2. JURNAlTANAH DAN lINGHUNGAN
jdU!DII!0/hi!lIolln,iroomeol
Vol. 12 No.2, Oktober 2010 ISSN 1410-7333
Penanggung Jawab/Person in Charge
Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB
Head ofDepartment ofSoil Sciences and Land Resource, Faculty ofAgriculture,
Bogor Agricultural University
Editor Kepala I ChiefEditor
Iswandi Anas
Editor Pelaksana I Executive Editor
Sri Djuniwati
Dewan Editor I Editorial Board
Iskandar
Suria Darma Tarigan
Dwi Andreas Santosa
Kazuyuki Inubushi (Chiba University, Japan)
Shamshuddin Jusop (UPM, Malaysia)
Editor Teknik I Managing Editor
AriefHartono
Sekretariat I Secretariate
Elsa Morita
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
JI. Meranti Kampus IPB Darmaga Bogor 16680, Indonesia
Telepon: 0251-8629360, Fax: 0251-8629358
E-mail: soilipb@indo.net.iddanjtl_soilipb@yahoo.com
Rekening I Bank Account:
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
BRI Cabang Darmaga, Bogor 0595-01-000097-30-1
Jurnal Tanah dan Lingkungan (nama barn dari Jurnal IImu Tanah dan Lingkungan), dengan ISSN 1410-7333
diterbitkan dua kali setahun yaitu pada bulan April dan Oktober oleh Departemen Ilmu Tanab dan
Sumberdaya Laban (nama baru dari Departemen Tanab), Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Jurnal
Tanab dan Lingkungan menyajikan artikel mengenai hasil penelitian dan ulasan tentang perkembangan
mutakhir dalam bidang iImu tanah, air, dan ilmu lingkungan sebagai bahan kajian utama. Setiap naskab yang
dikirim ke Jurnal Tanah dan Lingkungan, akan ditelaah oleh penelaah (reviewer) yang sesuai dengan
bidangnya. Nama penelaah dicantumkan pada terbitan No.2 dari setiap volume.
Barga LanggananlSuhscription Rate:
PribadilPersonal Rp 40000 per tahun (yearly)
Institusillnstitution Rp 60 000 per tahun (yearly)
Harga belum termasuk ongkos kirim (Excluding postage)
Gambar sampul (cover photograph): Pola penggunaan tanah terkait dengan ketersediaan air di daerah berlereng di
Garut (Land use patern related to water availability on sloping area in Gamt)
(Baba Barus)
3. J. Tanah Lingk., 12 (2) Oktober 2010: 40-46 ISSN 1410-7333
KAJIAN POLA PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN GARUT BERBASIS
DAYA DUKUNG LINGKUNGAN HIDUP
Study of Spatial Pattern ofEnvironmental Carrying Capacity in Garut
Ardhy Firdian1), Baba Barus2)*, Didit Okta Pribadi3)
lDinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Garut, Jl. Pembangunan No. 181-183
Garut 44151
2lDepartemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB, Jl. Meranti Kampus IPB Darmaga,
Bogor 16680
3lPusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Jl. Ir. H. Juanda No. 13 Bogor 16003
ABSTRACT
Enviromental carrying capacity was measured in three methods, i. e land capability, land carrying capacity and water
carrying capacity. Garut Regency which is located at the upstream Cimanuk Watershed has an important role in the
sustainability ofcapacity for downstream area. The aims ofthis study are: (1) to identify land use in Garut Regency in 2009,
(2) to identify land capability in Garut Regency, (3) to assess the suitability ofland use with land capability and space pattern
in Garut Regency, (4) to identify the status ofenvironmental carrying capacity in Garut Regency, and (5) to set a space pattern
based on environmental carrying capacity. Based on the interpretation of Landsat Satellite Imagery in 2009, dryland
agriculture has dominated the coverage about 45.4% andforest cover about 23.8%. This study also shows that most area in
Garut Regency is belong to Class IV land capability (36.4% ofthe regency area) without Class I ofland capability. Suitabilty
evaluation between land cover and land capabi/ty describe that 48,45% area is suitable, 50.4% area is not suitable and 1.18%
area is conditionally suitable depending on limitation factors that affect land capability. Another evaluation between space
patern and land capability shown that 59.0% area is suitable, 32.1% area is not suitable, and 8.84% area is conditionally
suitable. Both status ofland carrying capacity and water carrying capacity are deficit. According to spatial pattern based on
land capability and existingforest, space that can be use as the preservation area is about 58.5% ofthe area, and space that
can be use as the cultivation area is about 41.5% ofthe area ofGarut Regency.
