1. Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Ibrahimy
Jurusan Mu’amalah & Ahwal Al Syakhsyiyyah
TAHUN AKADEMIK 2014 - 2015
DRS.H.FATHUR ROHMAN MS.MH.
2. 1. UUD NRI 1945 Pasal 24 Ayat 2: Kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan
peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata
usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
2. UU 14/1985 Mahkamah Agung RI (LN 73/1985, TLN 3316)
- UU 5/2004/Perubahan I & Penambahan
- UU 3/2009/Perubahan II (LN 3/2009, TLN 4958)
3. UU 7/1989/Peradilan Agama (LN 49/1989, TLN 3400)
- UU 3/2006/Perubahan I (LN 22/2006, TLN 4611)
- UU 50/2009/Perubahan II (LN 159/2009, TLN 5078)
4. UU 48/2009/Kehakiman (LN 157/2009, TLN 5076)
3. TUJUAN
Agar mahasiswa memahami
hukum acara yang berlaku di
Pengadilan dalam lingkungan
peradilan agama dan mampu
mengaplikasikannya dalam
simulasi beracara.
Silabus Mata Kuliah: Hukum Acara Peradilan Agama
Komponen : MKB - Program : S1 - Bobot : 2 SKS - Kode : 910C05
4. POKOK BAHASAN
1. Pengertian, sumber dan hubungannya dengan hukum acara perdata
2. Bentuk dan isi kelengkapan gugatan / permohonan
3. Penetapan Majelis Hakim, Penetapan Hari Sidang & Pemanggilan Pihak2
4. Adab Hakim dalam persidangan
5. Cara pemeriksaan perkara di pengadilan tingkat pertama
6. Tugas Ketua Majelis, anggota dan Panitera Pengganti
7. Usaha Perdamaian dan Mediasi
8. Hal-hal yang mempengaruhi sidang pertama
9. Eksepsi dan Rekonvensi
10. Pencabutan gugatan/permohonan dan pihak berperkara meninggal
11. Alat bukti dan tahapan pembuktian
12. Musyawarah Majelis Hakim, pengambilan kongklusi & keputusan
13. Produk Pengadilan (Putusan dan Penetapan)
14. Upaya Hukum: Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali
15. Cara pemeriksaan di tingkat banding dan kasasi
16. Verzet & PK putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap
17. Ekskusi putusan pengadilan
5. REFERENSI
Buku Wajib
1. M.Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan dan Acara
Peradilan Agama: Undang-Undang No. 7 Tahun 1989.
2. Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama.
3. Idris Ramulyo, Beberapa Masalah Tentang Hukum Acara
Perdata Peradilan Agama dan Hukum Kewarisan Islam.
4. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Perdata di
Indonesia.
6. BUKU ANJURAN
Umar Mansyur Syah, Hukum Acara Perdata
Peradilan Agama Menurut Teori dan Praktek.
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Perdata di
Pengadilan Negeri.
Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri.
Soebekti, Hukum Pembuktian.
Mahkamah Agung RI, Yurisprudensi Indonesia:
Putusan-putusan Pengadilan Agama.
Abdul Ghani Abdullah, Himpunan Perundang-
undangan dan Peraturan Peradilan Agama.
7. 1.1.PENGERTIAN HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA
Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yang
mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum
perdata materiil dengan perantaraan hakim. (Sudikno
Mertokusumo)
Hukum Perdata (materiil) yang ingin ditegakkan atau
dipertahankan dengan hukum acara tersebut meliputi
peraturan hukum yang tertulis dalam bentuk peraturan
perundang-undangan (UU Perkawinan, UU Peradilan
Agama, Kompilasi Hukum Islam, Kompilasi Hukum Ekonomi
Syari’ah, dll) dan peraturan hukum yang tidak tertulis berupa
hukum adat yang hidup dalam masyarakat (termasuk Kitab
Fiqih Munakahat yang kita jadikan rujukan dan diambil alih
sebagai pendapat majelis hakim dan telah tertuang dalam
putusan).
