2. Konsep mudharabah
Dalam alquran dan alhadits
Dosen Pembimbing:
Dr.Setiawan Budi Utomo
Otoritas jasa keuangan
Oleh: Fathur Rohman Ms.
NIM. 20142660029
Program Pascasarjana
Magister Hukum Ekonomi Syariah
Universitas Muhammadiyah Surabaya
3.
4. • Pengantar Produk & Jasa Industri Jasa Keuangan Syariah
• Praktek Akad Dalam Produk Perbankan Syari'ah Dan Kedudukan Hukum Para Pihak
• Produk Penghimpunan Dana Bank Syari'ah & Permasalahan Hukumnya
• Produk Pembiayaan Bank Syari'ah & Permasalahan Hukumnya
• Jasa Perbankan Syari'ah Dan Industri Jasa Keuangan Syariah lainnya & Permasalahan
Hukumnya
• Studi Kasus dan simulasi Produk Jasa Keuangan Syariah
• Pengantar Hukum Keuangan Syariah & Kewenangan Peradilan Agama Dalam Sengkata
Ekonomi Syari'ah.
• Maqoshid Syari'ah & Implikasinya dan Transaksi Keuangan (Kaidah & Ushul Fiqih dalam
Keuangan Syariah)
• Keunikan Keuangan & Perbankan Syari'ah serta Sharia Gevernace dan implikasi
hukumnya di Indonesia & Negara lain.
• Regulasi & Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Syari'ah.
• Pengenalan OJK dan Kebijakan & Strategi Pengembangan Industri Jasa Keuangan
Syari'ah.
• Studi Kasus Penyelesaian sengketa di sektor Perbankan dan Jasa Keuangan Syari'ah
5. BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Ruang Lingkup Pembahasan
C. Tujuan dan Manfaat
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Mudharabah
B. Dasar Hukum Dan Pensyariatan Akad Mudharabah
C. Rukun Akad Mudharabah
D. MacamAkad Mudharabah
E. Pengelola Mudharabah Berbilang
F. Kritik Terhadap Praktek Perbankan Syari'ah
G. -Macam Akad Mudharabah
H. Sifat
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
6. PENDAHULUAN
Latar Belakang
• Perkembangan bank syari'ah yang pesat menggambarkan ada
potensi pasar yang besar di Indonesia. Negara Indonesia yang
berpenduduk muslim terbanyak di dunia dan kegencaran Da’i
memberikan pencerahan atas keharaman transaksi riba yang
didukung fatwa MUI dalam masalah itu, mendorong masyarakat dan
pebisnis muslim mencari alternatif solusi. Penawaran produk bank
syari'ah berbeda dengan bank konvensional, selain menjanjikan nilai
plus dalam berbagi laba dalam akad mudharabah sebagai mu'amalah
utamanya, juga memberi angin segar spiritual dengan mengklaim
perbankan yang bebas riba dan bebas dari pelanggaran syari'ah.
7. • Produk perbankan syari'ah berupa tabungan umumnya
berakad mudharabah dan sebagiannya berakad wadi’ah.
Produk dan proses kerja bank syari'ah, jika kita cermati
dengan mencocokkan penerapan praktek perbankan
syari'ah saat ini dengan instrumen undang-undangnya
maupun ketentuan syari'ah yang sudah diakomodir dalam
kompilasi fatwa Dewan Syari'ah Nasional maupun dalam
kitab fikih mu'amalah Ulama salaf dapat kita temukan
kesamaan konsep dengan bank konvensional sehingga tidak
bisa selaras dengan syari'ah serta banyak penyimpangan
dalam praktek diantaranya yang berhubungan dengan akad
mudharabah.
8. • Dalam penyimpangan-penyimpangan tersebut bank syari'ah
melakukan pelanggaran terhadap syari'ah yang dapat menyeretnya
pada transaksi ribawi, hal ini tidak boleh dibiarkan berlarut, karena
apa yang dilakukan dalam hal ini sama juga melakukan rekayasa
syari'ah (produk riba kemasan syari'ah) sehingga menyerupai
prilaku bangsa Yahudi (Israel) yang merubah ketentuan syari'ah
mengikuti hawa nafsunya. Di zaman modern ini, bagaimanapun
peran perbankan atau apapun yang bisa menjadi alternatif serupa
dengannya sangatlah dibutuhkan. Maka dengan tulisan ini dan juga
berbagai solusi yang akan menyempurnakan prinsip dan cara kerja
bank syari'ah untuk benar-benar bebas dan bersih dari riba
diharapkan bisa menjadi wacana yang bisa dipahami dan segera
diaplikasikan dalam realisasi perbankan yang benar-benar sesuai
syari'ah di waktu mendatang.
9. • Penulis sangat menyadari bahwa saudara-saudara muslim di negeri
ini tidak banyak yang memahami tentang transaksi yang sering kita
dengar bahkan kita baca dalam buku-buku tentang ekonomi
syari'ah dan dalam beberapa peraturan perundangan serta tulisan-
tulisan yang termuat dalam dunia maya yang pada umumnya yang
kita baca adalah berbahasa Indonesia.
• Ketidaktahuan mayoritas umat Islam tentang akad mudharabah
secara detail mengakibatkan akan sangat mudah tertipu oleh
istilah atau kata-kata mudharabah yang berasal dari bahasa Arab
yang sepintas pikiran mereka akan terbawa kepada alam ekonomi
islami yang dianggap sudah bebas murni dari praktek ribawi yang
belum mereka ketahui juga bahkan justru pelaku utama dan
mayoritas adalah umat Islam Indonesia sendiri.
10. Ruang Lingkup Pembahasan
• Dalam tulisan berupa makalah ini Penulis melakukan penelitian leterer
dalam bentuk tulisan-tulisan yang terkait dengan judul di atas berupa
ebook dan software digital dalam dunia maya baik yang masih online
maupun yang sudah offline.
• Dari reference yang ada, penulis mengutamakan pengambilan dari
sumber berupa kitab fiqih salaf yang masih populer dimasa kini seperti
Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu karya Syekh Abdul Wahhab Az Zuhaili, Al
Fiqhu 'Ala Madzahibil Arba'ah oleh Syekh Abdur Rohman Al Jaziri, dan
Fiqhus Sunnah oleh Sayyid Sabiq, juga kitab fiqih mu'tabaroh lainnya,
semuanya itu berbentuk digital dalam software Maktabah Syamilah
yang mulai ngetren saat ini dalam leteratur ilmiyah karena kemudahan
serta dengan exelerasi yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan
hardware walaupun yang terakhir ini tetap juga digunakan sebagai
rujukan.
11. • Disamping itu penulis juga bereferensi kepada hukum positif
berupa Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang
Perbankan Syariah dan Kitab Undang-Undang Hukum
Ekonomi Syari'ah yang dijadikan hukum terapan dalam dunia
peradilan di Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah di
seluruh Indonesia termasuk juga beberapa Fatwa terkait dari
Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia, semuanya
bersifat software digital offline.
