
Lokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptxLokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptx
Lokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptx
 
Materi Sistem Pernapasan Pada Manusia untuk kelas 5 SD
Materi Sistem Pernapasan Pada Manusia untuk kelas 5 SDMateri Sistem Pernapasan Pada Manusia untuk kelas 5 SD
Materi Sistem Pernapasan Pada Manusia untuk kelas 5 SD
 
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan BerkelanjutanTopik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
 
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
 
MODUL AJAR SENI TARI KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI TARI KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI TARI KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI TARI KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
sistem digesti dan ekskresi pada unggas ppt
sistem digesti dan ekskresi pada unggas pptsistem digesti dan ekskresi pada unggas ppt
sistem digesti dan ekskresi pada unggas ppt
 
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXAKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docxKISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
 
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx
443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx
443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx
 
Bioteknologi Konvensional dan Modern kelas 9 SMP
Bioteknologi Konvensional dan Modern  kelas 9 SMPBioteknologi Konvensional dan Modern  kelas 9 SMP
Bioteknologi Konvensional dan Modern kelas 9 SMP
 
Skenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru Penggerak
Skenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru PenggerakSkenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru Penggerak
Skenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru Penggerak
 
BAB 1 BEBATAN DAN BALUTAN DALAM PERTOLONGAN CEMAS
BAB 1 BEBATAN DAN BALUTAN DALAM PERTOLONGAN CEMASBAB 1 BEBATAN DAN BALUTAN DALAM PERTOLONGAN CEMAS
BAB 1 BEBATAN DAN BALUTAN DALAM PERTOLONGAN CEMAS
 
Aksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdf
Aksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdfAksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdf
Aksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdf
 
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Detik-Detik Proklamasi Indonesia pada Tahun 1945
Detik-Detik Proklamasi Indonesia pada Tahun 1945Detik-Detik Proklamasi Indonesia pada Tahun 1945
Detik-Detik Proklamasi Indonesia pada Tahun 1945
 

