SlideShare a Scribd company logo
1 of 28
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN CHF
Pengkajian
Gagal serambi kiri/kanan dari jantung mengakibtkan ketidakmampuan memberikan keluaran
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal
dan sistemik. Karenanya diagnostik dan teraupetik berlnjut . GJK selanjutnya dihubungkan
dengan morbiditas dan mortalitas.
1. Aktivitas/istirahat
 Gejala: Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan
aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
 Tanda: Gelisah, perubahan status mental misalnya: letargi, tanda vital berubah pad
aktivitas.
2. Sirkulasi
 Gejala: Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung , bedah
jantung , endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
 Tanda:TD; mungkin rendah (gagal pemompaan), Tekanan Nadi ; mungkin sempit, Irama
Jantung; Disritmia, Frekuensi jantung; Takikardia, Nadi apical ; PMI mungkin menyebar
dan merubah posisi secara inferior ke kiri, Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik,
S4 dapat, terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah, Murmur sistolik dan diastolic, Warna;
kebiruan, pucat abu-abu, sianotik, Punggung kuku; pucat atau sianotik dengan pengisian,
kapiler lambat, Hepar ; pembesaran/dapat teraba, Bunyi napas; krekels, ronkhi, Edema;
mungkin dependen, umum atau pitting khususnya pada ekstremitas
3. Integritas ego
 Gejala: Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
 Tanda: Berbagai manifestasi perilaku, misalnya: ansietas, marah, ketakutan dan mudah
tersinggung.
4. Eliminasi
 Gejala: Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari (nokturia),
diare/konstipasi.
5. Makanan/cairan
 Gejala: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambahan berat badan signifikan,
pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi
garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan diuretic.
 Tanda: Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta edema (umum,
dependen, tekanan dan pitting).
6. Hygiene
 Gejala: Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
 Tanda: Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
7. Neurosensori
 Gejala: Kelemahan, pening, episode pingsan.
 Tanda: Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.
8. Nyeri/Kenyamanan
 Gejala: Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada
otot.
 Tanda: Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.
9. Pernapasan
 Gejala: Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal, batuk
dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan
pernapasan.
 Tanda: Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernapasan. Batuk:
Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa
pemebentukan sputum. Sputum; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema
pulmonal). Bunyi napas; Mungkin tidak terdengar. Fungsi mental; Mungkin menurun,
kegelisahan, letargi. Warna kulit; Pucat dan sianosis.
10. Keamanan
 Gejala: Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot, kulit lecet.
11. Interaksi sosial
 Gejala: Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
12. Pembelajaran/pengajaran
 Gejala: menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya: penyekat saluran
kalsium.
 Tanda: Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.
Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan
inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, Perubahan structural.
Ditandai dengan :
 Peningkatan frekuensi jantung (takikardia): disritmia, perubahan gambaran pola EKG
 Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).Bunyi ekstra (S3 & S4)
 Penurunan keluaran urine
 Nadi perifer tidak teraba
 Kulit dingin kusam
 Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.
Tujuan :
 Klien akan menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia
terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung, melaporkan penurunan epiode
dispnea, angina, Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi :
 Auskultasi nadi apical; kaji frekuensi, iram jantung. Rasional: Biasanya terjadi takikardi
(meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
 Catat bunyi jantung. Rasional: S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja
pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke serambi yang
disteni. Mur-mur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis katup.
 Palpasi nadi perifer. Rasional: Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya
nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak
teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.
 Pantau TD. Rasional: Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat.
Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi dan hipotensi tidak dapat
normal lagi.
 Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis. Rasional: Pucat menunjukkan menurunnya perfusi
perifer sekunder terhadap tidak adekutnya curah jantung; vasokontriksi dan anemia.
Sianosis dapt terjadi sebagai refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atu
belang karena peningkatan kongesti vena.
 Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi
(kolaborasi). Rasional: Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk
melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan
volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.
2. Aktivitas intoleran berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai oksigen. Kelemahan
umum, Tirah baring lama/immobilisasi.
Ditandai dengan :
 Kelemahan, kelelahan, perubahan tanda vital, adanya disritmia, dispnea, pucat,
berkeringat.
Tujuan /kriteria evaluasi :
 Klien akan berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri
sendiri, mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh
menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Intervensi :
 Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien
menggunakan vasodilator, diuretic dan penyekat beta. Rasional: Hipotensi ortostatik
dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic)
atau pengaruh fungsi jantung.
 Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea
berkeringat dan pucat. Rasional: Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk
meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera
frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
 Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas. Rasional: Dapat menunjukkan peningkatan
dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.
 Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi) Rasional: Peningkatan
bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan.
Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat
membaik kembali.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus
(menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
Ditandai dengan :
 Ortopnea, bunyi jantung S3, oliguria, edema, peningkatan berat badan, hipertensi,
Ddstres pernapasan, bunyi jantung abnormal.
Tujuan /kriteria evaluasi :
 Klien akan mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan
danpengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima,
berat badan stabil dan tidak ada edema, menyatakan pemahaman tentang pembatasan
cairan individual.
Intervensi :
 Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi. Rasional:
Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi
terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah
baring.
 Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam. Rasional:
Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tibatiba/berlebihan
(hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
 Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut. Rasional:
Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga
meningkatkan diuresis.
 Pantau TD dan CVP (bila ada). Rasional: Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan
kelebihan cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal
jantung.
 Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.
Rasional: Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi
gaster/intestinal.
 Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi)
 Konsul dengan ahli diet. Rasional: perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang
memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.
4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-
alveolus.
Tujuan /kriteria evaluasi :
 Klien akan mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi adekuat pada jaringan
ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan,
berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi.
Intervensi:
 Pantau bunyi nafas, catat krekles. Rasional: menyatakan adnya kongesti
paru/pengumpulan secret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
 Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam. Rasional: membersihkan jalan nafas
dan memudahkan aliran oksigen.
 Dorong perubahan posisi. Rasional: Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
 Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri. Rasional: Hipoksemia
dapat terjadi berat selama edema paru.
 Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi
5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama,
edema dan penurunan perfusi jaringan.
Tujuan/kriteria evaluasi :
 Klien akan mempertahankan integritas kulit, mendemonstrasikan perilaku/teknik
mencegah kerusakan kulit.
Intervensi :
 Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya
terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus. Rasional: Kulit beresiko karena gangguan
sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan gangguan status nutrisi.
 Pijat area kemerahan atau yang memutih. Rasional: meningkatkan aliran darah,
meminimalkan hipoksia jaringan.
 Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif. Rasional:
Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu aliran darah.
 Berikan perawatan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi. Rasional: Terlalu
kering atau lembab merusak kulit/mempercepat kerusakan.
 Hindari obat intramuskuler. Rasional: Edema interstisial dan gangguan sirkulasi
memperlambat absorbsi obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi.
6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan
berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi
jantung/penyakit/gagal.
Ditandai dengan :
 Pertanyaan masalah/kesalahan persepsi, terulangnya episode GJK yang dapat dicegah.
Tujuan/kriteria evaluasi :
 Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan mencegah
komplikasi.
 Mengidentifikasi stress pribadi/faktor resiko dan beberapa teknik untuk menangani.
 Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.
Intervensi :
 Diskusikan fungsi jantung normal. Rasional: Pengetahuan proses penyakit dan harapan
dapat memudahkan ketaatan pada program pengobatan.
 Kuatkan rasional pengobatan. Rasional: Klien percaya bahwa perubahan program pasca
pulang dibolehkan bila merasa baik dan bebas gejala atau merasa lebih sehat yang dapat
meningkatkan resiko eksaserbasi gejala.
 Anjurkan makanan diet pada pagi hari. Rasional: Memberikan waktu adequate untuk efek
obat sebelum waktu tidur untuk mencegah/membatasi menghentikan tidur.
 Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung suatu indikasi. Rasional: dapat
menambahkan bantuan dengan pemantauan sendiri/penatalaksanaan dirumah.
ASKEP CONGESTIVE HEARTH FAILURE (CHF)
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Saat ini Congestive Hearth Failure (CHF) atau yang biasa disebut gagal jantung kongestif
merupakan satu-satunya penyakit kardiovaskuler yang terus meningkat insiden dan
prevalensinya. Risiko kematian akibat gagal jantung berkisar antara 5-10% pertahun pada
gagal jantung ringan yang akan meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung berat. Selain
itu, gagal jantung merupakan penyakit yang paling sering memerlukan perawatan ulang di
rumah sakit (readmission) meskipun pengobatan rawat jalan telah diberikan secara optimal
(R. Miftah Suryadipraja).
CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh
(Ebbersole, Hess, 1998). Risiko CHF akan meningkat pada orang lanjut usia(lansia) karena
penurunan fungsi ventrikel akibat penuaan. CHF ini dapat menjadi kronik apabila disertai
dengan penyakit-penyakit seperti: hipertensi, penyakit katub jantung, kardiomiopati, dan
lain-lain. CHF juga dapat menjadi kondisi akut dan berkembang secara tiba-tiba pada
miokard infark.
CHF merupakan penyebab tersering lansia dirawat di rumah sakit (Miller,1997). Sekitar
3000 penduduk Amerika menderita CHF. Pada umumnya CHF diderita lansia yang berusia
50 tahun, Insiden ini akan terus bertambah setiap tahun pada lansia berusia di atas 50 tahun
(Aronow et al,1998). Menurut penelitian, sebagian besar lansia yang dididiagnosis CHF tidak
dapat hidup lebih dari 5 tahun (Ebbersole, Hess,1998).
Dalam makalah ini membahas CHF pada lansia disertai penanganan dan asuhan
Keperawatan pada pasien lanjut usia dengan CHF.
2. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang penyakit CHF
2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian CHF
2. Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab CHF
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala CHF
4. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi CHF
5. Mahasiswa mampu menjelaskan masifestasi klinis CHF
6. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang pada CHF
7. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan pasien dengan CHF
8. Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan gawat darurat pada
pasien dengan CHF
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung
untuk memompa darah secara adekuat ke seluruh tubuh (Ebbersole, Hess,1998).
2. Klasifikasi
1. Gagal jantung akut -kronik
1. Gagal jantung akut terjadinya secara tiba-tiba, ditandai dengan penurunan
kardiak output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan. Ini dapat
mengakibatkan edema paru dan kolaps pembuluh darah.
2. Gagal jantung kronik terjadinya secar perkahan ditandai dengan penyakit
jantung iskemik, penyakit paru kronis. Pada gagal jantung kronik terjadi
retensi air dan sodium pada ventrikel sehingga menyebabkan
hipervolemia, akibatnya ventrikel dilatasi dan hipertrofi.
2. Gagal Jantung Kanan- Kiri
1. Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa darah
secara adekuat sehingga menyebabkan kongesti pulmonal, hipertensi dan
kelainan pada katub aorta/mitral
2. Gagal jantung kanan, disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat gagal
jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga cairan yang
terbendung akan berakumulasi secara sistemik di kaki, asites,
hepatomegali, efusi pleura, dll.
3. Gagal Jantung Sistolik-Diastolik
1. Sistolik terjadi karena penurunan kontraktilitas ventrikel kiri sehingga ventrikel kiri tidak
mampu memompa darah akibatnya kardiak output menurun dan ventrikel hipertrofi
2. Diastolik karena ketidakmampuan ventrikel dalam pengisian darah akibatnya stroke
volume cardiac output turun.
3. Etiologi
Penyebab gagal jantung kongestif yaitu:
1. Kelainan otot jantung
2. Aterosklerosis koroner
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal
4. Peradangan dan penyakit miokardium
5. Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar, tamponade perikardium,
perikarditis konstruktif, stenosis katup AV
6. Faktor sistemik seperti demam, tirotoksikosis, hipoksia, anemia.
4. Patofisiologi
Kelainan fungi otot jantung disebabkan karena aterosklerosis koroner, hipertensi arterial
dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis koroner mengakibatkan
disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan
asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium biasanya mendahului
terjadinya gagal jantung. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)
meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot
jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi
karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan tidak jelas, hipertrofi
otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnya akan terjadi gagal
jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas
menurun.
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri
paling sering mendahului gagal ventriel kanan. Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan
edema paru akut. Karena curah ventrikel berpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah
satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
Gagal jantung kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu
memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru
menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Dispnu dapat terjadi akibat penimbunan
cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas. Mudah lelah dapat terjadi akibat
curah jantung yang kurang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta
menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme, juga terjadi akibat meningkatnya energi
yang digunakan untuk bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan
batuk.
Gagal jantung kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti viscera dan jaringan perifer.
Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan
adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasikan semua darah yang secara normal kembali
dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak dapat meliputi edema ekstremitas bawah,
peningkatan berat badan, hepatomegali, distensi vena leher, asites, anoreksia, mual dan
nokturia.
5. Tanda dan Gejala
1. CHF Kronik
Meliputi: anoreksia, nokturia, edema perifer, hiperpigmentasi ekstremitas bawah,
kelemahan, heaptomegali,ascites, dyspnea, intoleransi aktivitas barat, kulit kehitaman.
2. CHF Akut
Meliputi: ansietas, peningkatan berat badan, restletness, nafas pendek, bunyi krekels,
fatigue, takikardi, penurunan resistensi vaskuler, distensi vena jugularis, dyspnea,
