SlideShare a Scribd company logo
1 of 71
DEMAM TIFOID
Oleh :
Dr. Soebagjo Loehoeri, SpPD-KTI
Demam tifoid
Typhus perut, Typhus abdominalis,
Typhoid fever
Definisi
 Penyakit sistemik akkut yang ditandai
demam akut akibat infeksi Salmonella sp
(lebih dari 500 sp)
Spesies yang sering dikenal di klinik
adalah Salmonella typhi, Salmonella
paratyphi A, B, C
Gejala klinik
Demam tinggi lebih dari 7 hari, dengan
sakit kepala kenaikan temperatur
mencapai 40-41ºC
Sakit kepala
Malaise
Menggigil
Bertahan 4-8 minggu (bila tidak diobati)
Nyeri otot, anoreksi
Mual, muntah
Obstipasi, diare
Perut tak enak
Demam/bradikasi relatif
Lidah kotor di tengah, tepi dan ujung
merah, tremor
Stupar, delirium, somnolen, koma/psikosis
Epistaksis “rosespots”
Laboratorium
Biasanya leukopenia
Leukositosis pada kasus dengan
komplikasi
Kultur darah (+) pada minggu I, bila (-)
kultur sumsum tulang banyak (+)nya
Kultur darah setelah 3 minggu 50%
Kultur feces (+) 75% pada demem 3
minggu
Demikian pula kultur urine (+) pada
demam 3 minggu
Widal titer > 1/640 dicurigai tifoid, tapi
tergantung produk pabriknya
Khas kenaikan titer satu minggu
berikutnya ↑ > (2-4x)  mendukung
diagnosis, baik O atau antibody
Dif. Diagnosis demamnya:
- Malaria
- Rickettsioses
- Brucellosis
- Leptospirosis
- TB milier
- Hepatitis
- Mononucleosis
- Cytomegalovirus
Pengobatan
Kloramfenikol selama 2 minggu dosis 50-
100 mg/KKB
Komplikasi
1. Kompiklasi intestinal
- Perdarahan usus
- Perforasi usus
- ilcus paralitik
2. Komplikasi Ekstaintestinal:
- Hepatitis
- Mikrokarditis
- Endokarditis
- Bronchopneumonia
- Pleuritis
- Nefritis, dll
3. Komplikasi proses infeksi
- Renjatan septic
- Koagulasi intra vaskuler
4. Relaps
5. Karrier
Perdarahan intestinal
Terlepasnya darah dari pembuluh darah
intestinal oleh karena erosi pembuluh
darah yang hiperplastik dan kelenjar peyer
yang nekrose, perdarahan ke dalam
traktus intestinalis, berupa darah
segar/melena
Patogenesis
Setelah bakteriema kedua, kuman 
jaringan tubuh  kandung empedu 
usus, kelenjar peyer  reaksi peradangan
akut  terhadap jaringan limfoid 
infiltrasi sel mononuclear  nektosis 
immunitas local  reaksi antigen 
antibody local  ulcerasi  nekrosis
Patologi
Kelenjar Peyer darah ileum  hiperplasi
nekrosis  erosi pembuluh darah  lesi
 perdarahan massif
Gejala klinik
Feces campur darah masif, terjadi
komplikasi ini padaminggu ke II atau ke III.
Tekanan darah   temp.   syok,
muka pucat  menggigil kedinginan 
cek Hb 
Pemeriksaan Radiologi
Barium enema
Arteriografi  tahu lokasi
Pengobatan
Konservatif
- Sedatif
- Makan/minum paranteral
- Transfusi darah segar
- Khloramfenikol Parentor
- Zat koagulan
- Pitressin drip
- Bila gagal  opesratif
Perforasi
Terjadinya lubang pada dinding usus oleh
karena nekrosis jaringan kelenjar Peyer 
ulkus dinding usus  perforasi di ileum
terminal  peritonitis
Patogenesis
Setelah bakteriemia ke II  kandung
empedu  usus - radang akut pada folikel
limfoid  nekrosis – ulkus tifoid  tukak
lonjong // sumbu panjang usus  kecil 
besar  membuka blulmen usus 
nimbus I muslkularis  peritonitis, biasa
pada minggu ke II dan ke III  terapi
operatif
Patologi
Umumnya terejadi bagian distal # 60 cm.
dari ileum.
Mikroskopis daerah plaguna Peyer 
penuh infiltrasi sel monosit yang besar dari
SRE seperti makrofag  inti dengan
kromatin lebih padat  sitoplasma
egsinofil  berisi eritrosit, sisa sel dan
kuman tifoid ini disebut “Typhoidcella”
Gejala klinik
Keadaan penderita sudah lemah toksik,
gelisah, kesadaran , dehidrasi berat,
muntah-muntah, nyeri perut yang hebat
dan mendadak  “Musculardefence”
Radiologis
Pada foto polos perut ada gambaran
penimbunan udara dalam usus halus 
ada udara bebas dalam rongga perut (di
bawah diagfragma ) walaupun tidak selalu.
Pengobatan
Konservatif
Operatif  makin tua umur dan makin
lama terjadinya perforasi  kematian ↑.
Hepatitis Tifosa
Hepatitis sebagai komplikasi demam tifoid
maupun paratifoid sebagai penyakit
dasarnya :
- Hepatomegali
- Demam minggu II/III
- Pembesaran oleh karena fokal nekrosis
dari parenkhim dan reaksi inflamasi portal
Oklusi sinusoid oleh karena proliterasi dan
embolisasi fagosit dari endotel dan luka toksik
sebagai penyebab dalam patogenesisnya.
Secara P. A  fokal nekrosis hepatosit dengan
infiltrasi sel monosit  “Thypoidnodules” dilatasi
dan kongesti dari sinusoid daninfiltrasi portal
dengan sel-sel mononuclear dan dikelilingi
sekelompok bakteri S. Typhi
Gejala klinik
Tanda kardinal tifoid
Rasa sakit epigastrum dan rasa mual,
anoreksia, sakit kepala dan ikterik.
Hepatomegali dan spenomegali
Laboratorium
Kultur darah positif
Tes Widal ↑
Leukosit berevariasi
Serum bil. ↑, SGOT ↑, SGPT ↑, alkali
fosfatase ↑
Hb, Ag, Antibodi terhadap hepatitis (-) juga
Epstein –Barr dan Cytomegalovir (-)
Therapi
Pada fungsi hepar yang jelek, antibiotik
dapat digantikan Ampicilin 100/KKB
selama 2 minggu  K.U membaik 
fungsi hepar membaik (normal) dapat
ditambahkan obat esensial untuk hepar.
Miokarditis
Disebabkan proses inflamasi otot jantung
oleh organisme tertentu, disini Salmonella
