1. 1. Jelaskan mengapa pemerintahan pada masa demokrasi liberal (1950-1959)
terjadi instabilitas!
Jawab:
Menurut UUDS 1959, pemerintah Republik Indonesia menganut
sistem demokrasi liberal. Dalam demokrasi liberal berlaku sistem kabinet
parlementer, artinya pemerintahan dipegang oleh perdana menteri dan
menteri-menterinya bertanggung jawab pada parlemen atau DPR.
Akan tetapi demokrasi liberal tidak berumur panjang, yaitu hanya
antara tahun 1950-1959, ketika Soekarno menjabat sebagai Presiden dan
mengeluarkan dekrit pada 5 juli 1959 yang membubarkan konstituante dan
menyarankan kembali ke UUD 1945. Karena ciri utama masa Demokrasi
Liberal adalah sering bergantinya kabinet, maka hal ini menyebabkan
jumlah partai yang cukup banyak, tetapi tidak ada partai yang memiliki
mayoritas mutlak.
Setiap kabinet terpaksa didukung oleh sejumlah partai berdasarkan
hasil usaha pembentukan partai (kabinet formatur). Bila dalam
perjalanannya kemudian salah satu partai pendukung mengundurkan diri
dari kabinet, maka kabinet akan mengalami krisis kabinet. Presiden hanya
menunjuk seseorang (umumnya ketua partai) untuk membentuk kabinet,
kemudian setelah berhasil pembentukannya, maka kabinet dilantik oleh
Presiden.
Suatu kabinet dapat berfungsi bila memperoleh kepercayaan dari
parlemen, dengan kata lain ia memperolehmosi percaya. Sebaliknya,
apabila ada sekelompok anggota parlemen kurang setuju ia akan
mengajukan mosi tidak percaya yang dapat berakibat krisis kabinet.
Selama sepuluh tahun (1950-1959) ada tujuh kabinet, sehingga rata-rata
satu kabinet hanya berumur satu setengah tahun. Dan pada umumnya
program kabinet tidak dapat diselesaikan.
Mosi yang diajukan untuk menjatuhkan kabinet lebih
mengutamakan merebut kedudukan partai daripada menyelamatkan rakyat.
Sementara para elit politik sibunk dengan kursi kekuasaan, rakyat
2. mengalami kesulitan karena adanya berbagai gangguan keamanan dan
beratnya perekonomian yang menimbulkan labilnya sosial-ekonomi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan berlakunya kabinet
parlementer pemerintahan Republik Indonesia tidak stabil dikarenakan:
a) partai politik mementingkan kepentingan golongan masing-masing
sehingga kabinet jatuh bangun
b) partai politik tidak mencerminkan dukungan rakyat pemilih
c) partai politik yang berkuasa tidak dapat melaksanakan programnya,
sebab masa kerja kabinet pendek.
2. Jelaskan kebijakan Ekonomi Benteng dan Gunting Syafrudin secara detail!
Jawab:
a) Kebijakan Ekonomi Benteng
Sistem ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha
pemerintah Republik Indonesia untuk mengubah struktur ekonomi
yang berat sebelah yang dilakukan pada masa Kabinet Natsir. Latar
belakang ekonomi gerakan benteng yaitu adanya kesenjangan
sosial antara pengusaha pribumi dengan pengusaha asing (China).
Untuk mengatasi masalah tersebut maka pemerintah melakukan
ekonomi gerakan benteng ini dengan harapan dapat meningkatkan /
agar pengusaha pribumi dapat bersaing dengan para pengusaha
asing.Pelakasanaan gerakan ini yaitu dengan memberikan kredit
atau bantuan kepada para pengusaha pribumi sebagai modal usaha
agar bersaing dengan pengusaha pribumi.
Program sistem ekonomi dari gagasan Sumitro ini
dituangkan dalam program Kabinet Natsir (September 1950-April
1951) ketika ia menjabat sebagai Menteri Perdagangan. Program
Benteng dimulai pada bulan April 1950 dan berlangsung selama
tiga tahun, yaitu tahun 1950-1953. Lebih kurang 700 pengusaha
pribumi Indonesia mendapat bantuan kredit dari Program Benteng
ini.
3. Program Program Benteng pada dasarnya mempunyai
tujuan-tujuan berikut:
Menumbuhkan dan membina wiraswastawan Indonesia
(pribumi) sambil menumbuhkan nasionalisme ekonomi
atau “Indonesianisasi”.
Mendorong para importir nasional agar mampu bersaing
dengan perusahaan-perusahaan impor asing.
