SlideShare a Scribd company logo
1 of 14
Download to read offline
HBA
HABIB ADJIE
Alam Galaxy - Ravenala Gallery, Jalan Alam Sambi
Asri Barat 1/2 - Blok D2-A7, Kelurahan/Kecamatan
Sambikerep – 60217, Kota Surabaya – Jawa Timur.
031 – 7425466, 08121652894, 08113337243.
e-mail : adjieku61@gmail.com
BAHAN DISKUMNOT
(DISKUSI HUKUM KENOTARIATAN) :
HARMONISASI DAN SINKRONISASI AKTA DENGAN
FAKTA/REALITA
Habib Adjie
(Program Studi Magister Kenotariatan
Fakultas Hukum Universitas Narotama (Unnar) Surabaya)
e-mail : adjieku61@gmail.com
1. BATASAN MULAI MENENTUKAN USIA MENGHADAP NOTARIS = 18 TAHUN.
Pasal 39 ayat (2) UUJN – P menegaskan bahwa Penghadap harus dikenal
oleh Notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2 (dua) orang saksi
pengenal yang berumur paling rendah 18 (delapan belas) tahun atau
telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau
diperkenalkan oleh 2 (dua) penghadap lainnya.
Umur/usia menghadap Notaris Akta mulai dari 18 tahun. Kapan mulai
menghitung telah 18 tahun tersebut.
Jika hari ini ada yang datang ingin membuat akta, kemudian dilihat KTP
(Kartu Tanda Penduduk)nya dilahirkan pada tanggal 1 Januari 2002, apakah
hari ini (misalnya 10 Desember 2019) yang bersangkutan telah berusia 18
tahun ? Jika dilihat tahun sekarang (2019) seakan-akan sudah berusia 18
tahun, tapi sebenarnya telah berusia 17 tahun, 11 bulan, 10 hari, apakah hal
ini bisa dikategorikan telah berusia 18 tahun ? Hal ini bisa dikategorikan
belum 18 tahun (tapi menuju ke 18 tahun). Dalam kejadian tersebut di atas
yang disebut 18 tahun yaitu pada tanggal 1 Januari 2020, artinya telah lewat
dari tanggal 31 Desember 2019, jadi mulai tanggal 1 Desember 2020 mulai
berusia 18 tahun.
Konsep 1 (satu) tahun yaitu 365 hari, 12 bulan (Masehi). Jadi dalam hal ini
konsep untuk menghitung usia 18 tahun, apakah mulai berada dalam usia 17
tahun lebih (dalam keadaan menuju 18 tahun), atau apakah berada dalam
keadaan usia 18 tahun (dalam keadaan menuju 19 tahun) ?
Contoh konkritnya :
(A) Penghadap lahir 1 Januari 2002, menghadap hari ini (10 Desember 2019)
jika dihitung usianya yaitu 17 tahun, 11 bulan 10 hari (belum genap 18
tahun).
(b) Penghadap lahir 1 Januari 2002, menghadap tanggal 10 Desember 2020),
jika dihitung usianya yaitu 18 tahun, 11 bulan 10 hari (telah genap 18
tahun) - ) dalam hal ini menghitung usia 18 tahun mulai tanggal 1
Januari 2020).
1
Jadi konsep menghitung usia 18 tahun oleh para Notaris yang (A) atau (B) ?
Mungkin jika menggunakan Konsep (A) bisa dikualifikasikan
perbuatan/tindakkan yang disebutkan dalam akta, dapat dibatalkan karena
belum dewasa (18 tahun).
2. APAKAH NOTARIS PENGGANTI MELANJUTKAN NOMOR AKTA NOTARIS,
WAARMERKING DAN LEGALISASI ATAU MEMBUAT NOMOR TERSENDIRI
UNTUK AKTA NOTARIS, WAARMERKING DAN LEGALISASI ?
Pasal 1 angka 3 UUJN – P menyebutkan bahwa Notaris Pengganti adalah
seorang yang untuk sementara diangkat sebagai Notaris untuk menggantikan
Notaris yang sedang cuti, sakit, atau untuk sementara berhalangan
menjalankan jabatannya sebagai Notaris.
Dalam kaitan ini menjadi pertanyaan, kenapa jika Notaris cuti, sakit atau
untuk sementara berhalangan menjalankan jabatannya sebagai Notaris harus
ada Notaris Pengganti ?
Hal ini berkaitan dengan konsep bahwa Notaris sebagai sebuah Jabatan
harus ada kesinambungan dan tidak boleh ada kekosongan dalam
pelaksanaan tugas jabatan Notaris.
Pelaksanaan tugas jabatan yang dilakukan oleh Notaris Pengganti sama
dengan Notaris yang digantikannya, termasuk kewenangan dan kewajibannya
seperti tersebut dalam Pasal 33 ayat ( 2) UUJN – P, yaitu : Ketentuan yang
berlaku bagi Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 15, Pasal
16, dan Pasal 17 berlaku bagi Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara
Notaris, kecuali Undang-Undang ini menentukan lain.
Dalam Pasal 38 ayat (5) UUJN – P bahwa Akta Notaris Pengganti dan Pejabat
Sementara Notaris, selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), juga memuat nomor dan tanggal penetapan
pengangkatan, serta pejabat yang mengangkatnya.
Pasal 57 UUJN : Grosse Akta, Salinan Akta, Kutipan Akta Notaris, atau
pengesahan surat di bawah tangan yang dilekatkan pada akta yang disimpan
dalam Protokol Notaris, hanya dapat dikeluarkan oleh Notaris yang
membuatnya, Notaris Pengganti, atau pemegang Protokol Notaris yang sah.
Pasal 60 : UUJN - P
(1) Akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris Pengganti dicatat dalam
daftar akta.
(2) Surat di bawah tangan yang disahkan dan surat di bawah tangan yang
dibukukan, dicatat dalam daftar surat di bawah tangan yang disahkan
dan daftar surat di bawah tangan yang dibukukan.
Pasal 65 UUJN – P : Notaris, Notaris Pengganti, dan Pejabat Sementara Notaris
bertanggung jawab atas setiap akta yang dibuatnya meskipun Protokol Notaris
telah diserahkan atau dipindahkan kepada pihak penyimpan Protokol Notaris.
Pasal 67 ayat (6) UUJN – P : Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) berlaku bagi Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara
Notaris.
2
Berdasarkan substansi beberapa pasal tersebut di atas bisa ditegaskan bahwa
semua tugas, kewenangan, kewajiban dan sanksi terhadap Notaris berlaku
pula untuk Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris.
Notaris sebagai sebuah jabatan yang berkesinambungan maka khususnya
untuk Notaris Pengganti wajib melanjutkan nomor akta Notaris, Waarmerking
dan Legalisasi dari notaris yang digantikannya ke dalam daftar yang
bersangkutan, artinya Notaris Pengganti tidak membuat nomor akta,
Waarmerking dan Legalisasi dan buku tersendiri tapi melanjutkan dari
Notaris yang digantikannya, yang nanti jika masa jabatan Notaris Pengganti
selesai akan diserahkan kembali kepada Notaris yang digantikannya tersebut
dengan membuat Berita Acara Serah Terima Protokol dari Notaris Pengganti
kepada Notaris yang digantikannya.
3. APAKAH BOLEH PENOMORAN BULANAN AKTA NOTARIS DITAMBAH
HURUF ?
Pasal 38 ayat (2) huruf b UUJN - P mewajibkan tiap akta diberi nomor.
Nomor akta ini dilakukan setiap bulan, artinya dimulai dari nomor satu, dan
awal bulan berikutnya selalu dimulai darinomor satu lagi. Fungsi nomor
disamping untuk mengetahui jumlah akta setiap bulan, juga sebagai bukti
bahwa akta yang bersangkutan telah dicatat dalam buku catatan/daftar akta
(repertorium).
Nomor akta Notaris biasanya dibuat 1 digit, misalnya Nomor : 1, atau 2 digit,
misalnya Nomor : 01, atau 3 digit, misalnya Nomor : 001. Pasal 38 UUJN
tersebut tidak membakukan nomor akta bulanan tersebut, tapi hal tersebut
hukum kebiasaan saja. Tapi dalam hal ini apakah boleh nomor akta Notaris
ditambah huruf, misalnya 1 A, 1 B, 1 C ?
Memang tidak ada larangan untuk dilakukan, tapi nomor akta (angka)
ditambah akta tersebut bukan kesengajaan, tapi ada alasannya, seperti lupa
mencatat, misalnya pada hari yang sama ada beberapa akta dibuat, dan
semuanya telah diberi nomor, ternyata ada yang terlewat satu atau dua akta,
maka diberi nomor angka dan huruf. Misalnya hari ini buat 6 akta yang
tindakkan hukumnya berurutan, misalnya sudah diberi nomor : 5, 6, 7, 8 dan
9, yang seharusnya ada 6 nomor, tapi hanya dibuat lima nomor yang harus
ada akta yang ditempatkan pada nomor 6, maka dibuatlah nomor 6 A.
Yang tidak boleh atau tidak perlu dilakukan yaitu untuk bulan yang
bersangkutan Notaris sudah mencatat semua akta yang dibuatnya dan sudah
ditutup, tapi belum dimasukkan ke dalam repertorium, tapi tiba-tiba bulan
depan ada yang menghadap minta dibuatkan akta pada tanggal/hari/bulan
yang telah berlalu, karena dengan alasan tertentu Notaris menyisipkan nomor
akta bulan tersebut dengan nomor angka dan huruf. Sudah tentu yang
seperti ini pelanggaran, karena tidak menghadap pada hari dan tanggal yang
sebenarnya serta secara administrasi kenotariatan tidak beres.
4. UKURAN HURUF, JENIS UNTUK/DALAM AKTA NOTARIS.
Ketika belum diciptakan mesin ketik, pembuatan akta Notaris dilakukan
dengan ditulis tangan oleh Notaris, kemudian diciptakan mesin (manual) yang
tidak memungkin untuk menuliskan keragaman ukuran tulisan dalam akta.
Ketika komputer diciptakan (antara lain untuk fungsi pengetikan) maka
terbuka berbagai variasi dan ukuran huruf, bahkan bisa berwarna.
3
Pertanyaanya apakah boleh akta Notaris diketik dengan ukuran dan jenis
huruf yang berbeda ? Misalnya judul akta menggunakan huruf Arial Black
ukuran font 16, nama Notaris pada awal akta huruf Arial Black ukuran font
18, dan untuk yang lainnya ukuran normal (font 12), kemudian dibuat variasi
lain ada memakai huruf yang berwarna.
Jika memakai huruf yang berwarna akan menjadi tidak jelas jika difotocopy
hitam - putih (kecuali fotocopynya berwarna juga), bahkan jika akan
disesuaikan antara asli dengan fotocopynya bisa jadi tidak cocok, karena
salinan berwarna, sedangkan fotocopynya hitam-putih.
Untuk ukuran huruf dan jenis huruf (diketik dengan warna hitam) bisa saja
disesuaikan dengan ukuran yang wajar untuk akta Notaris, artinya bisa
dibaca secara jelas dan secara estetika ada nilai keserasian.
5. DALAM PEMBERKASAN : APAKAH MINUTA BISA DIGABUNG DENGAN
WARKAH (DOKUMEN PENDUKUNG AKTA) ATAU HARUS DIPISAH ?
Pasal 16 ayat (1) huruf g UUJN menyebutkan bahwa Kewajiban Notaris yaitu
menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang
memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah Akta tidak
dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari
satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun
pembuatannya pada sampul setiap buku;
Dalam pasal tersebut tidak mengatur mengenai penyimpanan Warkah
(dokumen pendukung akta), apakah dipisah (Minuta dibundel tersendiri) dan
(Warkah/dokumen pendukung akta dibundel tersendiri ataukan Minuta dan
Warka digabung.
Kedua cara tersebut boleh dilakukan, tergantung pada kemudahan dan
kepraktisan saja. Misalnya jika dipisah jika ingin melihat Minuta maka
Warkah pendukung harus dicari, tapi jika Minuta dan Warkah digabung bisa
sekaligus diperlihatkan.
6. APA SAJA KEWAJIBAN NOTARIS PEMEGANG PROTOKOL ?
Ketika Notaris mengajukan pengangkatan sebagai Notaris, selalu dimintakan
pernyataan untuk bersedia menerima protokol Notaris lain (yang pindah
tempat kedudukan atau yang pensiun atau yang diberhentikan atau
meninggal dunia dalam masa jabatannya – sesuai ketentuan Pasal 62 UUJN).
Hal ini sudah menjadi kewajiban hukum untuk menerimanya.
Lembaga notaris agar dapat berjalan, maka harus ada pejabat yang dapat
menjalankannya, sehingga untuk menjalankan jabatan notaris diangkat
mereka yang memenuhi syarat tertentu. Mereka (subjek hukum atau orang)
yang diangkat sebagai notaris merupakan personifikasi dari lembaga notaris.
Pengertian jabatan harus berlangsung terus-menerus (berkesinambungan)
dapat diberlakukan pada notaris, meskipun seseorang sudah pensiun dari
jabatannya sebagai notaris, atau dengan berhentinya seseorang sebagai
notaris maka berhenti pula kedudukannya sebagai notaris, sedangkan notaris
sebagai jabatan akan tetap ada dan akta-akta yang dibuat di hadapan
atau oleh notaris yang sudah pensiun tersebut akan tetap diakui dan akan
4
disimpan (sebagai suatu kesinambungan) oleh notaris pemegang protokolnya.
Produk dari jabatan notaris (antara lain) berupa akta. ketika seorang notaris
pensiun atau berhenti dari jabatannya sebagai notaris, maka akta notaris
tersebut harus dipegang atau disimpan oleh notaris lainnya sebagai pemegang
protokol notaris, dan notaris pemegang protokol notaris tersebut tidak dapat
melakukan tindakan apapun, seperti merubah isi akta, tapi yang dapat
dilakukan oleh notaris pemegang protokol yaitu merawat dan mengeluarkan
salinan atas permintaan para pihak yang namanya tersebut dalam akta atau
para ahli warisnya, sehingga kesinambungannya dalam penyimpanan protokol
notaris bukan dalam kesinambungan pelaksanaan jabatan oleh pejabat, tapi
kesinambungan jabatan notaris. dengan demikian akta notaris mempunyai
umur yuridis, yaitu tetap berlaku dan mengikat para pihak yang namanya
tercantum dalam akta tersebut, meskipun notaris yang bersangkutan sudah
berhenti menjalankan tugas jabatannya sebagai notaris. mereka yang
melaksanakan tugas jabatan notaris dibatasi oleh umur biologis. umur yuridis
akta notaris bisa sepanjang masa – sepanjang aturan hukum yang mengatur
jabatan notaris tetap ada, dibandingkan dengan umur biologis notaris sendiri
yang akan berakhir karena notaris meninggal dunia.
Pasal 62 UUJN : Penyerahan Protokol Notaris dilakukan dalam hal Notaris:
a. meninggal dunia;
b. telah berakhir masa jabatannya;
c. minta sendiri;
d. tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas
jabatan sebagai Notaris secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun;
e. diangkat menjadi pejabat negara;
f. pindah wilayah jabatan;
g. diberhentikan sementara; atau
h. diberhentikan dengan tidak hormat.
Penjelasan Pasal 62 UUJN: Protokol Notaris terdiri atas:
a. minuta akta;
b. buku daftar akta repertorium;
c. buku daftar akta dibawah tangan yang penandatanganannya dilakukan
dihadapan Notaris atau akta dibawah tangan yang didaftar;
d. buku daftar nama penghadap atau klapper;
e. buku daftar protes;
f. buku daftar wasiat; dan
g. buku daftar lain yang harus disimpan oleh Notaris berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Sehingga Kewajiban Notaris Pemegang Protokol sebagai berikut :
A. Memberikan Salinan/Kutipan/Grosse Ketika Ada yang Memintanya
Sesuai Ketentuan Pasal 54 UUJN-P
(1) Notaris hanya dapat memberikan, memperlihatkan, atau
memberitahukan isi Akta, Grosse Akta, Salinan Akta atau Kutipan
Akta, kepada orang yang berkepentingan langsung pada Akta, ahli
