Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
OPTIMASI MARGIN PEMBIAYAAN MURABAHAH
1. Penetapan Margin Keuntungan Pembiayaan Murabahah di Bank Syariah
Oleh: Tita Novitasari (11140460000046)
Penetapan nilai margin ialah Penetapan keuntungan dari harga jual sejumlah
tertentu dangan mempertimbangkan keuntungan yang akan diambil, biaya-biaya yang
ditanggung termasuk antisipasi timbulnya kemacetan dan jangka waktu pengembalian.1
Sedangkan rasio margin keuntungan menurut pendapat Hariyadi (2002: 297)
merupakan ukuran kemampuan manajemen untuk mengendalikan biaya operasional dalam
hubungannya dengan penjualan. Makin rendah biaya operasi per rupiah penjualan, makin
tinggi margin yang diperoleh. Rasio margin keuntungan dapat pula menggambarkan
kemampuan perusahaan dalam menetapkan harga jual suatu produk, relatif terhadap biaya-
biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk tersebut.2
Dari sini saya pahami bahwa margin keuntungan adalah nilai keuntungan yang
tetapkan oleh perusahaan berdasarkan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi.
Penetapan margin keuntungan merupakan salah satu manajemen risiko dari perusahaan
agar penjualannya tidak mengalami kerugian.
Adiwarman Karim dalam bukunya Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan
memberikan definisi terkait margin keuntungan yang diterapkan di bank syariah, yakni
persentasi tertentu yang ditetapkan per tahun perhitungan margin keuntungan secara harian,
maka jumlah hari dalam setahun ditetapkan 360 hari; perhitungan margin keuntungan
secara bulanan, maka setahun ditetapkan 12 bulan.
Nasabah Bank dan Margin Keuntungan Pembiayaan Murabahah
Fakta: Nasabah bank syariah masih menganggap bahwa margin keuntungan dalam
pembiayaan murabahah sama dengan bunga bank konvensional (riba).
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya perolehan
1 Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika,
2012), Cet. 1, h. 17. Dikutip dari
2 www.kajianpustaka.com/2012/11/rasio-profit-margin.html Tanggal 28 November 2015.
2. ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan
barang tersebut kepada pembeli (PSAK 102 paragraf 5), maka transaksi murabahah tidak
harus dalam bentuk pembayaran tangguh (kredit), melainkan dapat juga dalam bentuk tunai
setelah menerima barang, ditangguhkan dengan mencicil setelah menerima barang, ataupun
ditangguhkan dengan membayar sekaligus di kemudian hari (PSAK 102 paragraf 8).
Dengan akad murabahah, penjual akan melakukan mark up terhadap harga barang
yang dijual. Oleh karenanya, dalam akad murabahah penjual tidak akan luput dari
penetapan margin keuntungan. Margin keuntungan yang ditetapkan tersebut berhak
diketahui oleh pembeli. Bahkan, penjual berkewajiban memberi tahu si pembeli berapa
margin keuntungan yang ditetapkan olehnya. Hal tersebut dilakukan agar kedua belah pihak
dapat bersepakat sehingga tidak ada pihak yang akan terdzalimi. Jika margin keuntungan
ditetapkan tanpa memerhatikan hak-hak si pembeli maka margin keuntungan tidak akan
ada bedanya dengan riba.
Dalam UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah, dijelaskan bahwa yang
dimaksud dengan “akad murabahah” adalah akad pembiayaan suatu barang dengan
menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang
lebih sebagai keuntungan yang disepakati.
Dalam transaksi murabahah di bank syariah, penetapan margin keuntungan untuk
pembiayaan murabahah tersebut kerap kali tidak disepakati bersama dengan nasabah bank.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh beberapa nasabah bank yang didokumentasikan dari
hasil wawancara yang dilakukan oleh Dina Mardiyah, sebagai berikut:
No Responden Hasil Wawancara
2 Nurul Fatimah
(Ka.Bag
Operasional)
Terdapat perbedaan nilai margin dengan fasilitas yang sama
dalam pembiayaan murabahah, untuk pekerja 0,5% sedang
umum 2%.
Menerima nilai margin yang ditetapkan tanpa mengetahui,
metode yang digunakan dalam melakukan penetapan nilai
margin oleh direksi.