8. Hukum Materiil Tertulis Peradilan Agama
1. Al Quran dan Al Hadits
2. UU No.42/1946 jo.UU 32/1954 ttg Nikah Talak Cerai Rujuk (NTCR)
3. UU No.1/1974 ttg Perkawinan
4. PP No.9/1975 ttg Pelaksanaan UU No.1/1974 ttg Perkawinan
5. UU No.7/1992 ttg Perbankan jo. UU No.10/1998
6. UU No.23/1999 ttg Bank Indonesia
7. UU No.38/1999 ttg Pengelolaan Zakat
8. UU No.41/2004 ttg Wakaf
9. UU No.19/2008 ttg Surat Berharga Syari'ah Negara
10. UU No.21/2008 ttg Perbankan Syari'ah
11. UU No.23/2002 ttg Perlindungan Anak
12. UU No.23/2004 ttg Penghapusan Kekerasan Dalam Rumahtangga
13. PP No.28/1977 ttg Perwakafan Tanah Milik
14. Kompilasi Hukum Islam (KHI)
15. Per MA No.02/2008 ttg Kompilasi Hukum Ekonomi Syari'ah (KHES)
16. Peraturan bank yang berkaitan dengan ekonomi Syari'ah
17. Yurisprudensi
18. Qonun Aceh
19. Fatwa Dewan Syari'ah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)
20. Akad Ekonomi Syari'ah
9. Hukum Materiil Tidak Tertulis Peradilan Agama
Menimbang, bahwa Majelis perlu mengemukakan pendapat Ahli Hukum Islam
yang tersebut dalam Kitab Mada Hurriyatuz Zaujaini Fith Tholaq Juz I
halaman 83, dan selanjutnya dijadikan pendapat Majelis dalam perkara ini:
مدىحريةالزوجينفىالطالق:محمدعبدالرحمنالصابونىج١ص٨٣
وقداختاراإلسالمنظامالطالقحينتضطربالحياةالزوجيةولميعدينفعفيهانصح
والصلحوحيثتصبحالرابطةالزواجصورةمنغيرروح,ألناإلستمرارمعناهأن
يحكمعلىأحدالزوجينبالسجنالمؤبدوهذاظلمتأباهروحالعدالة.
“Islam memilih lembaga thalaq ketika rumah tangga sudah dianggap goncang, serta
sudah dianggap tidak bermanfaat lagi nasihat dan perdamaian, dan hubungan suami
istri telah hampa. Sebab, meneruskan perkawinan yang demikian berarti menghukum
salah satu dari suami isteri dengan penjara yang berkepanjangan. Ini adalah aniaya
yang bertentangan dengan rasa keadilan.”
10. Menimbang, bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, maka cukup alasan bagi
Pengadilan Agama untuk mengabulkan gugatan Penggugat, seperti maksud Pasal
70 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama,
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun
2009 jo. Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 1287/K/AG/1999 tanggal 8
Juni 1999 yang mengandung abstraksi hukum bahwa apabila suami istri dalam
kehidupan rumahtangganya telah terjadi percekcokan terus menerus, semua
usaha perdamaian yang dilakukan tidak berhasil merukunkan lagi, maka fakta
yang demikian ini seharusnya ditafsirkan bahwa hati kedua belah pihak tersebut
telah pecah, sehingga telah memenuhi ketentuan Pasal 39 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan, Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam dan sesuai pula dengan
pendapat Dr.Mushthofa As Siba'i, yang tersebut dalam kitab: "Al Mar-atu bainal
Fiqhi wal Qonun" halaman 110 yang diambil alih menjadi pendapat Majelis
Hakim Pengadilan Agama Banyuwangi sendiri yang berbunyi sebagai berikut:
12. Menimbang, bahwa dalam Kitab Majmu' Syarah Muhadzdzab Juz 18 halaman 235
dan 239 dijelaskan sebagai berikut:
قالالمصنفرحمههللاتعالى:كتابالنفقات(بابنفقةالزوجات)إذاسلمتالمرأةنفسهاإلىزوجهاوتمكنمن
االستمتاعبهاونقلهاإلىحيث،يريدوهمامنأهلاالستمتاعفينكاح،صحيحوجبت،نفقتهالماروىجابررضىهللا
عنهأنرسولهللاصلىهللاعليهوسلمخطبالناسفقال"اتقواهللافي،النساءفإنكمأخذتموهنبأمانةهللا،واستحللتم
فروجهنبكلمة،هللاولهنعليكمرزقهنوكسوتهنبالمعروفوإنامتنعتمنتسليمنفسهاأومكنتمناستمتاعدون
استمتاعأوفيمنزلدونمنزلأوفيبلدلمتجبالنفقةالنهلميوجدالتمكينالتامفلمتجبالنفقةكمااليجبثمن