Keywords: Land capability, land cover/use, spatialpattern, water carrying capacity
ABSTRAK
Daya dukung lingkungan dapat diukur dengan 3 metode, yaitu kemampuan lahan, daya dukung lahan, dan daya
dukung air. Kabupaten Garut yang terletak di hulu DAS Cimanuk mempunyai peran penting dalam menjamin keberlanjutan
daya dukung daerab hllir. Studi ini dilakukan di Garut yang bertujuan untuk: (1) mengidentifikasi penggunaan lahan tahun
2009, (2) mengidentiflkasi kemampuan laban, (3) menilai kesesuaian penggunaan laban dengan kemampuan lahan dan
perencanaan ruang, (4) menilai status daya dukung lingkungan, dan (5) menyusun pola perencanaan spasial berbasis daya
dukung lingkungan. Berdasarkan interpretasi citra Landsat 2009, daerab pertanian lahan kering mendominasi dengan cakupan
seluas 45.5% dan tutupan hutan sebesar 23.8%. Studi ini menunjukkan bahwa kebanyakan daerah Garut mempunyai
kemampuan lahan kelas 4 (36.4%), tanpa ada kemampuan laban kelas 1. Evaluasi tutupan lahan dan kemampuan lahan
menunjukkan kesesuaian 48.5%, yang berarti 50.3% daerah ini tidak sesuai, dan 1.18% sesuai bersyarat, yang ditentukan
variabel penentuan kemampuan lahan. Evaluasi kesesuaian antara perencanaan ruang dan kemampuan lahan menunjukkan
59.0% yang sesuai, 32.1% tidak sesuai, dan 8.84% sesuai bersyarat. Sedangkan evaluasi daya dukung lahan dan air
menunjukkan status defisit. Berdasarkan pola spasial dari data kemampuan lahan dan keberadaan hutan, maka sebagian
wilayah dapat digunakan sebagai daerah perlindungan yaitu sebesar 58.5% dari wilayah, dan sekitar 41.5% wilayah dapat
digunakan sebagai daerah budidaya.
Kata kunci: Daya dukung air, kemampuan lahan, penutupan/penggunaan lahan, pola spasial,
PENDAHULUAN yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan
Latar Beiakang wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup,
melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan
Ruang menurut Undang-undang Nomor 26 Tahun
hldupnya. Pemanfaatan dan pengaturan pola serta struktur
2007 tentang Penataan Ruang didefmisikan sebagai wadah
ruang di Indonesia, diatur melalui undang-undang tersebut
* Penulis Korespondensi: Telp. +6281383600745; Email.bababarus@yahoo.com
4. Kajian Pola Pemanfaatan Ruang (Firdian, A., B. Barus, dan D. O. Pribadi)
bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang
aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan
wawasan nusantara dan ketahanan nasional. Menurut
Dardak (2005) rencana tata ruang juga merupakan sebuah
piranti untuk menjamin terpenuhinya bukan hanya hak-hak
individu seperti keselamatan, kesehatan, lingkungan,
kenyamanan, maupun kemudahan akses, namun juga untuk
hak-hak publik.
Penerbitan Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Penentuan
Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang
Wilayah, telah membawa paradigma baru dalam
penyusunan tata ruang wilayah. Konsep mengenai daya
dukung lingkungan bukan merupakan sesuatu hal baru,
namun secara teknis legalisasi serta mekauisme penentuan
daya dukung lingkungan hidup adalah sesuatu yang baru.
Dalam Pennen LH ini diwajibkan penentuan daya dukung
berbasis kemampuan lahan (USDA, 1961). Dari hasil
ujicoba tersebut juga diilustrasikan keberhasilan
penggunaan teknologi SIG dalam penentuan daya dukung
dan revisi tata ruang. Sejauh ini penentuan daya dukung
dengan teknologi SIG sudah berkembang dengan berbagai
variasi pendekatan dengan metode logika boolean dengan
bobot berbeda yang berimplikasi ke hasil yang berbeda atau
dengan batas yang baur yang menghasilkan batas dan
ukuran yang berbeda (Reshmideve et al., 2009) yang
semuanya dapat dipakai dalam pengelolaan ruang atau
pemanfaatan sumber daya lahan sumber daya lahan.