orthopnea, batuk, batuk darah, wheezing bronchial, sianosis, denyut nadi lemah dan tidak
teraba, penurunan urin noutput, delirium, sakit kepala.
6. Komplikasi
1. Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah.
2. Syok Kardiogenik, akibat disfungsi nyata
3. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.
7. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan
kerusakan pola.
2. ECG; mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel
hipertrofi, disfungsi pentyakit katub jantung.
3. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi atau
hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan
pulnonal.
4. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
5. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta
mengkaji potensi arteri koroner.
6. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal,
terapi diuretic.
7. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk
PPOM.
8. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia dengan
peningkatan tekanan karbondioksida.
9. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,missal infark
miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH,
isoenzim LDH).
8. Penatalaksanaan
1. Non Farmakologis
1. CHF Kronik
 Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi oksigen melalui istirahat atau pembatasan aktivitas.
 Diet pembatasan natrium
 Menghentikan obat-obatan yang memperparah seperti NSAIDs karena
efek prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan natrium
 Pembatasan cairan (kurang lebih 1200-1500 cc/hari)
 Olah raga secara teratur
2. CHF Akut
 Oksigenasi (ventilasi mekanik)
 Pembatasan cairan
2. Farmakologis
Tujuan: untuk mengurangi afterload dan preload
1. First line drugs; diuretic
Tujuan: mengurangi afterload pada disfungsi sistolik dan mengurangi kongesti
pulmonal pada disfungsi diastolic.
Obatnya adalah: thiazide diuretics untuk CHF sedang, loop diuretic, metolazon
(kombinasi dari loop diuretic untuk meningkatkan pengeluaran cairan), Kalium-
Sparing diuretic
2. Second Line drugs; ACE inhibitor
Tujuan; membantu meningkatkan COP dan menurunkan kerja jantung.Obatnya
adalah:
 Digoxin; meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak digunakan untuk
kegagalan diastolic yang mana dibutuhkan pengembangan ventrikel untuk
relaksasi
 Hidralazin; menurunkan afterload pada disfungsi sistolik.
 Isobarbide dinitrat; mengurangi preload dan afterload untuk disfungsi
sistolik, hindari vasodilator pada disfungsi sistolik.
 Calsium Channel Blocker; untuk kegagalan diastolic, meningkatkan
relaksasi dan pengisian dan pengisian ventrikel (jangan dipakai pada CHF
kronik).
 Beta Blocker; sering dikontraindikasikan karena menekan respon miokard.
Digunakan pada disfungsi diastolic untuk mengurangi HR, mencegah
iskemi miocard, menurunkan TD, hipertrofi ventrikel kiri.
3. Pendidikan Kesehatan
1. Informasikan pada klien, keluarga dan pemberi perawatan tentang
penyakit dan penanganannya.
2. Informasi difokuskan pada: monitoring BB setiap hari dan intake
natrium.
3. Diet yang sesuai untuk lansia CHF: pemberian makanan tambahan
yang banyak mengandung kalium seperti; pisang, jeruk, dll.
4. Teknik konservasi energi dan latihan aktivitas yang dapat
ditoleransi dengan bantuan terapis.
9. Pengkajian primer
1. Airway: penilaian akan kepatenan jalan napas, meliputi
pemeriksaan mengenai adanya obstruksi jalan napas,
adanya benda asing. Pada klien yang dapat berbicara dapat
dianggap jalan napas bersih. Dilakukan pula pengkajian
adanya suara napas tambahan seperti snoring.
2. Breathing: frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot
bantu pernapasan, retraksi dinding dada, adanya sesak
napas. Palpasi pengembangan paru, auskultasi suara napas,
kaji adanya suara napas tambahan seperti ronchi, wheezing,
dan kaji adanya trauma pada dada.
3. Circulation: dilakukan pengkajian tentang volume darah
dan cardiac output serta adanya perdarahan. Pengkajian
juga meliputi status hemodinamik, warna kulit, nadi.
4. Disability: nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi
pupil.
10. Pengkajian sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat
menggunakan format AMPLE (alergi, medikasi, past illness, last meal, dan environment).
Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan
diagnostik yang lebih spesifik seperti foto thoraks, dll.
11. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Inefektif bersihan jalan napas b.d penurunan reflek batuk
2. Kerusakan pertukaran gas b.d. perubahan membran kapiler-alveolar
3. Penurunan curah jantung b.d. perubahan kontraktilitas miokardial/ perubahan inotropik.
4. Kelebihan volume cairan b.d. meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
12. Intervensi keperawatan
1. Diagnosa: Inefektif bersihan jalan napas b.d penurunan reflek batuk
Tujuan: setelah dilakuakn tindakan keprawatan, pasien menunjukkan jalan napas paten
Kriteria hasil:
 tidak ada suara snoring
 tidak terjadi aspirasi
 tidak sesak napas
Intervensi:
 kaji kepatenan jalan napas
 evaluasi gerakan dada
 auskultasi bunyi napas bilateral, catat adanya ronki
 catat adanya dispnu,
 lakukan pengisapan lendir secara berkala
 berikan fisioterapi dada
 berikan obat bronkodilator dengan aerosol.
2. Diagnosa: Kerusakan pertukaran gas b.d. perubahan membran kapiler-alveolar
Tujuan: setelah dilakukan tindakan kerpawatan, pasien dapat menunjukkan oksigenasi
dan ventilasi adekuat
Kriteria hasil:
 GDA dalan rentang normal
 Tidak ada sesak napas
 Tidak ada tanda sianosis atau pucat
Intervensi:
 auskultasi bunyi napas, catat adanya krekels, mengi
 berikan perubahan posisi sesering mungkin
 pertahankan posisi duduk semifowler
3. Diagnosa: Penurunan curah jantung b.d. perubahan kontraktilitas miokardial/
perubahan inotropik.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien menunjukkan tanda peningkatan
curah jantung adekuat.
Kriteria hasil:
 frekuensi jantung meningkat
 status hemodinamik stabil
 haluaran urin adekuat
 tidak terjadi dispnu
 tingkat kesadaran meningkat
 akral hangat
Intervensi:
 auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi, irama jantung
 catat bunyi jantung
 palpasi nadi perifer
 pantau status hemodinamik
 kaji adanya pucat dan sianosis
 pantau intake dan output cairan
 pantau tingkat kesadaran
 berikan oksigen tambahan
 berikan obat diuretik, vasodilator.
 Pantau pemeriksaan laboratorium.
4. Diagnosa: Kelebihan volume cairan b.d. meningkatnya produksi ADH dan retensi
natrium/air.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mendemonstrasikan volume
cairan seimbang
Kriteria hasil:
 masukan dan haluaran cairan dalam batas seimbang
 bunyi napas bersih
 status hemodinamik dalam batas normal
 berat badan stabil
 tidak ada edema
Intervensi:
 pantau / hitung haluaran dan masukan cairan setiap hari
 kaji adanya distensi vena jugularis
 ubah posisi
 auskultasi bunyi napas, cata adanya krekels, mengi
 pantau status hemodinamik
 berikan obat diuretik sesuai indikasi
BAB III
PENUTUP
Chronik Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung
untuk memompa darah ke seluruh jaringan. Penyebab CHF pada lansia adalah peningkatan
kolagen miokard akibat proses penuaan. Gagal jantung diklasifikasikan menjadi gagal jantung
kronik dan akut, gagal jantung kiri dan kanan, gagal jantung sistolik-diastolik. Manifestasi klinis
dari gagal jantung dikelompokkan menjadi gagal jantung akut dan kronik yang
meliputi:anoreksia, asites. Nokturia, intoleransi aktivitas peningkatan BB, fatigue, takikardi,
penurunan urin output, dan lain-lain.
Komplikasi yang disebabkan oleh CHF diantaranya adalah trombosis vena dalam,
toksisitas digitalis dan syok kardiogenik. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada
pasien CHF adalah Rontgen dada, ECG, EKG, dan lain-lain. Penatalaksanaan yang dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan khususnya perawat dan dokter meliputi: manajemen
farmakologis, non farmakologis dan pendidikan kesehatan.
Masalah-masalah Keperawatan yang biasanya muncul pada pasien CHF meliputi:
penurunan curah jantung, kelebihan volume cairan, intoleransi aktivitas, cemas, risiko kerusakan
pertukaran gas, dan lain-lain.
Sebagai perawat professional hendaknya mampu melakukan asuhan Keperawatan baik
secara mandiri maupun kolaborasi dengan petugas kesehatan lain.
Askep CHF
A. Konsep Dasar Medis
1. Anatomi Fisiologi
Jantung adalah organ berongga, berotot, yang terletak ditengah-tengah toraks, dan jantung
menempati rongga jantung dan diafragma, beratnya sekitar 300 gram dan dipengaruhi oleh usia,
jenis kelamin, berat badan, beratnya latihan, dan penyakit jantung. Fungsi jantung adalah
memompa darah kejaringan, menyuplai oksigen, dan zat nutrisi lain sambil mengangkut
karbondioksida dan hasil metabolisme. (Smeltzer and Bare, 2001)
a. Anatomi
Daerah dipertengahan dada diantara kedua paru disebut mediastinum.
Perikardium, melindungi permukaan jantung agar dapat berfungsi dengan baik. Sisi kanan dan
kiri jantung masing-masing tersusun atas atrium dan ventrikel, dipisahkan oleh septum.
Ruangan jantung bagian atas atrium, secara anatomi terpisah dari ruangan jantung sebelah bawah
atau ventrikel, oleh suatu unulus fibrosus. Keempat katub jantung terletak dalam cincin ini secra
fungsional jantungf dibagi menjadi alat pompa kanan dan kiri, yang memompa darah vena
menuju sirkulasi paru-paru, dan darah bersih keperedaran darah sistemik. Pembagian fungsi ini
mempermudah konseptualisasi dari urutan aliran darah, secara anatomi: vena kava, atrium kanan,
ventrikel kanan, arteri pulmonalis, paru-paru, vena pulmonalis, atrium kiri, ventrikel kiri, aorta,
arteria, arteriola, kapiler, venula, vena, vena kava.
Arteri koronaria adalah pembuluh yang menyuplai otot jantung yang mempunyai kebutuhan
metabolisme tinggi terhadap oksigen dan nutrisi jantung menggunakan 70%-80% oksigen yang
dihantarkan melalui arteri koronaria.
Otot jantung adalah jaringan otot khusus yang menyusun dinding jantung. Otot jantung mirip
otot serat lurik (skelet) yang dibawah control kesadaran, namun secara fungsional otot jantung
menyerupai karena sifatnya involunter. Otot jantung itu sendiri dinamakan miokardium. Lapisan
dalam miokardium yang berhubungan langsung dengan darah dinamakan endokardium, dan
lapisan sel dibagian luar dinamakan epikardium.
Katub trikuspidalis terletak diantara atrium dekstra dan ventrikel dekstra. Katub bikuspidalis
terletak diantara atrium sinistra dan ventrikel sinistra. Katub semilunaris arteri pulmonalis
terletak diantara ventrikel dekstra dan arteri pulmonalis.
Sirkulasi darah pada peredaran darah kecil terdiri dari arteri pulmonalis merupakanpembuluh
darah yang keluar dari ventrikel dekstra menuju paru-paru.
b. Fisiologi
Aktivitas listrik jantung terjadi akibat ion (partikel bermuatan seperti natrium, kalium, kalsium)
bergerak menembus membrane sel. Perbedaan muatan listrik yang tercatat dalam sebuah sel
mengakibatkan potensial aksi jantung.
Pada keadaan istirahat, otot jantung terdapat dalam keadaan terpolarisasi, artinya terdapat
perbedaan muatan listrik anatar bagian dalam membrane yang bermuatan positif. Siklus jantung
bermula saat dilepaskan impuls listrik, mulailah fase depolarisasi dengan bergeraknya ion
kedalam sel, maka bagian dalam sel akan menjadi positif, kontraksi otot terjadi setelah
depolarisasi, sel otot jantung normalnya akan mengalami depolarisasi ketika sel-sel tetangga
mengalami depolarisasi. Repolarisasi terjadi saat sel kembali kekeadaan dasar dan sesuai dengan
relaksasi otot miokardium.
Otot jantung tidak seperti otot lurik atau otot polos,mempunyai periode refraktori yang panjang,
pada saat sel tidak dapat distimulasi untuk berkontraksi. Hal tersebut melindungi jantung dari
kontraksi berkepanjangan yang dapat menjadikan henti jantung mendadak.
Koping elektromekanikal dan kontraksi jantung yang normal, tergantung pada komposisi cairan
intertisial sekitar otot jantung. (Smeltzer & Bare 2001, hal 723).
2. Definisi
Ada beberapa pengertian CHF menurut beberapa ahli:
a. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah sindroma yang terjadi bila jantung tidak mampu
memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolic dan oksigenasi jantung.
(Carpenito, 1999)
b. Pengertian gagal jantung secara umum adalah suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan
fungsi jantung berakibat jantung gagalmemompakan darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan dan kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian
ventrikel kiri. (Ilmu penyakit dalam. 1996 h, 975)
c. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah ketidakmampuan jantung memompa darah yang
adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. (Smeltzer & Bare Vol 2,
hal 805 th 2001)
3. Etiologi
Penyebab CHF ada beberapa factor yang sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
menyebabkan menurunnya kontraktilitas pada jantung. Kondisi yang mendasari penyebab
kelainan fungsi otot jantung meliputi:
a. Penyakit arterosklerosis koroner yang mengakibatkan disfungsi pada miokardium karena
terganggunya aliran darah pada otot jantung.
b. Hipertensi sistemik/ pulmonal yang mengakibatkan meningkatnya beban kerja jantung yang
akhirnya mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung.
c. Peradangan dan penyakitMiokardium degenaratif berhubungan dengan gagal jantung karena
kondisi ini secara tidak langsung merusak serabut otot jantung dan menyebabkan kontraksi
menurun.
d. Penyakit jantung lain, yang sebenarnya tidak ada secara langsung mempengaruhi jantung,
mekanisme yang terlibat mencakup gangguan aliran darah melalui jantung misalnya stenosis
katub semiluner, ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah misalnya tamponade
pericardium, perikarditis kontriktif dan stenosis katub AV, peningkatan mendadak afterload
akibat meningkatnya tekanan darah sistemik (hipertensi “maligna”) dapat menyebabkan gagal
jantung tidak ada hipertropi miokardial.
e. Factor sistemik, yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung seperti
meningkatnya laju metabolisme (misalnya demam, tirotoksikosis) hipoksia dan anemia
memerlukan peningkatan curah jantung kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga
dapat menurunkan suplai oksigen kejantung. Asidosis (respiratorik atau metabolik) dan
abnormalitas plektrolit dapat menurunkankontraktilitas jantung.
f. Gangguan kontraktilitas (miokard infark/ miopati) yang mengganggufungsi miokard karena
menyebabkan pengurangan kontraktilitas, menimbulkan gerakan dinding abnormal dan
mengubah daya kembangruang jantung tersebut yang akhirnya menyebabkan penurunan curah
jantung.
g. Gangguan Afterload (Stenosis Aorta/ Hipertensi Sistemik) stenosis menghalangi aliran darah
dari ventrikel kiri keaorta pada waktu sistolik ventrikel, yang menyebabkan beban ventrikel
meningkat dan akibatnya ventrikel kiri hipertropi yang mengurangi daya renggang dinding
ventrikel dan dinding relative menjadi kaku dan pada akhirnya dapat mengurangi volume
sekuncup dan menyebabkan gagal jantung, katub AV, peningkatan mendadak afterload akibat
meningkatnya tekanana darah sistemik dapat menyebabkan gagal jantung tidak ada hipotrofi
miokardial.
h. Factor sistemik, yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung seperti
meningkatnya laju metabolisme (misalnya demam, tiroktositas) hipoksia, dan anemia juga dapat
menurunkan suplai oksigen kejantung. Asidosis (respiratorik atau metabolik) dan abnormalitas
plektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
4. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung
yang menyebabkan curah jantung normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan
persamaan CO= HR x SV dimana curah jantung ( CO = Cardiak Output ) adalah fungsi frekuensi
jantung, Heart x Volume sekuncup ( SV = Stroke Volume ).
Frekuensi jantung adalah fungsi saraf otonom. Bila curah jantung berkurang system saraf
simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila
mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan fungsi jaringan yang memadai, maka
volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah
jantung.
Tetapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekuatan serabtu otot jantung,
volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompakan pada setiap kontraksi tergantung pada
tiga factor: preload, kontraktilitas dan afterload.
• Preload adalah jumlah darah yang mengisi jantung berbanding dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya renggangan serabut jantung.
• Kontraktilitas mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan
berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium.
• Afterload, bergantung pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan utnuk memompa
darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan afterload. Pada gagal jantung,
jika satu atau lebih dari ketiga factor tersebut terganggu mengakibatkan curah jantung berkurang
mengakibatkan curah jantung berkurang
5. Manifestasi klinis
1) Edema pada tungkai
2) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran
vena hepar.
3) Asites
Jika pembesaran vena dihepar berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat
sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen
ini dapat menyebabkan tekanan pada diafragma dan distress pernapasan.
4) Anoreksia dan mual
Terjadi akibat pembesaran vena dan stasis vena didalam rongga abdomen.
5) Nokturia
Terjadi karena perfusi renal didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring, karena curah
jantung akan membaik dengan istirahat
6) Lemah
Karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk sampah,
katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.
(Smeltzer & Bare, 2001, hal. 807-808)
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. EKG : Hipertropi arterial dan ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia.
b. Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding.
c. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi atau
struktur katub dan area penurunan kontraktilitas ventrikuler.
d. Kateterisasi jantung : tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan
gagal jantung sisi kanan versus sisi kiri, stenosis katub atau insufisiensi, juga mengkaji potensi
arteri koroner.
e. Rontgen dada : Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi/
hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah mencerminkan peningkatan tekanan
pulmonal.
f. USG jantung : Menggunakan ultra sonograpi untuk melihat keadaan jantung.
g. Oksimetri nadi : Saturasi O2 mungkin rendah, terutama gagal jantung kongestif akut
memperburuk PPOM.
7. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah sebagai berikut:
Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan tambahan bahan-bahan
farmakologis.
Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebnihan dengan terapi diuretic, diet dan
istirahat.
Adapun penatalaksanaan yang diberikan adalah:
a. Penatalaksanaan farmakologis
1) Digitalis/ Digoxin
Peningkatan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi jantung, efek yang
dihasilkannya peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah,
peningkatan diuresis.
2) Diuretik/ Lasix
Memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal, efeknya dapat mendilatasi venula, sehingga
meningkatkan kapasitas vena yang akhirnya mengurangi preload (darah vena yang kembali
kejantung).
3) Vasodilator/ Natrium Nitroprusida/ Nitrogliserin
Digunakan untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan darah oleh ventrikel,
yang dapat memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena, sehingga
tekanan pengisian ventrikel kiri dapat ditirunkan dan dapat dicapai penurunan dramatis kongesti
paru dengan cepat.
b. Penatalaksanaan lain
1) Meningkatkan oksigen dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi oksigen melalui
istirahat dan pembatasan aktivitas.
2) Diet, klien dianjurkan untuk diet pantang garam dan pantang cairan.
8. Komplikasi
a. Syok kardiogenik
Terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan luas.
b. Episode tromboembolik:
Disebabkan kurangnya mobilitas pasien penderita jantung dan adanya gangguan sirkulasi yang
menyertai kelainan ini berperan dalam pembentukan thrombus intrakardial dan intravaskuler.
c. Efusi perikardial dan tamponade jantung
Masuknya cairan kedalam kantung perikardium dan efusi ini menyebabkan penurunan curah
jantung serta aliran balik vena kejantung dan hasil akhir proses ini adalah tamponade jantung.
B. Konsep dasar keperawatan
Proses keperawatan terdiri dari lima langkah penting yang harus dilakukan secara berurutan
yaitu: pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
1. Pengkajian
pengkajian merupakan langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan dari proses
keperawatan tersebut. Pengkajian harus dilakukan secara teliti sehingga didapatkan informasi
yang tepat. Adapun hal-hal yang dikaji dalam kasus ini antara lain:
a. Identitas klien
b. Riwayat kesehatan klien
1) Riwayat kesehatan masa lalu seperti penyakit yang pernah diderita, riwayat pembedahan,
penyakit keturunan, kelainan pembekuan darah, riwayat alergi dan riwayat trauma
2) Riwayat kesehatan sekarang: meliputi alasan masuk rumah sakit
c. Pemeriksaan fisik
1) Aktivitas atau istirahat
Gejala: lemah, letih, sulit bergerak, kram otot, tonus menurun, gangguan tidur atau istirahat.
Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas letargi/ disorientasi,
koma,penurunan kekuatan otot.
2) Sirkulasi
Gejala: adanya riwayat hipertensi, MI akut, klaudikasi kebas dan kesemutan pada
ekstremitas,ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda: takikardi, perubahan tekanan daerah postural, hipertensi, nadi yang menurun atau tidak
ada (disritmia), kulit panas, kering, kemerahan dan bola mata cekung.
3) Integritas ego
Gejala: stres, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi
klien.
Tanda: ansietas dan peka rangsang
4) Eliminasi
Gejala: perubahan pola berkemih (poliuria,nokturia, kesulitan berkemih/ infeksi nyeri tekan
abdomen, diare)
Tanda: urine encer, pucat, kuning, poliuria(dapat berkembang oligouria/ anuria jika terjadi
hipovolemia berat), urine berkabut, bau busuk/ infeksi, abdomen keras, adanya asites, bising
usus lemah dan menurun, hiperaktif/ diare)
5) Makanan atau cairan
Gejala: hilang nafsu makan, mual, muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa
atau karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari periode beberapa hari atau minggu
Tanda: kulit kering dan bersisik, turgor kulit jelek, kekakuan dan distensi abdomen, muntah,
pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan glukosa darah)
halitosis atau bau manis, bau buah (nafas aseton)
6) Neurosensorik
Gejala: pusing, sakit kepala, kesemutan,kebas atau kelemahan pada otot, parestesia, gangguan
penglihatan.
Tanda: disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/ koma (tahap lanjut), gangguan memori (baru,
masa lalu), kacau mental, reflek tendon dalam menurun, aktivitas kejang (tahap lanjut dari
ketoasidosis)
7) Nyeri atau kenyamanan
Gejala: abdomen yang tegang atau nyeri
Tanda: wajah meringis, sangat hati-hati
8) Pernafasan
Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum purulen (tergantung adanya
infeksi atau tidak).
Tanda: lapar udara, batuk dengan atau tanpa sputum purulen (infeksi)
9) Keamanan:
Gejala: kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda: demam, diforesis kulit rusak, lesi atau ulserasi, menurunnya kekuatan umum atau rentang
gerak, parestesia atau parolisis otot termasuk otot-otot pernafasan (jika kadar kalium menurun
dengan cukup tajam)
10) Seksualitas
Gejala: Rabas vagina (cenderung infeksi) masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada
wanita (Doenges,1999,hal : 726-728)
2. Diagnosa keperawatan
Memberikan dasar-dasar memilih intervensi untuk mencapai hasil yang menjadi tanggung jawab
dan tanggung gugat perawat.
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan diabetes melitus secara teoritis
sebagai berikut:
a. Kurang volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik dari hiperglikemia
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dngan ketidak seimbangan
insulin.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit dan
perubahan pada sirkulasi.
d. Perubahan persepsi perseptual: penurunan ketajaman penglihatan dan penurunan sensasi taktil
berhubungan dengan penurunan produksi metabolik.
e. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang atau progresif yang tidak
dapat diobati
f. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dngan kurang mengingat dan kurang informasi.
3. Perencanaan keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan langkah berikutnya adalah menentukan perencanaan
keperawatan yang meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi
(Nursalam, 2001)
Tahapan dalam perencanaan meliputi penentuan prioritas masalah, tujuan, kriteria hasil,
menentukan rencana dan tindakan pelimpahan (medis dan tim kesehatan lainnya) dan program
perintah medis.
Pada dasarnya pembuatan prioritas masalah dibuat berdasarkan kebutuhan dasar manusia.
Menurut Abraham Maslow, meletakkan kebutuhan fisiologis sebagai kebutuhan yang paling
dasar, rasa aman, mencintai dan dicintai, harga diri dan aktualisasi diri.
Berikut ini disajikan rencana keperawatan berdasarkan masing-masing diagnosa (Doenges,
et.all,1999):
a. Kurang volume cairan b/d diuresis osmotik dari hiperglikemia.
Tujuan : Volume cairan dalam batas normal.
Kriteria hasil :
- TTV Stabil
- Turgor kulit dan pengisian kapiler baik
- Kadar elektrolit DBN
- Haluaran urine tepat secara individu
Intervensi:
1) Pantau TTV, catat adanya perubahan TD.
R/ : hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. (Doenges, 1999, hal :
729)
2) Pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul atau pernafasan yang berbau keton
R/ : paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui prnafasan yang menghasilkan kompensasi
alkoholis respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis. (Doenges, 1999, hal : 729)
3) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
R/ : merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat. (Doenges,
1999, hal : 729)
4) Ukur berat badan setiap hari.
R/ : memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan
selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti (Doenges, 1999, hal : 729)
b. Perubahan nutrisi kutang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakseimbangan insulin.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil :
- Berat badan meningkat dalam 1bulan
- Nafsu makan meningkat
Intervensi:
1) Timbang berat badan setiap hari.
R/ : mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (Doenges, 1999, hal : 732)
2) Tentukan program diet dan pola makan serta bandingkan dengan makanan yang dapat
dihabiskan klien.
R/ : mengidentifikasi kekurangan dan penyimpanan dari kebutuhan terapeutik (Doenges, 1999m,
hal : 732)
3) Auskultasi bising usus, catat adanya keluhan
R/ : hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang akan mempengaruhi
intervensi (Doenges, 1999, hal : 732)
4) Identifikasi makanan yang disukai dan tidak disukai.
R/ : jika makanan yang disukai klien dimasukkan dalamperencanaan makan, kerjasama ini dapat
diupayakan setelah pulang (Doenges, 1999, hal : 732)
5) Libatkan keluarga pada perencanaan makanan
R/ : memberikan informasi kepada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi klien (Doenges,
1999, hal : 732)
c. Resiko tinggi infeksi b/d kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit dan perubahan pada
sirkulasi.
Tujuan : infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil :
- tidak terjadi demam
- mendemonstrasikanperubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi (misalnya: cuci
tangan).
Intervensi:
1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan seperti demam, kemerahan, pus pada luka,
sputum purulen.
R/ : klien masuk mungkin dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis
atau dapat mengalami infeksi nosokomial (Doenges, 1999, hal : 734)
2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang
yang b/d klien termasuk kliennya sendiri.
R/ : mencegah timbulnya infeksi silang nosokomial (Doenges, 1999, hal : 734)
3) Berikan perawatan kulit dengan masase daerah tulang yang tertekan, jaga kulit tetap kering
dan linen kering/ tidak berkerut
R/ : sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan klien pada peningkatan resiko terjadinya
aspirasi (Doenges, 1999, hal : 735)
4) Posisikan klien pada posisi semi fowler.
R/ : memberikan kemudahan bagi paru untuk mengembang, menurunkan resiko terjadinya
aspirasi (Doenges, 1999, hal : 735)
5) Bantu klien untuk melakukan higiene oral
R/ : menurunkan resiko terjadinya penyakit mulut/ gusi (Doenges, 1999, hal : 735)
6) Berikan antibiotik yang sesuai
R/ : penanganan awal dapat mencegah timbulnya sepsis ( Doenges, 1999, hal : 735)
7) Pantau pemeriksaan lab seperti gula darah.
R/ : mendeteksi penggantian cairan dan terapi insulin (Doenges, 1999, hal : 735)
8) Berikan pengobatan insulin secara teratur.
R/ : membantu memindahkan glukosa kedalam sel sehingga merupakan gula darah
(Doenges,1999, hal : 735)
d. Perubahan sensori perseptual: penurunan ketajaman penglihatan dan penurunan sensasi taktil
b/d ketidakseimbangan glukosa insulin dan elektrolit
Tujuan : kerusakan sensori perseptual tidak terjadi/ minimal
Kriteria Hasil :
-klien mempertahankan tingkat mental biasanya (tidak terjadi disorientasi orang, tempat dan
waktu)
- mengenali adanya
- mengenali adanya kerusakan sensori, contohnya: penurunan ketajaman penglihatan
Intervensi:
1) Pantau TTV dan status mental
R/ : dasar untuk membandingkan temuan abnormal seperti suhu yang meningkat dapat
mempengaruhi fungsi mental ( Doenges, 1999, hal : 736)
2) Panggil klien dengan nama, orientasi kembali sesuai dengan kebutuhannya
R/ : menurunnya kebingungan dan membantu untuk mempertahankan kontak dengan realita
(Doenges, 1999, hal : 736)
3) Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak waktu istirahat klien
R/ : meningkatkan tidur, menurunkan rasa letih dan dapat memperbaiki daya pikir (Doenges,
1999, hal : 736)
4) Evaluasi lapang pandang, sesuai indikasi
R/ : edema retina, hemoragik atau katarak mengganggu penglihatan dan memerlukan terapi
keperawatan (Doenges,1999, hal : 736)
5) Selidiki adanya keluahan nyeri dan kehilangan sensasi pada kaki
R/ : neuropati perifer dapat mengakibatkan kehilangan sensasi yang mempengaruhi resiko tinggi
terhadap kerusakan kulit dan kehilangan keseimbangan (Doenges, 1999, hal : 736)
e. Kelelahan b/d penurunan produksi energi metabolik
Tujuan :kelelahan tidak terjadi/ minimal
Kriteria hasil :klien menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas
yang diinginkan.
Intervensi:
1) Diskusikan dengan klien kebutuhan akan aktivitas
R/ : pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan aktivitas (Doenges, 1999, hal :
737)
2) Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat
R/ : Mencegah kelelahan yang berlebihan (Doenges,1999, hal 737)
3) Pantau nadi, frekuensi nafas sebelum/ sesudah melakukan aktivitas
R/ : Mengidentifikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis
(Doenges,1999, hal : 737)
4) Tindakan partisipasi dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai yang dapat ditoleransi
R/ : meningkatkan kepercayaan diri yang positif (Doenges,1999, hal : 737)
f. Ketidakberdayaan b/d penyakit jangka panjang/ progresif yang tidak dapat diobati
Tujuan : ketergantungan pada orang lain minimal
Kriteria Hasil :
- membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri
- mandiri dalam aktivitas perawatan diri
Intervensi:
1) Anjurkan klien mengekspresikan perasaan tentang penyakitnya
R/ : mengidentifikasikan area perhatiannya dan memudahkan cara pemecahan masalah
(Doenges,1999, Hal : 738)
2) Kaji bagaimana kkien menangani masalahnya dimasa lalu
R/ : pengetahuan individu membantu untuk menentukan kebutuhan terhadap tujuan penanganan
(Doenges,1999, hal : 738)
3) Tentukan tujuan/ harapan dari klien atau keluarga
R/ : harapan yang tidak realistis dapat mengakibatkan perasaan frustasi (Doenges,1999, hal :738)
4) Anjurkan klien untuk membuat keputusan berhubungan dengan perawatannya seperti
ambulasi, waktu beraktivitas dan seterusnya
R/ :mengkomunikasikan pada klien bahwa beberapa pengendalian dapat dilatih pada saat
perawatan dilakukan (Doenges,1999,hal : 738)
g. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang
mengingat dan kurang informasi
Tujuan : klien mempunyai pengetahuan mengenai kondisi penyakit.
Kriteria Hasil :
- mengajukan pertanyaan dan mengajukan pertanyaan dan meminta informasi
- mengungkapkan masalah dan pemahaman tentang penyakit.
Intervensi:
1) bekerjasama dengan klien dalam menata tujuan belajar yang diharapkan
R/ : partisipasi dalam perencanaan meningkatkan antusias dan kerjasama klien dengan prinsip
yang dipelajari (Doenges,1999,hal : 739)
2) diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat dan cara untuk melakukan
makan diluar rumah
R/ : kesadaran tentang pentingnya kontrol diet, penggunaan makanan tinggi serat dan cara untuk
melakukan makan diluar rumah (Doenges, 1999,hal : 739)
3) tekankan pentingnya mempertahankan pemeriksaan gula darah setiap hari
R/ : membantu melakukan kontrol penyakit dengan lebih baik (Doenges, 1999, hal : 739)
4) identifikasikan gejala hipoglikemia
R/ : dapat meningkatkan defeksi dan pengobatan lebih awal dan mencegah kejadiannya
(Doenges, 1999, hal : 739)
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan keperwatan adalah inisiatif dari rencana tindakan yang spesifik.
Pelaksanaan merupakan aplikasi dari perencanan keperawatan oleh perawat bersama klien. Hal-
hal yang harus kita perhatikan dalam melakukan implementasi adalah intervensi yang dilakukan
sesuai dengan rencana. Setelah dilakukan validasi, penguasaan keterampilan interpersonal,
intelektual dan tekhnik intervensi harus dilakukan denga cermat dan efisien pada situasi yang
tepat, keamanan fisik dan psikologis dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan
dan pelaporan (Nursalam, 2001)
5. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu yang direncanakan dan perbandingan yang sitematis pada status kesehatan
klien.
Evaluasi terdiri dari dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif
disebut juga evaluasi proses, evaluasi jangka pendek maupun evaluasi yang sedang berjalan,
dimana evaluasi dilakukan secepatnya setelah tindakan keperawatan dilakukan sampai tujuan
tercapai. Sedangkan evaluasi sumatif yang biasa disebut evaluasi akhir atau evaluasi jangka
panjang. Evaluasi ini dilakukan pada akhir tindakan keperawatan paripurna dan menjadi satu
metode dalam memonitor kualitas dan efisiensi tindakan yang diberikan. Bentuk evaluasi ini
lazimnya mengguanakan format “ SOAP”.
Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan umpan balik rencana keperawatan, nilai, serta
meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui hasil perbandingan standar yang telah
ditentukan sebeluimnya.
6. Perencanaan pulang
Informasi yang diberikan kepada klien dibuat sesuai dengan kebutuhan, perawat harus mengkaji
kesimpulan fisik untuk menjalankan keperawatan diri klien. Adapun informasi yang diberikan
kepada klien meliputi:
a. Dalam proses penyembuhan klien harus mampu merawat dirinya sendiri dengan melanjutkan
pengobatan secara teratur sampai merasa sembuh.
b. Meningkatkan keperawatan diri seperti beristirahat dan diet serta tidak merangsang
peningkatan gula darah dari makanan manis dan tinggi lemak sampai klien merasa benar-benar
sembuh
c. Meningkatkan konsumsi nutrisi bervitamin yang dapat meningkatkan kekuatan tubuh.
d. Mengetahui tanda dan gejala timbulnya penyakit diabetes melitus ini dan segera berobat
kefasilitas kesehatan terdekat.

