3. • hendaknya seorang ustadz menjauhkan dirinya dari bersenda gur
au dan sering tertawa , karena hal itu mengurangi kewibawaan da
n menjatuhkan harga dan martabat seorang ustadz.
• Ustadz hendaknya tidak mengajar di waktu perut dalam keadaan l
apar, haus dan dahaga. Juga tidak saat marah, cemas, ngantuk at
aupun di waktu panas dan dingin yang berlebihan.
4. Pantangan Ahli ilmu
Dalam kitab : Ta’lim muta’allim
Orang berilmu itu hendaklah jangan membuat dirinya sendiri menjadi hin
a lantaran tamak terhadap sesuatu yang tidak semestinya, jangan sampai
terjerumus ke dalam lembah kehinaan ilmu dan ahli ilmu. Ia supaya berbu
at tawadu' (sikap tengah-tengah antara sombong dan kecil hati), berbuat
iffah, yang keterangan lebih jauhya bisa kita dapati dalam kitab akhlaq.
5. Ustadz sebelum memulai mengajar, hendaknya di mulai dengan me
ngucapkan atau membaca sebagian Al Qur;an sebagai tabarrukan (menghar
ap barakah) untuk kebaikan dirinya sendiri, para santri, orang yang hadir, ka
um muslimin, dan mereka yang membantu kesuksesan pendidikan, seperti
orang yang memberikan waqaf , kalau memang ada orang yang memberikan
waqaf dan sebagainya.
Kemudian di susul dengan memabaca ta’awwuzd, basmalah, hamda
lah, shalawat pada nabi dan para pengikutnya, serta meminta kerelaan terha
dap pemimpin kaum muslimin.
6. Jika pelajaranya banyak, hendaknya di dahulukan pelajaran
yang paling mulia terlebih dahulu, yang mulia dan seterusnya. Yakni
mendahuliukan pelajaran tafsir, hadits, ushuluddin, ushul fiqh, kitab-
kitab mazhab, nahwu dan di akhiri dengan kitab-kitab raq’iq (kitab ya
ng memperhalus watak) supaya santri bisa mengambil pelajaran da
ri cara-cara pembersihan hati.
7. Tingkat Pelajaran Yang Di Dahulukan
Dalam kitab : Ta’lim muta’allim
Sebaiknya dimulai dengan pelajaran-pelajaran yang denga
n mudah telah bisa di fahami. Syaikhul Islam Ustadz Syarifuddin A
l-Uqaili berkata; "Menurut saya, yang benar dalam masalah ini ada
lah seperti yang telah dikemukakan oleh para guru kita. Yaitu untu
k murid yang baru, mereka pilihkan kitab-kitab yang ringkas/kecil.
Sebab dengan begitu akan lebih mudah di fahami dan di hapal, se
rta tidak membosankan lagi pula banyak terperaktekan.
8. Janganlah memperpanjang dan memperpendek pelajaran sehingga
menimbulkan kebosanan dan kerusakan pemahaman, ketika belajar selalu
menjaga kemashlahatan umum, baik ketika memberikan keterangan dan pen
jalasan. Di samping itu janganlah membahas sebuah persoalan kecuali pada
forum-forum resmi, sebuah forum yang di pergunakan untuk pembahasan s
ebuah ilmu pengetahuan, tidak boleh memajukan atau menunda jadwal pela
ksanaan belajar kecuali ada kemashlahatan untuk umum.
9. Panjang Pendeknya Pelajaran
Dalam kitab : Ta’lim muta’allim
Mengenai ukuran seberapa panjang yang baru dikaji, menurut keteranga
n Abu Hanifah adalah bahwa Syaikh Qadli Imam Umar bin Abu Bakar Az-Zanji berk
ata: guru-guru kami berkata: "sebaiknya bagi orang yang mulai belajar, mengambil
pelajaran baru sepanjang yang kira-kira mampu dihapalkan dengan faham, setelah
diajarkannya dua kali berulang. Kemudian untuk setiap hari, ditambah sedikit demi
sedikit sehingga setelah banyak dan panjang pun masih bisa menghapal dengan p
aham pula setelah diulanga dua kali. Demikianlah lambat laun setapak demi setapa
k.
Apabila pelajaran pertama yang dikaji itu terlalu panjang sehingga para p
elajar memerlukan diulanganya 10 kali, maka untuk seterusnya sampai yang terak
hirpun begitu. Karena hal itu menjadi kebiasaan yang sulit dihilangkan kecuali den
gan susah payah."
10. Seorang Ustadz hendaknya menjaga ruangan atau kelasnya dari k
egaduhan, keramaian atau pembahasan yang simpang siur yang
tidak jelas arahnya, karena hal itu bisa merubah terhadap lafazd.