• Rumusan masalah dalam makalah ini penulis sajikan bersifat
informative tentang transaksi mudharabah secara historis dan
filosofis yang telah ada sejak sebelum Islam datang dibawa
oleh Rasulullah s.a.w. yang juga sebagai praktisi aktif
mudharabah sejak sebelum diangkat sebagai nabi dan rasul
hingga sesudahnya bahkan dilanjutkan oleh para shahabat,
tabi'in dan tabi'it tabi'in serta umat Islam berikutnya.
12. Tujuan penulisan
• Di samping untuk memenuhi tugas perkuliahan dalam materi kuliah
Studi Al Quran dan Al Hadits, penulis ingin mencoba menyajikan dan
menjelaskan tentang akad mudharabah secara historis filosofis. Selain
itu penulis menghendaki setelah kita mengetahui akad mudharabah
itu tentunya untuk mengaplikasikan dalam kehidupan nyata secara
pribadi, keluarga maupun kelompok organisasi yang menginginkan
bertransaksi sesuai dengan ajaran dan praktek islami yang bersih dari
praktek ribawi.
Manfaat
• Ekspektasi Penulis dengan makalah ini adalah bermanfaat bagi penulis
sendiri dalam tugas sehari-hari di dunia peradilan yang membantu
menangani penyelesaian sengketa ekonomi syari'ah antara umat Islam
di samping bermanfaat bagi kehidupan keluarga dan masyarakat
penulis dan bertransaksi ekonomi dalam kehidupan keseharian.
13. PEMBAHASAN
Pengertian Mudharabah
Mudharabah dalam fiqih salaf dan cendekiawan muslim kontemporer :
Sayid Sabiq dalam Fiqhus Sunnah juz 3 hal. 202:
المضاربةتعريفها:المضاربةمأخوذةمنالضربفياالرضوهوالسفر،للتجارةيقولهللاسبحانه:"
وآخرونيضربونفياالرضيبتغونمنفضلهللا"(1).وتسمى،قراضاوهومشتقمن،رضَقالوهو
،القطعالنالمالكقطعقطعةمنمالهليتجرفيهاوقطعةمنربحه.وتسمىأيضا:معاملة.والمقصودبهاهنا:
عقدبينطرفينعلىأنيدفعأحدهمانقداإلىاآلخرليتجر،فيهعلىأنيكونالربحبينهماحسبمايتفقان
عليه.حكمها:وهيجائزةباالجماع.(1)سورةالمزملاآليةرقم20.
• Definisi Mudharabah ()المضاربة diambil dari kata-kata berjalan ()الضرب di bumi
yaitu bepergian untuk berniaga / berdagang, dalam Al Quran: "…dan yang lain
berjalan di muka bumi untuk mencari karunia dari Allah…". Al Muzzammil 20.
• Mudharabah disebut qiradh berasal dari kata ض ْرَقال berarti القطع (memotong),
karena pemilik modal telah memotong sebagian dari hartanya untuk diniagakan
dan diambil sebagian dari labanya. Mudharabah juga disebut mu'amalah,
maksudnya disini adalah akad atau transaksi antara dua pihak dengan
menyerahkan modal usaha kepada pihak lainnya dengan kesepakatan pembagian
laba antara keduanya. Hukum akad mudharabah boleh berdasarkan ijma' ulama.
14. Abdur Rahman Al Jaziri dalam "Al Fiqhul 'Alal Madzahibil Arba'ah", Juz 3 hal 18:
هيفياللغةعبارةعنأنيدفعشخصماالآلخرليتجرفيهعلىأنيكونالربحبينهماعلىماشرطا
والحسارةعلىصاحبالمالوهيمشتقةمنالضرببمعنىالسفرألناالتجاريستلزمالسفرغالبا.قال
تعالى:{وإذاضربتمفياألرض}أيسافرتموتسمىقراضاومقارضةمشتقةمنالقرضوهوالقطع
سميتبذلكألنالمالكقطعقطعةمنمالهليعملفيهبجزءمنالربحوالعاملقطعلربالمالجزءامن
الربحالحاصلبسعيهفالمفاعلةعلىبابها.
Mudharabah adalah suatu ibarat dari suatu perbuatan bisnis berupa penyerahan
modal usaha dari seseorang kepada pengelola untuk diniagakan / diperdagangkan
dengan ketentuan bagi hasil antara kedua belah pihak serta bersepakat bahwa
kerugian harus ditanggung oleh pemilik modal, mudharabah diambilkan dari kata-
kata الضرب yang berarti safar atau bepergian karena perniagaan itu pada
umumnya memerlukan perjalanan / bepergian. Firman Allah s.w.t. "Dan apabila
kamu sekalian berjalan di muka bumi.." maksudnya adalah bepergian, dan disebut
juga qiradh dan muqaradhah yang diambilkan dari kata-kata القرض yaitu
memotong, disebut demikian karena pemilik modal memotong sebgian dari
hartanya untuk diniagakan dengan prosentase sebagian laba sedangkan pengelola
juga memotong sebagian dari laba yang dihasilkannya untuk pemilik modal, maka
mufa'alah (kerjasama) bagi hasil kedua belah pihak itu sesuai proporsinya.
16. Prof. Dr. H. Wahbah az Zuhaili
dalam "Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, juz 5 hal 18 :
المطلباألولـتعريفالمضاربةومشروعيتهاوركنهاونوعاهاوصفةعقدها:
تعريفالمضاربة:المضاربة:هيأنيدفعالمالكإلىالعاملًاالماليتجرف،يه
ويكونالربحًاامشتركبينهمابحسبماشرطا(1).وأماالخسارةفهيعلىرب
المال،وحدهواليتحملالعاملالمضاربمنالخسرانًااشيئوإنماهويخسرعمله
وجهده.
• Definisi Mudharabah: Mudharabah adalah transaksi
penyerahan modal dari pemilik dana kepada pengelola untuk
diniagakan dan hasil perniagaannya dibagi antara keduanya
sesuai dengan kesepakatan yang telah ditetapkan kedua
belah pihak. Adapun kerugiannya hanya ditanggung oleh
pemilik modal saja dan pengelola tidak boleh dibebani
kerugian materi samasekali, karena dia sudah mengalami
kerugian dari pengelolaan dan jerih payahnya.
17. وعرفهاصاحبالكنزبقوله:هيشركةبمالمن،جانبوعملمنجانب.
Menurut penulis kitab "Al Kanzu" mendefinisikan bahwa
Mudharabah itu adalah syirkah (usaha bersama) dari satu sisi
berupa modal usaha dan dari sisi lain berupa pengelolaan.
ومحترزاتالتعريفاألول:هيأنهبكلمة(يدفع):تبينأن
المضاربةالتصحعلىمنفعةكسكنى،الداروأنهاالتصحعلى
،دينسواءأكانعلىالعاملأمعلىغيره.وبكلمة(الربحمشتًاارك)
تبينأنالوكيلليسًاامضارب.والسببفياشتراكالعاقدينفي
الربح:هوأنربالماليستحقالربحبسببماله؛ألنهنماءم،اله
والمضاربيستحقهباعتبارعملهالذيهوسببوجودالربح.
