2. DEGRADASI LAHAN
Menurut (Talakua dan Osok, 2017) Degradasi Lahan adalah berkurangnya kemampuan lahan untuk
menghasilkan manfaat dan keuntungan dari penggunaan lahan tertentu di bawah perlakuan khusus dari
pengelolaan lahan.
Kerusakan lahan biasanya menandakan kemunduran kapasitas produksi dari lahan, baik secara temporer
maupun secara permanen.
3. PENYEBAB DEGRADASI LAHAN
(Wahyunto dan Dariah, 2014) mengemukakan bahwa ada tiga aspek penyebab degradasi lahan
yaitu :
Fisik
• Pemadatan
• Pergerakan
• Ketidakseimbangan
Air
• Terhalangnya Aerasi
dan drainase
• Kerusakan struktur
tanah
Kimia
• Asidifikasi
• Pengurasan dan
pencucian hara
• Ketidakseimbangan
unsur hara dan
keracunan
• Salinasi dan
pemasaman
• Alkanisasi serta
pencemaran
Biologi
• Karbon organik
tanah
• Penurunan
keanekaragaman
hayati tanah dan
vegetasi
• Penurunan karbon
biomas
4. DEFINISI LAHAN/TANAH GAMBUT
BBSDLP (2012) Lahan gambut dapat didefinisikan sebagai lahan yang terbentuk dari
penumpukan/akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang sebagian belum melapuk, memiliki ketebalan 50 cm
atau lebih dan mengandung C-organik sekurang-kurangnya 12% (berat kering).
Soil Survey Staff (2010) Tanah gambut atau Histosols adalah tanah yang mempunyai lapisan bahan
organik dengan ketebalan >40 cm dengan berat isi (BD) >0,1 g/cm3 , atau mempunyai ketebalan >60
cm apabila BD-nya <0,1 g/cm3.
5. Agus dan Subiksa (2008) menyatakan bahwa gambut dapat diklasifikasikan berdasarkan :
Tingkat kematangan Fibrik, Hemik, Saprik
Tingkat kedalaman Dangkal, Sedang, Dalam, Sangat Dalam
Tingkat Kesuburan Eutrofik, Mesotrofik, Oligotrofik
Lingkungan pembentukannya Ombrogen dan Topogen
6. LAHAN GAMBUT DIANGGAP TERDEGRADASI JIKA :
Mengandung karbon kurang dari 35 t.ha-1 (Rieley et al. 2008; Bapenas 2009).
Didasarkan atas penampakan atau jenis penutup tanah di lapangan (Wahyunto et al. 2013a; 2013b;
2014). (1) Tanaman penutup tanahnya adalah semak belukar, dan (2) lahan tersebut merupakan lahan
terbuka bekas tambang.
Mengalami penurunan kualitas lahan, baik dari sifat kimia, fisika, maupun biologinya (Maftuah et al.
2011; Masganti 2013; Maftuah et al. 2014).
Mempunyai kadar N-total, P-tersedia, dan unsur-unsur basa serta kadar abu yang lebih tinggi (Kurnain
et al. 2001; Masganti 2003; Maftuah et al. 2011).
7. INDIKATOR YANG DAPAT DILIHAT DILAPANGAN
(WAHYUNTO ET AL, 2014)
Sudah Ada
Penebangan
Pohon
Adanya jalan
logging
Adanya bekas
kebakaran
Kondisi lahan
kering/ tidak
tergenang
Adanya bekas
penambangan
8. AKTIVITAS MANUSIA YANG MENYEBABKAN DEGRADASI LAHAN GAMBUT
(NUGROHO DAN WIDODO 2001; MASGANTI 2013; WAHYUNTO ET AL. 2013B; 2014)
Pengelolaan
air yang salah
Penambangan
Kegiatan
lainnya
Pembakaran
lahan
9. STRATEGI PENGELOLAAN
Oleh karena lahan gambut yang ditutupi hutan alami/primer diprioritaskan sebagai kawasan konservasi,
maka pengembangan pertanian di laham gambut ke depan sebaiknya diarahkan pada lahan gambut
terdegradasi dengan pendekatan pengembangan pertanian berwawasan lingkungan (Sabiham.S dan
Maswar, 2014).
Pemanfaatan lahan gambut terdegradasi
Aspek Kebijakan
Aspek Teknologi Pemanfaatan Lahan Gambut
Aspek Sosial Ekonomi
10. ASPEK KEBIJAKAN
Lahan gambut yang mempunyai ketebalan gambut >300 cm masih dapat digunakan terutama untuk
tanaman tahunan (bila dikelola dengan baik sesuai dengan persyaratan yang diperlukan).
Dalam RTRW provinsi, sebagian besar lahan gambut termasuk pada kawasan hutan terdapat
lahan gambut yang masih berupa hutan primer tapi dalam RTRW
provinsi diarahkan untuk pengembangantanaman perkebunan dan
pertanian pangan/hortikultura (kasus di Riau), karenastatusnya
berada di luar kawasan hutan atau berada di areal peruntukan lain
(APL).
Alokasi pemanfaatan ruang lahan gambut terdegradasi dalam RTRW untuk masing2 provinsi mempunyai
asumsi dasar yang berbeda. Seharusnya asumsi tersebut didasarkan pada kesesuain lahan dalam rangka
pengembangan komoditas pertanian.
Alokasi pemanfaatan ruang lahan gambut terdegradasi di dalam RTRW untuk suatu provinsi berbeda
dengan RTRW kabupaten/kota.