المبيعإذاامتنعالبائعمنتسليم،المبيعأوسلمفيموضعدون،موضعفإنعرضتعليهوبذلتلهالتمكينالتاموالنقل
إلىحيثيريدوهو،حاضروجبتعليهالنفقةالنهوجدالتمكينالتام.وإنعرضتعليهوهوغائبلميجبحتىيقدم
هوأو،وكيلهأويمضىزمانلوأرادالمسيرلكانيقدرعلى،أخذهاالنهاليوجدالتمكينالتامإالبذلكوإنلمتسلمإليه
ولمتعرضعليهحتىمضىعلىذلكزمانلمتجب،النفقةالنالنبيصلىهللاعليهوسلمتزوجعائشةرضىهللاعنها
ودخلتعليهبعدسنتين.المجموعشرحالمهذبللنواوىجص
النتعذروطئهاعليهليسبفعلهافلمتسقطبذلكنفقتها.المجموعللنواوىجص
13. Maknanya: Apabila seorang istri telah menyerahkan dirinya kepada suaminya dan suami
memungkinkan untuk melakukan hubungan seksual dengannya serta memungkinkan
mengajak istri bertempat tinggal sesuai kehendak suami, dan kedua-duanya (suami istri)
tersebut termasuk orang yang mampu melakukan hubungan seksual dalam pernikahan
yang sah, (maka) wajiblah nafkah istri atas suami, berdasarkan hadits riwayat Jabir r.a.
bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda dihadapan para sahabat sebagai berikut:" Bertaqwalah
kepada Allah dalam urusan kaum wanita, karena sesungguhnya kalian semua telah
mengambil mereka dengan amanat Allah, dan kalian semua telah menghalalkan
kehormatan mereka dengan Kalimah Allah, dan mereka mempunyai hak nafkah dan
sandang yang layak atas kalian semua", dan apabila seorang istri menolak untuk
menyerahkan dirinya secara total atau hanya menyerahkan sebagian kenikmatan saja atau
hanya mau mengikuti suaminya ke tempat tinggal atau negeri tertentu saja, maka suami
tidak wajib memberi nafkah kepadanya karena belum terdapat penyerahan yang sempurna
(Tamkin Tam), karena ketidakwajiban memberi nafkah tersebut sebagaimana tidak wajib
membayar harga barang yang dibeli apabila penjual tidak mau menyerahkan barang yang
dibeli tersebut atau hanya mau menyerahkan di tempat tertentu saja, maka apabila istri
telah menyerahkan dan menyodorkan diri kepada suaminya secara totalitas serta mau
dibawa kemana saja sesuai keinginan suami dan suaminya hadir (tidak ghoib) maka wajib
nafkah atas suami karena sudah ada tamkin tam (penyerahan yang sempurna). Al Majmu'
Juz 18 Hal.235.
Karena udzur menyetubuhinya kepada suami bukan atas perbuatan dari istrinya maka
nafkah bagi istri tidak gugur karenanya. Al Majmu' Juz 18 Hal.239.
14. Menimbang, bahwa بعدالتـمـكـيـنالكامـلمـنزوجـتـه- -
setelah tamkin sempurna dari istrinya seperti dalam
KHI tersebut di atas, dalam hal ini Penggugat
sudah tergolong Tamkin Tam atau Tamkin Kamil
dan ternyata tidak terbukti Penggugat sebagai istri
yang nusyuz, sehingga karena itu Penggugat
berhak atas nafkah selama dalam perkawinannya
dengan Tergugat;
15. 1.2.. sumber HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
Tentang Peradilan AGama
Pasal 54
Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan
dalam lingkungan Peradilan Agama adalah
Hukum Acara Perdata yang berlaku pada
Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum,
kecuali yang telah diatur secara khusus dalam
Undang-Undang ini.
16. sumber HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA
Tertulis (kodifikatif):
1. Reglemen Indonesia yang diperbaharui (RIB) untuk Jawa
Madura, kini diganti KUHAPer. (Stb.44_1927).
2. Reglemen Daerah Seberang (Reglement Buiten
Gowesten) untuk luar Jawa Madura (Stb.44 _1941).
3. UUPA No.7_1989 > No.3_2006 > No.50_2009, dlsb seperti
sebagian tersebut dalam hukum materiil di atas.