More Related Content

What's hot

Kebutuhan Psikososial
Kebutuhan PsikososialKebutuhan Psikososial
Kebutuhan Psikososialpjj_kemenkes
 
Ppt atritis reumatoid pada lansia
Ppt atritis reumatoid pada lansiaPpt atritis reumatoid pada lansia
Ppt atritis reumatoid pada lansiaKANDA IZUL
 
Askep penyakit jantung koroner AKPER PEMKAB MUNA
Askep penyakit jantung koroner  AKPER PEMKAB MUNA Askep penyakit jantung koroner  AKPER PEMKAB MUNA
Askep penyakit jantung koroner AKPER PEMKAB MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
Farmakologi interaksi obat dengan makanan
Farmakologi interaksi obat dengan makananFarmakologi interaksi obat dengan makanan
Farmakologi interaksi obat dengan makananEster Muki
 
309885625-LP-ANC-docx
309885625-LP-ANC-docx309885625-LP-ANC-docx
309885625-LP-ANC-docxAhmad Suhir
 
Pendidikan Anti Korupsi - Buku Ajar Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi (PBAK)
Pendidikan Anti Korupsi - Buku Ajar Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi (PBAK)Pendidikan Anti Korupsi - Buku Ajar Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi (PBAK)
Pendidikan Anti Korupsi - Buku Ajar Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi (PBAK)Haristian Sahroni Putra
 
Jenis dan bentuk makanan
Jenis dan bentuk makananJenis dan bentuk makanan
Jenis dan bentuk makananCahya
 
Pemeriksaan Fisik Neurologis.ppt
Pemeriksaan Fisik Neurologis.pptPemeriksaan Fisik Neurologis.ppt
Pemeriksaan Fisik Neurologis.pptssuserc20266
 
Evaluation of growth indicates
Evaluation of growth indicatesEvaluation of growth indicates
Evaluation of growth indicatesFirda Amalia
 
Kelenjar saliva, pangkreas, hepar dan kandung empedu
Kelenjar saliva, pangkreas, hepar dan kandung empeduKelenjar saliva, pangkreas, hepar dan kandung empedu
Kelenjar saliva, pangkreas, hepar dan kandung empedussp1997
 

What's hot (20)

Kebutuhan Psikososial
Kebutuhan PsikososialKebutuhan Psikososial
Kebutuhan Psikososial
 
Ppt atritis reumatoid pada lansia
Ppt atritis reumatoid pada lansiaPpt atritis reumatoid pada lansia
Ppt atritis reumatoid pada lansia
 
Askep penyakit jantung koroner AKPER PEMKAB MUNA
Askep penyakit jantung koroner  AKPER PEMKAB MUNA Askep penyakit jantung koroner  AKPER PEMKAB MUNA
Askep penyakit jantung koroner AKPER PEMKAB MUNA
 
Farmakologi interaksi obat dengan makanan
Farmakologi interaksi obat dengan makananFarmakologi interaksi obat dengan makanan
Farmakologi interaksi obat dengan makanan
 
KONSTIPASI
KONSTIPASIKONSTIPASI
KONSTIPASI
 
Woc hirschsprung
Woc hirschsprungWoc hirschsprung
Woc hirschsprung
 
Proposal bell's palsy
Proposal bell's palsyProposal bell's palsy
Proposal bell's palsy
 
keseimbangan asam-basa dan gas darah
keseimbangan asam-basa dan gas darahkeseimbangan asam-basa dan gas darah
keseimbangan asam-basa dan gas darah
 
309885625-LP-ANC-docx
309885625-LP-ANC-docx309885625-LP-ANC-docx
309885625-LP-ANC-docx
 
Ilmu gizi 1
Ilmu gizi 1Ilmu gizi 1
Ilmu gizi 1
 
Pendidikan Anti Korupsi - Buku Ajar Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi (PBAK)
Pendidikan Anti Korupsi - Buku Ajar Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi (PBAK)Pendidikan Anti Korupsi - Buku Ajar Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi (PBAK)
Pendidikan Anti Korupsi - Buku Ajar Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi (PBAK)
 
Perubahan sosial
Perubahan sosialPerubahan sosial
Perubahan sosial
 
Hipoglikemi
HipoglikemiHipoglikemi
Hipoglikemi
 
Dibetes Melitus Tipe 2
Dibetes  Melitus Tipe 2Dibetes  Melitus Tipe 2
Dibetes Melitus Tipe 2
 
Jenis dan bentuk makanan
Jenis dan bentuk makananJenis dan bentuk makanan
Jenis dan bentuk makanan
 
Pemeriksaan Fisik Neurologis.ppt
Pemeriksaan Fisik Neurologis.pptPemeriksaan Fisik Neurologis.ppt
Pemeriksaan Fisik Neurologis.ppt
 
Kebutuhan gizi dan status gizi
Kebutuhan gizi dan status giziKebutuhan gizi dan status gizi
Kebutuhan gizi dan status gizi
 
Tumor mandibula
Tumor mandibulaTumor mandibula
Tumor mandibula
 
Evaluation of growth indicates
Evaluation of growth indicatesEvaluation of growth indicates
Evaluation of growth indicates
 
Kelenjar saliva, pangkreas, hepar dan kandung empedu
Kelenjar saliva, pangkreas, hepar dan kandung empeduKelenjar saliva, pangkreas, hepar dan kandung empedu
Kelenjar saliva, pangkreas, hepar dan kandung empedu
 

Viewers also liked

PerMenKes No. 1691 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
PerMenKes No. 1691 tentang Keselamatan Pasien Rumah SakitPerMenKes No. 1691 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
PerMenKes No. 1691 tentang Keselamatan Pasien Rumah SakitTyo SBS
 
Indonesian healthcare-quality-network-ihqn-2009
Indonesian healthcare-quality-network-ihqn-2009Indonesian healthcare-quality-network-ihqn-2009
Indonesian healthcare-quality-network-ihqn-2009ponekjogja
 
FARMAKOLOGI GAGAL JANTUNG
FARMAKOLOGI GAGAL JANTUNGFARMAKOLOGI GAGAL JANTUNG
FARMAKOLOGI GAGAL JANTUNGSulistia Rini
 
Asuhan keperawatan pada gangguan sistem kardiovaskuler
Asuhan keperawatan pada gangguan sistem kardiovaskulerAsuhan keperawatan pada gangguan sistem kardiovaskuler
Asuhan keperawatan pada gangguan sistem kardiovaskulerKANDA IZUL
 
Bab I k.anak pada kejang dan demam
Bab I k.anak pada kejang dan demam Bab I k.anak pada kejang dan demam
Bab I k.anak pada kejang dan demam Astriie Desiyanti
 
