SlideShare a Scribd company logo
1 of 18
Download to read offline
1
Jurnal Presipitasi
Media Komunikasi dan Pengembangan Teknik Lingkungan
e-ISSN : 2550-0023
Vol 17, No 1, 2020, 1-18
Artikel tersedia di homepage presipitasi
Artikel Riset
Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan
Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau
Bungkutoko Kota Kendari
Asramid Yasin1
, Terry Y.R. Pristya2*
1
Program Studi Ilmu Lingkungan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan, Universitas Halu Oleo, Jl.
Mayjen S. Parman Kemaraya, Kampus UHO, Kendari, Indonesia 93121
2
Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Pembangunan Nasional
Veteran Jakarta, Kampus Limo, UPN Veteran Jakarta, Indonesia 16515
* Penulis korespondensi, e-mail: terry.yuliana@gmail.com
Abstrak
Di Sulawesi Tenggara telah dilakukan rehabilitasi kawasan mangrove yang telah rusak namun
kenyataannya tidak semua rehabilitasi mangrove berhasil dilakukan, hal ini diduga oleh ketidaksesuaian
jenis mangrove dan teknik rehabilitasi yang digunakan dengan kondisi parameter lingkungan pesisir
setempat. Penelitian ini bertujuan menganalisis kondisi parameter fisika-kimia perairan pantai
Bungkutoko yang sesuai untuk rehabilitasi ekosistem mangrove dan menentukan strategi rehabilitasi
yang tepat untuk diterapkan di perairan pantai Bungkutoko. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni-
Juli 2009 bertempat di pesisir pulau Bungkutoko Kecamatan Abeli Kabupaten Kendari Sulawesi
Tenggara. Data penelitian ini menggunakan analisis deskriptif. Hasil pengukuran beberapa parameter
fisika-kimia di pesisir pulau Bungkutoko pada stasiun I, II dan III sesuai untuk dilakukan rehabilitasi
ekosistem mangrove yaitu mempunyai kemiringan alas yang datar dan landai, ukuran partikel substrat
kecil, daya ikat partikel substrat sedang sampai lepas, keterkungkungan garis pantai terlindung dan
semi terlindung serta terbuka, gelombang relatif kecil, simpangan muka air laut sedang, pasang surut
bertipe campuran condong harian ganda, kecepatan arus yaitu lemah, sedimen suspensi yang normal
dan salinitas 25-35 ppt. Selain itu memperhatikan waktu penanaman yang tepat yaitu ketika musim
berbuah mangrove dan musim teduh dan menggunakan teknik penanaman secara langsung
menggunakan propagul dan penanaman menggunakan anakan (bibit dalam polybag).
Kata Kunci: mangrove; rehabilitasi; pesisir
Abstract
In Southeast Sulawesi rehabilitation of mangrove areas that have been damaged but in reality not all
mangrove rehabilitation activities were successful, this was allegedly caused by a mismatch in the type of
mangrove and incompatibility of rehabilitation techniques used with environmental conditions or
parameters of the local coastal environment. This study is aimed to analyze the condition of coastal
environmental parameters in Bungkutoko island, district of Abeli in rehabilitation proposed of mangrove
ecosystem and to find a proper rehabilitation strategy for it can be applied in that area. This study was
carried on June to July 2009 in the coastal of Bungkutoko island, Abeli district, Kendari Town. Data in this
study is analyzed as descriptively for giving common view of that area. The measurement results of several
Yasin dan Pristya, 2020. Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau
Bungkutoko Kota Kendari
J. Presipitasi, Vol 17 No 1: 1-18
2
physical-chemical parameters on the coast of Bungkutoko island at stations I, II and III are suitable for
mangrove ecosystem rehabilitation activities, which have a slope of the base: flat and sloping, particle size:
small substrate, binding capacity of substrate particles: moderate to loose, confinement coastline:
protected and semi protected and open, wave: relatively small, sea level deviation: moderate, tidal type:
mixture tends to double daily, current speed: weak, sediment suspension: normal and salinity: 25-35 ppt.
Also pay attention to the right planting time on the condition of mangrove tree is in having fruits and calm
water condition of sea. And for planting technic is propaguls directly planted to the ground and using
seeds on the polybags.
Keywords: mangrove; rehabilitation; coastal
1. Pendahuluan
Sumberdaya alam yang menjadi salah satu ekosistem unik dan sangat potensial ialah hutan
mangrove. Secara ekonomis, sosial dan lingkungan Mangrove memiliki keanekaragaman flora dan fauna
dari komunitas teristik akuatik yang berfungsi penting bagi kehidupan manusia. Di berbagai negara,
terutama negara berkembang hutan mangrove merupakan sumberdaya alam yang cukup potensial
untuk memberikan sumbangsih yang berarti terhadap pembangunan bangsa dan negara. Seiring
dengan pesatnya kegiatan pembangunan di berbagai sektor, baik fisik dan ekonomi, secara langsung
dan tidak langsung telah mempengaruhi pula kondisi hutan mangrove di Indonesia. Hutan mangrove
semakin tertekan dan semakin merosot luasnya sehingga akhirnya mengakibatkan kemunduran fungsi
yang sangat penting baik dari sektori pembangunan ekonomi dan sektor kelestarian lingkungan.
Penggunaan hasil hutan baik kayu maupun bukan kayu dari hutan mangrove secara tradisional
dan bijaksana tidak merusak ekosistem mangrove secara nyata, sebaliknya sangat memberikan manfaat
sosial dan ekonomi. Akan tetapi pemanfaatan dan pengalihan fungsi hutan mangrove yang berlebihan
dan kurang terencana, justru terbukti telah merusak bahkan menghilangkan ekosistem hutan
mangrove. Akibatnya luas areal hutan mangrove semakin mengalami penyusutan. Menurut Darsidi luas
hutan mangrove di Indonesia Tahun 1982 berkisar 4,25 juta ha atau sekitar 25 % hutan mangrove yang
ada di dunia. Namun tiga puluh tahun kemudian berdasarkan hasil data Direktur Bina Pengelolaan
Kawasan Ekosistem Esensial, luasnya berkurang menjadi 3,4 juta ha (Kementerian LHK RI, 2015).
Hutan mangrove di Kota Kendari Propinsi Sulawesi Tenggara juga tak luput dari dilema
tersebut. Akibat tekanan yang berat dari pertumbuhan penduduk menyebabkan hutan mangrove
mengalami degradasi karena kawasan hutan mangrove dikonversi untuk penggunaan lahan lain.
Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kota Kendari (2017) dari total luas hutan mangrove 525
ha yang ditaksir pada awal tahun sembilan puluhan, maka areal hutan mangrove sekarang ini hanya
tersisa 367,5 ha, sebesar 70% diantaranya telah habis ditebang untuk dijadikan tambak, pemukiman
atau mengalami degradasi karena ekstrasi untuk pengambilan secara terus menerus tanpa
memperhatikan usaha-usaha pemudaannya. Ancaman lain berupa limbah pabrik, rumah tangga dan
buangan minyak kapal laut. Di samping itu, kurang kesadaran masyarakat untuk memelihara dan
adanya persepsi yang salah di masyarakat terhadap hutan mangrove menimbulkan hambatan dalam
usaha pelestarian dan rehabilitasi mangrove.
Mengingat betapa pentingnya peranan hutan mangrove sebagai suatu ekosistem yang utuh,
tempat hidup berbagai jenis margasatwa, kiranya perlu dipikirkan cara-cara yang lebih bijaksana dalam
mengkonversi hutan mangrove untuk penggunaan lain. Di samping itu juga harus diadakan rehabilitasi
atau pemulihan di beberapa tempat yang telah kehilangan hutan mangrovenya. Dengan demikian, perlu
segera dicari pemecahannya secara konsepsional dan operasional antara lain dalam bentuk rehabilitasi
atau penanaman kembali kawasan mangrove yang terdegradasi, sehingga fungsi secara ekologis dan
ekonomis hutan mangrove dapat dipulihkan.
Yasin dan Pristya, 2020. Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau
Bungkutoko Kota Kendari
J. Presipitasi, Vol 17 No 1: 1-18
3
Tahun 2016 pernah dilaksanakan penanaman mangrove seluas 15 ha di Kecamatan Wawonii
Barat Kabupaten Konawe Kepulauan Propinsi Sulawesi Tenggara, proses rehabilitasi dimulai pada bulan
Juli hingga oktober lalu terjadi kegagalan, melalui hasil kunjungan di lokasi rehabilitasi mangrove yang
sudah dipihak ketigakan oleh instansi di Badan Lingkungan Hidup (BLH) yang sukses tumbuh (hidup)
kurang lebih 30%, sedangkan sekitar 70% gagal tumbuh, hal tersebut disebabkan amburadulnya proses
penanaman sejak awal sehingga tanaman bibit mangrove tersebut tidak tumbuh, penanaman mangrove
tersebut bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) yaitu Rp 150 juta (Karim, 2016).
Dalam hal ini, dirasa perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui parameter fisika-kimia
pesisir yang mendukung pertumbuhan mangrove, yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam usaha rehabilitasi atau pemulihan hutan mangrove. Sesuai dengan latar belakang tersebut, maka
tujuan penelitian ini ialah untuk menganalisis kondisi parameter fisika-kimia perairan pantai
Bungkutoko Kecamatan Abeli yang sesuai untuk kegiatan rehabilitasi ekosistem mangrove dan
menentukan strategi rehabilitasi yang tepat untuk diterapkan di perairan pantai Bungkutoko
Kecamatan Abeli.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pesisir Pulau Bungkutoko Kecamatan Abeli Kota Kendari,
Sulawesi Tenggara. Kegiatan penelitian berlangsung hingga 2 bulan, yaitu di bulan Juni dan Juli 2009.
Penentuan lokasi pengamatan merupakan salah satu bagian dalam penelitian yang penting untuk
dilakukan. Penentuan stasiun pengamatan pada penelitian ini dilakukan berdasarkan keterkungkungan
garis pantai dan kondisi mangrove yang dianggap mewakili seluruh areal lokasi penelitian. Gambaran
umum setiap stasiun pengamatan (Gambar 1) adalah sebagai berikut:
 Stasiun I : Pada daerah pantai yang terlindung (sebelah barat dengan titik koordinat S 03° 59’
07,8” dan E 122° 36’ 34,2”).
 Stasiun II : Pada daerah pantai yang semi terlindung (sebelah selatan dengan titik koordinat S
03° 59’ 30,4” dan E 122° 37’ 17,4”).
 Stasiun III : Pada daerah pantai yang terbuka (sebelah timur dengan titik koordinat S 03° 58’
46,8” dan E 122° 36’ 55,6”).
Gambar 1. Lokasi Stasiun Pengamatan
Yasin dan Pristya, 2020. Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau
Bungkutoko Kota Kendari
J. Presipitasi, Vol 17 No 1: 1-18
4
Peralatan yang dipakai pada penelitian dapat disimak dalam Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Alat yang Digunakan Selama Penelitian di Lapangan
No. Parameter Satuan Alat Keterangan
1. Kemiringan Alas % Abney level In-situ/laboratorium
2. Substrat
a. Ukuran Partikel
Substrat
% Saringan
bertingkat
In-situ/laboratorium
b. Daya Ikat antar Partikel
Substrat
µm Beker glass In-situ/laboratorium
3. Gelombang
a. Tinggi Gelombang
b. Panjang Gelombang
cm  Tongkat
pengukur
 Meteran
 Tali
In-situ
c. Periode Gelombang detik Stopwatch In-situ
d. Arah Gelombang - Kompas geologi In-situ
4. Simpangan Muka Air Laut
(Pasang Surut)
cm  Tongkat
pengukur
 Meteran
 Jam
 Senter
In-situ
5. Arus
a. Kecepatan Arus m/s  Layangan air
 Meteran
 Stopwatch
 Tali
In-situ
b. Arah Arus - Kompas geologi In-situ
6. Sedimen suspensi mg/l  Timbangan
analitik
 Gelas ukur
 Corong
 Kertas
saring
 Oven
In-situ/laboratorium
7. Salinitas ppt Hand
refraktometer
In-situ
8. Wawancara  Daftar
pertanyaan
 Alat tulis
menulis
In-situ
2.1. Pengambilan Data
Untuk memperoleh gambaran mengenai parameter lingkungan pesisir Pulau Bungkutoko
Kecamatan Abeli untuk kepentingan rehabilitasi ekosistem mangrove yang mendukung pertumbuhan
atau kehidupan mangrove, maka dikumpulkan data primer dan sekunder. Pengambilan data primer
didapat langsung dari hasil pengukuran maupun pengamatan di laboratorium dan lapangan yang
meliputi: 1) kemiringan alas pantai diukur pada saat surut terendah. 2) ukuran partikel substrat yaitu
sampel substrat diambil pada setiap stasiun yang telah ditentukan, pengambilan sampel ini dilakukan di
sekitar pantai maupun saluran pembuangan air dari tambak. 3) daya ikat partikel substrat dilakukan
pengamatan langsung di lapangan di perairan pantai Bungkutoko Kecamatan Abeli, kecuali di daerah
dekat muara, mata air dan di saluran pembuangan air dari tambak sampelnya diambil dan dianalisis di
laboratorium. 4) keterkungkungan garis pantai dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan,
Yasin dan Pristya, 2020. Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau
Bungkutoko Kota Kendari
J. Presipitasi, Vol 17 No 1: 1-18
5
keterkungkungan yang dimaksud adalah keterlindungan pantai dari hempasan gelombang.
5) pengukuran tinggi, periode dan arah gelombang yaitu gelombang atau ombak diukur dengan
menggunakan tiang berskala dengan mengamati nilai skala puncak dan lembah sampai 50 kali, dari
perbedaan pembacaan tinggi (puncak) dan lembah gelombang yang diukur, serangkaian tinggi
gelombang dapat dihitung, periode gelombang diukur dengan mencatat banyaknya gelombang yang
datang dalam satu selang waktu tertentu. 6) simpangan muka air laut (pasang surut) yaitu pengukuran
pasang surut dilakukan dengan menggunakan papan berskala dan mencatat tinggi muka air tiap jam,
papan berskala ditempatkan di lokasi dengan memperhatikan: a) pada daerah pantai terbuka tetapi
terlindung dari hempasan gelombang yang besar, b) tidak pernah kering meskipun pada surut terendah,
c) kecepatan arus tidak terlalu besar. 7) kecepatan, arah, dan pola arus di perairan diukur dengan
menggunakan layangan air dengan tali dengan panjang 10 meter, arus yang diukur adalah arus pada saat
surut dan pada saat pasang, kecepatan dihitung dengan membagi panjang tali dengan lamanya waktu
penjalarannya hingga tali tegang, sementara arah arus diukur dengan menggunakan kompas geologi.
8) pengukuran sedimen suspensi dilakukan di laboratorium sedangkan salinitas perairan diukur
langsung di lapangan. Pengumpulan data sekunder meliputi: (kecepatan angin, curah hujan dan suhu
udara) diperoleh melalui hasil penelitian seperti laporan penelitian instansi atau lembaga yang terkait.
2.2. Analisis Data
Analisis yang dipakai ialah analisis deskriptif yakni data yang didapat, dihitung dan diolah
kemudian disajikan menjadi bentuk gambar dan tabel untuk memberikan gambaran umum
karakteristik lingkungan yang diamati. Selain itu dilakukan analisis perbandingan antara data yang
diperoleh dengan batasan atau kriteria kesesuaian parameter lingkungan bagi pertumbuhan mangrove
yang telah ditetapkan sehingga dapat ditentukan skor dari setiap parameter lingkungan tersebut. Untuk
dapat menentukan tingkat kesesuaian parameter, terlebih dahulu setiap parameter penentu diberi
kriteria atau nilai seperti yang disajikan dalam Tabel 2. Supaya setiap parameter lingkungan dapat
diberi nilai yang tepat, maka ditetapkan kriteria, batasan dan skor dari setiap kriteria masing-masing
komponen atau parameter.
Tabel 2. Kriteria Kesesuaian Pertumbuhan Mangrove Berdasarkan Tipologi Pantai
Komponen Parameter
Kriteria
Sangat Sesuai Cukup Sesuai Kurang Sesuai
Morfologi
Pantai
Kemiringan Alas Landai Sedang Terjal
Daya Ikat antar
Partikel
Lepas Sedang Kokoh
Ukuran Partikel
Pembentuk
Kecil Sedang Besar
Keterkungkungan
Garis Pantai
Terbuka Semi Tertutup Tertutup
Tinjauan
Dinamika
Perairan Pantai
Berdasarkan
Gaya
Astronomis,
Meteorologis
dan Geologis
Kelancipan Ombak
Datang
Lancip Sedang Tumpul
Simpangan Muka Air
Laut
Tinggi Sedang Rendah
Tipe Pasang Surut Semi Diurnal Campuran Diurnal
Sumber: Sobur (1997) dalam Amal (2000)
Setiap parameter kriteria tipologi pantai diberi skor 3 jika berada dalam rentangan sangat
sesuai, skor 2 jika berada dalam rentangan cukup sesuai dan skor 1 jika berada dalam rentangan yang
kurang sesuai sedangkan untuk nilai total skor dari setiap parameter jika diperoleh pada kisaran 7-11
berada dalam kriteria daerah yang kurang sesuai untuk mangrove, kisaran 12-18 berada dalam kriteria
Yasin dan Pristya, 2020. Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau
Bungkutoko Kota Kendari
J. Presipitasi, Vol 17 No 1: 1-18
6
daerah yang sesuai untuk mangrove dan untuk kisaran 19-20 berada dalam kriteria daerah yang sangat
sesuai untuk mangrove dan untuk jelasnya dapat disimak dalam Tabel 3 dan Tabel 4 berikut.
Tabel 3. Ketentuan Penilaian Parameter Tipologi Pantai
Kriteria Skor
Sangat sesuai 3
Cukup sesuai 2
Kurang sesuai 1
Sumber: Sobur (1997) dalam Amal (2000)
Tabel 4. Ketentuan Penilaian Parameter Tipologi Pantai
Kriteria Kisaran Nilai Total Skor
Daerah yang kurang sesuai untuk mangrove 7-11
Daerah yang sesuai untuk mangrove 12-18
Daerah yang sangat sesuai untuk mangrove 19-20
Sumber: Sobur (1997) dalam Amal (2000)
Selanjutnya dalam menentukan jenis mangrove apa yang akan ditanam, apabila parameter yang
diteliti masih sesuai untuk dilakukan rehabilitasi maka informasi atau hasil nilai dari parameter-
parameter tersebut dapat dibandingkan dengan literatur acuan yang terkait dengan penentuan jenis
mangrove apa yang cocok untuk ditanami. Dalam penentuan waktu yang tepat untuk melakukan
penanaman adalah dengan mempertimbangkan musim berbuah dan kondisi oseanografinya seperti
musim angin kencang, musim hujan, ombak besar, arus kuat dan jadwal pasang surut dimana informasi
tersebut dapat diperoleh dari hasil penelitian dan wawancara langsung dengan masyarakat setempat
sehingga dapat diketahui waktu yang baik untuk memulai penanaman. Untuk teknik rehabilitasi yang
akan diterapkan, secara umum ada dua yaitu penanaman dengan menggunakan propagul dan
penanaman dengan menggunakan anakan (bibit dalam polybag) (Kusmana dkk., 2003).
3. Hasil dan Pembahasan
3.1. Karakteristik Kondisi Wilayah
3.1.1. Iklim (Curah Hujan, Suhu Udara dan Kecepatan Angin)
Di Kabupaten Kendari Kecamatan Abeli Kelurahan Bungkutoko pada umumnya curah hujan
yang terjadi tiap tahun sangat bervariasi tergantung arus angin yang bertiup di atas wilayahnya. Di
bulan Mei hingga Agustus, angin berhembus dari arah timur bersumber dari benua Australia yang
minim uap air. Hal ini menyebabkan terjadinya musim kemarau (minimnya curah hujan) tepatnya di
bulan Agustus hingga Oktober. Lalu di bulan November hingga Maret terjadi musim hujan (curah hujan
tinggi), angin berhembus banyak terkandung uap air yang bersumber dari benua Asia maupun
Samudera Pasifik. Menurut data dari Lanud Wolter Monginsidi Kendari Tahun 2003-2007 terdapat 132-