وعليهإذاشرطجميعالربحلربالمالكانالعقد،مباضعةولو
شرطجميعهللمضاربكانًااقرض.
18. • Dan kandungan dari definisi tersebut pertama adalah dengan
menggunakan kata-kata "menyerahkan", hal ini menjelaskan bahwa
transaksi Mudharabah itu tidak sah terhadap suatu manfaat dari
sesuatu seperti menghuni sebuah rumah, dan tidak sah pula terhadap
suatu tagihan utang, baik utang dari si pengelola sendiri maupun utang
orang lain. Dan dengan menggunakan kata-kata "hasil untuk bersama",
hal ini menjelaskan bahwa wakil dari pengelola tidaklah termasuk
sebagai pengelola.
• Dan sebab dari pembagian hasil (laba) secara bersama-sama bagi
kedua belah pihak yang bertransaksi adalah karena pemilik modal
berhak memperoleh hasil usaha karena menyediakan modal dari usaha
Mudharabah tersebut, sedangkan pengelola berhak memperoleh hasil
usaha karena jerih payah mengelola modal tersebut sebab dengan
jerih-payahnyalah maka usaha Mudharabah mendapatkan keuntungan.
Dan terhadap transaksi itu bila disyaratkan seluruh hasil dari usahanya
hanya untuk pemilik modal saja maka transaksinya disebut transaksi
perdagangan (akad Mubadlo'ah), sedangkan apabila disyaratkan
seluruh hasil dari usaha kelola itu hanya untuk pengelola saja maka
transaksinya disebut transaksi utang-piutang (akad Qordl).
19. Ahmad Asy Syarbasyi > buku Syafii Antonio (2003:95)
• Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana
pihak pertama (shahibul mal) menyediakan seluruh (100%) modal,
sedangkan pihak lainnya sebagai pengelola. Keuntungan usaha secara
mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam
kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama
kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Sedangkan kerugian
itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si
pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Sa’ad bin Gharir as Silmi > buku M. Arifin Badri (2010:131)
• Mudharabah adalah suatu akad dagang antara dua pihak,
pihak pertama sebagai pemodal, sedangkan pihak kedua
sebagai pelaksana usaha, dan keuntungan yang diperoleh
dibagi antara mereka berdua dalam prosentase yang telah
disepakati antara keduanya. (Arifin Badri).
20. Kompilasi Hukum Ekonomi Syari'ah
Buku II Tentang Akad Bab I Ketentuan Umum Pasal 20 dijelaskan:
• Mudharabah adalah kerjasama antara pemilik dana atau
penanam modal dengan pengelola modal untuk melakukan
usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan
nisbah1.
1 Nisbah: perbandingan antara aspek kegiatan yang dapat dinyatakan
dengan angka, misal perbandingan antara laba dan penjualan; rasio; nisbah
= kegiatan (ekonomi): perbandingan yang menunjukkan hasil bagian yang
senyatanya telah diselesaikan; nisbah = neraca (ekonomi): perbandingan
angka yang diambil dari neraca untuk mengukur keadaan keuangan
perusahaan; nisbah = pengisian (teknik): bilangan yang menunjukkan
volume atau berat batuan asal yang terledakkan oleh setiap pon bahan
bahan peledak; nisbah = pengupasan (teknik): perbandingan antara jumlah
volume lapisan penutup yang perlu disingkirkan (dalam meter kubik) untuk
memperoleh satu ton bahan galian. (KBBI Luring offline)
21. Dasar Hukum Dan Pensyari'atan akad Mudharabah
Prof. Dr.H.Abdul Hadi,M.Ag. > QS.2 Al Baqoroh 198:
ًَْسيَلًْمُكْيَلَعًَاحنُجًْنَأواُغَتْبَتًْضَفالًْنِمًْمُكِِّب َراَذِإَفًْمُتْضَفَأًْنِمًاتَفَرَع
واُرُكْذاَفًَ ّاَللًَدْنِعًِرَعْشَمْالًِامَرَحْالا َوًُهوُرُكْذاَمَكًْمُكاَدَهًْنِإ َوًْنُكًْمُتًْنِمًِهِلْبَق
ًَنِمَلًَينِِّلاّضال
"Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil
perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak
dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masy`arilharam. Dan
berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang
ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum
itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat."
22. • Hadis Nabi s.a.w. riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah dari
'Amr bin 'Auf al-Muzanni, Nabi s.a.w bersabda:
الصلحجائزبينالمسلمينإالصلحامِّحرحالالأوًِّلأححراما,و
المسلمينعلىشروطهمإالشرطامِّحرحالالأوًِّلأححراما(رواه
الترمذىعنعمروبنعوف)
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin,
kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat
dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram”
(HR. Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf).
23. Prof. Dr. H. Wahbah Az Zuhaili lebih detail ttg pensyariatan akad
mudharabah:
مشروعيةالمضاربة:اتفقأئمةالمذاهبعلىجوازالمضاربةبأدلةمنالقرآنوالسنة
واإلجماع،والقياسإالأنهامستثناةمنالغررواإلجارةالمجهولة.أماالقرآن:فقولهتعالى:
{وآخرونيضربونفياألرضيبتغونمنفضلهللا}[المزمل:20/73]والمضارب:يضرب
فياألرضيبتغيمنفضلهللاعز،وجلوقولهسبحانه:{فإذاقضيتالصالةفانتشروافي
األرضوابتغوامنفضلهللا}[الجمعة:10/62].فهذهاآلياتبعمومهاتتناولإطالقالعمل
فيالمالبالمضاربة.
__________
المراجعالسابقة.
Pensyari'atan akad Mudharabah: Para Imam Madzhab
sepakat terhadap hukum kebolehan akad Mudharabah
berdasarkan dalil-dalil dari Al Quran, As Sunnah, Ijma' dan
Qiyas, namun harus terhindar dari modus penipuan dan
system upah yang tidak jelas.
24. Al Quran Surat 73 Al Muzzammil ayat 20:
وآخرونيضربونفياألرضيبتغونمنفضلهللا-المزمل20/73
" …. dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari
sebagian karunia Allah".
وأماالسنة:فماروىابنعباسرضيهللاعنهماأنهقال:كانسيدنا
العباسبنعبدالمطلبإذادفعالمالمضاربةاشترطعلىصاحبه
أناليسلكبه،اابحروالينزلبه،ااواديواليشتريبهدابةذاتكبد
،رطبةفإنفعلذلك،ضمنفبلغشرطهرسولهللاىِّلصهللاعليه
،وسلمفأجازه(1)،وروىابنماجهعنصهيبرضيهللاعنهأن
النبيىِّلصهللاعليهوسلمقال:ثالثفيهنالبركة:البيعإلى،أجل
،والمقارضةطَْلخوًِّرُبالبالشعيرللبيتالللبيع(2).
