1. TEORI HUKUM INTERNASIONAL
Hukum Intenasional atau sering disebut sebagai “Internasional Law”. Pengertian secara umum
dan hukum intenasional adalah, bahwa istilah “Hukum” masih diterjemahkan sebagai aturan,
norma atan kaedah. Sedangkan istilah internasional menunjukan bahwa hubungan hukum yang
diatur tersebut adalah subjek hukum yang melewati batas wilayah suatu negara, yaitu hubungan
antara negara dengan negara, negara dengan subjek hukum bukan negara satu dengan lainnya,
serta hubungan antara subjek hukum bukan negara satu dengan subjek hukum bukan negara.
lainnya.
Pada hakekatnya hukum internasional adalah hukum yang mengatyur hubungan hukum atau
masalah yang melintasi batas negara. Dengan kata lain hukum internasional mengatur masalah
yang timbul antarsubjek hukum antar negara. Masyarakat internasional tidak mengenal suatu
kekuasaan eksekutif pusat seperti pada negara-negara nasional, yang bertugas menjalankan
hukum internasional tersebut. Dan juga dalam masyarakat internasional tidak terdapat badan
legislatif dan badan yudikatif, serta kekuasaan polisional. Artinya tidak ada yang bisa
memaksakan berlakunya hukum internasional tersebut kepada masyarakat. Hukum internasional
hanya sebagal sisteni koordinasi.
Beberapa ahli hukum menganggap tidak adanya badan-badan tersebut sebagai suatu kelemahan
sehingga hukum internasional tidak dapat dipandang sebagai hukum dalam arti yang
sebenarnya. Dengan kata lain hukum internasional hanyalah bagian dan hukum secara umum
yang tidak bisa dipastikan bagai mana pelaksanaannya. Dalam perkembangan ilmu hukum
anggapan Austin tersebut adalah keliru. Hal tersehut dikarenakan, sifat hukum tidak selamanya
ditentukan olch badan-badan tersebut. Tidak berarti tidak ada badan maka tidak ada hukum,
memang adanya badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif merupakan ciri-ciri yang jelas dan pada
suatu sistem hukum yang efektif, akan tetapi hal mi tidak berarti bahwa tanpa lembaga-lembaga
tersebut tidak terdapat hukum. Hal ini berkaitan dengan teori hukum alam yang mengatakan
bahwa berlakunya hukum karena kebutuhan manusia secara kodrat (Kususmaatrnadja, M. )
Beberapa Teori Dasar Hukum Internasional
Teori Hukum Alami
Ajaran hukum alam mempunyai pengaruh yang besar atas hukum internasional sejak permulaan
pertumbuhannya. Ajaran ini yang mula-mula mempunyai ciri-ciri keagamaan yang kuat, untuk
pertama kalinya dilepaskan dan hubungannya dengan keagamaan itu oleh Hugo Grotius. Hukum
alam diartikan sebagai hukum ideal yang berdasarkan atas hakekat manusia sebagai makhluk
yang berakal atau kesatuan kaedah-kaedah yang diilhamkan alam pada akal manusia
Menurut penganut-penganut ajaran hukum alam ini hukum internasional itu mengikat karena
hukum internasional itu tidak lain dari pada “hukum alam” yang diterapkan pada kehidupan
masyarakat bangsa-bangsa. Dengan lain perkataan negara-negara itu terikat atau tunduk pada
1
2. hukum internasional dalam hubungan antara mereka satu sama lain karena hukum internasional
itu merupakan bagian dan pada hukum yang lebih tinggi yaitu “hukum alam”.
