SlideShare a Scribd company logo
1 of 6
Download to read offline
The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 201128
IMPLEMENTASI AJARAN TRI HITA KARANA DALAM AWIG-AWIG
Tjok Istri Putra Astiti, Wayan Windia, I Ketut Sudantra,
I Gede Marhaendra Wijaatmaja, Anak Agung Istri Ari Atu Dewi,
Fakultas Hukum, Universitas Udayana, E-mail: cokastiti@gmail.com
ABSTRACT
AjaranTriHitaKaranaadalah salahsatuajarandalam
agama Hindu yang pada intinya mengajarkan tentang
keseimbangan antara manusia dengan Tuhan, manusia
dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya.
Ketiga keseimbangan tersebut merupakan penyebab
terjadinya kebahagiaan. Sebagai salah satu ajaran, Tri
Hita Karana selalu dijadikan landasan filosofis dalam
pembangunan, baik pembangunan di tingkat daerah
maupun pembangunan di tingkat desa. Di lingkup
desa pakraman, ajaran ini dengan jelas disebutkan
sebagai pamikukuh (dasar) dalam setiap awig-awig.
Walaupun ditetapkan sebagai pamikukuh, namun
dalam kenyataannya nampak bahwa, ajaran Tri Hita
Karana belum tercermin dengan baik dalam awig-
awig. Pengkajian terhadap penomena tersebut penting
dilakukan supaya dapat diketahui secara lebih rinci dan
mendalam tentang bagaimana ajaran Tri Hita Karana
itu diimplementasukan dalam awig-awig, khusunya
dalam sistematika dan substansinya. Pengkajian secara
mendalam mengenai hal tersebut penting dilakukan
supaya dapat dijadikan bahan pemikiran dalam
menyempurnakan awig-awig ke depan.
Adapun Metoda yang digunakan dalam mengkaji
hal tersebut adalah metoda content analysis (analisis
isi). Metoda ini dilakukan dengan cara mengkaji format
dan substansi dari awig-awig desa pakraman dari
berbagai kabupaten/kota di Bali yang telah mendapat
pembinaan
Hasil pengkajian menunjukkan bahwa ajaran Tri
Hita Karana belum diimplementasikan dengan baik
dalam pembuatan sistematika dan perumusan isi awig-
awig. Oleh karena itu, supaya awiig-awig sinkron
dengan dasar filosofisnya yaitu Tri Hita Karana, maka
ke depan awig-awig masih perlu disempurnakan.
Kata kunci: Tri Hita Karana, Awig-awig
PENDAHULUAN
Tri Hita Karana, baik sebagai falsafah, sebagai
konsep, maupun sebagai ajaran dalam agama Hindu
telah banyak dibicarakan baik oleh para ilmuwan,
birokrat, anggota dewan, tokoh-tokoh adat dan
agama, tidak terkecuali istilah ini juga sudah populer di
kalangan orangkebanyakan,seolah-olahistilahinitelah
mendarah-daging dan membudaya dalam kehidupan
masyarakat Bali. Sebagaimana diketahui ajaran Tri
Hita Karana sebagai salah satu ajaran dalam agama
Hindu mengajarkan bahwa kebahagiaan akan dapat
dicapai dengan terwujudnya tiga keseimbangan, yaitu
keseimbangan antara manusia dengan Tuhan, manusia
dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya.
Terkait dengan ketiga bentuk keseimbangan
tersebut, Ida Pedanda Gede Made Gunung dalam
beberapa kali dharmawacananya menyebutkan bahwa
keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhan
harus diwujudkan dalam bentuk bakti, hubungan
manusia dengan manusia diwujudkan dalam bentuk
tresna, dan hubungan manusia dengan lingkungannya
diwujudkan dalam bentuk asih. Menurut Ida Pedanda,
dewasa ini hubungan antara manusia dengan Tuhan,
hubungan antara manusia dengan manusia sesama,
dan hubungan antara manusia dengan lingkungannya
tidak harmonis lagi. Sebagai salah satu ajaran, Tri
Hita Karana selalu dijadikan sebagai landasan filosofis
dalam pembangunan, baik pembangunan di tingkat
daerah maupun pembangunan di tingkat desa. Di
lingkup desa pakraman, ajaran tersebut dengan jelas
ditetapkan sebagai dasar (pamikukuh) dalam awig-
awignya. Pertanyaannya, apakah para pejabat,
tokoh masyarakat, dan warga masyarakat sendiri
telah betul-betul memahami Tri Hita Karana dalam
wujud bakti, tresna dan asih tersebut, sehingga mampu
mewujudkannya/mengimplementasikannya dalam
bentuk kebijakan, program, ataupun kegiatan nyata.
Masalah Tri Hita Karana, sebenarnya sudah sering
ditulis oleh berbagai pihak, antara lain, Dasi Astawa
(2007) yang menyoroti Tri Hita Karana sebagai
Landasan Dasar dalam Pembangunan Industri di Bali,
Raka Dalem (2007) dalam artikelnya yang berjudul :
“Filosofi Tri Hita Karana dan Implementasinya dalam
Industri Pariwisata” (dalam Raka Dalem, dkk (editor),
2007). Dalam artikelnya itu, ia mengemukakan teknik
implementasi konsep Tri Hita Karana ke dalam tiga
bidang, yaitu bidang Parahyangan (hubungan manusia
dengan Tuhan), bidang pawongan (hubungan manusia
dengan manusia, dan bidang palemahan (hubungan
manusia dengan lingkungan) yang dikaitkan dengan
industri pariwisata. Artikel tersebut walaupun
mengkaji tentang Tri Hita Karana, akan tetapi sama
sekali tidak menyinggung awig-=awig.. Di bagian
lain, Astiti (2007) ada menulis artikel yang berjudul:
“Awig-awig sebagai Sarana Pelestarian Lingkungan
Hidup” (dalam Raka Dalem, dkk, 2007). Dalam artikel
The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 2011 29
ini, Astiti juga menyinggung tentang Tri Hita Karana,
akan tetapi yang menjadi fokus perhatian dalam
pembahasan adalah awig-awig dalam fungsinya sebagai
pengendalian sosial dan sebagai alat pembaruan dalam
konteks pelestarian lingkungan hidup. Dilihat dari
fokus pembahasannya, ia memang banyak membahas
isi awig-awig (substansi awig-awig) yang merupakan
komponen legalsubstance dari suatu sistem hukum yang
dikaitkan dengan salah satu komponen Tri Hita Karana
yaitu lingkungan hidup. Itu berarti ia tidak membahas
secara khusus tentang implementasi ajaran Tri Hita
Karana dalam awig-awig
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas,
dianggap sangat penting melakukan kajian/penelitian
tentangimplementasiajaranTriHitaKarana,khususnya
di desa pakraman terkait dengan awig-awignya dengan
mempermasalahkan apakah ajaran Tri Hita Karana
sudah benar-benar diimlementasikan dalam awig-awig
ataukah hanya sebagai slogan?
Penelitian ini bertujuan untuk mengkritisi awig-
awig darisudutpandangTriHitaKarana, denganfokus
kajian terhadap sistematika (format) dan substansi
awig-awig, terutama sistem penormaannya.
METODA PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian hukum
normatif dengan obyek kajian awig-awig desa
pakraman, Kajian normatif terhadap awig-awig
dilakukan dengan menggunakan metode content
analysis (analisis isi). Analisis isi dilakukan dengan
cara mengkaji secara kritis format (sistematika) dan isi
(substansi) awig-awig.
Awig-awigyang dikajiadasembilan(9), merupakan
awig-awig desa pakraman yang berasal dari berbagai
kabupaten/kota di Bali. Kesembilan awig-awig yang
dikaji itu merupakan awig-awig yang sudah mendapat
pembinaan, dengan demikian baik format maupun
isinya relatif homogen.
Data yang diperoleh dari analisis isi terhadap
sistematika dan substansi awig-awig dengan
menggunakan ajaran Tri Hita Karana sebagai alat
analisis, kemudian ditafsirkan sehingga diperoleh
gambaran tentang implementasi ajaran Tri Hita Karana
yang tercermin di dalamnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebagaimana diketahui TriHitaKarana merupakan
salah satu ajaran dalam agama Hindu yang mengajarkan
tentang adanya tiga keseimbangan yang menyebabkan
tercapainya kebahagiaan, yaitu keseimbangan antara
manusia dengan Tuhan, keseimbangan manusia dengan
manusia sesama, dan keseimbangan antara manusia
dengan lingkungannya. Ketiga keseimbangan tersebut
umumnya oleh para penulis maupun dalam ungkapan
sehari-hari disebut dengan istilah Parhyangan, Pawongan,
dan Palemahan. Berbeda dengan Ida Pedanda Gede
Made Gunung, menyebutkan keseimbangan hubungan
manusia dengan Tuhan adalah dalam bentuk bakti,
keseimbangan antara manusia dengan manusia sesama
adalah dalam bentuk tresna, dan keseimbangan antara
manusia dengan lingkungannya adalah dalam bentuk
asih. Dalam penelitian atau kajian ini pengertian Tri
Hita Karana yang digunakan adalah sesuai dengan
pendangan Ida Pedanda Gede Made Gunung, karena
bakti,tresna,asih itulah yang mempunyai arti hubungan,
sedangkan Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan tidak
bermakna hubungan.
Awig-awig sebagai salah satu bentuk dari hukum
adat di Bali, merupakan hukum yang hidup (living law)
yang dibuat oleh masyarakat adat sebagai pedoman
bertingkah laku dalam pergaulan hidup bermasyarakat
adat. Hukum adat Bali (awig-awig) sebagai sub-
sistem hukum adat mempunyai corak khusus yang
membedakannya dengan sistem hukum adat pada
umumnya. Sistem hukum adat sendiri dalam kerangka
pluralisme sistem hukum di Indonesia mempunyai
perbedaan-perbedaan yang mendasar dengan sistem
hukum lainnya (Hukum Barat, Hukum Nasional,
Hukum Islam), dalam hal filosofinya, dalam asas-
asas hukum, dalam kaedah-kaedahnya, sistem sanksi,
sistem pemerintahan, sistem peradilannya, dan lain
sebagainya. Sebagai salah satu sub-sistem dari Hukum
Adat, Hukum Adat Bali (awig-awig) mempunyai
kekhususan, antara lain terkait dengan filosofi, asas-
asas, dan sanksi serta cara-cara penyelesaian sengketa.
SesuaidenganpandanganLauranceM.Friedman(1969),
suatu sistem hukum terdiri dari komponen-komponen
substansi hukum (legal substance), komponen penegak
hukum dan penegakan hukum (legal structure), dan
komponen budaya hukum (legal culture). Demikian
juga halnya dengan Hukum Adat Bali (awig-awig) juga
mempunyai ketiga komponen tersebut (substansi