Asuhan keperawatan pada gangguan sistem kardiovaskuler
Asuhan keperawatan pada gangguan sistem kardiovaskulerAsuhan keperawatan pada gangguan sistem kardiovaskuler
Asuhan keperawatan pada gangguan sistem kardiovaskulerProdalima Sinulingga, M.Kep
 
Sistem persyarafan (novi ervina, ade welni)
Sistem persyarafan (novi ervina, ade welni)Sistem persyarafan (novi ervina, ade welni)
Sistem persyarafan (novi ervina, ade welni)stikesby kebidanan
 

Viewers also liked (20)

Askep meningitis
Askep meningitisAskep meningitis
Askep meningitis
 
PerMenKes No. 1691 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
PerMenKes No. 1691 tentang Keselamatan Pasien Rumah SakitPerMenKes No. 1691 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
PerMenKes No. 1691 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
 
Indonesian healthcare-quality-network-ihqn-2009
Indonesian healthcare-quality-network-ihqn-2009Indonesian healthcare-quality-network-ihqn-2009
Indonesian healthcare-quality-network-ihqn-2009
 
Askep chv (gagal jantung) AKPER PEMKAB MUNA
Askep chv (gagal jantung) AKPER PEMKAB MUNA Askep chv (gagal jantung) AKPER PEMKAB MUNA
Askep chv (gagal jantung) AKPER PEMKAB MUNA
 
Kti mas udin
Kti mas udinKti mas udin
Kti mas udin
 
Askep chv (gagal jantung)
Askep chv (gagal jantung)Askep chv (gagal jantung)
Askep chv (gagal jantung)
 
Askep gadar
Askep gadarAskep gadar
Askep gadar
 
Kti ita ariani
Kti  ita arianiKti  ita ariani
Kti ita ariani
 
FARMAKOLOGI GAGAL JANTUNG
FARMAKOLOGI GAGAL JANTUNGFARMAKOLOGI GAGAL JANTUNG
FARMAKOLOGI GAGAL JANTUNG
 
Asuhan keperawatan chf
Asuhan keperawatan chfAsuhan keperawatan chf
Asuhan keperawatan chf
 
Congestive Heart Failure (CHF)
Congestive Heart Failure (CHF)Congestive Heart Failure (CHF)
Congestive Heart Failure (CHF)
 
Asuhan keperawatan pada gangguan sistem kardiovaskuler
Asuhan keperawatan pada gangguan sistem kardiovaskulerAsuhan keperawatan pada gangguan sistem kardiovaskuler
Asuhan keperawatan pada gangguan sistem kardiovaskuler
 
Penyimpangan kdm gagal jantung
Penyimpangan kdm gagal jantungPenyimpangan kdm gagal jantung
Penyimpangan kdm gagal jantung
 
Hidrosefalus on Pediatric
Hidrosefalus on PediatricHidrosefalus on Pediatric
Hidrosefalus on Pediatric
 
Bab I k.anak pada kejang dan demam
Bab I k.anak pada kejang dan demam Bab I k.anak pada kejang dan demam
Bab I k.anak pada kejang dan demam
 
makalah
makalahmakalah
makalah
 
Asuhan keperawatan pada gangguan sistem kardiovaskuler
Asuhan keperawatan pada gangguan sistem kardiovaskulerAsuhan keperawatan pada gangguan sistem kardiovaskuler
Asuhan keperawatan pada gangguan sistem kardiovaskuler
 
Askep Neurogenik
Askep NeurogenikAskep Neurogenik
Askep Neurogenik
 
Sistem persyarafan (novi ervina, ade welni)
Sistem persyarafan (novi ervina, ade welni)Sistem persyarafan (novi ervina, ade welni)
Sistem persyarafan (novi ervina, ade welni)
 
Lp vertigo
Lp vertigoLp vertigo
Lp vertigo
 

Similar to CHFASUHAN

Asuhan keperawatan dengan gagal jantung
Asuhan keperawatan dengan gagal jantungAsuhan keperawatan dengan gagal jantung
Asuhan keperawatan dengan gagal jantungKANDA IZUL
 
Askep chf kelompok 1
Askep chf kelompok 1Askep chf kelompok 1
Askep chf kelompok 1UlfatunN07
 
Askep pada pasien hipertensi
Askep pada pasien hipertensiAskep pada pasien hipertensi
Askep pada pasien hipertensiWarnet Raha
 
Adult Respiratory Distress Syndrome
Adult Respiratory Distress SyndromeAdult Respiratory Distress Syndrome
Adult Respiratory Distress SyndromeArif WR
 
KGD Syok dan Resusistasi Cairan.pptx
KGD Syok dan Resusistasi Cairan.pptxKGD Syok dan Resusistasi Cairan.pptx
KGD Syok dan Resusistasi Cairan.pptxSukmaSainiPoltekkesM
 

Similar to CHFASUHAN (20)

Askep chf
Askep chfAskep chf
Askep chf
 
Penyakit jantung
Penyakit jantungPenyakit jantung
Penyakit jantung
 
Asuhan keperawatan dengan gagal jantung
Asuhan keperawatan dengan gagal jantungAsuhan keperawatan dengan gagal jantung
Asuhan keperawatan dengan gagal jantung
 
Gagal jantung
Gagal jantungGagal jantung
Gagal jantung
 
Askep chf kelompok 1
Askep chf kelompok 1Askep chf kelompok 1
Askep chf kelompok 1
 
Askep pada pasien hipertensi
Askep pada pasien hipertensiAskep pada pasien hipertensi
Askep pada pasien hipertensi
 
Askep pada pasien hipertensi
Askep pada pasien hipertensiAskep pada pasien hipertensi
Askep pada pasien hipertensi
 
Askep hipertensi
Askep hipertensiAskep hipertensi
Askep hipertensi
 
angina pectoris
 angina pectoris angina pectoris
angina pectoris
 
ppt ht rev (1).pptx
ppt ht rev (1).pptxppt ht rev (1).pptx
ppt ht rev (1).pptx
 
Askep hipertensi
Askep hipertensiAskep hipertensi
Askep hipertensi
 
Chronic heart failure
Chronic heart failureChronic heart failure
Chronic heart failure
 
Adult Respiratory Distress Syndrome
Adult Respiratory Distress SyndromeAdult Respiratory Distress Syndrome
Adult Respiratory Distress Syndrome
 
Askep gagal jantung kongesti
Askep gagal jantung kongestiAskep gagal jantung kongesti
Askep gagal jantung kongesti
 
Askep gagal jantung kongesti
Askep gagal jantung kongestiAskep gagal jantung kongesti
Askep gagal jantung kongesti
 
Laporan pendahuluan akut miocard infark
Laporan pendahuluan akut miocard infarkLaporan pendahuluan akut miocard infark
Laporan pendahuluan akut miocard infark
 
Laporan pendahuluan akut miocard infark
Laporan pendahuluan akut miocard infarkLaporan pendahuluan akut miocard infark
Laporan pendahuluan akut miocard infark
 
Laporan pendahuluan akut miocard infark
Laporan pendahuluan akut miocard infarkLaporan pendahuluan akut miocard infark
Laporan pendahuluan akut miocard infark
 
Laporan pendahuluan akut miocard infark
Laporan pendahuluan akut miocard infarkLaporan pendahuluan akut miocard infark
Laporan pendahuluan akut miocard infark
 
KGD Syok dan Resusistasi Cairan.pptx
KGD Syok dan Resusistasi Cairan.pptxKGD Syok dan Resusistasi Cairan.pptx
KGD Syok dan Resusistasi Cairan.pptx
 

Recently uploaded

DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptx
DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptxDASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptx
DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptxNadiraShafa1
 
implementasi Revisi Usulan Proposal MHKes PPJ.docx
implementasi Revisi Usulan Proposal MHKes PPJ.docximplementasi Revisi Usulan Proposal MHKes PPJ.docx
implementasi Revisi Usulan Proposal MHKes PPJ.docxhurufd86
 
Diagnosis Diferensial and Mnemonic_Materi 2.pdf
Diagnosis Diferensial and Mnemonic_Materi 2.pdfDiagnosis Diferensial and Mnemonic_Materi 2.pdf
Diagnosis Diferensial and Mnemonic_Materi 2.pdfAlanRahmat
 
Bimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR
Bimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRBimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR
Bimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRJessieArini1
 
kebijakan pemerintah terkait pelaksanaan promosi kesehatan
kebijakan pemerintah terkait pelaksanaan promosi kesehatankebijakan pemerintah terkait pelaksanaan promosi kesehatan
kebijakan pemerintah terkait pelaksanaan promosi kesehatanMeiRianitaElfridaSin
 
Kemitraan masyarakat dalam program kesehatan
Kemitraan masyarakat dalam program kesehatanKemitraan masyarakat dalam program kesehatan
Kemitraan masyarakat dalam program kesehatanMeiRianitaElfridaSin
 
PENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.ppt
PENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.pptPENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.ppt
PENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.pptssuser940815
 
MATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdf
MATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdfMATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdf
MATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdfestidiyah35
 
1. BHD PERKI.pptx, materi tentang bagaimana melakukan bhd pada korban dengan ...
1. BHD PERKI.pptx, materi tentang bagaimana melakukan bhd pada korban dengan ...1. BHD PERKI.pptx, materi tentang bagaimana melakukan bhd pada korban dengan ...
1. BHD PERKI.pptx, materi tentang bagaimana melakukan bhd pada korban dengan ...MAKSIPUASA1
 
Metode dan media pendidikan dan promosi kesehatan
Metode dan media pendidikan dan promosi kesehatanMetode dan media pendidikan dan promosi kesehatan
Metode dan media pendidikan dan promosi kesehatanMeiRianitaElfridaSin
 

Recently uploaded (10)

DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptx
DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptxDASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptx
DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptx
 
implementasi Revisi Usulan Proposal MHKes PPJ.docx
implementasi Revisi Usulan Proposal MHKes PPJ.docximplementasi Revisi Usulan Proposal MHKes PPJ.docx
implementasi Revisi Usulan Proposal MHKes PPJ.docx
 
Diagnosis Diferensial and Mnemonic_Materi 2.pdf
Diagnosis Diferensial and Mnemonic_Materi 2.pdfDiagnosis Diferensial and Mnemonic_Materi 2.pdf
Diagnosis Diferensial and Mnemonic_Materi 2.pdf
 
Bimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR
Bimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRBimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR
Bimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR
 
kebijakan pemerintah terkait pelaksanaan promosi kesehatan
kebijakan pemerintah terkait pelaksanaan promosi kesehatankebijakan pemerintah terkait pelaksanaan promosi kesehatan
kebijakan pemerintah terkait pelaksanaan promosi kesehatan
 
Kemitraan masyarakat dalam program kesehatan
Kemitraan masyarakat dalam program kesehatanKemitraan masyarakat dalam program kesehatan
Kemitraan masyarakat dalam program kesehatan
 
PENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.ppt
PENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.pptPENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.ppt
PENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.ppt
 
MATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdf
MATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdfMATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdf
MATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdf
 
1. BHD PERKI.pptx, materi tentang bagaimana melakukan bhd pada korban dengan ...
1. BHD PERKI.pptx, materi tentang bagaimana melakukan bhd pada korban dengan ...1. BHD PERKI.pptx, materi tentang bagaimana melakukan bhd pada korban dengan ...
1. BHD PERKI.pptx, materi tentang bagaimana melakukan bhd pada korban dengan ...
 
Metode dan media pendidikan dan promosi kesehatan
Metode dan media pendidikan dan promosi kesehatanMetode dan media pendidikan dan promosi kesehatan
Metode dan media pendidikan dan promosi kesehatan
 