205 hari hujan dimana curah hujan 1.555,6 - 3.467 mm.
Secara menyeluruh daerah Kota Kendari memiliki suhu tropis. Menurut data Lanud Wolter
Monginsidi Kendari Tahun 2003-2007 suhu udara mencapai maksimum 31,58-33,75 °C dan minimum
20,00-23,25 °C sedangkan kecepatan angin 3,75-12,75 m/s.
3.1.2. Vegetasi Pantai
Jenis vegetasi mangrove yang umum ditemukan di sepanjang pesisir pulau Bungkutoko adalah
jenis mangrove dari famili Rhizophoraceae (Rhizophora spp.) dan Sonneratiaceae (Sonneratia spp.).
Tumbuhan mangrove ini hidup dan tumbuh pada pinggir pantai membentuk kelompok-kelompok dan
pada bagian selatan tidak membentuk area hutan yang padat kecuali pada bagian barat yang area
tumbuhan mangrovenya agak lebih padat sedangkan untuk bagian timur area tumbuhan mangrovenya
tinggal sedikit. Di Bungkutoko bagian barat yang merupakan stasiun I banyak dijumpai vegetasi
mangrove di pinggir muara teluk sedangkan di bagian selatan yang merupakan stasiun II kurang
Yasin dan Pristya, 2020. Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau
Bungkutoko Kota Kendari
J. Presipitasi, Vol 17 No 1: 1-18
7
dijumpai vegetasi mangrove karena adanya pemukiman yang ditinggali oleh masyarakat setempat dan
untuk di bagian timur yang merupakan stasiun III juga kurang dijumpai vegetasi mangrove akibat
adanya pemukiman dan saat ini ditambah dengan adanya pembangunan kontainer sehingga luas
kawasan hutan mangrove semakin berkurang.
3.1.3. Keadaan Pantai dan Parameter Oseanografis
Gambaran umum keadaan pantai dan parameter oseanografis diketahui berdasarkan hasil
wawancara dengan beberapa penduduk (nelayan) yang tinggal di pesisir pulau Bungkutoko Kecamatan
Abeli. Wawancara tersebut dilakukan khususnya tentang keadaan pantai maupun parameter
oseanografis yang diteliti. Hasil-hasil wawancara disusun pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Hasil Wawancara dengan Penduduk Setempat tentang Keadaan Pantai dan Parameter
Oseanografis
No. Bahan Diskusi Jawaban (% Responden)
1. Ketinggian ombak maksimum 1-3 m (biasanya mencapai 1,5 m) (100%).
2. Waktu terjadinya ombak tertinggi
Musim Timur (Juni-September) (biasanya terjadi di
bulan September) (100%).
3. Tipe pasang surut Dua kali pasang dua kali surut (100 %).
4. Siklus badai (angin kencang)
Setahun 3 kali pada waktu angin timur, angin barat,
angin selatan dan yang paling kencang terjadi pada
waktu angin timur (80%).
Setahun 1 kali pada waktu angin timur (20%).
5. Air meluap
Pengaruh dari muara teluk Kendari dan hujan terus
menerus pada saat musim angin barat setiap satu
tahun sekali.
Terjadi pada bulan April (70 %).
Terjadi pada bulan Februari-April (30%).
6.
Rentang pasang tertinggi dan surut
terendah
> 2 m (10%)
1-2 m (90%)
7.
Kadar garam/ salinitas pada saat musim
hujan
> 20 ‰ (60%)
20-30 ‰ (40%)
3.2. Kondisi Lingkungan (Parameter Fisika-Kimia) Perairan Pantai
Parameter lingkungan (fisika-kimia) perairan pantai yang diukur pada penelitian ini meliputi
Kemiringan Alas (Topografi Pantai), Substrat (Ukuran Partikel dan Daya Ikat Partikel), Gelombang,
Simpangan Muka Air Laut (Pasang Surut), Arus, Sedimen Suspensi dan Salinitas yang dapat diuraikan
sebagai berikut.
3.2.1. Kemiringan Alas (Topografi Pantai)
Pada pengukuran langsung di lapangan dengan menggunakan abney level dan meteran roll
yang diukur pada setiap lokasi atau stasiun penelitian pada jarak 50 meter dari garis pantai hingga batas
surut terjauh dari masing-masing stasiun diperoleh kemiringan alas untuk stasiun I yakni 0,1 %
sedangkan di stasiun II yakni 3 % dan di stasiun III yakni 3,2 %. Adapun hasil pengukuran kemiringan
alas di setiap stasiun dapat disimak dalam Tabel 6 berikut.
Tabel 6. Hasil Pengukuran Kemiringan Alas pada Masing-Masing Stasiun
Stasiun Jumlah Jarak
I 150 meter = 0,1 %
II 400 meter = 3 %
III 450 meter = 3,2 %
Berdasarkan nilai yang diperoleh di atas, menunjukkan bahwa topografi pantai di stasiun I
termasuk datar sedangkan di stasiun II dan III termasuk landai. Berikut klasifikasi kemiringan tanah
atau kelerengan tanah tunggal dapat disimak dalam Tabel 7 berikut.
Yasin dan Pristya, 2020. Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau
Bungkutoko Kota Kendari
J. Presipitasi, Vol 17 No 1: 1-18
8
Tabel 7. Klasifikasi Kemiringan Tanah atau Kelerengan Tanah Tunggal
No. Klasifikasi Interval Nilai
1. Datar < 3 %
2. Landai 3 - 8 %
3. Agak Miring 8 - 15 %
4. Miring 15 - 30 %
5. Agak Curam 30 - 45 %
6. Curam 45 - 65 %
7. Terjal > 65 %
Sumber: Hardjowigeno, 1992
Fajar et al., (2013) mengatakan kemiringan alas (topografi) mempengaruhi sebaran maupun
lebar hutan mangrove. Selanjutnya Akbar et al., (2017) mengatakan keadaan kemiringan alas yang landai
dan substrat yang cocok juga dipengaruhi oleh keadaan oseanografi menjadi penyebab besarnya
kehadiran tipe atau jenis mangrove.
3.2.2. Ukuran Partikel Substrat
Ukuran partikel substrat suatu pantai diakibatkan oleh beberapa faktor antara lain adalah
gelombang yang besar maupun arus yang masuk dan runoff yang mensuplai sedimen dari darat.
Gelombang dan arus yang relatif tenang menyebabkan ukuran partikel halus yang diendapkan lebih
dahulu kemudian disusul sedimen ukuran sedang sampai kasar. Indikasi ini dapat dilihat pada setiap
stasiun pengamatan yang dibuat dalam Tabel 8 berikut.
Tabel 8. Persentase Rata-Rata Pasir Kasar, Pasir Halus, Debu dan Liat pada Setiap Stasiun Pengamatan
Stasiun
Pasir Kasar Pasir Halus Lanau/Debu Liat
Kriteria
0,5-1 mm 0,125-0,25 mm 0,0039-0,0625 mm < 0,0039 mm
I 5,797 % 31,981 % 53,237 % 8,213 %
Lempung
berdebu
II 15,667 % 26,982 % 47,679% 8,8 %
Lempung
berpasir
III 4,532 % 48,374 % 36,650 % 10,049 %
Lempung
berpasir
Di Tabel 8 terlihat bahwa persentase ukuran partikel masing-masing stasiun berbeda. Di
stasiun I dan II persentase debu yang lebih dominan yaitu 53,237 % dan 47,679 %, hal ini disebabkan
karena keberadaan aliran air dari muara Teluk Kendari yang mensuplai sedimen dari darat yang
selanjutnya didukung oleh gelombang dan arus yang relatif tenang, mengakibatkan terjadinya
pengendapan partikel yang lebih halus seperti debu. Lain halnya di stasiun III persentase pasir halus
yang lebih dominan yaitu 48,374 %, hal ini disebabkan karena pengaruh aliran dari muara teluk sangat
kecil dan gelombang serta arus yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan stasiun I dan II sehingga
didapatkan ukuran partikel yang mengendap pun adalah agak kasar. Karakteristik substrat (sedimen)
adalah faktor pembatas bagi pertumbuhan mangrove. Tekstur maupun konsentrasi ion memiliki
susunan jenis dan kerapatan tegakan, contohnya apabila komposisi sedimen lebih banyak terdapat liat
(clay) dan lumpur (silt) maka tegakan terjadi lebih rapat (Aini, et al., 2016).
3.2.3. Daya Ikat antar Partikel Substrat
Konsistensi tanah ialah sifat yang menggambarkan kekuatan rekat butiran tanah antara satu
dengan yang lainnya. Konsistensi tanah menggambarkan kekuatan daya kohesi butir-butir tanah
maupun daya adhesi butir tanah dengan objek atau benda lainnya. Tiap bahan substrat atau tanah
memiliki konsistensi (Hardjowigeno, 1992). Bahasan tentang konsistensi atau kerekatan butiran tanah,
berkaitan erat dengan tingkat kestabilan substrat atau kematangan substrat mangrove. Menurut
Kusmana dkk., (2003) mengatakan bahwa substrat mangrove dikelompokkan berdasarkan tingkat
Yasin dan Pristya, 2020. Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau
Bungkutoko Kota Kendari
J. Presipitasi, Vol 17 No 1: 1-18
9
kematangannya. Substrat yang masih belum matang disebut lembek atau lunak sehingga jika seseorang
yang berjalan di atasnya ambles jauh ke bawah sedangkan tanah yang sudah matang biasanya disebut
stabil atau keras sehingga orang yang berjalan di atasnya tidak mengalami kejadian terperosok ke
bawah.
Berdasarkan hasil analisis tingkat kematangan substrat pada masing-masing stasiun.
Menunjukan bahwa di stasiun I dan II bersifat lunak atau lembek yang mengindikasikan bahwa substrat
tersebut belum begitu matang atau stabil hal ini disebabkan karena kedua stasiun tersebut berada pada
daerah pantai yang terlindung dari gempuran ombak dan kecepatan arus yang lemah sehingga sedimen
yang terakumulasi atau mengendap pun ukuran partikelnya halus. Sedangkan di stasiun III bersifat
lepas yang mengindikasikan bahwa butir-butiran tanah tidak melekat antara satu sama lain dengan kata
lain tidak memiliki daya ikat hal ini disebabkan karena stasiun tersebut berada pada daerah pantai
terbuka yang langsung mendapat tekanan dari ombak dan arus sehingga sedimen yang didapat pun
ukuran partikelnya agak kasar.
3.2.4. Gelombang
Gelombang dipengaruhi oleh dorongan angin di atas permukaan laut. Semakin kencang angin
bertiup, makin lama angin bertiup dan semakin luas daerah yang dilewati oleh angin maka gelombang
yang ditimbulkan makin besar. Hasil analisis pengukuran gelombang pada masing-masing stasiun di
stasiun I tidak dilakukan pengukuran karena letaknya yang terlindung antara 2 daratan sehingga tidak
memiliki gelombang, untuk stasiun II dan III didapatkan tinggi, panjang dan periode gelombang yang
signifikan, hal tersebut dapat disimak dalam Gambar 2 berikut.
Gambar 2. Kisaran Gelombang dan Arah Gelombang di Setiap Stasiun Pengamatan
Dari Gambar 2 tersebut menunjukkan bahwa tinggi, panjang dan periode gelombang yang
terukur secara berturut-turut berkisar antara 7-17 cm, 253-263 cm dan 1-3 detik di stasiun II, 8-22 cm,
177-380 cm dan 1-3 detik di stasiun III. Arah gelombang miring terhadap garis pantai yang berasal dari
timur, hal ini terjadi ketika gelombang memasuki perairan pantai, dasar gelombang telah menyentuh
dasar laut maka arah gelombang akan dibelokkan ke arah pantai dan kecepatan gelombang teredam
oleh dasar pantai. Kisaran tinggi, panjang dan periode gelombang tersebut relatif kecil disebabkan
karena angin sebagai pembangkit gelombang bertiup sepoi-sepoi dan lemah dan merupakan pantai
Yasin dan Pristya, 2020. Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau
Bungkutoko Kota Kendari
J. Presipitasi, Vol 17 No 1: 1-18
10
yang landai. Besar dan arah gelombang yang menuju pantai berkaitan langsung dengan besar dan
kecepatan angin sehingga gelombang dapat diprediksi dari hasil wawancara masyarakat setempat yang
sehari-hari beraktivitas di perairan pantai Bungkutoko. Dari hasil wawancara tersebut, diperoleh
gelombang tertinggi umumnya pada musim timur (bulan Juni-September) dengan ketinggian ombak
maksimum 1,5 meter pada bulan September.
Struktur dan fungsi ekosistem mangrove berubah akibat gelombang. Untuk area-area yang
mempunyai gelombang besar menyebabkan hutan mangrove menjadi abrasi sehingga mengakibatkan
penurunan luasan hutan. Gelombang juga memberi pengaruh langsung pada sebaran spesies contohnya
buah maupun semai Rhizophora terhanyut gelombang hingga menemukan substrat yang cocok untuk
menancap hingga akhirnya dapat tumbuh. Gelombang memberi pengaruh secara tak langsung pada
sedimentasi pantai dan membentuk padatan-padatan pasir pada muara sungai. Terbentuknya
sedimentasi maupun padatan-padatan pasir tersebut merupakan substrat yang baik dalam mendukung
pertumbuhan mangrove (Alwidakdo, et al., 2014).
Gambar 3. Kurva Pasang Surut di Pulau Bungkutoko Juni 2009
Gambar 4. Kurva Pasang Surut di Pulau Bungkutoko September 2009
Sumber: Pangkalan TNI AL Kendari, 2009
Yasin dan Pristya, 2020. Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau
Bungkutoko Kota Kendari
J. Presipitasi, Vol 17 No 1: 1-18
11
3.2.5. Simpangan Muka Air Laut (Pasang-Surut atau Pasut)
Pasang-surut adalah salah satu gejala laut yang sangat berpengaruh bagi kehidupan organisme
laut, khususnya di daerah pantai yang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari secara berkala.
Pengamatan terhadap pasang surut dilakukan selama 2 bulan dengan 4 kali pengukuran berdasarkan
posisi bulan yaitu bulan baru dan bulan purnama untuk menemukan puncak pasang tertinggi, selain itu
juga dikumpulkan data sekunder pasut selama tahun 2009 untuk menemukan rentang pasut dan
frekuensi penggenangan selama satu tahun.
Berdasarkan hasil pengukuran pasut di lapangan diperoleh seirama dengan data pasut
pangkalan angkatan laut dimana didapatkan tipe pasut termasuk tipe campuran condong harian ganda
dengan rentang pasut tertinggi adalah 210 cm selama pasang purnama (terjadi pada bulan Juni), 170 cm
selama pasang perbani (terjadi pada bulan September) dan tinggi muka air maksimum yang diperoleh
saat air pasang akibat pengaruh matahari dan bulan adalah 110 cm dari MSL (dapat disimak dalam
Gambar 3 dan 4). Sedangkan untuk frekuensi penggenangan diperoleh 558 kali per tahun.
Gaya pasut sangat mempengaruhi proses sedimen transpor yang berada pada perairan di sekitar
muara sungai dan ekosistem mangrove disuatu daerah. Daulay dkk., (2014) dalam Siregar, et al., (2016)
wilayah yang terjadi pasut harian ganda (pasut tipe campuran condong ke ganda mempunyai pengaruh
yang berbeda dengan daerah yang terjadi pasut harian tunggal, dimana daerah yang mempunyai pasut
tipe harian ganda maupun pasut tipe campuran condong ke ganda terjadi proses pengangkutan substrat
(sedimen) yang lebih dinamis apabila dibandingkan pada pasut harian tunggal.
3.2.6. Arus
Pasang-surut atau pasut adalah salah satu gejala alam yang terlihat nyata di laut, yaitu suatu
gerakan naik turunnya air laut secara teratur maupun berulang-ulang dari semua zat atau partikel
massa air laut maupuni permukaan hingga bagian terdalam dari dasar laut. Gerakan tersebut
diakibatkan oleh pengaruh gaya tarik-menarik antara bumi dan matahari, bumi dan bulan, ataupun
bumi dengan bulan dan matahari (Surinati, 2007). Selanjutnya Surinati (2007) menambahkan bahwa
pasut bukan hanya mempengaruhi lapisan pada bagian teratas saja, melainkan semua massa air yang
bisa memunculkan energi yang besar. Di perairan pantai, khususnya pada teluk maupun selat sempit,
gerakan vertikal (naik turunnya muka air) akan menyebabkan terjadinya arus pasut. Apabila muka air
bergerak naik, maka arus mengalir masuk, sedangkan saat muka air bergerak turun, arus mengalir ke
luar. Kecepatan dan arah arus yang terukur pada masing-masing stasiun dibuat dalam Gambar 5
berikut.
Gambar 5. Kisaran Kecepatan Arus dan Arah Arus di Tiap-Tiap Stasiun Pengamatan
Yasin dan Pristya, 2020. Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau
Bungkutoko Kota Kendari
J. Presipitasi, Vol 17 No 1: 1-18
12
Hasil pengamatan diperoleh bahwa di stasiun I kisaran kecepatan arus diperoleh 0,01 sampai
0,03 m/s dengan arah arus ke tenggara pada saat sedang surut dan saat sedang pasang kecepatan arus
0,01 sampai 0,05 m/s dengan arah arus ke barat laut. Sedangkan di stasiun II kisaran kecepatan arus
pada saat sedang pasang 0,04-0,08 m/s dengan arah arus ke tenggara dan saat sedang surut 0,01-0,06
m/s dengan arah arus ke timur laut. Selain itu juga, di stasiun III diperoleh kisaran kecepatan arus pada
saat sedang surut 0,02-0,1 m/s dengan arah arus ke utara dan pada saat pasang kecepatan arus 0,02-0,06
m/s dengan arah arus ke selatan.
Dari kisaran kecepatan arus yang diperoleh dari setiap stasiun, diketahui bahwa stasiun III
memiliki kecepatan arus yang paling tinggi dibandingkan dengan stasiun lainnya yang terjadi pada saat
sedang surut, hal ini dipengaruhi oleh bentuk dasar laut dimana pada stasiun III memiliki dasar laut
yang landai sehingga arus pasut bergerak mengikuti dasar laut tersebut sedangkan di stasiun I terjadi
hal sebaliknya memiliki kecepatan arus yang paling rendah karena memiliki dasar laut yang datar.
Arus berpengaruh secara langsung pada sebaran spesies contohnya buah maupun semai
Rhizophora terhanyut arus hingga menemukan substrat yang cocol untuk menancap hingga akhirnya
tumbuh. Arus juga mempengaruhi daya tahan biota akuatik melalui pengangkutan unsur hara penting
dari mangrove ke laut. Unsur hara yang bersumber dari hasil dekomposisi serasah atau yang bersumber
dari run off daratan dan terperangkap dalam hutan mangrove akan terhanyut oleh arus ke laut pada
waktu surut (Alwidakdo, et al., 2014).
3.2.7. Sedimen Suspensi
Zat padat tersuspensi merupakan seluruh partikel padat (pasir, lumpur dan tanah liat) maupun
partikel yang tersuspensi dalam air dan berupa unsur hidup (biotik) antara lain: bakteri, fungi,
fitoplankton, zooplankton maupun unsur mati (abiotik) yaitu detritus dan partikel anorganik (Permana,
dkk., 1994 dalam Taringan dan Edward, 2003). Pulau Bungkutoko merupakan sebuah pulau yang
terletak di mulut Teluk Kendari dimana aliran air muara teluk yang setiap saat membawa sejumlah
material sedimen yang akan diendapkan di pantai. Material-material tersebut akan diangkut dan
disebarkan oleh bantuan arus rip, longshore current dan arus balik. Hasil pengukuran sedimen suspensi
dapat disimak dalam Gambar 6 berikut.
Gambar 6. Kisaran Sedimen Suspensi di Setiap Stasiun Pengamatan
Yasin dan Pristya, 2020. Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau
Bungkutoko Kota Kendari
J. Presipitasi, Vol 17 No 1: 1-18
13
Analisis sedimen suspensi yang dilakukan memperlihatkan bahwa kadar suspensi secara
keseluruhan yang didapatkan dari setiap stasiun mulai dari 1,97 mg/l hingga 3,96 mg/l. Diantara setiap
stasiun kadar sedimen suspensi yang tinggi ditemukan pada lokasi stasiun II, hal ini disebabkan karena
pada stasiun II merupakan areal yang dekat dengan pemukiman warga sehingga pasokan sedimen
berasal dari daerah pemukiman tersebut yang mengalir ke laut dan ditambah dengan aliran air yang
berasal dari muara Teluk Kendari. Distribusi partikel padat tersuspensi dalam laut karena disebabkan
oleh masukan yang bersumber dari darat melalui aliran sungai, maupun dari udara serta perpindahan
oleh resuspensi endapan karena pengikisan (Permana, dkk., 1994 dalam Taringan dan Edward, 2003).
Suburnya mangrove di Indonesia dipengaruhi oleh curah hujan tinggi, iklim tropis, dan substrat
(sedimen) pantai yang sesuai untuk kehidupan mangrove (Bengen, 2000 dalam Susiana, 2015).
3.2.8. Salinitas
Salinitas ialah salah satu parameter oseanografi fisika perairan yang mempengaruhi kelayakan