typhi akibat endotoksin.
Patogenesis
Endotoksin lepas bila sel bakteri alami
kerusakan  timbul bermacam efek
biologik.
Perubahan patologik  pembengkakan
serabut otot, fragmentasi, degenerasi
hialin dan infiltrasi sel mono nukloza di
jaringan interstisial.
Dapat terjadi indarteritis:
- A. Koronaria
- Perikarditis
- Endokarditis
- Miokarditis
Gejala klinik
Biasanya minggu ke II/III
Bradikardi, takhikardi
Ritme gallop, hipotensi
Kejadian miokarditis pada minggu ke II-III,
dapat bradikardi, takhikardi, ritme gallop,
hipotensi pembesaran jantung,
kondisiyang berat  kegagalan jantung
kongestif.
Pengobatan
Antibiotik spesifik terhadap Salmonella
Vasopressor mungkin diperlukan pada
kasus yang alami gangguan sirkulasi
Penggunaan digitalis dan diuretic mungkin
diperlukan dengan penggunaan yang hati-
hati
Perubahan EKG
Gelombang Q abnormal
Perubahan gelombang ST-T
Seperti infark miokard
Takhikardi
Pengobatan
Antibiotika pilihan
Vasopressor mungkin diperlukan
Bila alami dekompensasi perlu digitalis
dan diuritik walaupun pemberian harus
betul-betul dan hati-hati
Ileus Paralitik
Gangguan jalanya isi usus langsung ke
belakang
Ini oleh karena trauma eksternal,
peritoneum teriritasi toksin bakteri
Salmonella typhi
Etiopatogenesis (belum diketahui)
Diduga kelainan tonus simpatik. Mula
hilangnya tonus otot dinding usus  gagal
mendorong isi usus kadang terjadi
kombinasi ileus paralitik dan ileus mekanik
paralitik manifestasinya kurang dramatik :
- sakit usus tak dikenal
- kembung, tak dapat istirahat
- satu segmen usus yang paralysis ada
“gas pain”.
Pada kasus sepsis /DIC/ kasus berat dapat
ditambahkan intravena deksametason 3
mg/ KBB, loading dose dalam 30 menit,
diikuti 1 mg/KBB tiap 6 jam selama 24
sampai 48 jam, disamping anti biotic
masiv, menurunkan mortalitas.
Endokarditis
Perubahan inflamasi eksudatif atau
proliferatif dari endokardium  adanya
vegetasi pada permukaan endokardium /
dalam endokardium / termasuk katup
jantung, tapi kadang mengenai lapisan
dalam dari rongga jantung / endokardium.
1. Etiologi
Salmonella sebagai penyebab terjadinya
endokarditis
2. Patogenese
Mekanisme terejadinya infeksi :
- Kelainan katup jantung atau suatu
hemodinamik “jet effect” oleh karena aliran
darah dari suatu tekanan tinggi ke daerah
tekanan rendah.
- Suatu “platelet-febrin thrombus” yang steril.
-Bakteriema
-Titer tinggi dari”Agglutinating antibody” untuk
Salmonella
3. Gambaran klinik/Patofisiologinya, empat
mekanisme yang bertanggung jawab:
Proses infeksi pad katup yang terkena
Kejadian emboli
Infeksi metastatik
Endapan kompleks imun dan manifestasi
klinik kelainan imunologik, termasuk
vaskulitis.
Gejala klinik tergantung perbedaan kualitas
dan kuantitas peranan dalam bentuk akut
atau sub akut.
Perubahan Patofisiologi Bakterinemia
Salmonella terdiri tiga fenomena:
1. Karena kemampuan bakteri gram negatif
dalam sirkulasi
2. Hubungan dengan endotoksin dalam
sirkulasi
3. Cenderung infeksi metastatik yang
berkembang (terkena disini
endokardium)
4. Diagnosis :
- selain demam
- vegetasi pada katup mitral terlihat pada
“M. mode endokardiogram”
5. Pengobatan :
- Ampicillin/Amoxycillin 1 gram/6 jam
- Bila ada kegagalan jantung:
* Digoxan
* Diubek
* Kalium
6. Prognose dapat+
Pneumonia
Suatu inflamasi akut dari jaringan paru
didukung keadaan klinik dan radiologik.
Penyebab disini S. typhi atau S. paratyphi
sebagai pneumonia sekunder
Patogenesis dan patologi
Diduga sebagai infeksi metastatik yang
berkembang sebagai akibat bakteriemia
Salmonella.
Mukus bertahan sebagai pertahanan
tubuh terhadap bakteri  memperbanyak
diri  reaksi tubuh  menumpahkan
cairan edemanya dari alveolus satu ke
lainnya  celah inter alveolus  cabang
bronchi.
Membran mukosa bronchi alami inflamasi
berat  bronchopneumonia
Biasanya ringan bila yang terkena sebagai
lobus saja. Tapi bila banyak lobi, gejala
akan lebih berat, rasa sakit daerah lobi
yang terkena dan menggigil.
Sputum kental dan sulit dikeluarkan. Berat
komplikasi ini tergantung lama penyakit
dan virulensi bakterinya sendiri
Gejala klinik
Radiologi
Lobus bawah merupakan predileksi
terbanyak dari komplikasi ini.
Renjatan Septik (Syok Septik)
Adalah suatu keadaan khas ditandai oleh
tak adekuatnya perfusi jaringan, biasanya
disertai bakteriemia dari bakteri gram
negatif dari usus (S. typhi)
Hipotensi, oliguria, takhikardi, takhipneu,
panas. Gangguan sirkulasi oleh karena
jaringan yang alami kerusakan oleh
endotoksin dan pengumpulan darah di
dalam sirkulasi kecil.
Syok septic demam tifoid oleh karena
Salmonella sebagai penyebab utama
secara koinsiden dapat ditambah oleh
karena organisme gram negatif lainnya
asal dari gastro intestinal oleh karena
obstruksi, perforasi, dll.
Patofisiologi
Endotoksin suatu kompl. Lipo polisakarid-
protein  dilepas dari dinding sel bakteri
yang sedang alami lisis (S. typhi)
Sistem komplemen
Adalah sistem enzim yang alami kompleks
dalam sirkulasi darah dalam jumlah kecil
dan inaktif.
Ini dapat diaktifkan atau bereaksi dengan
kompl. Antigen-antibodi dan memainkan