Essay - Posisi Luar Negeri Indonesia dalam Kasus Pengungsi Rohingya

  • 1. POSISI POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA DALAM MENGHADAPI KASUS PENGUNGSI ROHINGYA Indira Junita Jauza | 2014330217 – Kelas B 0171 / R. 03502 Masalah pengungsi merupakan masalah yang sangat serius yang dihadapi oleh masyarakat internasional yang penanggulangannya memerlukan kerjasama masyarakat internasional secara keseluruhan. Masalah perlindungan kepada pengungsi juga merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Konvensi 1951 terkait status pengungsi (refugees) dan Protokol 1967 merupakan perwujudan hukum modern dari tradisi kuno dan universal memberikan perlindungan pada mereka yang berisiko dan dalam bahaya. Kedua instrumen tersebut mencerminkan nilai dasar manusia pada konsensus global yang ada dan instrumen pertama dan hanya pada tingkat yang secara global khusus mengatur penanganan mereka yang dipaksa untuk meninggalkan rumah mereka karena pecah dengan negara asal mereka. Istilah dan definisi pengungsi (refugees) pertama kali muncul pada waktu Perang Dunia Pertama, yang dianggap sebagai titik kulminasi dari proses pembangunan sebuah bangsa.1 Selama setengah abad, mereka telah secara jelas menunjukkan adaptasi mereka untuk mengubah keadaan faktual. Dimulai dengan pengungsi Eropa dari Perang Dunia Kedua, Konvensi telah berhasil diberikan kerangka untuk melindungi pengungsi dari penganiayaan baik dari rezim represif dan pergolakan yang disebabkan oleh perang kemerdekaan, atau banyaknya konflik etnis dari era pasca-Perang Dingin.2 Saat ini, perlindungan pengungsi internasional diperlukan seperti ketika 1 Peter J.Taylor, Political Geography World Economy, Nation State and Locality, Es Sex : Longman, ed. 1993. dalam Achmad Romsan, Pengantar Hukum PengungsiInternasional : Hukum Internasional dan Prinsip-prinsip Perlindungan Internasional, (Jakarta: UNHCR, 2003), hlm.28. 2 Lihat umumnya, UNHCR, The State of theWorld’s Refugees (Oxford University Press, 2000).
  • 2. Konvensi 1951 diadopsi lebih dari lima puluh tahun yang lalu. Sejak akhir Perang Dingin, ketegangan membara yang bersifat antar-etnis sering dimanfaatkan oleh politisi populis telah meletus menjadi konflik dan perselisihan. Masyarakat yang hidup bersama selama beberapa generasi telah dipisahkan dan jutaan orang mengungsi. Secara terencana warga sipil dan pengungisan mereka ditegakkan tidak hanya mewakili metode peperangan tetapi telah menjadi tujuan dari konflik. Terlihat jelas, pemindahan paksa tersebut merupakan alasan definisi pengungsi (refugees) dalam Konvensi. Hingga saat ini, masalah klasik yang masih terus terulang adalah perilaku pengungsi di negara transit, yakni pelanggaran-pelanggaran yang tergolong sebagai tindak pidana dan melanggar hukum nasional negara tempat dimana ia berada. Salah satu contoh terhadap masalah tersebut yaitu beberapa pengungsi Rohingya pada tahun 2009. Rohingya adalah pengungsi asal Myanmar dan Bangladesh yang transit di Indonesia dengan tujuan akhir ke Australia. Kebijakan hukum dan politik pemerintah Myanmar terhadap Minoritas suku Rohingya menjadi isu hukum internasional yang relevan. Sebagai warga minoritas, kelompok etnis Rohingya selama ini mengalami tekanan masalah sosial, budaya, ekonomi, dan pengabaian hak-hak dasar mereka. Hal tersebut menyebabkan ribuan warna etnis Rohingya terkena dampak kekerasan yang mengakibatkan banyak warga yang meninggal, kehilangan kewarganegaraan dan mengungsi. Salah satu teori atau pun perspektif yang sering digunakan dalam mempelajari studi hubungan