pada lingkungan perairan. Sifat ini disebabkan oleh pergerakan massa air yang dialami secara kontinu
karena faktor alam maupun adanya kegiatan manusia. Berbagai jenis kegiatan manusia secara langsung
dapat dengan cepat mengakibatkan peristiwa perubahan salinitas dalam perairan. Sehingga akan
mengalami perubahan pada keadaan perairan dimana kegiatan itu dilaksanakan (Rizki, et al.,2016).
Salinitas mempunyai peranan penting dalam kehidupan organisme perairan, karena salinitas
mempengaruhi tekanan osmotik dan langsung berpengaruh terhadap organisme perairan (Afrianto dan
Liviawaty, 1991 dalam Ona, 2004).
Fluktuasi salinitas di perairan juga dapat dipengaruhi oleh beberapa hal meliputi: penguapan,
curah hujan, pola sirkulasi air, dan banyaknya pasokan air tawar yang memasuki perairan tersebut.
Hasil pengukuran salinitas pada setiap stasiun pengamatan selama penelitian adalah berkisar antara
25-37 ppt. sebaran nilai tersebut dapat disimak dalam Gambar 7 berikut.
Gambar 7. Kisaran Salinitas di Setiap Stasiun Pengamatan
Dari Gambar 7 di atas terlihat jelas bahwa salinitas pada stasiun I memiliki kisaran yang paling
rendah yaitu 25 sampai 35 ppt dibandingkan pada stasiun II dan III yang memiliki kisaran 30 sampai 35
ppt hal ini disebabkan karena stasiun I mendapat pengaruh air tawar dari muara teluk dan air hujan
pada saat pengukuran sedangkan pada stasiun II dan III dominan air laut yang berasal dari laut lepas
kecuali hanya pada saat hujan. Namun secara umum kisaran salinitas pada ketiga stasiun tersebut masih
Yasin dan Pristya, 2020. Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau
Bungkutoko Kota Kendari
J. Presipitasi, Vol 17 No 1: 1-18
14
dalam tahap yang stabil atau masih mendukung pertumbuhan mangrove. Hal ini didukung oleh
Suriamihardja dan Amin (1988) dalam Amal (2000) bahwa salinitas 25-40 ppt sangat sesuai bagi
persyaratan pertumbuhan mangrove dan selanjutnya Dedi (2009) mengemukakan bahwa salinitas
optimum yang diperlukan oleh mangrove untuk dapat tumbuh yaitu antara 10-30 ppt. Salinitas ialah
parameter penting dalam pertumbuhan, daya tahan maupun zonasi jenis mangrove (Akbar et al., 2018).
Menurut Supriharyono (2002) dalam Baksir, et al., (2018) menjelaskan bahwa kisaran salinitas pada
hutan mangrove berkisar antar 10-35 ppt.
3.3. Kesesuaian Lingkungan untuk Penanaman Mangrove
Analisis kesesuaian lingkungan untuk penanaman mangrove didasarkan pada kondisi tipologi
pantai (morfologi dan dinamika pantai) serta sedimen suspensi dan salinitas. Kriteria tipologi pantai
yang dimaksud dapat dilihat pada Tabel 9 yang telah dirumuskan oleh Sobur (1997) dalam Amal (2000).
Berdasarkan tinjauan tipologi pantai tersebut kriteria tipologi pantai untuk stasiun I, II dan III dibuat
dalam Tabel 9 berikut.
Tabel 9. Skor Kriteria Tipologi Pantai untuk Penanaman Mangrove di Pesisir Pulau Bungkutoko
Parameter
Kriteria (Skor)
Stasiun I Stasiun II Stasiun III
Kemiringan Alas
Sedang
(2)
Landai
(3)
Landai
(3)
Daya Ikat antar Partikel
Substrat
Sedang
(2)
Sedang
(2)
Lepas
(3)
Ukuran Partikel Substrat
Kecil
(3)
Kecil
(3)
Kecil
(3)
Keterlindungan Garis pantai
Terlindung
(3)
Semi Terlindung
(2)
Semi Terlindung
(2)
Kelancipan Ombak Datang
Bebas Ombak
(3)
Lancip
(3)
Lancip
(3)
Simpangan Muka Air Laut
Sedang
(2)
Sedang
(2)
Sedang
(2)
Tipe Pasang Surut
Campuran
Condong Harian
Ganda
(2)
Campuran
Condong Harian
Ganda
(2)
Campuran
Condong Harian
Ganda
(2)
Total Skor 17 17 18
Sumber: Dimodifikasi dari Sobur (1997) dalam Amal (2000)
Menurut klasifikasi Sobur (1997) dalam Amal (2000), kisaran nilai skor 7-11 merupakan daerah
yang kurang sesuai untuk mangrove, 12-18 sesuai untuk mangrove dan 19-20 sangat sesuai untuk
mangrove. Berdasarkan hasil evaluasi pada Tabel 9 dengan kisaran nilai 17-18, maka stasiun I, II dan III
masih sesuai untuk penanaman kembali mangrove berdasarkan tinjauan tipologi pantai. Selain itu
tinggi gelombang yang relatif kecil berkisar 7-22 cm (kecuali musim timur) dan arus pasang surut lemah
berkisar 0,01-0,1 m/s juga ikut mendukung bagi pertumbuhan mangrove, hal ini didukung oleh
Suriamihardja dan Amin (1988) dalam Amal (2000) bahwa kecepatan arus < 0,5 m/s dan tinggi
gelombang < 1 m sangat sesuai bagi persyaratan pertumbuhan mangrove.
Selanjutnya untuk hasil pengamatan sedimen suspensi dan salinitas di lokasi penelitian (stasiun
I, II dan III) diperoleh sedimen suspensi 1,97-3,96 mg/l dan salinitas 25-35 ppt. Nilai-nilai tersebut
menunjukkan kondisi yang cukup baik bagi kehidupan mangrove hal ini ditunjukkan pula oleh
tumbuhnya pohon mangrove dengan baik di lokasi penelitian. Menurut Suriamihrdja dan Amin (1988)
dalam Amal (2000) bahwa salinitas 25-40 ppt sangat sesuai bagi persyaratan pertumbuhan mangrove.
Yasin dan Pristya, 2020. Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau
Bungkutoko Kota Kendari
J. Presipitasi, Vol 17 No 1: 1-18
15
3.3.1. Jenis Mangrove yang Ditanam
Jenis vegetasi mangrove yang umum ditemukan di pulau Bungkutoko adalah family
Rhizophoraceace (Rhizophora spp.) dan Sonneraticeae (Sonneratia spp.) yang hidup berada di pinggir
garis pantai secara berkelompok-kelompok. Penentuan jenis mangrove yang sesuai untuk ditanam,
dilakukan dengan membandingkan kondisi lingkungan di lokasi penelitian dan kriteria menurut
Kusmana dkk., 2003. Kriteria tersebut meliputi kelas penggenangan, frekuensi penggenangan pertahun
sedangkan zonasi, pola pasang surut, salinitas dan tipe tanah.
Di stasiun I, II dan III diperoleh kelas penggenangan all high tides, frekuensi penggenangan 558
kali pertahun sedangkan zonasi pinggir pantai, pola pasang surut harian, salinitas 25-35 ppt serta tipe
substrat lempung berdebu (stasiun I) dan lempung berpasir (stasiun II dan III). Berdasarkan kondisi
tersebut maka jenis-jenis pohon mangrove yang direkomendasikan untuk stasiun I adalah Avicennia
officinalis, A. alba, Rhizophora mucronata, Aegiceras floridum, A. corniculatum, Bruguiera sexangula, B.
gymnorrhiza, Ceriops decandra, C. tagal, Lumnitzera racemosa, Xylocarpus granatum, Excoecaria
agallocha. Sedangkan stasiun II dan III adalah pohon mangrove jenis A. marina, Sonneratia alba, S.
caseolaris, R. stylosa dan R. Apiculata (Kusmana dkk., 2003).
3.3.2. Waktu Mulai Melakukan Penanaman
Dalam penentuan waktu untuk memulai melakukan penanaman mangrove sebaiknya harus
mempertimbangkan kondisi oseanografisnya dengan tujuan menghindari ombak dan arus yang besar
serta banjir dan musim berbuah (kematangan propagul). Berdasarkan hasil informasi yang
dikumpulkan dari masyarakat setempat menunjukkan dalam waktu 1 tahun angin yang kencang terjadi
sebanyak 3 kali yaitu pada musim angin barat, angin selatan dan angin timur, diantara ke 3 angin
musim tersebut angin timur merupakan angin yang paling kencang, memicu terjadinya ombak dan arus
yang besar yang terjadi pada bulan September memasuki puncak angin timur. Kondisi tersebut
berpengaruh hanya pada stasiun II dan III. Sedangkan di stasiun I setiap 1 tahun sekali mengalami
kenaikan volume massa air yang sangat tinggi sehingga perairan tersebut meluap hal ini disebabkan
terjadinya hujan terus menerus dan adanya penambahan jumlah volume massa air yang mengalir dari
muara Teluk Kendari dan terjadi pada bulan April.
Saat penanaman sebaiknya ditentukan juga dengan melihat jadwal pasang surut dimana
penanaman dilakukan pada saat surut. Khusus untuk penanaman yang menggunakan propagul, waktu
penanaman sangat tergantung pada ketersediaan propagul tersebut karena bahan tanaman berupa
propagul bersifat cepat dewasa dan hanya bisa disimpan paling lama 12 hari. Oleh karena itu,
pelaksanaan penanaman dengan propagul tersebut harus dilakukan selama musim berbuah masak.
Musim berbuah jenis-jenis pohon mangrove juga merupakan saat yang tepat untuk kegiatan
pengumpulan bahan tanaman (benih) untuk memulai kegiatan produksi anakan di persemaian.
Penanaman menggunakan anakan (bibit pada polybag) mesti dilaksanakan saat air surut karena apabila
dilaksanakan dalam kondisi air pasang, media pada polybag yang membungkus akar, dikhawatirkan
cacat.
Sonneratia alba J. Smith membutuhkan waktu 15 minggu untuk berbuah matang sejak
timbulnya tunas muda di ketiak daun pada ujung ranting. Rhizophora apiculata B.L. membutuhkan
waktu 61 minggu, Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk membutuhkan waktu 36 minggu, serta R.
mucronata Lamk membutuhkan waktu 60 minggu. Dengan dipahaminya tahapan fenologi tersebut
maka dapat diduga berapa lama lagi buah mangrove dapat matang, jika ditemukan salah satu tahapan
fenologi mangrove dalam lapangan. Dengan melakukan studi lapangan untuk memahami tahapan
fenologi mangrove yang sangat dominan pada daerah tertentu maupun pada saat tertentu, maka dapat
diduga kapan terjadinya musim puncak berbuah mangrove, sehingga akan membantu dalam upaya
perencanaan pemanenan buah dan penyediaan bibit mangrove (Anwar, 2006).
Yasin dan Pristya, 2020. Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau
Bungkutoko Kota Kendari
J. Presipitasi, Vol 17 No 1: 1-18
16
3.3.3. Teknik Rehabilitasi yang Diterapkan
Penanaman mangrove bertujuan antara lain rehabilitasi areal agar dapat memulihkan kembali
fungsi ekologis dari areal mangrove yang telah rusak atau meremajakan kembali hutan mangrove yang
telah dieksploitasi. Teknik penanaman yang bisa diterapkan di pesisir pantai pulau Bungkutoko adalah
penanaman dengan menggunakan bahan tanaman propagul dan penanaman menggunakan anakan
(bibit dalam polybag).
Berdasarkan hasil tinjauan beberapa parameter yang diteliti, untuk di setiap stasiunnya
penanaman mangrove dilakukan dengan menanam langsung propagulnya dengan menggunakan bahan
tanaman berupa propagul dari family Rhizophoraceae sedangkan penanaman melalui anakan (bibit
dalam polybag) menggunakan bahan tanaman berupa propagul dari family Sonneratiaceae. Karena jenis
vegetasi mangrove yang umum ditemukan di pulau Bungkutoko adalah family Rhizophoraceace
(Rhizophora spp.) dan Sonneraticeae (Sonneratia spp.) yang hidup berada di pinggir garis pantai secara
berkelompok-kelompok.
Namun menurut Kusmana dkk., (2003) dari masing-masing teknik penanaman tersebut
memiliki beberapa keuntungan dan kerugian. Penanaman dengan menggunakan bahan tanam propagul
mempunyai keuntungan: (1) merupakan cara yang paling mudah dan murah, (2) sifat buah yang
vivipar (berkecambah di pohon) tidak memerlukan proses penyemaian, (3) propagul yang ditanam
mempunyai kemampuan menghasilkan tunas tambahan apabila hipokotil bagian atas rusak dan
pembentukan akar cukup cepat (kurang dari satu minggu), (4) di habitat yang cocok, keberhasilannya
lebih dari 90% dan tegakan biasanya tumbuh baik dan seragam, (5) pengerjaan lebih gampang sebab
propagul lebih ringan dan sederhana bentuknya, (6) anggaran biaya untuk penanaman lebih murah
sebab tak butuh biaya persemaian dan penanaman dapat dilakukan dalam waktu singkat. Sedangkan
kerugian: (1) aktivitas penanaman hanya terbatas waktunya pada berbuah masak, sebab buah (propagul)
tersebut tak bisa disimpan dalam waktu yang lama, (2) sesudah ditanam, propagul lebih gampang
dirusak oleh kepiting dan teritip.
Penanaman yang memakai anakan (bibit pada polybag) mempunyai kelebihan: (1) waktu
penanaman tak tergantung dari musim kematangan buah sehingga bersifat fleksibel. (2) pemakaian
bibit pada polybag, lebih besar peluang kesuksesannya dan lebih cepat tumbuhnya daripada penanaman
propagul secara langsung, (3) cukup tahan dari usikan hama. Sedangkan kerugian: (1) pengerjaan lebih
sukar sebab bahan tanaman lebih berat dan kompleks, (2) anggaran biaya penanaman lebih mahal
sebab butuh biaya persemaian, (3) akar bibit pada polybag tersebut gampang cacat jika pekerja gegabah
sewaktu mengangkut dan menanam. Karena itu, teknik ini memerlukan pengawasan yang lebih cermat
(Kusmana dkk., 2003).
4. Kesimpulan
Melalui hasil penelitian dan pembahasan yang sudah dikemukakan, dapat ditarik kesimpulan
bahwa kondisi parameter fisika-kimia perairan pantai Bungkutoko di stasiun I, II dan III layak (sesuai)
untuk dilakukan rehabilitasi mangrove, yaitu mempunyai kemiringan alas yang datar dan landai,
ukuran partikel substrat kecil, daya ikat partikel substrat sedang sampai lepas, keterkungkungan garis
pantai terlindung dan semi terlindung serta terbuka, gelombang relatif kecil, simpangan muka air laut
sedang, tipe pasang surut campuran condong harian ganda, kecepatan arus yaitu lemah, sedimen
suspensi yang normal dan salinitas 25-35 ppt. Jenis mangrove yang layak tumbuh dan berkembang di
stasiun I adalah Avicennia officinalis, A. alba, Rhizophora mucronata, Aegiceras floridum, A.
corniculatum, Bruguiera sexangula, B. gymnorrhiza, Ceriops decandra, C. tagal, Lumnitzera racemosa,
Xylocarpus granatum, Excoecaria agallocha. Sedangkan stasiun II dan III adalah pohon mangrove jenis
A. marina, Sonneratia alba, S. caseolaris, R. stylosa dan R. Apiculata. Waktu yang tepat untuk mulai
melakukan penanaman adalah musim berbuah propagul dan hindari musim angin timur pada bulan
September dan musim angin barat pada bulan April. Dan teknik rehabilitasi (penanaman) yang dapat
Yasin dan Pristya, 2020. Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau
Bungkutoko Kota Kendari
J. Presipitasi, Vol 17 No 1: 1-18
17
diterapkan adalah penanaman secara langsung menggunakan propagul dan penanaman menggunakan
anakan (bibit dalam polybag).
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih terkhusus dimaksudkan untuk Dr. Muhammad Yasin, S.Pd., M.Pd
(Ayahanda) dan Juhira, S.Pd (Ibunda) yang telah membantu dalam doa dan dukungan dana penelitian
ini (donator) sampai terselesainya penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ir.
Utama K. Pangerang, M.Si, Ir. Harmin Hari, M.Si dan Ahmad Mustafa, S.Pi., M.Si yang telah banyak
membantu selama pelaksanaan penelitian ini sehingga dapat berjalan dengan baik dan lancar.
Daftar Pustaka
Aini, H.R., Agung S, Boedi H. 2016. Hubungan Tekstur Sedimen dengan Mangrove di Desa Mojo
Kecamatan Ulujami Kabupaten Pemalang. Diponegoro Journal of Maquares, 5 (4): 209-215.
Akbar N, Marus I, Haji I, Abdullah S, Umalekhoa S, Ibrahim F.S, Ahmad M, Ibrahim A, Kahar A, Tahir I.
2017. Struktur Komunitas Hutan Mangrove Di Teluk Dodinga, Kabupaten Halmahera Barat
Provinsi Maluku Utara. Jurnal Enggano, 2 (1) :78-89.
Akbar N, Ibrahim A, Haji I, Tahir I, Ismail F, Ahmad M, Kotta R. 2018. Struktur Komunitas Mangrove Di
Desa Tewe, Kecamatan Jailolo Selatan, Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara.
Jurnal Enggano, (3) 1 : 81-97.
Alwidakdo, A., Zikri A, Legowo K. 2014. Studi Pertumbuhan Mangrove pada Kegiatan Rehabilitasi Hutan
Mangrove di Desa Tanjung Limau Kecamatan Muara Badak Kabupaten Kutai Kartanegara. Jurnal
Agrifor, 13 (1): 11-18.
Amal. 2000. Studi Kelayakan Areal Pemulihan Hutan Mangrove di Pantai Kecamatan Duampanua dan
Cempa Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan. Tesis, Program Pascasarjana (S2), Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Anwar, C. 2006. Prediksi Musim Puncak Buah Empat Jenis Mangrove Berdasar Hasil Fenologinya. Jurnal
Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, 3 (3): 237-247.
Baksir, A., Mutmainnah, Nebuchadnezzar A, Firdaut I. 2018. Penilaian Kondisi Menggunakan Metode
Hemispherical Photography pada Ekosistem Mangrove di Pesisir Desa Minaluli, Kecamatan
Mangoli Utara, Kabupaten Kepulauan Sula, Provinsi Maluku Utara. Jurnal Sumberdaya Akuatik
Indopasifik, 2 (2): 69-79.
Dedi, S. 2009. Ekosistem Mangrove. http://web.ipb.ac.id/-dedi_s/index.php
optioncomcontent&task=view&id=13&itemid=58. Diakses tanggal 27 Maret 2009.
Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. 2017. Kawasan Hutan Mangrove
Kendari Kian Menyusut. https://travel.tempo.co/read/893567/kawasan-hutan-mangrove-kendari-
kian-menyusut/full&view=ok. Diakses tanggal 25 November 2019.
Fajar A, Oetama D dan Afu A. 2013. Studi Kesesuaian Jenis untuk Perencanaan Rehabilitasi Ekosistem
Mangrove di Desa Wawatu Kecamatan Moramo Utara Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal Mina
Laut Indonesia, 2 (12); 164-176.
Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. Unit Pelaksana Teknis (UPT) Laboratorium Dasar Universitas
Indonesia. Jakarta.
Karim, A. 2016. Proyek Rehabilitasi Mangrove di Konawe Kepulauan Gagal?.
https://zonasultra.com/proyek-rehabilitasi-mangrove-di-konkep-gagal.html. Diakses tanggal 25
November 2019.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. 2015. Miliki 23% Ekosistem
Mangrove Dunia, Indonesia Tuan Rumah Konferensi Internasional Mangrove 2017.
https://ppid.menlhk.go.id/siaran_pers/browse/561. Diakses tanggal 25 November 2019.
Yasin dan Pristya, 2020. Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau
Bungkutoko Kota Kendari
J. Presipitasi, Vol 17 No 1: 1-18
18
Kusmana, C., S. Wilarso., I. Hilwan., P. Pamoengkas., C. Wibowo., T. Tiryana., A. Triswanto., Yunasfi.,
dan Hamzah. 2003. Teknik Rehabilitasi Mangrove. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
(IPB). Bogor.
Ona., S.T., 2004. Studi Parameter Fisika Kimia Perairan untuk Budidaya Laut di Pulau Renda Kabupaten
Muna. Skripsi Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo. Kendari.
Rizki, R., Musrifin G, Dessy Y. 2016. Pola Sebaran Salinitas dan Suhu pada Saat Pasang dan Surut di
Perairan Selat Bengkalis Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau.
Siregar, R.H., Yunasfi D, Ahmad M. 2016. Hubungan Kerapatan Mangrove Terhadap Laju Sedimen
Transpor di Wilayah Pesisir Desa Pulau Sembilan Kabupaten Langkat Sumatera Utara.
Aquacoastmarine, 4 (4): 29-38.
Surinati, Dewi. 2007. Pasang Surut dan Energinya. Oseana, 32 (1): 15-22.
Susiana. 2015. Analisis Kualitas Air Ekosistem Mangrove di Estuari Perancak, Bali. Jurnal Ilmiah
Agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate), 8 (1): 42-49.
Taringan., M.S., dan Edward. 2003. Kandungan Total Zat Padat Tersuspensi (Total Suspended Solid) Di
Perairan Raha, Sulawesi Tenggara. Pusat Oseanografi LIPI. Jakarta.

