SlideShare a Scribd company logo
1 of 141
Download to read offline
ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU
DI KOTA TANGERANG
JUWARIN PANCAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU
DI KOTA TANGERANG
JUWARIN PANCAWATI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Kebutuhan Ruang
Terbuka Hijau adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau yang dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini
Bogor, Februari 2010
Juwarin Pancawati
NIM A156070261
ABSTRACT
JUWARIN PANCAWATI. The Analysis of Green Open Space Requirements in
Tangerang City. Under direction of KUKUH MURTILAKSONO and BABA
BARUS.
Some places in Tangerang City has small amount of Green Open Space
(GOS), whereas the presence of GOS is needed in order to create a comfortable
urban environment. This study aims to analyze the suitability of GOS, knowing
the public preference for GOS priorities, and constructing the formulation of
referrals development for Tangerang City. GOS requirements were calculated
based on; a) area (UU No.26/2007), b) population (Regulation of Public Works
Minister No.05/PRT/M/2008), c) oxygen needs (Gerarkis method) and d) water
needs (Faculty of Forestry IPB method). The analysis of the suitability of GOS
was done by comparing the requirements with the existing GOS and the allocation
in City’s Spatial Arrangement Plan (RTRW). While public preferences of GOS
were analyzed by AHP method. GOS requirements by area (4.935,6 Hectares) and
population (3063.3 Hectares) were generally adequate. Meanwhile, requirement
that based on the needed oxygen (28.875 Hectares) and needed water (489.443
Hectares) can not be fulfilled. The GOS’s allocation in the Spatial Plan of
Tangerang City 2008-2028, is not in accordance with the GOS requirements. The
GOS’s referrals development of Tangerang City was; to maintain the GOS area to
5.890,3 Hectares in order to not convert into built up area. This includes GOS for
comfort of residents, both existing (261,6 Hectares) and constructed (4.022,6
Hectares), and the non-comfort GOS (1.867,7 Hectares). Most of the comfort
GOS is in the form of block and the rest is in corridor form. The form of non-
comfort GOS directed as agricultural area that concentrated at District Periuk and
the area surrounding the airport.
Keywords: green open space, requirement
RINGKASAN
JUWARIN PANCAWATI. Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Di Kota
Tangerang. Dibimbing oleh KUKUH MURTILAKSONO dan BABA BARUS.
Kota Tangerang merupakan kota yang berkembang pesat. Perkembangan
tersebut berakibat pada jumlah Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang semakin
berkurang. Padahal keberadaan RTH sangat diperlukan di perkotaan agar tercipta
lingkungan yang nyaman dan sehat. Penelitian ini bertujuan memberikan
rumusan pokok konsep kebutuhan RTH untuk menjaga keseimbangan lingkungan
di Kota Tangerang, berupa 1) analisis kecukupan RTH berdasarkan luas wilayah,
jumlah penduduk, kebutuhan oksigen, kebutuhan air tanah di Kota Tangerang, 2)
analisis preferensi masyarakat terhadap prioritas pengembangan RTH di kota
Tangerang, dan 3) rumusan arahan pengembangan RTH
Kebutuhan RTH dihitung dengan pendekatan luas wilayah yang mengacu
pada Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007 yaitu 30% dari luas
administrasi, kebutuhan penduduk akan RTH kenyamanan yang ditetapkan dalam
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/M/PRT/2008 yaitu 20m2
per jiwa,
kebutuhan oksigen yang dihitung menggunakan metode Gerarkis dan kebutuhan
air dengan metode Sutisna. Analisis kecukupan RTH dilakukan dengan
memperbandingkan ketersediaan RTH eksisting dan alokasi RTH dalam RTRW
dengan kebutuhan RTH.
Preferensi masyarakat terhadap bentuk dan fungsi RTH dianalisis
menggunakan metode AHP terhadap 31 responden yang terdiri dari kalangan
akademisi, pengembang, pemerintah dan tokoh masyarakat. Hasil analisis
menunjukan prioritas RTH yang ingin dikembangkan secara berturut-turut adalah
RTH berbentuk kawasan, jalur, dan simpul.
Kebutuhan RTH Kota Tangerang berdasarkan luas wilayah, jumlah
penduduk, kebutuhan oksigen dan kebutuhan air bersih secara berturut-turut
adalah 4.935,6 Hektar, 3.063,3 Hektar, 28.875 Hektar, dan 489.443 Hektar.
Kebutuhan RTH berdasarkan kebutuhan oksigen dan air bersih jauh melampaui
luas wilayah Kota Tangerang, sehingga sulit dipenuhi. Sedangkan kebutuhan
RTH Kota Tangerang berdasarkan luas wilayah dan jumlah penduduk secara
umum terpenuhi, kecuali Kecamatan Larangan dan Kecamatan Ciledug. Alokasi
RTH dalam Revisi RTRW Kota Tangerang 2008-2028, ruang terbuka secara
umum tidak sesuai dengan kebutuhan RTH. Hampir semua Kecamatan di Kota
Tangerang kekurangan alokasi RTH, kecuali Kecamatan Tangerang, Karawaci
dan Neglasari. Preferensi masyarakat terhadap pengembangan RTH secara
berturut-turut adalah berbentuk kawasan, jalur dan simpul
Arahan pengembangan RTH Kota Tangerang dilakukan berdasarkan
ketersediaan RTH, alokasi RTH dalam RTRW, dan proyeksi kebutuhan RTH
pada tahun 2018 dengan mempertimbangkan preferensi masyarakat terhadap
bentuk dan fungsi yang diinginkan. Arahan RTH yang dilakukan adalah
mempertahankan RTH seluas 5.890,3 hektar agar tidak terkonversi menjadi lahan
terbangun. Termasuk di dalamnya adalah RTH taman baik eksisting maupun
yang ditambahkan (4.022,6 hektar) dan RTH non-taman (1.867,7 hektar). RTH
taman sebagian besar berbentuk kawasan (sempadan situ, taman kota, hutan kota
dan lapangan olah raga) dan sebagian lainnya berbentuk jalur hijau tepi jalan dan
jalur hijau sempadan sungai. RTH non-taman diarahkan dalam bentuk lahan-lahan
pertanian, terutama dipusatkan di kecamatan periuk dan kawasan sekitar bandara.
Pada kawasan ini diperlukan pengawasan yang ketat agar tidak terjadi konversi
lahan pertanian ke lahan non-pertanian. Cadangan ruang terbangun seluas 2075,4
hektar sebagian besar diarahkan di Kecamatan Cipondoh, Pinang, Jatiuwung dan
Benda.
Judul Tesis : Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Di Kota Tangerang
Nama : Juwarin Pancawati
NIM : A 156070261
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S.
Ketua
Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc.
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr.
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian: 5 Febuari 2010 Tanggal Lulus:
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si.
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah SWT, salam dan salawat kepada junjungan kita
Nabi Muhammad saw, karena perkenan-Nya maka penulis dapat menyelesaikan
penelitian ini. Penelitian ini berjudul Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau
Di Kota Tangerang. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Dalam penyusunan penelitian ini penulis mendapat masukan, arahan,
petunjuk dan bimbingan serta kritik dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu,
dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Kukuh
Murtilaksono, M.S. sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Dr.Ir. Baba Barus,
M.Sc. sebagai Anggota Komisi Pembimbing atas pengarahan, bimbingan dan
saran yang diberikan. Lebih daripada itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
Bapak Risnur dan Ibu Mesi Shinta Dewi dari Dinas Tata Kota Tangerang yang
telah membantu selama pengumpulan data.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada suami dan anak-anak
tercinta yang telah memberi semangat, doa, dan kasih sayangnya. Tidak lupa
Teman-teman PWD 2007 dan PWL 2007 dan semua pihak yang tidak dapat
disebutkan satu persatu, penulis sampaikan terimakasih atas segala bantuan dan
kerjasama yang terjalin selam ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Febuari 2010
Juwarin Pancawati
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Purwokerto pada tanggal 14 Februari 1975, dari ayah
Suyitno Padmowiyoto dan ibu Siti Robi,atun (almh). Menikah dengan M. Irsyad
dan dikaruniai tiga orang anak; Iriene Naura Khansa, Muhammad Afif Abiyyuga
dan Muhammad Latief Aditya.
Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1
Purwokerto pada tahun 1993 dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk
Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(UMPTN) pada program studi Ilmu Tanah. Tahun 2002 penulis menyelesaikan
studi Program Pascasarjana (S2) Ekonomi Manajemen di Universitas Jenderal
Soedirman (UNSOED) Purwokerto. Tahun 2007, penulis mendapat kesempatan
kembali untuk menimba ilmu di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
dan mendapatkan Bantuan Pendidikan Pascasarjana (BPPS).
Saat ini penulis bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Pertanian
Universitas Sulltan Ageng Tirtayasa di Serang Banten.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... xiii
PENDAHULUAN
Latar Belakang........................................................................................... 1
Perumusan Masalah................................................................................... 4
Tujuan Penelitian....................................................................................... 5
Manfaat Penelitian.................................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Ruang Terbuka dan Ruang Terbuka Hijau.............................. 6
Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau............................................... 10
Kebutuhan Luas Ruang Terbuka Hijau...................................................... 11
Proses Hierarki Analitik............................................................................ 13
Peran Masyarakat dalam Penyediaan dan Pemanfaatan RTH................... 15
METODOLOGI
Waktu dan Tempat Penelitian.................................................................... 17
Metode Penelitian...................................................................................... 18
Pengumpulan Data................................................................................ 18
Analisis Data......................................................................................... 19
Penyusunan Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau.................. 26
KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
Topografi dan Kelerengan........................................................................ 28
Iklim.......................................................................................................... 29
Hidrologi.................................................................................................... 29
Penggunaan Lahan dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang 31
Kondisi Perekonomian............................................................................. 37
Kondisi Sosial Budaya............................................................................. 38
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Penutupan Lahan Kota Tangerang ............................................ 43
Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Kota Tangerang ................................. 48
Kecukupan RTH berdasarkan Kondisi Eksisting RTH ......................... 64
Kesesuaian Rencana Umum Tata Ruang Kota untuk Kawasan Hijau
Terhadap Kebutuhan RTH................................................................ 77
Preferensi Masyarakat Terhadap Prioritas Pengembangan RTH............ 84
Arahan Pengembangan RTH................................................................... 86
SIMPULAN DAN SARAN............................................................................ 109
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 112
LAMPIRAN................................................................................................... 116
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk................................. 12
2. Skala Perbandingan Berpasangan ........................................................ 25
3. Ketinggian dan Kemiringan Lahan Kota Tangerang............................ 28
4. Penggunaan Lahan Kota Tangerang 2007............................................ 32
5. Kebijakan Pengembangan Struktur Ruang Kota Tangerang................ 35
6. Rencana Penggunaan Lahan Kota Tangerang 2008-2028.................... 36
7. Kepadatan Penduduk Kota Tangerang 2008...................................... 39
8. Klasifikasi dan Luas Penutupan Lahan Kota Tangerang....................... 46
9. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Kota Tangerang Berdasarkan
UUTR No.26 Tahun 2007.................................................................... 49
10. Kebutuhan RTH Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No.05/PRT/M/2008 pada 3 Titik Tahun.............................................. 50
11. Kebutuhan Oksigen untuk Manusia di Kota Tangerang pada 3 Titik
Tahun.................................................................................................... 51
12. Klasifikasi Kendaraan Bermotor Menurut Jenis dan Kebutuhan
Oksigen................................................................................................. 52
13. Kebutuhan Oksigen Bagi Kendaraan Bermotor di Kota Tangerang
pada 3 Titik Tahun................................................................................ 53
14. Karakteristik Umum Jalan Utama Kota Tangerang.............................. 54
15. Kebutuhan Oksigen bagi Kendaraan Bermotor untuk Tiap
Kecamatan di Kota Tangerang............................................................. 55
16. Jumlah Ternak Tahun 2008 dan Karakteristik Kebutuhan
Oksigen…………………………………………………………..… 56
17. Kebutuhan Oksigen Bagi Ternak di Kota Tangerang pada 3 Titik
Tahun................................................................................................... 57
18. Kebutuhan Oksigen Bagi Hewan Ternak Per Kecamatan Pada Tiga
Titik Tahun.......................................................................................... 58
19. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang Berdasarkan
Kebutuhan Oksigen Golongan Konsumen........................................... 58
20. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang Berdasarkan
Kecamatan............................................................................................. 59
21. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Kebutuhan Air Bagi
Penduduk Kota Tangerang................................................................... 64
22. Kecukupan RTH Berdasarkan Kondisis Eksisting.............................. 65
Halaman
23. Proyeksi Kecukupan RTH berdasarkan UU No.26/2007 pada Tiga
Titik Tahun……………………………………..………………….... 67
24. Jumlah Ruang Terbuka Hijau dan Kepadatan Penduduk Kota
Tangerang........................................................................................... 68
25. Kecukupan Kebutuhan RTH Taman di Kota Tangerang.................... 69
26. Kecukupan RTH Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Tahun 2008........ 71
27. Jumlah Pohon yang Diperlukan untuk Memenuhi Kebutuhan
Oksigen Di Kota Tangerang Berdasarkan Golongan Konsumen...... 72
28. Jumlah Pohon yang Dibutuhkan untuk Memenuhi Kebutuhan
Oksigen Di Kota Tangerang Berdasarkan Kecamatan....................... 73
29. Jumlah Pohon pada Program GERHAN Kota Tangerang.................. 74
30. Kecukupan Kebutuhan RTH Berdasarkan Kebutuhan Air Bersih...... 75
31. Rencana Ruang Terbuka Hijau Kota Tangerang 2008-2028.............. 77
32. Kesesuaian RUTRK Ruang Terbuka Hijau Terhadap Kebutuhan
RTH Berdasarkan Luas Wilayah Kota Tangerang............................ 78
33. Kesesuaian RUTRK Ruang Terbuka Hijau Terhadap Kebutuhan
RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk................................................... 80
34. Kesesuaian RUTRK Ruang Terbuka Hijau Terhadap Kebutuhan
RTH Berdasarkan Kebutuhan Air...................................................... 82
35. Kesesuaian RUTRK Ruang Terbuka Hijau Terhadap Kebutuhan
RTH Berdasarkan Kebutuhan Oksigen............................................... 83
36. Hasil Proses Hierarki Analitik (AHP) untuk Mendapatkan Prioritas
Pengembangan Ruang Terbuka Hijau................................................. 85
37. Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Kota Tangerang......... 103
38. Jumlah Pohon Trembesi untuk Memenuhi Kebutuhan Oksigen Kota
Tangerang............................................................................................ 107
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Pola RTH yang Mengikuti Pola Tata Ruang (Tim IPB 1993)............. 7
2. Letak Geografis Kota Tangerang......................................................... 17
3. Hierarki untuk memilih prioritas pengembangan RTH....................... 25
4. Contoh Bentuk-Bentuk Umum RTH Kota Tangerang........................ 24
5. Diagram Alir Analisis Penutupan Lahan………………………….… 27
6. Pembagian Wilayah Pengembangan Kota (WPK) dalam Revisi
RTRW 2008-2028……………………………………………….… 33
7. Komposisi Penutupan Lahan Kota Tangerang Tahun 2007......…… 43
8. Citra Satelit Lokasi Penelitian Kota Tangerang................................. 44
9. Peta Penutupan Lahan Kota Tangerang.............................................. 45
10. Proporsi Ruang Terbuka di Kota Tangerang...................................... 47
11. Kecukupan RTH berdasarkan Luas Wilayah Kota Tangerang.......... 66
12. Kecukupan Kebutuhan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk Di
Kota Tangerang.................................................................................. 68
13. Kebutuhan RTH Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Kota
Tangerang........................................................................................... 70
14. Kebutuhan RTH berdasarkan Kebutuhan Air Tanah Kota
Tangerang........................................................................................... 76
15. Kesesuaian RUTRK Ruang Terbuka Hijau Terhadap Kebutuhan
RTH Berdasarkan Luas Wilayah Kota Tangerang............................. 79
16. Kesesuaian RUTRK Ruang Terbuka Hijau Terhadap Kebutuhan
RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk.................................................. 81
17. Sketsa Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Kota
Tangerang............................................................................................ 91
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Peta Administrasi Kota Tangerang....................................................... 116
2. Komponen Perhitungan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan
Kebutuhan Air Di Kota Tangerang..................................................... 117
3. Hasil Perhitungan Analisis AHP pada Strata Pertama (Prioritas Fungsi
RTH)....................................................................................................... 118
4. Hasil Perhitungan Analisis AHP pada Strata Kedua (Prioritas Bentuk
Ekologi).................................................................................................. 119
5. Hasil Perhitungan Analisis AHP pada Strata Kedua (Prioritas Bentuk
Sosial).................................................................................................. 120
6. Hasil Perhitungan Analisis AHP pada Strata Kedua (Prioritas Bentuk
Ekonomi)................................................................................................ 121
7. Hasil Perhitungan Analisis AHP pada Strata Kedua (Prioritas Bentuk
Estetika).................................................................................................. 122
8. Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Kota Tangerang............ 123
9. Kemampuan Vegetasi Dalam Memproduksi Oksigen........................... 136
10. Lokasi dan Luas Taman dan Hutan Kota Di Kota Tangerang............... 137
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan
telah mengalami transformasi lingkungan fisik lahan yang semakin padat oleh
berbagai infrastruktur sehingga berdampak terhadap kualitas kehidupan
masyarakat dan lingkungan. Transformasi lingkungan fisik lahan tersebut apabila
tidak diimbangi dengan pertambahan ruang terbuka hijau dapat menyebabkan
menurunnya kualitas air dan udara, berkurangnya daerah tangkapan air
(catchment area) dan meningkatnya pencemaran lingkungan. Sehingga kota
hanya maju secara ekonomi, namun mundur secara ekologi.