Membatasi impor barang-barang tertentu dan memberikan
lisensi impor hanya kepada para Importir Indonesia.
Memberi bantuan dalam bentuk kredit keuangan kepada
para pengusaha Indonesia.
Sasaran utama program ini adalah pembentukan modal
yangcukup besar melalui kegiatan transaksi-transaksi impor
yang sangat menguntungkan untuk memungkinkan
dimulainya usaha mendirikan industri-industri kecil-
kecilan.
Adapun program dr Sumitro untuk mencapai tujuannya yaitu:
Menumbuhkan kelas pengusaha dikalangan bangsa
Indonesia.
Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu
diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan
ekonomi nasional.
Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu
dibimbing dan diberikan bantuan kredit.
Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan
berkembang menjadi maju.
Akan tetapi, program tersebut tidak berhasil mencapai
tujuan meskipun beban keuangan pemerintah semakin besar.
Kegagalan program ini disebabkan karena :
4. Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan
pengusaha non pribumi dalam kerangka sistem
ekonomiliberal.
Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang
cenderung konsumtif.
Para pengusaha pribumi sangat tergantung pada
pemerintah.
Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan
usahanya.
Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar
dan menikmati cara hidup mewah.
Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan
mencari keuntungan secara cepat dari kredit yang mereka
peroleh.
Dampaknya adalah program ini menjadi salah satu sumber
defisit keuangan. Beban defisit anggaran Belanja pada 1952
sebanyak 3 Miliar rupiah ditambah sisa defisit anggaran tahun
sebelumnya sebesar 1,7 miliar rupiah. Sehingga menteri keuangan
Jusuf Wibisono memberikan bantuan kredit khususnya pada
pengusaha dan pedagang nasional dari golongan ekonomi lemah
sehingga masih terdapat para pengusaha pribumi sebagai produsen
yang dapat menghemat devisa dengan mengurangi volume impor.
b) GuntingSyafrudin
Gunting Syafrudin adalah kebijakan moneter yang
ditetapkan oleh Syafrudin Prawiranegara, Menteri Keuangan dalam
Kabinet Hatta II, yang mulai berlaku pada jam 20.00 tanggal 10
Maret 1950. Menurut kebijakan itu, "uang merah" (uang NICA)
dan uang De Javasche Bank dari pecahan Rp 5 ke atas digunting
menjadi dua. Guntingan kiri tetap berlaku sebagai alat pembayaran
yang sah dengan nilai setengah dari nilai semula sampai tanggal 9
5. Agustus pukul 18.00. Mulai 22 Maret sampai 16 April, bagian kiri
itu harus ditukarkan dengan uang kertas baru di bank dan tempat-
tempat yang telah ditunjuk. Lebih dari tanggal tersebut, maka
bagian kiri itu tidak berlaku lagi. Guntingan kanan dinyatakan
tidak berlaku, tetapi dapat ditukar dengan obligasi negara sebesar
setengah dari nilai semula, dan akan dibayar tiga puluh tahun
kemudian dengan bunga 3% setahun.
Gunting Syafrudin itu juga berlaku bagi simpanan dibank.
Pecahan Rp 2,50 ke bawah tidak mengalami pengguntingan,
demikian pula uang ORI (Oeang Republik Indonesia). Kebijakan
ini dibuat untuk mengatasi situasi ekonomi Indonesia yang saat itu
sedang terpuruk—utang menumpuk, inflasi tinggi, dan harga
melambung. Selain itu, pemerintah melakukan upaya tersebut
untuk perbaikan jangka pendek untuk menguatkan perekonomian
Indonesia, salah satunya mengurangi jumlah uang yang beredar
dan mengatasi defisit anggaran.
Dengan kebijaksanaan yang kontroversial itu, Syafruddin
bermaksud sekali pukul menembakbeberapasasaran, diantaranya:
penggantian mata uang yang bermacam-macam dengan
mata uang baru
mengurangi jumlah uang yang beredar untuk menekan
inflasi dan dengan demikian menurunkan harga barang
mengisi kas pemerintah dengan pinjaman wajib yang
besarnya diperkirakan akan mencapai Rp 1,5 miliar
Satu minggu sebelumnya Syafruddin juga mengeluarkan
kebijakan kontroversial, yang disebut dengan Sertifikat Devisa
(SD). Kebijaksanaan ini bermaksud mendorongekspordan
sebaliknya menekanimpor.Berdasarkan kebijaksanaan tersebut,
selain mendapatkan uang sebanyak harga barangnya, setiap
eksportir juga memperoleh SD sebesar 50% dari harga ekspornya.