peranan penting pada “human-mediated
immune haemolysis/bacteiolysis” karena
dapat melukai membran lipopolisakaride.
Berperan pula pada reaksi biologik seperti
fagositosis, opsonisasi, khemotaksis,
permeabilitas yang ↑.
Sistem imunitas humoral
Punya bagaian tanggung jawab 
mengeliminasi bakteri yang menyerang
dan juga benda asing lainnya dari tubuh.
Mempunyai dua komponen besar ialah:
- Produksi antibodi
- Aktifasi sisstem komplemen
Memerlukan kerjasamanya yang adekuat
guna membunuh bakteri yang menyerang
Bakteri gram negatif dapat mengatasi sistem
komplemen sedikitnya 4 cara:
1. Jalur klasik aktifasi komplemen
2. Aktifasi langsung factor komplemen C1
3. Jalur alternatif aktifasi komplemen
4. Aktifasi facator Hageman
Sistem Komplemen
Dalam darah terdiri 11 komponen protein,
dalam bentuk inaktif dan sangat labil
terhadap panas (56ºC untuk 30’).
Komponen komplemen (=C) ialah C1, C2,
C3, C4, C5, C6, C7, C8, C9 sedang C1
terurai lagi  C1q, C1r, C1s.
Bila komponen yang pertama telah
difiksasi oleh suatu komplek imun, yaitu
kompleks antigen antibody  C1 jadi aktif
 mengaktifkan komponen lainnya secara
teratur  berurutan sehingga Cq
(merupakan “cascade phenomenon”) 
sistem aktifasi bertingkat.
Hasil akhir dari aktifasi  rusaknya
membran sel.
Perlekatan antibodi IgM atau IgG pada
antigen bakteri  komplemen bakteri C3b
 mudahkan fagositosis bakteri oleh
beberapa leukosit (limfa, hati) 
komplemen bakteri C5, C6, C7 dan
perlekatan dari C8 & C9  pemb. Lubang
dinding bakteri  lubang-lubang banyak
 lisisnya bakteri  mati
Komplemen fragen C5a komplemen C5,
C6, C7 punya aksi khemotaktik leukosit
 migrasi ke lokasi bakteri  percepat
kematiannya.
Reaksi biologik  fagositosis opsonisasi,
khemotaktik  permiabilitas pembuluh
darah ↑.
Aktifasi komplemen jalur klasik  merupakan
suatu rangkaian yang panjang, dari interaksi
molekul protein (gamb. 1)
Dimulai perlekatan antibody IgM atau IgG
pada antigen bakteri. Pembentukan
kompleks bakteri C3a memudahkan
fagositosis bakteri oleh SRE (limfa, hati,
beberapa leukosit).
Sementara pembetukan kompleks bakteri
C5, C6, C7 dan berikut perlekatan C8 dan
C9 dapat  membuat lubang pada
dinding bakteri  bila cukup banyak 
lisisnya bakteri  +
Komponen fragmen C5a dan kompleks
C5, C6, C7  aksi kemotaktik leukosit
bermigrasi ke lokasi bakteri  percepat
kematian bakteri.
Suatu kerja samping yang tak
menguntungkan dari aktifasi komplemen
 kemampuan dari fragmen C3a dan C5a
 degranulasi “mast cell” dan melepas isi
butiran termasuk histamin  vasodilatasi
 turunkan tahanan vaskuler porifer dan
sebabkan cairan keluar pembuluh darah
 jaringan sekelilingnya turunnya
volume plasma  syok
Hemodinamik syok Septik
Tahap awal
Tahap akhir
Tahap Awal (“Worm Schock)
Tahanan Perifer Total (TPT) menurun oleh
karena beberapa factor, termasuk
pelepasan histamin sel darah/sel mast,
generasi bradikin, mungkin factor lain
yang belum diketahui.
Adanya TPT , “cardiac output” dinaikkan
lewat kontraktilitas otot jantung ↑
asedemia lektat.
Penderita dengan abses intra abdominal
 permeabilitas kapiler ↑  keluarnya
cairan jaringan vaskuler  volume plasma
Tahap akhir
Tahap akhir  ditandai turunya “cardiac
output” dan kenaikan TPT. Perfusi jaringan
jelek, disfungsi organ.
Kenaikan tonus ssimpatis  naiknya TPT
 makin besarnya rangsangan simpatis
maupun kadar catekholamin dalam
sirkulasi  “cardiac output “   arus balik
vena  disfungsi dari miokard.
Pengobatan
Antibiotika
Khloramfenikol 4 gr/hari, dosis terbagi (4x
dosis) selama 3 hari, sesudahnya 500
mg/6 jam.
Vasopressor
Penurunan perfusi organ vital, dibutuhkan
vasopressor  naikkan tekanan darah 
normal
Dosis kecil 3 g/KKB/menit
Dosis sedang 3-15 g/KKB/menit
Dosis besar 15-20 g/KKB/menit
Dosis mainfanance 3-5 g/KKB/menit
Kortikosteroid
Deksamentason 3 mg/KKB dalam waktu 30
menit, lewat infus RL 2 ml/KKB, diikuti 1 mg/KKB
tiap 6 jam selama 48 jam atau bila dapat minum
Hari I : Hidrokortison 200 mg/menit + Prednison
15 mg/8 jam.
Hari II : Prednison 10 mg/8 jam
Hari III : Prednison 5 mg/8 jam
Hari IV : Prednison 5 mg/12 jam
Hari V : Prednison 5 mg sekali
Kebutuhan cairan
Cairan plasma yang keluar dapat diganti
plasma ekspandur
Pemasangan CVP
Dosis diturunkan 30 mg/KKB sesudah
demam 2 hari 
Oleh karena efeknya  dapat jadi anemia
aplastik, di AS jarang digunakan
Amoxicillin / Ampicillin 100 mg/KKB (dalam
4 dosis terbagi)
Trimethoprim-sulfa methoxale (masing-
masing 640 mg & 3200 mg dosis terbagi
dua)
Ciprofloxacin atau Ofloxacin dapat
diberikan pada umur > 17 tahun
Ceftriaxone dapat diberikan hanya dalam
waktu 7 hari saja atau bahkan 3 atau 4
hari saja dengan dosis 3 – 4 gr/hari atau
80 mg/KKB pada anak-anak
Selain : Kemicetin, Ampicillin, Amoxisilin,
Trimetoprim, Cotrimoksazol, ada :
OFLOKSASIN
 Dosis 2 x 200 j/h selama 10 hari
 Dosis 1 x 600 j/h selama 7 hari hasilnya baik
Pellacin 1 x 400 j/h  7 hari hasilnya baik.
Fleroxacin 1 x 400 j  7 hari hasilnya baik &
klinik & lab  baik.
Meningancephalitis, meningitis tifosa, Th.
Kemicetin 1 gr/ 6 jam, Ampicillin 400 mg/KBB
selama 2 minggu