Kota Tangerang merupakan salah satu kota di kawasan Jabotabek yang
mengalami perkembangan pesat. Selain dikenal sebagai kota industri, Kota
Tangerang juga merupakan daerah pengembangan kawasan pemukiman bagi para
komuter yang bekerja di Jakarta. Kota Tangerang memiliki luas wilayah
17.729,746 Ha. Dari luas wilayah tersebut pertumbuhan fisik kota ditunjukkan
oleh besarnya kawasan terbangun kota, yaitu seluas 10.127,231 Ha (57,12 % dari
luas seluruh kota) dengan urutan penggunaan tertinggi sebagai kawasan
pemukiman (5.988,2 Ha). Luas kawasan pemukiman diperkirakan akan
meningkat pesat mengingat tingginya laju pertumbuhan penduduk Kota
Tangerang, yaitu rata-rata diatas 3,0%. Hingga pertengahan tahun 2007 penduduk
Kota Tangerang berjumlah 1.575.140 jiwa. Populasi penduduk dalam kurun
tahun 1990-2007, telah berkembang menjadi 1,5 kali dibandingkan dengan tahun
1990 yang berjumlah 921.848 jiwa (Dinas Kependudukan Catatan Sipil, 2008).
Jumlah penduduk yang meningkat pesat akan memberikan implikasi pada
tingginya tekanan terhadap pemanfaatan ruang. Di banyak perkotaan di
Indonesia, tingginya tekanan terhadap pemanfaatan ruang seringkali diiringi
menurunnya kualitas dan kuantitas kawasan hijau di kawasan perkotaan. Menurut
Widodo (2007), sebagian besar kecamatan di Kota Tangerang, terutama
Kecamatan Ciledug dan Kecamatan Larangan, memiliki kawasan hijau kurang
dari 10%. Kawasan hijau masih dapat dijumpai di wilayah Kecamatan Pinang,
Cipondoh, Neglasari, sebagian kecil Kecamatan Batu Ceper (kawasan bandara)
2
dan Kecamatan Periuk. Dari kecamatan-kecamatan tersebut, hanya Kecamatan
Cipondoh dan Kecamatan Pinang yang masih memiliki kawasan hijau yang
memadai, yaitu sekitar 40 % dari masing–masing wilayah kedua kecamatan ini.
Walaupun demikian di masa yang akan datang kondisi ini akan cepat berubah
mengingat wilayah ini merupakan daerah konsesi para pengembang perumahan.
Apabila nanti dikembangkan maka kegersangan mungkin juga akan tidak jauh
berbeda dengan Kecamatan Ciledug atau Kecamatan Larangan. Tentu saja ini
merupakan kondisi yang perlu diwaspadai mengingat pentingnya keberadaan
kawasan hijau bagi masyarakat perkotaan.
Keberadaan ruang terbuka hijau sangat diperlukan bagi wilayah perkotaan
seperti Tangerang. Selain menambah nilai estetika dan keasrian kota, ruang
terbuka hijau juga berfungsi menciptakan iklim mikro yang lebih sejuk, menjaga
keseimbangan oksigen (O2) dan karbon dioksida (CO2), mengurangi polutan, serta
membantu mempertahankan ketersediaan air tanah. Menurunnya kualitas dan
kuantitas ruang terbuka hijau (RTH), akan mengakibatkan menurunnya kualitas
lingkungan seperti udara dan air bersih.
Berdasarkan Undang-Undang Penataan Ruang No.26 Tahun 2007, ruang
terbuka hijau minimal menempati 30% luas wilayah perkotaan. Lebih lanjut
dipertegas dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 05/PRT/M/2008
tentang pedoman penyediaan dan pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan,
bahwa proporsi tersebut merupakan ukuran minimal untuk menjamin
keseimbangan ekosistem kota, maupun sistem ekologis lain yang dapat
meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat kota.
Setiap hari manusia membutuhkan oksigen sekitar 0,5 kg/hari; tanpanya
manusia akan mengalami gangguan kesehatan yang serius. Ruang terbuka hijau
disebut sebagai paru-paru kota karena merupakan produsen oksigen yang belum
tergantikan fungsinya. Fungsi ini sebenarnya merupakan salah satu aspek
berlangsungnya fungsi daur ulang antara gas karbondioksida (CO2) dan oksigen
(O2), hasil fotosintesis khususnya pada dedaunan. Proses pembersihan udara oleh
tanaman berlangsung secara efektif melalui proses penyerapan (absorpsi) dan
penjerapan (adsorpsi) dalam proses fisiologis. Mengingat tingginya jumlah
3
penduduk, tidak dipungkiri lagi bahwa keberadaan RTH sangat diperlukan untuk
menjamin pasokan oksigen bagi penduduk Kota Tangerang.
Kebutuhan prasarana lain yang harus disediakan oleh pemerintah adalah
prasarana air bersih. Pelayanan air bersih di Kota Tangerang, baik yang berasal
dari sistem perpipaan maupun non perpipaan, terus mengalami peningkatan.
Tahun 2004 jumlah rumah tangga terlayani air bersih, baik dari sistem perpipaan
maupun non-perpipaan, sebesar 92,31 %, pada tahun 2005 meningkat menjadi
92,34 % dan pada tahun 2006 menjadi 93,15%. Sisanya, sekitar 7% merupakan
penduduk yang tidak terlayani air bersih. Namun dari jumlah tersebut (93,15%)
pelayanan air bersih dengan sistem perpipaan baru dapat menjangkau 20% dari
penduduk kota Tangerang, dan terbatas pada wilayah-wilayah tertentu. Adapun
sebagian besar penduduk Kota Tangerang (sekitar 73%) masih mengandalkan
pemanfaatan sumber air tanah (sumur gali/sumur pompa) untuk mencukupi
kebutuhan air mereka Mengingat besarnya jumlah penduduk yang masih
menggunakan air bawah tanah untuk memenuhi kebutuhan mereka, sudah
seyogyanya pemerintah berkewajiban untuk menjaga kualitas dan kuantitas air
bawah tanah di Kota Tangerang. Salah satu upaya mempertahankan keberadaan
air bawah tanah antara lain dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas dan
kuantitas ruang terbuka hijau (Thohir, 1991).
Dalam upaya mewujudkan ruang yang nyaman, produktif dan
berkelanjutan, maka sudah saatnya pemerintah memberikan perhatian serius
terhadap keberadaan ruang publik, khususnya RTH. Keberhasilan pengembangan
RTH selain ditentukan oleh strategi pemerintah juga ditentukan oleh adanya
partisipasi masyarakat. Partisipasi merupakan kegiatan yang dilakukan dengan
melibatkan masyarakat dalam mengkonsepsikan sesuatu yang disebut baik oleh
mereka (Fear, 1990). Pemerintah kota harus dapat mengelola ketersediaan RTH
dalam wilayahnya sesuai dengan keinginan masyarakat, juga ketersediaan lahan
dan peruntukan tata ruang kota. Wujud dan manfaat RTH yang sesuai dengan
harapan dan keinginan warga kota, akan memberikan rasa nyaman, sejahtera,
juga rasa bangga dan rasa memiliki akan RTH tersebut (Schmid, 1979).
Keterlibatan masyarakat ini, secara langsung maupun tidak langsung, dapat
4
menciptakan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat untuk menjaga dan
memelihara kawasan RTH di lingkungan mereka.
Perumusan Masalah
Berkembangnya Kota Tangerang yang ditandai dengan peningkatan
jumlah penduduk dan aktivitasnya, secara tidak langsung mengakibatkan tekanan
yang tinggi pada pemanfaatan ruang. Keberadaaan kawasan hijau di perkotaan
seringkali dikalahkan oleh kebutuhan lain, seperti pengembangan kawasan
pemukiman, pusat perbelanjaan dan aktivitas komersial lain, sehingga kualitas dan
kuantitasnya semakin hari semakin berkurang. Di sisi lain, seiring dengan
peningkatan jumlah penduduk, keberadaan akan RTH sebagai penyedia jasa
lingkungan semakin dibutuhkan. Kualitas dan kuantitas RTH harus terus
disesuaikan dengan perkembangan penduduk agar tercipta Kota Tangerang yang
nyaman, produktif dan berkelanjutan.
Penataan ruang ditujukan untuk menghasilkan suatu perencanaan tata
ruang yang diinginkan di masa mendatang. Proses perwujudan tata ruang kota
biasanya dijabarkan dalam rencana tata ruang kota atau rencana detil tata ruang
kota. Selain dilakukan oleh pemerintah Kota Tangerang, proses perencanaan
maupun teknis pelaksanaan penyelenggaraan RTH sedapat mungkin melibatkan
para-pihak (stakeholder). Dalam upaya penyelenggaraan RTH, kemampuan
pemerintah seringkali terbatas, sehingga perlu adanya prioritas dalam
pengembangan RTH yang tidak mengesampingkan keinginan masyarakat,
terutama terkait dengan manfaat dan bentuk RTH.
Terkait dengan hal tersebut, secara khusus, penelitian ini akan
memfokuskan pada pertanyaan penelitian (reserch question) sebagai berikut:
1. Berapa jumlah kebutuhan RTH berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk,
kebutuhan oksigen dan air bersih.
2. Apakah pengembangan ruang terbuka hijau yang ada telah sesuai dengan
kebutuhan dan keinginan penduduk Kota Tangerang
5
Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memberikan rumusan pokok
konsep kebutuhan RTH untuk menjaga keseimbangan lingkungan di Kota
Tangerang. Adapun secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengkaji jumlah dan kecukupan kebutuhan RTH berdasarkan luas wilayah,
jumlah penduduk, kebutuhan oksigen, kebutuhan air tanah di Kota Tangerang.
2. Mengkaji preferensi masyarakat terhadap prioritas pengembangan ruang
terbuka hijau di Kota Tangerang
3. Membuat rumusan arahan pengembangan RTH sesuai dengan kebutuhan,
kondisi penutupan lahan, kebijakan tata ruang pemerintah, dengan
mempertimbangkan preferensi masyarakat Kota Tangerang terhadap bentuk
dan fungsi yang diharapkan.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
kebutuhan RTH di Kota Tangerang, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan
dalam pengambilan kebijakan dalam rangka mewujudkan salah satu tujuan
pembangunanya, yaitu; mengembangkan pemukiman dengan menekankan pada
kelestarian hidup.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Ruang Terbuka dan Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka (RT) terdiri atas Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Ruang
Terbuka Non Hijau (RTNH). Dalam perencanaan ruang kota dikenal istilah
Ruang Terbuka (open space), yaitu tempat terbuka di lingkungan perkotaan. RT
berbeda dengan istilah ruangan luar (exterior space yang merupakan kebalikan
dari interior space) yang ada di sekitar bangunan. Ruangan luar merupakan
ruangan terbuka yang sengaja dirancang secara khusus untuk kegiatan tertentu,
dan digunakan secara intensif, seperti lapangan parkir, lapangan basket, termasuk
plaza (piazza) atau square (Gunadi, 1995). Sedangkan ruang hijau (green space),
yang dapat berbentuk jalur (path), seperti jalur hijau jalan, tepian air waduk atau
danau, bantaran sungai, bantaran kereta api, saluran/jaringan listrik tegangan
tinggi, dan berbentuk simpul (nodes), berupa taman rumah, taman lingkungan,
taman kota, taman pemakaman, lahan pertanian kota, dan seterusnya, sebagai
Ruang Terbuka Hijau.