waris, atau orang yang memperoleh hak, kecuali ditentukan lain oleh
peraturan perundang-undangan.
(2) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat dikenai sanksi berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pemberhentian sementara;
c. pemberhentian dengan hormat; atau
5
d. pemberhentian dengan tidak hormat.
B. Menyimpan dan merawatnya pada tempat yang layak
C. Datang dan menghadapinya jika ada gugatan (perdata atau pidana)
terhadap Notaris yang membuatnya, yang ditujukan kepada Notaris
Pemegang Protokolnya dengan seizin Majelis Kehormatan Notaris (MKN)
untuk memperlihatkan bundel minuta akta tersebut. Kalaupun datang
tanpa izin (atas keinginan sendiri) maka menjadi tanggungjawab Notaris
yang bersangkutan.
Jangan lupa, Notaris pemegang protokol yang mengeluarkan Salinannya,
berhak untuk meminta honorarium dari mereka yang tersebut dalam Pasal 54
UUJN – P jika meminta Salinan atau Kutipannya.
7. JIKA NOTARIS MENERIMA PROTOKOL, DAN KETIKA AKAN
MENGELUARKAN MINUTA BELUM LENGKAP TANDATANGAN PARA
PENGHADAP DAN SAKSINYA, TINDAKKAN APA YANG HARUS DILAKUKAN
NOTARIS ?
Dalam praktek ada juga Notaris pemegang Protokol, ketika ada yang meminta
salinan dari Protokol Notaris tersebut, ternyata tanda tangan dalam minuta
tidak lengkap (baik tanda tanda tangan para penghadap atau saksi atau
Notaris) ?. Jika Notaris pemegang protokol menghadapi seperti ini, lebih baik
jangan mengeluarkan salinan tersebut. Karena dalam akhir akta selalu
disebutkan “Minuta akta ini telah lengkap ditandatangani oleh para
penghadap” tapi sebenarnya pada Minutanya belum lengkap/tidak lengkap
tanda para penghadapnya (atau juga saksinya bahkan Notarisnya), jika
Notaris mengeluarkannya maka menjadi tanggungjawab Notaris yang
membuat salinan dari Protokol Notaris yang tandatangan dalam Minutanya
belum lengkap/tidak lengkap. Jika Notaris menghadapi permasalahan seperti
ini tidak perlu mengeluarkan salinannya atas permintaan siapapun, tapi
Notaris membuat Surat Keterangan bahwa pada Minuta akta yang diminta
salinannya belum lengkap/tidak lengkap ditandatantangani oleh para
penghadap. Jika pemegang salinan tersebut tetap memaksa meminta salinan
sekarang dari Notaris pemegang protokol padahal Minutanya tidak lengkap
tanda tangannya, lebih baik disarankan kepada yang bersangkutan untuk
mengajukan permohonan Penetapan ke pengadilan negeri. agar salinan
tersebut ditetapkan kebenarannya oleh para pihak sendiri di hadapan sidang
pengadilan negeri.
Jika Notaris pemegang Protokol yang dalam Minutanya ternyata hanya ada
tanda tangan para penghadap saja, maka akta seperti ini mempunyai
kekuatan pembuktian sebagai tulisan dibawah tangan (lihat Pasal 1869 BW),
maka jika para penghadap untuk meminta salinannya, maka Notaris tidak
perlu memberikannya (dengan alasan tanda tangan para saksi akta dan
Notarisnya tidak ada atau Minuta tersebut tidak ditandatangani oleh para
penghadap dan Notaris), tapi Notaris dapat membuat Copy Collationee untuk
memenuhi permintaan para penghadap tersebut, sesuai kewenangan Notaris
yang tersebut dalam Pasal 15 ayat (1) huruf c UUJN – P, yaitu membuat kopi
dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian
sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
Disamping memberikan Copy Collationee, Notaris juga bisa memberikan
secara tertulis yang isinya memang Minuta aktanya belum ada yang ditanda
tangani oleh para pihak.
6
Jika Notaris (pemegang Protokol) memberikan Salinan dari Minuta yang
diketahui belum lengkap tandatangannya (para penghadap, para saksi dan
Notaris), jika dipersoalkan bisa termasuk kategori Pemalsuan akta.
8. NOTARIS TELAH MENERIMA PROTOKOL DARI NOTARIS LAIN, TAPI
TERNYATA BELUM ADA SURAT PENGANGKATAN/PENUNJUKKAN SEBAGAI
NOTARIS PEMEGANG PROTOKOL, APAKAH BOLEH UNTUK
MENGELUARKAN/MEMBERIKAN SALINANNYA ?
Pasal 35 UUJN – P menegaskan bahwa :
(1) Apabila Notaris meninggal dunia, suami/istri atau keluarga
sedarah dalam garis lurus keturunan semenda sampai derajat
kedua wajib memberitahukan kepada Majelis Pengawas Daerah.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja.
(3) Apabila Notaris meninggal dunia pada saat menjalankan cuti,
tugas jabatan Notaris dijalankan oleh Notaris Pengganti sebagai
Pejabat Sementara Notaris paling lama 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal Notaris meninggal dunia.
(4) Pejabat Sementara Notaris menyerahkan Protokol Notaris dari
Notaris yang meninggal dunia kepada Majelis Pengawas Daerah
paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal Notaris
meninggal dunia.
(5) Pejabat Sementara Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dan ayat (4) dapat membuat Akta atas namanya sendiri dan
mempunyai Protokol Notaris.
Notaris sebagai jabatan harus ada kesinambungan, dalam arti ketika ada
Notaris yang berhenti dengan alasan apapun atau cuti, wajib menyerahkan
Protokolnya kepada Notaris lain yang sudah disepakti oleh yang bersangkutan
(yang menyerahkan dan yang menerima protokol) atau ditunjuk oleh MPD jika
yang Notaris yang berhenti atau cuti tidak mengusulkan Notaris Pemegang
Protokol atau Notaris Pengganti (untuk Notaris yang cuti).
Khusus mengenai Notaris yang yang disebutkan dalam Pasal 35 ayat (1) di
atas, maka Notaris yang menerima Protokol tersebut akan bisa memberikan
salinan (sesuai ketentuan Pasal 54 UUJN – P) maka wajib terlebih dahulu
menerima Surat Keputusan sebagai Notaris Pemegang Protokol dari
Kementrian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Tanpa SK yang dimaksud
maka Notaris tidak bisa mengeluarkan Salinan tersebut.
Bagaimana jika SK tersebut belum turun juga, tapi ada yang meminta Salinan
? Tidak perlu dikabulkan keinginannya sampai SK tersebut turun, sebagai
jawaban kirim surat saja kepada pemohon tersebut tidak bisa memberikan
Salinan sampai ada SK yang mengangkat/menunjuk dirinya sebagai Notaris
pemegang Protokol.
9. JIKA SALINAN DAN MINUTA BERBEDA, MANA YANG HARUS DIANGGAP
BENAR ?
Berdasarkan Minuta Akta, Notaris bisa memberikan dalam bentuk Salinan
atau Kutipan sesuai dengan keinginan para penghadap. Ketika Salinan Akta
berbeda dengan Minuta Akta, maka kekuatan pembuktiannya berada pada
Minuta Akta. Hal sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1888
7
KUHPerdata sudah memberikan pengaturan mengenai salinan/fotocopy dari
sebuah surat/dokumen, yaitu Kekuatan pembuktian suatu bukti tulisan
adalah pada akta aslinya. Apabila akta yang asli itu ada, maka salinan-
salinan serta ikhtisar-ikhtisar hanyalah dapat dipercaya, sekadar salinan-
salinan serta ikhtisar-ikhtisar itu sesuai dengan aslinya, yang mana
senantiasa dapat diperintahkan mempertunjukkannya.
Sehingga ketika Salinan atau Kutipan ada perbedaan dengan Minuta, maka
yang benar ada pada aslinya (In Minuta). Salinan atau Kutipan yang berbeda
dengan aslinya termasuk pada pemalsuan akta.
Jika ada Salinan atau Kutipan berbeda dengan Minuta, maka pada Salinan
atau Kutipan tersebut bisa dibuatkan Akta Perbaikan (Rektifikasi) agar
disesuaikan dengan Minuta atas permintaan yang meminta Salinan atau
Kutipan tersebut.
10. MINUTA AKTA NOTARIS DAN HILANG/RUSAKNYA MINUTA AKTA
NOTARIS
Dalam Pasal 1 angka 8 UUJN disebutkan bahwa “Minuta akta adalah asli
Akta Notaris”. Minuta akta Notaris yang berisi tandatangan penghadap,
saksi dan Notaris atau berkas lainnya hilang (bisa hilang di kantor sendiri
atau hilang di tempat lain atau lupa menyimpannya atau sekian lama tidak
dibundel sehingga hilang) ataupun minuta tersebut terbakar atau dimakan
rayap atau terendam banjir atau sudah tidak ada di kantor Notaris lagi.
Jika semua yang diuraikan tersebut terjadi, maka yang harus dilakukan oleh
Notaris yaitu membuat laporan kehilangan dari pihak yang berwajib
(kepolisian) atau membuat laporan yang lain, jika bukan hilang, seperti
terbakar atau dimakan rayap atau terkena banjir. Dan semua laporan
tersebut akan dilampirkan dalam bundel minuta yang bersangkutan. Dengan
ketentuan akta tersebut tercatat dalam Repertorium dan dalam Klaper. Jika
pemegang salinan tersebut tetap meminta salinan sekarang (kedua dan
seterusnya) dari Notarisnya, lebih baik disarankan kepada yang bersangkutan
untuk mengajukan permohonan Penetapan ke pengadilan negeri, agar
salinan tersebut ditetapkan kebenarannya oleh para pihak sendiri di hadapan
sidang pengadilan negeri.
Laporan kehilangan Minuta tersebut jangan sampai disalahgunakan, misalnya
Notaris telah mengeluarkan salinan untuk para penghadap, tapi ternyata
tanda tangan para penghadap belum lengkap atau sulit untuk
dicari/dihubungi atau ada juga penghadap hanya janji saja untuk
menghadap, tapi tidak menghadap juga, tapi salinan terlanjur sudah
dikeluarkan oleh Notaris. Jika Notaris menghadapi seperti ini, daripada
menyimpan Minuta yang tidak ada atau tidak lengkap tandatanganya maka
buat saja Laporan Kehilangan Minuta dari pihak yang berwajib dan masukkan
ke dalam bundel minuta bukti kehilangan tersebut. Dan sudah tentu Notaris
wajib bertanggungjawab atas pembuatan laporan kehilangan tersebut. Tapi
hal ini disarankan untuk tidak dilakukan oleh Notaris.
Menjadi dilemma ketika kantor Notaris dan Protokolnya serta dokumen-
dokumen lainnya habis tersapu banjir atau Tsunami dan tidak tersisa sama
sekali. Bagaimana jika ada yang meminta Salinan atau Kutipan ? Jika yang
memohon Salinan tersebut masih mempunyai Salinan tapi ingin meminta
Salinan lagi yang bermeterai atau salinan yang dipunyainya sudah rusak, tapi
8
ternyata Minutanya tidak ada dengan alasan sebagaimana tersebut di atas,
maka pemohon bisa saja meminta Penetapan ke pengadilan negeri agar
ditetapkan Salinan tersebut tetap berlaku dan mengikat dan meminta kepada
Notaris yang ada di daerah (kota atau kabupaten) tersebut untuk membuat
Salinan baru berbahankankan Salinan yang sudah ada tersebut. Tapi jika
tidak mempunyai Salinan seperti tersebut di atas, maka sudah tidak bisa
dibuat lagi, karena yang akan jadi sumbernya sudah tidak ada lagi. Kejadian
seperti itu akan mudah ditentukan untuk diatasi, untuk akta-akta yang
terdaftar di Berita Negara Republik Indonesia (BNRI), misalnya perseroan
terbatas, yayasan atau perkumpulan. Dengan berbahankan BNRI tersebut
maka Notaris yang ditunjuk bisa membuatkan Salinannya atas permohonan
yang bersangkutan.
Kalaupun semua Minuta dan dan para pihak masih menpunyai Salinannya
masih bias ditindaklanjuti dengan cara tersebut di atas, kalaupun semuanya
sudah tidak ada lagi, masih bisa meminta keterangan dari Notaris atau
Notaris pemegang protokolnya, berupa Keterangan bahwa pernah dibuat akta
yang bersangkutan dengan melihat atau berdasarkan Buku Daftar Catatan
Akta (Repertorium) dan Klapper (Buka Catatan Nama Penghadap Secata
Alfabetis).
11. APAKAH BOLEH AKTA NOTARIS TIDAK DIBACAKAN KEPADA PARA
PENGHADAP ?
Menurut Pasal 16 UUJN menentukan tentang Kewajiban Notaris. Kewajiban
tersebut antara lain membacakan akta di hadapan para penghadap,
ditegaskan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m UUJN, bahwa : membacakan
Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua)
orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan Akta
wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh
penghadap, saksi, dan Notaris;
Berdasarkan ketentuan tersebut merupakan kewajiban Jabatan Notaris untuk
membacakannya kepada para penghadap, jadi apapun alasannya Notaris
wajib membacakannya, tidak ada alasan menurut UUJN untuk tidak
membacakannya,
Bahwa akta Notaris tidak dibacakan, yaitu jika ada yang meminta penghadap
sendiri dengan kata lain yaitu para penghadap sendiri yang meminta kepada
Notaris, agar Notaris tidak membacakannya dengan alasan mau membaca
sendiri, hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 16 ayat (7) UUJN – P
yaitu : Pembacaan Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m
tidak wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar Akta tidak
dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan
memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan
dalam penutup Akta serta pada setiap halaman Minuta Akta diparaf
oleh penghadap, saksi, dan Notaris.
Kesimpulannya bukan Notaris tidak membacakannya, tapi para penghadap
membacanya sendiri. Sehingga jika pada akhir akta, bukan dituliskan
“…..Notaris tidak membacakan……”, tapi kalimatnya yaitu “……Para
Penghadap telah membaca akta ini, atas kehendak Para Penghadap sendiri…”.
Dan hal ini harus dicantiumkan pada akhir akta sebagaimana diatur dalam
Pasal 38 ayat ( 4) huruf a UUJN – P, yaitu : Akhir atau penutup akta
memuat uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9
16 ayat (1) huruf m atau Pasal 16 ayat (7); Meskipun para penghadap telah
membaca sendiri atas inisiatif dan keinginannya, Notaris tetap mempunyai
kewajiban untuk membacakan/menjelaskan bagian tertentu dari akta
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 16 ayat (8) UUJN – P yaitu : Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dikecualikan terhadap
pembacaan kepala Akta, komparisi, penjelasan pokok Akta secara
singkat dan jelas, serta penutup Akta.
Bahwa yang harus aktif untuk meminta tidak membacakan akta atau
membaca sendiri aktanya yaitu para penghadap sendiri, bukan keinginan
atau inisiatif Notaris yang meminta atau menawarkan kepada para
penghadap. Dan tidak pula Notaris yang menawarkan keapada para
penghadap mau dibacakan atau tidak. Jadi pada Notaris tetap ada kewajiban
untuk membacakan akta kepada para penghadap. Dan keinginan agar akta
tidak dibacakan atau membaca sendiri harus datang aktif dan inisiatif dari
para penghadap sendiri.
