Makalah ini membahas tentang Pancasila sebagai sistem etika. Pancasila memainkan peran penting dalam membentuk pola pikir dan etika bangsa Indonesia. Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum dan pedoman yang tidak bersifat normatif melainkan sistem nilai etika. Setiap sila Pancasila mewakili nilai-nilai etika yang diwujudkan dalam norma dan perilaku masyarakat.
"Menjelajahi Keberagaman Permainan di Sumaterabet: Situs Slot Terbesar di Ind...
Makalah wawasan sosial budaya
1. M A K A L A H
Pendidikan Pancasila
“PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA”
Disusun Oleh:
Nama: Rian Rinaldi
NIM:D0218367
Kelas: Informatika D
UNIVERSITAS SULAWESI BARAT (UNSULBAR)
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA
TAHUN 2018
2. 1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan hidayah-Nya kami
dapat menyeselsaikan dengan kerja sama yang baik dan kompak dan makalah ini berjudul “Pancasila
Sebagai Sistem Etika” dengan baik.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Pak Azriel Pualillin S.H,M.H selaku Dosen
pembimbing yang telah memberikan tugas ini kepada kami, dengan ini kami bisa mengetahui dan
mengerti arti Pancasila sebagai Sistem Etika. Tak lupa kepada semua pihak yang bersangkutan, kami
ucapkan terima kasih karena telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini jauh dari kata sempurna maka dari itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari
pihak pembaca penulis perlukan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca unutuk menambah
pengetahuan. Nilai, norma, dan moral adalah konsep-konsep yang saling berkaitan. Dalam
hubungannya dengan Pancasila maka ketiganya akan memberikan pemahaman yang saling
melengkapi sebagai sistem etika. Nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praktis
atau kehidupan nyata dalam masyarakat, bangsa dan negara maka diwujudkan dalam norma-norma
yang kemudian menjadi pedoman. Norma-norma itu meliputi :
1. Norma Moral
Yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk, sopan
atau tidak sopan, susila atau tidak susila.
2. Norma Hukum
Suatu sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu tempat dan waktu tertentu
dalam pengertian ini peraturan hukum. Dalam pengertian itulahPancasila berkedudukan sebagai
sumber dari segala sumber hukum. Dengan demikian, Pancasila pada hakekatnya bukan merupakan
suatu pedoman yang langsung bersifat normatif ataupun praktis melainkan merupakan suatu sistem
nilai-nilai etika yang merupakan sumber norma.
Majene,23 September 2018
Penulis
3. 2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ..................................................................................................................... 1
Daftar Isi.............................................................................................................................. 2
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................................. 3
B.Rumusan Masalah.............................................................................................................. 3
C.Tujuan Penulis ................................................................................................................... 3
BAB II. PEMBAHASAN
A. Pancasila Sebagai Sistem Etika .......................................................................................... 4
B. Pemahaman Konsep dan Teori Etika .................................................................................. 5
C. Pengertian Nilai, Norma, dan Moral.................................................................................... 6
D. Pengertian Nilai Dasar, Nilai Instrumental,dan Nilai Praktis ................................................ 7
E. Aliran-aliran Besar Etika ................................................................................................... 8
F. Etika Pancasila .................................................................................................................. 12
G.Makna Nilai-nilai Setiap Sila Pancasila ............................................................................... 14
BAB III. PENUTUP
A.SARAN DAN KRITIK ..................................................................................................... 17
B.KESIMPULAN................................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 18
4. 3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pancasila adalah sebagai dasar negara Indonesia yang memegang peranan penting dalam setiap aspek
kehidupan masyarakat Indonesia salah satunya adalah “Pancasila sebagai suatu sistem etika”. Di
dunia internasional bangsa Indonesia terkenal sebagai salah satu negara yang memiliki etika yang
baik, rakyatnya yang ramah, sopan santun, dll.
Pancasila adalah suatu kesatuan yang majemuk tunggal, setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terlepas
dari sila lainnya, diantara sila satu dan lainnya tidak saling bertentangan. Inti dan isi Pancasila adalah
manusia monopluralis yang memiliki un
sur-unsur susunan kodrat (jasmani –rohani), sifat kodrat (individu-makhluk sosial), kedudukan kodrat
sebagai pribadi berdiri sendiri, yaitu makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Pancasila merupakan
penjelmaan hakekat manusia monopluralis sebagai kesatuan
Pancasila memegang peranan besar dalam membentuk pola pikir bangsa Indonesia sehingga bangsa
Indonesia dapat dihargai sebagai salah satu bangsa yang beradab didunia .Kecenderungan
menganggap acuh dan sepele akan kehadiran pancasila diharapkan dapat ditinggalkan dan di
tinggalkan, karena pancasila wajib diamalkan oleh warga Negara Indonesia. Alasan lain
karena bangsa yang besar adalah bangsa yang beradab. Pembentukan etika bukan hal yang susah dan
gampang untuk dilakukan, karena etika berasal dari tingkah laku, perkataan, perbuatan, serta hati
nurani kita masing-masing.