3. 3 Yuyun
(Nasabah
Pembiayaan)
Menerima fasilitas pembiayaan murabahah untuk keperluan
keluarga.
Tidak mengetahui besar nilai % margin.
Tidak memahami margin, dan menganggap margin masih
sebagai bunga.
4 Sri
(Nasabah
Pembiayaan)
Menerima fasilitas pembiayaan murabahah untuk keperluan
membangun rumah.
Tidak mengetahui besar nilai % margin.
Tidak memahami margin, dan menganggap margin masih
sebagai bunga.
Sumber: Pejabat dan Nasabah PT. BPRS Fajar Sejahtera Bali, Wawancara yang dilakukan
oleh Dina Mardiyah untuk penelitiannya yang berjudul Analisis Penetapan Margin, 2013
Dari hasil wawancara di atas dapat kita ketahui bahwa tidak ada metode yang pasti
dalam penetapan margin keuntungan yang dilakukan oleh PT. BPRS Fajar Sejahtera Bali.
Meskipun hanya satu bank saja yang dipastikan tidak mengetahui metode penetapan margin
tersebut, namun tidak menutup kemungkinan bahwa bank-bank yang lainnya pun demikian.
Ironisnya, nasabah bahkan masih menganggap margin keuntungan tersebut sama dengan
bunga.
Dalam penelitian yang dilakukan Dina Mardiyah secara rinci dapat diketahui hasil atau
fakta, sebagai berikut:
a. Penetapan nilai margin tidak diketahui dasar pengambilannya dengan jelas, atau
perincian dalam perumusan pengambilan nilai margin oleh pekerja pelaksana
operasional khususnya dalam pembiayaan murabahah, karena margin telah ditentukan
dalam rapat direksi dalam bentuk persentase.
b. Nilai margin yang berbeda diberikan dengan fasilitas pembiayaan murabahah yang
sama, karena faktor kedudukan sebagai pekerja dan masyarakat biasa, yaitu untuk
pekerja 0,5%/bulan sedang masyarakat penerima fasilitas 1,5-2%/bulan
c. Nasabah masih tidak memahami konsep nilai margin, margin dianggap sama dengan
bunga pada pembiayaan murabahah, dan tidak mengetahui dengan pasti besaran margin
yang menjadi kewajiban yang harus dibayarkan kepada pihak bank.
4. Suatu contoh transaksi murabahah dengan margin yang telah ditetapkan, bank
membeli sebuah mobil seharga Rp 100.000.000,- dan kemudian menjualnya kepada
nasabah dengan harga yang sudah dinaikkan (di mark up) sebersar Rp 120.000.000,-
dimana pembayaran dilakukan lewat angsuran, maka dari bentuk contoh transaksi di
atas akan terlihat bahwa bank syariah hanya sekedar menggantikan tingkat suku
bunga dengan tingkat laba dari harga yang sudah dinaikkan. Bahkan, perbedaan
antara keduanya bisa lenyap apabila tidak ada kecermatan yang memadai dari
petugas pelaksana maupun pihak-pihak berwenang yang menetapkan nilai margin
dalam pembiayaan murabahah pada bank syariah.3
Maka dari itu, dalam menetapkan margin keuntungan di bank syariah diperlukan
kecermatan dari pihak-pihak yang berwenang, metode penetapan margin yang jelas, dan
sosialisasi kepada nasabah bank atau masyarakat agar bank syariah dapat benar-benar
terbebas dari riba serta nasabah tidak lagi menganggap margin keuntungan dalam
pembiayaan murabahah sama dengan bunga (riba).
Tingkat Margin Keuntungan Pembiayaan Murabahah
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa margin keuntungan merupakan
salah satu bentuk dari manajemen risiko suatu perusahaan. Hal ini berlaku pula untuk bank
syariah. Penetapan margin keuntungan di bank syariah juga bertujuan untuk antisipasi
timbulnya wanprestasi atau kemacetan dari nasabah dan guna menghindari kerugian.