Ruang terbuka didefinisikan sebagai ruang-ruang di dalam kota atau wilayah
yang lebih luas, baik dalam bentuk membulat maupun dalam bentuk
memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka, yang pada
dasarnya tanpa bangunan (Instruksi Menteri Dalam Negeri No.14 tahun 1988
dalam Purnomohadi, 2006). Shirvani (1985) mendefinisikan ruang terbuka
sebagai keseluruhan lanskap, perkerasan (jalan dan trotoar), taman dan tempat
rekreasi di dalam kota. Ruang terbuka tidak harus diisi oleh tumbuhan, atau
didalamnya hanya memiliki sedikit tumbuhan. Ruang terbuka dapat berbentuk
man made, yang terjadi akibat teknologi, koridor jalan, bangunan tunggal,
bangunan majemuk, atau natural seperti hutan-hutan kota, aliran sungai, serta
daerah alamiah lainnya yang memang telah ada sebelumnya (Hakim, 2002)
Ruang terbuka berfungsi sebagai unsur ventilasi kota, pertukaran udara
sebagian besar terjadi di areal (ruang) terbuka (Purnomohadi, 2006). Menurut
Spreigen (1965) dalam Hakim (2002), ruang terbuka juga memiliki fungsi sebagai
penunjang kenyamanan, keamanan, peningkatan kualitas lingkungan dan
pelestarian alam yang terdiri dari ruang linear atau koridor dan ruang pulau atau
oasis sebagai tempat perhentian.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah ruang-ruang di dalam kota dimana
unsur hijau (vegetasi) yang alami dan sifat ruang terbuka lebih dominan (Hakim,
2002). Pelaksanaan pengembangan RTH dilakukan dengan pengisian tumbuhan
pada ruang terbuka, baik secara alami ataupun dengan tanaman budidaya, seperti
tanaman komoditi pertanian dalam arti luas, pertamanan, dan sebagainya.
Sedangkan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008, ruang
terbuka hijau didefinisikan sebagai area memanjang/jalur dan atau mengelompok,
yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang
tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Berdasarkan referensi dan pengertian tentang eksistensi nyata sehari-hari,
maka RTH adalah: (1) suatu lapangan yang ditumbuhi berbagai tumbuhan, pada
berbagai strata, mulai dari penutup tanah, semak, perdu dan pohon (tanaman
tinggi berkayu); (2) ”Sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang mempunyai
ukuran, bentuk dan batas geografis tertentu dengan status penguasaan apapun,
yang didalamnya terdapat tumbuh-tumbuhan hijau berkayu dan tahunan (perenial
woody plants) dengan pepohonan sebagai tumbuhan penciri utama dan tumbuhan
lainnya (perdu, semak, rerumputan dan tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai
tumbuhan pelengkap dan penunjang fungsi RTH yang bersangkutan”
(Purnomohadi, 1995)
Penyelenggaraan ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan, ditujukan untuk
tiga hal, yaitu: 1) menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air, 2)
menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan
alam dan lingkungan binaan yang berguna bagi kepentingan masyarakat, dan 3)
meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman
lingkungan yang aman, nyaman, segar, indah dan bersih (Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008).
Dalam perencanaan dan pengembangan fisik RTH kota untuk dapat
mencapai fungsi dan tujuan yang diinginkan, ada empat hal utama yang harus
diperhatikan, yaitu 1) luas minimum yang diperlukan, 2) lokasi lahan kota yang
potensial dan tersedia untuk RTH, 3) bentuk yang dikembangkan (Gambar 1), dan
4) distribusinya dalam kota (Tim IPB, 1993).
Anderson (1975) dalam Grey dan Deneke (1978) mengemukakan bahwa
kawasan hijau terdiri dari barisan pepohonan sepanjang jalan, gerombolan
vegetasi di taman-taman, terasuk jalur hijau di pinggir kota, menyambung ke
daerah hutan. Menurut Grey dan Deneke (1978) ruang terbuka hijau akan disebut
sebagai hutan kota jika memiliki luas minimum 0,4 ha, atau jika memiliki bentuk
jalur lebarnya minimum 30 meter1
. Ruang tebuka hijau meliputi semua vegetasi
yang tumbuh di daerah taman, tepi jalan, jalur tol, jalur kereta api, bangunan,
lahan terbuka, kawasan padang rumput, kawasan industri, kawasan pemukiman,
kawasan perdagangan dan kawasan luar kota.
Bentuk RTH beragam, dan dapat dikategorikan berdasarkan jenis vegetasi
yang berada dalam RTH, fungsi, bentuk dan struktur fungsional, dan kepentingan
khusus atau tertentu lainnya (Nurisyah, 1996). Berdasarkan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008, RTH dikelompokkan menjadi 4 jenis
1
Sedangkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 05/PRT/M/2008 menetapkan hutan kota
dapat berbentuk bergerombol/menumpuk dengan berbentuk jumlah vegetasi minimal 100 pohon
dengan jarak rapat tidak beraturan, atau menyebar tidak beraturan dengan luas minimum 2500
m2
, atau berbentuk jalur dengan lebar minimal 30 m.
Konsentris
Gambar 1. Pola RTH yang Mengikuti Pola Tata Ruang (Tim IPB 1993)
Terdistribusi Hierarkis
Linear Jaringan
Mengikuti fisiografi (sungai)
yakni: RTH pekarangan, RTH taman dan hutan kota, RTH jalur hijau jalan, dan
RTH fungsi tertentu (termasuk didalamnya RTH sempadan badan air dan
pemakaman).
Berbeda dengan Nurisyah, Fandeli (2004) mengklasifikasikan RTH
berdasarkan status kawasan, bukan berdasarkan bentuk dan struktur vegetasinya.
Menurutnya, kawasan hijau kota terdiri atas kawasan pertamanan kota, kawasan
hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olah raga,
dan kawasan hijau pekarangan.
Djamal Irwan (1994) mengelompokkan ruang terbuka hijau berdasarkan
fungsi lingkungan terkait dengan suhu, kelembaban, kebisingan dan debu. Bentuk
RTH dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk:
a. Bergerombol atau menumpuk, yaitu ruang terbuka hijau dengan komunitas
vegetasi terkonsentrasi pada suatu areal dengan jumlah vegetasinya minimal
100 pohon dengan jarak tanam rapat dan tidak beraturan.
b. Menyebar, yaitu ruang terbuka hijau yang tidak memiliki pola tertentu, dengan
komunitas vegetasinya tumbuh menyebar terpencar-pencar dalam bentuk
rumpun atau gerombol kecil
c. Bentuk jalur, yaitu komunitas vegetasinya tumbuh pada lahan yang berbentuk
jalur lurus atau melengkung, mengikuti bentukan sungai, jalan, pantai, saluran
dan sebagainya.
Sedangkan Nurisjah (2005) membedakan bentuk ruang terbuka hijau
berdasarkan kesesuaian fungsionalnya terhadap ruang-ruang kota. Ruang terbuka
hijau dikelompokkan menjadi dua:
a. Bentuk mengelompok, dibedakan lagi berdasarkan ukuran-fungsionalnya,
yaitu kawasan yang berbentuk mengelompok, relatif luas ukurannya, serta
dapat digunakan untuk berbagai aktivitas sosial dan rekreatif masyarakat serta
memiliki manfaat ekologis yang tinggi, dan simpul untuk bentuk
mengelompok yang relatif kecil ukurannya dan lebih mendukung aspek
estetika ruang kota tetapi kurang dapat digunakan untuk beraktivitas
masyarakat kota dan kurang bermanfaat secara ekologis.
b. Bentuk jalur dikategorikan lagi berdasarkan peruntukan fungsionalnya, yaitu
bentuk jalur hijau jalan raya, jalur hijau lintas kereta, jalur hijau tepi sungai,
jalur hijau tepi kota dan sebagainya.
Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau
Ruang terbuka hijau merupakan bagian dari kawasan kota yang memberikan
kontribusi utama dalam meningkatkan kualitas lingkungan yang baik (Roslita,
1997 dalam Nurisjah, 2005). RTH tidak hanya berfungsi sebagai pengisi ruang
dalam kota, namun juga harus dapat berfungsi sebagai penjaga keseimbangan
ekosistem kota untuk kelangsungan fungsi ekologis dan berjalannya fungsi kota
yang sehat dan wajar (Crowe, 1981). Bertnatzky (1978) menggambarkan suatu
model RTH sebagai ventilasi kota, yang menjadi sumber udara segar dan bersih,
yang disusun mengelilingi dan struktur kota yang masif, dan akan membentuk
ruang-ruang ventilasi yang dapat mengeluarkan udara tercemar dari dalam kota
dan mengalirkan udara bersih.
Ruang terbuka hijau memiliki fungsi sebagai pencipta kenyamanan bagi
manusia melalui faktor iklim, yaitu suhu, radiasi matahari, curah hujan dan
kelembaban. Vegetasi dapat menyerap panas dari radiasi matahari dan
memantulkannya sehingga dapat menurunkan suhu mikroklimat. Vegetasi juga
dapat mengurangi kecepatan angin tergantung pada derajat keefektifan tanaman
dan teknik peletakkannya. Selain itu, ruang terbuka hijau dapat melembutkan
suasana keras dan struktur fisik bangunan, membantu menurunkan tingkat
kebisingan, udara panas dan polusi sekitarnya serta membentuk kesatuan ruang
(Carpenter et al., 1975).
Menurut Simonds (1983) RTH dapat membentuk karakter kota, memberikan
kenyamanan dan menjaga kelangsungan hidupnya. Secara lebih spesifik
dijelaskan bahwa RTH memiliki fungsi sebagai 1) penjaga kualitas lingkungan, 2)
penyumbang ruang bernafas yang segar dan indah, 2) paru-paru kota, 4)
penyangga sumber air tanah, 5) mencegah erosi, serta 6) sebagai unsur dan sarana
pendidikan.
Menurut Purnomosidi (2006), kemudian dikukuhkan dan disempurnakan
dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008, fungsi RTH
memiliki fungsi utama (intrinsik) sebagai fungsi ekologis, yaitu memberikan
jaminan pengadaaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru
kota), pengatur iklim mikro, peneduh, produsen oksigen, penyerap polusi dan air
hujan, penyedia habitat satwa dan penahan angin. Sedangkan fungsi tambahan
(ekstrinsik) dari RTH adalah:
1) fungsi sosial, dan budaya yang mampu menggambarkan ekspresi budaya lokal,
media komunikasi warga kota, tempat rekreasi, serta sebagai wadah dan objek
pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam,
2) fungsi ekonomi, yang merupakan sumber produk yang bisa dijual seperti
tanaman bunga, daun, sayur dan buah, serta bisa menjadi bagian dari usaha
pertanian, perkebunan, kehutanan dan sebagainya.
3) fungsi estetika yaitu meningkatkan kenyamanan dan keindahan lingkungan
kota, sehingga dapat menstimulus kreativitas dan produktivitas warga kota,
serta menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan
tidak terbangun.
Kebutuhan Luas Ruang Terbuka Hijau
Hingga saat ini, formula rumusan penentuan luas kebutuhan RTH untuk
memenuhi syarat lingkungan kota yang berkelanjutan, masih terbatas pada
penentuan luas secara kuantitatif. Luas RTH tersebut masih harus disesuaikan
dengan faktor penentu lainnya, seperti geografis, iklim, jumlah dan kepadatan
penduduk, luas kota, kebutuhan akan oksigen, rekreasi dan sebagainya.
Perhitungan luas minimum kebutuhan RTH perkotaan secara kuantitatif
dapat didasarkan pada: 1) luas wilayah, yaitu minimal 30% dari total luas wilayah
yang terdiri dari 20% RTH publik dan 10% RTH privat, 2) jumlah penduduk,
yakni 20m2
per kapita yang didistribusikan pada berbagai tingkat hierarki (Tabel
1), dan/atau 3) kebutuhan fungsi tertentu (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No.05/PRT/M/2008). Kebutuhan fungsi tertentu biasanya dikaitkan dengan isu-
isu penting di suatu wilayah perkotaan antara lain kebutuhan oksigen,
ketersediaan air, atau pencemaran udara.
Tabel 1. Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk
No
Unit
Lingkungan
Tipe RTH
Luas
Minimal/
unit(m2
)
Luas
Minimal/
kapita (m2
)
Lokasi
1 250 jiwa Taman RT 250 1,0
Ditengah lingkungan
RT
2 2500 jiwa Taman RW 1.250 0,5 Dipusat kegiatan RW
3 30.000 jiwa
Taman
kelurahan
9.000 0,3
Dikelompokkan
dengan sekolah/ pusat
kelurahan
4
120.000
jiwa
Taman
kecamatan
24.000 0,2
Dikelompokkan
dengan sekolah/pusat
kelurahan
Pemakaman disesuaikan 1,2 tersebar
5
480.000
jiwa
Taman kota 144.000 0,3 Di pusat wilayah/kota
Hutan kota disesuaikan 4,0
Di dalam/ kawasan
pinggiran
Untuk fungsi-
fungsi tertentu
disesuaikan 12,5
Disesuaikan dengan
kebutuhan
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008
Kebutuhan oksigen di wilayah perkotaan, dapat menggunakan metode
Gerarkis (Wisesa, 1988). Perhitungan ini tidak hanya didasarkan pada jumlah
konsumsi oksigen oleh penduduk kota, namun juga memperhitungkan jumlah
oksigen yang dikonsumsi oleh ternak dan kendaraan bermoor. Kebutuhan
oksigen untuk manusia dihitung dengan asumsi bahwa manusia mengoksidasi
3000 kalori per hari dari makanan dan menggunakan sekitar 600 liter oksigen dan
memproduksi 480 liter CO2. Untuk menghitung konsumsi oksigen oleh
kendaraan bermotor, terlebih dahulu perlu diketahui jumlah dan jenis kendaraan
bermotor. Jenis kendaraan bermotor dibedakan menjadi kendaraan penumpang,
kendaraan beban, kendaraan bis dan sepeda motor
Proses Hierarki Analitik
(Analytical Hierarcchy Process)
Proses Hierarki Analitik lebih dikenal dengan istilah Analytical Hierarchy
Process (AHP), diperkenalkan oleh Thomas L Saaty dalam bukunya "The
Analytic Hierarchy Process" (1990). AHP merupakan salah satu dari beberapa
model pendakatan Multi-Attribute Decision Modelling (MADM). AHP adalah
prosedur yang berbasis matematis yang sangat baik dan sesuai untuk kondisi
evaluasi atribut-atribut kualitatif. Atribut-atribut tersebut secara matematik
dikuantitatifkan dalam satu set perbandingan berpasangan.