B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa maksud dari Pancasila sebagai Sistem Etika?
b. Bagaimana pemahaman konsep dan teori dari etika?
C. TUJUAN PENULIS
a. Untuk mengetahui tugas mata kuliah Pancasila yang diberikan oleh Dosen Pembimbing.
b. Untuk mengetahui lebih dalam maksud dari Pancasila sebagai Sistem Etika.
5. 4
BAB II
PEMBAHASAN
A.PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang dan bagaimana kita dan mengapa kita mengikuti
suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab
berhadapan dengan berbagai ajaran moral.
Etika berkaitan dengan masalah nilai karena etika pada pokoknya membicarakan masalah- masalah
yang berkaitan dengan predikat nilai “susila” dan “tidak susila”, ”baik” dan “buruk”.
Etika merupakan cabang falsafah dan sekaligus merupakan suatu cabang dari ilmu-ilmu kemanusiaan
(humaniora). Sebagai cabang falsafah, etika membahas sistem-sistem pemikiran yang mendasar
tentang ajaran dan pandangan moral. Dan sebagai cabang ilmu, etika membahas bagaimana dan
mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu.
Etika sebagai ilmu dibagi dua, yaitu etika umum dan etika khusus.
· Etika umum membahas prinsip-prinsip umum yang berlaku bagi setiap tindakan manusia.
Dalam falsafah Barat dan Timur, seperti di Cina dan seperti dalam Islam, aliran-aliran pemikiran etika
beranekaragam. Tetapi pada prinsipnya etika umum membicarakan asas-asas dari tindakan dan
perbuatan manusia, serta sistem nilai apa yang terkandung di dalamnya.
· Etika khusus dibagi menjadi dua yaitu etika individual dan etika sosial. Etika indvidual
membahas kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri dan dengan kepercayaan agama yang
dianutnya serta panggilan nuraninya, kewajibannya dan tanggung jawabnya terhadap Tuhannya.
· Etika sosial di lain hal membahas kewajiban serta norma-norma social yang seharusnya
dipatuhi dalam hubungan sesama manusia, masyarakat, bangsa dan negara. Etika sosial meliputi
cabang-cabang etika yang lebih khusus lagi seperti etika keluarga, etika profesi, etika bisnis, etika
lingkungan, etika pendidikan, etika kedokteran, etika jurnalistik, etika seksual dan etika politik. Etika
politik sebagai cabang dari etika sosial dengan demikian membahas kewajiban dan norma-norma
dalam kehidupan politik, yaitu bagaimana seseorang dalam suatu masyarakat kenegaraan
berhubungan secara politik dengan orang atau kelompok masyarakat lain.
6. 5
· Dalam melaksanakan hubungan politik itu seseorang harus mengetahui dan memahami norma-
norma dan kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi. Dan pancasila memegang peranan dalam
perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini. Disetiap saat dan dimana saja kita berada kita
diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku kita. Seperti tercantum di sila ke dua “ kemanusian
yang adil dan beadab” tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam membangun etika
bangsa ini sangat berandil besar. Setiap sila pada dasarnya merupakan asas dan fungsi sendiri-sendiri,
namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang sistematik.
B. PEMAHAMAN KONSEP DAN TEORI ETIKA
Dari asal usul kata, etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti adat
istiadat/kebiasaan yang baik. Perkembangan etika yaitu study tentang kebiasaan manusia berdasarkan
kesepakatan menurut ruang dan waktu yang berbeda yang menggambarkan perangai manusia dalam
kehidupan pada umumnya. Dan etika mempunyai arti yang berbeda dilihat dari sudut pandang
pengguna yang berbeda dari istilah itu.
Bagi ahli falsafah, etika adalah ilmu atau kajian formal tentang moralitas.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika adalah nilai mengenai benar dan salah yang dianut
suatu golongan atau masyarakat.
Menurut Maryani Ludigdo (2001), etika adalah seperangkat nilai atau norma atau pedoman yang
mengatur perilaku manusia, baik yang haru dilakukan maupun ditinggalkan yang dianut oleh
sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi.