Apakah perlu Notaris membacakan akta satu-persatu kepada para penghadap
jika penghadap yang datang seklaligus atau dianggap telah membaca sendiri
aktanya, misalnya dalam pemberian KPR (Kredit Pemilikan Rumah)….?
Para penghadap yang datang ke hadapan Notaris untuk membuat akta
merupakan kepentingan pribadi para penghadap, oleh karena itu kepada
Notaris diberikan Kewajiban Ingkar. Ketika Notaris membacakan atau
menjelaskan secara masal isi akta tersebut, maka makna Kewajiban Ingkar
yang harus dijaga oleh Notaris telah dilanggar oleh Notaris sendiri. Jika
Notaris menghadapi yang seperti itu memang sebaiknya dilakukan satu
persatu meskipun akan memakan waktu yang lama dan panjang.
Dengan menafsirkan ketentuan Pasal 16 ayat (8) UUJN – P yaitu : Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dikecualikan terhadap
pembacaan kepala Akta, komparasi, penjelasan pokok Akta secara
singkat dan jelas, serta penutup Akta. Maka bisa saja Notaris menjelaskan
kepada para penghadap secara masal tersebut secara singkat seperti
ketentuan Pasal 16 ayat (8) UUJN – P. Meskipun demikian untuk paraf dan
penandatanganan tetap harus dilakukan di hadapan Notaris karena hal ini
akan berkaitan dengan waktu (jam/pukul) menghadap.
Bagaimana dengan penghadap yang datang (menghadapnya) tidak sama-
sama/tidak bersamaan, misalnya satu orang menghadap terlebih dahulu
setelah dibacakan tanda tangan terus pulang, kemudian datang satu orang
menghadap lagi..? Jika Notaris menghadapi seperti ini sebaiknya jangan
dilakukan/diterima. Kecuali diantara penghadap ada kesepakatan untuk
melakukan seperti itu, dan waktu (pukul/waktu) menghadap akan
dicantumkan (pada awal akta) sesuai kedatangan/menghadap yang terakhir.
Bila hal ini dilakukan lebih baik dibuat kesepakatan secara tertulis oleh para
penghadap sebagai pegangan untuk Notaris. Meskipun cara seperti ini masih
bisa diperdebatkan oleh para Notaris.
Dalam praktek ada juga akta Notaris yang penandatangananannya di
“Sirkuler”kan oleh Notaris dari tempat satu penghadap ke tempat penghadap
yang lainnya. Apakah boleh hal ini dilakukan ?. Saya berpendapat hal ini
boleh saja dilakukan, jika hal ini sebelumnya telah disepakati secara tertulis
oleh para penghadap bahwa pembacaan dan penandatanganan akan
disirkulerkan oleh Notaris sendiri, dan kemudian Notaris membacakannya di
10
tiap penghadap dan selalu didampingi saksi akta serta disepakati pula bahwa
akta akan diberi waktu (jam/pukul) sesuai penghadap yang terakhir. Tapi
jangan melakukan persirkuleran oleh karyawan Notaris atau oleh para pihak
sendiri, karena mereka tidak punya kewenangan untuk membacakan dan
menjelaskan aktanya kepada para penghadap, bahkan ada kemungkinan
dilakukan pemalsuan tandatangan para penghadap. Meskipun cara seperti
pensirkuleran yang dilakukan oleh Notaris sendiri masih bisa diperdebatkan
oleh para Notaris.
Bahwa permasalahan kenotariatan sekarang ini bukan pada produk akhir
dari tugas jabatan Notaris, yaitu Akta, karena Akta harus dilihat apa adanya
yang tertulis/tercantum di dalamnya. Tapi yang sering jadi permasalahan
yaitu proses/prosedur pembuatan akta tersebut, misalnya pada pada akhir
akta disebutkan “……Notaris telah membacakan…” atau pada akhir akta
disebutkan “…..di hadiri oleh dua orang saksi….” Atau “Menghadap kepada
saya,……”. jika hal tersebut dapat dibuktikan sebaliknya oleh para
penghadap, misalnya ternyata Notaris tidak membacakan atau ternyata saksi
yang disebutkan pada saat pembacaan tidak ada (tidak hadir saksinya) atau
ternyata tidak menghadap atau menghadap tapi tidak sesuai dengan yang
disebutkan pada awal akta. Jika ini terbukti maka Notaris wajib
bertanggungjawab secara Hukum Perdata (gugatan ganti rugi) dengan
mengajukan gugatan secara perdata kepada Notaris. Sanksi Administratif
oleh Majelis Pengawas Notaris dan Sanksi Kode Etik Notaris oleh Dewan
Kehormatan Notaris. Dan dari Tuhan Yang Maha Tahu.
12. KEPADA SIAPA SAJA NOTARIS BISA MEMBERIKAN SALINAN AKTA ?
Pasal 54 UUJN – P menegaskan bahwa :
(1) Notaris hanya dapat memberikan, memperlihatkan, atau
memberitahukan isi Akta, Grosse Akta, Salinan Akta atau Kutipan Akta,
kepada orang yang berkepentingan langsung pada Akta, ahli waris, atau
orang yang memperoleh hak, kecuali ditentukan lain oleh peraturan
perundang-undangan.
(2) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dikenai sanksi berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pemberhentian sementara;
c. pemberhentian dengan hormat; atau
d. pemberhentian dengan tidak hormat.
Berdasarkan Pasal 54 ayat (1) UUJN-P disebutkan hanya Notaris yang dapat
dapat memberikan, memperlihatkan, atau memberitahukan isi Akta, Grosse
Akta, Salinan Akta atau Kutipan Akta, kepada orang yang berkepentingan
langsung pada Akta, ahli waris, atau orang yang memperoleh hak, kecuali
ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, bagaimana dengan
Notaris Pengganti dan Notaris Pemegang Protokol dalam Pasal 54 UUJN – P
tidak disebutkan ?
Pasal 54 ayat (1) UUJN – P harusnya secara implisit berlaku pula untuk
Notaris Pengganti dan Notaris Pemegang Protokol. Kalau tidak ditafsirkan
seperti itu akan kesulitan bagi Notaris Pengganti dan Notaris Pemegang
Protokol mengeluarkan salinan dari minuta jika ada yang meminta.
11
Notaris, Notaris Pengganti dan Notaris Pemegang Protokol dapat
memberikan memberitahukan isi Akta, Grosse Akta, Salinan Akta atau
Kutipan Akta kepada :
a. kepada orang yang berkepentingan langsung pada Akta,
b. ahli waris, atau
c. orang yang memperoleh hak, kecuali ditentukan lain oleh peraturan
perundang-undangan.
Bahwa orang yang berkepentingan langsung dengan akta sudah tentu
mereka yang mengahadap Notaris dan namanya sebagai penghadap tersebut
dalam akta.
Ahli waris adalah mereka sebagai ahli waris dari para penghadp menurut
hukum, dan orang yang memperoleh hak seperti yang wasiat yang dibuat
oleh para penghadap.
Dalam praktek Notaris terkadang ketiga syarat tersebut tidak dipenuhi, tapi
meminta Salinan, misalnya demi kepentingan Penyelidikan atau Penyidikan
meminta salinan, apakah harus langsung diberikan ?
Jika terjadi seperti itu, Notaris tidak bisa memberikannya, lebih baik
Penyidik kirim surat ke Majelis Kehormatan Wilayah (MKNW) untuk
meminta izin terlebih dahulu, berdasarkan izin dari MKNW Notaris dapat
memberikannya.
Kalau Notaris, Notaris Pengganti dan Notaris Pemegang Protokol tanpa ada
prosedur tersebut di atas untuk maka akan dikenakan sanksi sebagaimana
disebutkan dalam ayat 2 pasal tersebut.
13. PEMBACAAN AKTA DIBANTU AHLI BAHASA ISYARAT.
Mereka yang tuna rungu (tuli dan bisu) tidak kehilangan hak perdatanya.
Jika mereka menghadap dan membua takta apakah perlu memakai
Pengampuan ? Menurut saya tidak perlu, jika yang bersangkutan masih bisa
melihat dan bisa membaca dan bisa diajak berkomunikasi dengan bahasa
isyarat.
Sehingga jika yang bersangkutan menghadap Notaris dan membuat akta,
ketika Notaris menjelaskan atau membacakan akta tersebut, Notaris wajib
minta bantuan kepada ahli bahasa isyarat untuk tuna rungu yang
tersumpah. Ahli bahasa tersebut duduk dekat Notaris, Notaris membacakan
pada saat itu juga langsung diterjemahkan.
Setelah setelah dibacakan agar yakin, Notaris dapat meminta juga kepada
penghadap untuk membaca sendiri.
Pada akhir akta wajib disebutkan bahwa, Penghadap dalam keadaan tuna
rungu, sehingga dalam pembacaan akta dibantu oleh penterjemah bahasa
isyarat tersumpah.
14. MINUTA DAN SALINAN DALAM HURUF BRAILLE.
Apakah mereka yang tuna netra kehilangan hak perdatanya ? Jika mereka
menghadap dan membuat akta apakah perlu memakai Pengampuan ?
12
Kekurangan yang bersangkutan hanya secara fisik saja, yaitu tidak bisa
melihat, tapi kalau yang bersangkutan masih bisa bicara dan mendengar
maka Pengampuan tidak diperlukan. Dan yang bersangkuatan bisa menulis
dalam huruf Braille.
Sehingg ajika yang bersangkutan menghadap dan membuat akta, untuk
kepentingan yang bersangkutan Minuta dan Salinan bisa dibuat dalam huruf
Braille. Notaris bisa minta bantuan kepada yang ahli menulis huruf Braille.
Pada akhir akta disebutkan bahwa Penghadap dalam keadaan tunanetra,
sehingga melakukan tandatangan dalam huruf Braille dan juga sebutkan atas
permintaan penghadap.
15. SYARAT BATAL DIATUR (DITENTUKAN) OLEH PARA PIHAK SENDIRI.
Dalam tataran yang ideal bahwa syarat (perbuatan hukum) yang batal demi
hukum karena telah melanggar syarat objektif sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 1320 KUHPerdata. Tapi dalam praktek Notaris atas permintaan para
penghadap (pihak) sering juga dicantumkan syarat batal demi hukum
ditentukan oleh para penghadap sendiri, misalnya perbuatan hukum yang
disebutkan dalam akta tidak dipenuhi oleh salah satu pihak, maka perbuatan
hukum yang tersebut dalam akta batal demi hukum.
Ketika para pihak menginginkan syarat batal tersebut ditentukan sendiri,
maka harus diatur hak dan kewajibannya secara proporsional, sebagaimana
contoh tidak perlu memakai klausula “sapu jagat”, yaitu jika salah satu pihak
tidak memenuhi salah satu kewajiban yang disebutkan dalam akta, maka
akta tersebut batal demi hukum. Contoh konkritnya ada Pengikatan Jual Beli
yang pembayaraanya dilakukan secara bertahap dengan 10 kali pembayaran
masing-masing Rp. 100.000.000.- (seratus juta rupiah) untuk harga tanah Rp.
1.000.000.000.- (satu milyar rupiah). Dibuat klausula sapujagat, jika pembeli
tidak terlambat melakukan pembayaran 1 (satu) kali maka jual beli batal demi
hukum dan uang hangus tidak bisa dikembalikan. Bagaimana jika sudah
terjadi pembayaran sebesar Rp. 900.000.000.- (sembilan ratus juta rupiah),
karena terlambat membayar untuk pembayaran terakhir akan dinyatakan
batal demi hukum, maka dalam hal ini aka nada kerugian bagi Pembeli ?
Sudah tentu pencantuman klausula sapujagat tersebut tidak dilarang
selama-sepanjang para pihak menginginkannya dan tidak saling merugikan,
dan juga tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, serta
norma-norma yang hidup dalam masyarakat, tapi dalam hal ini Notaris juga
harus menyampaikan nilai-nilai keadilan untuk para pihak yang secara
maknawi bisa dicantumkan dalam akta yang bersangkutan.
16. PRINSIP RESERVATOAR UNTUK NOTARIS.
Reservatoar secara etimologis berarti Penyimpanan. Misalnya sering disebut
Reservatoar Air, berupa (dalambentuk) bendungan yang terjadi secara alamiah
atau karena sengaja dibuat, yang suatu saat jika diperlukan Reservatoar Air
tersebut akan dipergunakan.
Apakah dalam dunia Notaris mengenal prinsip Hukum Kenotariatan berupa
Reservatoar ? Jika kita membaca UUJN/UUJN-P adan Penjelasannya tidak
mengenal hal tersebut. Bahkan dalam buku-buku Kenotariatan tidak akan
ditemukan. Tapi dalam hal ini bisa dilakukan secara “radikal” yaitu mencari
13
dan menentukan suatu prinsip sampai ke akar-akarnya (radix). Jika setuju,
berarti termask “Notaris Radikal”.
Bagaimana penerapan Prinsip Reservatoar tersebut oleh Notaris ?
Pasal 38 ayat (3) huruf c UUJN – P menegaskan bahwa Isi Akta merupakan
kehendak para pihak, tanpa adanya permintaan dari para pihak (para
penghadap) maka Notaris tidak bisa membuat akta apapun. Sehingga
kalaupun Notaris memberikan saran terhadap Isi Akta tersebut, tetap harus
dikategorikan sebagai kehendak para pihak, bukan kehendak Notaris.
Ketika para penghadap meminta kepada Notaris untuk membuat akta yang
dimaksud, sudah tentu Notaris akan meminta keterangan yang diperlukan
dan dokumen-dokumen/data-data fisik yang diperlukan. Jika semuanya
benar maka Notaris akan mempercayainya yang kemudian dituangkan ke
dalam akta. Jika ternyata ada para pihak (para penghadap) atau pihak lain
yang tidak ada hubungan secara langsung mempermasalahkan akta tersebut,
misalnya Notaris digugat (turut tergugat) atau Notaris dilaporkan ke
kepolisian, dan Notaris berada pada posisi yang sangat dirugikan. Bukankah
dalam hal ini Notaris membuat akta atas permintaan para pihak/penghadap
dan berdasarkan keterangan serta data/dokumen dari para penghadap ? Jika
terjadi seperti itu apa yang harus dilakukan oleh Notaris ?
Kejadian lainnya, ketika para penghadap “mengingkari tidak pernah
menghadap” atau “mengingkari tandatangganya yang ada dalam Minuta” atau
“mengingkari akta tidak ditandatangani di hadapan Notaris” atau
pengingkaran lainnya yang menyebabkan Notaris digugat secara perdata atau
dilaporkan ke kepolisian. Bukankah dalam hal ini Notaris membuat akta atas
permintaan para pihak/penghadap dan berdasarkan keterangan serta
data/dokumen dari para penghadap ? Jika terjadi seperti itu apa yang harus
dilakukan oleh Notaris ?
Jika Notaris mengalami kejadian seperti tersebut di atas, maka Notaris harus
menggunakan Prinsip Reservatoar, yaitu jika Notaris digugat (atau sebagai
tergugat/turut tergugat) lakukan gugat balik (Rekonvensi) atau jika
dilaporkan ke kepolisian, lakukan lapor balik.
Jadi Reservatoar ini merupakan prinsip yang disimpan oleh Notaris yang akan
dipergunakan, jika Notaris mengalami kejadian seperti tersebut di atas.
Prinsip Reservatoar ini jarang dipergunakan oleh Notaris, bahkan disimpan
saja sesuai namanya “Penyimpanan”, padahal seharusnya bisa diprgunakan.
Dalam penggunaannya Notaris harus punya keyakinan hukum, yaitu gugatan
rekonvesinya bisa dibuktikan dan laporan baliknya juga bisa dibuktikan.
Prinsip Reservatoar tersebut telah ada dan melekat pada jabatan Notaris sejak
Notaris disumpah sebagai Notaris. Selama ini jika Notaris “diperlakukan”
dengan kejadian tersebut di atas, Notaris selalu “defensive”, tapi dengan
menerapakan prinsip Reservatoar, Notaris harus menjadi “aktif” untuk
membela harkat dan martabat jabatannya.
--------------------