internasional (HI) yaitu teori realisme atau juga sering disebut sebagai “spektrum ide”.3 Realisme menjadi sebuah paradigma besar setelah kegagalan LBB dalam upaya untuk mencegah terjadinya perang pasca perang dunia pertama. Kaum realis berpendapat bahwa mustahil menata ‘hutan’ menjadi ‘kebun binatang’. Hewan-hewan yang terkuat tidak akan membiarkan dirinya ditangkap dan dimasukkan ke dalam kandang.4 3 Goodin, Robert E. (2010). The Oxford Handbook of International Relations. Oxford: Oxford University Press. hal. 132 4 Jackson, Robert & Sorensen, George. 2009. Pengantar Studi Ilmu Hubungan Internasional,
  • 3. Dalam tulisan ini, penulis akan menjabarkan beberapa penjabaran pengertian mendasar realisme dari pandangan Morgenthau, khususnya terkait dengan langkah-langkah Indonesia dalam menangani kasus pengungsi Rohingya. Hingga saat ini, konsep interest dan power oleh Hans J. Morgenthau masih menjadi konsep terpenting dalam studi Hubungan Internasional. Realism: the state, national interest and foreign policy (Hans J. Morgenthau) Realisme klasik dalam teori HI dipengaruhi oleh beberapa tokoh diantaranya yang paling besar adalah pandangan Hans J. Morgenthau. Karyanya yang begitu fenomenal berjudul Politics Among Nations ditulis diakhir Perang Dunia II, saat itu Amerika menjadi negara yang memiliki kekuatan internasional yang paling tangguh. Selain pembahasannya terpaku pada perang akan tetapi di sisi lain juga membahas peranan Amerika Serikat terhadap dunia pasca perang (Scott Burchil & Andrew Linklater, 1996: 99). Karya penting Morgenthau oleh karenanya terbagi dalam dua pihak: karya itu merupakan pernyataan intelektual yang dimaksudkan untuk mempengaruhi mahasiswa di generasi itu di lingkungan akademi HI dan merupakan serangkaian panduan bagi para pembuat kebijakan luar negeri AS yang dihadapkan pada ketidakpastian Perang Dingin. Mengenai Human Nature, Morgenthau berpandangan bahwa pria dan wanita secara alami adalah binatang politik. Dimana maksudnya mereka dilahirkan untuk mengejar kekuasaan dan untuk memperoleh hasil dari kekuasaan. Morgenthau juga berbicara tentang animus dominandi, dimana artinya manusia “haus” akan kekuasaan.5 Pengharapan akan kekuasaan bukan hanya menghasilkan pencarian keuntungan relative (relative gain) teapi juga pencaian wilayah politik yang terjamin keamanannya yang dapat Pustaka pelajar Offset, Hal. 56. 5 Burchill, Scott & Linklater, Andrew. 2009. Teori-Teori Hubungan Internasional, Penerbit Nusa Media, Hal. 99.
  • 4. digunakan untuk mempertahankan diri sendiri dan untuk memperoleh kebebasan diri sendiri dari pihak lain. Itu merupakan aspek keamanan animus dominandi. Wilayah politik yang paling akhir yang di situ keamanan dapat diatur dan diperoleh. Tentunya hanyalah negara merdeka. Keamanan diluar negara adalah mustahil. Morgenthau membungkus teori HI-nya dalam “enam prinsip realisme politik”6 sebagai berikut: 1) Politik berakar dalam sifat manusia yang permanen dan tidak berubah yang pada dasarnya mementingkan diri sendiri. 2) Politik adalah “wilayah tindakan otonom” dan oleh karena itu tidak dapat terlepas dari masalah ekonomi atau dari persoalan moral. Para pemimpin negara seharusnya bertindak sesuai dengan petunjuk kebijaksanaan politik. 3) Kepentingan pribadi adalah fakta mendasar kondisi manusia: seluruh rakyat memiliki minat yang sangat rendah dalam hal memperjuangkan keamanan dan keber;angsungan hidupnya. Politik adalah arena mengekspresikan kepentingan-kepentingan yang cepat atau lambat akan berubah menjadi suatu konflik. Politik Internasional adalah arena kepentingan-kepentingan negara yang sedang berkonflik. Tetapi kepentingan-kepentingan tidaklah tetap: dunia selalu berubah kapanpun dan dimanapun. Realisme adalah doktrin yang menjawab fakta dari realitas politik yang berubah. 