Kelebihan AHP dibandingkan dengan yang lain karena adanya struktur yang
berhierarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih, sampai kepada sub-sub
kriteria yang paling mendetil. Prosedur ini memperhitungkan validitas sampai
dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih
oleh para pengambil keputusan. Karena menggunakan input persepsi manusia,
model ini dapat mengolah data yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif.
Sehingga kompleksitas permasalahan yang ada disekitar kita dapat didekati
dengan baik oleh model AHP ini. Selain itu, AHP memiliki kemampuan untuk
memecahkan masalah yang multi-objektif atau multi-kriteria yang didasarkan
pada perbandingan preferensi dari tiap elemen dalam hierarki. Jadi model ini
merupakan suatu model pengambilan keputusan yang komprehensif.
Langkah paling awal dalam penggunaan proses analisis hierarki adalah
merinci permasalahan ke dalam komponen-komponennya. Selanjutnya mengatur
bagian-bagian dari komponen-komponen tersebut ke dalam bentuk hierarki.
Hierarki yang paling atas diturunkan ke dalam beberapa elemen unit lain,
sehingga akhirnya terdapat elemen-elemen yang spesifik atau elemen-elemen
yang dapat dikendalikan dicapai dalam situasi konflik.
Dalam menyelesaikan persoalan dengan AHP ada prinsip-prinsip AHP yang
harus dipahami, diantaranya adalah: decomposition, comparatif judgement,
syntesis of priority, dan logical consistency.
1) Decomposition. Setelah persoalan didefinisikan, maka perlu didekomposisi,
yaitu dengan cara memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya.
Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan juga dilakukan
terhadap unsur-unsur sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut,
sehingga didapatkan beberapa tingkatan persoalan. Karena alasan ini, maka
proses analisis ini dinamakan hierarki (hierarchy).
2) Comparative Judgment. Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang
kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkatan tertentu dalam kaitannya
dengan tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena ia
akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil penilaian ini akan
lebih mudah disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparison. Agar
diperoleh skala yang bermanfaat, ketika membandingkan dua elemen
seseorang yang akan memberi jawaban perlu memiliki pengertian yang
menyeluruh tentang elemen-elemen yang dibandingkan dan relevansinya
terhadap kriteria atau tujuan yang dipelajari.
3) Synthesis of priority. Dari setiap matriks pairwise comparison dicari
eigenvector-nya untuk mendapatkan local priority. Karena matriks pairwise
comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global
priority harus dilakukan sintesa diantara local priority. Prosedur melakukan
sintesa akan berbeda-beda menurut bentuk hierarki. Pengurutan elemen-
elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa, yang dinamakan
priority setting.
4) Logical consistency. Konsistensi memiliki dua makna. Pertama adalah bahwa
objek-objek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman
dan relevansi (misalnya, anggur dan kelereng dapat dikelompokkan dalam
himpunan yang seragam jika bulat adalah kriterianya). Kedua adalah
menyangkut tingkat hubungan antar objek-objek yang didasarkan pada kriteria
tertentu; misalnya, jika A>B dan B>C, maka seharusnya A>C.
Peran Masyarakat dalam Penyediaan dan Pemanfaatan RTH
Peran masyarakat dalam penyediaan dan pemanfaatan RTH diatur dalam
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008. Partisipasi masyarakat
merupakan upaya melibatkan masyarakat, swasta, lembaga badan hukum dan atau
perseorangan dalam penataan ruang, baik pada tahapan perencanaan, pemanfaatan
dan pengendalian. Upaya ini dimaksudkan untuk menjamin hak masyarakat dan
swasta, untuk memberikan kesempatan akses dan mencegah terjadinya
penyimpangan pemanfaatan ruang dari rencana tata ruang yang telah ditetapkan,
melalui pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang oleh masyarakat dan
swasta dalam pengelolaan RTH.
Prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan RTH di wilayah
perkotaan adalah: 1) menempatkan masyarakat sebagai pelaku yang sangat
menentukan dalam pengembangan ruang terbuka hijau, 2) memposisikan
pemerintah sebagai fasilitator dalam proses pengembangan RTH, 3) menghormati
hak yang dimiliki masyarakat serta menghargai kearifan lokal dan keberagaman
sosial budaya, 4) menjunjung tinggi keterbukaan dan semangat tetap menegakkan
etika, serta 5) memperhatikan perkembangan teknologi dan bersikap profesional.
METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di wilayah administrasi Kota Tangerang, Propinsi
Banten. Proses penelitian dimulai dengan pengumpulan data, analisis dan
diakhiri dengan penyusunan laporan, pada bulan Mei hingga Desember 2009.
Kota Tangerang secara geografis terletak antara 6º6' Lintang Utara
sampai dengan 6º13’ Lintang Selatan dan 106º36' Bujur Timur sampai dengan
106º42' Bujur Timur. Batas-batas wilayah penelitian adalah:
ƒ Sebelah utara, berbatasan dengan Kecamatan Teluknaga dan Kecamatan
Sepatan Kabupaten Tangerang.
ƒ Sebelah selatan, berbatasan dengan Kecamatan Curug Kabupaten Tangerang,
dan Kecamatan Serpong dan Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang
Selatan.
ƒ Sebelah timur berbatasan dengan DKI Jakarta.
ƒ Sebelah Barat, berbatasan dengan Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang.
Secara rinci, posisi geografis wilayah Kota Tangerang disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Letak Geografis Kota Tangerang
Metode Penelitian
Metode dalam penelitian ini meliputi pengumpulan data-data dan
informasi yang dibutuhkan, serta menganalisis data sesuai dengan kebutuhan.
Adapun tahapan penelitian yang akan dilakukan meliputi :
Pengumpulan Data
Pengumpulan data diperlukan untuk menganalisis kebutuhan ruang terbuka
hijau di kota Tangerang. Data yang dikumpulkan berupa data primer yang
diperoleh langsung melalui pengamatan di lapangan serta wawancara dengan
narasumber, terutama untuk menentukan preferensi masyarakat terhadap bentuk
dan fungsi RTH yang diinginkan. Sedangkan data sekunder diperoleh dengan
cara studi pustaka dari literatur dan dokumen yang ada.
Data yang digunakan dalam penelitian ini mencakup data administrasi, data
fisik dan biofisik, data sosial demografi, data ekonomi dan data lainnya yang
digunakan untuk analisis lebih lanjut. Adapun rincian data tersebut adalah
sebagai berikut:
• Peta Administrasi Kota Tangerang
• Citra Ikonos tahun 2007 yang diolah untuk memperoleh informasi penutupan
lahan, diakses dari BPLH Kota Tangerang.
• Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang tahun 2008-2028 (Draft
sementara, yang di-up date pada September 2009)
• Peraturan-perundangan yang terkait dengan RTH
• Luas wilayah, jumlah penduduk, jenis dan jumlah kendaraan, jenis dan jumlah
ternak, jumlah dan distribusi air minum oleh PDAM, dan jumlah air tanah
Kota Tangerang yang digunakan untuk menghitung luas kebutuhan RTH.
Luas wilayah diperoleh dari BPS, jumlah penduduk diperoleh dari BPS, jenis
dan jumlah kendaraan dari Kantor Samsat Kota Tangerang, jenis dan jumlah
ternak dari Dinas Pertanian Kota Tangerang, sedangkan jumlah dan distribusi
air minum diperoleh dari PDAM Kerta Raharja dan PDAM Tirta Benteng.
Analisis Data
Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau
Sebagai upaya menyelesaikan permasalahan dilakukan perhitungan dan
analisis terhadap kebutuhan RTH, analisis penutupan lahan, analisis kesesuaian
RTH, dan analisis terhadap preferensi masyarakat terhadap prioritas
pengembangan ruang terbuka hijau di Kota Tangerang.
Kebutuhan RTH Berdasarkan Luas Wilayah. Luas kebutuhan RTH didasarkan
pada Undang-Undang Tata Ruang nomor 26 Tahun 2007, yang mensyaratkan luas
RTH minimal 30% dari total luas wilayah kota. Proporsi RTH berdasarkan
kepemilikan adalah 20% RTH publik dan 10% RTH privat.
Kebutuhan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk. Untuk menentukan luas RTH
dilakukan dengan mengalikan antara jumlah penduduk dengan standar luas RTH
per penduduk. Kebutuhan RTH kota per penduduk ditetapkan berdasarkan pada
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman
Penyediaan Dan Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan, yaitu 20m2
/penduduk.
Kebutuhan RTH Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Kota Tangerang. Luas
kebutuhan RTH dihitung berdasarkan kebutuhan oksigen dapat dilakukan dengan
metode Gerarkis (Fakultas Kehutanan IPB 1987), yang dimodifikasi dalam
Wisesa (1988). Perhitungan tersebut menggunakan data sosial budaya seperti
jumlah penduduk, jumlah ternak dan jumlah kendaraan bermotor. Rumus dari
metode Gerarkis adalah sebagai berikut:
( ) ( )
2
9375
,
0
54
m
T
K
P
L t
t
t
t
×
+
+
=
Dimana:
Lt adalah luas RTH kota pada tahun ke t (m2
)
Pt adalah jumlah kebutuhan oksigen bagi penduduk pada tahun ke t
Kt adalah jumlah kebutuhan oksigen bagi kendaraan bermotor pada tahun ke t
Tt adalah jumlah kebutuhan bagi ternak pada tahun ke t
54 adalah tetapan yang menunjukkan bahwa 1 m2
luas lahan menghasilkan 54
gram berat kering tanaman per hari
0,9375 merupakan konstanta yang menunjukkan bahwa 1 gram berat kering
tanaman adalah setara produksi oksigen 0,9375 gram
Asumsi yang digunakan dalam perhitungan ini:
ƒ Kebutuhan oksigen per hari tiap penduduk adalah sama, yaitu 600 liter/hari
ƒ Pengguna oksigen adalah manusia, kendaraan bermotor dan ternak,
sedangkan hewan dan pengguna lain diabaikan dalam perhitungan.
ƒ Jumlah kendaraan yang keluar dan masuk dalam wilayah Kota Tangerang
dianggap sama setiap hari
ƒ Jumlah kendaraan yang beredar di Kota Tangerang sebanding dengan
jumlah kepemilikan kendaraan penduduk yang tercatat di Kantor Samsat
Kota Tangerang.
ƒ Kesejahteraan penduduk meningkat setiap tahun sehingga mampu membeli
kendaraan bermotor
Guna memprediksikan jumlah penduduk pada tahun mendatang (2013 dan
2018) dapat digunakan rumus bunga berganda:
x
t
x
t r
P
P )
1
( +
=
+
Dimana:
Pt+x Jumlah penduduk pada tahun t+x
Pt Jumlah penduduk pada tahun t
r Rata-rata persentase pertambahan jumlah penduduk
x selisih tahun
Rumus bunga berganda dapat digunakan untuk memprediksikan jumlah
hewan ternak dan kendaraan bermotor berdasarkan jenisnya dengan menggunakan
data perkembangan jumlah pada tahun sebelumnya.
Kebutuhan RTH Berdasarkan Kebutuhan Air Bagi Penduduk Kota
Tangerang.
Kebutuhan air dalam kota bergantung pada faktor; kebutuhan air bersih per
tahun, jumlah yang dapat disediakan oleh PAM, potensi air saat ini, kemampuan
ruang terbuka hijau menyimpan air. Faktor tersebut dapat ditulis dalam
persamaan :
( )
z
Pa
PAM
C
R
K
P
La
t
o −
−
−
+
=
1
.
Dimana:
La adalah luas RTH yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan air (Ha)
Po adalah jumlah penduduk pada tahun ke 0
K adalah konsumsi air per kapita (liter/hari)
R adalah laju peningkatan pemakaian air (biasanya seiring dengan laju
pertumbuhan penduduk kota setempat)
C adalah faktor koreksi; tergantung upaya pemerintah untuk menurunkan laju
pertumbuhan penduduk (%)
PAM adalah kapasitas suplai air oleh PAM (dalam m3
/tahun)
t adalah tahun ke
Pa adalah potensi air tanah saat ini (m3
/tahun)
z adalah kemampuan RTH dalam menyimpan air (m3
/ha/tahun)
Asumsi:
ƒ Potensi air tanah tersebar merata di seluruh kawasan
ƒ Sumber air berasal dari kota Tangerang dan tidak ada suplai dari daerah lain
ƒ Standar kebutuhan konsumsi air bersih 300 liter/orang/hari hanya bersumber
dari PDAM1
dan air tanah dengan kapasitas suplai air bersih tetap
ƒ Jenis vegetasi yang digunakan memiliki kemampuan yang sama dalam
meresapkan air
ƒ Laju pertambahan penduduk 10 tahun yang akan datang relatif tetap
Analisis Penutupan Lahan
Analisis penutupan lahan dilakukan untuk memperoleh informasi penutupan
lahan eksisting. Informasi daerah yang bervegetasi diperlukan untuk mengetahui
kecukupan vegetasi dalam memenuhi standar kebutuhan ruang terbuka hijau yang
dihasilkan. Bahan yang digunakan adalah citra Ikonos wilayah Tangerang tahun
2007. Langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1
Departemen Pekerjaan Umum, 1998.
1) Pemotongan citra, atau cropping dilakukan untuk membatasi daerah
penelitian. Pemotongan citra menggunakan peta digital Kota Tangerang,
mencakup seluruh wilayah administratif Kota Tangerang.
2) Citra kemudian didigitasi sesuai dengan jenis penutupan lahannya. Adapun
jenis penutupan lahan dikelaskan menjadi; 1) ruang terbangun, 2) lahan
bervegetasi pohon, 3) lahan bervegetasi semak, rumput, perdu dan tanaman
pertanian semusin, dan 4) lahan kosong (tanpa vegetasi).
3) Pengecekan lapang. Pengecekan ini dilakukan untuk memperoleh informasi
dan kondisi Kota Tangerang terkini secara nyata. Perubahan penggunaan
lahan yang terjadi dicatat koordinatnya, untuk kemudian dilakukan koreksi
pada peta penutupan lahan yang akan dihasilkan.