Teori Kehendak Negara
Aliran mi mendasarkan kekuatan mengikat hukum internasional itu atas kehendak negara itu
sendiri untuk tunduk pada hukum internasional. Menurut mereka pada dasarnya negaralah yang
merupakan sumber segala hukum dan hukum internasional itu mengikat karena negara-negara itu
atas kemauan sendiri mau tunduk pada hukum internasional. Aliran ini menyadarkan teori
mereka pada falsafah Hegel yang dahulu mempunyai pengaruh yang luas di Jerman. Salah
seorang yang paling terkemuka dan aliran ini adalah George Jellineck yang terkenal dengan
“Selbst-limitation-theonie”-nya. Seorang pemuka lain dan aliran ini adalah Zorn yang
berpendapat bahwa hukum internasional itu tidaklah lain dan pada hukum tata negara yang
mengatur hubungan luar suatu negara. Hukurn Internasional bukan suatu yang lebih tinggi yang
mempunyai kekuatan mengikat diluar kemauan Negara
Kelemahan teori-teori ini adalah bahwa mereka tidak dapat menerangkan dengan rnemuaskan
bagaimana caranya hukum internasional yang tergantung pada kehendak negara-negara dapat
mengikat negara-negara itu. Teiepel berusaha untuk membuktikan bahwa hukum internasional
itu mengikat bagi negara-negara, bukan karena kehendak mereka satu persatu untuk terikat
melainkan karena adanya suatu kehendak bersama, yang lebih tinggi dan kehendak masing-
masing negara, untuk tunduk pada hukum internasional. Triepel mendasarkan kekuatan mengikat
hukum internasional pada kehendak negara tetapi membantah kemungkinan suatu negara
melepaskan dirinya dari ikatan itu dengan suatu tindakan sepihak.
Teori Madzhab Weina
Suatu norma hukumlah yang merupakan dasar terakhir dari pada kekuatan mengikat dan pada
hukum internasional. Demikianlah pendirian suatu aliran yang terkenal dengan nama Madzhab
Weina. Menurut madzhab ini kekuatan-kekuatan mengikat suatu kaedah hukum internasional
didasarkan suatu kaedah yang lebih tinggi yang pada gilirannya didasarkan pula pada suatu
kaedah yang lebih tinggi lagi dan demikian seterusnya. Pada puncaknya kaedah-kaedah hukum
dimana terdapat kaedah dasar yang tidak dapat lagi dikembalikan pada suatu kaedah yang lebih
tinggi, melainkan harus diterima adanya sebagai suatu hypothese asal yang tidak dapat
diterangkan secara hukum.
Ajaran madzhab Weina ini mengembalikan segala sesuatunya kepada suatu kaedah dasar,
memang dapat menerangkan secara logis dari mana kaedah-kaedah hukum internasional itu
memperoleh kekuatan mengikatnya akan tetapi ajaran ini tidak dapat menerangkan mengapa
kaedah dasar itu sendiri mengikat. Dengan demikian maka seluruh sistem yang logis tadi
menjadi tergantung-gantung di awang-awang jadinya. Sebab tak mungkin persoalan kekuatan
mengikat hukum internasional itu disandarkan atas suatu hypothese. Dengan pengakuan bahwa
2
3. persoalan kaedah dasar merupakan suatu pensoalan di luar hukum (metayunidis) yang tidak
dapat diterangkan, maka persoalan mengapa hukum internasional itu mengikat dikembalikan
kepada nilai-nilai kehidupan manusia diluar hukum yakni rasa keadilan dan moral.
Teori Aliran Madzhab Perancis
Madzahab Perancis dengan pemuka-pemukanya terutama Fauchile, scelle dan Duguit
mendasarkan kekuatan mengikat hukum internasional seperti juga segala hukum pada faktor-
faktor biologis, sosial dan sejarah kehidupan manusia yang mereka namakan fakta-fakta
kemasyarakatan yang menjadi dasar. Menurut mereka persoalannya dapat dikembalikan pada
sifat alami manusia sebagai makhluk sosial, hasratnya untuk berabung dengan manusia lain dan
kebutuhannya akan solidaritas. Kebutuhan dan naluri sosial manusia sebagai orang seorang
menurut mereka juga dimiliki oleh bangsa-bangsa. Jadi dasar kekuatan mengikat hukum
(internasional) terdapat dalam kenyataan sosial bahwa mengikatnya hukum itu perlu mutlak bagi
dapat terpenuhinya kebutuhan manusia (bangsa) untuk hidup bermasyarakat.
