Cerpen ini menceritakan kisah seorang gadis berusia 10 tahun yang kehilangan ayahnya (daddy) akibat penyakit yang dideritanya. Ayahnya merupakan satu-satunya keluarga yang dimiliki gadis tersebut. Gadis ini rela menjual salah satu ginjalnya demi biaya pengobatan ayahnya, namun ayahnya tetap meninggal dunia. Gadis ini kemudian harus belajar untuk mandiri setelah kehilangan s
1. Ghost Mother
Cerpen Karangan: Zainab
Aku gadis berusia 10 tahun, berambut pirang dengan topi bisbol di atasnya,
yang kadang-kadang merasa kesepian.
Aku tidak meminta untuk dimengerti, karena aku pun tidak bisa mengerti diriku
sendiri.
Aku hanya meminta untuk diterima,
Diterima sebagaimana diriku.
Aku sering mendengar rumor-rumor menyakitkan,
Hatiku nyeri dan aku menangis.
Aku tidak ingin membicarakan apa saja potensi yang aku miliki atau bagaimana
rencana masa depanku.
Aku bukan gadis yang begitu baik, tapi aku tau bagaimana cara berterima kasih,
dan aku mencintai dad. Lebih dari apapun.
Aku tidak tau bagaimana memahami wanita itu,
Tapi aku mencobanya setiap saat.
Dia ada sekaligus tidak ada.
Dia seperti bayang-bayang yang menyedihkan.
Stacy Huffman
Lampunya mulai meredup, mungkin bahan bakarnya sudah hampir habis dan
sebentar lagi akan mati. Lampu minyak memang sudah ketinggalan zaman
sekali, di sebelah sana lampu-lampu bersinar dengan indahnya, otomatis, dan
modern.
Aku tidak yakin aku pernah merasakan kehidupan itu, rumah dengan halaman
yang luas dan gaun-gaun cantik. Perubahan datang begitu cepat, bahkan saat
aku tidak mengundangnya. Takdir buruk menyusup dan menghancurkan mimpi-
mimpiku.
Well, disinilah aku sekarang, gubuk kecil di dekat gedung-gedung pencakar
langit. The Jungle, sebuah kawasan yang dihuni oleh warga miskin yang terletak
di Silicon Valley, San Jose, California. Terletak diarea hutan yang dihuni oleh
tunawisma dengan latar belakang yang berbeda, ada yang berasal dari kuli
bangunan, tukang kayu, hingga pengusaha kaya yang jatuh bangkrut seperti
dad.
2. Semua berawal dari kemualafan kami. Kurang lebih dua minggu setelahnya.
Hal-hal tak terduga terjadi dengan mudahnya; hampir seluruh karyawan dad
yang mengundurkan diri, lalu terbakarnya gedung belakang dengan misterius.
Dan beberapa hari kemudian polisi menutup perusahan dad karena diduga
menjadi tempat berkumpulnya teroris. Dan yang paling menyakitkan adalah,
dad ditahan dan kami harus memberikan rumah kami pada mereka untuk
menebus dad. Kami didepak dari rumah kami sendiri karena sesuatu yang tak
pernah kami lakukan.
Kehidupanku terus bertambah buruk. Keributan di rumah adalah skenario sama
yang selalu dibuat mom, bahkan jauh sebelum kami jatuh bangkrut, dan
sekarang lebih buruk lagi. Hubunganku dengannya juga semakin buruk. Lagi.
Aku tidak ingin memanggilnya mom atau apapun, kata itu terlalu asing bagiku.
Well, aku memang hampir tidak pernah memanggilnya, karena memang tak ada
yang perlu kubicarakan padanya.
Sungguh, aku tidak tahu. Aku tidak menyadarinya. Aku memang masih sekolah
di tempat yang sama seperti sebelum keadaanku jungkir balik. Aku tahu
biayanya pastii sangat mahal, apalagi untuk dad yang sekarang hanya bekerja
serabutan, tentu harus bekerja lebih keras untuk itu.
Aku membuka pintu dan mendaptai dad tersungkur di lantai. Aku merasa hancur
saat mengetahui bahwa dad mengidap penyakit pneumonia, sirosis hati, dan
meningitis sekaligus, dan sekarang dad harus dirawat.
Aku menunggu di luar ruangan, lalu seorang suster menghampiriku.
“Hey manis, apa kau anak dari pasien yang bernama Andy Huffman?”
“Ya.” Suaraku parau.
“Em, begini,” dia terlihat bingung, “Kau harus menyelesaikan sesuatu di ruang
administrasi, apa kau punya seseorang yang bisa dihubungi?”
Aku ingin menjawabnya tapi suaraku tercekat. Jadi aku hanya mengangguk.
Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan, ini lebih sulit daripada soal ulangan
matematikaku.
Pikiranku menerawang. Aku tahu. Aku ingat. Aku pernah membacanya. Ya,
betul. Aku bisa menjual salah satu ginjalku.