4) Etika hubungan internasional adalah etika situasionaL atau politis yang berbeda jauh dari moralitas pribadi. Seorang pemimpin politik tidak memiliki kebebasan yang sama untuk melakukan sesuatu yang benar seperti yang dimiliki warga negara pribadi. Hal itu disebabkan pemimpin politik memilik tanggung jawab yang jauh lebih berat dibandingkan warganegara pribadi: ia bertanggung jawab pada rakyat (terutama pada negerinya) yang bergantung padanya; ia bertanggung jawab untuk keamanan dan 6 Enam prinsip realisme secara luas bersumber pada: Morgenthau, Hans J. 2010.Politik Antar Bangsa. Yayasan Pustaka Obor. Hal. 4.
  • 5. kesejahteraan mereka. Pemimpin negara yang bertanggung jawab harus berjuang tidak melakukan yang terbaik, malainkan, melakukan yang terbaik ketika keadaan pada saat itu mengijinkan. Situasi pilihan politik yang terbatas tersebut adalah inti normatif etika kaum realis 5) Oleh karena itu, kaum realis menentang pemikiran bahwa bangsa- bangsa tertentu-sekalipun bangsa yang sangat demokratis seperti Amerika Serikat dapat memaksakan ideologinya pada bangsa lain dan dapat menggunakan kekuatannya dalam mendukung tindakan tadi. Kaum realis menentangnya sebab mereka melihat itu sebagai aktivitas berbahaya yang mengancam perdamaian dan keamanan internasional. Pada akhirnya, hal itu dapat berbalik dan mengancam negara yang sedang berjuang. 6) Seni bernegara adalah aktivitas sederhana dan cenderung membosankan yang menimbulkan kesadaran penuh akan keterbatasan dan ketidaksempurnaan manusia. Pandangan manusia yang pesimistik sebagaimana adanya dan bukan sebagaimana yang kita harapkan adalah sesuatu kenyataan yang sulit yang terdapat dalam inti politik internasional. Dari enam prinsip politik diatas bisa dilihat bahwa Morgenthau menganggap bagwa negara bangsa sebagai suatu kesatuan dalam politik internasional. Meski demikian Morgenthau juga tidak menganggapnya sebagai ekspresi utama dari komunitas politik. Morgenthau merasakan bahwa kekuatan globalisasi akan mengubah negara bangsa menjadi tidak berlaku lagi dan segera akan menjadi usang.7 ANALISIS Posisi Indonesia Terhadap Pengungsi Rohingya Berbagai media baik cetak maupun elektronik telah memuat berita- 7 Burchill, Scott & Linklater, Andrew. 2009. Teori-Teori Hubungan Internasional, Penerbit Nusa Media, Hal. 99.
  • 6. berita tentang pengungsi Rohingya dari Myanmar. Orang-orang Rohingya adalah sebutan bagi kaum minoritas muslim yang berasal dari kawasan Arakhan di sebelah Barat Myanmar. Penduduk di kawasan tersebut umumnya berasal dari keturunan Arab yang hijrah ke wilayah tersebut sejak masa kekhaisaran Mughal, Kekaisaran Muslim yang pernah berkuasa di sub kontinen India pada tahun 1526-1858. Fakta terkait pengungsi Rohingya, yaitu pertama, etnis Rohingya jelas tidak diakui sebagai rakyat Myanmar (stateless). Kedua, mereka mengalami perlakuan diskriminatif dan rasis baik secara ekonomi, sosial maupun politik. Ketiga, etnis Rohingya mengalami berbagai penyiksaan dan pelanggaran HAM dengan diperkerja paksakan, diberi upah minim dan bahkan tanpa upah diberbagai proyek pembangunan infrastruktur di Myanmar.8 Bagi Morgenthau, sifat manusia merupakan dasar hubungan internasional tidak lebih dari hubungan manusia lain dimanapun. Manusia mementingkan diri sendiri dan mengejar kekuasaan, dan itu dapat dengan mudah mengakibatkan