Di Kabupaten Garut saat ini sedang dilakukan revisi
penataan ruang, dan menghadapi konflik penggunaan ruang
karena keterbatasan daerah pengembangan karena besarnya
daerah kawasan lindung yang mau dibuat, tetapi sejauh ini
diduga belum dengan baik mempertimbangkan daya
dukung lingkungan hidup. Tujuan penelitian ini adalah
untuk menentukan luasan dan daerah kawasan lindung
berdasarkan daya dukung lingkungan hidup yang secara
fisik dHihat dari kemampuan lahan dan status neraca air di
Kabupaten Garut dan selanjutnya dipakai untuk mendukung
penentuan kawasan lindung.
Perumusan Masalab
Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Provinsi Jawa Barat yang tertuang dalam Peraturan Daerah
Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2003 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat, wilayah
Kabupaten Garut pada akhir tahun perencanaan akan
diarabkan sebagai kawasan lindung dengan persentase
sebesar 85%, dan 15% dialokasikan bagi kawasan
budidaya. Kondisi ini sangat berbeda dengan alokasi
pemanfaatan ruang yang tertuang dalam draft RTRW
Kabupaten Garut dengan rincian kawasan lindung sebesar
74.2%, dan kawasan budidaya sebesar 25.8%. Perbedaan
alokasi pemanfaatan ruang tersebut secara tidak langsung
juga akan berpengaruh terhadap daya dukung lingkungan
hidup wilayah tersebut. Letak Kabupaten Garut yang
berada di wilayah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS)
Cimanuk menjadikan wilayah ini memiliki peranan yang
cukup penting sebagai kawasan perlindungan bagi daerah di
bawahnya sehingga penggunaan lahan yang tetjadi di
wilayah iui akan berdampak terhadap wilayah laiunya yang
berada di bagian hilir. Dalam hal ini perlu dieari solusi
untuk mengakomodasi luas kawasan lindung mengikuti
status daya dukung yang diamanatkan dalam peraturan
menteri negara LH yang merupakan turunan dari UD
Penataan Ruang tersebut.
Kerangka Pemikiran
Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk
menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi
penyusunan dan penetapan rencana tata ruang (UD No. 26
Tahun 2007). Proses ini harus mempertimbangkan daya
dukung lingkungan hidup agar rencana yang dihasilkan
dapat menjamin kelangsungan aktifitas masyarakat di
wilayah tersebut.
Dalam perkembangannya RTRW yang telah
ditetapkan dapat mengalami perubahan baik dalam wujud
struktur maupun pola ruangnya seiring dengan dinamika
perkembangan sosial ekonomi. masyarakat dan
pertumbuhan penduduk yang .tergambar melaJui
penggunaan lahan saat ini. Selain itu perencanaan tata
ruang yang telah dilakukan pada tingkatan wilayah yang
lebih rendah seringkali mengalami deviasi terhadap
perencanaan tata ruang yang dilakukan pada tingkatan yang
lebih tinggi.
Optimalisasi penggunaan lahan perlu dilakukan
dengan mempertimbangkan aspek keterpaduan perencanaan
tata ruang di tingkat provinsi dengan kabupaten, daya
dukung lingkungan hidup di wilayah tersebut serta
perkembangan aktifitas ekonomi masyarakat dan
perkembangan penduduk Gumlah dan laju pertumbuhan).
METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain:
(1) citra satelit Landsat 7+ ETM Tahun 2009, (2) Peta Rupa
Bumi Indonesia, (3) Peta Landsystem skala 1:250.000, (4)
Peta Landunit skala 1:50.000 dan (5) Data DEM resolusi
spasial30 m. Alat yang digunakan antara lain: (1) komputer
yang dilengkapi perangkat lunak pengo1ahan data Sistem
Informasi Geografis dan citra satelit, (2) GPS dan (3)
kamera digital.
Analisis dan Pengolahan Data
Pemanfaatan lahan aktual diperoleh melalui
interpretasi citra satelit Landsat 7 ETM+ Tahun 2009 Path
121 dan 122 Row 065. Interpretasi menggunakan strategi
klasifikasi terbimbing metode Maximum Likelihood (MLC).
Kelas kemampuan lahan diidentifikasi dengan
menggunakan peta sistem lahan dan peta unit lahan. HasH
identiflkasi terhadap parameter yang terdapat dalam atribut
peta tersebut digunakan sebagai kriteria dalam menyusun
kelas kemampuan lahan. Perhitungan evaluasi kesesuaian
dilakukan terhadap 3 (tiga) aspek, yaitu: (1) kesesuaian
pemanfaatan lahan aktual terhadap kemampuan lahan, (2)
kesesuaian rencana pemanfaatan ruang terhadap
41
5. J. Tanah Lingk., 12 (2) Oktober 2010: 40-46 ISSN 1410-7333
kemampuan lahan dan (3)kesesuaian pemanfaatan lahan
aktual terhadap rencana pemanfaatan ruang.