25. Dasar dari As Sunnah adalah:
• Riwayat dari Ibnu Abbas r.a. beliau berkata: Pernah Al Abbas bin
Abdul Muththalib apabila menyerahkan modal dengan akad
Mudharabah, beliau menentukan persyaratan terhadap pengelola
modalnya agar tidak menyeberangi laut dengan membawa modal
itu, dan tidak menuruni lembah dengan membawa modal itu, serta
modal itu tidak dibelikan binatang ternak, maka kalau dia melanggar
persyaratan itu harus menanggung sendiri resikonya, maka
sampailah kepada Rasulullah s.a.w. tentang persyaratan itu dan
ternyata beliau s.a.w. membolehkannya.
• Riwayat dari Ibnu Majah dari Shuhaib r.a. Rasulullah s.a.w.
bersabda: "Tiga perkara di dalamnya terdapat barokah
yaitu: jual beli dengan system pembayaran tunda,
pengelolaan modal dengan system muqaradhah
(Mudharabah) dan mencampur gandum dengan jewawut
untuk keperluan keluarga bukan untuk diperjual-belikan".
27. Dasar berupa Ijma' Ulama adalah:
• Sebuah riwayat tentang beberapa shahabat Nabi s.a.w. yang menyerahkan
harta anak yatim yang mereka kuasai untuk dikelola dengan system akad
Mudharabah dan terhadap system tersebut tak seorangpun yang
mengingkarinya, maka hal itu berarti ijma' dari shahabat.
• Diriwayatkan bahwa Abdullah dan Ubaidullah kedua-duanya putra dari
Umar bin Khoththob r.a., mereka berdua pergi bertugas sebagai pasukan
menuju Iraq, ketika mereka berdua kembali dari Iraq terus pergi menuju ke
pegawai (Gubernur) dari Umar bin Khoththob r.a., yang bernama Abu
Musa al Asy'ari, beliau menyambut hangat mereka berdua dengan penuh
kekeluargaan dan keakraban, lalu beliau berkata: Seandainya saya mampu
membantu kalian berdua dengan sesuatu yang akan memberikan manfaat
kepada kalian berdua, niscaya akan kulakukan. Kemudian beliau berkata:
Baiklah, disini ada harta milik Allah (Baitul Mal), saya bermaksud
mengirimkan harta itu ke Amiril Mukminin (Umar bin Khoththob r.a.) maka
saya transaksikan (akad salam) kepada kalian berdua, maka kalian berdua
dapat membeli barang dagangan dari Iraq kemudian kalian berdua
menjualnya di Madinah, selanjutnya kalian berdua harus menyampaikan
seutuhnya modal bisnis itu itu kepada Amiril Mukminin sedangkan
keuntungannya untuk kalian berdua.
28. • Lalu kedua-duanya berkata: dengan senang hati
kami terima, kemudian beliau melaksanakannya
(menyerahkan uangnya) serta menulis surat kepada
Amiril Mukminin Umar bin Khoththob r.a. agar
mengambil harta (uang setoran) tersebut dari
keduanya, ketika keduanya menghaturkan modal
jual belinya beserta labanya lalu Umar berkata:
apakah semua pasukan tentara itu telah berbuat
sebagaimana yang kalian berdua lakukan? lalu
Umar berkata: Jangan berbuat demikian. lalu Umar
berkata (lagi):
30. Lalu kedua-duanya berkata: dengan senang hati kami terima, kemudian beliau
melaksanakannya (menyerahkan uangnya) serta menulis surat kepada Amiril Mukminin
Umar bin Khoththob r.a. agar mengambil harta (uang setoran) tersebut dari keduanya,
ketika keduanya menghaturkan modal jual belinya beserta labanya lalu Umar
berkata:apakah semua pasukan tentara itu telah berbuat sebagaimana yang kalian
berdua lakukan? lalu Umar berkata: Jangan berbuat demikian. lalu Umar berkata (lagi):
Kedua anak Amiril Mukminin, dia telah melakukan transaksi bisnis akad salam dengan
kalian berdua!! kembalikan modal dan labanya. Abdullah bersikap diam saja sedangkan
Ubaidullah berkata: Wahai Amirul Mukminin, seandainya harta itu rusak kami akan
menggantinya. Umar berkata lagi: kembalikan harta itu, Abdullah diam saja sedangkan
Ubaidullah (hendak) mengembalikan harta itu ke Abu Musa Al Asy'ari selaku Gubernur
Iraq, kemudian seseorang dari Majelis Umar itu berkata (usul): Wahai Amiril Mukmini,
bagaimana kalau anda jadikan harta itu sebagai transaksi dengan aqad Qiradh
(maksudnya: bagaimana kalau anda jadikan harta itu sebagai transaksi dengan aqad
Mudharabah yaitu menjadikan hasil (laba) untuk keduanya (Abdullah dan Ubaidullah
selaku pengelola / mudlorib) adalah seperdua sedangkan untuk Baitulmal juga
seperdua), lalu Umar setuju dan mengambil modalnya dan separuh labanya,
sedangkan Abdullah dan Ubaidullah mengambil seperdua dari labanya.
31. • Dan Ibnu Taimiyah menetapkan pensyari'atan Akad Mudharabah itu berdasarkan
Ijma' shahabat yang didasarkan pada Nash syar'i, karena sesungguhnya system akad
Mudharabah itu sejak dahulu sudah termasyhur di kalangan mereka di zaman
jahiliyah utamanya di kalangan suku Quraisy, karena perekonomian yang paling
menonjol di kalangan mereka saat itu adalah perniagaan, dan para pemilik modal
menyerahkan modalnya kepada para pengelola modal (developers),
• dan Rasulullah s.a.w. sendiri pergi berniaga dengan modal dari orang lain sebelum
beliau s.a.w. menjadi nabi, pernah beliau s.a.w. pergi berniaga dengan modal milik
Khodijah, Kafilah dagang yang diikuti oleh Abu Sufyan, beliau s.a.w. lebih banyak
melakukan akad Mudharabah dengan Abu Sufyan dan juga lainya, ketika Islam
datang, Rasulullah s.a.w. menetapkan (membolehkan/membenarkan) akad
Mudharabah.
• Para sahabat beliau s.a.w. pernah pergi berniaga dengan membawa (mengelola)
harta (modal) orang lain dengan transaksi Mudharabah dan beliau tidak mencegah
mereka melaksanakan akad tersebut, dan Sunnah itu adalah ucapan, perbuatan dan
taqrir (ketetapan) beliau s.a.w. maka ketika beliau s.a.w. menetapkannya berarti akad
Mudharabah itu telah disyari'atkan secara pasti berdasarkan As -Sunnah.
35. Rukun dan lafadh Mudharabah serta macam-macam rukun dan lafadh Mudharabah:
• Rukun akad Mudharabah menurut Ulama' Hanafiyah adalah Ijab dan Qobul
dengan lafadh-lafadh yang menunjuk kepada Ijab dan Qobul.
• Maka lafadh-lafadh ijab adalah lafadh Mudharabah, muqaradhah dan mu'amalah
serta lafadh yang mengarah kepada pengertian dari lafadh-lafadh ini seperti
perkataan pemilik modal: "Ambillah uang ini dengan akad Mudharabah dengan
ketentuan bahwa suatu hasil / laba yang diberikan Allah maka dibagi antara kita
dengan nisbah / prosentase setengah, seperempat atau sepertiga atau selainnya
yang berupa bagian yang pasti".