Analisis Kesesuaian Ruang Terbuka Hijau
Analisis kesesuaian ruang terbuka hijau digunakan untuk mengetahui
kecukupan kondisi eksisting RTH dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kota Tangerang terhadap kebutuhan RTH berdasarkan luas wilayah, jumlah
penduduk, kebutuhan oksigen dan kebutuhan air tanah bagi penduduk Kota
Tangerang.
Preferensi Masyarakat Terhadap Prioritas Pengembangan Ruang Terbuka
Hijau Di Kota Tangerang
Penelitian ini menggunakan metode Analysis Hierarchy Process (Saaty,
1993), untuk mengetahui preferensi masyarakat terhadap prioritas pengembangan
RTH berdasarkan bentuk dan manfaatnya. Penilaian preferensi masyarakat
dilakukan melalui kuisioner yang diisi oleh responden dengan penilaian skala
perbandingan berpasangan. Responden berjumlah 31 orang terdiri dari empat
para-pihak (stakeholder), yaitu kalangan akademisi, pemerintahan, swasta dan
tokoh masyarakat.
Langkah-langkah Analysis Hierarchy Process (AHP) yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Penyusunan hierarki.
Persoalan yang ada didekomposisikan menjadi unsur-unsur, yaitu kriteria
dan alternatifnya. Unsur-unsur tersebut kemudian disusun menjadi struktur
hierarki. Hal yang ingin diketahui adalah bentuk dan fungsi ruang terbuka hijau
yang sesuai dengan preferensi masyarakat. Bentuk dan pemanfaatan ruang
terbuka hijau yang menjadi preferensi tertinggi akan menjadi prioritas dalam
pengembangan RTH di Kota Tangerang.
Kriteria untuk mengambil keputusan adalah berdasarkan fungsi ruang
terbuka hijau (ekologis, sosial, ekonomi dan estetika). Fungsi-fungsi tersebut
selanjutnya dinyatakan dalam tiga bentuk fisik RTH yang terkait dengan
kesesuaian fungsionalnya dan merupakan bentuk umum yang banyak dijumpai di
Kota Tangerang, yaitu kawasan, simpul dan jalur (Gambar 4).
a). Kawasan berbentuk non-linier, zonal atau areal, dengan luas minimal satu
hektar, seperti taman kota, hutan kota, kawasan konservasi, lapangan bola,
alun-alun kota, dan sebagainya.
b). Simpul berbentuk non-linier, zonal atau areal dengan luas kurang dari satu
hektar, seperti pekarangan, taman RT, Taman RW, traffic islands, pocket
park, dan sebagainya
c). Jalur berbentuk koridor, linier, memanjang. Termasuk dalam RTH ini adalah
jalur hijau jalan raya, jalur hijau lintas kereta, jalur hijau sempadan sungai,
jalur pengaman listrik tegangan tinggi.
Adapun struktur hierarki persoalan ini digambarkan sebagai
berikut:
Gambar 3. Hierarki untuk memilih prioritas pengembangan RTH
Prioritas
Pengembangan RTH
Ekologis Sosial Ekonomi Estetika
Kawasan Simpul Jalur
RTH bentuk mengelompok: kawasan
RTH bentuk mengelompok: simpul
RTH bentuk jalur: jalur hijau lintas kereta, jalur hijau jalan raya, jalur hijau listrik tegangan tingi,
jalur hijau tepi sungai
Lapangan PT. Kumatex
Jl. Veteran
Jl. Daan Mogot
Tanah tinggi Jl Pengayoman
Pintu Air Sepuluh
Cisadane
Taman Kota Cisadane
Cipondoh Indah
Perintis Kemerdekaan
Gambar 4. Contoh Bentuk-Bentuk Umum RTH Kota Tangerang
2) Penilaian Kriteria dan Alternatif
Penilaian kriteria dan alternatif dilakukan dengan penilaian skala
perbandingan berpasangan. Skala yang digunakan adalah 1-9 dengan nilai dan
definisi pendapat kualitatif dari Saaty, seperti yang dikemukakan Marimin
(2004) berikut:
Tabel 2. Skala Perbandingan Berpasangan
Nilai Keterangan
1 Kriteria/Alternatif A sama penting dengan kriteria/alternatif B
3 A sedikit lebih penting dari B
5 A jelas lebih penting dari B
7 A sangat jelas lebih penting dari B
9 Mutlak lebih penting dari B
2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan
3) Penentuan Kriteria.
Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan berpasangan
(pairwise comparisons). Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah
untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Kriteria-kriteria
kualitatif yang ada dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah
ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot atau prioritas
dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan
matematik
4) Konsistensi Logis
Semua elemen kemudian dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan
secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.
Analisis ini dilakukan dengan bantuan software Expert Choice 2000.
Penyusunan Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau untuk Kota
Tangerang
Sesuai dengan tujuan penelitian, maka sebagai hasil akhir penelitian dibuat
rumusan arahan pengembangan ruang terbuka hijau untuk Kota Tangerang.
Arahan pengembangan RTH yang dilakukan didasarkan pada hasil analisis
penutupan lahan, RUTR Kota Tangerang, dan proyeksi kebutuhan RTH pada
tahun 2018, dengan mempertimbangkan preferensi masyarakat terhadap bentuk
dan fungsi RTH yang diharapkan. Arahan pengembangan berupa arahan sebaran
luas, bentuk dan fungsi RTH pada tiap kecamatan.
Arahan pengembangan RTH dilakukan untuk memenuhi kebutuhan RTH
maksimum yang masih mungkin dicapai berdasarkan kondisi penutupan lahan
eksisting, RUTR dal luas wilayah pada masing-masing kecamatan. Sebaran
kebutuhan RTH berdasarkan luas wilayah digunakan untuk melihat kebutuhan
RTH kota secara total pada wilayah Kota Tangerang yang berupa ruang terbuka
yang didominasi oleh hijauan (vegetasi) dalam bentuk apapun. Sebaran RTH
menurut kebutuhan penduduk ditujukan untuk meningkatkan kenyamanan
penduduk yang berbentuk taman umum, jalur hijau, hutan kota, dan/atau kawasan
perlindungan setempat (selanjutnya disebut RTH kenyamanan). Kebutuhan RTH
berdasarkan kebutuhan oksigen digunakan untuk melihat kebutuhan RTH yang
berupa tegakan-tegakan pohon yang diasumsikan dapat menghasilkan oksigen.
Sedangkan kebutuhan RTH berdasarkan kebutuhan air digunakan untuk melihat
kebutuhan RTH berupa lahan-lahan resapan air.
Ruang terbuka hijau yang telah tertata tetap dipertahankan. Kekurangan
luasan RTH selanjutnya dipenuhi dengan menjadikan RTH eksisting menjadi
RTH tertata. Proses akuisisi ini diorientasikan pada lahan-lahan yang
direncanakan pemerintah dalam RTRW 2008-2028 dan lahan-lahan yang masih
berupa RTH.
Bentuk RTH disesuaikan dengan ketersediaan lahan yang ada, namun
sebisa mungkin mengakomodasikan preferensi masyarakat. Bila ketersediaan
lahan di suatu kecamatan tidak mencukupi, maka pemenuhan kebutuhan diperoleh
dari subsidi dari kecamatan lain. Pada prinsipnya seluruh RTH ditujukan untuk
menyangga ekologi Kota Tangerang, namun beberapa diantaranya perlu
ditekankan pada fungsi tertentu. Fungsi estetika antara lain ditekankan pada RTH
taman dan jalur hijau tepi jalan. Fungsi ekologi ditekankan pada hutan kota,
kawasan resapan air, kawasan sempadan situ dan jalur hijau sempadan sungai.
Sedangkan kawasan pertanian menekankan pada fungsi ekonomi.
Adapun rangkaian tahapan penelitian hingga diperoleh rumusan arahan
pengembangan RTH disajikan dalam Gambar 5.
Gambar 5. Diagram Alur Penelitian
Perkembangan Kota Tangerang
RTRW Kota
Tangerang
Kondisi umum
RTH Eksisting
Analisis Kebutuhan
RTH
Kebutuhan Oksigen
& Air Bersih
Kondisi Fisik,
Biofisik, Sosial-
Budaya , Ekonomi
Standar Kebutuhan
RTH
Ruang Terbuka Hijau
Preferensi
masyarakat
Arahan Pengembangan
RTH Kota Tangerang
Luas wilayah
Jumlah Penduduk
Peraturan Menteri PU
No 05/PRT/M/2008
Luas dan sebaran
RTH
Analisis
Penutupan
Lahan
Analisis Kecukupan
dan Kesesuaian RTH
RUTRK Kawasan
Hijau
43
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Penutupan Lahan Kota Tangerang
Analisis penutupan lahan dilakukan untuk mengetahui luas ketersediaan
RTH, lokasi dan penyebarannya. Hasil analisis tersebut akan digunakan sebagai
dasar analisis selanjutnya, serta sebagai dasar dalam melakukan penyusunan
arahan pengembangan RTH.
Berdasarkan kenampakan citra Ikonos dan survei lapang, penutupan lahan di
Kota Tangerang dapat dikelompokkan menjadi 4 kelas (Gambar 5), yaitu:
1. Lahan bervegetasi pohon atau tanaman keras (6%)
2. Lahan bervegetasi semak, rumput, dan tanaman musiman (sawah/ladang)
(39%)
3. Lahan kosong atau tidak bervegetasi (1%)
4. Lahan terbangun, baik berupa pemukiman, bangunan industri, bangunan
infrastuktur, dan bentuk lainnya (54%)
Lahan terbangun
54%
semak, rumput,
tanaman
semusim
39%
Lahan kosong
1%
Vegetasi Pohon
6%
Gambar 7. Komposisi Penutupan Lahan Kota Tangerang Tahun 2007
Kawasan hijau di Kota Tangerang secara umum membentuk pola
terdistribusi tidak merata. Lahan bervegetasi pohon, yang dicirikan oleh tekstur
yang kasar dan berwarna hijau tua sebagian membentuk pola memanjang (jalur) di
sepanjang sungai, dan sebagian lainnya membentuk gerombol-gerombol kecil
yang tidak saling terhubung. Lahan hijau yang lainnya berupa lahan bervegetasi
semak, rumput, dan tanaman pertanian semusim membentuk pola menyebar atau
terdistribusi secara tidak merata (Gambar 8 dan 9).
44
Gambar 8. Citra Satelit Lokasi Penelitian Kota Tangerang
Gambar 9. Peta Penutupan Lahan Kota Tangerang
Kegiatan pertanian di Kota Tangerang pada umumnya tidak dilakukan
secara intensif. Kegiatan bercocok tanam lebih sering dilakukan pada saat musim
penghujan saja, bahkan pada lahan yang berstatus sawah irigasi teknis. Sehingga
lahan-lahan tersebut lebih sering tidak tergarap, ditumbuhi rumput dan belukar.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini, lahan pertanian tidak diklasifikasikan secara
khusus. Adapun hasil analisis penutupan lahan secara rinci disajikan pada Tabel 8
dan Gambar 10 berikut.
Tabel 8. Klasifikasi dan Luas Penutupan Lahan Kota Tangerang
Kecamatan
Klasifikasi Penutupan Lahan (hektar)
Bervegetasi
Pohon
Semak,
rumput,
tnm.semusim
dan tnm
sejenisnya
Lahan
kosong
Lahan
terbangun
Jumlah RTH
(1) +(2)
(1) (2) (3) (4) (5)
Ciledug 0,6 205,4 22,6 654,7 206,0
Larangan 5,9 101,8 37,8 668,3 107,6
Karang Tengah 67,5 259,6 42,2 640,3 327,0
Cipondoh 310,1 541,9 10,9 830,6 852,1
Pinang 222,1 1.321,9 17,9 818,7 1.544,1
Tangerang 188,4 510,0 - 859,1 698,4
Karawaci 39,4 465,6 2,5 716,3 505,0
Cibodas - 367,6 - 515,0 367,6
Jatiuwung 7,0 701,9 - 776,9 708,9
Periuk 5,2 452,9 - 666,8 458,1
Neglasari 30,8 631,8 18,3 889,6 662,7
Batuceper 44,7 374,0 15,6 469,8 418,7
Benda 52,0 584,4 45,1 382,1 636,3
Total 973,6 6.518,9 212,8 8.888,2 7.492,5
Sumber: Hasil Analisis
Gambar 10. Proporsi Ruang Terbuka di Kota Tangerang
Pada Gambar 9 dan 10 dapat terlihat bahwa kawasan yang relatif masih
memiliki banyak vegetasi nampak terlihat di sekitar Situ Cipondoh, di sekitar
kawasan industri Jatiuwung, dan di sekitar Neglasari. Kawasan hijau di sekitar
Situ Cipondoh, meliputi Kecamatan Pinang (1.544,07 Hektar) dan Kecamatan
Cipondoh (852,06 Hektar). Berdasarkan analisis visual, kawasan hijau ini masih
didominasi oleh lahan pertanian. Kegiatan pertanian di daerah ini ditunjang
dengan oleh adanya Situ Cipondoh dan dataran banjir yang ada disekitarnya.
Selain itu di daerah ini masih banyak dijumpai pepohonan (tanaman berkayu)
yang biasanya merupakan kebun atau pekarangan penduduk setempat. Pepohonan
juga terlihat di beberapa tempat di sepanjang aliran Sungai Cisadane. RTH ini
tidak membentuk jalur namun lebih membentuk gerombol yang terpisah-pisah
Kawasan hijau lainnya banyak ditemukan di daerah Jatiuwung dan Periuk.
Di daerah ini, kawasan hijau berada di sekitar kawasan industri. Lahan hijau yang
terdapat di dalam areal pabrik umumnya tidak terkelola dengan baik. Lahan-lahan
terbuka sebagian besar merupakan bagian dari lokasi pabrik ataupun kavling-
kavling pabrik yang belum terbangun. Lahan ini umumnya dibiarkan begitu saja
sehingga ditumbuhi alang-alang dan semak belukar. Luas lahan ini hampir
mencapai 1.200 Hektar.