Penentuan status daya dukung lingkungan hidup
dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu
ketersediaan dan kebutuhan lingkungan hidup. Melalui
pendekatan dengan metode ini, dapat diketahui status daya
dukung lingkungan hidup di suatu wilayah, apakah dalam
kondisi surplus atau defisit. Kondisi surplus diperoleh jika
ketersediaan lingkungan hidup lebih besar daripada
kebutuhan lingkungan hidup. Indikator yang digunakan
untuk menentukan daya dukung lingkungan hidup adalah
dengan pendekatan perhitungan terhadap ketersediaan dan
kebutuhan lahan dan air sebagaimana tertuang dalam
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17
Tahun 2009 tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung
Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah.
Status daya dukung lingkungan hidup, baik lahan
maupun air diperoleh dengan membandingkan nilai antara
ketersediaan laban dan air serta kebutuhan lahan dan air.
Jika ketersediaan lebih besar daripada kebutuhan maka
daya dukung dinyatakan dalam kondisi surplus, sedangkan
jika ketersediaan lebih kecil daripada kebutuhan maka daya
dukung dinyatakan dalam kondisi dejisit.
BASIL DAN PEMBAHASAN
Penutupan dan Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan adalah cerminan bentuk fisik atau
cerminan aktifitas manusia yang terkait dengan fungsi suatu
lahan, yang ditentukan oleh kondisi fisik dan non fisik, dan
menggambarkan sistem pengelolaannya (Rustiadi et aI.,
2009), sedangkan penutupan lahan lebih merupakan
perwujudan fisik objek-objek yang menutupi laban tanpa
mempersoalkan kegiatan manusia terhadap objek-objek
tersebut (Lillesand dan Kiefer, 1990).
Berdasarkan hasil interpretasi citra satelit Landsat 7
ETM+ Tahun 2009, terdapat 9 (sembilan) jenis
penutupan/penggunaan laban, yaitu: (l) hutan, (2)
perkebunan, (3) pertanian lahan kering, (4) pertanian lahan
basah, (5) permukiman, (6) pertambangan, (7) padang
rumput, (8) tanah terbuka, dan (9) tubuh air. Penutupan dan
penggunaan laban terbesar terdapat pada pertanian lahan
kering, dengan luasan mencapai 139,757 ha atau meliputi
45.5% wilayah, sedangkan penutupan terkecil terdapat pada
penutupan dan penggunaan tambang seluas 202 ha atau
hanya meliputi 0.07% wilayah Kabupaten Garut yang
dimanfaatkan sebagai areal penambangan pasir. Penutupan
dan penggunaan lahan lain yang cukup dominan adalah
hutan dan pertanian lahan basah, dengan masing-masing
luasan sebesar 73,285 ha dan 51,873 ha.
Kemampuan Lahan
Terdapat 27 (dua puluh tujuh) sub kelas kemampuan
lahan yang ada di Kabupaten Garut. Luas terbesar
merupakan sub kelas kemampuan IV dengan faktor
penghambat utama kelerengan (1) dan batuan (b). Sub kelas
ini secara spasial penyebarannya terdapat di wilayab Garut
bagian selatan, sedangkan sub kelas kemampuan terkecil
merupakan sub kelas kemampuan V dengan faktor
penghambat utama ancaman banjir (0). Sub kelas
kemampuan ini pada kenyataannya merupakan daerah
aluvial pada muara sungai yang terbentuk dari sedimentasi
material tanah yang terbawa aliran sungai. Luas dan
persentase masing-masing sub kelas kemampuan lahan
dapat dilihat pada Tabel I.
Tabel 1. Luas dan persentase sub kelas kemampuan lahan
No.