More Related Content

What's hot

Rpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambut
Rpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambutRpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambut
Rpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambutwalhiaceh
 
Laporan budidaya laut
Laporan budidaya lautLaporan budidaya laut
Laporan budidaya lautIbnu Riyadi
 
Rehabilitasi Mangrove Untuk Mitigasi Perubahan Iklim
Rehabilitasi Mangrove Untuk Mitigasi Perubahan IklimRehabilitasi Mangrove Untuk Mitigasi Perubahan Iklim
Rehabilitasi Mangrove Untuk Mitigasi Perubahan IklimCIFOR-ICRAF
 
Peran Pemerintah Dalam Pengembangan Wilayah Pesisir - Prasetyo Sunario
Peran Pemerintah Dalam Pengembangan Wilayah Pesisir - Prasetyo SunarioPeran Pemerintah Dalam Pengembangan Wilayah Pesisir - Prasetyo Sunario
Peran Pemerintah Dalam Pengembangan Wilayah Pesisir - Prasetyo SunarioMudrikan Nacong
 
Restorasi kesatuan hidrologis gambut
Restorasi kesatuan hidrologis gambutRestorasi kesatuan hidrologis gambut
Restorasi kesatuan hidrologis gambutCIFOR-ICRAF
 
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...Mujiyanto -
 
Teknik konservasi tanah dan air pada das
Teknik konservasi tanah dan air pada dasTeknik konservasi tanah dan air pada das
Teknik konservasi tanah dan air pada dasAsier La Ode
 
Makalah konservasi gambut
Makalah konservasi gambutMakalah konservasi gambut
Makalah konservasi gambut11682204417
 
Proses Alami RTH & RTB - Ning Purnomohadi @ jongForum!
Proses Alami RTH & RTB - Ning Purnomohadi @ jongForum!Proses Alami RTH & RTB - Ning Purnomohadi @ jongForum!
Proses Alami RTH & RTB - Ning Purnomohadi @ jongForum!jong arsitek
 
Strengthening capacity and policies for the protection and management of mang...
Strengthening capacity and policies for the protection and management of mang...Strengthening capacity and policies for the protection and management of mang...
Strengthening capacity and policies for the protection and management of mang...CIFOR-ICRAF
 
Arah Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove
Arah Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem MangroveArah Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove
Arah Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem MangroveCIFOR-ICRAF
 
Pemodelan Sebaran Habitat Dugong Dugon Kawasan Pesisir Pulau Bintan Kepulauan...
Pemodelan Sebaran Habitat Dugong Dugon Kawasan Pesisir Pulau Bintan Kepulauan...Pemodelan Sebaran Habitat Dugong Dugon Kawasan Pesisir Pulau Bintan Kepulauan...
Pemodelan Sebaran Habitat Dugong Dugon Kawasan Pesisir Pulau Bintan Kepulauan...Luhur Moekti Prayogo
 
Restore mangrove with the local community: Building with Nature Program in De...
Restore mangrove with the local community: Building with Nature Program in De...Restore mangrove with the local community: Building with Nature Program in De...
Restore mangrove with the local community: Building with Nature Program in De...CIFOR-ICRAF
 
Pengelolaan Gambut Secara Berkelanjutan
Pengelolaan Gambut Secara BerkelanjutanPengelolaan Gambut Secara Berkelanjutan
Pengelolaan Gambut Secara BerkelanjutanEthelbert Phanias
 
Pengembangan kawasan pesisir suning universitas pgri adi buana surabaya
Pengembangan kawasan pesisir suning universitas pgri adi buana surabayaPengembangan kawasan pesisir suning universitas pgri adi buana surabaya
Pengembangan kawasan pesisir suning universitas pgri adi buana surabayasuningterusberkarya
 

What's hot (20)

Rpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambut
Rpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambutRpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambut
Rpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambut
 
Laporan budidaya laut
Laporan budidaya lautLaporan budidaya laut
Laporan budidaya laut
 
Rehabilitasi Mangrove Untuk Mitigasi Perubahan Iklim
Rehabilitasi Mangrove Untuk Mitigasi Perubahan IklimRehabilitasi Mangrove Untuk Mitigasi Perubahan Iklim
Rehabilitasi Mangrove Untuk Mitigasi Perubahan Iklim
 
Peran Pemerintah Dalam Pengembangan Wilayah Pesisir - Prasetyo Sunario
Peran Pemerintah Dalam Pengembangan Wilayah Pesisir - Prasetyo SunarioPeran Pemerintah Dalam Pengembangan Wilayah Pesisir - Prasetyo Sunario
Peran Pemerintah Dalam Pengembangan Wilayah Pesisir - Prasetyo Sunario
 
22.perda pengelolaan wilayah_pesisir
22.perda pengelolaan wilayah_pesisir22.perda pengelolaan wilayah_pesisir
22.perda pengelolaan wilayah_pesisir
 
Restorasi kesatuan hidrologis gambut
Restorasi kesatuan hidrologis gambutRestorasi kesatuan hidrologis gambut
Restorasi kesatuan hidrologis gambut
 
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...
 
Teknik konservasi tanah dan air pada das
Teknik konservasi tanah dan air pada dasTeknik konservasi tanah dan air pada das
Teknik konservasi tanah dan air pada das
 
12416 sipres brg final
12416 sipres brg final12416 sipres brg final
12416 sipres brg final
 
mangrove
mangrovemangrove
mangrove
 
Makalah konservasi gambut
Makalah konservasi gambutMakalah konservasi gambut
Makalah konservasi gambut
 
Proses Alami RTH & RTB - Ning Purnomohadi @ jongForum!
Proses Alami RTH & RTB - Ning Purnomohadi @ jongForum!Proses Alami RTH & RTB - Ning Purnomohadi @ jongForum!
Proses Alami RTH & RTB - Ning Purnomohadi @ jongForum!
 
Strengthening capacity and policies for the protection and management of mang...
Strengthening capacity and policies for the protection and management of mang...Strengthening capacity and policies for the protection and management of mang...
Strengthening capacity and policies for the protection and management of mang...
 
Arah Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove
Arah Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem MangroveArah Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove
Arah Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove
 
Pemodelan Sebaran Habitat Dugong Dugon Kawasan Pesisir Pulau Bintan Kepulauan...
Pemodelan Sebaran Habitat Dugong Dugon Kawasan Pesisir Pulau Bintan Kepulauan...Pemodelan Sebaran Habitat Dugong Dugon Kawasan Pesisir Pulau Bintan Kepulauan...
Pemodelan Sebaran Habitat Dugong Dugon Kawasan Pesisir Pulau Bintan Kepulauan...
 
188 395-1-pb
188 395-1-pb188 395-1-pb
188 395-1-pb
 
Restore mangrove with the local community: Building with Nature Program in De...
Restore mangrove with the local community: Building with Nature Program in De...Restore mangrove with the local community: Building with Nature Program in De...
Restore mangrove with the local community: Building with Nature Program in De...
 
Paper kesesuaian lahan mijen
Paper kesesuaian lahan mijenPaper kesesuaian lahan mijen
Paper kesesuaian lahan mijen
 
Pengelolaan Gambut Secara Berkelanjutan
Pengelolaan Gambut Secara BerkelanjutanPengelolaan Gambut Secara Berkelanjutan
Pengelolaan Gambut Secara Berkelanjutan
 
Pengembangan kawasan pesisir suning universitas pgri adi buana surabaya
Pengembangan kawasan pesisir suning universitas pgri adi buana surabayaPengembangan kawasan pesisir suning universitas pgri adi buana surabaya
Pengembangan kawasan pesisir suning universitas pgri adi buana surabaya
 

Similar to ANALYSIS OF PHYSICAL-CHEMICAL PARAMETERS FOR MANGROVE ECOSYSTEM REHABILITATION IN BUNGKUTOKO ISLAND, KENDARI CITY

MAKALAH PRODUKTIVITAS.docx
MAKALAH PRODUKTIVITAS.docxMAKALAH PRODUKTIVITAS.docx
MAKALAH PRODUKTIVITAS.docxNina909058
 
Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove Sebagai Salah S...
Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove   Sebagai Salah S...Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove   Sebagai Salah S...
Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove Sebagai Salah S...bramantiyo marjuki
 
Struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di kawasan desa parang,...
Struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di kawasan desa parang,...Struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di kawasan desa parang,...
Struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di kawasan desa parang,...Mujiyanto -
 
Ringkasan eksekutif karang unhas
Ringkasan eksekutif karang unhasRingkasan eksekutif karang unhas
Ringkasan eksekutif karang unhasYuga Rahmat S
 
BIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDA
BIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDABIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDA
BIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDARepository Ipb
 
Rudy Haryanto - Degradasi Mangrove.pdf
Rudy Haryanto - Degradasi Mangrove.pdfRudy Haryanto - Degradasi Mangrove.pdf
Rudy Haryanto - Degradasi Mangrove.pdfRudyHaryanto21
 
Kabar bahari
Kabar bahariKabar bahari
Kabar bahariKIARA
 
PPT_KEL4_MR_KSDA_GEOE20.pptx
PPT_KEL4_MR_KSDA_GEOE20.pptxPPT_KEL4_MR_KSDA_GEOE20.pptx
PPT_KEL4_MR_KSDA_GEOE20.pptxmutiarasagala2
 
8113 16022-1-sm(2)
8113 16022-1-sm(2)8113 16022-1-sm(2)
8113 16022-1-sm(2)Warnet Raha
 
Strategi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Secara...
Strategi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Secara...Strategi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Secara...
Strategi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Secara...Abida Muttaqiena
 
Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...
Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...
Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...Mujiyanto -
 
Peran Pemerintah dalam Aktivitas Rehabilitasi Mangrove dan Kesejahteraan Mas...
Peran Pemerintah dalam Aktivitas Rehabilitasi Mangrove  dan Kesejahteraan Mas...Peran Pemerintah dalam Aktivitas Rehabilitasi Mangrove  dan Kesejahteraan Mas...
Peran Pemerintah dalam Aktivitas Rehabilitasi Mangrove dan Kesejahteraan Mas...CIFOR-ICRAF
 
RUSAKNYA EKOSISTEM TAMBAK AKIBAT BANJIR ROB DI KAWASAN MINAPOLITAN KECAMATAN ...
RUSAKNYA EKOSISTEM TAMBAK AKIBAT BANJIR ROB DI KAWASAN MINAPOLITAN KECAMATAN ...RUSAKNYA EKOSISTEM TAMBAK AKIBAT BANJIR ROB DI KAWASAN MINAPOLITAN KECAMATAN ...
RUSAKNYA EKOSISTEM TAMBAK AKIBAT BANJIR ROB DI KAWASAN MINAPOLITAN KECAMATAN ...Analyst of Water Resources Management
 
Climate change policy from the oceans aspect
Climate change policy from the oceans aspectClimate change policy from the oceans aspect
Climate change policy from the oceans aspectCIFOR-ICRAF
 

Similar to ANALYSIS OF PHYSICAL-CHEMICAL PARAMETERS FOR MANGROVE ECOSYSTEM REHABILITATION IN BUNGKUTOKO ISLAND, KENDARI CITY (20)

MAKALAH PRODUKTIVITAS.docx
MAKALAH PRODUKTIVITAS.docxMAKALAH PRODUKTIVITAS.docx
MAKALAH PRODUKTIVITAS.docx
 
8113 16022-1-sm
8113 16022-1-sm8113 16022-1-sm
8113 16022-1-sm
 
Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove Sebagai Salah S...
Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove   Sebagai Salah S...Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove   Sebagai Salah S...
Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove Sebagai Salah S...
 
Pendahuluan lap msdp
Pendahuluan lap msdpPendahuluan lap msdp
Pendahuluan lap msdp
 
Struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di kawasan desa parang,...
Struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di kawasan desa parang,...Struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di kawasan desa parang,...
Struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di kawasan desa parang,...
 
Ringkasan eksekutif karang unhas
Ringkasan eksekutif karang unhasRingkasan eksekutif karang unhas
Ringkasan eksekutif karang unhas
 
BIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDA
BIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDABIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDA
BIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDA
 
Rudy Haryanto - Degradasi Mangrove.pdf
Rudy Haryanto - Degradasi Mangrove.pdfRudy Haryanto - Degradasi Mangrove.pdf
Rudy Haryanto - Degradasi Mangrove.pdf
 
Kabar bahari
Kabar bahariKabar bahari
Kabar bahari
 
PPT_KEL4_MR_KSDA_GEOE20.pptx
PPT_KEL4_MR_KSDA_GEOE20.pptxPPT_KEL4_MR_KSDA_GEOE20.pptx
PPT_KEL4_MR_KSDA_GEOE20.pptx
 
8113 16022-1-sm(2)
8113 16022-1-sm(2)8113 16022-1-sm(2)
8113 16022-1-sm(2)
 
8113 16022-1-sm(2)
8113 16022-1-sm(2)8113 16022-1-sm(2)
8113 16022-1-sm(2)
 
Strategi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Secara...
Strategi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Secara...Strategi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Secara...
Strategi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Secara...
 