• Demikian pula apabila pemilik modal berkata: Muqaradhah atau mu'amalah atau
berkata "Ambillah uang ini dengan akad Mudharabah dengan ketentuan bahwa
suatu hasil / laba yang diberikan Allah maka dibagi antara kita dengan nisbah /
prosentase sekian", dan tidak menambah kata-kata lagi, maka ijab semacam itu
boleh (sah), karena sudah menggunakan lafadh (kata-kata) yang mengarah kepada
pengertian akad ini, karena yang di pakai / dikehendaki dalam suatu transaksi itu
adalah makna / tujuan dari transaksi itu bukan bentuk lafad-lafadhnya
(redaksinya);
• Dan Lafadh Qobul (Kata-kata penerimaan) adalah hendaklah pengelola
Mudharabah (mudlorib) mengatakan (baiklah) saya ambil atau saya setuju atau
saya terima dan lain sebagainya. Apabila ijab dn qobul telah sempurna maka
transaksi tersebut telah mengikat (bagi kedua belah pihak).
37. Macam-Macam Akad Mudharabah
Prof. Dr. H. Wahbah Az Zuhaili menjelaskan tentang macam-macam akad mudharabah:
نوعاها:المضاربةنوعان:مطلقةومقيدة(2):
فالمطلقة:هيأنيدفعشخصالمالإلىآخربدون،قيدويقول:«دفعتهذاالمالإلىكمضاربةعلىأنالربحبيننا
كذامناصفةأو،ااأثالثونحوذلك»أوهيأنيدفعالمالمضاربةمنغيرتعيينالعملوالمكانوالزمانوصفة
العملومنيعامله.
والمقيدة:هيأنيعينًااشيئمنذلكأوأنيدفعإلىآخرألفدينارًاالمثمضاربةعلىأنيعملبهافيبلدة،معينةأو
فيبضاعة،معينةأوفيوقت،معينأواليبيعواليشتريإالمنشخصمعين.وهذانالنوعاناألخيران(حالة
التأقيتوتخصيصشخص)جائزانعندأبيحنيفة،وأحمدوغيرجائزينعندمالكوالشافعي.وكذلكيجوز
إضافتهاإلىالمستقبلعنداألولينواليجوزعنداآلخرينكأنيقولربالمال:ضارببهذاالمالابتداءمنالشهر
اآلتي.وأماتعليقالمضاربةعلىشرطكماإذاقالصاحبالمال:إذاجاءكفالنبالدينالذيليفيذمته(ومقداره
ألفدينار)وسلمكإياهفضارب،بهفقدأجازهالحنابلةوالزيديةولميجزهالحنفيةوالمالكيةوالشافعية؛ألنالمضاربة
تفيدتمليكجزءمن،الربحوالتمليكاليقبلالتعليق(3).
ويشترطفيالمضاربةعندالشافعيةوالمالكيةأنتكون،مطلقةفالتصحمقيدةبنوعمعينمنالتج،ارةوالبشخص
،معينوالببلدمعين.واليشترطتعيينمدة،فيهافإنعينتمدةاليتمكنفيهاالعاملمن،المتاجرةفسدت،الشركة
وإنعينتمدةيتمكنفيهامن،التجارةثممنعالعاملمن،الشراءولميمنعمن،البيعصحذلكلتمكنهمنالربح
بالبيع.
__________
(1)البدائع:87/6.
(2)مغنيالمحتاج:310/2،البدائع:87/6-98.
(3)الميزانللشعراني:92/2،المغني:62/5-63.المنتزعالمختارللزيدية:320/3،المهذب:386/1،الشرح
الكبيرللدردير:521/3،غايةالمنتهى:173/2،كشافالقناع:497/3.
38. Dua macam akad Mudharabah: Mudharabah mutlak dan Mudharabah terbatas.
• Mudharabah Mutlak adalah penyerahan modal dari seseorang kepada orang lain
tanpa batasan tertentu, dan dia mengatakan: saya serahkan modal ini kepadamu
dengan transaksi Mudharabah atas kesepakatan bahwa laba antara kita masing-
masing seperdua atau masing-masing sepertiga dan lain sebagainya. Atau pemodal
menyerahkan modal dengan akad Mudharabah tanpa menyebutkan secara tegas
bentuk usaha, domisili, periode usaha, sifat usaha dan siapa yang melaksanakannya.
• Mudharabah Terbatas adalah penyerahan modal dari seseorang kepada orang lain
dengan menyatakan batasan-batasan tertentu atau penyerahan seribu dinar kepada
orang lain misalnya dengan transaksi Mudharabah dengan ketentuan bahwa modal
tersebut harus dikelola di negeri tertentu, untuk mengelola usaha berupa barang
komodite tertentu, atau dalam periode usaha tertentu, atau tidak membeli dan tidak
menjual kecuali kepada seseorang tertentu.
• Kedua macam yang terakhir ini (pembatasan waktu usaha dan penentuan penjual
dan pembeli) kedua-duanya dibolehkan menurut Imam Abu Hanifah dan Imam
Ahmad, namun tidak dibolehkan menurut Imam Malilk dan Imam Syafi'i. Demikian
pula dibolehkan menggantungkan Mudharabah itu kepada sesuatu di masa
mendatang menurut kedua Imam yang pertama (Imam Abu Hanifah dan Imam
Ahmad) dan tidak boleh menurut kedua Imam yang terakhir (Imam Malilk dan Imam
Syafi'i) seperti misalnya: pemilik modal mengatakan: "buatlah transaksi Mudharabah
dengan modal ini, dengan dimulai dari bulan depan”.
39. • Dan adapun menggantungkan akad Mudharabah itu kepada suatu syarat tertentu
seperti pemodal mengatakan: apabila si fulan datang kepadamu dengan membawa
piutang/tagihanku yang menjadi kewajibannya (jumlah tagihannya seribu dinar) dan
dia menyerahkan piutang/tagihan itu padamu, maka buatlah transaksi Mudharabah
dengan piutang itu,
• Ulama Hanabilah dan Ulama Zaidiyah membolehkan transaksi semacam itu namun
Ulama Hanafiyah, Ulama Malikiyah dan Ulama Syafi'iyyah tidak membolehkan
transaksi semacam itu karena Mudharabah itu memberikan faedah (berdampak
hukum) kepemilikan bagian dari laba, dan kepemilikan itu tidak menerima system
penggantungan (futuralis).
• Dan disyaratkan dalam akad Mudharabah menurut Ulama Syafi'iyah dan Ulama
Malikiyah agar bersifat mutlak, maka tidak sah Mudharabah terbatas yang dibatasi
dengan suatu bisnis tertentu, person tertentu dan di negeri tertentu.