Teori Positivisme
Pada teen mi kekuatan mengikatnya hukum internasional pada kehendak negara itu sendiri untuk
tunduk pada hukum internasional. Hukum internasional itu sendiri berasal dan kemauan negara
dan berlaku karena disetujui oleh negara. Kelemahan dari teori ini adalah tidak dapat
menjelaskan jika ada negara yang tidak setuju apakah hukurn internasional tidak lagi mengikat,
tidak dapat menjelaskan jika ada negara baru tetapi langsung terikat oleh hukum internasional,
tidak dapat menjelaskan mengapa ada hukum kebiasaan, kemauan negara hanya Facon De Parler
(perumpamaan), berlakunya hukum internasional tergantung dan society of state. Sedangkan
kelebihannya Praktek-praktek negara dan hanya peraturan-peraturan yang benar-benar ditaati
yang menjadi hukum internasional.
Subjek Hukum Internasional
Subyek hukum internasional diartikan sebagai pemilik, pemegang atau pendukung hak dan
pemikul kewajiban berdasarkan hukum internasional. Pada awal mula, dan kelahiran dan
pertumbuhan hukum internasional, hanya negaralah yang dipandang sebagai subjek hukum
internasional
Subjek Hukum Internasional adalah semua pihak atau entitas yang dapat dibebani oleh hak
dan kewajiban yang diatur oleh Hukum Internasional. Hak dan kewajiban tersebut berasal dan
semua ketentuan baik yang bersifat formal ataupun non-formal dari perjanjian internasional
ataupun dan kebiasaan internasional (Istanto, Ibid: 16; Mauna, 2001:12).
Ciri Subyek Hukum Internasional
• Semua entitas
• ada Kemampuan
• Memiliki dan melaksanakan hak dan kewajiban menurut hukum internasional.
3
4. Dewasa ini subjek-subjek hukum internasional yang diakui oleh masyarakat internasional,
adalah:
Negara
Menurut Konvensi Montevideo 1949, mengenai Hak dan Kewajiban Negara, kualifikasi suatu
negara untuk disebut sebagai pribadi dalam hukum internasional adalah:
• Penduduk yang tetap
• Wilayah tertentu
• Pemenintahan
• Kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain
Beberapa literatur menyebutkan bahwa negara adalah subjek hukum internasional yang utama,
bahkan ada beberapa literatur yang menyebutkan bahwa negara adalah satu-satunya subjek
hukum internasional.
Alasan yang mendasari pendapat yang menyatakan bahwa negara adalah subjek hukum
internasional yang utama adalah:
• Hukum internasional mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban negara, sehingga yang
harus diatur oleh hukum internasional terutama adalah Negara.
• Pearjanjian internasional merupakan sumber hukum internasional yang utama dimana
negara yang paling berperan menciptakannya.
Organisasi Internasional
Klasifikasi organisasi internasional menurut Theodore A Couloumbis dan James 11. Wolfe:
• Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan secara global dengan maksud dan
tujuan yang bersifat umum, contohnya adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa;
• Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan global dengan maksud dan tujuan
yang bersifat spesifik, contohnya adalah World Bank, UNESCO, International Monetary
Fund, International Labor Organization, dan lain-lain;
• Organisasi internasional dengan keanggotaan regional dengan maksud dan tujuan global,
antara lain: Association of South East Asian Nation (ASEAN), Europe Union.
Dasar hukum yang menyatakan bahwa organisasi internasional adalah subjeh hukum
internasional adalab pasal 104 piagam PBB.
Palang Merah Internasional
Sebenarnya Palang Merah Internasional, hanyalah merupakan salah satu jenis organisasi
internasional. Namun karena faktor sejarah, keberadaan Palang Merah Internasional di dalam
hubungan dan hukum internasional menjadi sangat unik dan di samping itu juga menjadi sangat
strategis. Pada awal mulanya, Palang Merah Internasional merupakan organisasi dalam yang
4
5. lingkup nasional, yaitu Swiss, didirikan oleh lima orang berkewarganegaraan Swiss, yang
dipimpin oleh Henry Dunant dan bergerak di bidang kemanusiaan. Kegiatan kemanusiaan yang
dilakukan oleh Palang Merah Internasional mendapatkan simpati dan meluas di banyak negara,
yang kemudian membentuk Palang Merah Nasional di masing-masing wilayahnya. Palang
Merah Nasional dan negara-negara itu kemudian dihimpun menjadi Palang Merah Internasional
(International Committee of the Red Cross/ICRC) dan berkedudukan di Jenewa, Swiss.