CHFASUHAN

  • 1. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN CHF Pengkajian Gagal serambi kiri/kanan dari jantung mengakibtkan ketidakmampuan memberikan keluaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik. Karenanya diagnostik dan teraupetik berlnjut . GJK selanjutnya dihubungkan dengan morbiditas dan mortalitas. 1. Aktivitas/istirahat  Gejala: Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.  Tanda: Gelisah, perubahan status mental misalnya: letargi, tanda vital berubah pad aktivitas. 2. Sirkulasi  Gejala: Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung , bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.  Tanda:TD; mungkin rendah (gagal pemompaan), Tekanan Nadi ; mungkin sempit, Irama Jantung; Disritmia, Frekuensi jantung; Takikardia, Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah posisi secara inferior ke kiri, Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat, terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah, Murmur sistolik dan diastolic, Warna; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik, Punggung kuku; pucat atau sianotik dengan pengisian, kapiler lambat, Hepar ; pembesaran/dapat teraba, Bunyi napas; krekels, ronkhi, Edema; mungkin dependen, umum atau pitting khususnya pada ekstremitas 3. Integritas ego  Gejala: Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)  Tanda: Berbagai manifestasi perilaku, misalnya: ansietas, marah, ketakutan dan mudah tersinggung. 4. Eliminasi  Gejala: Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari (nokturia), diare/konstipasi. 5. Makanan/cairan  Gejala: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambahan berat badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan diuretic.
  • 2.  Tanda: Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta edema (umum, dependen, tekanan dan pitting). 6. Hygiene  Gejala: Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.  Tanda: Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal. 7. Neurosensori  Gejala: Kelemahan, pening, episode pingsan.  Tanda: Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung. 8. Nyeri/Kenyamanan  Gejala: Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada otot.  Tanda: Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri. 9. Pernapasan  Gejala: Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.  Tanda: Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernapasan. Batuk: Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum. Sputum; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal). Bunyi napas; Mungkin tidak terdengar. Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi. Warna kulit; Pucat dan sianosis. 10. Keamanan  Gejala: Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot, kulit lecet. 11. Interaksi sosial  Gejala: Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan. 12. Pembelajaran/pengajaran  Gejala: menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya: penyekat saluran kalsium.  Tanda: Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
  • 3. 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, Perubahan structural. Ditandai dengan :  Peningkatan frekuensi jantung (takikardia): disritmia, perubahan gambaran pola EKG  Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).Bunyi ekstra (S3 & S4)  Penurunan keluaran urine  Nadi perifer tidak teraba  Kulit dingin kusam  Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada. Tujuan :  Klien akan menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung, melaporkan penurunan epiode dispnea, angina, Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung. Intervensi :  Auskultasi nadi apical; kaji frekuensi, iram jantung. Rasional: Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.  Catat bunyi jantung. Rasional: S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke serambi yang disteni. Mur-mur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis katup.  Palpasi nadi perifer. Rasional: Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.  Pantau TD. Rasional: Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi dan hipotensi tidak dapat normal lagi.  Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis. Rasional: Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak adekutnya curah jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atu belang karena peningkatan kongesti vena.  Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi (kolaborasi). Rasional: Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti. 2. Aktivitas intoleran berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai oksigen. Kelemahan umum, Tirah baring lama/immobilisasi. Ditandai dengan :
  • 4.  Kelemahan, kelelahan, perubahan tanda vital, adanya disritmia, dispnea, pucat, berkeringat. Tujuan /kriteria evaluasi :  Klien akan berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri, mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan. Intervensi :  Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan vasodilator, diuretic dan penyekat beta. Rasional: Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.  Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea berkeringat dan pucat. Rasional: Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.  Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas. Rasional: Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.  Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi) Rasional: Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali. 3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air. Ditandai dengan :  Ortopnea, bunyi jantung S3, oliguria, edema, peningkatan berat badan, hipertensi, Ddstres pernapasan, bunyi jantung abnormal. Tujuan /kriteria evaluasi :  Klien akan mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan danpengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema, menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual. Intervensi :  Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi. Rasional: Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi
  • 5. terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.  Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam. Rasional: Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tibatiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.  Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut. Rasional: Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.  Pantau TD dan CVP (bila ada). Rasional: Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.  Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi. Rasional: Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal.  Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi)  Konsul dengan ahli diet. Rasional: perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium. 4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler- alveolus. Tujuan /kriteria evaluasi :  Klien akan mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan, berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi. Intervensi:  Pantau bunyi nafas, catat krekles. Rasional: menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.  Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam. Rasional: membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.  Dorong perubahan posisi. Rasional: Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.  Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri. Rasional: Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru.  Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi 5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema dan penurunan perfusi jaringan. Tujuan/kriteria evaluasi :  Klien akan mempertahankan integritas kulit, mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.
  • 6. Intervensi :  Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus. Rasional: Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan gangguan status nutrisi.  Pijat area kemerahan atau yang memutih. Rasional: meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.  Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif. Rasional: Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu aliran darah.  Berikan perawatan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi. Rasional: Terlalu kering atau lembab merusak kulit/mempercepat kerusakan.  Hindari obat intramuskuler. Rasional: Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi. 6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal. Ditandai dengan :  Pertanyaan masalah/kesalahan persepsi, terulangnya episode GJK yang dapat dicegah. Tujuan/kriteria evaluasi :  Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi.  Mengidentifikasi stress pribadi/faktor resiko dan beberapa teknik untuk menangani.  Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu. Intervensi :  Diskusikan fungsi jantung normal. Rasional: Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada program pengobatan.  Kuatkan rasional pengobatan. Rasional: Klien percaya bahwa perubahan program pasca pulang dibolehkan bila merasa baik dan bebas gejala atau merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko eksaserbasi gejala.  Anjurkan makanan diet pada pagi hari. Rasional: Memberikan waktu adequate untuk efek obat sebelum waktu tidur untuk mencegah/membatasi menghentikan tidur.  Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung suatu indikasi. Rasional: dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan sendiri/penatalaksanaan dirumah.
  • 7. ASKEP CONGESTIVE HEARTH FAILURE (CHF) BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Saat ini Congestive Hearth Failure (CHF) atau yang biasa disebut gagal jantung kongestif merupakan satu-satunya penyakit kardiovaskuler yang terus meningkat insiden dan prevalensinya. Risiko kematian akibat gagal jantung berkisar antara 5-10% pertahun pada gagal jantung ringan yang akan meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung berat. Selain itu, gagal jantung merupakan penyakit yang paling sering memerlukan perawatan ulang di rumah sakit (readmission) meskipun pengobatan rawat jalan telah diberikan secara optimal (R. Miftah Suryadipraja). CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh (Ebbersole, Hess, 1998). Risiko CHF akan meningkat pada orang lanjut usia(lansia) karena penurunan fungsi ventrikel akibat penuaan. CHF ini dapat menjadi kronik apabila disertai dengan penyakit-penyakit seperti: hipertensi, penyakit katub jantung, kardiomiopati, dan lain-lain. CHF juga dapat menjadi kondisi akut dan berkembang secara tiba-tiba pada miokard infark. CHF merupakan penyebab tersering lansia dirawat di rumah sakit (Miller,1997). Sekitar 3000 penduduk Amerika menderita CHF. Pada umumnya CHF diderita lansia yang berusia 50 tahun, Insiden ini akan terus bertambah setiap tahun pada lansia berusia di atas 50 tahun (Aronow et al,1998). Menurut penelitian, sebagian besar lansia yang dididiagnosis CHF tidak dapat hidup lebih dari 5 tahun (Ebbersole, Hess,1998). Dalam makalah ini membahas CHF pada lansia disertai penanganan dan asuhan Keperawatan pada pasien lanjut usia dengan CHF. 2. Tujuan
  • 8. 1. Tujuan umum Mahasiswa mampu menjelaskan tentang penyakit CHF 2. Tujuan Khusus 1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian CHF 2. Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab CHF 3. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala CHF 4. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi CHF 5. Mahasiswa mampu menjelaskan masifestasi klinis CHF 6. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang pada CHF 7. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan pasien dengan CHF 8. Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien dengan CHF BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah secara adekuat ke seluruh tubuh (Ebbersole, Hess,1998).
  • 9. 2. Klasifikasi 1. Gagal jantung akut -kronik 1. Gagal jantung akut terjadinya secara tiba-tiba, ditandai dengan penurunan kardiak output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan. Ini dapat mengakibatkan edema paru dan kolaps pembuluh darah. 2. Gagal jantung kronik terjadinya secar perkahan ditandai dengan penyakit jantung iskemik, penyakit paru kronis. Pada gagal jantung kronik terjadi retensi air dan sodium pada ventrikel sehingga menyebabkan hipervolemia, akibatnya ventrikel dilatasi dan hipertrofi. 2. Gagal Jantung Kanan- Kiri 1. Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa darah secara adekuat sehingga menyebabkan kongesti pulmonal, hipertensi dan kelainan pada katub aorta/mitral 2. Gagal jantung kanan, disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat gagal jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga cairan yang terbendung akan berakumulasi secara sistemik di kaki, asites, hepatomegali, efusi pleura, dll. 3. Gagal Jantung Sistolik-Diastolik 1. Sistolik terjadi karena penurunan kontraktilitas ventrikel kiri sehingga ventrikel kiri tidak mampu memompa darah akibatnya kardiak output menurun dan ventrikel hipertrofi 2. Diastolik karena ketidakmampuan ventrikel dalam pengisian darah akibatnya stroke volume cardiac output turun. 3. Etiologi Penyebab gagal jantung kongestif yaitu: 1. Kelainan otot jantung 2. Aterosklerosis koroner 3. Hipertensi sistemik atau pulmonal 4. Peradangan dan penyakit miokardium 5. Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar, tamponade perikardium, perikarditis konstruktif, stenosis katup AV 6. Faktor sistemik seperti demam, tirotoksikosis, hipoksia, anemia. 4. Patofisiologi
  • 10. Kelainan fungi otot jantung disebabkan karena aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan tidak jelas, hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnya akan terjadi gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun. Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventriel kanan. Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel berpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Gagal jantung kiri Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Dispnu dapat terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas. Mudah lelah dapat terjadi akibat curah jantung yang kurang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme, juga terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk. Gagal jantung kanan Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti viscera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasikan semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak dapat meliputi edema ekstremitas bawah, peningkatan berat badan, hepatomegali, distensi vena leher, asites, anoreksia, mual dan nokturia.
  • 11. 5. Tanda dan Gejala 1. CHF Kronik Meliputi: anoreksia, nokturia, edema perifer, hiperpigmentasi ekstremitas bawah, kelemahan, heaptomegali,ascites, dyspnea, intoleransi aktivitas barat, kulit kehitaman. 2. CHF Akut Meliputi: ansietas, peningkatan berat badan, restletness, nafas pendek, bunyi krekels, fatigue, takikardi, penurunan resistensi vaskuler, distensi vena jugularis, dyspnea, orthopnea, batuk, batuk darah, wheezing bronchial, sianosis, denyut nadi lemah dan tidak teraba, penurunan urin noutput, delirium, sakit kepala. 6. Komplikasi 1. Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah. 2. Syok Kardiogenik, akibat disfungsi nyata 3. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis. 7. Pemeriksaan Penunjang 1. EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan kerusakan pola. 2. ECG; mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel hipertrofi, disfungsi pentyakit katub jantung. 3. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulnonal. 4. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung. 5. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri koroner. 6. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal, terapi diuretic. 7. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk PPOM. 8. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
  • 12. 9. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,missal infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim LDH). 8. Penatalaksanaan 1. Non Farmakologis 1. CHF Kronik  Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi oksigen melalui istirahat atau pembatasan aktivitas.  Diet pembatasan natrium  Menghentikan obat-obatan yang memperparah seperti NSAIDs karena efek prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan natrium  Pembatasan cairan (kurang lebih 1200-1500 cc/hari)  Olah raga secara teratur 2. CHF Akut  Oksigenasi (ventilasi mekanik)  Pembatasan cairan 2. Farmakologis Tujuan: untuk mengurangi afterload dan preload 1. First line drugs; diuretic Tujuan: mengurangi afterload pada disfungsi sistolik dan mengurangi kongesti pulmonal pada disfungsi diastolic. Obatnya adalah: thiazide diuretics untuk CHF sedang, loop diuretic, metolazon (kombinasi dari loop diuretic untuk meningkatkan pengeluaran cairan), Kalium- Sparing diuretic 2. Second Line drugs; ACE inhibitor Tujuan; membantu meningkatkan COP dan menurunkan kerja jantung.Obatnya adalah:
  • 13.  Digoxin; meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak digunakan untuk kegagalan diastolic yang mana dibutuhkan pengembangan ventrikel untuk relaksasi  Hidralazin; menurunkan afterload pada disfungsi sistolik.  Isobarbide dinitrat; mengurangi preload dan afterload untuk disfungsi sistolik, hindari vasodilator pada disfungsi sistolik.  Calsium Channel Blocker; untuk kegagalan diastolic, meningkatkan relaksasi dan pengisian dan pengisian ventrikel (jangan dipakai pada CHF kronik).  Beta Blocker; sering dikontraindikasikan karena menekan respon miokard. Digunakan pada disfungsi diastolic untuk mengurangi HR, mencegah iskemi miocard, menurunkan TD, hipertrofi ventrikel kiri. 3. Pendidikan Kesehatan 1. Informasikan pada klien, keluarga dan pemberi perawatan tentang penyakit dan penanganannya. 2. Informasi difokuskan pada: monitoring BB setiap hari dan intake natrium. 3. Diet yang sesuai untuk lansia CHF: pemberian makanan tambahan yang banyak mengandung kalium seperti; pisang, jeruk, dll. 4. Teknik konservasi energi dan latihan aktivitas yang dapat ditoleransi dengan bantuan terapis. 9. Pengkajian primer 1. Airway: penilaian akan kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan mengenai adanya obstruksi jalan napas, adanya benda asing. Pada klien yang dapat berbicara dapat dianggap jalan napas bersih. Dilakukan pula pengkajian adanya suara napas tambahan seperti snoring. 2. Breathing: frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan, retraksi dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi pengembangan paru, auskultasi suara napas, kaji adanya suara napas tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada. 3. Circulation: dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output serta adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit, nadi. 4. Disability: nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.
  • 14. 10. Pengkajian sekunder Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat menggunakan format AMPLE (alergi, medikasi, past illness, last meal, dan environment). Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik seperti foto thoraks, dll. 11. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul 1. Inefektif bersihan jalan napas b.d penurunan reflek batuk 2. Kerusakan pertukaran gas b.d. perubahan membran kapiler-alveolar 3. Penurunan curah jantung b.d. perubahan kontraktilitas miokardial/ perubahan inotropik. 4. Kelebihan volume cairan b.d. meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air. 12. Intervensi keperawatan 1. Diagnosa: Inefektif bersihan jalan napas b.d penurunan reflek batuk Tujuan: setelah dilakuakn tindakan keprawatan, pasien menunjukkan jalan napas paten Kriteria hasil:  tidak ada suara snoring  tidak terjadi aspirasi  tidak sesak napas Intervensi:  kaji kepatenan jalan napas  evaluasi gerakan dada  auskultasi bunyi napas bilateral, catat adanya ronki  catat adanya dispnu,  lakukan pengisapan lendir secara berkala  berikan fisioterapi dada  berikan obat bronkodilator dengan aerosol.
  • 15. 2. Diagnosa: Kerusakan pertukaran gas b.d. perubahan membran kapiler-alveolar Tujuan: setelah dilakukan tindakan kerpawatan, pasien dapat menunjukkan oksigenasi dan ventilasi adekuat Kriteria hasil:  GDA dalan rentang normal  Tidak ada sesak napas  Tidak ada tanda sianosis atau pucat Intervensi:  auskultasi bunyi napas, catat adanya krekels, mengi  berikan perubahan posisi sesering mungkin  pertahankan posisi duduk semifowler 3. Diagnosa: Penurunan curah jantung b.d. perubahan kontraktilitas miokardial/ perubahan inotropik. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien menunjukkan tanda peningkatan curah jantung adekuat. Kriteria hasil:  frekuensi jantung meningkat  status hemodinamik stabil  haluaran urin adekuat  tidak terjadi dispnu  tingkat kesadaran meningkat  akral hangat Intervensi:  auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi, irama jantung  catat bunyi jantung  palpasi nadi perifer  pantau status hemodinamik  kaji adanya pucat dan sianosis  pantau intake dan output cairan  pantau tingkat kesadaran  berikan oksigen tambahan  berikan obat diuretik, vasodilator.  Pantau pemeriksaan laboratorium.
  • 16. 4. Diagnosa: Kelebihan volume cairan b.d. meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mendemonstrasikan volume cairan seimbang Kriteria hasil:  masukan dan haluaran cairan dalam batas seimbang  bunyi napas bersih  status hemodinamik dalam batas normal  berat badan stabil  tidak ada edema Intervensi:  pantau / hitung haluaran dan masukan cairan setiap hari  kaji adanya distensi vena jugularis  ubah posisi  auskultasi bunyi napas, cata adanya krekels, mengi  pantau status hemodinamik  berikan obat diuretik sesuai indikasi BAB III PENUTUP
  • 17. Chronik Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh jaringan. Penyebab CHF pada lansia adalah peningkatan kolagen miokard akibat proses penuaan. Gagal jantung diklasifikasikan menjadi gagal jantung kronik dan akut, gagal jantung kiri dan kanan, gagal jantung sistolik-diastolik. Manifestasi klinis dari gagal jantung dikelompokkan menjadi gagal jantung akut dan kronik yang meliputi:anoreksia, asites. Nokturia, intoleransi aktivitas peningkatan BB, fatigue, takikardi, penurunan urin output, dan lain-lain. Komplikasi yang disebabkan oleh CHF diantaranya adalah trombosis vena dalam, toksisitas digitalis dan syok kardiogenik. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien CHF adalah Rontgen dada, ECG, EKG, dan lain-lain. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan khususnya perawat dan dokter meliputi: manajemen farmakologis, non farmakologis dan pendidikan kesehatan. Masalah-masalah Keperawatan yang biasanya muncul pada pasien CHF meliputi: penurunan curah jantung, kelebihan volume cairan, intoleransi aktivitas, cemas, risiko kerusakan pertukaran gas, dan lain-lain. Sebagai perawat professional hendaknya mampu melakukan asuhan Keperawatan baik secara mandiri maupun kolaborasi dengan petugas kesehatan lain.
  • 18. Askep CHF A. Konsep Dasar Medis 1. Anatomi Fisiologi Jantung adalah organ berongga, berotot, yang terletak ditengah-tengah toraks, dan jantung menempati rongga jantung dan diafragma, beratnya sekitar 300 gram dan dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, berat badan, beratnya latihan, dan penyakit jantung. Fungsi jantung adalah memompa darah kejaringan, menyuplai oksigen, dan zat nutrisi lain sambil mengangkut karbondioksida dan hasil metabolisme. (Smeltzer and Bare, 2001) a. Anatomi Daerah dipertengahan dada diantara kedua paru disebut mediastinum. Perikardium, melindungi permukaan jantung agar dapat berfungsi dengan baik. Sisi kanan dan kiri jantung masing-masing tersusun atas atrium dan ventrikel, dipisahkan oleh septum. Ruangan jantung bagian atas atrium, secara anatomi terpisah dari ruangan jantung sebelah bawah atau ventrikel, oleh suatu unulus fibrosus. Keempat katub jantung terletak dalam cincin ini secra fungsional jantungf dibagi menjadi alat pompa kanan dan kiri, yang memompa darah vena menuju sirkulasi paru-paru, dan darah bersih keperedaran darah sistemik. Pembagian fungsi ini mempermudah konseptualisasi dari urutan aliran darah, secara anatomi: vena kava, atrium kanan, ventrikel kanan, arteri pulmonalis, paru-paru, vena pulmonalis, atrium kiri, ventrikel kiri, aorta, arteria, arteriola, kapiler, venula, vena, vena kava. Arteri koronaria adalah pembuluh yang menyuplai otot jantung yang mempunyai kebutuhan metabolisme tinggi terhadap oksigen dan nutrisi jantung menggunakan 70%-80% oksigen yang dihantarkan melalui arteri koronaria. Otot jantung adalah jaringan otot khusus yang menyusun dinding jantung. Otot jantung mirip otot serat lurik (skelet) yang dibawah control kesadaran, namun secara fungsional otot jantung menyerupai karena sifatnya involunter. Otot jantung itu sendiri dinamakan miokardium. Lapisan dalam miokardium yang berhubungan langsung dengan darah dinamakan endokardium, dan lapisan sel dibagian luar dinamakan epikardium. Katub trikuspidalis terletak diantara atrium dekstra dan ventrikel dekstra. Katub bikuspidalis terletak diantara atrium sinistra dan ventrikel sinistra. Katub semilunaris arteri pulmonalis terletak diantara ventrikel dekstra dan arteri pulmonalis. Sirkulasi darah pada peredaran darah kecil terdiri dari arteri pulmonalis merupakanpembuluh darah yang keluar dari ventrikel dekstra menuju paru-paru. b. Fisiologi Aktivitas listrik jantung terjadi akibat ion (partikel bermuatan seperti natrium, kalium, kalsium) bergerak menembus membrane sel. Perbedaan muatan listrik yang tercatat dalam sebuah sel mengakibatkan potensial aksi jantung. Pada keadaan istirahat, otot jantung terdapat dalam keadaan terpolarisasi, artinya terdapat perbedaan muatan listrik anatar bagian dalam membrane yang bermuatan positif. Siklus jantung
  • 19. bermula saat dilepaskan impuls listrik, mulailah fase depolarisasi dengan bergeraknya ion kedalam sel, maka bagian dalam sel akan menjadi positif, kontraksi otot terjadi setelah depolarisasi, sel otot jantung normalnya akan mengalami depolarisasi ketika sel-sel tetangga mengalami depolarisasi. Repolarisasi terjadi saat sel kembali kekeadaan dasar dan sesuai dengan relaksasi otot miokardium. Otot jantung tidak seperti otot lurik atau otot polos,mempunyai periode refraktori yang panjang, pada saat sel tidak dapat distimulasi untuk berkontraksi. Hal tersebut melindungi jantung dari kontraksi berkepanjangan yang dapat menjadikan henti jantung mendadak. Koping elektromekanikal dan kontraksi jantung yang normal, tergantung pada komposisi cairan intertisial sekitar otot jantung. (Smeltzer & Bare 2001, hal 723). 2. Definisi Ada beberapa pengertian CHF menurut beberapa ahli: a. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah sindroma yang terjadi bila jantung tidak mampu memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolic dan oksigenasi jantung. (Carpenito, 1999) b. Pengertian gagal jantung secara umum adalah suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagalmemompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri. (Ilmu penyakit dalam. 1996 h, 975) c. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah ketidakmampuan jantung memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. (Smeltzer & Bare Vol 2, hal 805 th 2001) 3. Etiologi Penyebab CHF ada beberapa factor yang sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitas pada jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung meliputi: a. Penyakit arterosklerosis koroner yang mengakibatkan disfungsi pada miokardium karena terganggunya aliran darah pada otot jantung. b. Hipertensi sistemik/ pulmonal yang mengakibatkan meningkatnya beban kerja jantung yang akhirnya mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung. c. Peradangan dan penyakitMiokardium degenaratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara tidak langsung merusak serabut otot jantung dan menyebabkan kontraksi menurun. d. Penyakit jantung lain, yang sebenarnya tidak ada secara langsung mempengaruhi jantung, mekanisme yang terlibat mencakup gangguan aliran darah melalui jantung misalnya stenosis katub semiluner, ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah misalnya tamponade pericardium, perikarditis kontriktif dan stenosis katub AV, peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan darah sistemik (hipertensi “maligna”) dapat menyebabkan gagal jantung tidak ada hipertropi miokardial. e. Factor sistemik, yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung seperti meningkatnya laju metabolisme (misalnya demam, tirotoksikosis) hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen kejantung. Asidosis (respiratorik atau metabolik) dan
  • 20. abnormalitas plektrolit dapat menurunkankontraktilitas jantung. f. Gangguan kontraktilitas (miokard infark/ miopati) yang mengganggufungsi miokard karena menyebabkan pengurangan kontraktilitas, menimbulkan gerakan dinding abnormal dan mengubah daya kembangruang jantung tersebut yang akhirnya menyebabkan penurunan curah jantung. g. Gangguan Afterload (Stenosis Aorta/ Hipertensi Sistemik) stenosis menghalangi aliran darah dari ventrikel kiri keaorta pada waktu sistolik ventrikel, yang menyebabkan beban ventrikel meningkat dan akibatnya ventrikel kiri hipertropi yang mengurangi daya renggang dinding ventrikel dan dinding relative menjadi kaku dan pada akhirnya dapat mengurangi volume sekuncup dan menyebabkan gagal jantung, katub AV, peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanana darah sistemik dapat menyebabkan gagal jantung tidak ada hipotrofi miokardial. h. Factor sistemik, yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung seperti meningkatnya laju metabolisme (misalnya demam, tiroktositas) hipoksia, dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen kejantung. Asidosis (respiratorik atau metabolik) dan abnormalitas plektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung. 4. Patofisiologi Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan CO= HR x SV dimana curah jantung ( CO = Cardiak Output ) adalah fungsi frekuensi jantung, Heart x Volume sekuncup ( SV = Stroke Volume ). Frekuensi jantung adalah fungsi saraf otonom. Bila curah jantung berkurang system saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan fungsi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung. Tetapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekuatan serabtu otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan. Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompakan pada setiap kontraksi tergantung pada tiga factor: preload, kontraktilitas dan afterload. • Preload adalah jumlah darah yang mengisi jantung berbanding dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya renggangan serabut jantung. • Kontraktilitas mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium. • Afterload, bergantung pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan utnuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan afterload. Pada gagal jantung, jika satu atau lebih dari ketiga factor tersebut terganggu mengakibatkan curah jantung berkurang mengakibatkan curah jantung berkurang 5. Manifestasi klinis 1) Edema pada tungkai 2) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena hepar. 3) Asites Jika pembesaran vena dihepar berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen
  • 21. ini dapat menyebabkan tekanan pada diafragma dan distress pernapasan. 4) Anoreksia dan mual Terjadi akibat pembesaran vena dan stasis vena didalam rongga abdomen. 5) Nokturia Terjadi karena perfusi renal didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring, karena curah jantung akan membaik dengan istirahat 6) Lemah Karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk sampah, katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan. (Smeltzer & Bare, 2001, hal. 807-808) 6. Pemeriksaan Diagnostik a. EKG : Hipertropi arterial dan ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia. b. Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding. c. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi atau struktur katub dan area penurunan kontraktilitas ventrikuler. d. Kateterisasi jantung : tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan versus sisi kiri, stenosis katub atau insufisiensi, juga mengkaji potensi arteri koroner. e. Rontgen dada : Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi/ hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal. f. USG jantung : Menggunakan ultra sonograpi untuk melihat keadaan jantung. g. Oksimetri nadi : Saturasi O2 mungkin rendah, terutama gagal jantung kongestif akut memperburuk PPOM. 7. Penatalaksanaan Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah sebagai berikut: Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan tambahan bahan-bahan farmakologis. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebnihan dengan terapi diuretic, diet dan istirahat. Adapun penatalaksanaan yang diberikan adalah: a. Penatalaksanaan farmakologis 1) Digitalis/ Digoxin Peningkatan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi jantung, efek yang dihasilkannya peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah, peningkatan diuresis. 2) Diuretik/ Lasix Memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal, efeknya dapat mendilatasi venula, sehingga meningkatkan kapasitas vena yang akhirnya mengurangi preload (darah vena yang kembali kejantung). 3) Vasodilator/ Natrium Nitroprusida/ Nitrogliserin Digunakan untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan darah oleh ventrikel, yang dapat memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena, sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat ditirunkan dan dapat dicapai penurunan dramatis kongesti