Bolehkah? Aku gamang. Dad bilang semua ini adalah titipan dari Allah. Lalu
bolehkah aku menjualnya?
Tiba-tiba, mataku terasa panas, perih, aku merasakan butiran hangat mengalir
teratur di pipiku. Aku menyekanya buru-buru. “La tahzan innallaha ma’ana”.
Aku bergumam.
3. Lalu aku mulai menulis di selembar kertas, “I’ll sell one of my kidney. My daddy
was sick.”
Dunia sedang berpihak padaku. Seorang pria menghampiriku.
“Benarkah kau—?”
“Ya.”
“Cucuku sedang sakit, dan dia butuh ginjal yang cocok.”
“262.000 dolar.” Kataku
“Astaga! Aku tidak punya uang sebanyak itu, bagaimana kalau 75.000 dolar?”
Aku tidak bergeming. Jauh sekali pikirku.
“Oke, 120.000 dolar. Atau”
Aku mengangguk lesu.
Lalu pria itu mengajakku masuk ke dalam,
“Cucuku juga ada disini.”
Aku masuk ruang operasi. Berbaring. Dan aku merasakan seseorang
menyuntikku dan aku tidak ingat apa-apa lagi.
Aku membuka mataku perlahan. Sepi. Sunyi. Tidak ada siapapun. Aku melihat
sekelilingku. Dan mataku berhenti pada– Oh! Surat ucapan terimakasih, dan tas
berisi uang. Operasinya berhasil. Aku mendapatkan uangnya.
Aku bangkit dan berjalan menuju ruang administrasi. Aku merasa agak ngilu di
bagian sekitar ginjalku.
Malam ini aku memutuskan untuk menemani dad. Aku mendengarnya terus
berzikir, “Subhanallah Walhamdulillah Walaa ilaa ha illallah Wallahu Akbar”.
Aku memandanginya, “Besok kau bisa dioperasi dad, dan semua akan baik-baik
saja.”
Aku hanyut dalam zikir yang dad lantunkan, dan aku tertidur.
Esoknya, aku kembali ke rumah dan pergi ke sekolah seperti biasa. Dan aku
kembali ke rumah sakit pada sore harinya.
Aku melihat dari kaca ada seorang dokter dan beberapa perawat. Dan- itu pasti
dad. Subhanallah. Duduk di ranjang. Mereka berjanji akan mengoperasi dad
pada pukul 10. Dan operasinya berhasil!
Aku sujud syukur. Aku tak sabar ingin menemui dad.
4. Tak lama pintunya terbuka. Dan aku langsung lari ke dalam, dokter itu terlihat
bingung melihatku.
“Dad!” aku memeluknya erat.
“Maaf, kau mungkin salah orang, nona manis.” Pria itu tersenyum padaku. Dan
dia bukan dad!
“Maaf nona manis—” kata-katanya terpotong
“Dimana dad?”
“Begini, kau tahu, kami sudah benar-benar berusaha, semampu kami, tapi
semua diluar kemampuan kami, Tuhan lebih menyayangi ayahmu.”
“Kau membiarkannya, kan? Kau tidak berusaha menolongnya. Karena kami…
karena kami seorang muslim.” Kataku hampir berteriak.
Dia berlutut berusaha menghiburku.
“Semua akan baik-baik saja.” Dia mengelus rambutku.
Apa dia bilang! Akan baik-baik saja? Dad sudah tidak ada untuk selamanya dan
dia bilang akan baik-baik saja?
Aku berlari meninggalkan mereka. Aku benar-benar merasa hancur sekarang.
Hanya empat orang teman dad yang juga muslim yang membantu proses
penguburan dad.
Dan aku menyadari, mulai detik ini semua benar-benar tidak akan lagi sama.
Dad sudah pergi ke suatu tempat dimana aku tidak bisa menjemputnya kembali
kesini.
Oh dad! Malaikatku yang baik, Allah lebih mencintaimu, dan kau memang tidak
pantas tinggal disini. Dunia. Yang kejam ini. Kau terlalu baik. Walaupun untuk
saat ini, aku, khususnya, tidak siap dalam banyak hal.
Dan, dad, aku tahu kau tidak benar-benar pergi, aku masih bisa merasakan
kehadiranmu, suaramu saat membaca Al-Qur’an masih terngiang di telingaku.
Dan aku berjanji tidak akan mengharapkan wanita itu datang kesini. Dia hanya-.
Ghost Mother.
Masa depan terbentang di hadapanku, dan aku tidak peduli apa yang akan
dibawanya, aku akan siap. Aku akan kuat.
Aku terus mengucapkan, “La Tahzan Innallaha Ma’ana”. Air mataku meleleh
beberapa saat.
Sayup-sayup suara dad sedang berzikir terdengar dan aku mulai tertidur.