More Related Content

Similar to DEMAM TIFOID

Jtptunimus gdl-shanandber-5156-2-babii
Jtptunimus gdl-shanandber-5156-2-babiiJtptunimus gdl-shanandber-5156-2-babii
Jtptunimus gdl-shanandber-5156-2-babiiRyan Martins
 
glomerulonefritis anak
glomerulonefritis anakglomerulonefritis anak
glomerulonefritis anakSuzika Dewi
 
Malaria, Leptospirosis, dan Toxoplasma.pptx
Malaria, Leptospirosis, dan Toxoplasma.pptxMalaria, Leptospirosis, dan Toxoplasma.pptx
Malaria, Leptospirosis, dan Toxoplasma.pptxFaishal39
 
Konsep asuhan keperawatan Thypoid abdominalis
Konsep asuhan keperawatan Thypoid abdominalisKonsep asuhan keperawatan Thypoid abdominalis
Konsep asuhan keperawatan Thypoid abdominalisEncepal Cere
 
Askep ggn pernafasan_tbc
Askep ggn pernafasan_tbcAskep ggn pernafasan_tbc
Askep ggn pernafasan_tbcArdian Putra
 
asuhan keperawatan pada pasien tifoid.pptx
asuhan keperawatan pada pasien tifoid.pptxasuhan keperawatan pada pasien tifoid.pptx
asuhan keperawatan pada pasien tifoid.pptxdionziel
 
Laporan Kasus Abses Hepar-dr.pptx
Laporan Kasus Abses Hepar-dr.pptxLaporan Kasus Abses Hepar-dr.pptx
Laporan Kasus Abses Hepar-dr.pptxrusmia5
 
194982607 demam-tifoid
194982607 demam-tifoid194982607 demam-tifoid
194982607 demam-tifoidFELIXDEO
 
ppt leptospirosis yaa begitulah .jhdughapptx
ppt leptospirosis yaa begitulah .jhdughapptxppt leptospirosis yaa begitulah .jhdughapptx
ppt leptospirosis yaa begitulah .jhdughapptxirfanahmadh
 

Similar to DEMAM TIFOID (20)

Jtptunimus gdl-shanandber-5156-2-babii
Jtptunimus gdl-shanandber-5156-2-babiiJtptunimus gdl-shanandber-5156-2-babii
Jtptunimus gdl-shanandber-5156-2-babii
 
Demam tifoid
Demam tifoidDemam tifoid
Demam tifoid
 
Askep demam typoid
Askep demam typoidAskep demam typoid
Askep demam typoid
 
Isk
IskIsk
Isk
 
glomerulonefritis anak
glomerulonefritis anakglomerulonefritis anak
glomerulonefritis anak
 
Malaria, Leptospirosis, dan Toxoplasma.pptx
Malaria, Leptospirosis, dan Toxoplasma.pptxMalaria, Leptospirosis, dan Toxoplasma.pptx
Malaria, Leptospirosis, dan Toxoplasma.pptx
 