Dalam mengkaji masalah, etika terdiri dari 2 teori
1. Teori Konsekuensialis
Kelompok teori yang konsekuensialis yang menilai baik buruknya perilaku mausia atau benar
tidaknya sebagai manusia berdasarkan konsekuensi atau akibatnya. Yakni dilihat dari apakah
perbuatan atau tindakan itu secara keseluruhan membawa akibat baik lebih banyak daripada akibat
buruknya atau sebaliknya. Teori ini mendasarkan diri atas suatu keyakinan bahwa hidup manusia
secara kodrati mengarah pada suatu tujuan. Yang termasuk kedalam kelompok konsekuensalis dan
7. 6
teleologis adalah teoori egoisme, eudaimonisme, dan utilarisme. Sesuai dari kata konsekuen yaitu
etika tersebut sesuai dengan apa yang dikatakannya dan diperbuatnya.
2.Teori Non Konsekuensialis
Teori ini menilai baik buruknya perbuatan atau benar salahnya tindakan tanpa melihat konsekuensi
atau akibatnya, melainkan dengan hokum atau standar moral. Teori ini juga disebut dengan etika
deontologist karena menekankan konsep kewajiban moral yang wajib ditaati manusia.
C. PENGERTIAN NILAI, NORMA, DAN MORAL
1. Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan
manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok. Nilai
bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku
manusia.
2. Nilai sebagai suatu sistem merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping sistem sosial dan
karya. Pandangan para ahli tentang nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat :
Alport mengidentifikasikan nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat dalam enam
macam, yaitu :
1). Nilai teori 4.) Nilai Sosial
2). Nilai ekonomi 5.) Nilai Politik
3). Nilai estetika 6.) Nilai Religi
- Nilai berperan sebagai pedoman menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai manusia berada dalam
hati nurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu keyakinan dan kepercayaan yang bersumber pada
berbagai sistem nilai.
- Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai mahluk budaya, moral, religi, dan sosial. Norma
merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh
karena itu norma dalam perwujudannya norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma
hukum dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dipatuhi karena adanya sanksi. Norma-
norma yang terdapat dalam masyarakat antara lain :
-Norma agama : adalah ketentuan hidup masyarakat yang ber- sumber pada agama.
8. 7
- Norma kesusilaan : adalah ketentuan hidup yang bersumber pada hati nurani, moral atau filsafat hidup.
- Norma hukum : adalah ketentuan-ketentuan tertulis yang berlaku dan bersumber pada UU suatu Negara
tertentu.
- Norma sosial : adalah ketentuan hidup yang berlaku dalam hubungan antara manusia dalam
masyarakat.
-Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, kelakuan. Moral adalah ajaran
tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia.
D.PENGERTIAN NILAI DASAR, NILAI INSTRUMENTAL,DAN NILAI PRAKTIS
1. Nilai Dasar
Meskipun nilai bersifat abstrak dan tidak dapat diamati oleh panca indra manusia, namun
dalam kenyataannya nilai berhubungan dengan tingkah laku manusia. Setiap orang miliki nilai dasar
yaitu berupa hakikat, esensi, intisari atau makna yang dalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar
berifat universal karena karena menyangkut kenyataan obyek dari segala sesuatu.
Contohnya tentang hakikat Tuhan, manusia serta mahkluk hidup lainnya. Nilai dasar yang berkaitan
dengan hakikat manusia maka nilai-nilai itu harus bersumber pada hakikat kemanusiaan yang
dijabarkan dalam norma hukum yang diistilahkan dengan hak dasar (hak asasi manusia). Dan apabila
nilai dasar itu berdasarkan kepada hakikat suatu benda (kuatutas,aksi, ruang dan waktu) maka nilai
dasar itu juga dapat disebut sebagai norma yang direalisasikan dalam kehidupan yang praksis. Nilai
Dasar yang menjadi sumber etika bagi bangsa Indonesia adalah nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila
2.Nilai Instrumental
Nilai instrumental adalah nilai yang menjadi pedoman pelaksanaan dari nilai dasar. Nilai
dasar belum dapat bermakna sepenuhnya apabila belum memiliki formulasi serta parameter atau
ukuran yang jelas dan konkrit. Apabila nilai instrumental itu berkaitan dengan tingkah laku manusia
dalam kehidupan sehari-hari makan itu akan menjadi norma moral. Namun apabila nilai instrumental
itu berkaitan dengan suatu organisasi atau Negara, maka nilai instrumental itu merupakan suatu
arahan, kebijakan, atau strategi yangbersumber pada nilai dasar sehingga dapat juga dikatakan bahwa
9. 8
nilai instrumental itu merupakan suatu eksplisitasi dari nilai dasar. Dalam kehidupan ketatanegaraan
Republik Indonesia, nilai-nilai instrumental dapat ditemukan dalam pasal-pasal undang-undang dasar
yang merupakan penjabaran Pancasila.