(Phartiana, 2003; 123)
Dasar hukumya:
• Internasionai committee of red cross (ICRC)
• Konvensi jenewa 1949 tentang perlindungan korban perang
Tahta Suci Vatikan
Tahta Suci Vatikan di akui sebagai subyek hukum internasional berdasarkan Traktat Lateran
tanggal 11 Februari 1929, antara pemerintah Italia dan Tahta Suci Vatikan mengenai penyerahan
sebidang tanah di Roma. Perjanjian Lateran tersebut pada sisi lain dapat dipandang sebagai
pengakuan Italia atas eksistensi Tahta Suci sebagai pribadi hukum internasional yang berdiri
sendiri, walaupun tugas dan kewenangannya, tidak seluas tugas dan kewenangan negara, sebab
hanya terbatas pada bidang kerohanian dan kemanusiaan, sehingga hanya memiliki kekuatan
moral saja, namun wibawa Paus sebagai pemimpin tertinggi Tahta Suci dan umat Katholik
sedunia, sudah diakui secara luas di seluruh dunia. Oleh karena itu, banyak negara membuka
hubungan diplomatik dengan Tahta Suci, dengan cara menempatkan kedutaan besarnya di
Vatikan dan demikian juga sebaliknya Tahta Suci juga menempatkan kedutaan besarnya di
berbagai negara. (Phartiana, 2003, 125)
Dasar hukumnya:
• Lateran Tretay (11 february 1929)
Kaum Pemberontak/Beligerensi (Belligerent)
Kaum beligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat dan masalah dalam negeri suatu negara
berdaulat. Oleh karena itu, penyelesaian sepenuhnya merupakan urusan negara yang
bersangkutan. Namun apabila pemberontakan tersebut bersenjata dan terus berkembang, seperti
perang saudara dengan akibat-akibat di luar kemanusiaan, bahkan meluas ke negara-negara lain,
maka salah satu sikap yang dapat diambil adalah mengakui eksistensi atau menerima kaum
pemberontak sebagai pribadi yang berdiri sendiri, walaupun sikap ini akan dipandang sebagai
tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah negara tempat pemberontakan terjadi. Dengan
pengakuan tersebut, berarti bahwa dari sudut pandang negara yang mengakuinya, kaum
pemberontak menempati status sebagai pribadi atau subyek hukum internasional.
Dasar hukumnya:
• Hak untuk menentukan nasib sendiri
5
6. • Hak untuk memilih sistem ekonomi, social dan budaya sendiri
• Hak untuk menguasai sumber daya alam
Individu
Pertumbuhan dan perkembangan kaidah-kaidah hukum internasional yang memberikan hak dan
membebani kewajiban serta tanggungjawab secara langsung kepada individu semakin bertambah
pesat, terutama setelah Perang Dunia II. Lahirnya Deklarasi Universal tentang Hak Asasi
Manusia (Universal Declaration of Human Rights) pada tanggal 10 Desember 1948 diikuti
dengan lahirnya beberapa konvensi-konvensi hak asasi manusia di berbagai kawasan, dan hal ini
semakin mengukuhkan eksistensi individu sebagai subyek hukum internasional yang mandiri.