Tidak Tertulis (Nonkodifikasi):
1. Ahkamul Murofa’at dalam Kitab-Kitab Fiqih.
2. Hukum adat yang tidak bertentangan dengan hukum
Islam atau hukum adat yang sudah diserap oleh Hukum
Islam. (Suyuti Tholib: Teori Receptio a contrario).
17. 1.3. HUBUNGAN HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA
DENGAN HUKUM ACARA PERDATA
1*. Sama-sama bersifat perdata yang serba formal dan hanya memperjuangkan
hukum perdata materiil di muka sidang pengadilan melalui hakim oleh pihak yang
berkepentingan.
2*. Sebagian hukum acara peradilan agama (Hukum Munakahat) sebagai lex
spesialis dari hukum acara perdata yang merupakan lex generalis.
3*. Hukum acara peradilan agama dengan hukum acara perdata sama-sama di
atur penggunaannya oleh Undang-Undang Republik Indonesia dan Mahkamah
Agung dengan sistem satu atap.
4*. Hukum acara peradilan agama dan hukum acara perdata memiliki asas-asas
yang sama dalam aplikasinya di muka sidang dan tidak dikenal ada
prapemeriksaan seperti penyelidikan dan penyidikan dalam acara pidana.
5*
6*
7*
18. 2. Bentuk dan isi kelengkapan gugatan / permohonan
Format gugatan / permohonan dibuat seperti surat pada umumnya, hanya saja
karena sifatnya gugatan tentang suatu hak atau permohonan suatu hak, maka
diperlukan beberapa ketentuan yang harus dimuat dalam gugatan / permohonan
tersebut, yaitu:
Tujuan (alamat gugatan/permohonan) dan Identitas pihak-pihak.
1. Alamat surat gugatan / permohonan ditujukan kepada ketua pengadilan;
2. Tanggal surat gugatan / permohonan dibuat;
3. Perihal yang dimaksud dalam surat gugatan / permohonan;
4. Identitas pihak-pihak yakni Penggugat/Pemohon dan Tergugat/Termohon yang
berisi: Nama lengkap dengan bin/binti, agama, umur, pekerjaan, pendidikan
(untuk data statistik), alamat yang ditunjuk bagi Pemohon, alamat Tergugat/
Termohon senyatanya saat gugatan/permohonan diajukan ke pengadilan;
5. Kalau pakai kuasa hukum advokat harus lengkap identitas dan legal
standingnya sesuai UU Advokat No.18/2003., bila kuasa hukumnya insidentil
harus ada keterangan dari desa ttg hubungan keluarga sampai dengan baris
ketiga.
19. POSITA
1. Alasan hukum/dalil-dalil surat gugatan / permohonan berisi:
• Rechtgronden: alasan hukum berupa pasal-pasal dari
peraturan (Akta Nikah / Cerai dlsb).
• Rechtfeiten: alasan kejadian nyata seperti KDRT dlsb.
2. Deskripsi dari suatu kejadian (uraian naratif) surat gugatan
/ permohonan;
3. Kesanggupan membayar biaya perkara atau mohon
berperkara prodeo;
4. Petitum atau permintaan dari gugatan/permohonan
diajukan tersebut yang terdiri dari primair dan sekundair;
5. Tandatangan dan nama terang Penggugat/Pemohon atau
kuasa hukumnya tanpa meterai;
6. Bagi yang tidak dapat baca tulis, maksudnya diutarakan
kepada petugas, kemudian petugas mencatatnya lalu dicap
jempol oleh ybs. diketahui oleh petugas yg membantunya.
20. Petitum Subsider memberikan fleksibelitas
(keluwesan) bagi Majelis Hakim dalam
memutus suatu perkara berdasarkan petitum
yang disampaikan oleh Penggugat/Pemohon,
namun hal ini hanyalah akan mengarah kpd
hal-hal yg seharusnya disampaikan oleh
Penggugat/Pemohon akan tetapi terlupakan
atau tidak sepenuhnya persis & pas dg
keadilan & kebenaran yang seharusnya
diterapkan dalam suatu perkara seperti terkait
dengan redaksi yang berbeda namun maksud
& maknanya sama serta tujuannya sesuai
dengan rasa keadilan hukum;
21. Pendapat ahli hukum M.Yahya
Harahap,S.H. (Hukum Acara Perdata,
Sinar Grafika, 2007, hal.64) yaitu: “Demi
keadilan hakim bebas dan berwenang
menetapkan lain berdasarkan petitum ex-
aequo et bono dengan syarat harus
berdasarkan kelayakan atau kepatutan
(appropriateness) dan masih berada dalam
kerangka jiwa petitum primer dan dalil
permohonan”;
22. 3. PERSIAPAN SIDANG
• Berkas perkara yang telah terdaftar dengan mendapatkan Nomor Perkara:
- Nomor 0000/Pdt.G/2015/PA.Bwi. untuk perkara gugatan kode G.