Konsep asuhan keperawatan Thypoid abdominalis
Konsep asuhan keperawatan Thypoid abdominalisKonsep asuhan keperawatan Thypoid abdominalis
Konsep asuhan keperawatan Thypoid abdominalis
 
Askep ggn pernafasan_tbc
Askep ggn pernafasan_tbcAskep ggn pernafasan_tbc
Askep ggn pernafasan_tbc
 
asuhan keperawatan pada pasien tifoid.pptx
asuhan keperawatan pada pasien tifoid.pptxasuhan keperawatan pada pasien tifoid.pptx
asuhan keperawatan pada pasien tifoid.pptx
 
PILONEFRITIS
PILONEFRITISPILONEFRITIS
PILONEFRITIS
 
Laporan Kasus Abses Hepar-dr.pptx
Laporan Kasus Abses Hepar-dr.pptxLaporan Kasus Abses Hepar-dr.pptx
Laporan Kasus Abses Hepar-dr.pptx
 
PERTUSIS.pptx
PERTUSIS.pptxPERTUSIS.pptx
PERTUSIS.pptx
 
194982607 demam-tifoid
194982607 demam-tifoid194982607 demam-tifoid
194982607 demam-tifoid
 
Laporan Pendahuluan MALARIA (LP)
Laporan Pendahuluan MALARIA (LP)Laporan Pendahuluan MALARIA (LP)
Laporan Pendahuluan MALARIA (LP)
 
Pylonephritis
PylonephritisPylonephritis
Pylonephritis
 
Askep appendix 1
Askep appendix 1Askep appendix 1
Askep appendix 1
 
Demam tifoid
Demam tifoidDemam tifoid
Demam tifoid
 
ppt leptospirosis yaa begitulah .jhdughapptx
ppt leptospirosis yaa begitulah .jhdughapptxppt leptospirosis yaa begitulah .jhdughapptx
ppt leptospirosis yaa begitulah .jhdughapptx
 
Peritonitis generalisata
Peritonitis generalisataPeritonitis generalisata
Peritonitis generalisata
 
Askep thipoid
Askep  thipoidAskep  thipoid
Askep thipoid
 

Recently uploaded

2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docxpuskesmasseigeringin
 
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar KepHaslianiBaharuddin
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannandyyusrizal2
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfhsetraining040
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdfMeboix
 
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatFARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatSyarifahNurulMaulida1
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxwisanggeni19
 
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptSOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptDwiBhaktiPertiwi1
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufalmahdaly02
 
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar KeperawatanHaslianiBaharuddin
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinanDwiNormaR
 
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxKeperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxrachmatpawelloi
 
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptxssuser1f6caf1
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxkaiba5
 
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfLaporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfHilalSunu
 
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptMATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptbambang62741
 
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasserbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasmufida16
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxpuspapameswari
 
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTriNurmiyati
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptRoniAlfaqih2
 

Recently uploaded (20)

2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
 
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
 
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatFARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
 
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptSOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
 
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
 
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxKeperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
 
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
 
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfLaporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
 
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptMATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
 
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasserbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
 