Prospek dan kendala pembangunan wilayah pesisir berbasis pembudidayaan mangro...
Prospek dan kendala pembangunan wilayah pesisir berbasis pembudidayaan mangro...Prospek dan kendala pembangunan wilayah pesisir berbasis pembudidayaan mangro...
Prospek dan kendala pembangunan wilayah pesisir berbasis pembudidayaan mangro...
 
Valuasi Ekonomi Hutan Mangrove
Valuasi Ekonomi Hutan MangroveValuasi Ekonomi Hutan Mangrove
Valuasi Ekonomi Hutan Mangrove
 
Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...
Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...
Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...
 
Peran Pemerintah dalam Aktivitas Rehabilitasi Mangrove dan Kesejahteraan Mas...
Peran Pemerintah dalam Aktivitas Rehabilitasi Mangrove  dan Kesejahteraan Mas...Peran Pemerintah dalam Aktivitas Rehabilitasi Mangrove  dan Kesejahteraan Mas...
Peran Pemerintah dalam Aktivitas Rehabilitasi Mangrove dan Kesejahteraan Mas...
 
Nugroho, galih adi
Nugroho, galih adiNugroho, galih adi
Nugroho, galih adi
 
RUSAKNYA EKOSISTEM TAMBAK AKIBAT BANJIR ROB DI KAWASAN MINAPOLITAN KECAMATAN ...
RUSAKNYA EKOSISTEM TAMBAK AKIBAT BANJIR ROB DI KAWASAN MINAPOLITAN KECAMATAN ...RUSAKNYA EKOSISTEM TAMBAK AKIBAT BANJIR ROB DI KAWASAN MINAPOLITAN KECAMATAN ...
RUSAKNYA EKOSISTEM TAMBAK AKIBAT BANJIR ROB DI KAWASAN MINAPOLITAN KECAMATAN ...
 
Climate change policy from the oceans aspect
Climate change policy from the oceans aspectClimate change policy from the oceans aspect
Climate change policy from the oceans aspect
 

More from Asramid Yasin

ANALISIS KELAYAKAN POTENSI EKOWISATA PADA KAWASAN WISATA SOMBANO DI KECAMATAN...
ANALISIS KELAYAKAN POTENSI EKOWISATA PADA KAWASAN WISATA SOMBANO DI KECAMATAN...ANALISIS KELAYAKAN POTENSI EKOWISATA PADA KAWASAN WISATA SOMBANO DI KECAMATAN...
ANALISIS KELAYAKAN POTENSI EKOWISATA PADA KAWASAN WISATA SOMBANO DI KECAMATAN...Asramid Yasin
 
PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN TAMAN WISATA ALAM (TWA) MANGOLO DI K...
PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN TAMAN WISATA ALAM (TWA) MANGOLO DI K...PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN TAMAN WISATA ALAM (TWA) MANGOLO DI K...
PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN TAMAN WISATA ALAM (TWA) MANGOLO DI K...Asramid Yasin
 
PEMANFAATAN VERTIMINAPONIK DAN BUDIKDAMBER UNTUK MENINGKATKAN EKONOMI MASYARA...
PEMANFAATAN VERTIMINAPONIK DAN BUDIKDAMBER UNTUK MENINGKATKAN EKONOMI MASYARA...PEMANFAATAN VERTIMINAPONIK DAN BUDIKDAMBER UNTUK MENINGKATKAN EKONOMI MASYARA...
PEMANFAATAN VERTIMINAPONIK DAN BUDIKDAMBER UNTUK MENINGKATKAN EKONOMI MASYARA...Asramid Yasin
 
Analysis of the Potential for Acid Mine Drainage of the Nickel Mining Area in...
Analysis of the Potential for Acid Mine Drainage of the Nickel Mining Area in...Analysis of the Potential for Acid Mine Drainage of the Nickel Mining Area in...
Analysis of the Potential for Acid Mine Drainage of the Nickel Mining Area in...Asramid Yasin
 
WATER QUALITY IN THIRTY FRESHWATER SPRINGS AND TWENTY FOUR BRACKISH SPRINGS I...
WATER QUALITY IN THIRTY FRESHWATER SPRINGS AND TWENTY FOUR BRACKISH SPRINGS I...WATER QUALITY IN THIRTY FRESHWATER SPRINGS AND TWENTY FOUR BRACKISH SPRINGS I...
WATER QUALITY IN THIRTY FRESHWATER SPRINGS AND TWENTY FOUR BRACKISH SPRINGS I...Asramid Yasin
 
PERBAIKAN LINGKUNGAN DENGAN PENANAMAN MANGROVE BERBASIS MASYARAKAT UNTUK MEND...
PERBAIKAN LINGKUNGAN DENGAN PENANAMAN MANGROVE BERBASIS MASYARAKAT UNTUK MEND...PERBAIKAN LINGKUNGAN DENGAN PENANAMAN MANGROVE BERBASIS MASYARAKAT UNTUK MEND...
PERBAIKAN LINGKUNGAN DENGAN PENANAMAN MANGROVE BERBASIS MASYARAKAT UNTUK MEND...Asramid Yasin
 
KESEHATAN LINGKUNGAN BENCANA DAN TANGGAP DARURAT
KESEHATAN LINGKUNGAN BENCANA DAN TANGGAP DARURATKESEHATAN LINGKUNGAN BENCANA DAN TANGGAP DARURAT
KESEHATAN LINGKUNGAN BENCANA DAN TANGGAP DARURATAsramid Yasin
 
THE POTENTIAL OF BLUE CARBON STOCKS AND CARBON DIOXIDE ABSORPTION IN MANGROVE...
THE POTENTIAL OF BLUE CARBON STOCKS AND CARBON DIOXIDE ABSORPTION IN MANGROVE...THE POTENTIAL OF BLUE CARBON STOCKS AND CARBON DIOXIDE ABSORPTION IN MANGROVE...
THE POTENTIAL OF BLUE CARBON STOCKS AND CARBON DIOXIDE ABSORPTION IN MANGROVE...Asramid Yasin
 
PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM UNTUK PENYEDIAAN AIR BAKU BERKELANJUTAN
PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM UNTUK PENYEDIAAN AIR BAKU BERKELANJUTANPENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM UNTUK PENYEDIAAN AIR BAKU BERKELANJUTAN
PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM UNTUK PENYEDIAAN AIR BAKU BERKELANJUTANAsramid Yasin
 
THE LIVE WITH NATURE HARMONIOUSLY BASED ON PEOPLE'S LOCUS OF CONTROL AND NATU...
THE LIVE WITH NATURE HARMONIOUSLY BASED ON PEOPLE'S LOCUS OF CONTROL AND NATU...THE LIVE WITH NATURE HARMONIOUSLY BASED ON PEOPLE'S LOCUS OF CONTROL AND NATU...
THE LIVE WITH NATURE HARMONIOUSLY BASED ON PEOPLE'S LOCUS OF CONTROL AND NATU...Asramid Yasin
 
ANALYSIS OF THE CONCENTRATION AND CHARACTERISTICS OF MICROPLASTIC POLLUTION A...
ANALYSIS OF THE CONCENTRATION AND CHARACTERISTICS OF MICROPLASTIC POLLUTION A...ANALYSIS OF THE CONCENTRATION AND CHARACTERISTICS OF MICROPLASTIC POLLUTION A...
ANALYSIS OF THE CONCENTRATION AND CHARACTERISTICS OF MICROPLASTIC POLLUTION A...Asramid Yasin
 
A MODEL TO ESTIMATE STORED CARBON IN THE UPLAND FORESTS OF THE WANGGU WATERSHED
A MODEL TO ESTIMATE STORED CARBON IN THE UPLAND FORESTS OF THE WANGGU WATERSHEDA MODEL TO ESTIMATE STORED CARBON IN THE UPLAND FORESTS OF THE WANGGU WATERSHED
A MODEL TO ESTIMATE STORED CARBON IN THE UPLAND FORESTS OF THE WANGGU WATERSHEDAsramid Yasin
 
ANALISIS KONSENTRASI LOGAM BERAT MERKURI (Hg) DAN KROMIUM (Cr) MENDUKUNG PENG...
ANALISIS KONSENTRASI LOGAM BERAT MERKURI (Hg) DAN KROMIUM (Cr) MENDUKUNG PENG...ANALISIS KONSENTRASI LOGAM BERAT MERKURI (Hg) DAN KROMIUM (Cr) MENDUKUNG PENG...
ANALISIS KONSENTRASI LOGAM BERAT MERKURI (Hg) DAN KROMIUM (Cr) MENDUKUNG PENG...Asramid Yasin
 
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI ERA ABAD 21
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI ERA ABAD 21PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI ERA ABAD 21
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI ERA ABAD 21Asramid Yasin
 

More from Asramid Yasin (14)

ANALISIS KELAYAKAN POTENSI EKOWISATA PADA KAWASAN WISATA SOMBANO DI KECAMATAN...
ANALISIS KELAYAKAN POTENSI EKOWISATA PADA KAWASAN WISATA SOMBANO DI KECAMATAN...ANALISIS KELAYAKAN POTENSI EKOWISATA PADA KAWASAN WISATA SOMBANO DI KECAMATAN...
ANALISIS KELAYAKAN POTENSI EKOWISATA PADA KAWASAN WISATA SOMBANO DI KECAMATAN...
 
PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN TAMAN WISATA ALAM (TWA) MANGOLO DI K...
PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN TAMAN WISATA ALAM (TWA) MANGOLO DI K...PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN TAMAN WISATA ALAM (TWA) MANGOLO DI K...
PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN TAMAN WISATA ALAM (TWA) MANGOLO DI K...
 
PEMANFAATAN VERTIMINAPONIK DAN BUDIKDAMBER UNTUK MENINGKATKAN EKONOMI MASYARA...
PEMANFAATAN VERTIMINAPONIK DAN BUDIKDAMBER UNTUK MENINGKATKAN EKONOMI MASYARA...PEMANFAATAN VERTIMINAPONIK DAN BUDIKDAMBER UNTUK MENINGKATKAN EKONOMI MASYARA...
PEMANFAATAN VERTIMINAPONIK DAN BUDIKDAMBER UNTUK MENINGKATKAN EKONOMI MASYARA...
 
Analysis of the Potential for Acid Mine Drainage of the Nickel Mining Area in...
Analysis of the Potential for Acid Mine Drainage of the Nickel Mining Area in...Analysis of the Potential for Acid Mine Drainage of the Nickel Mining Area in...
Analysis of the Potential for Acid Mine Drainage of the Nickel Mining Area in...
 
WATER QUALITY IN THIRTY FRESHWATER SPRINGS AND TWENTY FOUR BRACKISH SPRINGS I...
WATER QUALITY IN THIRTY FRESHWATER SPRINGS AND TWENTY FOUR BRACKISH SPRINGS I...WATER QUALITY IN THIRTY FRESHWATER SPRINGS AND TWENTY FOUR BRACKISH SPRINGS I...
WATER QUALITY IN THIRTY FRESHWATER SPRINGS AND TWENTY FOUR BRACKISH SPRINGS I...
 
PERBAIKAN LINGKUNGAN DENGAN PENANAMAN MANGROVE BERBASIS MASYARAKAT UNTUK MEND...
PERBAIKAN LINGKUNGAN DENGAN PENANAMAN MANGROVE BERBASIS MASYARAKAT UNTUK MEND...PERBAIKAN LINGKUNGAN DENGAN PENANAMAN MANGROVE BERBASIS MASYARAKAT UNTUK MEND...
PERBAIKAN LINGKUNGAN DENGAN PENANAMAN MANGROVE BERBASIS MASYARAKAT UNTUK MEND...
 
KESEHATAN LINGKUNGAN BENCANA DAN TANGGAP DARURAT
KESEHATAN LINGKUNGAN BENCANA DAN TANGGAP DARURATKESEHATAN LINGKUNGAN BENCANA DAN TANGGAP DARURAT
KESEHATAN LINGKUNGAN BENCANA DAN TANGGAP DARURAT
 
THE POTENTIAL OF BLUE CARBON STOCKS AND CARBON DIOXIDE ABSORPTION IN MANGROVE...
THE POTENTIAL OF BLUE CARBON STOCKS AND CARBON DIOXIDE ABSORPTION IN MANGROVE...THE POTENTIAL OF BLUE CARBON STOCKS AND CARBON DIOXIDE ABSORPTION IN MANGROVE...
THE POTENTIAL OF BLUE CARBON STOCKS AND CARBON DIOXIDE ABSORPTION IN MANGROVE...
 
PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM UNTUK PENYEDIAAN AIR BAKU BERKELANJUTAN
PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM UNTUK PENYEDIAAN AIR BAKU BERKELANJUTANPENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM UNTUK PENYEDIAAN AIR BAKU BERKELANJUTAN
PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM UNTUK PENYEDIAAN AIR BAKU BERKELANJUTAN
 
THE LIVE WITH NATURE HARMONIOUSLY BASED ON PEOPLE'S LOCUS OF CONTROL AND NATU...
THE LIVE WITH NATURE HARMONIOUSLY BASED ON PEOPLE'S LOCUS OF CONTROL AND NATU...THE LIVE WITH NATURE HARMONIOUSLY BASED ON PEOPLE'S LOCUS OF CONTROL AND NATU...
THE LIVE WITH NATURE HARMONIOUSLY BASED ON PEOPLE'S LOCUS OF CONTROL AND NATU...
 
ANALYSIS OF THE CONCENTRATION AND CHARACTERISTICS OF MICROPLASTIC POLLUTION A...
ANALYSIS OF THE CONCENTRATION AND CHARACTERISTICS OF MICROPLASTIC POLLUTION A...ANALYSIS OF THE CONCENTRATION AND CHARACTERISTICS OF MICROPLASTIC POLLUTION A...
ANALYSIS OF THE CONCENTRATION AND CHARACTERISTICS OF MICROPLASTIC POLLUTION A...
 
A MODEL TO ESTIMATE STORED CARBON IN THE UPLAND FORESTS OF THE WANGGU WATERSHED
A MODEL TO ESTIMATE STORED CARBON IN THE UPLAND FORESTS OF THE WANGGU WATERSHEDA MODEL TO ESTIMATE STORED CARBON IN THE UPLAND FORESTS OF THE WANGGU WATERSHED
A MODEL TO ESTIMATE STORED CARBON IN THE UPLAND FORESTS OF THE WANGGU WATERSHED
 
ANALISIS KONSENTRASI LOGAM BERAT MERKURI (Hg) DAN KROMIUM (Cr) MENDUKUNG PENG...
ANALISIS KONSENTRASI LOGAM BERAT MERKURI (Hg) DAN KROMIUM (Cr) MENDUKUNG PENG...ANALISIS KONSENTRASI LOGAM BERAT MERKURI (Hg) DAN KROMIUM (Cr) MENDUKUNG PENG...
ANALISIS KONSENTRASI LOGAM BERAT MERKURI (Hg) DAN KROMIUM (Cr) MENDUKUNG PENG...
 
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI ERA ABAD 21
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI ERA ABAD 21PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI ERA ABAD 21
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI ERA ABAD 21
 