awig-awig, penegak hukumnya, dan budaya hokum
masyarakat adat).
Sebagai salah satu kekhususan awig-awig sebagai
sub komponen sistem hukum adat, awig-awig
mempunyai landasan filosofis yang bersumber pada
ajaran agama Hindu. Salahsatuajaranituadalah ajaran
Tri Hita Karana yang telah ditetapkan sebagai landasan
filosofi awig-awig, oleh karena itu, sudah semestinya
ajaran ini diimplementasikan dalam awig-awig.
The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 201130
Kajian Kritis terhadap Sistematika Awig-awig
Temuan
Berdasarkan hasil kajian terhadap 9 awig-awig
yaitu : 1) Awig-awig Desa Pakraman Baluk (Negara,
Jembrana, 2009) 2) Awig-awig Desa Adat Tabanan
(Tabanan, 1985), 3) Awig-awig Desa Adat Kapal
(Badung, 2007), 4) Awig-awig Desa Adat Ubung
(Denpasar Barat, 2003). 5) Awig-awig Desa Pakraman
Ubud (Gianyar, 2002), 6) Awig-awig Desa Adat
Selisishan (Klungkung, 1988), 7) Awig-awig Desa
Pakraman Kubu (Bangli, 2009), 8) Awig-awig Desa
Adat Padangaji (Karangasem, tt), 9) Awig-awig Desa
Adat Panglatan (Buleleng, 2009), ditemukan bahwa:
(1) Sistematika ke 9 awig-awig tersebut pada
prinsipnya hampir sama, namun ada sedikit
variasi yang membedakan antara awig-awig No.
5, 7, 8 dan 9 di satu pihak, dengan awig-awig
No. 1, 2, 3, 4, 6 di pihak lain, dalam pengaturan
masalah lingkungan (palemahan). Awig-awig No.
5, 7, 8, dan 9 mengatur masalah palemahan secara
eksplisit dalam satu sargah tersendiri, sedangkan
awig-awig No. 1, 2, 3, 4, 6 masalah palemahan tidak
diatur tersendiri, akan tetapi menjadi bagian
dari sarga Sukerta Tata Pakraman, dalam palet
terakhir dengan topik Palet Sukerta Pamitegep,
bercampur dengan materi-materi lain. Pada
Awig-awig No. 2 malahan palemahan diatur pada
Sarga Sukerta Tata Pakraman dan Pawongan
yang dijadikan satu.
(2) Hampir semua awig-awig mengatur komponen
hubungan manusia dengan manusia lebih
banyak dari komponen-komponen yang lainnya
(hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan
manusia dengan lingkungan). Dalam kaitan ini,
komponen hubungan manusia dengan manusia
diatur dalam beberapa sarga seperti Sarga
Sukerta Tata Pakraman, Sukerta Tata Pawongan,
Sarga Wicara lan Pamidanda.
(3) Awig-awig yang dikaji, hampir semuanya
mencantumkan beberapa jenis sanksi dalam
sebuah sargah yang disebut sargah Wicara lan
Pamidanda. Pamidanda (sanksi) tersebut ada
beberapa jenis antara lain, sanksi melaksanakan
kewajiban (ayahan) tertentu, membayar sejumlah
uang (danda), minta maaf (pangampura), membuat
upacara, pangucilan (kasepekang), dan dipecat
sebagai krama. Jenis-jenis pamidanda tersebut
ternyata tidak semuanya digunakan secara rinci
dan jelas dalam penormaan awig-awig.
(4) Hampir semua awig-awig di bagian akhirnya
mencantumkan prihal nguwah-nguwuhin awig-
awig yang berarti mengurangi dan menambah
awig-awig. Itu artinya awig-awig dapat diubah
untuk disempurnakan.
Pembahasan
Berdasarkan temuan tersebut di atas, tampaknya
sistematika awig-awig cenderung lebih menekankan
pada pengaturan komponen pawongan, hal tersebut
terlihat dari pengaturannya dalam beberapa sarga,
sejumlah palet dan pawos yang jauh melebihi komponen
tata agama, terlebih-lebih lagi pengaturan terhadap
masalah tata palemahan yang dalam beberapa awig-awig
hanya diatur sebagai bagian dari sebuah sargah, yakni
sargah Sukerta Tata Pakraman., seperti halnya awig-
awig Desa Adat Baluk (Jembrana) dimana masalah
pawongan secara keseluruhan diatur dalam 3 sargah
dengan total pawos 49 pawos. sedangkan Sukerta Tata
Agama hanya diatur dalam satu sargah yang terdiri
dari 5 palet dan 12 pawos, dan masalah palemahanhanya
diatur dalam salah satu palet, 4 kaping, dan 6 pawos,
yang merupakan bagian dari sargah Sukerta Tata
Pakraman. Selanjutnya masalah lain-lain diatur dalam
4 sargah, dan 7 pawos.
Penempatan unsur palemahan sebagai bagian
dari sarga Sukerta Tata Pakraman dalam beberapa
awig-awig tanpa mengaturnya secara tersendiri,
mencerminkan tidak berimbangnya pengaturan ketiga
unsur Tri Hita Karana (Parhyangan, Pawongan,Palemahan).
Cara penempatan seperti itu, menunjukkan bahwa
unsur palemahan tampaknya kurang dipentingkan dan
terpinggirkan. Hal ini tentunya tidak konsekuen dan
tidak konsisten dengan penempatan Tri Hita Karana
(ajaran tentang keseimbangan) sebagai pamikukuh
(dasar) dari awig-awig.
Adanya berbagai jenis sanksi yang ditetapkan
dalam awig-awig sebagaimana temuan di atas, apabila
ditinjau dari ajaran Tri Hita Karana yang mengajarkan
tentang adanya keseimbangan (keharmoniosan) antara
manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia,
manusia dengan lingkungannya, kelihatannya sanksi
berupa pelaksanaan upacara itu berkaitan dengan
unsur hubungan manusia dengan Tuhan, sanksi
permintaan maaf dapat dikatakan terkait dengan
unsur hubungan manusia dengan manusia, demikian
juga sanksi kewajiban melaksanakan ayahan. Ketiga
jenis sanksi tersebut ditinjau dari ajaran Tri Hita Karana
dapat dikatagorikan sebagai sanksi yang mengacu
pada keharmonisan, antara manusia dan Tuhan serta
manusia dengan manusia. Dengan kata lain jenis
sanksi trersebut mencerminkan wujud bakti dan tresna.
Berbeda dengan sanksi pangucilan (kasepekang), dan
dipecat sebagai krama, keduanya tergolong sanksi yang
terkait dengan hubungan manusia dengan manusia,
The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 2011 31
akan tetapi tidak mencerminkan adanya keharmonisan
karena bersifat menjauhkan seseorang/ sekelompok
warga dari warga lainnya. Dengan kata lain, unsur
tresna antara sesama dalam hubungan manusia tidak
tampak dalam sanksi semacam ini.
Selanjutnya dengan adanya sargah tentang nguwah-
nguwuhinawig-awigdalamsetiapawig-awig merupakan
hal yang sangat tepat dan penting artinya untuk
membuat awig-awig tersebut fleksibel karena dapat
dikurangi dan ditambah sesuai dengan perkembangan
jaman serta berubahnya rasa keadilan dan kepatutan
di masyarakat. Hal ini sesuai dengan sifat luwes dan
dinamis dari hukum adat sebagaimana dikemukakan
oleh Prof.Koesnoe (2002)
Kajian Kritis terhadap Substansi Awig-awig
Temuan
(1) Dari 9 awig-awig yang dikaji, dilihat dari segi
perumusan isi awig-awig, cenderung lebih
banyak merupakan penjelasan-penjelasan yang
dirumuskan dalam pernyataan (deklaratif)
yang tidak berupa norma atau kaedah.
Contoh: Pawos 2 Sarga I Awig-awig Desa
adat Selisihan, Klungkung yang menyebutkan:
“Desa Adat Selisihan puniki ngewidangin 2 (kalih)
banjar: 1.1 Banjar Kangin, 1.2 Banjar Kawan, ….dst.
Sebagian yang lain dari isi awig-awig tersebut
dirumuskan dalam bentuk kaedah atau norma.
Dari rumusan-rumusan kaedah tersebut lebih
banyak kaedah-kaedah tanpa disertai sanksi,
misalnya Pawos 17 yang mengatur tentang
atiwa-tiwa (ngaben) sebagai berikut: “ 1) Yan
tingkahing pacang mapawangun karya atiwa-tiwa
(ngaben) sadurungnya patut masadok ring Klian
Banjar muwah ring Klian Desa Adat Selisihan”.
Hanya sebagian kecil perumusan norma
disertai dengan sanksi, misalnya: pawos 31
menyebutkan: “ 1) Yan wenten sinalih tunggil klian
desa adat utawi klian banjar iwang sesamanya miwah
ngalinyokin sehananin duwen desa wiadin banjar tur
presida kabuktiang kaiwangane antuk ikrama, punapi
malih banget tiwal ring daging awig-awig makamiwah
pasuara, patut keni pamidabdab nikel ring pamidanda
krama siosan”.
(2) Norma-norma yang disertai sanksi adakalanya
jenis dan besarnya sanksi tidak disebutkan
dengan jelas, hanya disebutkan manut perarem.
Misalnya, Pawos64(1ca) Awig-awigDesaadat
Ubud yang menyebutkan: “ Tan kalugra adung
utawi mawiwaha malih diprade sampun palas ping
kalih. Sang mamurug keni pamidanda manut perarem”.
Hanya sedikit sekali norma bersanksi yang jenis
dan besarnya sanksi dinyatakan dengan cukup
jelas. Sebagai contoh: Pawos 38 (2 ra) Awig-
awig Desa Adat Ubung yang menyebutkan
sebagai berikut: “ Maling kalaku kawastanin, yening
wenten jatma ngambil sarwaning barang yan katara
wawu mapajar ngidih, patut kadanda sapengargan
barang sane keambil, saha ngawaliang barang inucap”
(terjemahan : Disebut maling tertangkap basah
(ketara), orang yang mnengambil barang-
barang apabila ketahuan baru mengatakan
minta, didenda seharga barang yang diambil
dan harus mengembalikan barang tersebut).
(3) Masalah sanksi diatur dalam salah satu sargah
yang berjudul sarga Wicara lan Pamidanda.
Mengenai pamidanda yang di atur dalam salah
satu pawos ada beberapa jenis antara lain:
melaksanakan kewajiban (ayahan) tertentu,
membayar sejumlah uang (danda), minta maaf
(pangampura), membuat upacara, pangucilan
(kasepekang), dan dipecat sebagai krama. Jenis-
jenis pamidanda tersebut tidak semuanya
digunakan secara rinci dan jelas dalam
perumusan norma. Tidak dicantumkannya
jenis dan besarnya sanksi secara jelas dalam
perumusan norma, di satu sisi dapat berdampak
positip, karena akan dapat dimanfaatkan untuk
menyesuaikan sanksi dengan rasa kepatutan
yang sedang tumbuh di massyarakat, namun di
sisi lain juga dapat berdampak negatip karena
akan dapat dimanfaatkan untuk menjatuhkan
sanksi yang dilatarbelakangi motif balas
dendam.
(4) Dalam sargah Sukerta Tata Agama, yang diatur
umumnya mengenai yadnya (panca yadnya),
sangat sedikit berisi rumusan petunjuk hidup
beragama,misalnyatentangbagaimanabersikap
bakti kepada Ida Sanhyang Widhi, demikian