agresi.9 Myanmar secara terang-terangan mengejar kebijakan luar negeri yang agresif dan dicapai melalui konflik. Tidak ada yang mustahil mengingat bahwa hubungan internasional sudah terbiasa diiringi dengan pilihan kerjasama atau konflik. Terdapat pandangan kaum liberal dimana perang atau kebijakan yang menjadikan konflik sebagai wadah untuk mencapai tujuan hanya merupakan pilihan yang mengesampingkan kepentingan rakyat dan mendahulukan kepentingan dan nafsu buas elit-elit politik. Pandangan Morgenthau yang juga penting adalah “politik Internasional, seperti semua politik, adalah perjuangan demi kekuasaan. Apapun tujuan akhir dari politik Internasional, kekuasaan merupakan tujuan yang selalu didahulukan, dan cara-cara memperoleh, memelihara, dan 8 Myanmar, The Rohingya Minority: Fundamental Right Denied, Amnesty International, May 2004, AI Index: ASA 16/005/2004 http://www.amnesty.org/en/library/asset/ASA16/005/2004/en/dom-ASA160052004en.pdf. 9 Jackson, Robert & Sorensen, George. 2009. Pengantar Studi Ilmu Hubungan Internasional, Pustaka Pelajar Offset, Hal. 55.
  • 7. menujukkan kekuasaan menentukan teknik aksi politik”. Dalam perjalanan waktu sejak Myanmar dikuasai oleh Junta Militer, orang-orang Rohingya menjadi sasaran dari berbagai bentuk kekerasan dan tindakan lain yang melanggar HAM mereka. Banyak diantara mereka yang dipekerjakan secara paksa untuk membangun jalan dan kamp militer, dianiaya dan kaum perempuan menjadi korban perkosaan. Menurut Amnesti Internasional, orang Rohingya telah mengalami penderitaan yang cukup panjang akibat pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Pemerintah Junta Myanmar. Pemerintah Myanmar yang tidak bertanggung jawab terhadap orang-orang Rohingya mengakibatkan gelombang pelarian dan pengungsian dari orang Rohingya menyebar ke berbagai negeri, termasuk juga ke Indonesia. Indonesia hingga saat ini belum menjadi negara pihak (state parties) dari Konvensi Jenewa Tahun 1951 tentang Pengungsi dan Prototol 1967. Dengan belum menjadi pihak pada Konvensi Tahun 1951 dan Protokol, maka Pemerintah Indonesia tidak memiliki kewenangan untuk memberikan penentuan status pengungsi atau yang biasa disebut dengan “Refugee Status Determination” (RSD), sehingga pengaturan permasalahan mengenai pengungsi ditetapkan oleh UNHCR (Badan PBB yang mengurusi soal pengungsi) sesuai dengan mandat yang diterimanya berdasarkan Statuta UNHCR Tahun 1950. Semua negara yang belum meratifikasi Konvensi Pengungsi wajib menjunjung tinggi standar perlindungan pengungsi yang telah menjadi bagian dari hukum internasional umum, karena konvensi tersebut sudah menjadi jus cogens, dan tidak seorang pengungsipun dapat dikembalikan ke wilayah di mana hidup atau kebebasannya terancam.10 Indonesia telah menolak secara konsisten segala bentuk diskriminasi atas dasar agama, suku dan alasan-alasan lain. Sikap Pemerintah Indonesia terhadap persoalan Rohingya di Myanmar, termasuk kepedulian untuk membawa dalam diskusi multilateral dan bilateral dengan Myanmar (Jawahir Thontowi, 2013). 10 Atik Krustiyati, “Aspek Hukum Internasional Penyelesaian Pengungsi Timor Leste”, Disertasi Program Pascasarjana Universitas 17 Agustus 1945), Surabaya, 2009: 13.