ANALYSIS OF PHYSICAL-CHEMICAL PARAMETERS FOR MANGROVE ECOSYSTEM REHABILITATION IN BUNGKUTOKO ISLAND, KENDARI CITY

  • 1. 1 Jurnal Presipitasi Media Komunikasi dan Pengembangan Teknik Lingkungan e-ISSN : 2550-0023 Vol 17, No 1, 2020, 1-18 Artikel tersedia di homepage presipitasi Artikel Riset Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau Bungkutoko Kota Kendari Asramid Yasin1 , Terry Y.R. Pristya2* 1 Program Studi Ilmu Lingkungan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan, Universitas Halu Oleo, Jl. Mayjen S. Parman Kemaraya, Kampus UHO, Kendari, Indonesia 93121 2 Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Kampus Limo, UPN Veteran Jakarta, Indonesia 16515 * Penulis korespondensi, e-mail: terry.yuliana@gmail.com Abstrak Di Sulawesi Tenggara telah dilakukan rehabilitasi kawasan mangrove yang telah rusak namun kenyataannya tidak semua rehabilitasi mangrove berhasil dilakukan, hal ini diduga oleh ketidaksesuaian jenis mangrove dan teknik rehabilitasi yang digunakan dengan kondisi parameter lingkungan pesisir setempat. Penelitian ini bertujuan menganalisis kondisi parameter fisika-kimia perairan pantai Bungkutoko yang sesuai untuk rehabilitasi ekosistem mangrove dan menentukan strategi rehabilitasi yang tepat untuk diterapkan di perairan pantai Bungkutoko. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni- Juli 2009 bertempat di pesisir pulau Bungkutoko Kecamatan Abeli Kabupaten Kendari Sulawesi Tenggara. Data penelitian ini menggunakan analisis deskriptif. Hasil pengukuran beberapa parameter fisika-kimia di pesisir pulau Bungkutoko pada stasiun I, II dan III sesuai untuk dilakukan rehabilitasi ekosistem mangrove yaitu mempunyai kemiringan alas yang datar dan landai, ukuran partikel substrat kecil, daya ikat partikel substrat sedang sampai lepas, keterkungkungan garis pantai terlindung dan semi terlindung serta terbuka, gelombang relatif kecil, simpangan muka air laut sedang, pasang surut bertipe campuran condong harian ganda, kecepatan arus yaitu lemah, sedimen suspensi yang normal dan salinitas 25-35 ppt. Selain itu memperhatikan waktu penanaman yang tepat yaitu ketika musim berbuah mangrove dan musim teduh dan menggunakan teknik penanaman secara langsung menggunakan propagul dan penanaman menggunakan anakan (bibit dalam polybag). Kata Kunci: mangrove; rehabilitasi; pesisir Abstract In Southeast Sulawesi rehabilitation of mangrove areas that have been damaged but in reality not all mangrove rehabilitation activities were successful, this was allegedly caused by a mismatch in the type of mangrove and incompatibility of rehabilitation techniques used with environmental conditions or parameters of the local coastal environment. This study is aimed to analyze the condition of coastal environmental parameters in Bungkutoko island, district of Abeli in rehabilitation proposed of mangrove ecosystem and to find a proper rehabilitation strategy for it can be applied in that area. This study was carried on June to July 2009 in the coastal of Bungkutoko island, Abeli district, Kendari Town. Data in this study is analyzed as descriptively for giving common view of that area. The measurement results of several
  • 2. Yasin dan Pristya, 2020. Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau Bungkutoko Kota Kendari J. Presipitasi, Vol 17 No 1: 1-18 2 physical-chemical parameters on the coast of Bungkutoko island at stations I, II and III are suitable for mangrove ecosystem rehabilitation activities, which have a slope of the base: flat and sloping, particle size: small substrate, binding capacity of substrate particles: moderate to loose, confinement coastline: protected and semi protected and open, wave: relatively small, sea level deviation: moderate, tidal type: mixture tends to double daily, current speed: weak, sediment suspension: normal and salinity: 25-35 ppt. Also pay attention to the right planting time on the condition of mangrove tree is in having fruits and calm water condition of sea. And for planting technic is propaguls directly planted to the ground and using seeds on the polybags. Keywords: mangrove; rehabilitation; coastal 1. Pendahuluan Sumberdaya alam yang menjadi salah satu ekosistem unik dan sangat potensial ialah hutan mangrove. Secara ekonomis, sosial dan lingkungan Mangrove memiliki keanekaragaman flora dan fauna dari komunitas teristik akuatik yang berfungsi penting bagi kehidupan manusia. Di berbagai negara, terutama negara berkembang hutan mangrove merupakan sumberdaya alam yang cukup potensial untuk memberikan sumbangsih yang berarti terhadap pembangunan bangsa dan negara. Seiring dengan pesatnya kegiatan pembangunan di berbagai sektor, baik fisik dan ekonomi, secara langsung dan tidak langsung telah mempengaruhi pula kondisi hutan mangrove di Indonesia. Hutan mangrove semakin tertekan dan semakin merosot luasnya sehingga akhirnya mengakibatkan kemunduran fungsi yang sangat penting baik dari sektori pembangunan ekonomi dan sektor kelestarian lingkungan. Penggunaan hasil hutan baik kayu maupun bukan kayu dari hutan mangrove secara tradisional dan bijaksana tidak merusak ekosistem mangrove secara nyata, sebaliknya sangat memberikan manfaat sosial dan ekonomi. Akan tetapi pemanfaatan dan pengalihan fungsi hutan mangrove yang berlebihan dan kurang terencana, justru terbukti telah merusak bahkan menghilangkan ekosistem hutan mangrove. Akibatnya luas areal hutan mangrove semakin mengalami penyusutan. Menurut Darsidi luas hutan mangrove di Indonesia Tahun 1982 berkisar 4,25 juta ha atau sekitar 25 % hutan mangrove yang ada di dunia. Namun tiga puluh tahun kemudian berdasarkan hasil data Direktur Bina Pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial, luasnya berkurang menjadi 3,4 juta ha (Kementerian LHK RI, 2015). Hutan mangrove di Kota Kendari Propinsi Sulawesi Tenggara juga tak luput dari dilema tersebut. Akibat tekanan yang berat dari pertumbuhan penduduk menyebabkan hutan mangrove mengalami degradasi karena kawasan hutan mangrove dikonversi untuk penggunaan lahan lain. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kota Kendari (2017) dari total luas hutan mangrove 525 ha yang ditaksir pada awal tahun sembilan puluhan, maka areal hutan mangrove sekarang ini hanya tersisa 367,5 ha, sebesar 70% diantaranya telah habis ditebang untuk dijadikan tambak, pemukiman atau mengalami degradasi karena ekstrasi untuk pengambilan secara terus menerus tanpa memperhatikan usaha-usaha pemudaannya. Ancaman lain berupa limbah pabrik, rumah tangga dan buangan minyak kapal laut. Di samping itu, kurang kesadaran masyarakat untuk memelihara dan adanya persepsi yang salah di masyarakat terhadap hutan mangrove menimbulkan hambatan dalam usaha pelestarian dan rehabilitasi mangrove. Mengingat betapa pentingnya peranan hutan mangrove sebagai suatu ekosistem yang utuh, tempat hidup berbagai jenis margasatwa, kiranya perlu dipikirkan cara-cara yang lebih bijaksana dalam mengkonversi hutan mangrove untuk penggunaan lain. Di samping itu juga harus diadakan rehabilitasi atau pemulihan di beberapa tempat yang telah kehilangan hutan mangrovenya. Dengan demikian, perlu segera dicari pemecahannya secara konsepsional dan operasional antara lain dalam bentuk rehabilitasi atau penanaman kembali kawasan mangrove yang terdegradasi, sehingga fungsi secara ekologis dan ekonomis hutan mangrove dapat dipulihkan.
  • 3. Yasin dan Pristya, 2020. Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau Bungkutoko Kota Kendari J. Presipitasi, Vol 17 No 1: 1-18 3 Tahun 2016 pernah dilaksanakan penanaman mangrove seluas 15 ha di Kecamatan Wawonii Barat Kabupaten Konawe Kepulauan Propinsi Sulawesi Tenggara, proses rehabilitasi dimulai pada bulan Juli hingga oktober lalu terjadi kegagalan, melalui hasil kunjungan di lokasi rehabilitasi mangrove yang sudah dipihak ketigakan oleh instansi di Badan Lingkungan Hidup (BLH) yang sukses tumbuh (hidup) kurang lebih 30%, sedangkan sekitar 70% gagal tumbuh, hal tersebut disebabkan amburadulnya proses penanaman sejak awal sehingga tanaman bibit mangrove tersebut tidak tumbuh, penanaman mangrove tersebut bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) yaitu Rp 150 juta (Karim, 2016). Dalam hal ini, dirasa perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui parameter fisika-kimia pesisir yang mendukung pertumbuhan mangrove, yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam usaha rehabilitasi atau pemulihan hutan mangrove. Sesuai dengan latar belakang tersebut, maka tujuan penelitian ini ialah untuk menganalisis kondisi parameter fisika-kimia perairan pantai Bungkutoko Kecamatan Abeli yang sesuai untuk kegiatan rehabilitasi ekosistem mangrove dan menentukan strategi rehabilitasi yang tepat untuk diterapkan di perairan pantai Bungkutoko Kecamatan Abeli. 2. Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pesisir Pulau Bungkutoko Kecamatan Abeli Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Kegiatan penelitian berlangsung hingga 2 bulan, yaitu di bulan Juni dan Juli 2009. Penentuan lokasi pengamatan merupakan salah satu bagian dalam penelitian yang penting untuk dilakukan. Penentuan stasiun pengamatan pada penelitian ini dilakukan berdasarkan keterkungkungan garis pantai dan kondisi mangrove yang dianggap mewakili seluruh areal lokasi penelitian. Gambaran umum setiap stasiun pengamatan (Gambar 1) adalah sebagai berikut:  Stasiun I : Pada daerah pantai yang terlindung (sebelah barat dengan titik koordinat S 03° 59’ 07,8” dan E 122° 36’ 34,2”).  Stasiun II : Pada daerah pantai yang semi terlindung (sebelah selatan dengan titik koordinat S 03° 59’ 30,4” dan E 122° 37’ 17,4”).  Stasiun III : Pada daerah pantai yang terbuka (sebelah timur dengan titik koordinat S 03° 58’ 46,8” dan E 122° 36’ 55,6”). Gambar 1. Lokasi Stasiun Pengamatan
  • 4. Yasin dan Pristya, 2020. Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau Bungkutoko Kota Kendari J. Presipitasi, Vol 17 No 1: 1-18 4 Peralatan yang dipakai pada penelitian dapat disimak dalam Tabel 1 berikut. Tabel 1. Alat yang Digunakan Selama Penelitian di Lapangan No. Parameter Satuan Alat Keterangan 1. Kemiringan Alas % Abney level In-situ/laboratorium 2. Substrat a. Ukuran Partikel Substrat % Saringan bertingkat In-situ/laboratorium b. Daya Ikat antar Partikel Substrat µm Beker glass In-situ/laboratorium 3. Gelombang a. Tinggi Gelombang b. Panjang Gelombang cm  Tongkat pengukur  Meteran  Tali In-situ c. Periode Gelombang detik Stopwatch In-situ d. Arah Gelombang - Kompas geologi In-situ 4. Simpangan Muka Air Laut (Pasang Surut) cm  Tongkat pengukur  Meteran  Jam  Senter In-situ 5. Arus a. Kecepatan Arus m/s  Layangan air  Meteran  Stopwatch  Tali In-situ b. Arah Arus - Kompas geologi In-situ 6. Sedimen suspensi mg/l  Timbangan analitik  Gelas ukur  Corong  Kertas saring  Oven In-situ/laboratorium 7. Salinitas ppt Hand refraktometer In-situ 8. Wawancara  Daftar pertanyaan  Alat tulis menulis In-situ 2.1. Pengambilan Data Untuk memperoleh gambaran mengenai parameter lingkungan pesisir Pulau Bungkutoko Kecamatan Abeli untuk kepentingan rehabilitasi ekosistem mangrove yang mendukung pertumbuhan atau kehidupan mangrove, maka dikumpulkan data primer dan sekunder. Pengambilan data primer didapat langsung dari hasil pengukuran maupun pengamatan di laboratorium dan lapangan yang meliputi: 1) kemiringan alas pantai diukur pada saat surut terendah. 2) ukuran partikel substrat yaitu sampel substrat diambil pada setiap stasiun yang telah ditentukan, pengambilan sampel ini dilakukan di sekitar pantai maupun saluran pembuangan air dari tambak. 3) daya ikat partikel substrat dilakukan pengamatan langsung di lapangan di perairan pantai Bungkutoko Kecamatan Abeli, kecuali di daerah dekat muara, mata air dan di saluran pembuangan air dari tambak sampelnya diambil dan dianalisis di laboratorium. 4) keterkungkungan garis pantai dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan,
  • 5. Yasin dan Pristya, 2020. Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau Bungkutoko Kota Kendari J. Presipitasi, Vol 17 No 1: 1-18 5 keterkungkungan yang dimaksud adalah keterlindungan pantai dari hempasan gelombang. 5) pengukuran tinggi, periode dan arah gelombang yaitu gelombang atau ombak diukur dengan menggunakan tiang berskala dengan mengamati nilai skala puncak dan lembah sampai 50 kali, dari perbedaan pembacaan tinggi (puncak) dan lembah gelombang yang diukur, serangkaian tinggi gelombang dapat dihitung, periode gelombang diukur dengan mencatat banyaknya gelombang yang datang dalam satu selang waktu tertentu. 6) simpangan muka air laut (pasang surut) yaitu pengukuran pasang surut dilakukan dengan menggunakan papan berskala dan mencatat tinggi muka air tiap jam, papan berskala ditempatkan di lokasi dengan memperhatikan: a) pada daerah pantai terbuka tetapi terlindung dari hempasan gelombang yang besar, b) tidak pernah kering meskipun pada surut terendah, c) kecepatan arus tidak terlalu besar. 7) kecepatan, arah, dan pola arus di perairan diukur dengan menggunakan layangan air dengan tali dengan panjang 10 meter, arus yang diukur adalah arus pada saat surut dan pada saat pasang, kecepatan dihitung dengan membagi panjang tali dengan lamanya waktu penjalarannya hingga tali tegang, sementara arah arus diukur dengan menggunakan kompas geologi. 8) pengukuran sedimen suspensi dilakukan di laboratorium sedangkan salinitas perairan diukur langsung di lapangan. Pengumpulan data sekunder meliputi: (kecepatan angin, curah hujan dan suhu udara) diperoleh melalui hasil penelitian seperti laporan penelitian instansi atau lembaga yang terkait. 2.2. Analisis Data Analisis yang dipakai ialah analisis deskriptif yakni data yang didapat, dihitung dan diolah kemudian disajikan menjadi bentuk gambar dan tabel untuk memberikan gambaran umum karakteristik lingkungan yang diamati. Selain itu dilakukan analisis perbandingan antara data yang diperoleh dengan batasan atau kriteria kesesuaian parameter lingkungan bagi pertumbuhan mangrove yang telah ditetapkan sehingga dapat ditentukan skor dari setiap parameter lingkungan tersebut. Untuk dapat menentukan tingkat kesesuaian parameter, terlebih dahulu setiap parameter penentu diberi kriteria atau nilai seperti yang disajikan dalam Tabel 2. Supaya setiap parameter lingkungan dapat diberi nilai yang tepat, maka ditetapkan kriteria, batasan dan skor dari setiap kriteria masing-masing komponen atau parameter. Tabel 2. Kriteria Kesesuaian Pertumbuhan Mangrove Berdasarkan Tipologi Pantai Komponen Parameter Kriteria Sangat Sesuai Cukup Sesuai Kurang Sesuai Morfologi Pantai Kemiringan Alas Landai Sedang Terjal Daya Ikat antar Partikel Lepas Sedang Kokoh Ukuran Partikel Pembentuk Kecil Sedang Besar Keterkungkungan Garis Pantai Terbuka Semi Tertutup Tertutup Tinjauan Dinamika Perairan Pantai Berdasarkan Gaya Astronomis, Meteorologis dan Geologis Kelancipan Ombak Datang Lancip Sedang Tumpul Simpangan Muka Air Laut Tinggi Sedang Rendah Tipe Pasang Surut Semi Diurnal Campuran Diurnal Sumber: Sobur (1997) dalam Amal (2000) Setiap parameter kriteria tipologi pantai diberi skor 3 jika berada dalam rentangan sangat sesuai, skor 2 jika berada dalam rentangan cukup sesuai dan skor 1 jika berada dalam rentangan yang kurang sesuai sedangkan untuk nilai total skor dari setiap parameter jika diperoleh pada kisaran 7-11 berada dalam kriteria daerah yang kurang sesuai untuk mangrove, kisaran 12-18 berada dalam kriteria
  • 6. Yasin dan Pristya, 2020. Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau Bungkutoko Kota Kendari J. Presipitasi, Vol 17 No 1: 1-18 6 daerah yang sesuai untuk mangrove dan untuk kisaran 19-20 berada dalam kriteria daerah yang sangat sesuai untuk mangrove dan untuk jelasnya dapat disimak dalam Tabel 3 dan Tabel 4 berikut. Tabel 3. Ketentuan Penilaian Parameter Tipologi Pantai Kriteria Skor Sangat sesuai 3 Cukup sesuai 2 Kurang sesuai 1 Sumber: Sobur (1997) dalam Amal (2000) Tabel 4. Ketentuan Penilaian Parameter Tipologi Pantai Kriteria Kisaran Nilai Total Skor Daerah yang kurang sesuai untuk mangrove 7-11 Daerah yang sesuai untuk mangrove 12-18 Daerah yang sangat sesuai untuk mangrove 19-20 Sumber: Sobur (1997) dalam Amal (2000) Selanjutnya dalam menentukan jenis mangrove apa yang akan ditanam, apabila parameter yang diteliti masih sesuai untuk dilakukan rehabilitasi maka informasi atau hasil nilai dari parameter- parameter tersebut dapat dibandingkan dengan literatur acuan yang terkait dengan penentuan jenis mangrove apa yang cocok untuk ditanami. Dalam penentuan waktu yang tepat untuk melakukan penanaman adalah dengan mempertimbangkan musim berbuah dan kondisi oseanografinya seperti musim angin kencang, musim hujan, ombak besar, arus kuat dan jadwal pasang surut dimana informasi tersebut dapat diperoleh dari hasil penelitian dan wawancara langsung dengan masyarakat setempat sehingga dapat diketahui waktu yang baik untuk memulai penanaman. Untuk teknik rehabilitasi yang akan diterapkan, secara umum ada dua yaitu penanaman dengan menggunakan propagul dan penanaman dengan menggunakan anakan (bibit dalam polybag) (Kusmana dkk., 2003). 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Karakteristik Kondisi Wilayah 3.1.1. Iklim (Curah Hujan, Suhu Udara dan Kecepatan Angin) Di Kabupaten Kendari Kecamatan Abeli Kelurahan Bungkutoko pada umumnya curah hujan yang terjadi tiap tahun sangat bervariasi tergantung arus angin yang bertiup di atas wilayahnya. Di bulan Mei hingga Agustus, angin berhembus dari arah timur bersumber dari benua Australia yang minim uap air. Hal ini menyebabkan terjadinya musim kemarau (minimnya curah hujan) tepatnya di bulan Agustus hingga Oktober. Lalu di bulan November hingga Maret terjadi musim hujan (curah hujan tinggi), angin berhembus banyak terkandung uap air yang bersumber dari benua Asia maupun Samudera Pasifik. Menurut data dari Lanud Wolter Monginsidi Kendari Tahun 2003-2007 terdapat 132- 205 hari hujan dimana curah hujan 1.555,6 - 3.467 mm. Secara menyeluruh daerah Kota Kendari memiliki suhu tropis. Menurut data Lanud Wolter Monginsidi Kendari Tahun 2003-2007 suhu udara mencapai maksimum 31,58-33,75 °C dan minimum 20,00-23,25 °C sedangkan kecepatan angin 3,75-12,75 m/s. 3.1.2. Vegetasi Pantai Jenis vegetasi mangrove yang umum ditemukan di sepanjang pesisir pulau Bungkutoko adalah jenis mangrove dari famili Rhizophoraceae (Rhizophora spp.) dan Sonneratiaceae (Sonneratia spp.). Tumbuhan mangrove ini hidup dan tumbuh pada pinggir pantai membentuk kelompok-kelompok dan pada bagian selatan tidak membentuk area hutan yang padat kecuali pada bagian barat yang area tumbuhan mangrovenya agak lebih padat sedangkan untuk bagian timur area tumbuhan mangrovenya tinggal sedikit. Di Bungkutoko bagian barat yang merupakan stasiun I banyak dijumpai vegetasi mangrove di pinggir muara teluk sedangkan di bagian selatan yang merupakan stasiun II kurang