  • 22. paru dengan cepat. b. Penatalaksanaan lain 1) Meningkatkan oksigen dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi oksigen melalui istirahat dan pembatasan aktivitas. 2) Diet, klien dianjurkan untuk diet pantang garam dan pantang cairan. 8. Komplikasi a. Syok kardiogenik Terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan luas. b. Episode tromboembolik: Disebabkan kurangnya mobilitas pasien penderita jantung dan adanya gangguan sirkulasi yang menyertai kelainan ini berperan dalam pembentukan thrombus intrakardial dan intravaskuler. c. Efusi perikardial dan tamponade jantung Masuknya cairan kedalam kantung perikardium dan efusi ini menyebabkan penurunan curah jantung serta aliran balik vena kejantung dan hasil akhir proses ini adalah tamponade jantung. B. Konsep dasar keperawatan Proses keperawatan terdiri dari lima langkah penting yang harus dilakukan secara berurutan yaitu: pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. 1. Pengkajian pengkajian merupakan langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan dari proses keperawatan tersebut. Pengkajian harus dilakukan secara teliti sehingga didapatkan informasi yang tepat. Adapun hal-hal yang dikaji dalam kasus ini antara lain: a. Identitas klien b. Riwayat kesehatan klien 1) Riwayat kesehatan masa lalu seperti penyakit yang pernah diderita, riwayat pembedahan, penyakit keturunan, kelainan pembekuan darah, riwayat alergi dan riwayat trauma 2) Riwayat kesehatan sekarang: meliputi alasan masuk rumah sakit c. Pemeriksaan fisik 1) Aktivitas atau istirahat Gejala: lemah, letih, sulit bergerak, kram otot, tonus menurun, gangguan tidur atau istirahat. Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas letargi/ disorientasi, koma,penurunan kekuatan otot. 2) Sirkulasi Gejala: adanya riwayat hipertensi, MI akut, klaudikasi kebas dan kesemutan pada ekstremitas,ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama. Tanda: takikardi, perubahan tekanan daerah postural, hipertensi, nadi yang menurun atau tidak ada (disritmia), kulit panas, kering, kemerahan dan bola mata cekung. 3) Integritas ego Gejala: stres, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi klien. Tanda: ansietas dan peka rangsang 4) Eliminasi
  • 23. Gejala: perubahan pola berkemih (poliuria,nokturia, kesulitan berkemih/ infeksi nyeri tekan abdomen, diare) Tanda: urine encer, pucat, kuning, poliuria(dapat berkembang oligouria/ anuria jika terjadi hipovolemia berat), urine berkabut, bau busuk/ infeksi, abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun, hiperaktif/ diare) 5) Makanan atau cairan Gejala: hilang nafsu makan, mual, muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari periode beberapa hari atau minggu Tanda: kulit kering dan bersisik, turgor kulit jelek, kekakuan dan distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan glukosa darah) halitosis atau bau manis, bau buah (nafas aseton) 6) Neurosensorik Gejala: pusing, sakit kepala, kesemutan,kebas atau kelemahan pada otot, parestesia, gangguan penglihatan. Tanda: disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/ koma (tahap lanjut), gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, reflek tendon dalam menurun, aktivitas kejang (tahap lanjut dari ketoasidosis) 7) Nyeri atau kenyamanan Gejala: abdomen yang tegang atau nyeri Tanda: wajah meringis, sangat hati-hati 8) Pernafasan Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi atau tidak). Tanda: lapar udara, batuk dengan atau tanpa sputum purulen (infeksi) 9) Keamanan: Gejala: kulit kering, gatal, ulkus kulit. Tanda: demam, diforesis kulit rusak, lesi atau ulserasi, menurunnya kekuatan umum atau rentang gerak, parestesia atau parolisis otot termasuk otot-otot pernafasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam) 10) Seksualitas Gejala: Rabas vagina (cenderung infeksi) masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita (Doenges,1999,hal : 726-728) 2. Diagnosa keperawatan Memberikan dasar-dasar memilih intervensi untuk mencapai hasil yang menjadi tanggung jawab dan tanggung gugat perawat. Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan diabetes melitus secara teoritis sebagai berikut: a. Kurang volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik dari hiperglikemia b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dngan ketidak seimbangan insulin. c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit dan perubahan pada sirkulasi. d. Perubahan persepsi perseptual: penurunan ketajaman penglihatan dan penurunan sensasi taktil berhubungan dengan penurunan produksi metabolik. e. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang atau progresif yang tidak
  • 24. dapat diobati f. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dngan kurang mengingat dan kurang informasi. 3. Perencanaan keperawatan Setelah merumuskan diagnosa keperawatan langkah berikutnya adalah menentukan perencanaan keperawatan yang meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi (Nursalam, 2001) Tahapan dalam perencanaan meliputi penentuan prioritas masalah, tujuan, kriteria hasil, menentukan rencana dan tindakan pelimpahan (medis dan tim kesehatan lainnya) dan program perintah medis. Pada dasarnya pembuatan prioritas masalah dibuat berdasarkan kebutuhan dasar manusia. Menurut Abraham Maslow, meletakkan kebutuhan fisiologis sebagai kebutuhan yang paling dasar, rasa aman, mencintai dan dicintai, harga diri dan aktualisasi diri. Berikut ini disajikan rencana keperawatan berdasarkan masing-masing diagnosa (Doenges, et.all,1999): a. Kurang volume cairan b/d diuresis osmotik dari hiperglikemia. Tujuan : Volume cairan dalam batas normal. Kriteria hasil : - TTV Stabil - Turgor kulit dan pengisian kapiler baik - Kadar elektrolit DBN - Haluaran urine tepat secara individu Intervensi: 1) Pantau TTV, catat adanya perubahan TD. R/ : hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. (Doenges, 1999, hal : 729) 2) Pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul atau pernafasan yang berbau keton R/ : paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui prnafasan yang menghasilkan kompensasi alkoholis respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis. (Doenges, 1999, hal : 729) 3) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa R/ : merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat. (Doenges, 1999, hal : 729) 4) Ukur berat badan setiap hari. R/ : memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti (Doenges, 1999, hal : 729) b. Perubahan nutrisi kutang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakseimbangan insulin. Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi Kriteria Hasil : - Berat badan meningkat dalam 1bulan - Nafsu makan meningkat Intervensi: 1) Timbang berat badan setiap hari. R/ : mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (Doenges, 1999, hal : 732) 2) Tentukan program diet dan pola makan serta bandingkan dengan makanan yang dapat
  • 25. dihabiskan klien. R/ : mengidentifikasi kekurangan dan penyimpanan dari kebutuhan terapeutik (Doenges, 1999m, hal : 732) 3) Auskultasi bising usus, catat adanya keluhan R/ : hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang akan mempengaruhi intervensi (Doenges, 1999, hal : 732) 4) Identifikasi makanan yang disukai dan tidak disukai. R/ : jika makanan yang disukai klien dimasukkan dalamperencanaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang (Doenges, 1999, hal : 732) 5) Libatkan keluarga pada perencanaan makanan R/ : memberikan informasi kepada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi klien (Doenges, 1999, hal : 732) c. Resiko tinggi infeksi b/d kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit dan perubahan pada sirkulasi. Tujuan : infeksi tidak terjadi Kriteria hasil : - tidak terjadi demam - mendemonstrasikanperubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi (misalnya: cuci tangan). Intervensi: 1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan seperti demam, kemerahan, pus pada luka, sputum purulen. R/ : klien masuk mungkin dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial (Doenges, 1999, hal : 734) 2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang b/d klien termasuk kliennya sendiri. R/ : mencegah timbulnya infeksi silang nosokomial (Doenges, 1999, hal : 734) 3) Berikan perawatan kulit dengan masase daerah tulang yang tertekan, jaga kulit tetap kering dan linen kering/ tidak berkerut R/ : sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan klien pada peningkatan resiko terjadinya aspirasi (Doenges, 1999, hal : 735) 4) Posisikan klien pada posisi semi fowler. R/ : memberikan kemudahan bagi paru untuk mengembang, menurunkan resiko terjadinya aspirasi (Doenges, 1999, hal : 735) 5) Bantu klien untuk melakukan higiene oral R/ : menurunkan resiko terjadinya penyakit mulut/ gusi (Doenges, 1999, hal : 735) 6) Berikan antibiotik yang sesuai R/ : penanganan awal dapat mencegah timbulnya sepsis ( Doenges, 1999, hal : 735) 7) Pantau pemeriksaan lab seperti gula darah. R/ : mendeteksi penggantian cairan dan terapi insulin (Doenges, 1999, hal : 735) 8) Berikan pengobatan insulin secara teratur. R/ : membantu memindahkan glukosa kedalam sel sehingga merupakan gula darah (Doenges,1999, hal : 735) d. Perubahan sensori perseptual: penurunan ketajaman penglihatan dan penurunan sensasi taktil b/d ketidakseimbangan glukosa insulin dan elektrolit
  • 26. Tujuan : kerusakan sensori perseptual tidak terjadi/ minimal Kriteria Hasil : -klien mempertahankan tingkat mental biasanya (tidak terjadi disorientasi orang, tempat dan waktu) - mengenali adanya - mengenali adanya kerusakan sensori, contohnya: penurunan ketajaman penglihatan Intervensi: 1) Pantau TTV dan status mental R/ : dasar untuk membandingkan temuan abnormal seperti suhu yang meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental ( Doenges, 1999, hal : 736) 2) Panggil klien dengan nama, orientasi kembali sesuai dengan kebutuhannya R/ : menurunnya kebingungan dan membantu untuk mempertahankan kontak dengan realita (Doenges, 1999, hal : 736) 3) Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak waktu istirahat klien R/ : meningkatkan tidur, menurunkan rasa letih dan dapat memperbaiki daya pikir (Doenges, 1999, hal : 736) 4) Evaluasi lapang pandang, sesuai indikasi R/ : edema retina, hemoragik atau katarak mengganggu penglihatan dan memerlukan terapi keperawatan (Doenges,1999, hal : 736) 5) Selidiki adanya keluahan nyeri dan kehilangan sensasi pada kaki R/ : neuropati perifer dapat mengakibatkan kehilangan sensasi yang mempengaruhi resiko tinggi terhadap kerusakan kulit dan kehilangan keseimbangan (Doenges, 1999, hal : 736) e. Kelelahan b/d penurunan produksi energi metabolik Tujuan :kelelahan tidak terjadi/ minimal Kriteria hasil :klien menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan. Intervensi: 1) Diskusikan dengan klien kebutuhan akan aktivitas R/ : pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan aktivitas (Doenges, 1999, hal : 737) 2) Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat R/ : Mencegah kelelahan yang berlebihan (Doenges,1999, hal 737) 3) Pantau nadi, frekuensi nafas sebelum/ sesudah melakukan aktivitas R/ : Mengidentifikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis (Doenges,1999, hal : 737) 4) Tindakan partisipasi dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai yang dapat ditoleransi R/ : meningkatkan kepercayaan diri yang positif (Doenges,1999, hal : 737) f. Ketidakberdayaan b/d penyakit jangka panjang/ progresif yang tidak dapat diobati Tujuan : ketergantungan pada orang lain minimal Kriteria Hasil : - membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri
  • 27. - mandiri dalam aktivitas perawatan diri Intervensi: 1) Anjurkan klien mengekspresikan perasaan tentang penyakitnya R/ : mengidentifikasikan area perhatiannya dan memudahkan cara pemecahan masalah (Doenges,1999, Hal : 738) 2) Kaji bagaimana kkien menangani masalahnya dimasa lalu R/ : pengetahuan individu membantu untuk menentukan kebutuhan terhadap tujuan penanganan (Doenges,1999, hal : 738) 3) Tentukan tujuan/ harapan dari klien atau keluarga R/ : harapan yang tidak realistis dapat mengakibatkan perasaan frustasi (Doenges,1999, hal :738) 4) Anjurkan klien untuk membuat keputusan berhubungan dengan perawatannya seperti ambulasi, waktu beraktivitas dan seterusnya R/ :mengkomunikasikan pada klien bahwa beberapa pengendalian dapat dilatih pada saat perawatan dilakukan (Doenges,1999,hal : 738) g. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang mengingat dan kurang informasi Tujuan : klien mempunyai pengetahuan mengenai kondisi penyakit. Kriteria Hasil : - mengajukan pertanyaan dan mengajukan pertanyaan dan meminta informasi - mengungkapkan masalah dan pemahaman tentang penyakit. Intervensi: 1) bekerjasama dengan klien dalam menata tujuan belajar yang diharapkan R/ : partisipasi dalam perencanaan meningkatkan antusias dan kerjasama klien dengan prinsip yang dipelajari (Doenges,1999,hal : 739) 2) diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat dan cara untuk melakukan makan diluar rumah R/ : kesadaran tentang pentingnya kontrol diet, penggunaan makanan tinggi serat dan cara untuk melakukan makan diluar rumah (Doenges, 1999,hal : 739) 3) tekankan pentingnya mempertahankan pemeriksaan gula darah setiap hari R/ : membantu melakukan kontrol penyakit dengan lebih baik (Doenges, 1999, hal : 739) 4) identifikasikan gejala hipoglikemia R/ : dapat meningkatkan defeksi dan pengobatan lebih awal dan mencegah kejadiannya (Doenges, 1999, hal : 739) 4. Pelaksanaan Pelaksanaan tindakan keperwatan adalah inisiatif dari rencana tindakan yang spesifik. Pelaksanaan merupakan aplikasi dari perencanan keperawatan oleh perawat bersama klien. Hal- hal yang harus kita perhatikan dalam melakukan implementasi adalah intervensi yang dilakukan sesuai dengan rencana. Setelah dilakukan validasi, penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual dan tekhnik intervensi harus dilakukan denga cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan (Nursalam, 2001) 5. Evaluasi Evaluasi adalah suatu yang direncanakan dan perbandingan yang sitematis pada status kesehatan
  • 28. klien. Evaluasi terdiri dari dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif disebut juga evaluasi proses, evaluasi jangka pendek maupun evaluasi yang sedang berjalan, dimana evaluasi dilakukan secepatnya setelah tindakan keperawatan dilakukan sampai tujuan tercapai. Sedangkan evaluasi sumatif yang biasa disebut evaluasi akhir atau evaluasi jangka panjang. Evaluasi ini dilakukan pada akhir tindakan keperawatan paripurna dan menjadi satu metode dalam memonitor kualitas dan efisiensi tindakan yang diberikan. Bentuk evaluasi ini lazimnya mengguanakan format “ SOAP”. Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan umpan balik rencana keperawatan, nilai, serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui hasil perbandingan standar yang telah ditentukan sebeluimnya. 6. Perencanaan pulang Informasi yang diberikan kepada klien dibuat sesuai dengan kebutuhan, perawat harus mengkaji kesimpulan fisik untuk menjalankan keperawatan diri klien. Adapun informasi yang diberikan kepada klien meliputi: a. Dalam proses penyembuhan klien harus mampu merawat dirinya sendiri dengan melanjutkan pengobatan secara teratur sampai merasa sembuh. b. Meningkatkan keperawatan diri seperti beristirahat dan diet serta tidak merangsang peningkatan gula darah dari makanan manis dan tinggi lemak sampai klien merasa benar-benar sembuh c. Meningkatkan konsumsi nutrisi bervitamin yang dapat meningkatkan kekuatan tubuh. d. Mengetahui tanda dan gejala timbulnya penyakit diabetes melitus ini dan segera berobat kefasilitas kesehatan terdekat.