juga dalam bagian sukerta tata pawongan yang
mengatur tentang hubungan manusia dengan
manusia, kurang mengarah pada bagaimana
bersikap tresna antar sesama, juga pada bagian
sukerta tata palemahan (pada awig-awig yang
mengatur hal ini secara tersendiri) belum
ada petunjuk kearah mendidik krama supaya
mencintai atau asih terhadap lingkungan.
Pembahasan
Berdasarkan beberapa temuan tersebut di
atas, tanpaknya Tri Hita Karana yang dijadikan
landasan (dasar atau pamikukuh) dari awig-awig belum
dijabarkan secara baik dalam penetapan materi maupun
dalam perumusannya sebagai norma. Kelihatannya,
pemahaman terhadap Tri Hita Karana hanya sebatas
The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 201132
Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan sedangkan
hakekatnya sebagai suatu pilosofi yang mengajarkan
tentang keseimbangan atau keharmonisan, seharusnya
melandasi cara berfikir, bersikap dan berperilaku
yang mengarah pada sikap bakti, tresna dan asih
belum dimaknai secara baik. Demikian juga, dari
materi-materi yang diatur dalam awig-awig belum
secara tajam mengarah kepada tujuan (petitis) yaitu
ngerajegang Sanghyang Agama karena pemahaman tentang
makna “ngerajegang Sanghyang Agama” itu masih
terbatas pada masalah Yadnya (Panca Yadnya) yang
penekanannya lebih pada “aci” dan “Upacara” belum
masuk pada persoalan sikap dan perilaku beragama.
Sebagai contoh, jika Sanghyang Agama dijadikan
petitis/tujuan, mestinya hal-hal yang dilarang dan
diperintahkan oleh agama diatur secara tegas dalam
awig-awig dalam bentuk norma yang bersanksi jelas.
Salah satu contoh perilaku yang jelas-jelas dilarang
oleh agama (Hindu) adalah judi. Masalah judi hampir
tidak disinggung di dalam awig-awig. Jika masyarakat
desa pakraman konsekuen ngerajegang Sanghyang Agama,
maka masalah judi (termasuk judi tajen) seharusnya
dilarang secara tegas dalam awig-awig. Berdasarkan
awig-awig yang telah dikaji, larangan berjudi hanya
disinggung sangat minim antara lain dalam awig-
awig Desa Pakraman Ubung Pawos 44 (1) ta, yang
rumusannya sebagai berikut: “Patut ngamanggehang
sesananing Pemangku, luire tan wenang ngamargiang Panca Ma
(madat, madon, mamunyah, mamotoh, lan mamaling)”. Hanya
sayangnya, norma semacam ini tidak disertai sanksi
yang jelas. Selain itu, larangan melakukan Panca Ma
hanya ditujukan kepada Pemangku, pada hal perilaku
Panca Ma itu perlu dilarang untuk semua krama.
Terkait dengan masalah palemahan (lingkungan hidup),
agama Hindu mempunyai pandangan yang sangat luhur
terhadap hubungan manusia dengan lingkungannya,
hubungan mana menyangkut sekala dan niskala,
antara lain, hubungan manusia dengan tanah di mana
mereka tinggal. Tanah tidak saja dimaknai sebagai
benda fisik yang dapat dimiliki sebagai harta kekayaan
dimana dapat dibangun rumah, tempat bertani,
tempat dikubur, dan lain sebagainya, melainkan secara
niskala dikenal juga konsep “ Ibu Pertiwi” berupa
kekuatan yang memberi kehidupan, oleh karenanya
sangat dihormati dan secara rutin dilakukan ritual dan
pemujaan terhadap Beliau. Demikian juga terhadap air,
hutan, dan sumberdaya alam lainnya. Hubungan yang
begitu mesra (harmonis) antara manusia dengan alam
lingkungannya terutama tanah, oleh Prof.Dr. M. H.
Koesnoe (2002) diibaratkan seperti hubungan “ibu-
anak” atau “orangtua-anak” . Dalam hubungan seperti
itu, tidak saja terdapat hubungan hukum, tetapi juga
hubungan moral dan spiritual, oleh karena itu sudah
menjadi kewajiban umat manusia, khususnya umat
Hindu untuk menjaga, membela, mempertahankan,
melestarikan, dan menghormati lingkungan dengan
sebaik-baiknya supaya dapat berfungsi untuk
kesejahteraan umat manusia. Dengan demikian
tidak ada alasan para penyusun awig-awig untuk
memarjinalkan pengaturan hubungan manusia dengan
lingkungan, karena dengan menghormati lingkungan
juga merupakan salah satu bentuk bakti kepada Ida
Sang Hyang Widhi.
Ada beberapa ketentuan awig-awig yang perlu
mendapat perhatian terkait dengan pelestarian dan
penghormatan terhadap lingkungan, antara lain: Pawos
28 awig-awig Subak Tembuku yang menentukan
sebagai berikut:
1) Tan dados mabacin ring telabah gede, miwah telabah
jelinjing.
2) Rikala anak istri kapiambeng sebel, patut pisan tan
dados mabersih ring tembuku aya, taler tan dados
masahin sehanan pengange ring genah punika
3) Soang-soang pelinggih pangungangan carik patut
kasuciang sareng sami, lamakane tan patut malaksana
leteh miwah romon ring genah punika
4) Tan dados nganyudang wek-wekan pengangge miwah
barang-barang romon ring telabahe
5) Sapasira ugi pacang ngemem sagu, kayu miwah ramuan
siyosan ring telabahe, patut sang madruwe mapiorah
ring prajuru mangda mapiduduh ring genah sane
kadadosang.
Terjemahan
1) Tidak boleh membuang kotoran di sungai
maupun di saluran-saluran air.
2) Wanita yang sedang kotor kain, tidak boleh
membersihkan diri maupun mencuci pakaian
yang dipakai, di saluran air menuju ke sawah
3) Tempat-tempat suci yang berkaitan dengan
sawah harus disucikan dan tidak boleh
mengotori tempat tersebut.
4) Tidak boleh membuang pakaian bekas atau
lainnya ke sungai
5) Setiap orang yang akan merendam pohon sagu
atau, kayu, dan bahan- bahan lainnya di sungai,
harus memberitahukan kepada Pengurus
untuk mendapat petunjuk di tempat mana hal
tersebut boleh dilakukan.
Patut dicermati pula awig-awig Desa Tenganan
The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 2011 33
Pagringsingan tentang “larangan menebang pohon
sembarangan” yang dimaksudkan untuk menjaga dan
melestarikan lingkungan. Dalam Pawos 14 awig-awig
tersebut diatur larangan bagi krama setempat untuk
menebang jenis-jenis pohon tertentu seperti keluek,
kemiri, nangka, dan lain sebagainya (Baca Astiti, 2005).
Terkait dengan hubungan manusia dengan
lingkungan hidup, agama Hindu telah mengajarkan
untuk menghormati tumbuh-tumbuhan dan binatang
yang tertuang dalam konsep Tumpek Wariga (Tumpek
Uduh) dan Tumpek Uye (Tumpek Kandang), yang di
dalam kehidupan masyarakat dikenal sebagai “oton
entik-entikan’) dan “oton Celeng” di mana krama pada
saatitumengadakanritualkeagamaan.Hanyasayangnya
pemahaman dan pemaknaan hari-hari tersebut baru
hanya sebatas ritual, belum dibudayakan dalam bentuk
perilaku. Dalam konteks kekinian, mestinya konsep
Tumpek Wariga selain untuk melakukan ritual,
pada saat itu mestinya disertai juga dengan tindakan/
gerakan menanam pohon untuk menunjang program
Pemerintah dalam upaya mewujudkan “Bali yang
bersih dan hijau” atau menunjang program “menanam
1 milyard pohon 2010 ataupun program “ one man one
tree” yang telah ada sebelumnya. Di sinilah sebenarnya
wujud konkret dari hubungan sih antara manusia
dengan lingkungannya. Demikian juga dalam kaitan
dengan pengaturan hubungan manusia dengan manusia
perlu lebih ditekankan pada norma-norma perilaku
yang mengarahkan krama untuk dapat hidup rukun
dan selaras yang mencerminkan keharmonisan dalam
hidup antar sesama, sebagai perwujudan tresna.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil kajian terhadap sistematika
dan substansi awig-awig terutama terkait dengan
perumusan norma/kaedah awig-awig, dapat
disimpulkan bahwa ajaran Tri Hita Karana belum
diimplementasikan secara baik dalam sistematika dan
subtansi awig-awig. Itu berarti bahwa penempatan
Tri Hita Karana sebagai pamikukuh dalam awig-awig
masih sebatas slogan. Oleh karena itu, melalui klausula
nguwah nguwuhin awig-awig, awig-awig dapat
disempurnakan dengan mengimplemtasikan ajaran Tri
Hita Karena kedalam sistematika maupun substansi
awig-awig, sehingga tampak ada sinkronisasi atau
konsistensi antara dasar (pamikukuh) dengan awig-
awignya sendiri.
UCAPAN TERIMAKASIH
Selesainya penelitian ini dilakukan dan sebagian
hasilnya ditulis sebagai artikel ini, tidak terlepas dari
bantuan dan kerjasama yang baik antara Tim Peneliti
serta bantuan yang tulus dari berbagai pihak yang telah
meminjamkan awig-awignya untuk dikaji. Melalui
tulisan ini, kami atas nama Tim Peneliti mengucapkan
terimakasih yang sedalam-dalamnya. Secara khusus
kami juga menyampaikan terimamasih kepada Bapak
Rektor yang telah memberikan dana operasional dalam
tahap pembuatan proposal penelitian.
REFERENSI
Awig-awig Subak Tembuku
Awig-awig Desa Adat Tenganan Pagringsingan
Astiti, Tjok Istri Putra, 2005. Awig-awig Menuju Ajeg
Bali, Plawasari, Denpasar.
------. 2007 “Awig-awig sebagai Sarana Pelestarian
Lingkungan Hidup” dalam Raka Dalem, dkk.
(editor), 2007. Kearifan Lokal dalam Pengelolaan
LingkunganHidup,UPTPenerbitUniversitasUdayana
bekerjasama dengan Pusat Penelitian Lingkungan
Hidup, Denpasar.
Dasi Astawa, 2007. “Tri Hita Karana sebagai Landasan
Dasar dalam Pembangunan Industri di Bali”, dalam
majalah Dharmasmerthi, Vol V No. 9, April 2007.
Friedman, Laurence. M. 1969. The Legal System : A Social
Sience Perspective Russle Sage Foundation, New
York.
Koesnoe, M. Haji. 2002. Kapita Selekta Hukum Adat :
Suatu Pemikiran Baru, Varia Peradilan-Ikatan Hakim
Indonesia, Jakarta.
Raka Dalem, A A Gede. “ Filosofi Tri Hita Karana
dan Implementasinya dalam Industri Pariwisata”
dalam Raka Dalem, dkk. (editor), 2007. Kearifan
Lokal Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup, UPT
PenerbitUniversitasUdayana bekerjasama dengan
Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Denpasar.