  • 7. Yasin dan Pristya, 2020. Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau Bungkutoko Kota Kendari J. Presipitasi, Vol 17 No 1: 1-18 7 dijumpai vegetasi mangrove karena adanya pemukiman yang ditinggali oleh masyarakat setempat dan untuk di bagian timur yang merupakan stasiun III juga kurang dijumpai vegetasi mangrove akibat adanya pemukiman dan saat ini ditambah dengan adanya pembangunan kontainer sehingga luas kawasan hutan mangrove semakin berkurang. 3.1.3. Keadaan Pantai dan Parameter Oseanografis Gambaran umum keadaan pantai dan parameter oseanografis diketahui berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa penduduk (nelayan) yang tinggal di pesisir pulau Bungkutoko Kecamatan Abeli. Wawancara tersebut dilakukan khususnya tentang keadaan pantai maupun parameter oseanografis yang diteliti. Hasil-hasil wawancara disusun pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Hasil Wawancara dengan Penduduk Setempat tentang Keadaan Pantai dan Parameter Oseanografis No. Bahan Diskusi Jawaban (% Responden) 1. Ketinggian ombak maksimum 1-3 m (biasanya mencapai 1,5 m) (100%). 2. Waktu terjadinya ombak tertinggi Musim Timur (Juni-September) (biasanya terjadi di bulan September) (100%). 3. Tipe pasang surut Dua kali pasang dua kali surut (100 %). 4. Siklus badai (angin kencang) Setahun 3 kali pada waktu angin timur, angin barat, angin selatan dan yang paling kencang terjadi pada waktu angin timur (80%). Setahun 1 kali pada waktu angin timur (20%). 5. Air meluap Pengaruh dari muara teluk Kendari dan hujan terus menerus pada saat musim angin barat setiap satu tahun sekali. Terjadi pada bulan April (70 %). Terjadi pada bulan Februari-April (30%). 6. Rentang pasang tertinggi dan surut terendah > 2 m (10%) 1-2 m (90%) 7. Kadar garam/ salinitas pada saat musim hujan > 20 ‰ (60%) 20-30 ‰ (40%) 3.2. Kondisi Lingkungan (Parameter Fisika-Kimia) Perairan Pantai Parameter lingkungan (fisika-kimia) perairan pantai yang diukur pada penelitian ini meliputi Kemiringan Alas (Topografi Pantai), Substrat (Ukuran Partikel dan Daya Ikat Partikel), Gelombang, Simpangan Muka Air Laut (Pasang Surut), Arus, Sedimen Suspensi dan Salinitas yang dapat diuraikan sebagai berikut. 3.2.1. Kemiringan Alas (Topografi Pantai) Pada pengukuran langsung di lapangan dengan menggunakan abney level dan meteran roll yang diukur pada setiap lokasi atau stasiun penelitian pada jarak 50 meter dari garis pantai hingga batas surut terjauh dari masing-masing stasiun diperoleh kemiringan alas untuk stasiun I yakni 0,1 % sedangkan di stasiun II yakni 3 % dan di stasiun III yakni 3,2 %. Adapun hasil pengukuran kemiringan alas di setiap stasiun dapat disimak dalam Tabel 6 berikut. Tabel 6. Hasil Pengukuran Kemiringan Alas pada Masing-Masing Stasiun Stasiun Jumlah Jarak I 150 meter = 0,1 % II 400 meter = 3 % III 450 meter = 3,2 % Berdasarkan nilai yang diperoleh di atas, menunjukkan bahwa topografi pantai di stasiun I termasuk datar sedangkan di stasiun II dan III termasuk landai. Berikut klasifikasi kemiringan tanah atau kelerengan tanah tunggal dapat disimak dalam Tabel 7 berikut.
  • 8. Yasin dan Pristya, 2020. Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau Bungkutoko Kota Kendari J. Presipitasi, Vol 17 No 1: 1-18 8 Tabel 7. Klasifikasi Kemiringan Tanah atau Kelerengan Tanah Tunggal No. Klasifikasi Interval Nilai 1. Datar < 3 % 2. Landai 3 - 8 % 3. Agak Miring 8 - 15 % 4. Miring 15 - 30 % 5. Agak Curam 30 - 45 % 6. Curam 45 - 65 % 7. Terjal > 65 % Sumber: Hardjowigeno, 1992 Fajar et al., (2013) mengatakan kemiringan alas (topografi) mempengaruhi sebaran maupun lebar hutan mangrove. Selanjutnya Akbar et al., (2017) mengatakan keadaan kemiringan alas yang landai dan substrat yang cocok juga dipengaruhi oleh keadaan oseanografi menjadi penyebab besarnya kehadiran tipe atau jenis mangrove. 3.2.2. Ukuran Partikel Substrat Ukuran partikel substrat suatu pantai diakibatkan oleh beberapa faktor antara lain adalah gelombang yang besar maupun arus yang masuk dan runoff yang mensuplai sedimen dari darat. Gelombang dan arus yang relatif tenang menyebabkan ukuran partikel halus yang diendapkan lebih dahulu kemudian disusul sedimen ukuran sedang sampai kasar. Indikasi ini dapat dilihat pada setiap stasiun pengamatan yang dibuat dalam Tabel 8 berikut. Tabel 8. Persentase Rata-Rata Pasir Kasar, Pasir Halus, Debu dan Liat pada Setiap Stasiun Pengamatan Stasiun Pasir Kasar Pasir Halus Lanau/Debu Liat Kriteria 0,5-1 mm 0,125-0,25 mm 0,0039-0,0625 mm < 0,0039 mm I 5,797 % 31,981 % 53,237 % 8,213 % Lempung berdebu II 15,667 % 26,982 % 47,679% 8,8 % Lempung berpasir III 4,532 % 48,374 % 36,650 % 10,049 % Lempung berpasir Di Tabel 8 terlihat bahwa persentase ukuran partikel masing-masing stasiun berbeda. Di stasiun I dan II persentase debu yang lebih dominan yaitu 53,237 % dan 47,679 %, hal ini disebabkan karena keberadaan aliran air dari muara Teluk Kendari yang mensuplai sedimen dari darat yang selanjutnya didukung oleh gelombang dan arus yang relatif tenang, mengakibatkan terjadinya pengendapan partikel yang lebih halus seperti debu. Lain halnya di stasiun III persentase pasir halus yang lebih dominan yaitu 48,374 %, hal ini disebabkan karena pengaruh aliran dari muara teluk sangat kecil dan gelombang serta arus yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan stasiun I dan II sehingga didapatkan ukuran partikel yang mengendap pun adalah agak kasar. Karakteristik substrat (sedimen) adalah faktor pembatas bagi pertumbuhan mangrove. Tekstur maupun konsentrasi ion memiliki susunan jenis dan kerapatan tegakan, contohnya apabila komposisi sedimen lebih banyak terdapat liat (clay) dan lumpur (silt) maka tegakan terjadi lebih rapat (Aini, et al., 2016). 3.2.3. Daya Ikat antar Partikel Substrat Konsistensi tanah ialah sifat yang menggambarkan kekuatan rekat butiran tanah antara satu dengan yang lainnya. Konsistensi tanah menggambarkan kekuatan daya kohesi butir-butir tanah maupun daya adhesi butir tanah dengan objek atau benda lainnya. Tiap bahan substrat atau tanah memiliki konsistensi (Hardjowigeno, 1992). Bahasan tentang konsistensi atau kerekatan butiran tanah, berkaitan erat dengan tingkat kestabilan substrat atau kematangan substrat mangrove. Menurut Kusmana dkk., (2003) mengatakan bahwa substrat mangrove dikelompokkan berdasarkan tingkat
  • 9. Yasin dan Pristya, 2020. Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau Bungkutoko Kota Kendari J. Presipitasi, Vol 17 No 1: 1-18 9 kematangannya. Substrat yang masih belum matang disebut lembek atau lunak sehingga jika seseorang yang berjalan di atasnya ambles jauh ke bawah sedangkan tanah yang sudah matang biasanya disebut stabil atau keras sehingga orang yang berjalan di atasnya tidak mengalami kejadian terperosok ke bawah. Berdasarkan hasil analisis tingkat kematangan substrat pada masing-masing stasiun. Menunjukan bahwa di stasiun I dan II bersifat lunak atau lembek yang mengindikasikan bahwa substrat tersebut belum begitu matang atau stabil hal ini disebabkan karena kedua stasiun tersebut berada pada daerah pantai yang terlindung dari gempuran ombak dan kecepatan arus yang lemah sehingga sedimen yang terakumulasi atau mengendap pun ukuran partikelnya halus. Sedangkan di stasiun III bersifat lepas yang mengindikasikan bahwa butir-butiran tanah tidak melekat antara satu sama lain dengan kata lain tidak memiliki daya ikat hal ini disebabkan karena stasiun tersebut berada pada daerah pantai terbuka yang langsung mendapat tekanan dari ombak dan arus sehingga sedimen yang didapat pun ukuran partikelnya agak kasar. 3.2.4. Gelombang Gelombang dipengaruhi oleh dorongan angin di atas permukaan laut. Semakin kencang angin bertiup, makin lama angin bertiup dan semakin luas daerah yang dilewati oleh angin maka gelombang yang ditimbulkan makin besar. Hasil analisis pengukuran gelombang pada masing-masing stasiun di stasiun I tidak dilakukan pengukuran karena letaknya yang terlindung antara 2 daratan sehingga tidak memiliki gelombang, untuk stasiun II dan III didapatkan tinggi, panjang dan periode gelombang yang signifikan, hal tersebut dapat disimak dalam Gambar 2 berikut. Gambar 2. Kisaran Gelombang dan Arah Gelombang di Setiap Stasiun Pengamatan Dari Gambar 2 tersebut menunjukkan bahwa tinggi, panjang dan periode gelombang yang terukur secara berturut-turut berkisar antara 7-17 cm, 253-263 cm dan 1-3 detik di stasiun II, 8-22 cm, 177-380 cm dan 1-3 detik di stasiun III. Arah gelombang miring terhadap garis pantai yang berasal dari timur, hal ini terjadi ketika gelombang memasuki perairan pantai, dasar gelombang telah menyentuh dasar laut maka arah gelombang akan dibelokkan ke arah pantai dan kecepatan gelombang teredam oleh dasar pantai. Kisaran tinggi, panjang dan periode gelombang tersebut relatif kecil disebabkan karena angin sebagai pembangkit gelombang bertiup sepoi-sepoi dan lemah dan merupakan pantai
  • 10. Yasin dan Pristya, 2020. Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau Bungkutoko Kota Kendari J. Presipitasi, Vol 17 No 1: 1-18 10 yang landai. Besar dan arah gelombang yang menuju pantai berkaitan langsung dengan besar dan kecepatan angin sehingga gelombang dapat diprediksi dari hasil wawancara masyarakat setempat yang sehari-hari beraktivitas di perairan pantai Bungkutoko. Dari hasil wawancara tersebut, diperoleh gelombang tertinggi umumnya pada musim timur (bulan Juni-September) dengan ketinggian ombak maksimum 1,5 meter pada bulan September. Struktur dan fungsi ekosistem mangrove berubah akibat gelombang. Untuk area-area yang mempunyai gelombang besar menyebabkan hutan mangrove menjadi abrasi sehingga mengakibatkan penurunan luasan hutan. Gelombang juga memberi pengaruh langsung pada sebaran spesies contohnya buah maupun semai Rhizophora terhanyut gelombang hingga menemukan substrat yang cocok untuk menancap hingga akhirnya dapat tumbuh. Gelombang memberi pengaruh secara tak langsung pada sedimentasi pantai dan membentuk padatan-padatan pasir pada muara sungai. Terbentuknya sedimentasi maupun padatan-padatan pasir tersebut merupakan substrat yang baik dalam mendukung pertumbuhan mangrove (Alwidakdo, et al., 2014). Gambar 3. Kurva Pasang Surut di Pulau Bungkutoko Juni 2009 Gambar 4. Kurva Pasang Surut di Pulau Bungkutoko September 2009 Sumber: Pangkalan TNI AL Kendari, 2009
  • 11. Yasin dan Pristya, 2020. Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau Bungkutoko Kota Kendari J. Presipitasi, Vol 17 No 1: 1-18 11 3.2.5. Simpangan Muka Air Laut (Pasang-Surut atau Pasut) Pasang-surut adalah salah satu gejala laut yang sangat berpengaruh bagi kehidupan organisme laut, khususnya di daerah pantai yang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari secara berkala. Pengamatan terhadap pasang surut dilakukan selama 2 bulan dengan 4 kali pengukuran berdasarkan posisi bulan yaitu bulan baru dan bulan purnama untuk menemukan puncak pasang tertinggi, selain itu juga dikumpulkan data sekunder pasut selama tahun 2009 untuk menemukan rentang pasut dan frekuensi penggenangan selama satu tahun. Berdasarkan hasil pengukuran pasut di lapangan diperoleh seirama dengan data pasut pangkalan angkatan laut dimana didapatkan tipe pasut termasuk tipe campuran condong harian ganda dengan rentang pasut tertinggi adalah 210 cm selama pasang purnama (terjadi pada bulan Juni), 170 cm selama pasang perbani (terjadi pada bulan September) dan tinggi muka air maksimum yang diperoleh saat air pasang akibat pengaruh matahari dan bulan adalah 110 cm dari MSL (dapat disimak dalam Gambar 3 dan 4). Sedangkan untuk frekuensi penggenangan diperoleh 558 kali per tahun. Gaya pasut sangat mempengaruhi proses sedimen transpor yang berada pada perairan di sekitar muara sungai dan ekosistem mangrove disuatu daerah. Daulay dkk., (2014) dalam Siregar, et al., (2016) wilayah yang terjadi pasut harian ganda (pasut tipe campuran condong ke ganda mempunyai pengaruh yang berbeda dengan daerah yang terjadi pasut harian tunggal, dimana daerah yang mempunyai pasut tipe harian ganda maupun pasut tipe campuran condong ke ganda terjadi proses pengangkutan substrat (sedimen) yang lebih dinamis apabila dibandingkan pada pasut harian tunggal. 3.2.6. Arus Pasang-surut atau pasut adalah salah satu gejala alam yang terlihat nyata di laut, yaitu suatu gerakan naik turunnya air laut secara teratur maupun berulang-ulang dari semua zat atau partikel massa air laut maupuni permukaan hingga bagian terdalam dari dasar laut. Gerakan tersebut diakibatkan oleh pengaruh gaya tarik-menarik antara bumi dan matahari, bumi dan bulan, ataupun bumi dengan bulan dan matahari (Surinati, 2007). Selanjutnya Surinati (2007) menambahkan bahwa pasut bukan hanya mempengaruhi lapisan pada bagian teratas saja, melainkan semua massa air yang bisa memunculkan energi yang besar. Di perairan pantai, khususnya pada teluk maupun selat sempit, gerakan vertikal (naik turunnya muka air) akan menyebabkan terjadinya arus pasut. Apabila muka air bergerak naik, maka arus mengalir masuk, sedangkan saat muka air bergerak turun, arus mengalir ke luar. Kecepatan dan arah arus yang terukur pada masing-masing stasiun dibuat dalam Gambar 5 berikut. Gambar 5. Kisaran Kecepatan Arus dan Arah Arus di Tiap-Tiap Stasiun Pengamatan
  • 12. Yasin dan Pristya, 2020. Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau Bungkutoko Kota Kendari J. Presipitasi, Vol 17 No 1: 1-18 12 Hasil pengamatan diperoleh bahwa di stasiun I kisaran kecepatan arus diperoleh 0,01 sampai 0,03 m/s dengan arah arus ke tenggara pada saat sedang surut dan saat sedang pasang kecepatan arus 0,01 sampai 0,05 m/s dengan arah arus ke barat laut. Sedangkan di stasiun II kisaran kecepatan arus pada saat sedang pasang 0,04-0,08 m/s dengan arah arus ke tenggara dan saat sedang surut 0,01-0,06 m/s dengan arah arus ke timur laut. Selain itu juga, di stasiun III diperoleh kisaran kecepatan arus pada saat sedang surut 0,02-0,1 m/s dengan arah arus ke utara dan pada saat pasang kecepatan arus 0,02-0,06 m/s dengan arah arus ke selatan. Dari kisaran kecepatan arus yang diperoleh dari setiap stasiun, diketahui bahwa stasiun III memiliki kecepatan arus yang paling tinggi dibandingkan dengan stasiun lainnya yang terjadi pada saat sedang surut, hal ini dipengaruhi oleh bentuk dasar laut dimana pada stasiun III memiliki dasar laut yang landai sehingga arus pasut bergerak mengikuti dasar laut tersebut sedangkan di stasiun I terjadi hal sebaliknya memiliki kecepatan arus yang paling rendah karena memiliki dasar laut yang datar. Arus berpengaruh secara langsung pada sebaran spesies contohnya buah maupun semai Rhizophora terhanyut arus hingga menemukan substrat yang cocol untuk menancap hingga akhirnya tumbuh. Arus juga mempengaruhi daya tahan biota akuatik melalui pengangkutan unsur hara penting dari mangrove ke laut. Unsur hara yang bersumber dari hasil dekomposisi serasah atau yang bersumber dari run off daratan dan terperangkap dalam hutan mangrove akan terhanyut oleh arus ke laut pada waktu surut (Alwidakdo, et al., 2014). 3.2.7. Sedimen Suspensi Zat padat tersuspensi merupakan seluruh partikel padat (pasir, lumpur dan tanah liat) maupun partikel yang tersuspensi dalam air dan berupa unsur hidup (biotik) antara lain: bakteri, fungi, fitoplankton, zooplankton maupun unsur mati (abiotik) yaitu detritus dan partikel anorganik (Permana, dkk., 1994 dalam Taringan dan Edward, 2003). Pulau Bungkutoko merupakan sebuah pulau yang terletak di mulut Teluk Kendari dimana aliran air muara teluk yang setiap saat membawa sejumlah material sedimen yang akan diendapkan di pantai. Material-material tersebut akan diangkut dan disebarkan oleh bantuan arus rip, longshore current dan arus balik. Hasil pengukuran sedimen suspensi dapat disimak dalam Gambar 6 berikut. Gambar 6. Kisaran Sedimen Suspensi di Setiap Stasiun Pengamatan