More Related Content

What's hot

hukum tata ruang
hukum tata ruanghukum tata ruang
hukum tata ruanggege52
 
Contoh kasus hukum perdata internasional
Contoh kasus hukum perdata internasionalContoh kasus hukum perdata internasional
Contoh kasus hukum perdata internasionalEvirna Evirna
 
Sistem hukum
Sistem hukumSistem hukum
Sistem hukumdimahana
 
Asas Hukum Pidana
Asas Hukum PidanaAsas Hukum Pidana
Asas Hukum PidanaNakano
 
Dasar hukum agraria
Dasar hukum agrariaDasar hukum agraria
Dasar hukum agrariayoko14
 
P P Hukum Perdata Internasional U I B 08 2
P P  Hukum  Perdata  Internasional  U I B 08 2P P  Hukum  Perdata  Internasional  U I B 08 2
P P Hukum Perdata Internasional U I B 08 2daron malakiano
 
Makalah benda berwujud dan tidak berwujud
Makalah benda berwujud dan tidak berwujud Makalah benda berwujud dan tidak berwujud
Makalah benda berwujud dan tidak berwujud Yeepe
 
Penegakan Hukum dan Penemuan Hukum by I Gede Auditta
Penegakan Hukum dan Penemuan Hukum by I Gede AudittaPenegakan Hukum dan Penemuan Hukum by I Gede Auditta
Penegakan Hukum dan Penemuan Hukum by I Gede AudittaI Gede Auditta
 
Materi pengadaan tanah
Materi pengadaan tanahMateri pengadaan tanah
Materi pengadaan tanahAkram Naufal
 
Organisasi Administrasi Negara
Organisasi Administrasi NegaraOrganisasi Administrasi Negara
Organisasi Administrasi NegaraSiti Sahati
 
Natal kristiono mata kuliah hukum adat pengantar dan sejarah hukum adat
Natal kristiono mata kuliah hukum adat  pengantar dan sejarah hukum   adatNatal kristiono mata kuliah hukum adat  pengantar dan sejarah hukum   adat
Natal kristiono mata kuliah hukum adat pengantar dan sejarah hukum adatnatal kristiono
 
Hukum adat kekeluargaan
Hukum adat kekeluargaanHukum adat kekeluargaan
Hukum adat kekeluargaanFerri Lee
 

What's hot (20)

Hukum Pemerintah Daerah
Hukum Pemerintah DaerahHukum Pemerintah Daerah
Hukum Pemerintah Daerah
 
hukum tata ruang
hukum tata ruanghukum tata ruang
hukum tata ruang
 
Contoh kasus hukum perdata internasional
Contoh kasus hukum perdata internasionalContoh kasus hukum perdata internasional
Contoh kasus hukum perdata internasional
 
Sistem hukum
Sistem hukumSistem hukum
Sistem hukum
 
Asas Hukum Pidana
Asas Hukum PidanaAsas Hukum Pidana
Asas Hukum Pidana
 
Dasar hukum agraria
Dasar hukum agrariaDasar hukum agraria
Dasar hukum agraria
 
Hukum agraria nasional pert ke 2
Hukum agraria nasional pert ke 2Hukum agraria nasional pert ke 2
Hukum agraria nasional pert ke 2
 
P P Hukum Perdata Internasional U I B 08 2
P P  Hukum  Perdata  Internasional  U I B 08 2P P  Hukum  Perdata  Internasional  U I B 08 2
P P Hukum Perdata Internasional U I B 08 2
 
Pendaftaran tanah
Pendaftaran tanahPendaftaran tanah
Pendaftaran tanah
 
Makalah benda berwujud dan tidak berwujud
Makalah benda berwujud dan tidak berwujud Makalah benda berwujud dan tidak berwujud
Makalah benda berwujud dan tidak berwujud
 
Penegakan Hukum dan Penemuan Hukum by I Gede Auditta
Penegakan Hukum dan Penemuan Hukum by I Gede AudittaPenegakan Hukum dan Penemuan Hukum by I Gede Auditta
Penegakan Hukum dan Penemuan Hukum by I Gede Auditta
 
HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARAHUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
 
Macam Macam Delik
Macam Macam DelikMacam Macam Delik
Macam Macam Delik
 
Materi pengadaan tanah
Materi pengadaan tanahMateri pengadaan tanah
Materi pengadaan tanah
 
Sistem Ketatanegaraan
Sistem KetatanegaraanSistem Ketatanegaraan
Sistem Ketatanegaraan
 
Organisasi Administrasi Negara
Organisasi Administrasi NegaraOrganisasi Administrasi Negara
Organisasi Administrasi Negara
 
Legal drafting
Legal draftingLegal drafting
Legal drafting
 
Pertanyaan dan Jawaban seputar Hukum Perdata
Pertanyaan dan Jawaban seputar Hukum Perdata Pertanyaan dan Jawaban seputar Hukum Perdata
Pertanyaan dan Jawaban seputar Hukum Perdata
 