Sebaliknya, orang yang hendak impor harus membeli SD senilai
6. harga barang yang hendak diimpor. Jadi, selain menyediakan uang
senilai harga barang yang akan dibeli, setiap importir harus
membeli SD dengan kurs yang ditetapkan pemerintah. Sebagai
permulaan, pemerintah menetapkan kursnya 200 persen. Artinya,
kalau orang akan membeli SD sebesar Rp 10.000, dia harus
membayar Rp 20.000. Kurs itu akan naik-turun sesuai dengan
perkembangan pasar.
Dengan demikian, tanpa mengubah kurs resmi, kurs efektif
bagi penghasil devisa adalah 200% kurs resmi, sedangkan bagi
para pemakai devisa adalah 300% dari kurs resmi. Selisih ini
masuk ke dalam kas pemerintah. Sudah tentu, dua kebijakan yang
radikal itumenyulut pro-kontra. Syafruddin pun mengakui,
kebijakannya itu memberatkan para importir. Namun, ia tidak mau
mengabaikan kepentingan para petani yang menghasilkan sebagian
besar barangekspor. Hasilnya ternyata mujarab. Kedudukan rupiah
menguat, harga barang terutama kebutuhan pokok tidak naik, dan
pemasukan pemerintah naik berlipat-lipat, dari Rp 1,871 miliar
menjadiRp 6,990 miliar.
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kabinet koalisi dan mengapa terjadi
jatuh bangun kabinet!
Jawab:
Kabinet Koalisi adalah suatu kabinet yang berdasarkan kerjasama
antara beberapa partai yang bersama-sama mencapai mayoritas
dalambadan legislatif.
Pada tahun 1950, setelah unitary dari Republik Indonesia Serikat
(RIS) menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Indonesia
mulai menganut sistem Demokrasi Liberal dimana dalam sistem ini
pemerintahan berbentuk parlementer sehingga perdana menteri langsung
bertanggung jawab kepada parlemen (DPR) yang terdiri dari kekuatan-
kekuatan partai. Anggota DPR berjumlah 232 orangyang terdiri dari
7. Masyumi (49 kursi), PNI (36 kursi), PSI (17 kursi), PKI (13 kursi), Partai
Katholik (9 kursi), Partai Kristen (5 kursi), dan Murba (4 kursi),
sedangkan sisa kursi dibagikan kepada partai-partai atau perorangan, yang
tak satupun dari mereka mendapat lebih dari 17 kursi. Ini merupakan suatu
struktur yang tidak menopang suatu pemerintahan-pemerintahan yang
kuat, tetapi umumnya diyakini bahwa struktur kepartaian tersebut akan
disederhanakan apabila pemilihan umum dilaksanakan.
Selama kurun waktu 1950-1959 sering kali terjadi pergantian
kabinet yang menyebabkan instabilitas politik. Parlemen mudah
mengeluarkan mosi tidak percaya terhadap kabinet sehingga koalisi partai
yang ada di kabinet menarikdiri dan kabinet pun jatuh. Sementara Sukarno
selaku Presiden tidak memiliki kekuasaansecara riil kecuali menunjuk para
formatur untuk membentuk kabinet-kabinet baru, suatu tugas yang sering
kali melibatkan negosiasi-negosiasi yang rumit. Kabinet Koalisi yang
diharapkan dapat memperkuat posisi kabinet dan dapat didukung penuh
oleh partai-partai di parlemen ternyata tidak mengurangi panasnya
persaingan perebutan kekuasaan antar elite politik. Semenjak kabinet
Natsir, para formatur berusaha untuk melakukan koalisi dengan partai
besar.
Dalam hal ini, Masyumi dan PNI. Mereka sadar betul bahwa
sistem kabinet parlementer sangat bergantung pada basis dukungan di
parlemen. Penyebab kabinet mengalami jatuh bangun pada masa
demokrasi liberal adalah akibat kebijkaan-kebijakan yang dalam
pandangan parlemen tidak menguntungkan Indonesia ataupun dianggap
tidak mampu meredam pemberontakan-pemberontakan di daerah.
Sementara keberlangsungan pemerintah sangat ditentukan olehdukungan
di parlemen.