3. Nilai praksis
Nilai praksis merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam kehidupan yang
lebih nyata dengan demikian nilai praksis merupakan pelaksanaan secara nyata dari nilai-nilai dasar.
E.ALIRAN – ALIRAN BESAR ETIKA
Dalam kajian etika dikenal tiga teori/aliran besar, yaitu deontologi, teleologi dan keutamaan.
Setiap aliran memiliki sudut pandang sendiri-sendiri dalam menilai apakah suatu perbuatan dikatakan
baik atau buruk.
1. Etika Deontologi
Etika deontologi memandang bahwa tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan apakah
tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika deontologi tidak mempersoalkan akibat dari
tindakan tersebut, baik atau buruk. Kebaikan adalah ketika seseorang melaksanakan apa yang sudah
menjadi kewajibannya. Tokoh yang mengemukakan teori ini adalah Immanuel Kant (1734-1804).
Kant menolak akibat suatu tindakan sebagai dasar untuk menilai tindakan tersebut karena akibat tadi
tidak menjamin universalitas dan konsistensi dalam bertindak dan menilai suatu tindakan (Keraf,
2002: 9). Kewajiban moral sebagai manifestasi dari hukum moral adalah sesuatu yang sudah tertanam
dalam setiap diri pribadi manusia yang bersifat universal. Manusia dalam dirinya secara kategoris
sudah dibekali pemahaman tentang suatu tindakan itu baik atau buruk, dan keharusan untuk
melakukan kebaikan dan tidak melakukan keburukan harus dilakukan sebagai perintah tanpa syarat
(imperatif kategoris). Kewajiban moral untuk tidak melakukan korupsi, misalnya, merupakan
tindakan tanpa syarat yang harus dilakukan oleh setiap orang. Bukan karena hasil atau adanya tujuan-
tujuan tertentu yang akan diraih, namun karena secara moral setiap orang sudah memahami bahwa
korupsi adalah tindakan yang dinilai buruk oleh siapapun. Etika deontologi menekankan bahwa
kebijakan/tindakan harus didasari oleh motivasi dan kemauan baik dari dalam diri, tanpa
mengharapkan pamrih apapun dari tindakan yang dilakukan (Kuswanjono, 2008: 7).
10. 9
Ukuran kebaikan dalam etika deontologi adalah kewajiban, kemauan baik, kerja keras dan otonomi
bebas. Setiap tindakan dikatakan baik apabila dilaksanakan karena didasari oleh kewajiban moral dan
demi kewajiban moral itu. Tindakan itu baik bila didasari oleh kemauan baik dan kerja keras dan
sungguh-sungguh untuk melakukan perbuatan itu, dan tindakan yang baik adalah didasarkan atas
otonomi bebasnya tanpa ada paksaan dari luar.
2.Etika Teleologi
Pandangan etika teleologi berkebalikan dengan etika deontologi, yaitu bahwa baik buruk
suatu tindakan dilihat berdasarkan tujuan atau akibat dari perbuatan itu. Etika teleologi membantu
kesulitan etika deontologi ketika menjawab apabila dihadapkan pada situasi konkrit ketika dihadapkan
pada dua atau lebih kewajiban yang bertentangan satu dengan yang lain. Jawaban yang diberikan oleh
etika teleologi bersifat situasional yaitu memilih mana yang membawa akibat baik meskipun harus
melanggar kewajiban, nilai norma yang lain.
Ketika bencana sedang terjadi situasi biasanya chaos. Dalam keadaan seperti ini maka memenuhi
kewajiban sering sulit dilakukan. Contoh sederhana kewajiban mengenakan helm bagi pengendara
motor tidak dapat dipenuhi karena lebih fokus pada satu tujuan yaitu mencari keselamatan. Kewajiban
membayar pajak dan hutang juga sulit dipenuhi karena kehilangan seluruh harta benda. Dalam
keadaan demikian etika teleologi perlu dipertimbangkan yaitu demi akibat baik, beberapa kewajiban
mendapat toleransi tidak dipenuhi.
Persoalan yang kemudian muncul adalah akibat yang baik itu, baik menurut siapa? Apakah baik
menurut pelaku atau menurut orang lain? Atas pertanyaan ini, etika teleologi dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu egoisme etis dan utilitarianisme
1) Egoisme etis memandang bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang berakibat baik untuk
pelakunya. Secara moral setiap orang dibenarkan mengejar kebahagiaan untuk dirinya dan dianggap
salah atau buruk apabila membiarkan dirinya sengsara dan dirugikan.