More Related Content

What's hot

Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...Idik Saeful Bahri
 
Undang undang dasar sementara (uuds)
Undang undang dasar sementara (uuds)Undang undang dasar sementara (uuds)
Undang undang dasar sementara (uuds)omcivics
 
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANAPPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANADian Oktavia
 
Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...
Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...
Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...Idik Saeful Bahri
 
Pengantar hukum perdata
Pengantar hukum perdataPengantar hukum perdata
Pengantar hukum perdataNeyna Fazadiq
 
Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan
Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuanAsas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan
Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuanMuhammad Fahri
 
Sumber sumber hukum acara pidana indonesia
Sumber sumber hukum acara pidana indonesiaSumber sumber hukum acara pidana indonesia
Sumber sumber hukum acara pidana indonesiaRoy Pangkey
 
Sejarah Hukum Laut Internasional
Sejarah Hukum Laut InternasionalSejarah Hukum Laut Internasional
Sejarah Hukum Laut InternasionalDevindra Oktaviano
 
Pengertian dan Obyek Kajian Hukum Tata Negara Tri Andari Dahlan, SH.MKn
Pengertian dan Obyek Kajian  Hukum Tata Negara Tri Andari Dahlan, SH.MKnPengertian dan Obyek Kajian  Hukum Tata Negara Tri Andari Dahlan, SH.MKn
Pengertian dan Obyek Kajian Hukum Tata Negara Tri Andari Dahlan, SH.MKnFenti Anita Sari
 
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptx
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptxAmandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptx
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptxNaomiPoppyMoore
 
Teori dan Prinsip Hak Asasi Manusia
Teori dan Prinsip Hak Asasi ManusiaTeori dan Prinsip Hak Asasi Manusia
Teori dan Prinsip Hak Asasi Manusiadichasenja
 
Pengantar Hukum Indonesia
Pengantar Hukum IndonesiaPengantar Hukum Indonesia
Pengantar Hukum IndonesiaAryo Adiwoso
 
Penertiban tanah kelebihan maksimum, tanah absentee, dan tanah terlantar
Penertiban tanah kelebihan maksimum, tanah absentee, dan tanah terlantarPenertiban tanah kelebihan maksimum, tanah absentee, dan tanah terlantar
Penertiban tanah kelebihan maksimum, tanah absentee, dan tanah terlantarCV Maju Bersama Bangsa
 

What's hot (20)

Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
 
Undang undang dasar sementara (uuds)
Undang undang dasar sementara (uuds)Undang undang dasar sementara (uuds)
Undang undang dasar sementara (uuds)
 
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANAPPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
 
Suksesi negara
Suksesi negaraSuksesi negara
Suksesi negara
 
Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...
Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...
Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...
 
Hukum Agraria - Pendaftaran Tanah
Hukum Agraria - Pendaftaran Tanah Hukum Agraria - Pendaftaran Tanah
Hukum Agraria - Pendaftaran Tanah
 
Pengantar hukum perdata
Pengantar hukum perdataPengantar hukum perdata
Pengantar hukum perdata
 
Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan
Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuanAsas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan
Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan
 
hukum Adat
hukum Adathukum Adat
hukum Adat
 
Hukum agraria nasional pert ke 2
Hukum agraria nasional pert ke 2Hukum agraria nasional pert ke 2
Hukum agraria nasional pert ke 2
 
Hukum internasional
Hukum internasionalHukum internasional
Hukum internasional
 
Sumber sumber hukum acara pidana indonesia
Sumber sumber hukum acara pidana indonesiaSumber sumber hukum acara pidana indonesia
Sumber sumber hukum acara pidana indonesia
 
Hukum agraria
Hukum agraria   Hukum agraria
Hukum agraria
 
Sejarah Hukum Laut Internasional
Sejarah Hukum Laut InternasionalSejarah Hukum Laut Internasional
Sejarah Hukum Laut Internasional
 
Pengertian dan Obyek Kajian Hukum Tata Negara Tri Andari Dahlan, SH.MKn
Pengertian dan Obyek Kajian  Hukum Tata Negara Tri Andari Dahlan, SH.MKnPengertian dan Obyek Kajian  Hukum Tata Negara Tri Andari Dahlan, SH.MKn
Pengertian dan Obyek Kajian Hukum Tata Negara Tri Andari Dahlan, SH.MKn
 
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptx
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptxAmandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptx
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptx
 
Teori dan Prinsip Hak Asasi Manusia
Teori dan Prinsip Hak Asasi ManusiaTeori dan Prinsip Hak Asasi Manusia
Teori dan Prinsip Hak Asasi Manusia
 
Materi Antropologi Hukum
Materi Antropologi HukumMateri Antropologi Hukum
Materi Antropologi Hukum
 
Pengantar Hukum Indonesia
Pengantar Hukum IndonesiaPengantar Hukum Indonesia
Pengantar Hukum Indonesia
 
Penertiban tanah kelebihan maksimum, tanah absentee, dan tanah terlantar
Penertiban tanah kelebihan maksimum, tanah absentee, dan tanah terlantarPenertiban tanah kelebihan maksimum, tanah absentee, dan tanah terlantar
Penertiban tanah kelebihan maksimum, tanah absentee, dan tanah terlantar
 

Similar to Tri Hita Karana Awig-awig

Hakekatreligiusitas
HakekatreligiusitasHakekatreligiusitas
Hakekatreligiusitaszaenizen
 
Bab ii sistem_pembelajaran_pendidikan_ag
Bab ii sistem_pembelajaran_pendidikan_agBab ii sistem_pembelajaran_pendidikan_ag
Bab ii sistem_pembelajaran_pendidikan_agLaluDeny
 
98095193 pancasila-sebagai-sistem-etika-dalam-kehidupan-berbangsa-dan-bernega...
98095193 pancasila-sebagai-sistem-etika-dalam-kehidupan-berbangsa-dan-bernega...98095193 pancasila-sebagai-sistem-etika-dalam-kehidupan-berbangsa-dan-bernega...
98095193 pancasila-sebagai-sistem-etika-dalam-kehidupan-berbangsa-dan-bernega...Fazry Nurokhman
 