Kawasan Neglasari berada dekat dengan “Pintu Air Sepuluh” yang dahulu
dibangun pemerintahan Belanda untuk keperluan irigasi. Sampai saat ini saluran
irigasi di kawasan ini sebagian masih berfungsi dengan baik. Sebagian besar
kawasan hijau di wilayah ini merupakan areal persawahan. Berdasarkan catatan
Dinas Pertanian, pada tahun 2007, lahan irigasi teknis di Kota Tangerang
berjumlah 585,0 Hektar, dan yang terluas berada di Kecamatan Neglasari (301,0
Hektar) dan Kecamatan Benda (166,0 Hektar). Namun seiring dengan
perkembangan penduduk Kota Tangerang, lahan-lahan sawah di daerah ini
banyak yang mulai dikonversi menjadi pemukiman.
Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Kota Tangerang
Kebutuhan RTH Berdasarkan Luas Wilayah
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
menetapkan bahwa proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal
30% yang terdiri dari 20% RTH publik dan 10% RTH privat. Berdasarkan
standar tersebut maka wilayah Kota Tangerang, yang memiliki luas 16.452,1
Hektar, harus memiliki RTH minimum seluas 4.935,6 Hektar, dengan luas RTH
publik seluas 3.290,4 Hektar. Kebutuhan ini relatif tetap di tahun-tahun yang
mendatang, kecuali terjadi perubahan luas wilayah administrasi. Secara rinci,
sebaran Kebutuhan RTH berdasarkan luas kecamatan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Kota Tangerang Berdasarkan UUTR
No.26 Tahun 2007
Kecamatan Luas (ha)
Kebutuhan RTH (Ha) Tahun 2008
Publik
(20%)
Privat
(10%)
Total
(30%)
Ciledug 876,9 175,4 87,7 263,1
Larangan 937,9 187,6 93,8 281,4
Karang Tengah 1.047,4 209,5 104,7 314,2
Cipondoh 1.791,0 358,2 179,1 537,3
Pinang 2.159,0 431,8 215,9 647,7
Tangerang 1.578,5 315,7 157,9 473,6
Karawaci 1.347,5 269,5 134,8 404,3
Cibodas 961,1 192,2 96,1 288,3
Jatiuwung 1.440,6 288,1 144,1 432,2
Periuk 954,3 190,9 95,4 286,3
Neglasari 1.607,7 321,5 160,8 482,3
Batuceper 1.158,3 231,7 115,8 347,5
B e n d a*
998,9 199,8 99,9 299,7
Kota Tangerang 16.452,1 3.290,4 1.645,2 4.935,6
* Tidak termasuk luas Bandara Internasional Soekarno-Hatta = 1.969,31 hektar
** Sumber: Dinas Tata Kota Tangerang Tahun 2008 (diolah).
Kebutuhan RTH berdasarkan Jumlah Penduduk
Berdasarkan ketentuan yang tersirat dalam Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No.05/PRT/M/2008, standar kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan
jumlah penduduk adalah 20 m2
/kapita. Data Biro Pusat Statistik menunjukkan
jumlah penduduk Kota Tangerang pada tahun 2008 adalah 1.531.666 jiwa
Sehingga pada tahun 2008 Kota Tangerang membutuhkan RTH seluas 3.063,3
Hektar.
Rata-rata laju pertumbuhan penduduk 5 tahun terakhir adalah 1,75% per
tahun (BPS, 2008). Sejauh ini tidak ada program khusus dari pemerintah yang
ditujukan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk. Proyeksi jumlah
penduduk untuk tahun 2013 dan 2018 dilakukan dengan menggunakan rumus
bunga berganda, dan diperoleh perkiraan jumlah penduduk pada tahun 2013
adalah 1.670.656 jiwa, dan tahun 2018 adalah 1.822.258 jiwa. Jumlah penduduk
yang meningkat akan diiringi dengan peningkatan kebutuhan RTH. Pada tahun
2013 dan 2018 kebutuhan RTH diproyeksikan meningkat menjadi 3.341,3 Hektar
dan 3.644,5 Hektar (Tabel 10). Sesuai dengan jumlah penduduk pada tiap
kecamatan, kebutuhan RTH tertinggi dimiliki oleh Kecamatan Karawaci,
sedangkan yang terendah adalah Kecamatan Benda .
Tabel 10. Kebutuhan RTH Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No.05/PRT/M/2008 pada 3 Titik Tahun
Kecamatan
Jumlah Penduduk (jiwa) Kebutuhan RTH (Ha)
2008 2013 2018 2008 2013 2018
Ciledug 108.780 118.651 129.418 217,6 237,3 258,8
Larangan 137.621 50.109 163.731 275,2 300,2 327,5
Karang Tengah 101.488 110.697 120.743 203,0 221,4 241,5
Cipondoh 162.419 177.158 193.234 324,8 354,3 386,5
Pinang 133.743 145.879 159.117 267,5 291,8 318,2
Tangerang 129.489 141.239 154.056 259,0 282,5 308,1
Karawaci 163.195 178.004 194.157 326,4 356,0 388,3
Cibodas 131.373 143.294 156.297 262,7 286,6 312,6
Jatiuwung 117.688 128.368 140.016 235,4 256,7 280,0
Periuk 108.482 118.326 129.064 217,0 236,7 258,1
Neglasari 91.346 99.635 108.676 182,7 199,3 217,4
Batuceper 79.535 86.752 94.625 159,1 173,5 189,2
B e n d a 66.507 72.542 79.125 133,0 145,1 158,2
Kota Tangerang 1.531.666 1.670.656 1.822.258 3.063,3 3.341,3 3.644,5
Sumber: BPS (2009) dan Hasil Analisis
Kebutuhan RTH Berdasarkan Kebutuhan Oksigen di Kota Tangerang
Ruang Terbuka Hijau di daerah perkotaan merupakan paru-paru kota.
Tanaman, sebagai unsur utama RTH, merupakan produsen oksigen yang sangat
dibutuhkan oleh berbagai aktivitas kehidupan perkotaan. Oksigen yang dihasilkan
kemudian akan dikonsumsi oleh manusia dan hewan, serta dipergunakan dalam
proses pembakaran mesin kendaraan bermotor. Dengan demikian, kebutuhan
akan RTH dapat ditentukan dengan pendekatan kebutuhan oksigen.
Besarnya RTH yang dibutuhkan diperhitungkan berdasarkan kontribusi
oksigen oleh tanaman dengan melihat kebutuhan akan oksigen yang digunakan
oleh manusia, hewan ternak, dan kendaraan bermotor. Metode perhitungan
kebutuhan RTH ini menggunakan rumus Gerarkis (Tim Fahutan IPB, 1987) yang
mengasumsikan kontribusi oksigen hanya dari tanaman.
a. Kebutuhan Oksigen untuk Manusia
Menurut White, Handler dan Smith (1959) dalam Wisesa (1988), manusia
mengoksidasi 3000 kalori per hari dari makanannya, menggunakan 600 liter
oksigen dan menghasilkan sekitar 450 liter karbondioksida. Secara normal,
manusia membutuhkan 600 liter oksigen atau setara dengan 864 gram oksigen
setiap hari.
Menggunakan metode proyeksi jumlah penduduk pada pembahasan
sebelumnya, diketahui jumlah penduduk Kota Tangerang pada tahun 2013 adalah
1.670.656 jiwa, dan tahun 2018 adalah 1.822.258 jiwa. Dengan menggandakan
jumlah penduduk dengan standar kebutuhan oksigen per jiwa, maka jumlah
kebutuhan oksigen untuk manusia di Kota Tangerang dapat diketahui. Tahun
2008 kebutuhan oksigen manusia di Kota Tangerang adalah 1.531.666 jiwa dikali
0,864 kg/jiwa/hari, atau sama dengan 1.323.359 kilogram/hari. Seiring dengan
laju pertumbuhan penduduk, kebutuhan oksigen pada tahun 2013 dan 2018,
meningkat menjadi 1.443.447 dan 1.574.431 kilogram/hari. Tabel 11 menyajikan
data lengkap proyeksi jumlah kebutuhan oksigen yang dibutuhkan oleh manusia
berdasarkan kecamatan di Kota Tangerang.
Tabel 11. Kebutuhan Oksigen untuk Manusia di Kota Tangerang pada 3 Titik
Tahun
Kecamatan
Jumlah Penduduk (jiwa) Kebutuhan oksigen (kg/hari)
2008 2013 2018 2008 2013 2018
Ciledug 108.780 118.651 129.418 93.986 102.515 111.817
Larangan 137.621 50.109 163.731 118.905 129.694 141.463
Karang Tengah 101.488 110.697 120.743 87.686 95.643 104.322
Cipondoh 162.419 177.158 193.234 140.330 153.064 166.954
Pinang 133.743 145.879 159.117 115.554 126.040 137.477
Tangerang 129.489 141.239 154.056 111.878 122.031 133.104
Karawaci 163.195 178.004 194.157 141.000 153.795 167.751
Cibodas 131.373 143.294 156.297 113.506 123.806 135.041
Jatiuwung 117.688 128.368 140.016 101.682 110.910 120.974
Periuk 108.482 118.326 129.064 93.728 102.234 111.511
Neglasari 91.346 99.635 108.676 78.923 86.085 93.896
Batuceper 79.535 86.752 94.625 68.718 74.954 81.756
B e n d a 66.507 72.542 79.125 57.462 62.676 68.364
Kota Tangerang 1.531.666 1.670.656 1.822.258 1.323.359 1.443.447 1.574.431
Sumber: BPS (2009) dan Hasil Analisis
b. Kebutuhan Oksigen bagi Kendaraan Bermotor
Kendaraan bermotor merupakan salah satu konsumen oksigen perkotaan
yang menggunakan oksigen dalam jumlah yang besar. Proses pembakaran yang
terjadi saat kendaraan dioperasikan membutuhkan oksigen, yang jumlah
kebutuhannya tergantung dari jenis bahan bakar yang digunakan. Pada Tabel 12
disajikan jenis kendaraan bermotor dan kebutuhan oksigen.
Tabel 12. Klasifikasi Kendaraan Bermotor Menurut Jenis dan Kebutuhan Oksigen
Sumber: Wisesa (1988)
Secara rinci penjelasan dari Tabel 12 adalah sebagai berikut :
1. Sepeda motor, yaitu kendaraan berbahan bakar bensin dan kebutuhan bahan
bakarnya 0,21 kg/PS jam dengan daya minimal 1 PS. Terdiri dari sepeda
motor biasa, sepeda motor automatic dan scooter. Kebutuhan oksigen tiap 1
kg bahan bakar adalah 2,77 kg.
2. Kendaraan penumpang, yaitu kendaraan berbahan bakar bensin dengan
kebutuhan bahan bakar 0,21 kg/PS jam dengan daya minimal 20 PS. Terdiri
dari berbagai jenis seperti sedan, jeep, station wagon, ambulance dan mobil
jenazah. Kendaraan jenis ini membutuhkan oksigen tiap 1 kg bahan bakar
adalah 2,77 kg.
3. Kendaraan beban terdiri dari beban ringan dan beban berat, yaitu kendaraan
berbahan bakar diesel dengan kebutuhan bahan bakarnya 0,16 kg/PS jam
dengan daya minimal 50 PS. Kendaraan ini terdiri dari jenis truk, pick up,
tracktor, pemadam kebakaran, mobil tangki, mobil derek, dan mobil kontainer,
dengan kebutuhan oksigen tiap 1 kg bahan bakar adalah 2,86 kg.
4. Kendaraan bus, yaitu kendaraan berbahan bakar diesel dengan kebutuhan
bahan bakar 0,16 kg/PS jam dengan daya minimal 100 PS. Terdiri dari jenis-
Jenis Kendaraan
Bahan
Bakar
Kebutuhan
BB
(kg/PS Jam)
Daya
(PS)
Kebutuhan
O2/kg BB
(kg)
Kebutuhan
O2
(Kg/jam)
Sepeda Motor Bensin 0,21 1 2,77 0,5817
Kend Penumpang Bensin 0,21 20 2,77 11,634
Kend Beban Ringan Solar 0,16 50 2,86 22,88
Kend Beban Berat Solar 0,16 200 2,86 91,52
Kend Bus Solar 0,16 100 2,77 44,32
jenis mobil mini bus, bus biasa termasuk dalam kategori kendaraan
penumpang berat. Kebutuhan oksigen tiap 1 kg bahan bakar adalah 2,77 kg.
Dengan mengasumsikan jumlah kendaraan yang beroperasi di Kota
Tangerang adalah sama dengan jumlah kendaraan yang tercatat hingga takhir
tahun 2008 di Samsat Kota Tangerang, dan pemakaian kendaraan bermotor
maksimal 5 jam/hari, maka kebutuhan oksigen untuk kendaraan bermotor dapat
dihitung. Pada tahun 2008, kebutuhan oksigen kendaraan bermotor sebesar
13.260.351,4 kg/hari.
Proyeksi jumlah kendaraan untuk tahun 2013 dan 2018 dilakukan dengan
mengasumsikan jumlah kendaraan meningkat secara konstan berdasarkan rata-rata
laju pertumbuhan kendaraan lima tahun terakhir yaitu, kendaraan penumpang
2,0% per tahun, kendaraan beban 9,9% per tahun, kendaraan bus 6,31%, kecuali
sepeda motor. Jumlah sepeda motor diasumsikan sebesar 85% dari total jumlah
kendaraan (diolah dari data DLLAJ Kota Tangerang, 2009).
Hasil proyeksi jumlah kendaraan tahun 2013 adalah sebesar 893.450
kendaraan dengan jumlah kebutuhan oksigen 19.214.702 kg/hari. Pada tahun
2018, diperkirakan jumlah kendaraan mencapai 1.142.704 kendaraan dengan
kebutuhan oksigen mencapai 27.822.941,4 kg/hari. Rincian jumlah dan
kebutuhan oksigen kendaraan bermotor di Kota Tangerang dapat dilihat pada
Tabel 13.