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
 

DEMAM TIFOID

  • 1. DEMAM TIFOID Oleh : Dr. Soebagjo Loehoeri, SpPD-KTI
  • 2. Demam tifoid Typhus perut, Typhus abdominalis, Typhoid fever
  • 3. Definisi  Penyakit sistemik akkut yang ditandai demam akut akibat infeksi Salmonella sp (lebih dari 500 sp) Spesies yang sering dikenal di klinik adalah Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A, B, C
  • 4. Gejala klinik Demam tinggi lebih dari 7 hari, dengan sakit kepala kenaikan temperatur mencapai 40-41ºC Sakit kepala Malaise Menggigil Bertahan 4-8 minggu (bila tidak diobati) Nyeri otot, anoreksi
  • 5. Mual, muntah Obstipasi, diare Perut tak enak Demam/bradikasi relatif Lidah kotor di tengah, tepi dan ujung merah, tremor Stupar, delirium, somnolen, koma/psikosis Epistaksis “rosespots”
  • 6. Laboratorium Biasanya leukopenia Leukositosis pada kasus dengan komplikasi Kultur darah (+) pada minggu I, bila (-) kultur sumsum tulang banyak (+)nya Kultur darah setelah 3 minggu 50% Kultur feces (+) 75% pada demem 3 minggu
  • 7. Demikian pula kultur urine (+) pada demam 3 minggu Widal titer > 1/640 dicurigai tifoid, tapi tergantung produk pabriknya Khas kenaikan titer satu minggu berikutnya ↑ > (2-4x)  mendukung diagnosis, baik O atau antibody
  • 8. Dif. Diagnosis demamnya: - Malaria - Rickettsioses - Brucellosis - Leptospirosis - TB milier - Hepatitis - Mononucleosis - Cytomegalovirus
  • 9. Pengobatan Kloramfenikol selama 2 minggu dosis 50- 100 mg/KKB
  • 10. Komplikasi 1. Kompiklasi intestinal - Perdarahan usus - Perforasi usus - ilcus paralitik
  • 11. 2. Komplikasi Ekstaintestinal: - Hepatitis - Mikrokarditis - Endokarditis - Bronchopneumonia - Pleuritis - Nefritis, dll
  • 12. 3. Komplikasi proses infeksi - Renjatan septic - Koagulasi intra vaskuler 4. Relaps 5. Karrier
  • 13. Perdarahan intestinal Terlepasnya darah dari pembuluh darah intestinal oleh karena erosi pembuluh darah yang hiperplastik dan kelenjar peyer yang nekrose, perdarahan ke dalam traktus intestinalis, berupa darah segar/melena
  • 14. Patogenesis Setelah bakteriema kedua, kuman  jaringan tubuh  kandung empedu  usus, kelenjar peyer  reaksi peradangan akut  terhadap jaringan limfoid  infiltrasi sel mononuclear  nektosis  immunitas local  reaksi antigen  antibody local  ulcerasi  nekrosis
  • 15. Patologi Kelenjar Peyer darah ileum  hiperplasi nekrosis  erosi pembuluh darah  lesi  perdarahan massif
  • 16. Gejala klinik Feces campur darah masif, terjadi komplikasi ini padaminggu ke II atau ke III. Tekanan darah   temp.   syok, muka pucat  menggigil kedinginan  cek Hb 
  • 18. Pengobatan Konservatif - Sedatif - Makan/minum paranteral - Transfusi darah segar - Khloramfenikol Parentor - Zat koagulan - Pitressin drip - Bila gagal  opesratif
  • 19. Perforasi Terjadinya lubang pada dinding usus oleh karena nekrosis jaringan kelenjar Peyer  ulkus dinding usus  perforasi di ileum terminal  peritonitis
  • 20. Patogenesis Setelah bakteriemia ke II  kandung empedu  usus - radang akut pada folikel limfoid  nekrosis – ulkus tifoid  tukak lonjong // sumbu panjang usus  kecil  besar  membuka blulmen usus  nimbus I muslkularis  peritonitis, biasa pada minggu ke II dan ke III  terapi operatif
  • 21. Patologi Umumnya terejadi bagian distal # 60 cm. dari ileum. Mikroskopis daerah plaguna Peyer  penuh infiltrasi sel monosit yang besar dari SRE seperti makrofag  inti dengan kromatin lebih padat  sitoplasma egsinofil  berisi eritrosit, sisa sel dan kuman tifoid ini disebut “Typhoidcella”
  • 22. Gejala klinik Keadaan penderita sudah lemah toksik, gelisah, kesadaran , dehidrasi berat, muntah-muntah, nyeri perut yang hebat dan mendadak  “Musculardefence”
  • 23. Radiologis Pada foto polos perut ada gambaran penimbunan udara dalam usus halus  ada udara bebas dalam rongga perut (di bawah diagfragma ) walaupun tidak selalu.
  • 24. Pengobatan Konservatif Operatif  makin tua umur dan makin lama terjadinya perforasi  kematian ↑.
  • 25. Hepatitis Tifosa Hepatitis sebagai komplikasi demam tifoid maupun paratifoid sebagai penyakit dasarnya : - Hepatomegali - Demam minggu II/III - Pembesaran oleh karena fokal nekrosis dari parenkhim dan reaksi inflamasi portal
  • 26. Oklusi sinusoid oleh karena proliterasi dan embolisasi fagosit dari endotel dan luka toksik sebagai penyebab dalam patogenesisnya. Secara P. A  fokal nekrosis hepatosit dengan infiltrasi sel monosit  “Thypoidnodules” dilatasi dan kongesti dari sinusoid daninfiltrasi portal dengan sel-sel mononuclear dan dikelilingi sekelompok bakteri S. Typhi
  • 27. Gejala klinik Tanda kardinal tifoid Rasa sakit epigastrum dan rasa mual, anoreksia, sakit kepala dan ikterik. Hepatomegali dan spenomegali
  • 28. Laboratorium Kultur darah positif Tes Widal ↑ Leukosit berevariasi Serum bil. ↑, SGOT ↑, SGPT ↑, alkali fosfatase ↑ Hb, Ag, Antibodi terhadap hepatitis (-) juga Epstein –Barr dan Cytomegalovir (-)
  • 29. Therapi Pada fungsi hepar yang jelek, antibiotik dapat digantikan Ampicilin 100/KKB selama 2 minggu  K.U membaik  fungsi hepar membaik (normal) dapat ditambahkan obat esensial untuk hepar.
  • 30. Miokarditis Disebabkan proses inflamasi otot jantung oleh organisme tertentu, disini Salmonella typhi akibat endotoksin.