2) Utilitarianisme menilai bahwa baik buruknya suatu perbuatan tergantung bagaimana akibatnya
terhadap banyak orang. Tindakan dikatakan baik apabila mendatangkan kemanfaatan yang besar dan
memberikan kemanfaatan bagi sebanyak mungkin orang. Di dalam menentukan suatu tindakan yang
11. 10
dilematis maka yang pertama adalah dilihat mana yang memiliki tingkat kerugian paling kecil dan
kedua dari kemanfaatan itu mana yang paling menguntungkan bagi banyak orang, karena bisa jadi
kemanfaatannya besar namun hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil orang saja. Etika
utilitarianisme ini tidak terpaku pada nilai atau norma yang ada karena pandangan nilai dan norma
sangat mungkin memiliki keragaman. Namun setiap tindakan selalu dilihat apakah akibat yang
ditimbulkan akan memberikan manfaat bagi banyak orang atau tidak.
Kalau tindakan itu hanya akan menguntungkan sebagian kecil orang atau bahkan merugikan maka
harus dicari alternatif-alternatif tindakan yang lain. Etika utilitarianisme lebih bersifat realistis,
terbuka terhadap beragam alternatif tindakan dan berorientasi pada kemanfaatan yang besar dan yang
menguntungkan banyak orang. Etika utilitarianisme ini menjawab pertanyaan etika egoisme, bahwa
kemanfaatan banyak oranglah yang lebih diutamakan. Kemanfaatan diri diperbolehkan sewajarnya,
karena kemanfaatan itu harus dibagi kepada yang lain. Utilitarianisme, meskipun demikian, juga
memiliki kekurangan. Sonny Keraf (2002: 19-21) mencatat ada enam kelemahan etika ini, yaitu:
(1) Karena alasan kemanfaatan untuk orang banyak berarti akan ada sebagian masyarakat yang
dirugikan, dan itu dibenarkan. Dengan demikian utilitarianisme membenarkan adanya ketidakadilan
terutama terhadap minoritas.
(2) Dalam kenyataan praktis, masyarakat lebih melihat kemanfaatan itu dari sisi yang
kuantitasmaterialistis, kurang memperhitungkan manfaat yang non-material seperti kasih sayang,
nama baik, hak dan lain-lain.
(3) Karena kemanfaatan yang banyak diharapkan dari segi material yang tentu terkait dengan masalah
ekonomi, maka untuk atas nama ekonomi tersebut hal-hal yang ideal seperti nasionalisme, martabat
bangsa akan terabaikan, misalnya atas nama memasukkan investor asing maka aset-aset negara dijual
kepada pihak asing, atau atas nama meningkatkan devisa negara maka pengiriman TKW ditingkatkan.
Hal yang menimbulkan problem besar adalah ketika lingkungan dirusak atas nama untuk
menyejahterakan masyarakat.
(4) Kemanfaatan yang dipandang oleh etika utilitarianisme sering dilihat dalam jangka pendek, tidak
melihat akibat jangka panjang. Padahal,misalnya dalam persoalan lingkungan, kebijakan yang
12. 11
dilakukan sekarang akan memberikan dampak negatif pada masa yang akan datang.
(5) Karena etika utilitarianisme tidak menganggap penting nilai dan norma, tapi lebih pada orientasi
hasil, maka tindakan yang melanggar nilai dan norma atas nama kemanfaatan yang besar, misalnya
perjudian/prostitusi, dapat dibenarkan.
(6) Etika utilitarianisme mengalami kesulitan menentukan mana yang lebih diutamakan kemanfaatan
yang besar namun dirasakan oleh sedikit masyarakat atau kemanfaatan yang lebih banyak dirasakan
banyak orang meskipun kemanfaatannya kecil.
Menyadari kelemahan itu etika utilitarianisme membedakannya dalam dua tingkatan, yaitu
utilitarianisme aturan dan tindakan. Atas dasar ini, maka :
Pertama, setiap kebijakan dan tindakan harus dicek apakah bertentangan dengan nilai dan norma atau
tidak. Kalau bertentangan maka kebijakan dan tindakan tersebut harus ditolak meskipun memiliki
kemanfaatan yang besar.
Kedua, kemanfaatan harus dilihat tidak hanya yang bersifat fisik saja tetapi juga yang non-fisik seperti
kerusakan mental, moralitas, kerusakan lingkungan dan sebagainya.
Ketiga, terhadap masyarakat yang dirugikan perlu pendekatan personal dan kompensasi yang
memadai untuk memperkecil kerugian material dan non-material.
c. Etika Keutamaan
Etika ini tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan, tidak juga mendasarkan pada penilaian moral
pada kewajiban terhadap hukum moral universal, tetapi pada pengembangan karakter moral pada diri
setiap orang. Orang tidak hanya melakukan tindakan yang baik, melainkan menjadi orang yang baik.