Sub Kelas
Kemampuan
Luas
(ha)
Persen
(0/0)
Keterangan
II-k 1,122 0.36 Faktor Pembatas :
2 II-lk 3,515 1.14 b =Batuan
3 ill-be 14,483 4)1 e = Erosi
4 III-k 7,122 2.31 k = KedaJaman Tanah
5 III-I 7,969 2.59 1= Lereng
6 III-ibe 2,285 0.74 t =Tekstur Tanah
7 III-ik 10,059 3.27 0= Bahaya Banjir
8 III-It 873 0.28 d = Drainase
9 III-ite 1,636 0.53
10 III-t 6,767 2.20
11 III-te 1,660 0.54
12 III-tk 2,468 0.80
13 IV-b 1,085 0.35
14 IV-e 5,698 1.85
15 IV-k 907 0.29
16 IV-I 17,775 5.78
17 IV-Ib 79,748 25.9
18 IV-Ie 3,751 1.22
19 IV-Ik 2,915 0.95
20 V-o 171 0.06
21 VI-e 74,585 24.2
22 VI-I 12,353 4.02
23 VI-Ie 1,502 0.49
24 VIl-e 5,212 1.69
25 VII-I 21,996 7.15
26 VIII-l 16,882 5.49
27 VIII-It 2,951 0.96
28 Unclassified 155 0.05
Jumlah Total 307,646 100
Dilihat dari aspek kemampuan laban tingkat sub kelas
kemampuan lahan, dominasi kemampuan laban umumnya
berada pada kelas kemampuan IV. Faktor dominan yang
menjadi penghambat utama adalab kelerengan (1) dan erosi
(e) yang dapat ditemukan pada semua kelas kemampuan.
Faktor kelerengan (1) merupakan faktor penghambat
terberat dalam konteks lahan yang akan digunakan sebagai
lahan pertanian. Modifikasi terhadap faktor kelerengan (I)
masih memungkinkan melalui penerapan teknik konservasi
tanah dan air. Namun untuk kelas kelerengan curam dan
sangat curam, hal ini sangat tidak dianjurkan, mengingat
biaya yang dibutuhkan sangat besar sehingga menjadi tidak
ekonomis jika akan dimanfaatkan untuk budidaya
pertanian. Faktor penghambat lain yang cukup dominan
42
6. Kajian Pola Pemanfaatan Ruang (Firdian, A., B. Barus, dan D. O. Pribadi)
terberat dalam konteks lahan yang akan digunakan sebagai
lahan pertanian. Modifikasi terhadap faktor kelerengan (I)
masih memungkinkan melalui penerapan teknik konservasi
tanah dan air. Namun untuk kelas kelerengan curam dan
sangat curam, hal ini sangat tidak dianjurkan, mengingat
biaya yang dibutuhkan sangat besar sehingga menjadi tidak
ekonomis jika akan dimanfaatkan untuk budidaya
pertanian. Faktor penghambat lain yang cukup dominan
adalah faktor erosi (e) dimana tinggi rendahnya
penghambat faktor ini sangat dipengaruhi oleh faktor lain,
seperti kelerengan (1), kondisi tutupan tanah, tekstur tanah
dan curah hujan. Perbaikan terhadap faktor ini dapat
dilakukan dengan memperbaiki kondisi tutupan dan
penurunan kelas lereng.
Evaluasi Kesesuaian
Berdasarkan hasil analisis kesesuaian pemanfaatan
lahan aktual terhadap kelas kemampuan lahan persentase luas
kondisi yang sesuai dan kondisi tidak sesuai relatif
berimbang, dimana luas areal kondisi sesuai mencapai
149,062 ha atau meliputi 48.5% dari luas Kabupaten Garut,
sedangkan areal yang tidak sesuai mencapai 154,956 ha
atau meliputi 50.4% wilayah Kabupaten Garut. Secara
keruangan, penyebaran kondisi ini banyak ditemukan pada
pemanfaatan lahan aktual pertanian lahan kering di wilayah
selatan Kabupaten Garut. Secara rinci persentase
kesesuaian pemanfaatan lahan aktual terhadap dapat dilihat
pada Tabel 2, sedangkan sebaran secara keruangan dapat
dilihat pada Gambar Ia.
Secara umum sebaran kesesuaian rencana
pemanfaatan ruang terhadap kemampuan lahan didominasi
oleh kondisi sesuai. Kondisi tidak sesuai dapat ditemukan
pada wilayah Garut bagian selatan, sebagian di ujung utara
dan di wiJayah komplek pegunungan pada daerah
perbatasan bagian barat dan timur yang memanjang dari
utara ke selatan sebagaimana terlihat pada Gambar lb.