Natal kristiono mata kuliah hukum adat pengantar dan sejarah hukum adat
Natal kristiono mata kuliah hukum adat  pengantar dan sejarah hukum   adatNatal kristiono mata kuliah hukum adat  pengantar dan sejarah hukum   adat
Natal kristiono mata kuliah hukum adat pengantar dan sejarah hukum adat
 
Hukum adat kekeluargaan
Hukum adat kekeluargaanHukum adat kekeluargaan
Hukum adat kekeluargaan
 

Similar to 08 - DISKUMNOT.pdf

TEKNIK PEMBUATAN AKTA FAKULTAS HUKUM.pptx
TEKNIK PEMBUATAN AKTA FAKULTAS HUKUM.pptxTEKNIK PEMBUATAN AKTA FAKULTAS HUKUM.pptx
TEKNIK PEMBUATAN AKTA FAKULTAS HUKUM.pptxmarianomic312
 
Uu nomor-2-tahun-2014-ttg-perubahan-uu-no-30-tahun-2004-ttg-jabatan-notaris
Uu nomor-2-tahun-2014-ttg-perubahan-uu-no-30-tahun-2004-ttg-jabatan-notarisUu nomor-2-tahun-2014-ttg-perubahan-uu-no-30-tahun-2004-ttg-jabatan-notaris
Uu nomor-2-tahun-2014-ttg-perubahan-uu-no-30-tahun-2004-ttg-jabatan-notariswanmarsella
 
UU Nomor 2 Tahun 2014
UU Nomor 2 Tahun 2014UU Nomor 2 Tahun 2014
UU Nomor 2 Tahun 2014Parja Negara
 
Bea Materai
Bea MateraiBea Materai
Bea MateraiBbe Mee
 
Kebatalan dan degradasi akta notaris
Kebatalan dan degradasi akta notarisKebatalan dan degradasi akta notaris
Kebatalan dan degradasi akta notarisManunggal Amethyst
 
15-Teknik Pembuatan Akta Kontrak (kontrak outentik).ppt
15-Teknik Pembuatan Akta Kontrak  (kontrak outentik).ppt15-Teknik Pembuatan Akta Kontrak  (kontrak outentik).ppt
15-Teknik Pembuatan Akta Kontrak (kontrak outentik).pptYyny123
 
Dasar Hukum Pengurusan SKDP Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan di Indon...
Dasar Hukum Pengurusan SKDP Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan di Indon...Dasar Hukum Pengurusan SKDP Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan di Indon...
Dasar Hukum Pengurusan SKDP Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan di Indon...riko apriadi
 
Lk ba dan administrasi pelaporan
Lk ba dan administrasi pelaporanLk ba dan administrasi pelaporan
Lk ba dan administrasi pelaporanSudirman Sultan
 

Similar to 08 - DISKUMNOT.pdf (12)

TEKNIK PEMBUATAN AKTA FAKULTAS HUKUM.pptx
TEKNIK PEMBUATAN AKTA FAKULTAS HUKUM.pptxTEKNIK PEMBUATAN AKTA FAKULTAS HUKUM.pptx
TEKNIK PEMBUATAN AKTA FAKULTAS HUKUM.pptx
 
Uu nomor-2-tahun-2014-ttg-perubahan-uu-no-30-tahun-2004-ttg-jabatan-notaris
Uu nomor-2-tahun-2014-ttg-perubahan-uu-no-30-tahun-2004-ttg-jabatan-notarisUu nomor-2-tahun-2014-ttg-perubahan-uu-no-30-tahun-2004-ttg-jabatan-notaris
Uu nomor-2-tahun-2014-ttg-perubahan-uu-no-30-tahun-2004-ttg-jabatan-notaris
 
UU Nomor 2 Tahun 2014
UU Nomor 2 Tahun 2014UU Nomor 2 Tahun 2014
UU Nomor 2 Tahun 2014
 
Bea Materai
Bea MateraiBea Materai
Bea Materai
 
Kebatalan dan degradasi akta notaris
Kebatalan dan degradasi akta notarisKebatalan dan degradasi akta notaris
Kebatalan dan degradasi akta notaris
 
UNDANG-UNDANG HUKUM DAGANG
UNDANG-UNDANG HUKUM DAGANGUNDANG-UNDANG HUKUM DAGANG
UNDANG-UNDANG HUKUM DAGANG
 
15-Teknik Pembuatan Akta Kontrak (kontrak outentik).ppt
15-Teknik Pembuatan Akta Kontrak  (kontrak outentik).ppt15-Teknik Pembuatan Akta Kontrak  (kontrak outentik).ppt
15-Teknik Pembuatan Akta Kontrak (kontrak outentik).ppt
 
Dasar Hukum Pengurusan SKDP Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan di Indon...
Dasar Hukum Pengurusan SKDP Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan di Indon...Dasar Hukum Pengurusan SKDP Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan di Indon...
Dasar Hukum Pengurusan SKDP Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan di Indon...
 
Kuh+dagang
Kuh+dagangKuh+dagang
Kuh+dagang
 
Lk ba dan administrasi pelaporan
Lk ba dan administrasi pelaporanLk ba dan administrasi pelaporan
Lk ba dan administrasi pelaporan
 
Kup penyidikan
Kup penyidikanKup penyidikan
Kup penyidikan
 
Pkol wv k_23_1847 (kuhd)
Pkol wv k_23_1847 (kuhd)Pkol wv k_23_1847 (kuhd)
Pkol wv k_23_1847 (kuhd)
 

Recently uploaded

Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptxSistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptxFucekBoy5
 
file power point Hukum acara PERDATA.pdf
file power point Hukum acara PERDATA.pdffile power point Hukum acara PERDATA.pdf
file power point Hukum acara PERDATA.pdfAgungIstri3
 
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptxYudisHaqqiPrasetya
 
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptxPengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptxEkoPriadi3
 
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptxBPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptxendang nainggolan
 
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptx
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptxMAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptx
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptxadesofyanelabqory
 
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanSosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanIqbaalKamalludin1
 
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaLuqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaIndra Wardhana
 
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptxKel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptxFeniannisa
 
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.pptEtika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.pptAlMaliki1
 
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxKelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxbinsar17
 
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptpembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptJhonatanMuram
 

Recently uploaded (12)

Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptxSistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
 
file power point Hukum acara PERDATA.pdf
file power point Hukum acara PERDATA.pdffile power point Hukum acara PERDATA.pdf
file power point Hukum acara PERDATA.pdf
 
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
 
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptxPengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
 
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptxBPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
 
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptx
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptxMAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptx
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptx
 
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanSosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
 
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaLuqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
 
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptxKel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
 
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.pptEtika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
 
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxKelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
 
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptpembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
 