• Dan tidak disyaratkan dalam akad Mudharabah itu dengan menyatakan waktu
tertentu, maka apabila akad Mudharabah itu ditentukan waktunya, pengelola tidak
leluasa dalam berniaga, maka tertutuplah syirkah itu, dan bilamana ditentukan
periode yang memberikan keleluasaan bagi pengelola untuk berbisnis, kemudian
pengelola tidak mau melakukan pembelian (kulakan) dan mau melakukan penjualan
(saja), sahlah perbuatan itu karena memungkinkan memperoleh laba dari penjualan
(barang yang ada saja).
40. Sifat Akad Mudharabah
Prof. Dr. H. Wahbah Az Zuhaili menjelaskan tentang sifat dari akad mudharabah:
صفةعقدالمضاربة:اتفقالعلماءعلىأنعقدالمضاربةقبلشروعالعاملفيالعملغير،الزم
وأنهلكلمنالمتعاقدينفسخه.واختلفوافيماإذاشرعالعاملفي،المضاربةفقالاإلماممالك:هو
عقدالزم،بالشروعوهوعقد،يورثفإنالمضاربإذاكانلهبنونأمناءكانوافيالمضاربةأو
القراضمثل،أبيهموإنلميكونواأمناءكانلهمأنيأتوابأمين.وإنشرعالعاملاليفسخالعقدحتى
ينضالمالأييتحولًاانقودالًااعروض.
Sifat Akad Mudharabah: Para Ulama sepakat terhadap akad Mudharabah yang belum
ditetapkan pengelolanya dalam suatu usaha maka belum dapat ditetapkan, dan bagi
kedua belah pihak yang bertransaksi masing-masing dapat membatalkannya. Dan
mereka berbeda pendapat dalam suatu masalah yaitu apabila pengelola sudah
ditetapkan dalam akad Mudharabah, dalam hal ini maka Imam Malik berkata: akad
itu sudah tetap (dapat dilaksanakan) karena sudah ditetapkan pengelolanya, dan
akad itu dapat diwariskan, karena pengelola apabila mempunyai beberapa anak yang
dapat dipercaya dan telah berpengalaman dalam akad Mudharabah atau Qiradh
seperti ayah mereka, dan bilamana tidak dapat dipercaya maka mereka dapat
mendatangkan seseorang yang dapat dipercaya. Dan apabila pengelola telah
ditetapkan maka akad itu tidak boleh dibatalkan sepihak sampai harta yang dijadikan
modal itu berbentuk uang bukan barang.
42. • Imam Abu Hanifah, Imam Syafi'I dan Imam Ahmad bin Hanbal berkata: Akad
semacam itu tidak dapat dilaksanakan, dan bagi masing-masing dari kedua
belah pihak yang bertransaksi dapat membatalkannya bila menghendaki, dan
akad seperti bukanlah akad yang dapat diwariskan. Alasan perbedaan
pandangan dari kedua kelompok tersebut adalah: Bahwa Imam Malik
menjadikan akad tersebut dapat dilaksanakan sesudah ditetapkan bentuk
usahanya karena bila dibatalkan akan memberikan mudlorot, maka akad seperti
itu termasuk akad-akad yang dapat diwariskan.
• Sedangkan kelompok yang kedua telah menyamarkan (belum jelas) antara telah
ditetapkan bentuk usahanya dengan belum ditetapkan bentuk usahanya, karena
akad Mudharabah itu mengelola harta orang lain dengan idzinnya, maka bagi
kedua belah pihak yang berakad masing-masing berhak membatalkannya
sebagaimana dalam akad wadi'ah (penitipan barang/uang) dan akad wakalah
(perwakilan dalam transaksi).
• Akan tetapi Ulama Hanafiyah dan Ulama lainnya yang sependapat dengan
mereka memberikan persyaratan untuk keabsahan pembatalan itu dan untuk
mengakhiri akad Mudharabah itu adalah pembatalan tersebut harus
sepengetahuan dari pihak yang bertransaksi, sebagaimana lazimnya dalam
berbagai macam kerjasama, disamping itu menurut Ulama Hanafiyah bahwa
modal usaha itu harus berwujud uang saat pembatalan, maka bila masih
berwujud barang komodite seperti barang tidak bergerak atau barang bergerak,
maka pembatalan menurut pandangan mereka tidak sah.
44. Pengelola Mudharabah Berbilang
Apabila pengelola akad mudharabah terdiri dari beberapa orang / pihak, dalam hal
semacam ini Prof. Dr. H. Wahbah Az Zuhaili menjelasan sebagai berikut:
تعددالمضارب:قالالمالكية(3):إذاتعددعامل،القراضفإنالربحيوزععليهمعلىقدرالعمل
كشركاء،األبدانأيفيأخذكلمنهمامنالربحبقدر،عملهفاليجوزأنيتساويافيالع،ملويختلفا
في،الربحأو،بالعكسبلالربحعلىقدرالعملعلىالمشهور.
• Berbilang Pengelola: Ulama Malikiyah berkata: Apabila pengelola dalam akad
Qiradh terdiri dari beberapa pengelola, maka labanya dibagi-bagi kepada
pengelola sesuai dengan kadar/porsi pekerjaannya seperti kerjasama dalam
bentuk tenaga, yaitu setiap masing-masing dari kedua belah pihak yang
bertransaksi mengambil dari laba itu sesuai dengan kadar/porsi pekerjaannya,
maka kedua belah pihak yang bertransaksi tidak boleh sama rata dalam
pengelolaan namun berbeda dalam mendapatkan laba atau sebaliknya, bahkan
keuntungan itu harus sesuai dengan kadar pekerjaan, berdasarkan pendapat
yang masyhur (terkenal/pada umumnya).
45. Kritik Terhadap Praktek Perbankan Syari'ah
• Maraknya perkembangan bank-bank syari'ah belakangan ini menggambarkan
adanya potensi pasar perbankan syari'ah di Indonesia. Hal ini yang seolah bisa
menjadi indikator telah muncul kesadaran sebagian umat Islam di Indonesia
terhadap penerapan syari'ah Islam dalam kehidupan bermu'amalah yang bebas
dari riba dan meninggalkan aktifitas bisnis haram lainnya.
• Bank-bank konvensional yang lebih dahulu hadir dianggap tidak mampu
mengakomodir tuntutan perubahan sistem yang diharapkan umat Islam selain
masih rentan menggunakan sistem ribawi, bank konvensional juga nyata-nyata
masih tidak memperdulikan pemutaran uang nasabah apakah untuk investasi
dalam bisnis yang dihalalkan atau diharamkan menurut ketentuan syariat Islam.
• Di saat umat Islam mulai menyadari dengan kebutuhan tersebut maka saat itulah
mulai muncul perbankan syari'ah yang berupaya menyelaraskan praktek
perbankan dengan ajaran Islam serta meninggalkan berbagai aktifitas yang lazim
dilakukan oleh bank-bank ribawi (bank konvensional) yang sarat dengan praktek
riba dan aktifitas investasi pada objek yang diharamkan agama.