8. Penyebab jatuhnya 7 kabinet di Indonesia:
a. Kabinet Natsir (6 September 1950 - 21 Maret 1951)
Penyebab jatuhnya Kabinet Natsir dikarenakan kegagalan Kabinet
ini dalam menyelesaikan masalah Irian Barat dan adanya mosi
tidak percaya dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan
Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap
peraturan pemerintah No. 39 th 1950 mengenai DPRD terlalu
menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disetujui parlemen
sehingga Kabinet Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada
Presiden.
b. Kabinet Sukiman (27 April 1951 – 3 April 1952)
Kejatuhan Kabinet Soekiman merupakan akibat dari
ditandatanganinya persetujuan bantuan ekonomi dan persenjataan
dari Amerika Serikat kepada Indonesia atas dasar Mutual Security
Act (MSA). Peretujuan ini menimbulkan tafsiran bahwa Indonesia
telah memasuki Blok Barat, yang berarti bertentangan dengan
prinsip dasar politik luar negri Indonesia yang bebas aktif. Muncul
pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman
sehingga mereka menarik dukungannya pada kabinet tersebut.
DPR akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa Sukiman harus
mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
c. Kabinet Wilopo (3 April 1952 – 3 Juni 1953)
Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya
dari Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Sehingga
Wilopo harus mengembalikan mandatnya pada presiden pada
tanggal 2 Juni 1953.
d. Kabinet Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)
NU menarik dukungan dan menterinya darikabinet sehingga
keretakan dalam kabinetnya inilah yang memaksa Ali harus
mengembalikan mandatnya pada Presiden.
9. e. KabinetBurhanuddinHarahap (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)
Setelah hasil pemungutan suara diumumkan dan pembagian kursi
di DPR diumumkan, maka tanggal 2 Maret 1956, Kabinet
Burhanuddin Harahap mengundurkan diri, menyerahkan
mandatnya kepada Presiden, untuk dibentuk kabinet baru
berdasarkan hasil pemilihan umum. Sebenarnya kabinet ini
seandainya terus bekerja tidak apa-apa selagi tidak ada mosi tidak
percaya dari parlemen. Tetapi secara Etika politik demokrasi
parlementer, kabinet ini dengan sukarela menyerahkan mandatnya,
setelah berhasil melaksanakan Pemilu baik untuk anggota DPR
maupun konstituante.
f. Kabinet Ali Sastroamijoyo II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)
Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi (Januari 1957),
membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan
mandatnya pada Presiden pada tanggal 14 Maret 1957.
g. KabinetDjuanda ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)
Berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5
Juli 1959 dan mulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi
Terpimpin.
4. Bagaimana reaksi masyarakat Indonesia pada saat munculnya kebijakan
sistem Ali Baba?
Jawab:
Pada masa pemerintahan kabinet Ali Sastroamidjojo I (Agustus
1954-Agustus 1955), menteri perekonomian Mr. Iskaq Cokrohadisuryo
memperkenalkan sistem ekonomi baru yang dikenal dengan sistem Ali-
Baba. Artinya, bentuk kerjasama ekonomi antara pengusaha pribumi yang
diidentikkan dengan Ali dan pengusaha Tionghoa yang diidentikkan
dengan Baba. Sistem ekonomi ini lebih menekankan pada kebijakan
indonesianisasi yang mendorong tumbuh berkembangnya pengusaha-
pengusaha swasta nasional pribumi. Pelaksanaan sistem ekonomi Ali-Baba
10. tidak berjalan sebagaimana mestinya. Reaksi masyarakat pribumi tidak
mendukung system ini karena para pengusaha pribumi akhirnya hanya
dijadikan sebagai alat bagi para pengusaha Tionghoa untuk mendapatkan
kredit dari pemerintah.
Memasuki zaman pemerintahan DemokrasiTerpimpin, berbagai
upaya dilakukan oleh pemerintah. Namun, kondisi kehidupan rakyat tetap
menderita. Kondisi buruk ini diperparah dengan tidak berjalannya
distribusi bahan makanan dari pusat produksi ke daerah konsumsi akibat
pemberontakan di berbagai daerah. Sementara itu, jumlah uang yang
beredar semakin banyak karena pemerintah terus mencetak uang tanpa
kendali. Uang tersebut digunakan untuk mebiayai proyek-proyek
mercusuar, seperti Games of the New Emerging Forces (Ganefo) dan
Conference of the New Emerging Forces (Conefo). Akibatnya, Inflasi
semakin tinggi dan mencapai hingga 300%. Untuk mengatasi masalah itu,
pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan dengan pemotongan nilai mata
uang. Misalnya, uang Rp.500,00 dihargai Rp.50,00 dan uangRp.1000,00
dihargai Rp.100,00.