  • 13. Yasin dan Pristya, 2020. Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau Bungkutoko Kota Kendari J. Presipitasi, Vol 17 No 1: 1-18 13 Analisis sedimen suspensi yang dilakukan memperlihatkan bahwa kadar suspensi secara keseluruhan yang didapatkan dari setiap stasiun mulai dari 1,97 mg/l hingga 3,96 mg/l. Diantara setiap stasiun kadar sedimen suspensi yang tinggi ditemukan pada lokasi stasiun II, hal ini disebabkan karena pada stasiun II merupakan areal yang dekat dengan pemukiman warga sehingga pasokan sedimen berasal dari daerah pemukiman tersebut yang mengalir ke laut dan ditambah dengan aliran air yang berasal dari muara Teluk Kendari. Distribusi partikel padat tersuspensi dalam laut karena disebabkan oleh masukan yang bersumber dari darat melalui aliran sungai, maupun dari udara serta perpindahan oleh resuspensi endapan karena pengikisan (Permana, dkk., 1994 dalam Taringan dan Edward, 2003). Suburnya mangrove di Indonesia dipengaruhi oleh curah hujan tinggi, iklim tropis, dan substrat (sedimen) pantai yang sesuai untuk kehidupan mangrove (Bengen, 2000 dalam Susiana, 2015). 3.2.8. Salinitas Salinitas ialah salah satu parameter oseanografi fisika perairan yang mempengaruhi kelayakan pada lingkungan perairan. Sifat ini disebabkan oleh pergerakan massa air yang dialami secara kontinu karena faktor alam maupun adanya kegiatan manusia. Berbagai jenis kegiatan manusia secara langsung dapat dengan cepat mengakibatkan peristiwa perubahan salinitas dalam perairan. Sehingga akan mengalami perubahan pada keadaan perairan dimana kegiatan itu dilaksanakan (Rizki, et al.,2016). Salinitas mempunyai peranan penting dalam kehidupan organisme perairan, karena salinitas mempengaruhi tekanan osmotik dan langsung berpengaruh terhadap organisme perairan (Afrianto dan Liviawaty, 1991 dalam Ona, 2004). Fluktuasi salinitas di perairan juga dapat dipengaruhi oleh beberapa hal meliputi: penguapan, curah hujan, pola sirkulasi air, dan banyaknya pasokan air tawar yang memasuki perairan tersebut. Hasil pengukuran salinitas pada setiap stasiun pengamatan selama penelitian adalah berkisar antara 25-37 ppt. sebaran nilai tersebut dapat disimak dalam Gambar 7 berikut. Gambar 7. Kisaran Salinitas di Setiap Stasiun Pengamatan Dari Gambar 7 di atas terlihat jelas bahwa salinitas pada stasiun I memiliki kisaran yang paling rendah yaitu 25 sampai 35 ppt dibandingkan pada stasiun II dan III yang memiliki kisaran 30 sampai 35 ppt hal ini disebabkan karena stasiun I mendapat pengaruh air tawar dari muara teluk dan air hujan pada saat pengukuran sedangkan pada stasiun II dan III dominan air laut yang berasal dari laut lepas kecuali hanya pada saat hujan. Namun secara umum kisaran salinitas pada ketiga stasiun tersebut masih
  • 14. Yasin dan Pristya, 2020. Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau Bungkutoko Kota Kendari J. Presipitasi, Vol 17 No 1: 1-18 14 dalam tahap yang stabil atau masih mendukung pertumbuhan mangrove. Hal ini didukung oleh Suriamihardja dan Amin (1988) dalam Amal (2000) bahwa salinitas 25-40 ppt sangat sesuai bagi persyaratan pertumbuhan mangrove dan selanjutnya Dedi (2009) mengemukakan bahwa salinitas optimum yang diperlukan oleh mangrove untuk dapat tumbuh yaitu antara 10-30 ppt. Salinitas ialah parameter penting dalam pertumbuhan, daya tahan maupun zonasi jenis mangrove (Akbar et al., 2018). Menurut Supriharyono (2002) dalam Baksir, et al., (2018) menjelaskan bahwa kisaran salinitas pada hutan mangrove berkisar antar 10-35 ppt. 3.3. Kesesuaian Lingkungan untuk Penanaman Mangrove Analisis kesesuaian lingkungan untuk penanaman mangrove didasarkan pada kondisi tipologi pantai (morfologi dan dinamika pantai) serta sedimen suspensi dan salinitas. Kriteria tipologi pantai yang dimaksud dapat dilihat pada Tabel 9 yang telah dirumuskan oleh Sobur (1997) dalam Amal (2000). Berdasarkan tinjauan tipologi pantai tersebut kriteria tipologi pantai untuk stasiun I, II dan III dibuat dalam Tabel 9 berikut. Tabel 9. Skor Kriteria Tipologi Pantai untuk Penanaman Mangrove di Pesisir Pulau Bungkutoko Parameter Kriteria (Skor) Stasiun I Stasiun II Stasiun III Kemiringan Alas Sedang (2) Landai (3) Landai (3) Daya Ikat antar Partikel Substrat Sedang (2) Sedang (2) Lepas (3) Ukuran Partikel Substrat Kecil (3) Kecil (3) Kecil (3) Keterlindungan Garis pantai Terlindung (3) Semi Terlindung (2) Semi Terlindung (2) Kelancipan Ombak Datang Bebas Ombak (3) Lancip (3) Lancip (3) Simpangan Muka Air Laut Sedang (2) Sedang (2) Sedang (2) Tipe Pasang Surut Campuran Condong Harian Ganda (2) Campuran Condong Harian Ganda (2) Campuran Condong Harian Ganda (2) Total Skor 17 17 18 Sumber: Dimodifikasi dari Sobur (1997) dalam Amal (2000) Menurut klasifikasi Sobur (1997) dalam Amal (2000), kisaran nilai skor 7-11 merupakan daerah yang kurang sesuai untuk mangrove, 12-18 sesuai untuk mangrove dan 19-20 sangat sesuai untuk mangrove. Berdasarkan hasil evaluasi pada Tabel 9 dengan kisaran nilai 17-18, maka stasiun I, II dan III masih sesuai untuk penanaman kembali mangrove berdasarkan tinjauan tipologi pantai. Selain itu tinggi gelombang yang relatif kecil berkisar 7-22 cm (kecuali musim timur) dan arus pasang surut lemah berkisar 0,01-0,1 m/s juga ikut mendukung bagi pertumbuhan mangrove, hal ini didukung oleh Suriamihardja dan Amin (1988) dalam Amal (2000) bahwa kecepatan arus < 0,5 m/s dan tinggi gelombang < 1 m sangat sesuai bagi persyaratan pertumbuhan mangrove. Selanjutnya untuk hasil pengamatan sedimen suspensi dan salinitas di lokasi penelitian (stasiun I, II dan III) diperoleh sedimen suspensi 1,97-3,96 mg/l dan salinitas 25-35 ppt. Nilai-nilai tersebut menunjukkan kondisi yang cukup baik bagi kehidupan mangrove hal ini ditunjukkan pula oleh tumbuhnya pohon mangrove dengan baik di lokasi penelitian. Menurut Suriamihrdja dan Amin (1988) dalam Amal (2000) bahwa salinitas 25-40 ppt sangat sesuai bagi persyaratan pertumbuhan mangrove.
  • 15. Yasin dan Pristya, 2020. Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau Bungkutoko Kota Kendari J. Presipitasi, Vol 17 No 1: 1-18 15 3.3.1. Jenis Mangrove yang Ditanam Jenis vegetasi mangrove yang umum ditemukan di pulau Bungkutoko adalah family Rhizophoraceace (Rhizophora spp.) dan Sonneraticeae (Sonneratia spp.) yang hidup berada di pinggir garis pantai secara berkelompok-kelompok. Penentuan jenis mangrove yang sesuai untuk ditanam, dilakukan dengan membandingkan kondisi lingkungan di lokasi penelitian dan kriteria menurut Kusmana dkk., 2003. Kriteria tersebut meliputi kelas penggenangan, frekuensi penggenangan pertahun sedangkan zonasi, pola pasang surut, salinitas dan tipe tanah. Di stasiun I, II dan III diperoleh kelas penggenangan all high tides, frekuensi penggenangan 558 kali pertahun sedangkan zonasi pinggir pantai, pola pasang surut harian, salinitas 25-35 ppt serta tipe substrat lempung berdebu (stasiun I) dan lempung berpasir (stasiun II dan III). Berdasarkan kondisi tersebut maka jenis-jenis pohon mangrove yang direkomendasikan untuk stasiun I adalah Avicennia officinalis, A. alba, Rhizophora mucronata, Aegiceras floridum, A. corniculatum, Bruguiera sexangula, B. gymnorrhiza, Ceriops decandra, C. tagal, Lumnitzera racemosa, Xylocarpus granatum, Excoecaria agallocha. Sedangkan stasiun II dan III adalah pohon mangrove jenis A. marina, Sonneratia alba, S. caseolaris, R. stylosa dan R. Apiculata (Kusmana dkk., 2003). 3.3.2. Waktu Mulai Melakukan Penanaman Dalam penentuan waktu untuk memulai melakukan penanaman mangrove sebaiknya harus mempertimbangkan kondisi oseanografisnya dengan tujuan menghindari ombak dan arus yang besar serta banjir dan musim berbuah (kematangan propagul). Berdasarkan hasil informasi yang dikumpulkan dari masyarakat setempat menunjukkan dalam waktu 1 tahun angin yang kencang terjadi sebanyak 3 kali yaitu pada musim angin barat, angin selatan dan angin timur, diantara ke 3 angin musim tersebut angin timur merupakan angin yang paling kencang, memicu terjadinya ombak dan arus yang besar yang terjadi pada bulan September memasuki puncak angin timur. Kondisi tersebut berpengaruh hanya pada stasiun II dan III. Sedangkan di stasiun I setiap 1 tahun sekali mengalami kenaikan volume massa air yang sangat tinggi sehingga perairan tersebut meluap hal ini disebabkan terjadinya hujan terus menerus dan adanya penambahan jumlah volume massa air yang mengalir dari muara Teluk Kendari dan terjadi pada bulan April. Saat penanaman sebaiknya ditentukan juga dengan melihat jadwal pasang surut dimana penanaman dilakukan pada saat surut. Khusus untuk penanaman yang menggunakan propagul, waktu penanaman sangat tergantung pada ketersediaan propagul tersebut karena bahan tanaman berupa propagul bersifat cepat dewasa dan hanya bisa disimpan paling lama 12 hari. Oleh karena itu, pelaksanaan penanaman dengan propagul tersebut harus dilakukan selama musim berbuah masak. Musim berbuah jenis-jenis pohon mangrove juga merupakan saat yang tepat untuk kegiatan pengumpulan bahan tanaman (benih) untuk memulai kegiatan produksi anakan di persemaian. Penanaman menggunakan anakan (bibit pada polybag) mesti dilaksanakan saat air surut karena apabila dilaksanakan dalam kondisi air pasang, media pada polybag yang membungkus akar, dikhawatirkan cacat. Sonneratia alba J. Smith membutuhkan waktu 15 minggu untuk berbuah matang sejak timbulnya tunas muda di ketiak daun pada ujung ranting. Rhizophora apiculata B.L. membutuhkan waktu 61 minggu, Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk membutuhkan waktu 36 minggu, serta R. mucronata Lamk membutuhkan waktu 60 minggu. Dengan dipahaminya tahapan fenologi tersebut maka dapat diduga berapa lama lagi buah mangrove dapat matang, jika ditemukan salah satu tahapan fenologi mangrove dalam lapangan. Dengan melakukan studi lapangan untuk memahami tahapan fenologi mangrove yang sangat dominan pada daerah tertentu maupun pada saat tertentu, maka dapat diduga kapan terjadinya musim puncak berbuah mangrove, sehingga akan membantu dalam upaya perencanaan pemanenan buah dan penyediaan bibit mangrove (Anwar, 2006).
  • 16. Yasin dan Pristya, 2020. Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau Bungkutoko Kota Kendari J. Presipitasi, Vol 17 No 1: 1-18 16 3.3.3. Teknik Rehabilitasi yang Diterapkan Penanaman mangrove bertujuan antara lain rehabilitasi areal agar dapat memulihkan kembali fungsi ekologis dari areal mangrove yang telah rusak atau meremajakan kembali hutan mangrove yang telah dieksploitasi. Teknik penanaman yang bisa diterapkan di pesisir pantai pulau Bungkutoko adalah penanaman dengan menggunakan bahan tanaman propagul dan penanaman menggunakan anakan (bibit dalam polybag). Berdasarkan hasil tinjauan beberapa parameter yang diteliti, untuk di setiap stasiunnya penanaman mangrove dilakukan dengan menanam langsung propagulnya dengan menggunakan bahan tanaman berupa propagul dari family Rhizophoraceae sedangkan penanaman melalui anakan (bibit dalam polybag) menggunakan bahan tanaman berupa propagul dari family Sonneratiaceae. Karena jenis vegetasi mangrove yang umum ditemukan di pulau Bungkutoko adalah family Rhizophoraceace (Rhizophora spp.) dan Sonneraticeae (Sonneratia spp.) yang hidup berada di pinggir garis pantai secara berkelompok-kelompok. Namun menurut Kusmana dkk., (2003) dari masing-masing teknik penanaman tersebut memiliki beberapa keuntungan dan kerugian. Penanaman dengan menggunakan bahan tanam propagul mempunyai keuntungan: (1) merupakan cara yang paling mudah dan murah, (2) sifat buah yang vivipar (berkecambah di pohon) tidak memerlukan proses penyemaian, (3) propagul yang ditanam mempunyai kemampuan menghasilkan tunas tambahan apabila hipokotil bagian atas rusak dan pembentukan akar cukup cepat (kurang dari satu minggu), (4) di habitat yang cocok, keberhasilannya lebih dari 90% dan tegakan biasanya tumbuh baik dan seragam, (5) pengerjaan lebih gampang sebab propagul lebih ringan dan sederhana bentuknya, (6) anggaran biaya untuk penanaman lebih murah sebab tak butuh biaya persemaian dan penanaman dapat dilakukan dalam waktu singkat. Sedangkan kerugian: (1) aktivitas penanaman hanya terbatas waktunya pada berbuah masak, sebab buah (propagul) tersebut tak bisa disimpan dalam waktu yang lama, (2) sesudah ditanam, propagul lebih gampang dirusak oleh kepiting dan teritip. Penanaman yang memakai anakan (bibit pada polybag) mempunyai kelebihan: (1) waktu penanaman tak tergantung dari musim kematangan buah sehingga bersifat fleksibel. (2) pemakaian bibit pada polybag, lebih besar peluang kesuksesannya dan lebih cepat tumbuhnya daripada penanaman propagul secara langsung, (3) cukup tahan dari usikan hama. Sedangkan kerugian: (1) pengerjaan lebih sukar sebab bahan tanaman lebih berat dan kompleks, (2) anggaran biaya penanaman lebih mahal sebab butuh biaya persemaian, (3) akar bibit pada polybag tersebut gampang cacat jika pekerja gegabah sewaktu mengangkut dan menanam. Karena itu, teknik ini memerlukan pengawasan yang lebih cermat (Kusmana dkk., 2003). 4. Kesimpulan Melalui hasil penelitian dan pembahasan yang sudah dikemukakan, dapat ditarik kesimpulan bahwa kondisi parameter fisika-kimia perairan pantai Bungkutoko di stasiun I, II dan III layak (sesuai) untuk dilakukan rehabilitasi mangrove, yaitu mempunyai kemiringan alas yang datar dan landai, ukuran partikel substrat kecil, daya ikat partikel substrat sedang sampai lepas, keterkungkungan garis pantai terlindung dan semi terlindung serta terbuka, gelombang relatif kecil, simpangan muka air laut sedang, tipe pasang surut campuran condong harian ganda, kecepatan arus yaitu lemah, sedimen suspensi yang normal dan salinitas 25-35 ppt. Jenis mangrove yang layak tumbuh dan berkembang di stasiun I adalah Avicennia officinalis, A. alba, Rhizophora mucronata, Aegiceras floridum, A. corniculatum, Bruguiera sexangula, B. gymnorrhiza, Ceriops decandra, C. tagal, Lumnitzera racemosa, Xylocarpus granatum, Excoecaria agallocha. Sedangkan stasiun II dan III adalah pohon mangrove jenis A. marina, Sonneratia alba, S. caseolaris, R. stylosa dan R. Apiculata. Waktu yang tepat untuk mulai melakukan penanaman adalah musim berbuah propagul dan hindari musim angin timur pada bulan September dan musim angin barat pada bulan April. Dan teknik rehabilitasi (penanaman) yang dapat
  • 17. Yasin dan Pristya, 2020. Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau Bungkutoko Kota Kendari J. Presipitasi, Vol 17 No 1: 1-18 17 diterapkan adalah penanaman secara langsung menggunakan propagul dan penanaman menggunakan anakan (bibit dalam polybag). Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih terkhusus dimaksudkan untuk Dr. Muhammad Yasin, S.Pd., M.Pd (Ayahanda) dan Juhira, S.Pd (Ibunda) yang telah membantu dalam doa dan dukungan dana penelitian ini (donator) sampai terselesainya penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ir. Utama K. Pangerang, M.Si, Ir. Harmin Hari, M.Si dan Ahmad Mustafa, S.Pi., M.Si yang telah banyak membantu selama pelaksanaan penelitian ini sehingga dapat berjalan dengan baik dan lancar. Daftar Pustaka Aini, H.R., Agung S, Boedi H. 2016. Hubungan Tekstur Sedimen dengan Mangrove di Desa Mojo Kecamatan Ulujami Kabupaten Pemalang. Diponegoro Journal of Maquares, 5 (4): 209-215. Akbar N, Marus I, Haji I, Abdullah S, Umalekhoa S, Ibrahim F.S, Ahmad M, Ibrahim A, Kahar A, Tahir I. 2017. Struktur Komunitas Hutan Mangrove Di Teluk Dodinga, Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara. Jurnal Enggano, 2 (1) :78-89. Akbar N, Ibrahim A, Haji I, Tahir I, Ismail F, Ahmad M, Kotta R. 2018. Struktur Komunitas Mangrove Di Desa Tewe, Kecamatan Jailolo Selatan, Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara. Jurnal Enggano, (3) 1 : 81-97. Alwidakdo, A., Zikri A, Legowo K. 2014. Studi Pertumbuhan Mangrove pada Kegiatan Rehabilitasi Hutan Mangrove di Desa Tanjung Limau Kecamatan Muara Badak Kabupaten Kutai Kartanegara. Jurnal Agrifor, 13 (1): 11-18. Amal. 2000. Studi Kelayakan Areal Pemulihan Hutan Mangrove di Pantai Kecamatan Duampanua dan Cempa Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan. Tesis, Program Pascasarjana (S2), Universitas Hasanuddin. Makassar. Anwar, C. 2006. Prediksi Musim Puncak Buah Empat Jenis Mangrove Berdasar Hasil Fenologinya. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, 3 (3): 237-247. Baksir, A., Mutmainnah, Nebuchadnezzar A, Firdaut I. 2018. Penilaian Kondisi Menggunakan Metode Hemispherical Photography pada Ekosistem Mangrove di Pesisir Desa Minaluli, Kecamatan Mangoli Utara, Kabupaten Kepulauan Sula, Provinsi Maluku Utara. Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik, 2 (2): 69-79. Dedi, S. 2009. Ekosistem Mangrove. http://web.ipb.ac.id/-dedi_s/index.php optioncomcontent&task=view&id=13&itemid=58. Diakses tanggal 27 Maret 2009. Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. 2017. Kawasan Hutan Mangrove Kendari Kian Menyusut. https://travel.tempo.co/read/893567/kawasan-hutan-mangrove-kendari- kian-menyusut/full&view=ok. Diakses tanggal 25 November 2019. Fajar A, Oetama D dan Afu A. 2013. Studi Kesesuaian Jenis untuk Perencanaan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Desa Wawatu Kecamatan Moramo Utara Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal Mina Laut Indonesia, 2 (12); 164-176. Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. Unit Pelaksana Teknis (UPT) Laboratorium Dasar Universitas Indonesia. Jakarta. Karim, A. 2016. Proyek Rehabilitasi Mangrove di Konawe Kepulauan Gagal?. https://zonasultra.com/proyek-rehabilitasi-mangrove-di-konkep-gagal.html. Diakses tanggal 25 November 2019. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. 2015. Miliki 23% Ekosistem Mangrove Dunia, Indonesia Tuan Rumah Konferensi Internasional Mangrove 2017. https://ppid.menlhk.go.id/siaran_pers/browse/561. Diakses tanggal 25 November 2019.
  • 18. Yasin dan Pristya, 2020. Analisis Parameter Fisika-Kimia untuk Kepentingan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau Bungkutoko Kota Kendari J. Presipitasi, Vol 17 No 1: 1-18 18 Kusmana, C., S. Wilarso., I. Hilwan., P. Pamoengkas., C. Wibowo., T. Tiryana., A. Triswanto., Yunasfi., dan Hamzah. 2003. Teknik Rehabilitasi Mangrove. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor. Ona., S.T., 2004. Studi Parameter Fisika Kimia Perairan untuk Budidaya Laut di Pulau Renda Kabupaten Muna. Skripsi Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo. Kendari. Rizki, R., Musrifin G, Dessy Y. 2016. Pola Sebaran Salinitas dan Suhu pada Saat Pasang dan Surut di Perairan Selat Bengkalis Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. Siregar, R.H., Yunasfi D, Ahmad M. 2016. Hubungan Kerapatan Mangrove Terhadap Laju Sedimen Transpor di Wilayah Pesisir Desa Pulau Sembilan Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Aquacoastmarine, 4 (4): 29-38. Surinati, Dewi. 2007. Pasang Surut dan Energinya. Oseana, 32 (1): 15-22. Susiana. 2015. Analisis Kualitas Air Ekosistem Mangrove di Estuari Perancak, Bali. Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate), 8 (1): 42-49. Taringan., M.S., dan Edward. 2003. Kandungan Total Zat Padat Tersuspensi (Total Suspended Solid) Di Perairan Raha, Sulawesi Tenggara. Pusat Oseanografi LIPI. Jakarta.