46. • Jika ditelusuri ke belakang mengapa bank syari'ah atau bank Islam itu diperlukan,
maka hal itu lebih kepada adanya kebutuhan umat Islam dalam mengikuti
perkembangan zaman dan pesatnya laju perekonomian yang banyak bergantung
dengan aktifitas perbankan. Maka para konseptor perbankan syari'ah (Islamic
Bank) berupaya melakukan penyelarasan sistem perbankan agar akad dan
pelaksanaannya bersesuaian dengan hukum Islam (Syari’ah).
• Sistem yang digunakan dalam bank konvensional telah terbukti secara nyata tidak
mengindahkan berbagai larangan dalam ketentuan syari'ah Islam semisal
meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman
(riba), padahal telah diketahui bersama berdasar kesepakatan para ahli ilmu
(agama) / ahli fikih bahwa dalam akad mu'amalah pinjam meminjam di dalam
ketentuan syariat Islam tidak dibolehkan di dalamnya dimasukkan unsur komersiil
atau pengambilan keuntungan, hal ini disebabkan bahwa keuntungan dari
transaksi pinjam meminjam adalah riba.
• Oleh karena itu para ulama menegaskan hal tersebut dalam sebuah kaidah yang
sangat masyhur dalam ilmu fikih yaitu “Setiap piutang yang mendatangkan
kemanfaatan/keuntungan, maka itu adalah riba” (baca alMuhadzdzab oleh
asySyairazi 1/304, alMughni oleh Ibnu Qudamah 4/211 & 213, Majmu’ Fatawa
Ibnu Taimiyyah 29/533, Ghamzu ‘Uyun al-Basha’ir 5/187, asy-Syarhul
Mumthi’ 9/108-109 dan lain-lain).
47. • Selain sarat dengan aktifitas riba, aktifitas bank konvensional pun tak lepas dari
berbagai aktifitas transaksi yang melanggar larangan agama Islam. Bank
konvensional masih berinvestasi pada usaha-usaha berkategori terlarang (haram)
serta belum terverifikasi akan kehalalan bisnisnya karena memang tidak ada
institusi maupun unsur dalam bank konvensional yang melakukan verifikasi halal
haramnya suatu objek bisnis. Maka pada aktifitas bank konvensional tidak luput
pula dari hal-hal sebagai berikut seperti bisnis yang mengandung unsur perjudian
(maisir), unsur ketidakpastian (ghoror), minuman keras, industri/produksi
makanan/minuman haram, usaha media atau hiburan yang tidak Islami dan lain-
lain yang dilarang dalam syari'ah Islam.
• Sebagaimana telah kita pahami bahwa sistem perbankan konvensional tidak dapat
menjamin lenyapnya hal-hal tersebut dalam semua jalur investasinya, maka
berbisnis pada sesuatu yang diharamkan maka penghasilannya juga merupakan
keharaman dan sudah sepatutnya sebagai muslim wajib untuk menjauhinya, maka
bermu'amalah dengan bank konvensional bisa dipahami baik sengaja ataupun
tidak, berarti kita menolong sistem yang tidak mematuhi nilai-nilai Islam.
• Fatwa ulama Islam pun melarang bermu'amalah dengan bank konvensional
terkecuali pada hal-hal tertentu yang tidak mengandung riba dan belum ada solusi
dari lembaga keuangan lain yang lebih islami yang bisa menggantikan kebutuhan
umat akan hal kepentingannya saat ini semisal penggunaan jasa transfer antar
bank, jasa penitipan barang berharga (safe deposit box) dan lain-lain.
48. • Jika dilihat dari tujuan dan latar belakang kemunculan bank-bank syari'ah
tentu sangat pantaslah bank syari'ah itu untuk menuai pujian dan dukungan
sebagai institusi perbankan alternatif bagi umat Islam yang membutuhkan
jasa perbankan tanpa dihantui dosa riba dan aktifitas terlarang lainnya,
namun seiring waktu berjalan, saat terjadinya interaksi di antara praktisi
perbankan, pengguna perbankan (nasabah) dengan para ahli ilmu (para
ulama) serta kajian-kajian yang mendalam maka sedikit demi sedikit mulai
bermunculan temuan berbagai penyimpangan yang terjadi baik pada
proses akad mu'amalah berlaku yang diterapkan oleh bank syari'ah maupun
konsep dasarnya yang melandasi berdirinya perbankan syari'ah baik dalam
produk pendanaan maupun produk pembiayaannya.
• Dalam konteks tema ini penulis hanya mengangkat seputar akad
mudharabah yang diterapkan oleh bank syari'ah untuk memberi gambaran
dan penegasan mengenai kebenaran ada tidaknya penyimpangan praktek
akad mudharabah yang di lakukan oleh bank syari'ah, mengingat akad
mudharabah merupakan akad mu'amalah paling utama yang melandasi
produk perbankan syari'ah.
49. Bank Tidak Siap Menanggung Kerugian
• Akad Mudharabah adalah akad yang oleh para ulama telah disepakati
kehalalannya. Karena itu, akad ini dianggap sebagai tulang punggung praktek
perbankan syari'ah. DSN-MUI telah menerbitkan fatwa No.07/DSN-MUI/IV/2000,
yang kemudian menjadi pedoman bagi praktek perbankan syari'ah.
• Tapi, lagi-lagi, praktek bank syari'ah perlu ditinjau ulang. Pada fatwa dengan nomor
tersebut, DSN menyatakan: “LKS (lembaga Keuangan Syari'ah) sebagai penyedia
dana, menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib
(nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.”
(Himpunan Fatwa Dewan Syari'ah Nasional MUI).
• Praktek perbankan syari'ah di lapangan masih jauh dari apa yang di fatwakan oleh
DSN. Andai perbankan syari'ah benar-benar menerapkan ketentuan ini, niscaya
masyarakat berduyun-duyun mengajukan pembiayaan dengan skema mudharabah.
• Dalam waktu singkat pertumbuhan perbankan syari'ah akan mengungguli
perbankan konvensional. Namun kembali lagi, fakta tidak semanis teori. Perbankan
syari'ah yang ada belum sungguh-sungguh menerapkan fatwa DSN secara utuh.
Sehingga pelaku usaha yang mendapatkan pembiayaan modal dari perbankan
syari'ah, masih diwajibkan mengembalikan modal secara utuh, walaupun ia
mengalami kerugian usaha.
50. • Para ulama dari berbagai madzhab telah menegaskan bahwa pemilik
modal tidak dibenarkan untuk mensyaratkan agar pelaku usaha
memberikan jaminan seluruh atau sebagian modalnya.
• Sehingga apa yang diterapkan pada perbankan syari'ah, yaitu
mewajibkan atas pelaku usaha untuk mengembalikan seluruh modal
dengan utuh bila terjadi kerugian usaha adalah persyaratan yang batil.
• Dalam ilmu fikih bila suatu akad terdapat persyaratan yang batil, maka
akad persyaratan tersebut tidak sah sehingga masing-masing harus
mengembalikan seluruh hak-hak lawan akadnya atau akad tetap
dilanjutkan dengan meninggalkan persyaratan tersebut.