Karakter moral ini dibangun dengan cara meneladani perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan oleh
para tokoh besar. Internalisasi ini dapat dibangun melalui cerita, sejarah yang di dalamnya
mengandung nilai-nilai keutamaan agar dihayati dan ditiru oleh masyarakatnya. Kelemahan etika ini
adalah ketika terjadi dalam masyarakat yang majemuk, maka tokoh-tokoh yang dijadikan panutan
juga beragam sehingga konsep keutamaan menjadi sangat beragam pula, dan keadaan ini
dikhawatirkan akan menimbulkan benturan sosial.
13. 12
Kelemahan etika keutamaan dapat diatasi dengan cara mengarahkan keteladanan tidak pada figur
tokoh, tetapi pada perbuatan baik yang dilakukan oleh tokoh itu sendiri, sehingga akan ditemukan
prinsip-prinsip umum tentang karakter yang bermoral itu seperti apa.
F. ETIKA PANCASILA
Etika Pancasila tidak memposisikan secara berbeda atau bertentangan dengan aliran-aliran
besar etika yang mendasarkan pada kewajiban, tujuan tindakan dan pengembangan karakter moral,
namun justru merangkum dari aliran-aliran besar tersebut. Etika Pancasila adalah etika yang
mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai Ketuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan.Suatu perbuatan dikatakan baik bukan hanya
apabila tidak bertentangan dengan nilai-nilai tersebut, namun juga sesuai dan mempertinggi nilai-nilai
Pancasila tersebut. Nilai-nilai Pancasila meskipun merupakan kristalisasi nilai yang hidup dalam
realitas sosial, keagamaan, maupun adat kebudayaan bangsa Indonesia, namun sebenarnya nilai-nilai
Pancasila juga bersifat universal dapat diterima oleh siapapun dan kapanpun.
Etika Pancasila berbicara tentang nilai-nilai yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia. Nilai
yang pertama adalah Ketuhanan. Secara hirarkis nilai ini bisa dikatakan sebagai nilai yang tertinggi
karena menyangkut nilai yang bersifat mutlak. Seluruh nilai kebaikan diturunkan dari nilai ini. Suatu
perbuatan dikatakan baik apabila tidak bertentangan dengan nilai, kaedah dan hukum
Tuhan.Pandangan demikian secara empiris bisa dibuktikan bahwa setiap perbuatan yang melanggar
nilai, kaedah dan hukum Tuhan, baik itu kaitannya dengan hubungan antara manusia maupun alam
pasti akan berdampak buruk.Misalnya pelanggaran akan kaedah Tuhan tentang menjalin hubungan
kasih sayang antar sesama akan menghasilkan konflik dan permusuhan. Pelanggaran kaedah Tuhan
untuk melestarikan alam akan menghasilkan bencana alam, dan lain-lain
Nilai yang kedua adalah Kemanusiaan. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan nilai-
nilaiKemanusiaan. Prinsip pokok dalam nilai KemanusiaanPancasila adalah keadilan dan keadaban.
Keadilanmensyaratkan keseimbangan antara lahir dan batin, jasmani dan rohani, individu dan sosial,
makhluk bebas mandiri dan makhluk Tuhan yang terikat hukum-hukum Tuhan. Keadaban
mengindikasikan keunggulan manusia dibanding dengan makhluk lain, yaitu hewan, tumbuhan, dan
14. 13
benda tak hidup. Karena itu perbuatan itu dikatakan baik apabila sesuai dengan nilai-nilai
kemanusiaan yang didasarkan pada konsep keadilan dan keadaban.
Nilai yang ketiga adalah Persatuan. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila dapat memperkuat
persatuan dan kesatuan. Sikap egois dan menang sendiri merupakan perbuatan buruk, demikian pula
sikap yang memecah belah persatuan. Sangat mungkin seseorang seakan-akan mendasarkan
perbuatannya atas nama agama (sila ke-1), namun apabila perbuatan tersebut dapat memecah
persatuan dan kesatuan maka menurut pandangan etika Pancasila bukan merupakan perbuatan baik.
Nilai yang keempat adalah Kerakyatan. Dalam kaitan dengan kerakyatan ini terkandung nilai lain
yang sangat penting yaitu nilai hikmat/kebijaksanaan dan permusyawaratan. Kata
hikmat/kebijaksanaan berorientasi pada tindakan yang mengandung nilai kebaikan tertinggi.