Dalam bukunya Adiwarman Karim (2014), saya dapati bahwa DSN MUI telah
menerbitkan fatwa mengenai penetapan margin keuntungan dalam pembiayaan murabahah
di bank syariah. Dalam fatwa DSN MUI Nomor 84 diketahui bahwa ada dua jenis metode
perhitungan margin keuntungan pembiayaan murabahah yang dilakukan dengan
mengangsur. Berikut bunyi fatwanya:
“Pengakuan keuntungan al-tamwil bi al-murabahah (pembiayaan murabahah)
dalam bisnis yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah, boleh dilakukan secara
3www.academia.edu/5471452/Bab_IV_Penelitian_Analisis_Penetapan_Margin_dan_Penerapan_Manajemen_
Risiko_dalam_Pembiayaan_Murabahah_di_PT._BPRS_Fajar_Sejahtera_Bali Tanggal. 25 November 2015
5. proposional (thariqah al-hisab ‘ala kamil al-mablagh/thariqah mubasyirah) dan secara
anuitas (thariqah al-hisab al-tanazuliyyah/thariqah al-tanaqishiyyah) selama sesuai dengan
urf (kebiasaan) yang berlaku di kalangan lembaga keuangan syariah.”
Hal yang paling saya garis bawahi di atas, di samping mengenai metode perhitungan
margin keuntungan ialah urf. Dari sini saya pahami bahwa dalam menetapkan atau
memperhitungkan besaran margin itu sendiri tidak tidak diatur secara spesifik dalam al-
Quran dan sunnah. Dalam al-Fiqh al-Islamy wa Adilatuha, juz V, hlm. 3939 ditegaskan
bahwa:
“Metode pengakuan keuntungan dalam akad murabahah tidak diatur dalam dalil
khusus baik berupa ayat al-Quran maupun sunnah; karenanya metode pengakuan
keuntungan murabahah termasuk maskut anha (tidak diatur dalam fiqih), sehingga dalilnya
dikembalikan pada prinsip/pokok sebagai hukum aslah dalam muamalat, yaitu boleh
(mubah) sepanjang ada dalil syari’i yang melarang, serta sejalan dengan maslahat dan urf
(kebiasaan) yang sah”.4
Hal tersebut berlaku pula untuk penetapan tingkat margin keuntungan, dalam artian
bahwa penjual boleh menetapkan berapapun tingkat margin keuntungannya asalkan tidak
bertentangan dengan yang biasa ditetapkan oleh pedagang lain (kebiasaan/urf masyarakat).
Begitupun dengan bank syariah, bank boleh menetapkan berapapun tingkat margin
keuntungan dari hasil penjualan murabahah asalkan sesuai dengan yang biasa berlaku di
kalangan lembaga keuangan syariah pada umumnya. Dengan kata lain, tidak ada batasan
dalam mengambil keuntungan penjualan (murabahah).
Di samping berdasarkan urf, penetapan tingkat margin keuntungan juga berdasarkan
pada hadis Rasulullah. Beberapa hadis Rasulullah menunjukan bolehnya mengambil laba
atau profit margin hingga 100% dari modal. Di antaranya ialah hadis yang diriwayatkan
oleh al-Bukhari dalam Shahihnya (no. 3129) yang menceritakan Zubeir bin Awwam salah
seorang dari sepuluh sahabat Nabi SAW yang dijamin masuk surga. Ia pernah membeli
4 Adiwarman Kariem, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004),
hlm. 288
6. sebidang tanah di daerah ‘Awali Madinah dengan harga 170.000 kemudian dijualnya
dengan harga 1.600.000. ini artinya sembilan kali lipat dari harga belinya.5
Jadi, tidak ada ukuran khusus mengenai tingkat atau besaran margin keuntungan
yang bisa dijadikan referensi bagi para penjual dan bank syariah. Berdasarkan kutipan di
atas, ukuran umum untuk menetapkan tingkat margin keuntungan ialah urf dan maslahat.
Selama tingkat margin keuntungan sesuai dengan urf (kebiasaan) dan tidak mendzalimi
salah satu pihak atau tidak menimbulkan madharat (kerusakan) maka tingkat margin
keuntungan tersebut masih dianggap sah menurut syariah, sekalipun itu hingga mencapai
100% dari biaya produksi (modal).