  • 31. Patogenesis Endotoksin lepas bila sel bakteri alami kerusakan  timbul bermacam efek biologik. Perubahan patologik  pembengkakan serabut otot, fragmentasi, degenerasi hialin dan infiltrasi sel mono nukloza di jaringan interstisial.
  • 32. Dapat terjadi indarteritis: - A. Koronaria - Perikarditis - Endokarditis - Miokarditis
  • 33. Gejala klinik Biasanya minggu ke II/III Bradikardi, takhikardi Ritme gallop, hipotensi Kejadian miokarditis pada minggu ke II-III, dapat bradikardi, takhikardi, ritme gallop, hipotensi pembesaran jantung, kondisiyang berat  kegagalan jantung kongestif.
  • 34. Pengobatan Antibiotik spesifik terhadap Salmonella Vasopressor mungkin diperlukan pada kasus yang alami gangguan sirkulasi Penggunaan digitalis dan diuretic mungkin diperlukan dengan penggunaan yang hati- hati
  • 35. Perubahan EKG Gelombang Q abnormal Perubahan gelombang ST-T Seperti infark miokard Takhikardi
  • 36. Pengobatan Antibiotika pilihan Vasopressor mungkin diperlukan Bila alami dekompensasi perlu digitalis dan diuritik walaupun pemberian harus betul-betul dan hati-hati
  • 37. Ileus Paralitik Gangguan jalanya isi usus langsung ke belakang Ini oleh karena trauma eksternal, peritoneum teriritasi toksin bakteri Salmonella typhi
  • 38. Etiopatogenesis (belum diketahui) Diduga kelainan tonus simpatik. Mula hilangnya tonus otot dinding usus  gagal mendorong isi usus kadang terjadi kombinasi ileus paralitik dan ileus mekanik paralitik manifestasinya kurang dramatik : - sakit usus tak dikenal - kembung, tak dapat istirahat - satu segmen usus yang paralysis ada “gas pain”.
  • 39. Pada kasus sepsis /DIC/ kasus berat dapat ditambahkan intravena deksametason 3 mg/ KBB, loading dose dalam 30 menit, diikuti 1 mg/KBB tiap 6 jam selama 24 sampai 48 jam, disamping anti biotic masiv, menurunkan mortalitas.
  • 40. Endokarditis Perubahan inflamasi eksudatif atau proliferatif dari endokardium  adanya vegetasi pada permukaan endokardium / dalam endokardium / termasuk katup jantung, tapi kadang mengenai lapisan dalam dari rongga jantung / endokardium.
  • 41. 1. Etiologi Salmonella sebagai penyebab terjadinya endokarditis
  • 42. 2. Patogenese Mekanisme terejadinya infeksi : - Kelainan katup jantung atau suatu hemodinamik “jet effect” oleh karena aliran darah dari suatu tekanan tinggi ke daerah tekanan rendah. - Suatu “platelet-febrin thrombus” yang steril. -Bakteriema -Titer tinggi dari”Agglutinating antibody” untuk Salmonella
  • 43. 3. Gambaran klinik/Patofisiologinya, empat mekanisme yang bertanggung jawab: Proses infeksi pad katup yang terkena Kejadian emboli Infeksi metastatik Endapan kompleks imun dan manifestasi klinik kelainan imunologik, termasuk vaskulitis. Gejala klinik tergantung perbedaan kualitas dan kuantitas peranan dalam bentuk akut atau sub akut.
  • 44. Perubahan Patofisiologi Bakterinemia Salmonella terdiri tiga fenomena: 1. Karena kemampuan bakteri gram negatif dalam sirkulasi 2. Hubungan dengan endotoksin dalam sirkulasi 3. Cenderung infeksi metastatik yang berkembang (terkena disini endokardium)
  • 45. 4. Diagnosis : - selain demam - vegetasi pada katup mitral terlihat pada “M. mode endokardiogram” 5. Pengobatan : - Ampicillin/Amoxycillin 1 gram/6 jam - Bila ada kegagalan jantung: * Digoxan * Diubek * Kalium 6. Prognose dapat+
  • 46. Pneumonia Suatu inflamasi akut dari jaringan paru didukung keadaan klinik dan radiologik. Penyebab disini S. typhi atau S. paratyphi sebagai pneumonia sekunder
  • 47. Patogenesis dan patologi Diduga sebagai infeksi metastatik yang berkembang sebagai akibat bakteriemia Salmonella. Mukus bertahan sebagai pertahanan tubuh terhadap bakteri  memperbanyak diri  reaksi tubuh  menumpahkan cairan edemanya dari alveolus satu ke lainnya  celah inter alveolus  cabang bronchi. Membran mukosa bronchi alami inflamasi berat  bronchopneumonia
  • 48. Biasanya ringan bila yang terkena sebagai lobus saja. Tapi bila banyak lobi, gejala akan lebih berat, rasa sakit daerah lobi yang terkena dan menggigil. Sputum kental dan sulit dikeluarkan. Berat komplikasi ini tergantung lama penyakit dan virulensi bakterinya sendiri Gejala klinik
  • 49. Radiologi Lobus bawah merupakan predileksi terbanyak dari komplikasi ini.
  • 50. Renjatan Septik (Syok Septik) Adalah suatu keadaan khas ditandai oleh tak adekuatnya perfusi jaringan, biasanya disertai bakteriemia dari bakteri gram negatif dari usus (S. typhi) Hipotensi, oliguria, takhikardi, takhipneu, panas. Gangguan sirkulasi oleh karena jaringan yang alami kerusakan oleh endotoksin dan pengumpulan darah di dalam sirkulasi kecil.
  • 51. Syok septic demam tifoid oleh karena Salmonella sebagai penyebab utama secara koinsiden dapat ditambah oleh karena organisme gram negatif lainnya asal dari gastro intestinal oleh karena obstruksi, perforasi, dll.
  • 52. Patofisiologi Endotoksin suatu kompl. Lipo polisakarid- protein  dilepas dari dinding sel bakteri yang sedang alami lisis (S. typhi)