51. Nasabah Tidak Siap Menanggung Kerugian
• Ketidakpahaman terhadap ilmu syar’i serta mengikuti hawa nafsu mengejar
keuntungan bisa jadi masih merupakan domain tersendiri pada kelompok
nasabah bank syari'ah, berbekal uang yang akan disetorkan ke bank dapat kita
lakukan uji mentalitas, apakah benar berkehendak sesungguhnya sebagai
pemodal dalam konsep mudharabah ataukah pemberi piutang kepada bank.
• Perhatikan bagaimana sikap mental nasabah jika operator bank syari'ah
menyatakan usaha yang dikelola bank merugi sehingga dana nasabah yang
disetorkan berkurang atau bahkan hangus tak bersisa.
• Maka hampir bisa dipastikan umumnya nasabah akan dengan tegas menolak
keadaan tersebut dan menginginkan dana yang pernah disetor itu harus aman
bila tidak ada bagi hasil maka setidaknya kembali utuh seperti semula.
• Pernyataan tersebut membuktikan bahwa sebenarnya mereka adalah pemberi
piutang kepada bank syari'ah, bukan pemodal.
• Maka keuntungan yang mereka peroleh dari bank dan sebelumnya telah
disepakati adalah riba.
52. Semua Nasabah Mendapatkan Bagi Hasil
• Bank syari'ah mencampur-adukkan seluruh dana yang masuk kepadanya tanpa
dipilah mana yang sudah disalurkan ke usaha bank maupun yang masih beku
belum tersalur dibank.
• Namun demikian pada setiap akhir bulan seluruh nasabah mendapatkan bagian
dari hasil/keuntungan. Karena pertimbangan bank dalam membagi keuntungan
adalah total modal bukan keuntungan yang diperoleh dari dana masing-masing
nasabah.
• Pembagian keuntungan tersebut menjadi masalah besar dalam metode
mudharabah yang benar-benar islami. Pembagian hasil kepada nasabah yang
dananya belum tersalurkan jelaslah akan merugikan nasabah yang dananya telah
tersalurkan.
• Dalam konteks ini menjadi fakta perbankan syari'ah sebagaimana dilansir dalam
majalah modal bahwa telah terjadi over likuiditas dimana bank syari'ah
kebanjiran dana nasabah sebesar 6,62 triliun sementara yang berhasil digulirkan
hanya 5,86 triliun sehingga tidak mampu menyalurkan sisanya yang kemudian di
simpan di Bank Indonesia dalam sertifikat Wadiah.
53. PENUTUP
Kesimpulan
1. Berdasarkan data, tinjauan dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat
ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
2. Undang-undang perbankan syari'ah masih memplagiasi kepada aturan
perundang-undangan perbankan konvensional.
3. Status ganda bank dengan mudharabah dua pihak dalam mengakomodir
peraturan undang-undang perbankan syari'ah yang saat ini diterapkan tidak
sesuai dengan fikih mudharabah yang dikenal para ulama.
4. Bank syari'ah dan nasabah sama-sama tidak siap menanggung kerugian maka
sesuatu yang musykil dalam menjalani sunnatullah menjalankan usaha yang bisa
untung dan rugi.
5. Selama Perbankan syari'ah tidak terjun langsung dalam dunia usaha dan hanya
mencukupkan diri sebagai penyalur dana nasabah maka tidak akan pernah
terhindar dari riba.
6. Semua nasabah pasti mendapat bagi hasil, jaminan uang nasabah tidak akan
mengalami kerugian dan perhitungan bagi hasil yang berbelit-belit tidak sesuai
akad mudharabah murni yang diajarkan islam.
54. Saran - Saran
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, saran yang dapat diberikan adalah:
1. Diperlukan Political will dari pemerintah untuk merevisi undang-undang
perbankan syari'ah yang tidak terkait dengan Bank.
2. Pemilahan Nasabah berdasarkan tujuan masing-masing baik yang sekedar
mengamankan hartanya, bank syari'ah bisa menerapkan akad utang piutang
tanpa bunga dan nasabah yang bertujuan mencari keuntungan dengan
investasi melalui perbankan.
3. Perbankan syari'ah langsung terjun ke sektor riil serta memiliki berbagai unit
usaha nyata dan menguntungkan, maka dengan ini pula bank akan membuka
lowongan kerja baru untuk melengkapi potensi sumber daya manusia bagi
bisnis bank.
4. Perbankan menerapkan mudharabah sepihak dengan menerima investasi
untuk kemudian membiayai unit usaha riil bank dan tidak menyalurkan lagi ke
nasabah dengan skema mudharabah kedua.
5. Memilah pos-pos investasi dari setiap pos-pos investasi para nasabah, masing-
masing pos berbeda dari pos-pos lain dalam segenap operasional dan
pembukuannya.
6. Melakukan edukasi yang sistematis dan kontinyu terhadap bahaya riba dan
menanamkan spirit mu'amalah islami baik terhadap masyarakat maupun pihak
yang ingin bekerja pada institusi keuangan islami.
55. DAFTAR REFRENSI
1. Setiawan Budi Utomo, Dr., Slide Presentasi, Bahan Seminar, "Praktek Akad Dalam Produk & Jasa
Perbankan Syariah", OJK, Jakarta, 2014.
2. Setiawan Budi Utomo, Dr., Slide Presentasi, Bahan Seminar "Kebijakan dan Grand Strategy Pengembangan
Industri Jasa Keuangan Syariah Dalam Pembangunan Ekonomi Nasional, MHES PTA UnMuh Sby 1 Nov
2014", OJK, Jakarta, 2014.
3. Setiawan Budi Utomo, Dr., Slide Presentasi, Bahan Seminar " Kewenangan Pengadilan Agama dalam
Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah", OJK, Jakarta, 2014.
4. Setiawan Budi Utomo, Dr., Slide Presentasi, Bahan Seminar, "Pengenalan Otoritas Jasa Keuangan untuk
Hakim Pengadilan Agama edited", OJK, Jakarta, 2014.
5. Syekh Wahbah Az Zuhaili, "Alfiqhul Islami wa Adillatuhu", Juz V, Maktabah Syamilah, 1429H., update
1435H.
6. Abdur Rahman Al Jaziri, "Al Fiqhu 'alal Madzahibil Arba'ah", juz III, Software Maktabah Syamilah, 1429 H.,
update 1435 H.
7. Sayyid Sabiq, "Fiqhus Sunnah", juz III, Software Maktabah Syamilah, 1429 H., update 1435 H.
8. Muhammad Syafi’i Antonio, "Bank Syari'ah dari Teori ke Praktik". Jakarta: Gema Insani Press, 2001.
9. Muhammad Arifin Badri, "Riba dan Tinjauan Kritis Perbankan Syari’ah". Bogor: Pustaka Darul Ilmi, 2010.
10. Muhammad Arifin Badri, "Tinjauan Kritis Perbankan Syari'ah". Jakarta. Makalah Seminar Nasional KPMI,
2010.
11. Undang-Undang No.21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syari'ah.
12. Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia No.07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiyaan
Mudharabah (Qiradh).
13. Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia No.04/DSN-MUI/IV/ 2000 Tentang Pembiyaan
Murabahah.