08 - DISKUMNOT.pdf

  • 1. HBA HABIB ADJIE Alam Galaxy - Ravenala Gallery, Jalan Alam Sambi Asri Barat 1/2 - Blok D2-A7, Kelurahan/Kecamatan Sambikerep – 60217, Kota Surabaya – Jawa Timur. 031 – 7425466, 08121652894, 08113337243. e-mail : adjieku61@gmail.com BAHAN DISKUMNOT (DISKUSI HUKUM KENOTARIATAN) : HARMONISASI DAN SINKRONISASI AKTA DENGAN FAKTA/REALITA Habib Adjie (Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Narotama (Unnar) Surabaya) e-mail : adjieku61@gmail.com 1. BATASAN MULAI MENENTUKAN USIA MENGHADAP NOTARIS = 18 TAHUN. Pasal 39 ayat (2) UUJN – P menegaskan bahwa Penghadap harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2 (dua) orang saksi pengenal yang berumur paling rendah 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2 (dua) penghadap lainnya. Umur/usia menghadap Notaris Akta mulai dari 18 tahun. Kapan mulai menghitung telah 18 tahun tersebut. Jika hari ini ada yang datang ingin membuat akta, kemudian dilihat KTP (Kartu Tanda Penduduk)nya dilahirkan pada tanggal 1 Januari 2002, apakah hari ini (misalnya 10 Desember 2019) yang bersangkutan telah berusia 18 tahun ? Jika dilihat tahun sekarang (2019) seakan-akan sudah berusia 18 tahun, tapi sebenarnya telah berusia 17 tahun, 11 bulan, 10 hari, apakah hal ini bisa dikategorikan telah berusia 18 tahun ? Hal ini bisa dikategorikan belum 18 tahun (tapi menuju ke 18 tahun). Dalam kejadian tersebut di atas yang disebut 18 tahun yaitu pada tanggal 1 Januari 2020, artinya telah lewat dari tanggal 31 Desember 2019, jadi mulai tanggal 1 Desember 2020 mulai berusia 18 tahun. Konsep 1 (satu) tahun yaitu 365 hari, 12 bulan (Masehi). Jadi dalam hal ini konsep untuk menghitung usia 18 tahun, apakah mulai berada dalam usia 17 tahun lebih (dalam keadaan menuju 18 tahun), atau apakah berada dalam keadaan usia 18 tahun (dalam keadaan menuju 19 tahun) ? Contoh konkritnya : (A) Penghadap lahir 1 Januari 2002, menghadap hari ini (10 Desember 2019) jika dihitung usianya yaitu 17 tahun, 11 bulan 10 hari (belum genap 18 tahun). (b) Penghadap lahir 1 Januari 2002, menghadap tanggal 10 Desember 2020), jika dihitung usianya yaitu 18 tahun, 11 bulan 10 hari (telah genap 18 tahun) - ) dalam hal ini menghitung usia 18 tahun mulai tanggal 1 Januari 2020).
  • 2. 1 Jadi konsep menghitung usia 18 tahun oleh para Notaris yang (A) atau (B) ? Mungkin jika menggunakan Konsep (A) bisa dikualifikasikan perbuatan/tindakkan yang disebutkan dalam akta, dapat dibatalkan karena belum dewasa (18 tahun). 2. APAKAH NOTARIS PENGGANTI MELANJUTKAN NOMOR AKTA NOTARIS, WAARMERKING DAN LEGALISASI ATAU MEMBUAT NOMOR TERSENDIRI UNTUK AKTA NOTARIS, WAARMERKING DAN LEGALISASI ? Pasal 1 angka 3 UUJN – P menyebutkan bahwa Notaris Pengganti adalah seorang yang untuk sementara diangkat sebagai Notaris untuk menggantikan Notaris yang sedang cuti, sakit, atau untuk sementara berhalangan menjalankan jabatannya sebagai Notaris. Dalam kaitan ini menjadi pertanyaan, kenapa jika Notaris cuti, sakit atau untuk sementara berhalangan menjalankan jabatannya sebagai Notaris harus ada Notaris Pengganti ? Hal ini berkaitan dengan konsep bahwa Notaris sebagai sebuah Jabatan harus ada kesinambungan dan tidak boleh ada kekosongan dalam pelaksanaan tugas jabatan Notaris. Pelaksanaan tugas jabatan yang dilakukan oleh Notaris Pengganti sama dengan Notaris yang digantikannya, termasuk kewenangan dan kewajibannya seperti tersebut dalam Pasal 33 ayat ( 2) UUJN – P, yaitu : Ketentuan yang berlaku bagi Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 17 berlaku bagi Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris, kecuali Undang-Undang ini menentukan lain. Dalam Pasal 38 ayat (5) UUJN – P bahwa Akta Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris, selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), juga memuat nomor dan tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabat yang mengangkatnya. Pasal 57 UUJN : Grosse Akta, Salinan Akta, Kutipan Akta Notaris, atau pengesahan surat di bawah tangan yang dilekatkan pada akta yang disimpan dalam Protokol Notaris, hanya dapat dikeluarkan oleh Notaris yang membuatnya, Notaris Pengganti, atau pemegang Protokol Notaris yang sah. Pasal 60 : UUJN - P (1) Akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris Pengganti dicatat dalam daftar akta. (2) Surat di bawah tangan yang disahkan dan surat di bawah tangan yang dibukukan, dicatat dalam daftar surat di bawah tangan yang disahkan dan daftar surat di bawah tangan yang dibukukan. Pasal 65 UUJN – P : Notaris, Notaris Pengganti, dan Pejabat Sementara Notaris bertanggung jawab atas setiap akta yang dibuatnya meskipun Protokol Notaris telah diserahkan atau dipindahkan kepada pihak penyimpan Protokol Notaris. Pasal 67 ayat (6) UUJN – P : Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berlaku bagi Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris.
  • 3. 2 Berdasarkan substansi beberapa pasal tersebut di atas bisa ditegaskan bahwa semua tugas, kewenangan, kewajiban dan sanksi terhadap Notaris berlaku pula untuk Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris. Notaris sebagai sebuah jabatan yang berkesinambungan maka khususnya untuk Notaris Pengganti wajib melanjutkan nomor akta Notaris, Waarmerking dan Legalisasi dari notaris yang digantikannya ke dalam daftar yang bersangkutan, artinya Notaris Pengganti tidak membuat nomor akta, Waarmerking dan Legalisasi dan buku tersendiri tapi melanjutkan dari Notaris yang digantikannya, yang nanti jika masa jabatan Notaris Pengganti selesai akan diserahkan kembali kepada Notaris yang digantikannya tersebut dengan membuat Berita Acara Serah Terima Protokol dari Notaris Pengganti kepada Notaris yang digantikannya. 3. APAKAH BOLEH PENOMORAN BULANAN AKTA NOTARIS DITAMBAH HURUF ? Pasal 38 ayat (2) huruf b UUJN - P mewajibkan tiap akta diberi nomor. Nomor akta ini dilakukan setiap bulan, artinya dimulai dari nomor satu, dan awal bulan berikutnya selalu dimulai darinomor satu lagi. Fungsi nomor disamping untuk mengetahui jumlah akta setiap bulan, juga sebagai bukti bahwa akta yang bersangkutan telah dicatat dalam buku catatan/daftar akta (repertorium). Nomor akta Notaris biasanya dibuat 1 digit, misalnya Nomor : 1, atau 2 digit, misalnya Nomor : 01, atau 3 digit, misalnya Nomor : 001. Pasal 38 UUJN tersebut tidak membakukan nomor akta bulanan tersebut, tapi hal tersebut hukum kebiasaan saja. Tapi dalam hal ini apakah boleh nomor akta Notaris ditambah huruf, misalnya 1 A, 1 B, 1 C ? Memang tidak ada larangan untuk dilakukan, tapi nomor akta (angka) ditambah akta tersebut bukan kesengajaan, tapi ada alasannya, seperti lupa mencatat, misalnya pada hari yang sama ada beberapa akta dibuat, dan semuanya telah diberi nomor, ternyata ada yang terlewat satu atau dua akta, maka diberi nomor angka dan huruf. Misalnya hari ini buat 6 akta yang tindakkan hukumnya berurutan, misalnya sudah diberi nomor : 5, 6, 7, 8 dan 9, yang seharusnya ada 6 nomor, tapi hanya dibuat lima nomor yang harus ada akta yang ditempatkan pada nomor 6, maka dibuatlah nomor 6 A. Yang tidak boleh atau tidak perlu dilakukan yaitu untuk bulan yang bersangkutan Notaris sudah mencatat semua akta yang dibuatnya dan sudah ditutup, tapi belum dimasukkan ke dalam repertorium, tapi tiba-tiba bulan depan ada yang menghadap minta dibuatkan akta pada tanggal/hari/bulan yang telah berlalu, karena dengan alasan tertentu Notaris menyisipkan nomor akta bulan tersebut dengan nomor angka dan huruf. Sudah tentu yang seperti ini pelanggaran, karena tidak menghadap pada hari dan tanggal yang sebenarnya serta secara administrasi kenotariatan tidak beres. 4. UKURAN HURUF, JENIS UNTUK/DALAM AKTA NOTARIS. Ketika belum diciptakan mesin ketik, pembuatan akta Notaris dilakukan dengan ditulis tangan oleh Notaris, kemudian diciptakan mesin (manual) yang tidak memungkin untuk menuliskan keragaman ukuran tulisan dalam akta. Ketika komputer diciptakan (antara lain untuk fungsi pengetikan) maka terbuka berbagai variasi dan ukuran huruf, bahkan bisa berwarna.
  • 4. 3 Pertanyaanya apakah boleh akta Notaris diketik dengan ukuran dan jenis huruf yang berbeda ? Misalnya judul akta menggunakan huruf Arial Black ukuran font 16, nama Notaris pada awal akta huruf Arial Black ukuran font 18, dan untuk yang lainnya ukuran normal (font 12), kemudian dibuat variasi lain ada memakai huruf yang berwarna. Jika memakai huruf yang berwarna akan menjadi tidak jelas jika difotocopy hitam - putih (kecuali fotocopynya berwarna juga), bahkan jika akan disesuaikan antara asli dengan fotocopynya bisa jadi tidak cocok, karena salinan berwarna, sedangkan fotocopynya hitam-putih. Untuk ukuran huruf dan jenis huruf (diketik dengan warna hitam) bisa saja disesuaikan dengan ukuran yang wajar untuk akta Notaris, artinya bisa dibaca secara jelas dan secara estetika ada nilai keserasian. 5. DALAM PEMBERKASAN : APAKAH MINUTA BISA DIGABUNG DENGAN WARKAH (DOKUMEN PENDUKUNG AKTA) ATAU HARUS DIPISAH ? Pasal 16 ayat (1) huruf g UUJN menyebutkan bahwa Kewajiban Notaris yaitu menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah Akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku; Dalam pasal tersebut tidak mengatur mengenai penyimpanan Warkah (dokumen pendukung akta), apakah dipisah (Minuta dibundel tersendiri) dan (Warkah/dokumen pendukung akta dibundel tersendiri ataukan Minuta dan Warka digabung. Kedua cara tersebut boleh dilakukan, tergantung pada kemudahan dan kepraktisan saja. Misalnya jika dipisah jika ingin melihat Minuta maka Warkah pendukung harus dicari, tapi jika Minuta dan Warkah digabung bisa sekaligus diperlihatkan. 6. APA SAJA KEWAJIBAN NOTARIS PEMEGANG PROTOKOL ? Ketika Notaris mengajukan pengangkatan sebagai Notaris, selalu dimintakan pernyataan untuk bersedia menerima protokol Notaris lain (yang pindah tempat kedudukan atau yang pensiun atau yang diberhentikan atau meninggal dunia dalam masa jabatannya – sesuai ketentuan Pasal 62 UUJN). Hal ini sudah menjadi kewajiban hukum untuk menerimanya. Lembaga notaris agar dapat berjalan, maka harus ada pejabat yang dapat menjalankannya, sehingga untuk menjalankan jabatan notaris diangkat mereka yang memenuhi syarat tertentu. Mereka (subjek hukum atau orang) yang diangkat sebagai notaris merupakan personifikasi dari lembaga notaris. Pengertian jabatan harus berlangsung terus-menerus (berkesinambungan) dapat diberlakukan pada notaris, meskipun seseorang sudah pensiun dari jabatannya sebagai notaris, atau dengan berhentinya seseorang sebagai notaris maka berhenti pula kedudukannya sebagai notaris, sedangkan notaris sebagai jabatan akan tetap ada dan akta-akta yang dibuat di hadapan atau oleh notaris yang sudah pensiun tersebut akan tetap diakui dan akan
  • 5. 4 disimpan (sebagai suatu kesinambungan) oleh notaris pemegang protokolnya. Produk dari jabatan notaris (antara lain) berupa akta. ketika seorang notaris pensiun atau berhenti dari jabatannya sebagai notaris, maka akta notaris tersebut harus dipegang atau disimpan oleh notaris lainnya sebagai pemegang protokol notaris, dan notaris pemegang protokol notaris tersebut tidak dapat melakukan tindakan apapun, seperti merubah isi akta, tapi yang dapat dilakukan oleh notaris pemegang protokol yaitu merawat dan mengeluarkan salinan atas permintaan para pihak yang namanya tersebut dalam akta atau para ahli warisnya, sehingga kesinambungannya dalam penyimpanan protokol notaris bukan dalam kesinambungan pelaksanaan jabatan oleh pejabat, tapi kesinambungan jabatan notaris. dengan demikian akta notaris mempunyai umur yuridis, yaitu tetap berlaku dan mengikat para pihak yang namanya tercantum dalam akta tersebut, meskipun notaris yang bersangkutan sudah berhenti menjalankan tugas jabatannya sebagai notaris. mereka yang melaksanakan tugas jabatan notaris dibatasi oleh umur biologis. umur yuridis akta notaris bisa sepanjang masa – sepanjang aturan hukum yang mengatur jabatan notaris tetap ada, dibandingkan dengan umur biologis notaris sendiri yang akan berakhir karena notaris meninggal dunia. Pasal 62 UUJN : Penyerahan Protokol Notaris dilakukan dalam hal Notaris: a. meninggal dunia; b. telah berakhir masa jabatannya; c. minta sendiri; d. tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas jabatan sebagai Notaris secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun; e. diangkat menjadi pejabat negara; f. pindah wilayah jabatan; g. diberhentikan sementara; atau h. diberhentikan dengan tidak hormat. Penjelasan Pasal 62 UUJN: Protokol Notaris terdiri atas: a. minuta akta; b. buku daftar akta repertorium; c. buku daftar akta dibawah tangan yang penandatanganannya dilakukan dihadapan Notaris atau akta dibawah tangan yang didaftar; d. buku daftar nama penghadap atau klapper; e. buku daftar protes; f. buku daftar wasiat; dan g. buku daftar lain yang harus disimpan oleh Notaris berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sehingga Kewajiban Notaris Pemegang Protokol sebagai berikut : A. Memberikan Salinan/Kutipan/Grosse Ketika Ada yang Memintanya Sesuai Ketentuan Pasal 54 UUJN-P (1) Notaris hanya dapat memberikan, memperlihatkan, atau memberitahukan isi Akta, Grosse Akta, Salinan Akta atau Kutipan Akta, kepada orang yang berkepentingan langsung pada Akta, ahli waris, atau orang yang memperoleh hak, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. (2) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai sanksi berupa: a. peringatan tertulis; b. pemberhentian sementara; c. pemberhentian dengan hormat; atau