Atas nama mencari kebaikan, pandangan minoritas belum tentu kalah dibanding mayoritas. Pelajaran
yang sangat baik misalnya peristiwa penghapusan tujuh kata dalam sila pertama Piagam Jakarta.
Sebagian besar anggota PPKI menyetujui tujuh kata tersebut, namun memperhatikan kelompok yang
sedikit (dari wilayah Timur) yang secara argumentatif dan realistis bisa diterima, maka pandangan
minoritas “dimenangkan” atas pandangan mayoritas. Dengan demikian, perbuatan belum tentu baik
apabila disetujui/bermanfaat untuk orang banyak, namun perbuatan itu baik jika atas dasar
musyawarah yang didasarkan pada konsep hikmah/kebijaksanaan.
Nilai yang kelima adalah Keadilan. Apabila dalam sila kedua disebutkan kata adil, maka kata tersebut
lebih dilihat dalam konteks manusia selaku individu. Adapun nilai keadilan pada sila kelima lebih
diarahkan pada konteks sosial. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan prinsip keadilan
masyarakat banyak. Menurut Kohlberg (1995: 37), keadilan merupakan kebajikan utama bagi setiap
pribadi dan masyarakat. Keadilan mengandaikan sesama sebagai partner yang bebas dan sama
derajatnya dengan orang lain. Menilik nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, maka Pancasila
dapat menjadi sistem etika yang sangat kuat, nilai-nilai yang ada tidak hanya bersifat mendasar,
namun juga realistis dan aplikatif. Apabila dalam kajian aksiologi dikatakan bahwa keberadaan nilai
mendahului fakta, maka nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-nilai ideal yang sudah ada dalam cita-
cita bangsa Indonesia yang harus diwujudkan dalam realitas kehidupan. Nilai-nilai tersebut dalam
15. 14
istilah Notonagoro merupakan nilai yang bersifat abstrak umum dan universal, yaitu nilai yang
melingkupi realitas kemanusiaan di manapun, kapanpun dan merupakan dasar bagi setiap tindakan
dan munculnya nilai-nilai yang lain. Sebagai contoh, nilai Ketuhanan akan menghasilkan nilai
spiritualitas, ketaatan, dan toleransi. Nilai Kemanusiaan, menghasilkan nilai kesusilaan, tolong
menolong, penghargaan, penghormatan, kerjasama, dan lain-lain. Nilai Persatuan menghasilkan nilai
cinta tanah air, pengorbanan dan lain-lain. Nilai Kerakyatan menghasilkan nilai menghargai
perbedaan, kesetaraan, dan lain-lain Nilai Keadilan menghasilkan nilai kepedulian, kesejajaran
ekonomi, kemajuan bersama dan lain-lain.
G. MAKNA NILAI-NILAI SETIAP SILA PANCASILA
Makna Pancasila terletak pada nilai-nilai dari masing-masing sila sebagai satu kesatuan yang
tidak dapat diputarbalikkan letak dan susunannya. Namun demikian, untuk lebih memahami nilai-nilai
yang terkandung dalam masing-masing sila Pancasila, maka berikut ini kita uraikan :
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai keempat sila lainnya. Dalam
sila ini terkandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah pengejawantahan tujuan manusia sebagai
mahluk Tuhan Yang Maha esa. Konsekuensi yang muncul kemudian adalah realisasi kemanusiaan
terutama dalam kaitannya dengan hak-hak dasar kemanusiaan (hak asasi manusia) bahwa setiap
warga negara memiliki kebebasan untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan
keimanan dan kepercayaannya masing-masing. Hal itu telah dijamin dalam Pasal 29 UUD. Di
samping itu, di dalam negara Indonesia tidak boleh ada paham yang meniadakan atau mengingkari
adanya Tuhan (atheisme).
2) Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Kemanusian berasal dari kata manusia yaitu makhluk yang berbudaya dengan memiliki potensi pikir,
rasa, karsa dan cipta. Potensi itu yang mendudukkan manusia pada tingkatan martabat yang tinggi
yang menyadari nilai-nilai dan norma-norma. Kemanusiaan terutama berarti hakekat dan sifat-sifat
khas manusia sesuai dengan martabat. Adil berarti wajar yaitu sepadan dan sesuai dengan hak dan
kewajiban seseorang. Beradab sinonim dengan sopan santun, berbudi luhur, dan susila, artinya, sikap
16. 15
hidup, keputusan dan tindakan harus senantiasa berdasarkan pada nilai-nilai keluhuran budi,
kesopanan, dan kesusilaan. Dengan demikian, sila ini mempunyai makna kesadaran sikap dan
perbuatan yang didasarkan kepada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-
norma dan kesusilaan umumnya, baik terhadap diri sendiri, sesama manusia, maupun terhadap alam
dan hewan.