Dasar hukumnya:
• Perjanjian Versailles 1919 pasal 297 dan 304
• Perjanjian upersilesia 1922
• Keputusan permanent court of justice 1928
• Perjanjian London 1945 (lnggris, Prancis, Rusia, USA)
• Konvensi Genocide 1948
Perumusan Multinasional
Perusahaan multinasional memang merupakan fenomena baru dalam hukum dan hubungan
internasional. Eksistensinya dewasa ini memang merupakan suatu fakta yang tidak bisa
disangkal lagi. Di beberapa tempat, negara-negara dan organisasi internasional mengadakan
hubungan dengan perusahaan-perusahaan multinasional yang kemudian melahirkan hak-hak dan
kewajiban internasional, yang tentu saja berpengaruh terhadap eksistensi, struktur substansi dan
ruang lingkup hukurn internasional itu sendiri.
Sumber Hukum Internasional
Sumber hukum dibedakan menjadi dua yaitu sumber hukum formal dan sumber hukum
materiil. Sumber hukum formil adalah sumber hukum yang dilihat dan bentuknya, sedang
sumber hukum matenriil adalah segala sesuatu yang menentukan isi dan hukum. Menurut Starke,
sumber hukum materiil hukum internasional diartikan sebagai bahan-bahan aktual yang
digunakan oleh para ahli hukum intrenasional untuk menetapkan hukum yang berlaku bagi suatu
penistiwa atau situasi tertentu.
Hubungan Hukum Internasional Dengan Hukum Nasional
Tempat Hukum Internasional Dalam Tata Hukum Secara Keseluruhan
Pembahasan persoalan tempat atau kedudukan hukum internasional dalam rangka hujum secara
keseluruhan didasarkan atas anggapan bahwa sebagai suatu jenis atau bidang hukum, hukum
internasional merupakan bagian dari pada hukum pada umumnya. Anggapan atau pendirian
demikian tidak dapat dielakkan apabila kita hendak melihat hukum internasional sebagai suatu
perangkat ketentuan-ketentuan dan azas-azas yang efektif yang benar-benar hidup di dalam
6
7. kenyataan dan karenanya mempunyai hubungan yang efektif pula dengan ketentuan-ketentuan
atau bidang-bidang hukum lainnya, di antaranya yang paling penting adalah ketentuan-ketentuan
hukum yang mengatur kehidupan manusia dalam masing-masing lingkungan kebangsaannya
yang dikenal dgnnama hukum nasional. Karena pentingnya hukum nasional masing-masing
negara dalam konstelasi politik dunia dewasa ini dengan sendirinya pula persoalan
bagaimanakah hubungan antar berbagai hukum nasional itu dengan hukum internasional.
Dari Sudut Teoritis Ada Dua Pandangan Tentang Hukum Internasional, yaitu:
• Pandangan Voluntarisme, yaitu yang mendasarkan berlakunya hukum internasional dan
bahkan persoalan ada atau tidaknya hukum internasional ini tergantung pada kemauan
negara. Contoh: Teori kehendak bersama negara, teori kehendak negara.
• Pandangan Objektivitas, yaitu menganggap ada dan berlakunya hukum internasional ini
terlepas dari kemauan negara. Contoh: Teori hukum alam (tak berhubungan dengan
negara).
Ditinjau dan aliran atau sudut pandang teori ini menguraikan
• Aliran Dualisme, menurut aliran atau teori ini bahwa daya ikat hukum internasional
bersumber pada kemauan negara, maka hukum internasional dan hukum nasional
merupakan dua sistem atau perangkat hukum yang terpisah satu dan yang lainnya.
• Faham Monisme, faham monisme didasarkan atas pemikiran kesatuan dari pada seluruh
hukum yang mengatur hidup manusia. Dalam rangka pemikiran ini hukum internasional
dan hukum nasioanal merupakan dua bagian yang dari satu kesatuan yang lebih besar
yaitu hukum yang mengatur kehidupan manusia.
Primat hukum internasional menurut praktek internasional
Praktek hukum internasional memberikan cukup bahan atau contoh bagi kesimpuIan bahwa pada
masa dan tingkat perkembangan masyarakat internasional dewasa ini hukum internasional cukup
memiliki kewibawaan terhadap hukum nasional untuk mengatakan bahwa pada umumnya
hukum internasional itu ditaati dan hukum nasiona1 pada hakekatnya tunduk pada hukum
internasional.
7