  • 6. 5 d. pemberhentian dengan tidak hormat. B. Menyimpan dan merawatnya pada tempat yang layak C. Datang dan menghadapinya jika ada gugatan (perdata atau pidana) terhadap Notaris yang membuatnya, yang ditujukan kepada Notaris Pemegang Protokolnya dengan seizin Majelis Kehormatan Notaris (MKN) untuk memperlihatkan bundel minuta akta tersebut. Kalaupun datang tanpa izin (atas keinginan sendiri) maka menjadi tanggungjawab Notaris yang bersangkutan. Jangan lupa, Notaris pemegang protokol yang mengeluarkan Salinannya, berhak untuk meminta honorarium dari mereka yang tersebut dalam Pasal 54 UUJN – P jika meminta Salinan atau Kutipannya. 7. JIKA NOTARIS MENERIMA PROTOKOL, DAN KETIKA AKAN MENGELUARKAN MINUTA BELUM LENGKAP TANDATANGAN PARA PENGHADAP DAN SAKSINYA, TINDAKKAN APA YANG HARUS DILAKUKAN NOTARIS ? Dalam praktek ada juga Notaris pemegang Protokol, ketika ada yang meminta salinan dari Protokol Notaris tersebut, ternyata tanda tangan dalam minuta tidak lengkap (baik tanda tanda tangan para penghadap atau saksi atau Notaris) ?. Jika Notaris pemegang protokol menghadapi seperti ini, lebih baik jangan mengeluarkan salinan tersebut. Karena dalam akhir akta selalu disebutkan “Minuta akta ini telah lengkap ditandatangani oleh para penghadap” tapi sebenarnya pada Minutanya belum lengkap/tidak lengkap tanda para penghadapnya (atau juga saksinya bahkan Notarisnya), jika Notaris mengeluarkannya maka menjadi tanggungjawab Notaris yang membuat salinan dari Protokol Notaris yang tandatangan dalam Minutanya belum lengkap/tidak lengkap. Jika Notaris menghadapi permasalahan seperti ini tidak perlu mengeluarkan salinannya atas permintaan siapapun, tapi Notaris membuat Surat Keterangan bahwa pada Minuta akta yang diminta salinannya belum lengkap/tidak lengkap ditandatantangani oleh para penghadap. Jika pemegang salinan tersebut tetap memaksa meminta salinan sekarang dari Notaris pemegang protokol padahal Minutanya tidak lengkap tanda tangannya, lebih baik disarankan kepada yang bersangkutan untuk mengajukan permohonan Penetapan ke pengadilan negeri. agar salinan tersebut ditetapkan kebenarannya oleh para pihak sendiri di hadapan sidang pengadilan negeri. Jika Notaris pemegang Protokol yang dalam Minutanya ternyata hanya ada tanda tangan para penghadap saja, maka akta seperti ini mempunyai kekuatan pembuktian sebagai tulisan dibawah tangan (lihat Pasal 1869 BW), maka jika para penghadap untuk meminta salinannya, maka Notaris tidak perlu memberikannya (dengan alasan tanda tangan para saksi akta dan Notarisnya tidak ada atau Minuta tersebut tidak ditandatangani oleh para penghadap dan Notaris), tapi Notaris dapat membuat Copy Collationee untuk memenuhi permintaan para penghadap tersebut, sesuai kewenangan Notaris yang tersebut dalam Pasal 15 ayat (1) huruf c UUJN – P, yaitu membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; Disamping memberikan Copy Collationee, Notaris juga bisa memberikan secara tertulis yang isinya memang Minuta aktanya belum ada yang ditanda tangani oleh para pihak.
  • 7. 6 Jika Notaris (pemegang Protokol) memberikan Salinan dari Minuta yang diketahui belum lengkap tandatangannya (para penghadap, para saksi dan Notaris), jika dipersoalkan bisa termasuk kategori Pemalsuan akta. 8. NOTARIS TELAH MENERIMA PROTOKOL DARI NOTARIS LAIN, TAPI TERNYATA BELUM ADA SURAT PENGANGKATAN/PENUNJUKKAN SEBAGAI NOTARIS PEMEGANG PROTOKOL, APAKAH BOLEH UNTUK MENGELUARKAN/MEMBERIKAN SALINANNYA ? Pasal 35 UUJN – P menegaskan bahwa : (1) Apabila Notaris meninggal dunia, suami/istri atau keluarga sedarah dalam garis lurus keturunan semenda sampai derajat kedua wajib memberitahukan kepada Majelis Pengawas Daerah. (2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja. (3) Apabila Notaris meninggal dunia pada saat menjalankan cuti, tugas jabatan Notaris dijalankan oleh Notaris Pengganti sebagai Pejabat Sementara Notaris paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal Notaris meninggal dunia. (4) Pejabat Sementara Notaris menyerahkan Protokol Notaris dari Notaris yang meninggal dunia kepada Majelis Pengawas Daerah paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal Notaris meninggal dunia. (5) Pejabat Sementara Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dapat membuat Akta atas namanya sendiri dan mempunyai Protokol Notaris. Notaris sebagai jabatan harus ada kesinambungan, dalam arti ketika ada Notaris yang berhenti dengan alasan apapun atau cuti, wajib menyerahkan Protokolnya kepada Notaris lain yang sudah disepakti oleh yang bersangkutan (yang menyerahkan dan yang menerima protokol) atau ditunjuk oleh MPD jika yang Notaris yang berhenti atau cuti tidak mengusulkan Notaris Pemegang Protokol atau Notaris Pengganti (untuk Notaris yang cuti). Khusus mengenai Notaris yang yang disebutkan dalam Pasal 35 ayat (1) di atas, maka Notaris yang menerima Protokol tersebut akan bisa memberikan salinan (sesuai ketentuan Pasal 54 UUJN – P) maka wajib terlebih dahulu menerima Surat Keputusan sebagai Notaris Pemegang Protokol dari Kementrian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Tanpa SK yang dimaksud maka Notaris tidak bisa mengeluarkan Salinan tersebut. Bagaimana jika SK tersebut belum turun juga, tapi ada yang meminta Salinan ? Tidak perlu dikabulkan keinginannya sampai SK tersebut turun, sebagai jawaban kirim surat saja kepada pemohon tersebut tidak bisa memberikan Salinan sampai ada SK yang mengangkat/menunjuk dirinya sebagai Notaris pemegang Protokol. 9. JIKA SALINAN DAN MINUTA BERBEDA, MANA YANG HARUS DIANGGAP BENAR ? Berdasarkan Minuta Akta, Notaris bisa memberikan dalam bentuk Salinan atau Kutipan sesuai dengan keinginan para penghadap. Ketika Salinan Akta berbeda dengan Minuta Akta, maka kekuatan pembuktiannya berada pada Minuta Akta. Hal sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1888
  • 8. 7 KUHPerdata sudah memberikan pengaturan mengenai salinan/fotocopy dari sebuah surat/dokumen, yaitu Kekuatan pembuktian suatu bukti tulisan adalah pada akta aslinya. Apabila akta yang asli itu ada, maka salinan- salinan serta ikhtisar-ikhtisar hanyalah dapat dipercaya, sekadar salinan- salinan serta ikhtisar-ikhtisar itu sesuai dengan aslinya, yang mana senantiasa dapat diperintahkan mempertunjukkannya. Sehingga ketika Salinan atau Kutipan ada perbedaan dengan Minuta, maka yang benar ada pada aslinya (In Minuta). Salinan atau Kutipan yang berbeda dengan aslinya termasuk pada pemalsuan akta. Jika ada Salinan atau Kutipan berbeda dengan Minuta, maka pada Salinan atau Kutipan tersebut bisa dibuatkan Akta Perbaikan (Rektifikasi) agar disesuaikan dengan Minuta atas permintaan yang meminta Salinan atau Kutipan tersebut. 10. MINUTA AKTA NOTARIS DAN HILANG/RUSAKNYA MINUTA AKTA NOTARIS Dalam Pasal 1 angka 8 UUJN disebutkan bahwa “Minuta akta adalah asli Akta Notaris”. Minuta akta Notaris yang berisi tandatangan penghadap, saksi dan Notaris atau berkas lainnya hilang (bisa hilang di kantor sendiri atau hilang di tempat lain atau lupa menyimpannya atau sekian lama tidak dibundel sehingga hilang) ataupun minuta tersebut terbakar atau dimakan rayap atau terendam banjir atau sudah tidak ada di kantor Notaris lagi. Jika semua yang diuraikan tersebut terjadi, maka yang harus dilakukan oleh Notaris yaitu membuat laporan kehilangan dari pihak yang berwajib (kepolisian) atau membuat laporan yang lain, jika bukan hilang, seperti terbakar atau dimakan rayap atau terkena banjir. Dan semua laporan tersebut akan dilampirkan dalam bundel minuta yang bersangkutan. Dengan ketentuan akta tersebut tercatat dalam Repertorium dan dalam Klaper. Jika pemegang salinan tersebut tetap meminta salinan sekarang (kedua dan seterusnya) dari Notarisnya, lebih baik disarankan kepada yang bersangkutan untuk mengajukan permohonan Penetapan ke pengadilan negeri, agar salinan tersebut ditetapkan kebenarannya oleh para pihak sendiri di hadapan sidang pengadilan negeri. Laporan kehilangan Minuta tersebut jangan sampai disalahgunakan, misalnya Notaris telah mengeluarkan salinan untuk para penghadap, tapi ternyata tanda tangan para penghadap belum lengkap atau sulit untuk dicari/dihubungi atau ada juga penghadap hanya janji saja untuk menghadap, tapi tidak menghadap juga, tapi salinan terlanjur sudah dikeluarkan oleh Notaris. Jika Notaris menghadapi seperti ini, daripada menyimpan Minuta yang tidak ada atau tidak lengkap tandatanganya maka buat saja Laporan Kehilangan Minuta dari pihak yang berwajib dan masukkan ke dalam bundel minuta bukti kehilangan tersebut. Dan sudah tentu Notaris wajib bertanggungjawab atas pembuatan laporan kehilangan tersebut. Tapi hal ini disarankan untuk tidak dilakukan oleh Notaris. Menjadi dilemma ketika kantor Notaris dan Protokolnya serta dokumen- dokumen lainnya habis tersapu banjir atau Tsunami dan tidak tersisa sama sekali. Bagaimana jika ada yang meminta Salinan atau Kutipan ? Jika yang memohon Salinan tersebut masih mempunyai Salinan tapi ingin meminta Salinan lagi yang bermeterai atau salinan yang dipunyainya sudah rusak, tapi
  • 9. 8 ternyata Minutanya tidak ada dengan alasan sebagaimana tersebut di atas, maka pemohon bisa saja meminta Penetapan ke pengadilan negeri agar ditetapkan Salinan tersebut tetap berlaku dan mengikat dan meminta kepada Notaris yang ada di daerah (kota atau kabupaten) tersebut untuk membuat Salinan baru berbahankankan Salinan yang sudah ada tersebut. Tapi jika tidak mempunyai Salinan seperti tersebut di atas, maka sudah tidak bisa dibuat lagi, karena yang akan jadi sumbernya sudah tidak ada lagi. Kejadian seperti itu akan mudah ditentukan untuk diatasi, untuk akta-akta yang terdaftar di Berita Negara Republik Indonesia (BNRI), misalnya perseroan terbatas, yayasan atau perkumpulan. Dengan berbahankan BNRI tersebut maka Notaris yang ditunjuk bisa membuatkan Salinannya atas permohonan yang bersangkutan. Kalaupun semua Minuta dan dan para pihak masih menpunyai Salinannya masih bias ditindaklanjuti dengan cara tersebut di atas, kalaupun semuanya sudah tidak ada lagi, masih bisa meminta keterangan dari Notaris atau Notaris pemegang protokolnya, berupa Keterangan bahwa pernah dibuat akta yang bersangkutan dengan melihat atau berdasarkan Buku Daftar Catatan Akta (Repertorium) dan Klapper (Buka Catatan Nama Penghadap Secata Alfabetis). 11. APAKAH BOLEH AKTA NOTARIS TIDAK DIBACAKAN KEPADA PARA PENGHADAP ? Menurut Pasal 16 UUJN menentukan tentang Kewajiban Notaris. Kewajiban tersebut antara lain membacakan akta di hadapan para penghadap, ditegaskan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m UUJN, bahwa : membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris; Berdasarkan ketentuan tersebut merupakan kewajiban Jabatan Notaris untuk membacakannya kepada para penghadap, jadi apapun alasannya Notaris wajib membacakannya, tidak ada alasan menurut UUJN untuk tidak membacakannya, Bahwa akta Notaris tidak dibacakan, yaitu jika ada yang meminta penghadap sendiri dengan kata lain yaitu para penghadap sendiri yang meminta kepada Notaris, agar Notaris tidak membacakannya dengan alasan mau membaca sendiri, hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 16 ayat (7) UUJN – P yaitu : Pembacaan Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m tidak wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar Akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup Akta serta pada setiap halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap, saksi, dan Notaris. Kesimpulannya bukan Notaris tidak membacakannya, tapi para penghadap membacanya sendiri. Sehingga jika pada akhir akta, bukan dituliskan “…..Notaris tidak membacakan……”, tapi kalimatnya yaitu “……Para Penghadap telah membaca akta ini, atas kehendak Para Penghadap sendiri…”. Dan hal ini harus dicantiumkan pada akhir akta sebagaimana diatur dalam Pasal 38 ayat ( 4) huruf a UUJN – P, yaitu : Akhir atau penutup akta memuat uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal
  • 10. 9 16 ayat (1) huruf m atau Pasal 16 ayat (7); Meskipun para penghadap telah membaca sendiri atas inisiatif dan keinginannya, Notaris tetap mempunyai kewajiban untuk membacakan/menjelaskan bagian tertentu dari akta sebagaimana yang diatur dalam Pasal 16 ayat (8) UUJN – P yaitu : Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dikecualikan terhadap pembacaan kepala Akta, komparisi, penjelasan pokok Akta secara singkat dan jelas, serta penutup Akta. Bahwa yang harus aktif untuk meminta tidak membacakan akta atau membaca sendiri aktanya yaitu para penghadap sendiri, bukan keinginan atau inisiatif Notaris yang meminta atau menawarkan kepada para penghadap. Dan tidak pula Notaris yang menawarkan keapada para penghadap mau dibacakan atau tidak. Jadi pada Notaris tetap ada kewajiban untuk membacakan akta kepada para penghadap. Dan keinginan agar akta tidak dibacakan atau membaca sendiri harus datang aktif dan inisiatif dari para penghadap sendiri. Apakah perlu Notaris membacakan akta satu-persatu kepada para penghadap jika penghadap yang datang seklaligus atau dianggap telah membaca sendiri aktanya, misalnya dalam pemberian KPR (Kredit Pemilikan Rumah)….? Para penghadap yang datang ke hadapan Notaris untuk membuat akta merupakan kepentingan pribadi para penghadap, oleh karena itu kepada Notaris diberikan Kewajiban Ingkar. Ketika Notaris membacakan atau menjelaskan secara masal isi akta tersebut, maka makna Kewajiban Ingkar yang harus dijaga oleh Notaris telah dilanggar oleh Notaris sendiri. Jika Notaris menghadapi yang seperti itu memang sebaiknya dilakukan satu persatu meskipun akan memakan waktu yang lama dan panjang. Dengan menafsirkan ketentuan Pasal 16 ayat (8) UUJN – P yaitu : Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dikecualikan terhadap pembacaan kepala Akta, komparasi, penjelasan pokok Akta secara singkat dan jelas, serta penutup Akta. Maka bisa saja Notaris menjelaskan kepada para penghadap secara masal tersebut secara singkat seperti ketentuan Pasal 16 ayat (8) UUJN – P. Meskipun demikian untuk paraf dan penandatanganan tetap harus dilakukan di hadapan Notaris karena hal ini akan berkaitan dengan waktu (jam/pukul) menghadap. Bagaimana dengan penghadap yang datang (menghadapnya) tidak sama- sama/tidak bersamaan, misalnya satu orang menghadap terlebih dahulu setelah dibacakan tanda tangan terus pulang, kemudian datang satu orang menghadap lagi..? Jika Notaris menghadapi seperti ini sebaiknya jangan dilakukan/diterima. Kecuali diantara penghadap ada kesepakatan untuk melakukan seperti itu, dan waktu (pukul/waktu) menghadap akan dicantumkan (pada awal akta) sesuai kedatangan/menghadap yang terakhir. Bila hal ini dilakukan lebih baik dibuat kesepakatan secara tertulis oleh para penghadap sebagai pegangan untuk Notaris. Meskipun cara seperti ini masih bisa diperdebatkan oleh para Notaris. Dalam praktek ada juga akta Notaris yang penandatangananannya di “Sirkuler”kan oleh Notaris dari tempat satu penghadap ke tempat penghadap yang lainnya. Apakah boleh hal ini dilakukan ?. Saya berpendapat hal ini boleh saja dilakukan, jika hal ini sebelumnya telah disepakati secara tertulis oleh para penghadap bahwa pembacaan dan penandatanganan akan disirkulerkan oleh Notaris sendiri, dan kemudian Notaris membacakannya di
  • 11. 10 tiap penghadap dan selalu didampingi saksi akta serta disepakati pula bahwa akta akan diberi waktu (jam/pukul) sesuai penghadap yang terakhir. Tapi jangan melakukan persirkuleran oleh karyawan Notaris atau oleh para pihak sendiri, karena mereka tidak punya kewenangan untuk membacakan dan menjelaskan aktanya kepada para penghadap, bahkan ada kemungkinan dilakukan pemalsuan tandatangan para penghadap. Meskipun cara seperti pensirkuleran yang dilakukan oleh Notaris sendiri masih bisa diperdebatkan oleh para Notaris. Bahwa permasalahan kenotariatan sekarang ini bukan pada produk akhir dari tugas jabatan Notaris, yaitu Akta, karena Akta harus dilihat apa adanya yang tertulis/tercantum di dalamnya. Tapi yang sering jadi permasalahan yaitu proses/prosedur pembuatan akta tersebut, misalnya pada pada akhir akta disebutkan “……Notaris telah membacakan…” atau pada akhir akta disebutkan “…..di hadiri oleh dua orang saksi….” Atau “Menghadap kepada saya,……”. jika hal tersebut dapat dibuktikan sebaliknya oleh para penghadap, misalnya ternyata Notaris tidak membacakan atau ternyata saksi yang disebutkan pada saat pembacaan tidak ada (tidak hadir saksinya) atau ternyata tidak menghadap atau menghadap tapi tidak sesuai dengan yang disebutkan pada awal akta. Jika ini terbukti maka Notaris wajib bertanggungjawab secara Hukum Perdata (gugatan ganti rugi) dengan mengajukan gugatan secara perdata kepada Notaris. Sanksi Administratif oleh Majelis Pengawas Notaris dan Sanksi Kode Etik Notaris oleh Dewan Kehormatan Notaris. Dan dari Tuhan Yang Maha Tahu. 12. KEPADA SIAPA SAJA NOTARIS BISA MEMBERIKAN SALINAN AKTA ? Pasal 54 UUJN – P menegaskan bahwa : (1) Notaris hanya dapat memberikan, memperlihatkan, atau memberitahukan isi Akta, Grosse Akta, Salinan Akta atau Kutipan Akta, kepada orang yang berkepentingan langsung pada Akta, ahli waris, atau orang yang memperoleh hak, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. (2) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai sanksi berupa: a. peringatan tertulis; b. pemberhentian sementara; c. pemberhentian dengan hormat; atau d. pemberhentian dengan tidak hormat. Berdasarkan Pasal 54 ayat (1) UUJN-P disebutkan hanya Notaris yang dapat dapat memberikan, memperlihatkan, atau memberitahukan isi Akta, Grosse Akta, Salinan Akta atau Kutipan Akta, kepada orang yang berkepentingan langsung pada Akta, ahli waris, atau orang yang memperoleh hak, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, bagaimana dengan Notaris Pengganti dan Notaris Pemegang Protokol dalam Pasal 54 UUJN – P tidak disebutkan ? Pasal 54 ayat (1) UUJN – P harusnya secara implisit berlaku pula untuk Notaris Pengganti dan Notaris Pemegang Protokol. Kalau tidak ditafsirkan seperti itu akan kesulitan bagi Notaris Pengganti dan Notaris Pemegang Protokol mengeluarkan salinan dari minuta jika ada yang meminta.
  • 12. 11 Notaris, Notaris Pengganti dan Notaris Pemegang Protokol dapat memberikan memberitahukan isi Akta, Grosse Akta, Salinan Akta atau Kutipan Akta kepada : a. kepada orang yang berkepentingan langsung pada Akta, b. ahli waris, atau c. orang yang memperoleh hak, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. Bahwa orang yang berkepentingan langsung dengan akta sudah tentu mereka yang mengahadap Notaris dan namanya sebagai penghadap tersebut dalam akta. Ahli waris adalah mereka sebagai ahli waris dari para penghadp menurut hukum, dan orang yang memperoleh hak seperti yang wasiat yang dibuat oleh para penghadap. Dalam praktek Notaris terkadang ketiga syarat tersebut tidak dipenuhi, tapi meminta Salinan, misalnya demi kepentingan Penyelidikan atau Penyidikan meminta salinan, apakah harus langsung diberikan ? Jika terjadi seperti itu, Notaris tidak bisa memberikannya, lebih baik Penyidik kirim surat ke Majelis Kehormatan Wilayah (MKNW) untuk meminta izin terlebih dahulu, berdasarkan izin dari MKNW Notaris dapat memberikannya. Kalau Notaris, Notaris Pengganti dan Notaris Pemegang Protokol tanpa ada prosedur tersebut di atas untuk maka akan dikenakan sanksi sebagaimana disebutkan dalam ayat 2 pasal tersebut. 13. PEMBACAAN AKTA DIBANTU AHLI BAHASA ISYARAT. Mereka yang tuna rungu (tuli dan bisu) tidak kehilangan hak perdatanya. Jika mereka menghadap dan membua takta apakah perlu memakai Pengampuan ? Menurut saya tidak perlu, jika yang bersangkutan masih bisa melihat dan bisa membaca dan bisa diajak berkomunikasi dengan bahasa isyarat. Sehingga jika yang bersangkutan menghadap Notaris dan membuat akta, ketika Notaris menjelaskan atau membacakan akta tersebut, Notaris wajib minta bantuan kepada ahli bahasa isyarat untuk tuna rungu yang tersumpah. Ahli bahasa tersebut duduk dekat Notaris, Notaris membacakan pada saat itu juga langsung diterjemahkan. Setelah setelah dibacakan agar yakin, Notaris dapat meminta juga kepada penghadap untuk membaca sendiri. Pada akhir akta wajib disebutkan bahwa, Penghadap dalam keadaan tuna rungu, sehingga dalam pembacaan akta dibantu oleh penterjemah bahasa isyarat tersumpah. 14. MINUTA DAN SALINAN DALAM HURUF BRAILLE. Apakah mereka yang tuna netra kehilangan hak perdatanya ? Jika mereka menghadap dan membuat akta apakah perlu memakai Pengampuan ?
  • 13. 12 Kekurangan yang bersangkutan hanya secara fisik saja, yaitu tidak bisa melihat, tapi kalau yang bersangkutan masih bisa bicara dan mendengar maka Pengampuan tidak diperlukan. Dan yang bersangkuatan bisa menulis dalam huruf Braille. Sehingg ajika yang bersangkutan menghadap dan membuat akta, untuk kepentingan yang bersangkutan Minuta dan Salinan bisa dibuat dalam huruf Braille. Notaris bisa minta bantuan kepada yang ahli menulis huruf Braille. Pada akhir akta disebutkan bahwa Penghadap dalam keadaan tunanetra, sehingga melakukan tandatangan dalam huruf Braille dan juga sebutkan atas permintaan penghadap. 15. SYARAT BATAL DIATUR (DITENTUKAN) OLEH PARA PIHAK SENDIRI. Dalam tataran yang ideal bahwa syarat (perbuatan hukum) yang batal demi hukum karena telah melanggar syarat objektif sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Tapi dalam praktek Notaris atas permintaan para penghadap (pihak) sering juga dicantumkan syarat batal demi hukum ditentukan oleh para penghadap sendiri, misalnya perbuatan hukum yang disebutkan dalam akta tidak dipenuhi oleh salah satu pihak, maka perbuatan hukum yang tersebut dalam akta batal demi hukum. Ketika para pihak menginginkan syarat batal tersebut ditentukan sendiri, maka harus diatur hak dan kewajibannya secara proporsional, sebagaimana contoh tidak perlu memakai klausula “sapu jagat”, yaitu jika salah satu pihak tidak memenuhi salah satu kewajiban yang disebutkan dalam akta, maka akta tersebut batal demi hukum. Contoh konkritnya ada Pengikatan Jual Beli yang pembayaraanya dilakukan secara bertahap dengan 10 kali pembayaran masing-masing Rp. 100.000.000.- (seratus juta rupiah) untuk harga tanah Rp. 1.000.000.000.- (satu milyar rupiah). Dibuat klausula sapujagat, jika pembeli tidak terlambat melakukan pembayaran 1 (satu) kali maka jual beli batal demi hukum dan uang hangus tidak bisa dikembalikan. Bagaimana jika sudah terjadi pembayaran sebesar Rp. 900.000.000.- (sembilan ratus juta rupiah), karena terlambat membayar untuk pembayaran terakhir akan dinyatakan batal demi hukum, maka dalam hal ini aka nada kerugian bagi Pembeli ? Sudah tentu pencantuman klausula sapujagat tersebut tidak dilarang selama-sepanjang para pihak menginginkannya dan tidak saling merugikan, dan juga tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, serta norma-norma yang hidup dalam masyarakat, tapi dalam hal ini Notaris juga harus menyampaikan nilai-nilai keadilan untuk para pihak yang secara maknawi bisa dicantumkan dalam akta yang bersangkutan. 16. PRINSIP RESERVATOAR UNTUK NOTARIS. Reservatoar secara etimologis berarti Penyimpanan. Misalnya sering disebut Reservatoar Air, berupa (dalambentuk) bendungan yang terjadi secara alamiah atau karena sengaja dibuat, yang suatu saat jika diperlukan Reservatoar Air tersebut akan dipergunakan. Apakah dalam dunia Notaris mengenal prinsip Hukum Kenotariatan berupa Reservatoar ? Jika kita membaca UUJN/UUJN-P adan Penjelasannya tidak mengenal hal tersebut. Bahkan dalam buku-buku Kenotariatan tidak akan ditemukan. Tapi dalam hal ini bisa dilakukan secara “radikal” yaitu mencari
  • 14. 13 dan menentukan suatu prinsip sampai ke akar-akarnya (radix). Jika setuju, berarti termask “Notaris Radikal”. Bagaimana penerapan Prinsip Reservatoar tersebut oleh Notaris ? Pasal 38 ayat (3) huruf c UUJN – P menegaskan bahwa Isi Akta merupakan kehendak para pihak, tanpa adanya permintaan dari para pihak (para penghadap) maka Notaris tidak bisa membuat akta apapun. Sehingga kalaupun Notaris memberikan saran terhadap Isi Akta tersebut, tetap harus dikategorikan sebagai kehendak para pihak, bukan kehendak Notaris. Ketika para penghadap meminta kepada Notaris untuk membuat akta yang dimaksud, sudah tentu Notaris akan meminta keterangan yang diperlukan dan dokumen-dokumen/data-data fisik yang diperlukan. Jika semuanya benar maka Notaris akan mempercayainya yang kemudian dituangkan ke dalam akta. Jika ternyata ada para pihak (para penghadap) atau pihak lain yang tidak ada hubungan secara langsung mempermasalahkan akta tersebut, misalnya Notaris digugat (turut tergugat) atau Notaris dilaporkan ke kepolisian, dan Notaris berada pada posisi yang sangat dirugikan. Bukankah dalam hal ini Notaris membuat akta atas permintaan para pihak/penghadap dan berdasarkan keterangan serta data/dokumen dari para penghadap ? Jika terjadi seperti itu apa yang harus dilakukan oleh Notaris ? Kejadian lainnya, ketika para penghadap “mengingkari tidak pernah menghadap” atau “mengingkari tandatangganya yang ada dalam Minuta” atau “mengingkari akta tidak ditandatangani di hadapan Notaris” atau pengingkaran lainnya yang menyebabkan Notaris digugat secara perdata atau dilaporkan ke kepolisian. Bukankah dalam hal ini Notaris membuat akta atas permintaan para pihak/penghadap dan berdasarkan keterangan serta data/dokumen dari para penghadap ? Jika terjadi seperti itu apa yang harus dilakukan oleh Notaris ? Jika Notaris mengalami kejadian seperti tersebut di atas, maka Notaris harus menggunakan Prinsip Reservatoar, yaitu jika Notaris digugat (atau sebagai tergugat/turut tergugat) lakukan gugat balik (Rekonvensi) atau jika dilaporkan ke kepolisian, lakukan lapor balik. Jadi Reservatoar ini merupakan prinsip yang disimpan oleh Notaris yang akan dipergunakan, jika Notaris mengalami kejadian seperti tersebut di atas. Prinsip Reservatoar ini jarang dipergunakan oleh Notaris, bahkan disimpan saja sesuai namanya “Penyimpanan”, padahal seharusnya bisa diprgunakan. Dalam penggunaannya Notaris harus punya keyakinan hukum, yaitu gugatan rekonvesinya bisa dibuktikan dan laporan baliknya juga bisa dibuktikan. Prinsip Reservatoar tersebut telah ada dan melekat pada jabatan Notaris sejak Notaris disumpah sebagai Notaris. Selama ini jika Notaris “diperlakukan” dengan kejadian tersebut di atas, Notaris selalu “defensive”, tapi dengan menerapakan prinsip Reservatoar, Notaris harus menjadi “aktif” untuk membela harkat dan martabat jabatannya. --------------------