Tindakan pemerintah tersebut ternyata tidak menambah perbaikan
kehidupan ekonomi rakyat. Sistem Ali-Baba pada awalnya bertujuan
untuk memberikan peluang kepada para pengusaha agar bisa memajukan
perekonomian Indonesia waktu itu dengan cara pemberian dana segara
pada pengusaha tersebut. Sistem ini mengalami kegagalan karena:
a. Kredit yang digunakan ternyata tidak digunakan secarabenar oleh
para pengusaha pribumi (indonesia) dalam rangka mencari
keuntungan tetapi malah dipindahkan kepada pengusaha tionghoa
secara sepihak.
b. Kredit yang diberikan pada awalnya dimaksudkan untuk
mendorong kegiatan produksi tapi malah diselewengkan untuk
kegiatan konsumsi
11. c. Kegagalan pengusaha pribumi dalam memanfaatkan kredit secara
maksimal sehingga kurang berdampak positif terhadap
perekonomian Indonesia waktu itu.
5. Mengapa hasil pemilu tahun 1955 tidak mampu mewujudkan kestabilan
politik di Indonesia, jelaskan!
Jawab:
Penyelenggaraan Pemilu tahun 1955 merupakan pemilu yang
pertama dilaksanakan oleh bangsa Indonesia. Pemilu diselenggarakan pada
masa pemerintahan Kabinet Burhanudin Harahap. Pemilu dilaksanakan
dalam dua tahap yaitu tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota
DPR, dan tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Badan
Konstituante (Badan Pembentuk UUD). Hasil pemilu tahun 1955
menunjukkan ada empat partai yang memperoleh suara terbanyak yaitu
PNI (57 wakil), Masyumi (57 wakil), NU (45 wakil), dan PKI (39 wakil).
Dari segi penyelenggaraan, pemilu tahun 1955 dapat dikatakan berjalan
dengan bersih dan jujur karena suara yang diberikan masyarakat
mencerminkan aspirasi dan kehendak politik mereka.
Kesuksesan pemilu 1955 bahkan mendapat pujian dari berbagai
pihak, termasuk dari negara-negara asing. Peserta pemilu mencapai lebih
dari 30-an partai politik serta lebih dari seratus daftar kumpulan dan calon
perorangan. Pemilu diikuti oleh lebih dari 37,8 juta warga, dari total 85,4
juta populasi pada saat itu, kira-kira hampir sesuai dengan jumlah 50%
warga yang telah melek huruf. Namun walaupun telah berhasil melewati
satu tahapan menuju negara demokratis, pemilu 1955 membawa dampak
lain. Pelaksanaan pemilu yang sukses adalah satu hal, namun hasil dari
pemilu sukses tersebut adalah hal yang lain lagi.
Dalam prosesnya, masa persiapan serta kampanye yang terlalu
bebas telah mengundang emosi politik yang amat tinggi, terutama
kecintaan yang berlebihan terhadap partai. Waktu kampanya yang terlalu
lama (2,5 tahun) bahkan menimbulkan kecintaan dan fanatisme yang
12. berlebihan terhadap partai. Akibatnya, pemilu tahun 1955 tidak mampu
menciptakan stabilitas politik seperti yang diharapkan. Berbagai konflik
muncul ke permukaan, seperti konflik ideologis, konflik antar kelompok
dan daerah, konflik kepentingan antarpartai politik, bahkan yang paling
krusial adalah munculnya perpecahan antara pemerintahan pusat dengan
beberapa daerah.
Kondisi tersebut diperparah dengan ketidakmampuan anggota
Konstituante yang terpilih dari hasil Pemilu 1955 untuk mencapai titik
temu dalam menyusun UUD baru demi mengatasi kondisi negara yang
kritis. Pekatnya kepentingan partai atau golongan memicu sering
pertentangan yang berujung perselisihan. Namun terlepas dari segala hal
tersebut, upaya penegakkan demokrasi telah dilakukan dalam periode
demokrasi parlementer (1945 -1959) pasca proklamasi. Tepatnya
Padatanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit. Dekrit
ini dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
14. MAKALAH SEJARAH INDONESIA
STRUKTUR POLITIK DAN EKONOMI MASA DEMOKRASI
PARLEMENTER
(1950-1959)
Disusun oleh:
1. Lutfia (11)
2. Rani Syafiqah (21)
XII-MIPA 2
SMA NEGERI 3 PEKALONGAN
TAHUN AJARAN 2016/1017