Tabel 13. Kebutuhan Oksigen Bagi Kendaraan Bermotor di Kota Tangerang pada
3 Titik Tahun
Jenis Kendaraan
Jumlah Kendaraan Kebutuhan Oksigen (kg/hari)
2008 2013 2018 2008 2013 2018
Sepeda Motor 488.082,0
776.912,7 993.655,6
1.419.586,5 2.259.650,5 2.890.047,3
Kend Penumpang 67.916,0 75.000,2
82.823,3
3.950.673,7 4.362.759,4 4.817.828,7
Kend Beban Ringan 10.831,0 17.390,9
27.924,0
1.239.066,4 1.989.523,1 3.194.503,6
Kend Beban Berat 13.860,0 22.254,5
35.733,2
6.342.336,0 10.183.654,3 16.351.516,9
Kend Bus 1.393,0 1.891,3 2.567,9 308.688,8 419.115,4 569.044,8
Total Kendaraan 582.082,0
893.449,6 1.142.703,9
13.260.351,4 19.214.702,7 27.822.941,4
Sumber: Samsat Kota Tangerang (2009), DLLAJ (2008) dan Hasil Analisis
Berdasarkan hasil review beberapa kajian transportasi yang telah dilakukan untuk
Kota Tangerang, jaringan jalan Kota Tangerang saat ini cenderung membentuk
pola grid walaupun tidak terlalu simetris, sedangkan lalu lintas regional
membentuk pola sirkulasi radial. Sebagai gambaran jaringan jalan di Kota
Tangerang, terdapat 159.463 meter jalan dengan lebar lebih dari 7 meter,
sedangkan jalan kecil dengan lebar lebih dari 3 meter sepanjang 82.504 meter
(Dinas Tata Kota, 2009). Karakteristik jaringan jalan di wilayah Kota Tangaerang
bervariasi sesuai fungsi dan tipenya seperti dijelaskan pada Tabel 14.
Tabel 14. Karakteristik Umum Jalan Utama Kota Tangerang
Ruas Jalan
Panjang jalan
(m)
Lebar jalan (m)
Fungsi Jalan
Eksisting ROW
Jl. Merdeka 2.250 14,00 17,65 Arteri Primer
Jl. Gatot Subroto 6.400 14,00 18,55 Arteri Primer
Jl. Daan Mogot I 7.850 13,65 16,45 Arteri Primer
Jl. Daan Mogot II 2.200 14,90 20,40 Arteri Primer
Jl. Imam Bonjol I 5.300 8,70 12,00 Arteri Sekunder
Jl. Imam Bonjol II 1.100 8,14 14,75 Arteri Sekunder
Jl. Otista 800 11,60 14,70 Arteri Sekunder
Jl. Moh. Toha 5.200 11,10 18,74 Arteri Sekunder
Jl. Jend. Sudirman 4.000 11,85 20,44 Arteri Sekunder
Jl. Ki Samaun 1.450 11,45 14,15 Arteri Sekunder
Jl. Moh. Husni Thamrin 2.900 30,05 36,90 Arteri Sekunder
Jl. KH Hasyim Ashari I 7.200 13,60 17,69 Kolektor Primer
Jl. KH Hasyim Ashari II 3.000 8,30 12,50 Kolektor Primer
Jl. HOS Cokroaminoto 5.000 17,40 21,55 Kolektor Sekunder
Jl. Prabu Kisiantang 2.700 7,20 11,57 Kolektor Sekunder
Jl. Moh. Yamin 800 16,20 27,20 Kolektor Sekunder
Sumber: Penyusunan Bisnisplan Pengembangan Angkutan Masal, 2006
Berdasarkan fungsinya, jalan di Kota Tangerang dibedakan menjadi
Jalan Utama, Jalan Konektor, Jalan Lingkungan dan Jalan Perumahan. Jalan
Utama merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan
ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk
dibatasi secara berdaya guna. Jalan Konektor merupakan jalan umum yang
berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan
jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. Jalan
Lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
Sedangkan Jalan Perumahan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata
rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
Berdasarkan pengamatan, intensitas lalu lintas kendaraan di Jalan Utama
dan Jalan Konektor relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Jalan Lingkungan
dan Jalan Perumahan. Dengan mengasumsikan bahwa kendaraan-kendaraan
bermotor lebih sering beroperasi di Jalan Utama dan Jalan Konektor, maka dapat
diperkirakan jumlah kendaraan per kecamatan berdasarkan panjang Jalan Utama
dan Jalan Konektor pada tiap kecamatan. Dari jumlah kendaraan tersebut,
kemudian dapat dihitung kebutuhan oksigen bagi kendaraan bermotor untuk
masing-masing kecamatan yang ada di Kota Tangerang, sebagaimana tercantum
dalam Tabel 15.
Tabel 15. Kebutuhan Oksigen bagi Kendaraan Bermotor untuk Tiap
Kecamatan di Kota Tangerang
Kecamatan
Jumlah Kendaraan Kebutuhan Oksigen (kg/hari)
2008 2013 2018 2008 2013 2018
Ciledug 40.974 62.891,36 69.945,02 933.418 1.352.554 1.958.502
Larangan 27.443 42.123,18 46.847,56 625.181 905.909 1.311.759
Karang Tengah 47.934 73.575,24 81.827,16 1.091.985 1.582.324 2.291.209
Cipondoh 69.319 106.398,66 118.331,94 1.579.142 2.288.231 3.313.364
Pinang 37.718 57.893,86 64.387,02 859.246 1.245.077 1.802.874
Tangerang 35.094 53.865,88 59.907,27 799.464 1.158.450 1.677.439
Karawaci 58.643 90.012,46 100.107,93 1.335.942 1.935.826 2.803.081
Cibodas 41.657 63.940,61 71.111,96 948.990 1.375.119 1.991.177
Jatiuwung 34.823 53.451,28 59.446,18 793.310 1.149.534 1.664.528
Periuk 23.005 35.311,01 39.271,36 524.077 759.406 1.099.621
Neglasari 28.426 43.631,68 48.525,25 647.570 938.351 1.358.735
Batuceper 58.932 90.455,76 100.600,95 1.342.521 1.945.359 2.816.886
B e n d a 78.114 119.898,61 133.346,00 1.779.505 2.578.563 3.733.766
Kota tangerang 582.082 893.449,58 993.655,60 13.260.351 19.214.703 27.822.941
Sumber: Hasil Analisis
c. Kebutuhan Oksigen bagi Hewan Ternak
Besarnya kebutuhan oksigen tiap jenis hewan ternak berbeda-beda
tergantung pada metabolisme basal yang dilakukan. Pada Tabel 16 berikut
disajikan jumlah dan karakteristik kebutuhan oksigen hewan ternak yang terdapat
di Kota Tangerang.
Tabel. 16. Jumlah Ternak Tahun 2008 dan Karakteristik Kebutuhan Oksigen
Sumber: Dinas Pertanian (2009) dan Wisesa (1998)
Di Kota Tangerang kegiatan peternakan (pemeliharaan dan
pengembangbiakan) relatif sedikit dan jumlahnya cenderung semakin menurun.
Keberadaaan hewan ternak lebih didominasi oleh keberadaan ternak di Rumah
Pemotongan Hewan (tempat penampungan sementara). Jumlah hewan ternak
potong yang keluar masuk Kota Tangerang relatif stabil, untuk itu proyeksi
jumlah ternak tahun 2013 dan 2018 menggunakan jumlah yang tetap, yaitu
menggunakan rata-rata lima tahun terakhir, kecuali ternak babi.
Adanya isu flu babi, dan Kota Tangerang yang mencitrakan diri sebagai
kota yang berakhlakul karimah, membuat jumlah peternak babi di kawasan
Neglasari turun secara drastis. Hingga tahun 2005 jumlah babi yang diternakkan
di Kota Tangerang masih mencapai ribuan ekor, bahkan mencapai 20.870 ekor
pada tahun 2003, namun pada akhir tahun 2008, menurun drastis menjadi 548
ekor. Jumlah ini diperkirakan akan relatif tetap, bahkan cenderung menurun.
Berdasarkan data ternak yang ada, maka dapat dihitung kebutuhan oksigen
bagi ternak di Kota Tangerang. Hasil perhitungan per wilayah kecamatan tersebut
tersaji pada Tabel 17.
Jenis ternak
Jumlah
(ekor)
Kebutuhan O2
(l/hari)
liter/hari kg/hari
Sapi Potong 490 1182 1,70
Kerbau 99 1182 1,70
Kuda 14 1288 1,85
Kambing 6.432 218 0,31
Domba 3.936 218 0,31
Babi 548 327 0,47
Ayam&Itik 205.187 116 0,17
Tabel 17. Kebutuhan Oksigen Bagi Ternak di Kota Tangerang pada 3 Titik Tahun
Jenis ternak
Jumlah ternak (ekor) Kebutuhan oksigen (kg/hari)
2008 2013 2018 2008 2013 2018
Sapi Potong 490 364 364 834,0 619,6 619,6
Kerbau 99 63 63 168,5 106,7 106,7
Kuda 14 13 13 26,0 23,5 23,5
Kambing 6.432 8.156 8.156 2.019,1 2.560,1 2.560,1
Domba 3.936 5.924 5.924 1.235,6 1.859,6 1.859,6
Babi 548 548 548 172,0 172,0 172,0
Ayam&Itik 205.187 211.939 211.939 34.274,4 35.402,2 35.402,2
Total 38.816,7 40.829,7 40.829,7
Sumber: Wisesa (1998), Dinas Pertanian (2009) dan Hasil Analisis
Dengan memperhatikan data kebutuhan oksigen dalam Tabel 17 dapat
diketahui bahwa jumlah hewan ternak yang mendominasi di Kota Tangerang
adalah jenis ternak itik dan ayam. Berdasarkan perhitungan, kebutuhan oksigen
untuk jenis ternak ini juga paling tinggi dibandingkan dengan jenis hewan ternak
lainnya. Sedangkan untuk jenis hewan ternak kuda merupakan jenis ternak yang
paling sedikit membutuhkan oksigen, sebab di Kota Tangerang sangat jarang
penduduk yang memelihara kuda, dan kuda bukan pula sebagai salah satu
kendaraan alternatif di daerah ini.
Populasi hewan ternak tahun 2008 yang diperoleh dari Dinas Pertanian
Kota Tangerang berjumlah 216.706 ekor . Namun tidak terdapat cukup data yang
menginformasikan jumlah ternak pada masing-masing kecamatan, sehingga untuk
menghitung kebutuhan oksigen bagi hewan ternak per kecamatan, sebaran hewan
ternak diduga dari keberadaan kelompok peternak yang tercatat di Dinas Pertanian
Kota Tangerang. Hingga tahun 2009, kelompok peternak di Kota Tangerang ada
di 9 kecamatan, yaitu; Karang Tengah, Cipondoh, Pinang, Karawaci, Jatiuwung,
Periuk, Neglasari, Batuceper, dan Benda. Sehingga dalam penelitian ini ternak
diasumsikan tersebar merata di ke-9 kecamatan tersebut, kecuali ternak babi yang
dapat dipastikan hanya terdapat 518 ekor di Kecamatan Neglasari dan 30 ekor
Kecamatan Benda. Berdasarkan asumsi tersebut, maka dapat dihitung kebutuhan
oksigen tiap kecamatan, seperti yang tercantum pada Tabel 18.
Tabel 18. Kebutuhan Oksigen Bagi Hewan Ternak Per Kecamatan Pada Tiga
Titik Tahun
`Kecamatan
Jumlah Ternak
(ekor)
Kebutuhan Oksigen
(Kilogram/hari)
2008 2013 2018 2008 2013 2018
Ciledug 0 0 0 0 0 0
Larangan 0 0 0 0 0 0
Karang Tengah 24.018 24.412 24.412 4.284 4.383 4.383
Cipondoh 24.018 24.412 24.412 4.284 4.383 4.383
Pinang 24.018 24.412 24.412 4.284 4.383 4.383
Tangerang 0 0 0 0 0 0
Karawaci 24.018 24.412 24.412 4.284 4.383 4.383
Cibodas 0 0 0 0 0 0
Jatiuwung 24.018 24.412 24.412 4.284 4.383 4.383
Periuk 24.018 24.412 24.412 4.284 4.383 4.383
Neglasari 24.536 24.930 24.930 4.528 4.627 4.627
Batuceper 24.018 24.412 24.412 4.284 4.383 4.383
B e n d a 24.048 24.442 24.442 4.298 4.397 4.397
Kota Tangerang 216.706 211.939 211.939 38.817 40.830 40.830
Sumber: Dinas Pertanian (2009) dan Hasil Analisis
Setelah diketahui kebutuhan oksigen bagi masing-masing konsumen dan
wilayah, maka dengan menggunakan rumus Gerarkis dapat dihitung kebutuhan
RTH di Kota Tangerang. Tabel 19 dan 20 menyajikan rangkuman kebutuhan
RTH berdasarkan kebutuhan oksigen di Kota Tangerang. Tabel 19 menyajikan
kebutuhan RTH berdasarkan kebutuhan oksigen bagi manusia, kendaraan
bermotor dan ternak yang ada di Kota Tangerang. Sedangkan Tabel 20
menyajikan data kebutuhan RTH untuk tiap kecamatan.
Tabel 19. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang Berdasarkan
Kebutuhan Oksigen Golongan Konsumen
Tahun
Kebutuhan Oksigen (Kg/hari) Kebutuhan RTH
(Hektar)
Penduduk
Kendaraan
Bermotor
Ternak Total
2008 1.323.359 13.260.351 38.816 14.617.985 28.875,03
2013 1.443.447 19.214.703 40.830 20.693.552 40.876,15
2018 1.574.431 27.822.941 40.830 29.432.775 58.138,81
Sumber: Dinas Tata Kota (2009) dan Hasil Analisis
Tabel 20. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang Berdasarkan
Kecamatan
Kecamatan
Kebutuhan Oksigen
(Kg/hari)
Kebutuhan RTH
(Ha)
2008 2013 2018 2008 2013 2018
Ciledug 1.027.404 1.455.069 2.070.319 2.029,4 2.874,2 4.089,5
Larangan 744.086 1.035.603 1.453.222 1.469,8 2.045,6 2.870,6
Karang Tengah 1.183.955 1.682.350 2.399.914 2.338,7 3.323,2 4.740,6
Cipondoh 1.723.756 2.445.678 3.484.701 3.405,0 4.831,0 6.883,4
Pinang 979.084 1.375.500 1.944.734 1.934,0 2.717,0 3.841,4
Tangerang 911.342 1.280.481 1.810.543 1.800,2 2.529,3 3.576,4
Karawaci 1.481.226 2.094.004 2.975.215 2.925,9 4.136,3 5.877,0
Cibodas 1.062.496 1.498.925 2.126.218 2.098,8 2.960,8 4.199,9
Jatiuwung 899.276 1.264.827 1.789.885 1.776,3 2.498,4 3.535,6
Periuk 622.089 866.023 1.215.515 1.228,8 1.710,7 2.401,0
Neglasari 731.021 1.029.063 1.457.258 1.444,0 2.032,7 2.878,5
Batuceper 1.415.523 2.024.696 2.903.025 2.796,1 3.999,4 5.734,4
B e n d a 1.841.265 2.645.636 3.806.527 3.637,1 5.225,9 7.519,1
Kota Tangerang 14.617.985 20.693.552 29.432.775 28.875,0 40.876,2 58.138,8
Sumber: Hasil Analisis
Berdasarkan ketiga golongan konsumen yang telah dibahas tersebut,
terlihat bahwa kendaraan bermotor merupakan konsumen oksigen yang paling
dominan. Laju peningkatan kebutuhan oksigen kendaraan bermotor juga paling
pesat dibanding kebutuhan konsumen lain. Data tersebut menunjukkan bahwa
peningkatan kebutuhan RTH di Kota Tangerang lebih didominasi karena
peningkatan jumlah kendaraan bermotor.