  • 8. Hubungan antara pemerintah Indonesia dan Myanmar cukup dekat, baik secara bilateral maupun dengan negara kawasan. Karena itu pula, kepedulian yang ditunjukkan Indonesia lewat berbagai macam bantuan dari masyarakatnya diharapkan bisa diteirma tanpa mencederai hubungan persahabatan kedua negara. Upaya pemerintah Indonesia secara multilateral dan regional aktif ikut membahas permasalahan etnis Rohingya, seperti di dalam organisasi- organisasi kemanusiaan: UNHCR, IOM dan JVT. Diplomasi mengangkat isu Rohingya di KTT ASEAN, Forum Bali Process dan KTT OKI yang berlangsung di Mekkah, Saudi Arabia tanggal 14-15 Agustus 2012 juga sebagaimana diketahui, atas inisiatif Indonesia dan beberapa negara ASEAN, telah mendorong pemerintah Myanmar untuk menyelesaikan konflik. Dalam perspektif realis, kebijakan luar negeri adalah tujuan nasional suatu negara yang dipengaruhi oleh perilaku interasional seperti keamanan, kapasitas militer dan aliansi negara. Pemerintah Indonesia tidak dapat menutup mata terhadap penderitaan etnis Rohingya dan berupaya untuk mencari solusi terbaik sesuai yang diamanatkan oleh UUD 1945.11 Sesuai dengan amanat UUD 1945 untuk ikut menciptakan perdamaian dunia, menjaga ketertiban dunia, dan menghapus segala tindak penindasan, maka terlepas dari apakah manusia perahu tersebut adalah pengungsi yang berhak mendapatkan perlindungan atau pencari suaka bermotif ekonomi, secara moral, Indonesia sebagai negara kedua/transit wajib memberikan perlindungan kepada mereka, sampai statusnya jelas. Hal ini tercantum dalam UU Dasar 1945, Keputusan MPR. No.XVII/MPR/1998, UU No. 39/1999 mengenai HAM, dan UU No. 37/1999 mengenai Hubungan Luar Negeri yang menyiratkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan suaka dan perlindungan HAM. Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa penanganan pengungsi Rohingya akan melibatkan 11 Rismayati, Irma D. 2009. Manusia Perahu Rohingya: Tantangan Penegakan HAM Di ASEAN. http://pustakahpi.kemlu.go.id/dir_dok/Opinio%20Juris%20Vol%201%20Oktober %202009.pdf
  • 9. negara asal, negara transit, negara tujuan negara-negara lain di kawasan serta lembaga internasional terkait. Dalam penanganannya, terdapat beberapa opsi pilihan dalam penanganan pengungsi Rohingya yang terdampar di Aceh, antara lain adalah pertama, Indonesia segera mengembalikan (mendeportasi) pengungsi Rohingya tersebut, apabila dipandang negara asal akan menerima dan menjamin adanya perlindungan bagi mereka. Kedua, Indonesia sebagai negara transit menetapkan status manusia perahu tersebut sebagai pengungsi. Dalam kaitan ini, Indonesia dapat meminta bantuan dan bekerjasama dengan IOM, UNCHR dan OCHA untuk mencarikan negara ketiga/tujuan.12 Keputusan pemerintah Indonesia terkait masalah pengungsi Rohingya untuk menampung sementara merupakan hal sepatutnya dilakukan dari sisi hukum internasional sesuai asas non reloulement dalam Konvensi tentang Status Pengungsi 1951. Sebagai Negara yang memiliki penduduk mayoritas Muslim, sudah selayaknya jika Muslim Indonesia menghormati prinsip-prinsip yang diatur dalam Konvensi Internasional dan mendukung pengungsi Rohingya yang mayoritas beragama Islam. Kesimpulan Kaum realis (realism) menganggap bahwa umat manusia pada dasarnya tidak murah hati melainkan bersifat egois dan kompetitif. Dari begitu banyaknya pembahasan mengenai realisme, Morgenthau mencatat enam prinsip realisme politik yaitu (1) politik ditentukan oleh hukum-hukum objektif 12 Krustiyati, Atik. 2012. Kebijakan Penanganan Pengungsi Di Indonesia: Kajian Dari Konvensi Pengungsi Tahun 1951 dan Protokol 1967. Law Review Volume XII No. 2. http://repository.ubaya.ac.id/3344/1/Krustiyati_Kebijakan_2012.pdf