Referensi Tingkat Margin Keuntungan di Bank Syariah
Yang dimaksud dengan referensi margin keuntungan adalah margin keuntungan
yang ditentukan dalam rapat ALCO. Penetapan tingkat margin keuntungan pembiayaan
berdasarkan rekomendasi, usul dan saran dari tim ALCO Bank Syariah, dengan
mempertimbangkan Direct Competitor’s Market Rate (DCMR), Indirect Competitor’s
Market Rate (ICMR), Expected Competitive Return for Investor (ECRI), Acquiring Cost,
dan Overhead Cost.6
DCMR adalah tingkat margin keuntungan rata-rata perbankan syariah, atau tingkat
margin keuntungan rata-rata beberapa bank syariah yang ditetapkan dalam rapat ALCO
sebagai kelompok kompetitor langsung. ICMR adalah tingkat rata-rata perbankan
konvensional, atau tingkat rata-rata suku bunga beberapa bank konvensional yang dalam
rapat ALCO ditetapkan sebagai kompetitor tidak langsung. Sedangkan acquiring cost dan
overhead cost merupakan biaya yang dikeluarkan oleh bank baik langsung maupun tidak
langsung terkait dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga.7 Saya pahami bahwa
5 www.daktuna.com/2009/10/19/4342/batasan-tingkat-keuntungan-dalam-syariah-dan-kebijakan-pricing-
pemerintah/#axzz3s4zK2QvY Tanggal. 29 November 2015
6 Adiwarman Kariem, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004),
hlm. 280
7 Adiwarman Kariem, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004),
hlm. 280-281
7. DCMR merupakan referensi untuk menetapkan tingkat margin keuntungan -yang
sebenarnya- berdasarkan pada urf (kebiasaan) di lingkungan bank syariah.
Oleh karena dalam penetapan tingkat margin keuntungan, bank syariah juga
memerhatikan tingkat suku bunga kompetitor tidak langsung maka margin dan ketentuan
pembayaran pada pembiayaan murabahah harus diketahui dan ditetapkan pada saat
pelaksanaan akad. Hal ini guna mencegah terjadinya gharar bagi kedua pihak apabila
tingkat suku bunga pasar (kompetitor tidak langsung) berubah. Margin keuntungan ini tidak
dapat diubah sejak ditetapkan di awal akad.
Nilai penetapan margin pada dasarnya bersifat pasti sesuai dengan jangka waktu
pembayaran. Tentunya hal ini harus sudah dapat diprediksi oleh analis dari perbankan
syariah, oleh karena itu pada bank syariah margin bersifat fixed cost. Klausul penetapan
nilai margin dalam perjanjian akad pembiayaan murabahah bukan saja perlu bagi pihak
bank, melainkan juga demi kepentingan nasabah sebagai pihak penerima pembiayaan.
Nasabah harus mengetahui dengan jelas berapa jumlah yang menjadi kewajiban yang harus
ditanggungnya.8
Tingkat margin keuntungan yang diambil dapat dihitung berdasarkan harga jual,
penghitungan harga jual pada pembiayaan murabahah dapat dirumuskan sebagai berikut :
Gambar 2.3 : Contoh Perhitungan Harga Jual dalam Murabahah
Sumber : Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah
8www.academia.edu/5471452/Bab_IV_Penelitian_Analisis_Penetapan_Margin_dan_Penerapan_Manajemen_
Risiko_dalam_Pembiayaan_Murabahah_di_PT._BPRS_Fajar_Sejahtera_Bali Tanggal. 25 November 2015
8. Biaya yang dikeluarkan dan harus dikembalikan (cost recovery) bisa didekati
dengan membagi proyeksi biaya operasional bank, dengan target volume pembiayaan
murabahah di bank syariah9.
Dengan demikian, penetapan tingkat margin keuntungan di bank syariah ditetapkan
dengan pertimbangan-pertimbangan yang apik atau tidak semena-mena. Maka dapat
dipastikan bahwa margin keuntungan untuk pembiayaan murabahah berbeda dengan bunga.
Hal ini perlu dipahami oleh pekerja bank syariah dan nasabahnya.
9 Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN), h. 143. Dikutip dari
www.academia.edu/5471452/Bab_II_Penelitian_Analisis_Penetapan_Margin_dan_Penerapan_Manajemen_R
isiko_dalam_Pembiayaan_Murabahah_di_PT._BPRS_Fajar_Sejahtera_Bali Tanggal. 25 November 2015