Makalah agama hindu etika moral putu nagita
Makalah agama hindu etika moral putu nagitaMakalah agama hindu etika moral putu nagita
Makalah agama hindu etika moral putu nagitaPutuNagita
 
Makalah pancasila sebagai suatu sistem
Makalah pancasila sebagai suatu sistemMakalah pancasila sebagai suatu sistem
Makalah pancasila sebagai suatu sistemZainal Abidin
 
BMP EKMA4158 Perilaku Organisasi
BMP EKMA4158 Perilaku OrganisasiBMP EKMA4158 Perilaku Organisasi
BMP EKMA4158 Perilaku OrganisasiMang Engkus
 
Makalah wawasan sosial budaya
Makalah wawasan sosial budayaMakalah wawasan sosial budaya
Makalah wawasan sosial budayaRianRinaldi3
 
Makalah wawasan sosial budaya
Makalah wawasan sosial budayaMakalah wawasan sosial budaya
Makalah wawasan sosial budayaRianrinaldi130700
 
Teori sistem dalam msdm tugas individu dr. lilin
Teori sistem dalam msdm   tugas individu dr. lilinTeori sistem dalam msdm   tugas individu dr. lilin
Teori sistem dalam msdm tugas individu dr. lilinZamil Zamil
 
3, be & gg, gunawan adam, hapzi ali, environmental ethics, universitas mercu ...
3, be & gg, gunawan adam, hapzi ali, environmental ethics, universitas mercu ...3, be & gg, gunawan adam, hapzi ali, environmental ethics, universitas mercu ...
3, be & gg, gunawan adam, hapzi ali, environmental ethics, universitas mercu ...Gunawan Adam
 
01_PENDIDIKAN_AGAMA_ISLAM,_PENGERTIAN,_TUJUAN,_DASAR,_DAN_FUNGSI.pdf
01_PENDIDIKAN_AGAMA_ISLAM,_PENGERTIAN,_TUJUAN,_DASAR,_DAN_FUNGSI.pdf01_PENDIDIKAN_AGAMA_ISLAM,_PENGERTIAN,_TUJUAN,_DASAR,_DAN_FUNGSI.pdf
01_PENDIDIKAN_AGAMA_ISLAM,_PENGERTIAN,_TUJUAN,_DASAR,_DAN_FUNGSI.pdfMAAlBukhari
 
Kaidah/Keyakinan agama terhadap manusia
Kaidah/Keyakinan agama terhadap manusiaKaidah/Keyakinan agama terhadap manusia
Kaidah/Keyakinan agama terhadap manusiapjj_kemenkes
 
Kaidah /keyakinan agama terhadap manusia
Kaidah /keyakinan agama terhadap manusiaKaidah /keyakinan agama terhadap manusia
Kaidah /keyakinan agama terhadap manusiapjj_kemenkes
 
Keperawatan agama modul 3 kb1
Keperawatan agama modul 3 kb1Keperawatan agama modul 3 kb1
Keperawatan agama modul 3 kb1Anton Saja
 

Similar to Tri Hita Karana Awig-awig (20)

Hakekatreligiusitas
HakekatreligiusitasHakekatreligiusitas
Hakekatreligiusitas
 
Bab ii sistem_pembelajaran_pendidikan_ag
Bab ii sistem_pembelajaran_pendidikan_agBab ii sistem_pembelajaran_pendidikan_ag
Bab ii sistem_pembelajaran_pendidikan_ag
 
Hubungan agama dan negara
Hubungan agama dan negaraHubungan agama dan negara
Hubungan agama dan negara
 
Chapter ii
Chapter iiChapter ii
Chapter ii
 
98095193 pancasila-sebagai-sistem-etika-dalam-kehidupan-berbangsa-dan-bernega...
98095193 pancasila-sebagai-sistem-etika-dalam-kehidupan-berbangsa-dan-bernega...98095193 pancasila-sebagai-sistem-etika-dalam-kehidupan-berbangsa-dan-bernega...
98095193 pancasila-sebagai-sistem-etika-dalam-kehidupan-berbangsa-dan-bernega...
 
Makalah agama dan ekonomi
Makalah agama dan ekonomiMakalah agama dan ekonomi
Makalah agama dan ekonomi
 
Makalah agama hindu etika moral putu nagita
Makalah agama hindu etika moral putu nagitaMakalah agama hindu etika moral putu nagita
Makalah agama hindu etika moral putu nagita
 
studi islam.docx
studi islam.docxstudi islam.docx
studi islam.docx
 
Pendekatan Studi Islam
Pendekatan Studi IslamPendekatan Studi Islam
Pendekatan Studi Islam
 
Makalah pancasila sebagai suatu sistem
Makalah pancasila sebagai suatu sistemMakalah pancasila sebagai suatu sistem
Makalah pancasila sebagai suatu sistem
 
BMP EKMA4158 Perilaku Organisasi
BMP EKMA4158 Perilaku OrganisasiBMP EKMA4158 Perilaku Organisasi
BMP EKMA4158 Perilaku Organisasi
 
Makalah wawasan sosial budaya
Makalah wawasan sosial budayaMakalah wawasan sosial budaya
Makalah wawasan sosial budaya
 
Makalah wawasan sosial budaya
Makalah wawasan sosial budayaMakalah wawasan sosial budaya
Makalah wawasan sosial budaya
 
Teori sistem dalam msdm tugas individu dr. lilin
Teori sistem dalam msdm   tugas individu dr. lilinTeori sistem dalam msdm   tugas individu dr. lilin
Teori sistem dalam msdm tugas individu dr. lilin
 
3, be & gg, gunawan adam, hapzi ali, environmental ethics, universitas mercu ...
3, be & gg, gunawan adam, hapzi ali, environmental ethics, universitas mercu ...3, be & gg, gunawan adam, hapzi ali, environmental ethics, universitas mercu ...
3, be & gg, gunawan adam, hapzi ali, environmental ethics, universitas mercu ...
 
01_PENDIDIKAN_AGAMA_ISLAM,_PENGERTIAN,_TUJUAN,_DASAR,_DAN_FUNGSI.pdf
01_PENDIDIKAN_AGAMA_ISLAM,_PENGERTIAN,_TUJUAN,_DASAR,_DAN_FUNGSI.pdf01_PENDIDIKAN_AGAMA_ISLAM,_PENGERTIAN,_TUJUAN,_DASAR,_DAN_FUNGSI.pdf
01_PENDIDIKAN_AGAMA_ISLAM,_PENGERTIAN,_TUJUAN,_DASAR,_DAN_FUNGSI.pdf
 
Kaidah/Keyakinan agama terhadap manusia
Kaidah/Keyakinan agama terhadap manusiaKaidah/Keyakinan agama terhadap manusia
Kaidah/Keyakinan agama terhadap manusia
 
Kaidah /keyakinan agama terhadap manusia
Kaidah /keyakinan agama terhadap manusiaKaidah /keyakinan agama terhadap manusia
Kaidah /keyakinan agama terhadap manusia
 
Keperawatan agama modul 3 kb1
Keperawatan agama modul 3 kb1Keperawatan agama modul 3 kb1
Keperawatan agama modul 3 kb1
 
Islam dalam perspektif antropologi
Islam dalam perspektif antropologiIslam dalam perspektif antropologi
Islam dalam perspektif antropologi
 

Recently uploaded

BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptxHendryJulistiyanto
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxawaldarmawan3
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdftsaniasalftn18
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxnerow98
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 

Recently uploaded (20)

BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 

Tri Hita Karana Awig-awig

  • 1. The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 201128 IMPLEMENTASI AJARAN TRI HITA KARANA DALAM AWIG-AWIG Tjok Istri Putra Astiti, Wayan Windia, I Ketut Sudantra, I Gede Marhaendra Wijaatmaja, Anak Agung Istri Ari Atu Dewi, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, E-mail: cokastiti@gmail.com ABSTRACT AjaranTriHitaKaranaadalah salahsatuajarandalam agama Hindu yang pada intinya mengajarkan tentang keseimbangan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya. Ketiga keseimbangan tersebut merupakan penyebab terjadinya kebahagiaan. Sebagai salah satu ajaran, Tri Hita Karana selalu dijadikan landasan filosofis dalam pembangunan, baik pembangunan di tingkat daerah maupun pembangunan di tingkat desa. Di lingkup desa pakraman, ajaran ini dengan jelas disebutkan sebagai pamikukuh (dasar) dalam setiap awig-awig. Walaupun ditetapkan sebagai pamikukuh, namun dalam kenyataannya nampak bahwa, ajaran Tri Hita Karana belum tercermin dengan baik dalam awig- awig. Pengkajian terhadap penomena tersebut penting dilakukan supaya dapat diketahui secara lebih rinci dan mendalam tentang bagaimana ajaran Tri Hita Karana itu diimplementasukan dalam awig-awig, khusunya dalam sistematika dan substansinya. Pengkajian secara mendalam mengenai hal tersebut penting dilakukan supaya dapat dijadikan bahan pemikiran dalam menyempurnakan awig-awig ke depan. Adapun Metoda yang digunakan dalam mengkaji hal tersebut adalah metoda content analysis (analisis isi). Metoda ini dilakukan dengan cara mengkaji format dan substansi dari awig-awig desa pakraman dari berbagai kabupaten/kota di Bali yang telah mendapat pembinaan Hasil pengkajian menunjukkan bahwa ajaran Tri Hita Karana belum diimplementasikan dengan baik dalam pembuatan sistematika dan perumusan isi awig- awig. Oleh karena itu, supaya awiig-awig sinkron dengan dasar filosofisnya yaitu Tri Hita Karana, maka ke depan awig-awig masih perlu disempurnakan. Kata kunci: Tri Hita Karana, Awig-awig PENDAHULUAN Tri Hita Karana, baik sebagai falsafah, sebagai konsep, maupun sebagai ajaran dalam agama Hindu telah banyak dibicarakan baik oleh para ilmuwan, birokrat, anggota dewan, tokoh-tokoh adat dan agama, tidak terkecuali istilah ini juga sudah populer di kalangan orangkebanyakan,seolah-olahistilahinitelah mendarah-daging dan membudaya dalam kehidupan masyarakat Bali. Sebagaimana diketahui ajaran Tri Hita Karana sebagai salah satu ajaran dalam agama Hindu mengajarkan bahwa kebahagiaan akan dapat dicapai dengan terwujudnya tiga keseimbangan, yaitu keseimbangan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya. Terkait dengan ketiga bentuk keseimbangan tersebut, Ida Pedanda Gede Made Gunung dalam beberapa kali dharmawacananya menyebutkan bahwa keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhan harus diwujudkan dalam bentuk bakti, hubungan manusia dengan manusia diwujudkan dalam bentuk tresna, dan hubungan manusia dengan lingkungannya diwujudkan dalam bentuk asih. Menurut Ida Pedanda, dewasa ini hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan antara manusia dengan manusia sesama, dan hubungan antara manusia dengan lingkungannya tidak harmonis lagi. Sebagai salah satu ajaran, Tri Hita Karana selalu dijadikan sebagai landasan filosofis dalam pembangunan, baik pembangunan di tingkat daerah maupun pembangunan di tingkat desa. Di lingkup desa pakraman, ajaran tersebut dengan jelas ditetapkan sebagai dasar (pamikukuh) dalam awig- awignya. Pertanyaannya, apakah para pejabat, tokoh masyarakat, dan warga masyarakat sendiri telah betul-betul memahami Tri Hita Karana dalam wujud bakti, tresna dan asih tersebut, sehingga mampu mewujudkannya/mengimplementasikannya dalam bentuk kebijakan, program, ataupun kegiatan nyata. Masalah Tri Hita Karana, sebenarnya sudah sering ditulis oleh berbagai pihak, antara lain, Dasi Astawa (2007) yang menyoroti Tri Hita Karana sebagai Landasan Dasar dalam Pembangunan Industri di Bali, Raka Dalem (2007) dalam artikelnya yang berjudul : “Filosofi Tri Hita Karana dan Implementasinya dalam Industri Pariwisata” (dalam Raka Dalem, dkk (editor), 2007). Dalam artikelnya itu, ia mengemukakan teknik implementasi konsep Tri Hita Karana ke dalam tiga bidang, yaitu bidang Parahyangan (hubungan manusia dengan Tuhan), bidang pawongan (hubungan manusia dengan manusia, dan bidang palemahan (hubungan manusia dengan lingkungan) yang dikaitkan dengan industri pariwisata. Artikel tersebut walaupun mengkaji tentang Tri Hita Karana, akan tetapi sama sekali tidak menyinggung awig-=awig.. Di bagian lain, Astiti (2007) ada menulis artikel yang berjudul: “Awig-awig sebagai Sarana Pelestarian Lingkungan Hidup” (dalam Raka Dalem, dkk, 2007). Dalam artikel
  • 2. The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 2011 29 ini, Astiti juga menyinggung tentang Tri Hita Karana, akan tetapi yang menjadi fokus perhatian dalam pembahasan adalah awig-awig dalam fungsinya sebagai pengendalian sosial dan sebagai alat pembaruan dalam konteks pelestarian lingkungan hidup. Dilihat dari fokus pembahasannya, ia memang banyak membahas isi awig-awig (substansi awig-awig) yang merupakan komponen legalsubstance dari suatu sistem hukum yang dikaitkan dengan salah satu komponen Tri Hita Karana yaitu lingkungan hidup. Itu berarti ia tidak membahas secara khusus tentang implementasi ajaran Tri Hita Karana dalam awig-awig Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, dianggap sangat penting melakukan kajian/penelitian tentangimplementasiajaranTriHitaKarana,khususnya di desa pakraman terkait dengan awig-awignya dengan mempermasalahkan apakah ajaran Tri Hita Karana sudah benar-benar diimlementasikan dalam awig-awig ataukah hanya sebagai slogan? Penelitian ini bertujuan untuk mengkritisi awig- awig darisudutpandangTriHitaKarana, denganfokus kajian terhadap sistematika (format) dan substansi awig-awig, terutama sistem penormaannya. METODA PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan obyek kajian awig-awig desa pakraman, Kajian normatif terhadap awig-awig dilakukan dengan menggunakan metode content analysis (analisis isi). Analisis isi dilakukan dengan cara mengkaji secara kritis format (sistematika) dan isi (substansi) awig-awig. Awig-awigyang dikajiadasembilan(9), merupakan awig-awig desa pakraman yang berasal dari berbagai kabupaten/kota di Bali. Kesembilan awig-awig yang dikaji itu merupakan awig-awig yang sudah mendapat pembinaan, dengan demikian baik format maupun isinya relatif homogen. Data yang diperoleh dari analisis isi terhadap sistematika dan substansi awig-awig dengan menggunakan ajaran Tri Hita Karana sebagai alat analisis, kemudian ditafsirkan sehingga diperoleh gambaran tentang implementasi ajaran Tri Hita Karana yang tercermin di dalamnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Sebagaimana diketahui TriHitaKarana merupakan salah satu ajaran dalam agama Hindu yang mengajarkan tentang adanya tiga keseimbangan yang menyebabkan tercapainya kebahagiaan, yaitu keseimbangan antara manusia dengan Tuhan, keseimbangan manusia dengan manusia sesama, dan keseimbangan antara manusia dengan lingkungannya. Ketiga keseimbangan tersebut umumnya oleh para penulis maupun dalam ungkapan sehari-hari disebut dengan istilah Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan. Berbeda dengan Ida Pedanda Gede Made Gunung, menyebutkan keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhan adalah dalam bentuk bakti, keseimbangan antara manusia dengan manusia sesama adalah dalam bentuk tresna, dan keseimbangan antara manusia dengan lingkungannya adalah dalam bentuk asih. Dalam penelitian atau kajian ini pengertian Tri Hita Karana yang digunakan adalah sesuai dengan pendangan Ida Pedanda Gede Made Gunung, karena bakti,tresna,asih itulah yang mempunyai arti hubungan, sedangkan Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan tidak bermakna hubungan. Awig-awig sebagai salah satu bentuk dari hukum adat di Bali, merupakan hukum yang hidup (living law) yang dibuat oleh masyarakat adat sebagai pedoman bertingkah laku dalam pergaulan hidup bermasyarakat adat. Hukum adat Bali (awig-awig) sebagai sub- sistem hukum adat mempunyai corak khusus yang membedakannya dengan sistem hukum adat pada umumnya. Sistem hukum adat sendiri dalam kerangka pluralisme sistem hukum di Indonesia mempunyai perbedaan-perbedaan yang mendasar dengan sistem hukum lainnya (Hukum Barat, Hukum Nasional, Hukum Islam), dalam hal filosofinya, dalam asas- asas hukum, dalam kaedah-kaedahnya, sistem sanksi, sistem pemerintahan, sistem peradilannya, dan lain sebagainya. Sebagai salah satu sub-sistem dari Hukum Adat, Hukum Adat Bali (awig-awig) mempunyai kekhususan, antara lain terkait dengan filosofi, asas- asas, dan sanksi serta cara-cara penyelesaian sengketa. SesuaidenganpandanganLauranceM.Friedman(1969), suatu sistem hukum terdiri dari komponen-komponen substansi hukum (legal substance), komponen penegak hukum dan penegakan hukum (legal structure), dan komponen budaya hukum (legal culture). Demikian juga halnya dengan Hukum Adat Bali (awig-awig) juga mempunyai ketiga komponen tersebut (substansi awig-awig, penegak hukumnya, dan budaya hokum masyarakat adat). Sebagai salah satu kekhususan awig-awig sebagai sub komponen sistem hukum adat, awig-awig mempunyai landasan filosofis yang bersumber pada ajaran agama Hindu. Salahsatuajaranituadalah ajaran Tri Hita Karana yang telah ditetapkan sebagai landasan filosofi awig-awig, oleh karena itu, sudah semestinya ajaran ini diimplementasikan dalam awig-awig.