Tabel 3 menunjukkan persentase areal yang sesuai
mencapai 59.0% dari seluruh wilayah Kabupaten Garut,
kondisi sesuai bersyarat meliputi 8.84% wilayah Kabupaten
Garut dan kondisi tidak sesuai sebesar 32.1% dari wilayah
Kabupaten Garut. Rencana pemanfaatan ruang yang sesuai
dengan kemampuan lahan meliputi hutan lindung, hutan
konservasi, sempadan sungai/pantai, perlindungan geologi
karst, hutan produksi terbatas, hutan produksi, perkebunan,
perikanan budidaya, permukiman, pertanian lahan basah,
pertanian lahan kering dan peternakan. Kondisi sesuai
bersyarat ditemukan pada rencana pemanfaatan ruang hutan
produksi terbatas, perkebunan dan pertanian lahan kering,
sedangkan kondisi tidak sesuai terdapat pada rencana
pemanfaatan ruang hutan produksi, perikanan budidaya,
perkebunan, permukiman, pertanian lahan basah, pertanian
lahan kering dan peternakan.
Tabel 2. Kesesuaian pemanfaatan lahan aktual terhadap kemampuan lahan
Kesesuaian
Pemanfaatan
Lahan Aktua!
Persen (%) Kesesuaian
Pemanfaatan
Lahan
Aktua!
Persen (%) Kesesuaian
Pemanfaatan
Lahan
Aktua!
Persen (%)
Sesllai Hutan 23.8 Sesuai Permukiman 0.00 Tidak Sesuai Perkebunan 0.06
Perkebunan 8.09 Bersyarat PLB 0.22 Permukiman 1.91
Permukiman 2.72 PLK 0.95 Pertambangan 0.07
PLB 10.2 PLB 6.46
PLK 3.40 PLK 41.1
TububAir 0.26 Padang 0.08
Rumpu!
Tanah 0.70
Terbuka
Keterangan: PLB =Pertanian Lahan Basah; PLK =Pertanian Lahan Kering
Tabel3. Kesesuaian rencana pemanfaatan ruang terhadap kemampuan laban
Rencana Rencana Rencana
Kesesuaian Pemanfaatan Persen (%) Kesesuaian Pemanfaatan Persen (%) Kesesuaian Pemanfaatan Persen (%)
Ruang Ruang Ruang
Sesllai -Htn Lindung 25.6 Sesuai - Htn Produksi 0.54 Tidak Sesuai - Htn Produksi 0.01
- Htn Konservasi 3.94 Bersyarat Terbatas -Perikanan 0.01
- Sempadan 4.53 -Perkebunan 5.94 Budidaya
SungaiJPantai -PLK 2.36 - Perkebunan 0.87
- Perlindungan O.Ol -Permukiman 3.02
Geologi Karst -PLB 12.8
-Htn Produksi 3.50 -PLK 15.4
Terbatas - Petemakan 0.06
-HIn Produksi 0.04
- Perkebunan 7. 13
- Peruanan 0.00
Budidaya
-Permukiman 3.53
-PLB 7.28
-PLK 3.38
- Peternakan 0.08
Keterangan: PLB =Pertanian Lahan Basah; PLK =Pertanian Lahan Kering
43
7. --
J. Tanah Lingk., 12 (2) Oktober 2010: 40-46 ISSN 1410-7333
Tabel4. Kesesuaian rencana pemanfaatan ruang terhadap pemanfaatan lahan aktual
P emanfaatan Pemanfaatan Pemanfaatan
Kesesuaian Persen (%) Kesesuaian Persen (%) Kesesuaian Persen (%)
Lahan Aktual Lahan Aktual Lahan Aktual
Sesuai Hutan 23.2 Sesuai Pertambangan 0.07 Tidak Sesuai Permukiman 1.52
Pdg Rumput 0.08 Bersyaral PLB 1.28
Perkebunan 8.15 PLK 40.4
Permukiman 3.11
PLB 15.6
PLK 4.99
Tanah Terbuka 0.70
Tubub Air 0.26
Keterangan: PLB =Pertanian Lahan Basah; PLK =Pertanian Lahan Kering
Hasil evaluasi kesesuaian pemanfaatan lahan aktual
terhadap rencana pemanfaatan ruang seperti terlihat pada
Tabel 4 menunjukkan bahwa luas kondisi sesuai mencapai
56.7% dari luas wilayah Kabupaten Garut. Kondisi sesuai
hampir terdapat pada semua pemanfaatan lahan eksisiting
dengan persentase luasan tertinggi terdapat pada
pemanfaatan hutan.
Kondisi sesuai bersyarat ditemukan pada daerah
penambangan pasir di kaki gunung Guntur. Kondisi
wilayah pertambangan yang terbuka serta terdapat pada
areal yang memiliki tekstur berpasir dan kondisi lereng
yang miring, menyebabkan areal ini memiliki resiko yang
cukup tinggi untuk terjadinya tanah longsor sehingga areal
ini dapat dikategorikan sebagai wilayah yang tidak sesuai.