Hakekat pengertian di atas sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 Alinea Pertama :”bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, penjajahan di atas dunia
harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan ...”. Selanjutnya
dapat dilihat penjabarannnya dalam Batang Tubuh UUD.
3) Persatuan Indonesia
Persatuan berasal dari kata satu artinya tidak terpecah-pecah. Persatuan mengandung pengertian
bersatunya bermacam-macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Persatuan
Indonesia dalam sila ketiga ini mencakup persatuan dalam arti ideologi, politik, ekonomi, sosial
budaya dan keamanan. Persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami seluruh wilayah
Indonesia. Yang bersatu karena didorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas dalam
wadah negara yang merdeka dan berdaulat. Persatuan Indonesia merupakan faktor yang dinamis
dalam kehidupan bangsa Indonesia dan bertujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta
mewujudkan perdamaian dunia yang abadi.
Persatuan Indonesia adalah perwujudan dari paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh
Ketuhanan Yang Maha Esa, serta kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, paham
kebangsaan Indonesia tidak sempit (chauvinistis), tetapi menghargai bangsa lain. Nasionalisme
Indonesia mengatasi paham golongan, suku bangsa serta keturunan. Hal ini sesuai dengan alinea
keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, ” Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu
Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia...”. Selanjutnya dapat dilihat penjabarannya dalam Batang Tubuh UUD 1945.
4) Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan
17. 16
Kerakyatan berasal dari kata rakyat yaitu sekelompok manusia yang berdiam dalam satu wilayah
negara tertentu. Dengan sila ini berarti bahwa bangsa Indonesia menganut sistem demokrasi yang
menempatkan rakyat di posisi tertinggi dalam hirarki kekuasaan.
Hikmat kebijasanaan berarti penggunaan ratio atau pikiran yang sehat dengan selalu
mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan rakyat dan dilaksanakan dengan
sadar, jujur dan bertanggung jawab serta didorong dengan itikad baik sesuai dengan hati nurani.
Permusyawaratan adalah suatu tata cara khas kepribadian Indonesia untuk merumuskan atau
memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat sehingga tercapai keputusan yang bulat dan
mufakat. Perwakilan adalah suatu sistem, dalam arti, tata cara mengusahakan turut sertanya rakyat
mengambil bagian dalam kehidupan bernegara melalui lembaga perwakilan.
Dengan demikian sila ini mempunyai makna bahwa rakyat dalam melaksanakan tugas kekuasaanya
ikut dalam pengambilan keputusan. Sila ini merupakan sendi asas kekeluargaan masyarakat sekaligus
sebagai asas atau prinsip tata pemerintahan Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam alinea keempat
Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi :”...maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang
berkedaulatan rakyat ...”
5) Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku
dalam masyarakat di segala bidang kehidupan, baik materiil maupun spiritual. Seluruh rakyat
Indonesia berarti untuk setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia.
18. 17
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Dari hasil analisis yang telah ditulis dalam makalah ini maka saya menarik kesimpulan dan pokok-
pokok inti yaitu:
1..Pokok Masalah
a.Pendukung dari Pancasila sebagai sistem etika adalah Pancasila memegang peranan dalam
perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini.
b.Sistem Etika sangat berperan penting dalam kehidupan bermasyarakat. Etika juga sangat
berkaitan erat dengan nilai-nilai dan norma yang ada, karena etika pada pokoknya membicarakan
masalah yang berkaitan dengan predikat nilai.
B. Rumusan Masalah
Jadi Pancasila sebagai sistem Etika sangat berperan penting dalamm keehidupan bermasyarakat,
karena dimana kita ketahui bahwa dalam kehidupan kita dalam bermasyarakat harus selalu
memperkuat etika.
Pancasila sebagai sistem etika juga sangat berperan penting dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Karena pancasila tanpa etika maka kita sebagai manusia yang berbangsa dan bernegara
akan sulit untuk dipersatukan. Etika sangat berperan penting untuk mempersatukan negara kita.
Disetiap saat dan dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku kita.
Etika juga sangat berperan penting dalam lingkungan kita sebagai Mahasiswa dimana kita sebagai
Mahasiswa harus mempunyai etika yang baik untuk bisa memberi contoh kepada orang lain,
bagaimana sikap atau peran seorang mahasiswa dilingkungan masyarakat, dalam beretika.
B.SARAN
Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis perlukan dari pembaca untuk memperbaiki
makalah ini yang jauh dari kata sempurna, agar dapat lebih mudah dipahami oleh pembaca.