  • 10. yang berakar pada kodrat manusia. (2) Untuk mengetahui tentang politik internasional tidak terlepas dari pengertian kekuatan maksudnya adalah kepentingan yang sangat berkaitan dengan kekuasaan. (3) Bentuk dan sifat kekuasaan negara akan bermacam-macam dalam waktu, tempat dan konteks, tetapi konsep kepentingan masih tetap sama. (4) Prinsip-prinsip moral universal tidak menuntut sikap negara, meski sikap negara jelas akan memiliki implikasi moral dan etika. (5) Tidak ada serangkaian prinsip-prinsip moral yang disetujui secara universal. (6) Secara intelektual, bidang politik itu otonom dari setiap bidang perhatian manusia lainnya, entah bidang-bidang yang lain tersebut bersifat legal, moral atau ekonomi. Indonesia sebagai salah satu negara peserta konvensi wajib melaksanakan hak-hak dan kewajiban tersebut walaupun Indonesia belum meratifikasinya karena konvensi tersebut berubah menjadi kebiasaan intenasional yang harus ditaati semua negara. Indonesia memiliki tanggungjawab untuk memberikan penghormatan terhadap Konvensi Pengungsi 1951 tersebut khususnya terhadap prinsip Non-Refoulement dengan tidak menolak atau mengembalikan pengungsi Rohingya kembali ke Myanmar dengan alasan keamanan dan keselamatan serta adanya ancaman persekusi atau penganiayaan. Morgenthau menekankan pentingnya “kepentingan nasional” bagi setiap negara dalam memformulasikan kebijakan luar negerinya. Pemerintah Indonesia diharapkan untuk segera menjadi pihak pada Konvensi 1951 dan Protokol 1961, untuk itu perlu ada kesiapan baik dari segi aspek teknik, politis dan yuridis dalam meratifikasi dua instrumen hukum internasioanl tersebut. Penanganan persoalan pengungsi harus mengedepankan prinsip individual rights model yang memperlihatkan prinsip keamanan manusia (human security). Hal ini penting agar tercipta hubungan bilateral yang baik antara negara asal pengungsi dengan negara tujuan pengungsi. DAFTAR PUSTAKA
  • 11. Atikah. 2016. Sekilas tentang Posisi Indonesia Terkait Pengungsi. http://www.acehtrend.co/sekilas-tentang-posisi-indonesia-terkait-pengungsi/ Burchill, Scott & Linklater, Andrew. 2009. Teori-Teori Hubungan Internasional, Penerbit Nusa Media, Bandung. Goodin, Robert E. (2010). The Oxford Handbook of International Relations. Oxford: Oxford University Press. hal. 132. Jackson, Robert & Sorensen, George. 2009. Pengantar Studi Ilmu Hubungan Internasional, Pustaka Pelajar Offset. Yogyakarta. Krustiyati, Atik. 2009. “Aspek Hukum Internasional Penyelesaian Pengungsi Timor Leste”, (Disertasi Program Pascasarjana Universitas 17 Agustus 1945), Surabaya. Krustiyati, Atik. 2012. Kebijakan Penanganan Pengungsi Di Indonesia: Kajian Dari Konvensi Pengungsi Tahun 1951 dan Protokol 1967. Law Review Volume XII No. 2. http://repository.ubaya.ac.id/3344/1/Krustiyati_Kebijakan_2012.pdf Morgenthau, Hans J. 2010. Politik Antar Bangsa. Yayasan Pustaka Obor. Jakarta. Myanmar, The Rohingya Minority: Fundamental Right Denied, Amnesty International, May 2004, AI Index: ASA 16/005/2004 http://www.amnesty.org/en/library/asset/ASA16/005/2004/en/dom- ASA160052004en.pdf. Peter J. Taylor, Political Geography World Economy, Nation State and Locality, Es Sex : Longman, ed. 1993. dalam Achmad Romsan, Pengantar Hukum PengungsiInternasional : Hukum Internasional dan Prinsip-prinsip Perlindungan Internasional, (Jakarta: UNHCR, 2003), hlm.28.
  • 12. Rismayati, Irma D. 2009. Manusia Perahu Rohingya: Tantangan Penegakan HAM Di ASEAN.http://pustakahpi.kemlu.go.id/dir_dok/Opinio%20Juris %20Vol%201%20Oktober%202009.pdf Scott Burchil dan Andrew Linklater. Teori-teori Hubungan Internasional. Banding: Nusa Media, 1996. UNHCR, 2000, The State of theWorld’s Refugees (Oxford University Press). Wagiman, 2012, Hukum Pengungsi Internasional, Sinar Grafika, Jakarta Timur, Hlm. 129.