  • 53. Sistem komplemen Adalah sistem enzim yang alami kompleks dalam sirkulasi darah dalam jumlah kecil dan inaktif. Ini dapat diaktifkan atau bereaksi dengan kompl. Antigen-antibodi dan memainkan peranan penting pada “human-mediated immune haemolysis/bacteiolysis” karena dapat melukai membran lipopolisakaride. Berperan pula pada reaksi biologik seperti fagositosis, opsonisasi, khemotaksis, permeabilitas yang ↑.
  • 54. Sistem imunitas humoral Punya bagaian tanggung jawab  mengeliminasi bakteri yang menyerang dan juga benda asing lainnya dari tubuh. Mempunyai dua komponen besar ialah: - Produksi antibodi - Aktifasi sisstem komplemen Memerlukan kerjasamanya yang adekuat guna membunuh bakteri yang menyerang
  • 55. Bakteri gram negatif dapat mengatasi sistem komplemen sedikitnya 4 cara: 1. Jalur klasik aktifasi komplemen 2. Aktifasi langsung factor komplemen C1 3. Jalur alternatif aktifasi komplemen 4. Aktifasi facator Hageman
  • 56. Sistem Komplemen Dalam darah terdiri 11 komponen protein, dalam bentuk inaktif dan sangat labil terhadap panas (56ºC untuk 30’). Komponen komplemen (=C) ialah C1, C2, C3, C4, C5, C6, C7, C8, C9 sedang C1 terurai lagi  C1q, C1r, C1s.
  • 57. Bila komponen yang pertama telah difiksasi oleh suatu komplek imun, yaitu kompleks antigen antibody  C1 jadi aktif  mengaktifkan komponen lainnya secara teratur  berurutan sehingga Cq (merupakan “cascade phenomenon”)  sistem aktifasi bertingkat. Hasil akhir dari aktifasi  rusaknya membran sel.
  • 58. Perlekatan antibodi IgM atau IgG pada antigen bakteri  komplemen bakteri C3b  mudahkan fagositosis bakteri oleh beberapa leukosit (limfa, hati)  komplemen bakteri C5, C6, C7 dan perlekatan dari C8 & C9  pemb. Lubang dinding bakteri  lubang-lubang banyak  lisisnya bakteri  mati
  • 59. Komplemen fragen C5a komplemen C5, C6, C7 punya aksi khemotaktik leukosit  migrasi ke lokasi bakteri  percepat kematiannya. Reaksi biologik  fagositosis opsonisasi, khemotaktik  permiabilitas pembuluh darah ↑. Aktifasi komplemen jalur klasik  merupakan suatu rangkaian yang panjang, dari interaksi molekul protein (gamb. 1)
  • 60. Dimulai perlekatan antibody IgM atau IgG pada antigen bakteri. Pembentukan kompleks bakteri C3a memudahkan fagositosis bakteri oleh SRE (limfa, hati, beberapa leukosit). Sementara pembetukan kompleks bakteri C5, C6, C7 dan berikut perlekatan C8 dan C9 dapat  membuat lubang pada dinding bakteri  bila cukup banyak  lisisnya bakteri  +
  • 61. Komponen fragmen C5a dan kompleks C5, C6, C7  aksi kemotaktik leukosit bermigrasi ke lokasi bakteri  percepat kematian bakteri. Suatu kerja samping yang tak menguntungkan dari aktifasi komplemen  kemampuan dari fragmen C3a dan C5a  degranulasi “mast cell” dan melepas isi butiran termasuk histamin  vasodilatasi  turunkan tahanan vaskuler porifer dan sebabkan cairan keluar pembuluh darah  jaringan sekelilingnya turunnya volume plasma  syok
  • 62. Hemodinamik syok Septik Tahap awal Tahap akhir
  • 63. Tahap Awal (“Worm Schock) Tahanan Perifer Total (TPT) menurun oleh karena beberapa factor, termasuk pelepasan histamin sel darah/sel mast, generasi bradikin, mungkin factor lain yang belum diketahui. Adanya TPT , “cardiac output” dinaikkan lewat kontraktilitas otot jantung ↑ asedemia lektat.
  • 64. Penderita dengan abses intra abdominal  permeabilitas kapiler ↑  keluarnya cairan jaringan vaskuler  volume plasma
  • 65. Tahap akhir Tahap akhir  ditandai turunya “cardiac output” dan kenaikan TPT. Perfusi jaringan jelek, disfungsi organ. Kenaikan tonus ssimpatis  naiknya TPT  makin besarnya rangsangan simpatis maupun kadar catekholamin dalam sirkulasi  “cardiac output “   arus balik vena  disfungsi dari miokard.
  • 66. Pengobatan Antibiotika Khloramfenikol 4 gr/hari, dosis terbagi (4x dosis) selama 3 hari, sesudahnya 500 mg/6 jam.
  • 67. Vasopressor Penurunan perfusi organ vital, dibutuhkan vasopressor  naikkan tekanan darah  normal Dosis kecil 3 g/KKB/menit Dosis sedang 3-15 g/KKB/menit Dosis besar 15-20 g/KKB/menit Dosis mainfanance 3-5 g/KKB/menit
  • 68. Kortikosteroid Deksamentason 3 mg/KKB dalam waktu 30 menit, lewat infus RL 2 ml/KKB, diikuti 1 mg/KKB tiap 6 jam selama 48 jam atau bila dapat minum Hari I : Hidrokortison 200 mg/menit + Prednison 15 mg/8 jam. Hari II : Prednison 10 mg/8 jam Hari III : Prednison 5 mg/8 jam Hari IV : Prednison 5 mg/12 jam Hari V : Prednison 5 mg sekali
  • 69. Kebutuhan cairan Cairan plasma yang keluar dapat diganti plasma ekspandur Pemasangan CVP Dosis diturunkan 30 mg/KKB sesudah demam 2 hari  Oleh karena efeknya  dapat jadi anemia aplastik, di AS jarang digunakan Amoxicillin / Ampicillin 100 mg/KKB (dalam 4 dosis terbagi)
  • 70. Trimethoprim-sulfa methoxale (masing- masing 640 mg & 3200 mg dosis terbagi dua) Ciprofloxacin atau Ofloxacin dapat diberikan pada umur > 17 tahun Ceftriaxone dapat diberikan hanya dalam waktu 7 hari saja atau bahkan 3 atau 4 hari saja dengan dosis 3 – 4 gr/hari atau 80 mg/KKB pada anak-anak
  • 71. Selain : Kemicetin, Ampicillin, Amoxisilin, Trimetoprim, Cotrimoksazol, ada : OFLOKSASIN  Dosis 2 x 200 j/h selama 10 hari  Dosis 1 x 600 j/h selama 7 hari hasilnya baik Pellacin 1 x 400 j/h  7 hari hasilnya baik. Fleroxacin 1 x 400 j  7 hari hasilnya baik & klinik & lab  baik. Meningancephalitis, meningitis tifosa, Th. Kemicetin 1 gr/ 6 jam, Ampicillin 400 mg/KBB selama 2 minggu