Pada kondisi tidak sesuai, luasan terbesar terdapat pada
penggunaan lahan pertanian lahan kering dengan luas
mencapai 40.4% wilayah Kabupaten Garut. Kondisi ini
dapat dijumpai pada wilayah Garut bagian Selatan serta
Kecamatan Samarang, Pasirwangi dan Sukaresmi seperti
terlihat pada Gambar IC.
Evaluasi kesesuaian terhadap kemampuan lahan
menunjukkan bahwa dilihat dari segi pemanfaatan lahan
aktual maupun segi rencana pemanfaatan ruang lahan-Iahan
yang masih belum sesuai. Faktor dominan yang menjadi
pembatas utama adalah faktor (I) dan erosi (e).
u
A
KETERANGAN :
- a..~
_ s... ec,.....
D TIIf"~
lao Kesesuaian pemanfaatan lahan aktual terhadap kemampuan laban lb. Kesesuaian rencana pemanfaatan ruang terhadap kemampuan
laban
44
8. Kajian Pola Pemanfaatan Ruang (Firdian, A., B. Barus, dan D. O. Pribadi)
u
A
KETEAANGAN :
-9;!..tO!lV,.1:!);lpilW>
_ 50.,..
_ $eswlBttSytnt
~. 'fldaw. Sf'Suaj
1c Kesesuaian pemanfaatan Iahan aktual terhadap rencana pemanfaatan
ruang.
Gambar 1. Peta evaluasi kesesuaian terhadap kemampuan lahan.
Daya Dukung Lingkungan Hidup
Perhitungan daya dukung lingkungan bidup dilakukan
dengan melibat 2 (dua) aspek, yaitu daya dukung laban dan
daya dukung air. Perbitungan daya dukung laban dilakukan
dengan menggunakan pendekatan nilai produksi, dimana
total riilai produksi dari seluruh bioproduk yang dihasilkan
dikalkulasikan dan disetarakan dengan barga' beras.
Perbi~gan tiilai produksi terbadap 11 (sebelas) kelompok
k?~odltaS yang meliputi 142 jenis komoditas, diperoleb
.rulal ketersediaan laban setara luasan 613,469 ha sedangkan
kebutuban laban yang diperoleb berdasarkan kebutuban
laban untuk setiap penduduk diperoleb nilai setara luasan
:'21,809 ba pada jumlah penduduk sebanyak 2,380,981
Jlwa. Mengacu kepada nilai ini, dimana nilai kebutuban
l~an lebib be~a.: daripada nilai ketersediaan laban dapat
dikatakan kondlsl daya dukung laban dalam keadaan defisit.
Per~itungan daya dukung air dilakukan dengan
memperhltungkan aspek ketersediaan dan kebutuban air.
Faktor yang mempengarubi ketersediaan air adalab
koefisien limpasan, curab bujan dan luas wilayab
sedangkan kebutuban air dipengaruhi oleb jumlab
penduduk serta kebutuban air untuk hidup layak bagi setiap
penduduk. Secara rinci perbitungan daya dukung air dapat
dilibat pada Tabe15.
Berdasarkan basil perhitungan pada Tabel 5, kondisi
ketersediaan air di Kabupaten Garut mencapai sebesar
1,752,635,062 m3
th-l
sedangkan kebutuban air mencapai
3,809,569,600 m3
tb-l, status daya dukung air dianggap
dalam keadaan defisit.
Interpretasi kondisi daya dukung lingkungan tersebut
tidak dapat dilakukan secara barfiab. P4W IPB (2009)
menyata~an babwa dalam kajian aspek daya dukung laban,
faktor wllayah sebagai bagian dari sebuab bioregion besar
perlu diperbatikan. Interaksi antar wilayab serta aliran
bi?produk dapat mempengarubi status daya dukung suatu
wllayab. Dalam konteks daya dukung air, interpretasi
terhadap status daya dukung air tidak menunjukkan kondisi
ketersediaan air yang sebenarnya sebingga nilai
ketersediaan air dalam perhitungan daya dukung air lebib
tepat dikatakan sebagai ketersediaan air permukaan yang
dapat dimanfaatkan.