11. ASPEK TEKNOLOGI PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT
Pengelolaan air melalui perbaikan sistem tata air di lahan dengan membuat saluran drainase mengatur tinggi
muka air di lahansehingga dapat mendukung pertumbuhan tanaman dan
meningkatkan stabilitas gambut.
Pemilihan komoditas strategis yang sesuai untuk dikembangkan dalam hubungannya dengan ketebalan gambut
tanaman perkebunan dengan tingkat kesesuaiandan nilai ekonomi tinggi, seperti
karet, nanas dan kelapa sawit.
Meningkatkan dan memperbaiki stabilitas dan sifat inheren gambut yang dilakukan dengan pemberian bahan amelioran
yang mengandung kation metal tinggi sehingga terbentuk ikatan organo-metal komplek pelepasan karbon
dari gugus fungsional dapat ditekan.
Mempertahankan lingkungan yang baik di sekitar areal pertanaman melalui upaya mengkombinasikan antara tanaman yang
diusahakan dengan tanaman hutan yang mempunyai nilai konservasi tinggi (HCV).
12. ASPEK SOSIAL EKONOMI
Mengorganisir produk hasil petani agar harganya layak dan mempunyai jaringan pasar dengan
industri hilirnya.
Mengupayakan agar input yang diperlukan petani tersedia di lokal.
Memfasilitasi agar frekuensi penyuluhan intensif sehingga inovasi teknologi ramah lingkungan
diadopsi sehingga produktivitas usahatani meningkat.
Membantu memfasilitasi permodalan yang diperlukan untuk usahatani yang layak.
13. DAFTAR PUSTAKA
Bappenas. 2009. Reducing carbon Emission for Indonesian peatland. Interm Report of Multi diciplinary
Study. Indonesian National Development Planning Bappenas Republic of Indonesia.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2012. Pengertian, Istilah, Definisi, dan Sifat Tanah
Gambut. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. 20 hal.
Rieley, J.O., R.A.J. Wust, J. Jauhiainen, S.E. Page, H. Wösten, A. Hooijer, F. Siegert, S.H. Limin, H.
Vasander and M. Stahlhut. 2008. Tropical Peatlands: carbon stores, carbon gas emissions
and contributions to climate change Processes. in Strack, M. (Ed.). Peatlands and Climate
Change. International Peat Society. Vapaudenkatu 12,40100 Jyvaskyla. Finland. Pp148-182.
Sabiham, S. dan Maswar. 2014. Strategi Pengelolaan Lahan Gambut Terdegradasi Untuk Pertanian
Berkelanjutan. Dalam Lahan Gambut Indonesia. Badan Penelitan dan Pengembangan
Pertanian. IAARD Press : Jakarta. Halaman 236-239.
Soil Survey Staff. 2010. Keys to Soil Taxonomy. Eleventh Edition. United States Departement of
Agriculture. Natural Resources Conservation Services. 338 halaman.
Wahyunto, S. Ritung, K. Nugroho, Y. Sulaiman, Hikmatullah, C. Tafakresnanto, Suparto, dan Sukarman.
2013a. Peta Arahan lahan Gambut Terdegradasi di Pulau Sumatera Skala 1:250.000. Badan
Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian. Bogor. 27 halaman.
Wahyunto, Ai Dariah, D. Pitono, dan M. Sarwani. 2013b. Prospek pemanfaatan lahan gambut untuk
perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Perspektif 12(1):11-22.
Wahyunto, K. Nugroho, dan F. Agus. 2014. Peta Lahan Gambut Terdegradasi: Metode, Tingkat Akurasi/
Keyakinan dan Penggunaan. 20 halaman (belum diterbitkan).
Maftuah, E., A. Maas, A. Syukur, dan B. H. Purwanto. 2011. Potensi bahan amelioran insitu dalam
meningkatkan ketersediaan hara. Dalam Ariyanto et al. (Eds.). Prosiding Kongres Nasional
HTI X: Tanah untuk Kehidupan yang Berkualitas. Buku I. Halaman:330340.
Maftuah, E., M. Noor, W. Hartatik, dan D. Nursyamsi. 2014. Pengelolaan dan Produktivitas Lahan
Gambut untuk berbagai Komoditas Tanaman. 38 halaman (belum dipublikasi).
Masganti. 2003. Kajian Upaya Meningkatkan Daya Penyediaan Fosfat dalam Gambut
Oligotrofik.,Disertasi. Program Pascasarjana UGM, Yogyakarta. 355 halaman
Masganti. 2013. Teknologi inovatif pengelolaan lahan suboptimal gambut dan sulfat masam untuk
peningkatan produksi tanaman pangan. Pengembangan Inovasi Pertanian 6(4):187-197.
Kurnain, A., T. Notohadikusumo, B. Radjagukguk, dan Sri Hastuti. 2001. The state of decomposition of
tropical peat soil under cultivated and fire damage peatland. Dalam Rieley, dan Page (Eds.).
Jakarta Symposium Proceeding on Peatlands for People: Natural Resources Functions and
Sustainable Management. Halaman:168-178.
Nugroho, K., dan B. Widodo. 2001. The effect of dry-wet condition to peat soil physical characteristic
of different degree of decomposition. Dalam Rieley, dan Page (Eds.). Jakarta Symposium
Proceeding on Peatlands for People: Natural Resources Functions and Sustainable
Management. Halaman:94-102.
Talakua, S.M. dan R.M. Osok. 2017. Pengembangan Model Penilaian Degradasi Lahan Berdasarkan
Pendekatan Field Assessment. Ambon: Pattimura University Press. ISBN: 978-602-50112-2-
1.