  • 3. The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 201130 Kajian Kritis terhadap Sistematika Awig-awig Temuan Berdasarkan hasil kajian terhadap 9 awig-awig yaitu : 1) Awig-awig Desa Pakraman Baluk (Negara, Jembrana, 2009) 2) Awig-awig Desa Adat Tabanan (Tabanan, 1985), 3) Awig-awig Desa Adat Kapal (Badung, 2007), 4) Awig-awig Desa Adat Ubung (Denpasar Barat, 2003). 5) Awig-awig Desa Pakraman Ubud (Gianyar, 2002), 6) Awig-awig Desa Adat Selisishan (Klungkung, 1988), 7) Awig-awig Desa Pakraman Kubu (Bangli, 2009), 8) Awig-awig Desa Adat Padangaji (Karangasem, tt), 9) Awig-awig Desa Adat Panglatan (Buleleng, 2009), ditemukan bahwa: (1) Sistematika ke 9 awig-awig tersebut pada prinsipnya hampir sama, namun ada sedikit variasi yang membedakan antara awig-awig No. 5, 7, 8 dan 9 di satu pihak, dengan awig-awig No. 1, 2, 3, 4, 6 di pihak lain, dalam pengaturan masalah lingkungan (palemahan). Awig-awig No. 5, 7, 8, dan 9 mengatur masalah palemahan secara eksplisit dalam satu sargah tersendiri, sedangkan awig-awig No. 1, 2, 3, 4, 6 masalah palemahan tidak diatur tersendiri, akan tetapi menjadi bagian dari sarga Sukerta Tata Pakraman, dalam palet terakhir dengan topik Palet Sukerta Pamitegep, bercampur dengan materi-materi lain. Pada Awig-awig No. 2 malahan palemahan diatur pada Sarga Sukerta Tata Pakraman dan Pawongan yang dijadikan satu. (2) Hampir semua awig-awig mengatur komponen hubungan manusia dengan manusia lebih banyak dari komponen-komponen yang lainnya (hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan lingkungan). Dalam kaitan ini, komponen hubungan manusia dengan manusia diatur dalam beberapa sarga seperti Sarga Sukerta Tata Pakraman, Sukerta Tata Pawongan, Sarga Wicara lan Pamidanda. (3) Awig-awig yang dikaji, hampir semuanya mencantumkan beberapa jenis sanksi dalam sebuah sargah yang disebut sargah Wicara lan Pamidanda. Pamidanda (sanksi) tersebut ada beberapa jenis antara lain, sanksi melaksanakan kewajiban (ayahan) tertentu, membayar sejumlah uang (danda), minta maaf (pangampura), membuat upacara, pangucilan (kasepekang), dan dipecat sebagai krama. Jenis-jenis pamidanda tersebut ternyata tidak semuanya digunakan secara rinci dan jelas dalam penormaan awig-awig. (4) Hampir semua awig-awig di bagian akhirnya mencantumkan prihal nguwah-nguwuhin awig- awig yang berarti mengurangi dan menambah awig-awig. Itu artinya awig-awig dapat diubah untuk disempurnakan. Pembahasan Berdasarkan temuan tersebut di atas, tampaknya sistematika awig-awig cenderung lebih menekankan pada pengaturan komponen pawongan, hal tersebut terlihat dari pengaturannya dalam beberapa sarga, sejumlah palet dan pawos yang jauh melebihi komponen tata agama, terlebih-lebih lagi pengaturan terhadap masalah tata palemahan yang dalam beberapa awig-awig hanya diatur sebagai bagian dari sebuah sargah, yakni sargah Sukerta Tata Pakraman., seperti halnya awig- awig Desa Adat Baluk (Jembrana) dimana masalah pawongan secara keseluruhan diatur dalam 3 sargah dengan total pawos 49 pawos. sedangkan Sukerta Tata Agama hanya diatur dalam satu sargah yang terdiri dari 5 palet dan 12 pawos, dan masalah palemahanhanya diatur dalam salah satu palet, 4 kaping, dan 6 pawos, yang merupakan bagian dari sargah Sukerta Tata Pakraman. Selanjutnya masalah lain-lain diatur dalam 4 sargah, dan 7 pawos. Penempatan unsur palemahan sebagai bagian dari sarga Sukerta Tata Pakraman dalam beberapa awig-awig tanpa mengaturnya secara tersendiri, mencerminkan tidak berimbangnya pengaturan ketiga unsur Tri Hita Karana (Parhyangan, Pawongan,Palemahan). Cara penempatan seperti itu, menunjukkan bahwa unsur palemahan tampaknya kurang dipentingkan dan terpinggirkan. Hal ini tentunya tidak konsekuen dan tidak konsisten dengan penempatan Tri Hita Karana (ajaran tentang keseimbangan) sebagai pamikukuh (dasar) dari awig-awig. Adanya berbagai jenis sanksi yang ditetapkan dalam awig-awig sebagaimana temuan di atas, apabila ditinjau dari ajaran Tri Hita Karana yang mengajarkan tentang adanya keseimbangan (keharmoniosan) antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungannya, kelihatannya sanksi berupa pelaksanaan upacara itu berkaitan dengan unsur hubungan manusia dengan Tuhan, sanksi permintaan maaf dapat dikatakan terkait dengan unsur hubungan manusia dengan manusia, demikian juga sanksi kewajiban melaksanakan ayahan. Ketiga jenis sanksi tersebut ditinjau dari ajaran Tri Hita Karana dapat dikatagorikan sebagai sanksi yang mengacu pada keharmonisan, antara manusia dan Tuhan serta manusia dengan manusia. Dengan kata lain jenis sanksi trersebut mencerminkan wujud bakti dan tresna. Berbeda dengan sanksi pangucilan (kasepekang), dan dipecat sebagai krama, keduanya tergolong sanksi yang terkait dengan hubungan manusia dengan manusia,
  • 4. The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 2011 31 akan tetapi tidak mencerminkan adanya keharmonisan karena bersifat menjauhkan seseorang/ sekelompok warga dari warga lainnya. Dengan kata lain, unsur tresna antara sesama dalam hubungan manusia tidak tampak dalam sanksi semacam ini. Selanjutnya dengan adanya sargah tentang nguwah- nguwuhinawig-awigdalamsetiapawig-awig merupakan hal yang sangat tepat dan penting artinya untuk membuat awig-awig tersebut fleksibel karena dapat dikurangi dan ditambah sesuai dengan perkembangan jaman serta berubahnya rasa keadilan dan kepatutan di masyarakat. Hal ini sesuai dengan sifat luwes dan dinamis dari hukum adat sebagaimana dikemukakan oleh Prof.Koesnoe (2002) Kajian Kritis terhadap Substansi Awig-awig Temuan (1) Dari 9 awig-awig yang dikaji, dilihat dari segi perumusan isi awig-awig, cenderung lebih banyak merupakan penjelasan-penjelasan yang dirumuskan dalam pernyataan (deklaratif) yang tidak berupa norma atau kaedah. Contoh: Pawos 2 Sarga I Awig-awig Desa adat Selisihan, Klungkung yang menyebutkan: “Desa Adat Selisihan puniki ngewidangin 2 (kalih) banjar: 1.1 Banjar Kangin, 1.2 Banjar Kawan, ….dst. Sebagian yang lain dari isi awig-awig tersebut dirumuskan dalam bentuk kaedah atau norma. Dari rumusan-rumusan kaedah tersebut lebih banyak kaedah-kaedah tanpa disertai sanksi, misalnya Pawos 17 yang mengatur tentang atiwa-tiwa (ngaben) sebagai berikut: “ 1) Yan tingkahing pacang mapawangun karya atiwa-tiwa (ngaben) sadurungnya patut masadok ring Klian Banjar muwah ring Klian Desa Adat Selisihan”. Hanya sebagian kecil perumusan norma disertai dengan sanksi, misalnya: pawos 31 menyebutkan: “ 1) Yan wenten sinalih tunggil klian desa adat utawi klian banjar iwang sesamanya miwah ngalinyokin sehananin duwen desa wiadin banjar tur presida kabuktiang kaiwangane antuk ikrama, punapi malih banget tiwal ring daging awig-awig makamiwah pasuara, patut keni pamidabdab nikel ring pamidanda krama siosan”. (2) Norma-norma yang disertai sanksi adakalanya jenis dan besarnya sanksi tidak disebutkan dengan jelas, hanya disebutkan manut perarem. Misalnya, Pawos64(1ca) Awig-awigDesaadat Ubud yang menyebutkan: “ Tan kalugra adung utawi mawiwaha malih diprade sampun palas ping kalih. Sang mamurug keni pamidanda manut perarem”. Hanya sedikit sekali norma bersanksi yang jenis dan besarnya sanksi dinyatakan dengan cukup jelas. Sebagai contoh: Pawos 38 (2 ra) Awig- awig Desa Adat Ubung yang menyebutkan sebagai berikut: “ Maling kalaku kawastanin, yening wenten jatma ngambil sarwaning barang yan katara wawu mapajar ngidih, patut kadanda sapengargan barang sane keambil, saha ngawaliang barang inucap” (terjemahan : Disebut maling tertangkap basah (ketara), orang yang mnengambil barang- barang apabila ketahuan baru mengatakan minta, didenda seharga barang yang diambil dan harus mengembalikan barang tersebut). (3) Masalah sanksi diatur dalam salah satu sargah yang berjudul sarga Wicara lan Pamidanda. Mengenai pamidanda yang di atur dalam salah satu pawos ada beberapa jenis antara lain: melaksanakan kewajiban (ayahan) tertentu, membayar sejumlah uang (danda), minta maaf (pangampura), membuat upacara, pangucilan (kasepekang), dan dipecat sebagai krama. Jenis- jenis pamidanda tersebut tidak semuanya digunakan secara rinci dan jelas dalam perumusan norma. Tidak dicantumkannya jenis dan besarnya sanksi secara jelas dalam perumusan norma, di satu sisi dapat berdampak positip, karena akan dapat dimanfaatkan untuk menyesuaikan sanksi dengan rasa kepatutan yang sedang tumbuh di massyarakat, namun di sisi lain juga dapat berdampak negatip karena akan dapat dimanfaatkan untuk menjatuhkan sanksi yang dilatarbelakangi motif balas dendam. (4) Dalam sargah Sukerta Tata Agama, yang diatur umumnya mengenai yadnya (panca yadnya), sangat sedikit berisi rumusan petunjuk hidup beragama,misalnyatentangbagaimanabersikap bakti kepada Ida Sanhyang Widhi, demikian juga dalam bagian sukerta tata pawongan yang mengatur tentang hubungan manusia dengan manusia, kurang mengarah pada bagaimana bersikap tresna antar sesama, juga pada bagian sukerta tata palemahan (pada awig-awig yang mengatur hal ini secara tersendiri) belum ada petunjuk kearah mendidik krama supaya mencintai atau asih terhadap lingkungan. Pembahasan Berdasarkan beberapa temuan tersebut di atas, tanpaknya Tri Hita Karana yang dijadikan landasan (dasar atau pamikukuh) dari awig-awig belum dijabarkan secara baik dalam penetapan materi maupun dalam perumusannya sebagai norma. Kelihatannya, pemahaman terhadap Tri Hita Karana hanya sebatas