Tabel 5. Perhitungan status daya dukung air
FAKTOR RUMUS NILAI SATUAN
A. Ketersediaan Air
Koefisien Limpasan Tertimbang 0.29
Curah Hujan Tahunan R 1,975 mmtlfl
Luas Wilayah A 307,646 ha
Ketersediaan Air SA = 10 x C x R x A 1,752,635,062 m3 th1
B. Kebutuhan Air
JumJah Penduduk N 2,380,981 Jiwa
Kebutuhan Air untuk Hidup Layak KHLA 1,600 m3
th·1
Kebutuhan Air DA=N x KHLA 3,809,569,600 m3 th-I
C. Status Daya Dukung Air
Ketersediaan Air
Kebutuhan Air
Status Daya Dukung Air
SA
DA
1,752,635,062
3,809,569,600
Dejisit
m3 th-I
m3 th-1
45
9. J. Tanah Lingk., 12 (2) Oktober 2010: 40-46 ISSN 1410-7333
~
o ~ III :v
-
Ke-reAANGAN ;
.-- &At Kt~ ~~~oiR
CJI<litN'..a'l~3
---,-
Gambar 2. Arahan pemanfaatan ruang berdasarkan kemampuan lahan.
Interpretasi daya dukung lingkungan dalam kaitan
dengan tata ruang wilayah, diterjemahl<an melalui zonasi
kawasan lindung. Kawasan lindung di Kabupaten Garut
dalam perspektif RTRW Provinsi Jawa Barat, dialokasikan
sebesar 85% dari keseluruhan wilayah. Hasil identifIkasi
dan interpretasi terhadap kemampuan lahan dan kondisi
tutupan yang ada, luas areal yang memungkinkan untuk
dijadikan kawasan lindung seluas 179,880 ha atau meliputi
58.5% wilayah Kabupaten Garut sedangkan areal yang
memungkinkan untuk dijadikan kawasan budidaya seluas
127,765 ha atau meliputi 41.5% wilayah Kabupaten Garut
seperti terlihat pada Gambar 2.
SIMPULAN
Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya yang
terbatas dan memiliki sifat dan karakteristik mudah
mengalami degradasi namun sulit untuk mengembalikan
kondisi awal. Pemanfaatan sumber daya lahan dalam
konteks keruangan perlu memperhatikan aspek kemampuan
lahan serta daya dukung lahan dan air.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap
kesesuaian lahan, dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan
lahan aktual dan rencana pemanfataan ruang belum
memperhatikan aspek kemampuan lahan. Selain itu
ditemukan juga wilayah-wilayah yang dalam pemanfaatan
aktual belum sesuai dengan rencana pemanfaatan ruang.
Ditinjau dari aspek daya dukung lahan dan air,
menunjukkan status daya dukung keduanya dalam kondisi
dejisit. Hal ini tidak menunjukkan bahwa suatu wilayah
dalam keadaan rawan tetapi lebih merupakan indikator
''peringatan''.
Dilihat dari aspek kemampuan lahan dan penutupan
lahan, arahan pemanfaatan ruang bagi kawasan lindung
sebesar 58.5% sedangkan kawasan budidaya sebesar 41.5%
dari luas wilayah Kabupaten Garut.
DAFTAR PUSTAKA
Dardak, H. 2005. Revitalisasi Penataan Ruang untuk
Mewujudkan Ruang Nusantara yang Nyaman,
Produktif dan Berkelanjutan. Di dalam: Pattimura L,
editor. Penataan Ruang untuk Kesejahteraan
Masyarakat: Khazanah Pemikiran Para Pakar,
Birokrat, dan Praktisi. Ed ke-1. LKSPI Press,
Jakarta. hIm 3-18.
Lillesand, M.T., dan Kiefer R.W. 1990. Penginderaan
Jauh dan Interpretasi Citra. Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.
P4W IPB. 2009. Kajian Daya Dukung Lingkungan Provinsi
Aceh. Laporan Akhir. Kementerian Negara
Lingkungan Hidup. Deputi Kementerian Negara
Lingkungan Hidup Bidang Tata Lingkungan.
Reshmideve, T.V., T.I. Eldho, and R. Jana, 2009. A GIS
Integrated Fuzzy Rule Base Inference System for
Land Suitability Evaluati9n in Agricultural
Watershed. Science Direct: Agricultural System, p.
101-109.
Rustiadi, E, S. Saefulhakim,
Perencanaan dan
Crestpent Press dan
Jakarta.
"
dan D.R. Panuju. 2009.
Pengembangan Wilayah.
Yayasan Obor Indonesia,
USDA, 1961. Agriculture Handbook No. 210: Land
Capability Classification. USDA Soil Conservation
Service, Washington.
46