- Nomor 0000/Pdt.P/2015/PA.Bwi. untuk perkara permohonan kode P.
• Penetapan Majelis Hakim (PMH) ditandatangani oleh Ketua Pengadilan.
• Penetapan Hari Sidang (PHS) ditandatangani oleh Ketua Majelis Hakim.
• Juru Sita / Juru Sita Pengganti (JSP) memanggil kedua pihak berperkara ke
alamat ybs., apabila tidak berjumpa dengan ybs. maka JSP harus menjumpai
kepala desa / lurah (staf atas namanya) agar menyampaikan relass panggilan
beserta salinan gugatan / permohonan kepada ybs.
• Setelah Majelis Hakim memasuki ruang sidang, membuka sidang dan
menyatakan sidang terbuka untuk umum, pihak-pihak dipanggil masuk ke
ruang sidang untuk perdamaian oleh Majelis Hakim, bila berdamai perkaranya
dicabut, bila tidak damai, kedua belah pihak diperintahkan untuk menghadap
ke mediator, sidang ditunda untuk mendengarkan Laporan Hasil Mediasi.
• Sidang berikutnya (khusus perkara cerai harus dinyatakan tertutup untuk
umum) pembacaan gugatan/permohonan, jawaban, replik, duplik, (rereplik,
reduplik), pembuktian (surat, saksi), kesimpulan, Musyawarah Majelis Hakim
(rahasia), pembacaan Putusan / Penetapan.
• Sidang pembacaan putusan harus dinyatakan terbuka untuk umum, kalau
tidak, berakibat putusan batal demi hukum.
23. 4. ADAB HAKIM DALAM PERSIDANGAN
• Majelis Hakim memakai baju toga hitam variasi
hijau berdasi putih.
• Membuka persidangan dengan membaca
basmalah kemudian berdo’a.
• Memanggil para pihak sesuai dengan nomor
urut pendaftaran sidang.
• Menghadapi para pihak dengan perhatian yang
sama, tidak membedakan status, ras, kaya
miskin.
• Tidak memihak kepada salah satu pihak dan
mendengarkan keterangan pihak lawannya
(audi et alteram partem).
24. 5. CARA PEMERIKSAAN PERKARA DI PENGADILAN TINGKAT PERTAMA
1. Pertamakali Majelis Hakim harus memeriksa relas panggilan yang dilakukan
oleh Juru Sita / Juru Sita Pengganti (JSP) serta menilai sah & patut atau tidak
pelaksanaan pemanggilan tersebut kepada kedua pihak khususnya kepada
Tergugat/Termohon;
2. Berikutnya harus memeriksa apa ada eksepsi baik absolut atau relatif dalam
perkara yang sedang diperiksa tersebut;
3. Selanjutnya Majelis Hakim menyatakan sidang terbuka atau tertutup untuk
umum (sesuai aturan yang ada), melakukan perdamaian, bila berdamai
perkaranya dicabut, bila tidak damai, kedua belah pihak diperintahkan
untuk menghadap ke mediator, sidang ditunda untuk mendengarkan
Laporan Hasil Mediasi.
4. Sidang berikutnya pembacaan gugatan/permohonan (khusus perkara cerai
harus dinyatakan tertutup untuk umum),
5. jawaban, replik, duplik, (rereplik, reduplik), pembuktian (surat, saksi),
kesimpulan, Musyawarah Majelis Hakim (rahasia), pembacaan Putusan /
Penetapan.
6. Sidang pembacaan putusan harus dinyatakan terbuka untuk umum, kalau
tidak, berakibat putusan batal demi hukum.
Editor's Notes
Materi Kuliah Semester VI di Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Ibrahimy Sukorejo Situbondo Jurusan Mu’amalah dan Ahwal Al Syakhsyiyyah
Bahan Kuliah di Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Ibrahimy Sukorejo Situbondo Jurusan Mu’amalah dan Ahwal Al Syakhsyiyyah