  • 5. The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 201132 Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan sedangkan hakekatnya sebagai suatu pilosofi yang mengajarkan tentang keseimbangan atau keharmonisan, seharusnya melandasi cara berfikir, bersikap dan berperilaku yang mengarah pada sikap bakti, tresna dan asih belum dimaknai secara baik. Demikian juga, dari materi-materi yang diatur dalam awig-awig belum secara tajam mengarah kepada tujuan (petitis) yaitu ngerajegang Sanghyang Agama karena pemahaman tentang makna “ngerajegang Sanghyang Agama” itu masih terbatas pada masalah Yadnya (Panca Yadnya) yang penekanannya lebih pada “aci” dan “Upacara” belum masuk pada persoalan sikap dan perilaku beragama. Sebagai contoh, jika Sanghyang Agama dijadikan petitis/tujuan, mestinya hal-hal yang dilarang dan diperintahkan oleh agama diatur secara tegas dalam awig-awig dalam bentuk norma yang bersanksi jelas. Salah satu contoh perilaku yang jelas-jelas dilarang oleh agama (Hindu) adalah judi. Masalah judi hampir tidak disinggung di dalam awig-awig. Jika masyarakat desa pakraman konsekuen ngerajegang Sanghyang Agama, maka masalah judi (termasuk judi tajen) seharusnya dilarang secara tegas dalam awig-awig. Berdasarkan awig-awig yang telah dikaji, larangan berjudi hanya disinggung sangat minim antara lain dalam awig- awig Desa Pakraman Ubung Pawos 44 (1) ta, yang rumusannya sebagai berikut: “Patut ngamanggehang sesananing Pemangku, luire tan wenang ngamargiang Panca Ma (madat, madon, mamunyah, mamotoh, lan mamaling)”. Hanya sayangnya, norma semacam ini tidak disertai sanksi yang jelas. Selain itu, larangan melakukan Panca Ma hanya ditujukan kepada Pemangku, pada hal perilaku Panca Ma itu perlu dilarang untuk semua krama. Terkait dengan masalah palemahan (lingkungan hidup), agama Hindu mempunyai pandangan yang sangat luhur terhadap hubungan manusia dengan lingkungannya, hubungan mana menyangkut sekala dan niskala, antara lain, hubungan manusia dengan tanah di mana mereka tinggal. Tanah tidak saja dimaknai sebagai benda fisik yang dapat dimiliki sebagai harta kekayaan dimana dapat dibangun rumah, tempat bertani, tempat dikubur, dan lain sebagainya, melainkan secara niskala dikenal juga konsep “ Ibu Pertiwi” berupa kekuatan yang memberi kehidupan, oleh karenanya sangat dihormati dan secara rutin dilakukan ritual dan pemujaan terhadap Beliau. Demikian juga terhadap air, hutan, dan sumberdaya alam lainnya. Hubungan yang begitu mesra (harmonis) antara manusia dengan alam lingkungannya terutama tanah, oleh Prof.Dr. M. H. Koesnoe (2002) diibaratkan seperti hubungan “ibu- anak” atau “orangtua-anak” . Dalam hubungan seperti itu, tidak saja terdapat hubungan hukum, tetapi juga hubungan moral dan spiritual, oleh karena itu sudah menjadi kewajiban umat manusia, khususnya umat Hindu untuk menjaga, membela, mempertahankan, melestarikan, dan menghormati lingkungan dengan sebaik-baiknya supaya dapat berfungsi untuk kesejahteraan umat manusia. Dengan demikian tidak ada alasan para penyusun awig-awig untuk memarjinalkan pengaturan hubungan manusia dengan lingkungan, karena dengan menghormati lingkungan juga merupakan salah satu bentuk bakti kepada Ida Sang Hyang Widhi. Ada beberapa ketentuan awig-awig yang perlu mendapat perhatian terkait dengan pelestarian dan penghormatan terhadap lingkungan, antara lain: Pawos 28 awig-awig Subak Tembuku yang menentukan sebagai berikut: 1) Tan dados mabacin ring telabah gede, miwah telabah jelinjing. 2) Rikala anak istri kapiambeng sebel, patut pisan tan dados mabersih ring tembuku aya, taler tan dados masahin sehanan pengange ring genah punika 3) Soang-soang pelinggih pangungangan carik patut kasuciang sareng sami, lamakane tan patut malaksana leteh miwah romon ring genah punika 4) Tan dados nganyudang wek-wekan pengangge miwah barang-barang romon ring telabahe 5) Sapasira ugi pacang ngemem sagu, kayu miwah ramuan siyosan ring telabahe, patut sang madruwe mapiorah ring prajuru mangda mapiduduh ring genah sane kadadosang. Terjemahan 1) Tidak boleh membuang kotoran di sungai maupun di saluran-saluran air. 2) Wanita yang sedang kotor kain, tidak boleh membersihkan diri maupun mencuci pakaian yang dipakai, di saluran air menuju ke sawah 3) Tempat-tempat suci yang berkaitan dengan sawah harus disucikan dan tidak boleh mengotori tempat tersebut. 4) Tidak boleh membuang pakaian bekas atau lainnya ke sungai 5) Setiap orang yang akan merendam pohon sagu atau, kayu, dan bahan- bahan lainnya di sungai, harus memberitahukan kepada Pengurus untuk mendapat petunjuk di tempat mana hal tersebut boleh dilakukan. Patut dicermati pula awig-awig Desa Tenganan
  • 6. The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 2011 33 Pagringsingan tentang “larangan menebang pohon sembarangan” yang dimaksudkan untuk menjaga dan melestarikan lingkungan. Dalam Pawos 14 awig-awig tersebut diatur larangan bagi krama setempat untuk menebang jenis-jenis pohon tertentu seperti keluek, kemiri, nangka, dan lain sebagainya (Baca Astiti, 2005). Terkait dengan hubungan manusia dengan lingkungan hidup, agama Hindu telah mengajarkan untuk menghormati tumbuh-tumbuhan dan binatang yang tertuang dalam konsep Tumpek Wariga (Tumpek Uduh) dan Tumpek Uye (Tumpek Kandang), yang di dalam kehidupan masyarakat dikenal sebagai “oton entik-entikan’) dan “oton Celeng” di mana krama pada saatitumengadakanritualkeagamaan.Hanyasayangnya pemahaman dan pemaknaan hari-hari tersebut baru hanya sebatas ritual, belum dibudayakan dalam bentuk perilaku. Dalam konteks kekinian, mestinya konsep Tumpek Wariga selain untuk melakukan ritual, pada saat itu mestinya disertai juga dengan tindakan/ gerakan menanam pohon untuk menunjang program Pemerintah dalam upaya mewujudkan “Bali yang bersih dan hijau” atau menunjang program “menanam 1 milyard pohon 2010 ataupun program “ one man one tree” yang telah ada sebelumnya. Di sinilah sebenarnya wujud konkret dari hubungan sih antara manusia dengan lingkungannya. Demikian juga dalam kaitan dengan pengaturan hubungan manusia dengan manusia perlu lebih ditekankan pada norma-norma perilaku yang mengarahkan krama untuk dapat hidup rukun dan selaras yang mencerminkan keharmonisan dalam hidup antar sesama, sebagai perwujudan tresna. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil kajian terhadap sistematika dan substansi awig-awig terutama terkait dengan perumusan norma/kaedah awig-awig, dapat disimpulkan bahwa ajaran Tri Hita Karana belum diimplementasikan secara baik dalam sistematika dan subtansi awig-awig. Itu berarti bahwa penempatan Tri Hita Karana sebagai pamikukuh dalam awig-awig masih sebatas slogan. Oleh karena itu, melalui klausula nguwah nguwuhin awig-awig, awig-awig dapat disempurnakan dengan mengimplemtasikan ajaran Tri Hita Karena kedalam sistematika maupun substansi awig-awig, sehingga tampak ada sinkronisasi atau konsistensi antara dasar (pamikukuh) dengan awig- awignya sendiri. UCAPAN TERIMAKASIH Selesainya penelitian ini dilakukan dan sebagian hasilnya ditulis sebagai artikel ini, tidak terlepas dari bantuan dan kerjasama yang baik antara Tim Peneliti serta bantuan yang tulus dari berbagai pihak yang telah meminjamkan awig-awignya untuk dikaji. Melalui tulisan ini, kami atas nama Tim Peneliti mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya. Secara khusus kami juga menyampaikan terimamasih kepada Bapak Rektor yang telah memberikan dana operasional dalam tahap pembuatan proposal penelitian. REFERENSI Awig-awig Subak Tembuku Awig-awig Desa Adat Tenganan Pagringsingan Astiti, Tjok Istri Putra, 2005. Awig-awig Menuju Ajeg Bali, Plawasari, Denpasar. ------. 2007 “Awig-awig sebagai Sarana Pelestarian Lingkungan Hidup” dalam Raka Dalem, dkk. (editor), 2007. Kearifan Lokal dalam Pengelolaan LingkunganHidup,UPTPenerbitUniversitasUdayana bekerjasama dengan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Denpasar. Dasi Astawa, 2007. “Tri Hita Karana sebagai Landasan Dasar dalam Pembangunan Industri di Bali”, dalam majalah Dharmasmerthi, Vol V No. 9, April 2007. Friedman, Laurence. M. 1969. The Legal System : A Social Sience Perspective Russle Sage Foundation, New York. Koesnoe, M. Haji. 2002. Kapita Selekta Hukum Adat : Suatu Pemikiran Baru, Varia Peradilan-Ikatan Hakim Indonesia, Jakarta. Raka Dalem, A A Gede. “ Filosofi Tri Hita Karana dan Implementasinya dalam Industri Pariwisata” dalam Raka Dalem, dkk. (editor), 2007. Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup, UPT PenerbitUniversitasUdayana bekerjasama dengan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Denpasar.