Pada tingkat kecamatan, wilayah yang memiliki kebutuhan RTH tertinggi
berturut-turut adalah Kecamatan Benda, Kecamatan Cipondoh, dan Kecamatan
Karawaci. Sedangkan yang memiliki kebutuhan yang terkecil adalah Kecamatan
Periuk, Kecamatan Neglasari dan Kecamatan Larangan.
Kebutuhan RTH Berdasarkan Kebutuhan Air Bagi Penduduk Kota
Tangerang
Konsumsi Air Bersih. Air merupakan sumberdaya yang sangat diperlukan oleh
mahluk hidup khususnya manusia dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, baik
untuk kebutuhan domestik, pertanian, industri dan lain-lain. Sementara disadari
bahwa keberadaan air di permukaan bumi dibatasi oleh ruang dan waktu. Air
sebagai penopang pembangunan semakin terancam keberadaannya baik dari segi
kualitas maupun kuantitas. Kondisi tersebut memerlukan penanganan yang khusus
dan berkelanjutan sehingga keberadaan air dapat tetap dipelihara dan
dipertahankan kualitas dan kuantitasnya.
Kota Tangerang merupakan daerah penyangga dan penyeimbang DKI
Jakarta yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan yang pesat, baik
pertumbuhan penduduk maupun peningkatan ekonomi, hal ini membawa
konsekuensi bertambah luasnya lahan terbangun karena fisik pembangunan untuk
industri dan permukiman. Akibatnya terjadi penurunan kualitas dan kuantitas
sumber daya air yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap penyediaan air
untuk kehidupan itu sendiri.
Air yang dikonsumsi oleh manusia dapat berasal dari dalam tanah dan juga
dari air permukaan. Ketersediaan air suatu kawasan bergantung pada daur
hidrologis di kawasan tersebut. Oleh karena itu ketersediaan air di permukaan
tidak selalu tetap jumlahnya, sehingga dapat menjadi berkurang. Dengan semakin
berkurangnya air yang masuk kedalam tanah, maka air sungai akan semakin
bertambah banyak dan kemudian meluap. Jika tidak ada usaha pencegahan maka,
akan terjadi banjir. Pengambilan air oleh manusia yang berlebihan dan tidak ada
usaha mengembalikannya kedalam tanah akan mengakibatkan berkurangnya air
tanah.
Ruang terbuka hijau merupakan salah satu sarana yang dapat
mengkonservasi air, dan diharapkan dapat menanggulangi permasalahan
ketersediaan air di Kota Tangerang. Banyaknya akar tanaman diharapkan akan
mampu menambah lubang pori-pori tanah, sehingga air dapat masuk ke pori
tersebut dan kelebihan air di permukaan tanah manjadi kurang. Usaha konservasi
air bertujuan memanfaatkan air yang jatuh kepermukaan bumi dengan sebaik-
baiknya agar tidak terbuang dengan sia-sia (Arsyad, 1989).
Departemen Pekerjaan Umum (1998), menyatakan terdapat tiga kelompok
masyarakat berdasarkan konsumsi air, yaitu golongan sederhana dengan konsumsi
air per orang 80 liter/hari, golongan menengah dengan konsumsi air per orang 150
liter/hari, dan golongan atas dengan konsumsi air 250 liter/hari. Besarnya jumlah
air yang dikonsumsi hanya terbatas pada kebutuhan untuk makan, minum dan
MCK, sedangkan kebutuhan air bersih untuk perumahan berkisar antara 250 – 350
liter/orang/hari.
Besarnya konsumsi air bagi penduduk yang digunakan pada perhitungan
ini adalah jumlah konsumsi air bersih standar kebutuhan rumah tangga 300
liter/orang/hari, dengan menggunakan asumsi bahwa angka yang digunakan
adalah angka konsumsi air setiap penduduk Kota Tangerang tanpa membedakan
jenis dan kelompok pelanggan. Laju peningkatan pemakaian air diasumsikan
sebanding dengan laju pertambahan penduduk Kota Tangerang.
Penyediaan Air Bersih. Sebagai kota metropolitan, Kota Tangerang dengan
jumlah penduduk sekitar 1,5 juta jiwa, tentunya sarana dan prasarana pendukung
fasilitas perkotaan harus memadai. Salah satu kebutuhan untuk menunjang
kehidupan masyarakat perkotaan adalah tersedianya sarana air bersih.
Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan menunjukkan bahwa 79,88%
penduduk Kota Tangerang telah menggunakan air bersih. Dari persentase tersebut
sarana air bersih yang paling banyak digunakan penduduk adalah sumur pompa
(54,92%) dan sambungan langsung PDAM (21,92%).
Sistem Perpipaan PDAM di Kota Tangerang dikelola PDAM Kabupaten
Tangerang (PDAM Tirta Rajasa) dan PDAM Kota Tangerang (PDAM Tirta
Benteng). PDAM Tirta Rajasa memiliki wilayah pelayanan Kecamatan
Tangerang dan Kecamatan Jatiuwung. Sistem ini terbagi atas 3 cabang yaitu:
Cabang Babakan menggunakan Instalasi Pengolahan Air (IPA) Babakan dengan
kapasitas 80 liter/detik dan IPA Cikokol kapasitas 500 dan 100 liter/detik dengan
daerah pelayanan meliputi wilayah pusat kota. Cabang Perumnas 1 menggunakan
IPA Perumnas kapasitas 40 dan 20 liter/detik, serta IPA Cikokol dengan kapasitas
500 dan 100 liter/detik dengan daerah pelayanan meliputi wilayah Perumnas I.
Cabang Perumnas II, menggunakan IPA Cikokol kapasitas 500 dan 100 liter/detik
dengan daerah pelayanan meliputi pusat kota yaitu Tangerang, Bandara Soekano -
Hatta, sebagian wilayah Serpong, dan wilayah Perumnas. Total kapasitas
terpasang saat ini sekitar 740 liter/detik. Sumber air baku adalah Sungai Cisadane
dengan kapasitas produksi sekitar 647 liter/detik yang didistribusikan dengan
sistem pemompaan. Total kapasitas terdistribusi adalah 633 liter/detik dan yang
terjual sekitar 356 liter/detik dengan penduduk terlayani sekitar 229.000 jiwa atau
sekitar 16% dari penduduk Kota Tangerang.
Pendistribusian 3 (tiga) cabang sistem penyediaan air bersih tersebut
dilakukan secara terpadu, yaitu pipa distribusi antar masing-masing cabang
pelayanan yang saling berhubungan sehingga air yang dihasilkan IPA Cikokol
akan interkoneksi dengan air yang dihasilkan dari IPA Babakan dan IPA
Perumnas 1.
PDAM Tirta Benteng Kota Tangerang berdiri berdasarkan Perda No. 33
Tahun 1995 tentang Pendirian Perusahaan Daerah Air Minum Kotamadya
Tangerang. Sejak awal sampai berdirinya PDAM telah melayani beberapa
wilayah di Kecamatan Neglasari, Batuceper, Cipondoh, Benda, sebagian
Tangerang, Jatiuwung, Ciledug, Pinang. Dengan jumlah pelanggan mencapai
16.500 pelanggan. Selain pelanggan rumah tangga, PDAM TB juga melayani
Bandara Soekarno Hatta dan beberapa Industri besar dan kecil. Dari jumlah
pelanggan yang dilayani sekitar 370 liter/detik produksi air PDAM didistribusikan
kepada masyarakat. Dalam rangka meningkatkan pelayanan, PDAM Kota
Tangerang merencanakan akan mengadakan kerjasama dengan pihak swasta yaitu
memanfaatkan sisa kapasitas dari IPA yang dimiliki swasta sebesar 30 liter/detik
dari total kapasitas yang dimiliki sebesar 100 liter/detik. Pihak swasta belum
memiliki jaringan pipa distribusi, sehingga selama ini penjualan air dilakukan
dengan menggunakan mobil tanki.
Kemampuan RTH Menyimpan Air. Banyaknya air di permukaan bumi tidak
terlepas dari jumlah curah hujan yang turun ke bumi. Semakin banyaknya hujan
yang turun ke permukaan bumi, seharusnya semakin banyak pula air yang dapat
masuk kedalam tanah. Namun tidak demikian terjadi bila tidak terdapat tempat
untuk meresapnya air kedalam tanah. Curah hujan merupakan sumber air tanah
yang potensial, namun konservasi lahan dari ruang terbuka menjadi ruang
terbangun berdampak pada hilangnya potensi sumber daya air.
Wilayah Kota Tangerang memiliki iklim tropis dipengaruhi oleh iklim
musim, sehingga ada dua musim yaitu musim hujan antara bulan Oktober – Maret
dan musim kemarau antara bulan April – September. Menurut Rismunandar
(1984), hujan yang turun ke permukaan bumi dapat menambah ketersediaan air
di dalam tanah dan juga dapat menyebabkan terjadinya banjir. Pengamanan air
hujan pada prinsipnya terletak dalam dua pengelolaan teknis, yaitu peningkatan
daya serap tanah dan pengendalian mengalirnya. Meningkatkan daya serap tanah
pada hakekatnya adalah meningkatkan kapasitas penyimpanan air oleh tanah.
Kemampuan menyimpan air suatu areal tidak akan terlepas dari pengaruh vegetasi
diatasnya.
Pada umumnya, tumbuhan yang mampu menyimpan air dari tanah adalah
yang berakar panjang dan berdaun kecil, sehingga penguapan yang terjadi melalui
daun juga kecil. Walaupun tanaman juga mengalami transpirasi, namun air tidak
begitu mudah keluar dari tanaman karena terdapat hambatan-hambatan. Adanya
hambatan pergerakan air di dalam tanaman dibuktikan dengan adanya kenyataan
bahwa kehilangan air tanah dari tanah selalu lebih kecil dibandingkan dengan
kehilangan air dari tanah terbuka (Islami dan Utomo, 1995 dalam Yullyarti 2004).
Beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi daya serap tanah antara
lain; jenis tanah, sistem pengolahan tanah, keadaan air tanah, jenis vegetasi, dan
penggunaan lahan (Asdak, 1995 dan Pawitan, 1989). Daya simpan tanah terhadap
air juga dipengaruhi oleh daya infiltrasinya. Berdasarkan penelitian Isyari (2005),
laju infiltrasi untuk beberapa jenis penggunaan lahan berbeda-beda; hutan 2,02
cm/menit, tegalan 0,91 cm/menit, semak 0,84 cm/menit, kebun 0,73 cm/menit,
pemukiman 0,53 cm/menit, dan sawah 0,36 cm/menit.
Penggunaan lahan sebagai hutan kota mampu menyimpan air tanah
sebesar 900 m3
/ha/tahun dan dapat mentransfer air 4.000 liter/hari (Joga, 2004 dan
Dinas Pertamanan Provinsi DKI Jakarta, 2003). Hingga saat ini belum ada
penelitian lain yang dilakukan untuk memperbandingkan kapasitas penyimpanan
air oleh tanah pada berbagai penggunaan lahan. Sehingga nilai standar tersebut
masih dijadikan acuan dalam perhitungan kebutuhan luas RTH untuk penyediaan
air di Kota Tangerang. Adapun hasil perhitungan untuk Kota Tangerang disajikan
pada Tabel 21, dan selengkapnya pada Lampiran 2.
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf
2010jpa.pdf

More Related Content

Similar to 2010jpa.pdf

Lokakarya kampung hijau pu
Lokakarya kampung hijau puLokakarya kampung hijau pu
Lokakarya kampung hijau puNendi Subakti
 
Infrastuktur hijau perkotaan
Infrastuktur hijau perkotaanInfrastuktur hijau perkotaan
Infrastuktur hijau perkotaanSyafrianto Amsyar
 
Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Penyediaan Oksigen dan Air...
Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Penyediaan Oksigen dan Air...Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Penyediaan Oksigen dan Air...
Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Penyediaan Oksigen dan Air...Bos Ariadi Muis
 
Evaluasi Kebijakan Green Infrastructure Sanitasi Lingkungan Dan Implementasin...
Evaluasi Kebijakan Green Infrastructure Sanitasi Lingkungan Dan Implementasin...Evaluasi Kebijakan Green Infrastructure Sanitasi Lingkungan Dan Implementasin...
Evaluasi Kebijakan Green Infrastructure Sanitasi Lingkungan Dan Implementasin...suningterusberkarya
 
Sistem informasi geografis bab 1
Sistem informasi geografis bab 1Sistem informasi geografis bab 1
Sistem informasi geografis bab 1Gien Rockmantic
 
15149-Article Text-46457-1-10-20170312.pdf
15149-Article Text-46457-1-10-20170312.pdf15149-Article Text-46457-1-10-20170312.pdf
15149-Article Text-46457-1-10-20170312.pdfhidanganhendra
 
Detail engineering tempat_pembuangan_akh
Detail engineering tempat_pembuangan_akhDetail engineering tempat_pembuangan_akh
Detail engineering tempat_pembuangan_akhSetiyo Pambudi
 
LAPORAN KKLmahasiswa universitas sulawesi barat
LAPORAN KKLmahasiswa universitas sulawesi baratLAPORAN KKLmahasiswa universitas sulawesi barat
LAPORAN KKLmahasiswa universitas sulawesi baratHaeruddin13
 
IDENTIFIKASI LAHAN TERSEDIA DENGAN TEKNOLOGI INFORMASI SPASIAL UNTUK MENDUKUN...
IDENTIFIKASI LAHAN TERSEDIA DENGAN TEKNOLOGI INFORMASI SPASIAL UNTUK MENDUKUN...IDENTIFIKASI LAHAN TERSEDIA DENGAN TEKNOLOGI INFORMASI SPASIAL UNTUK MENDUKUN...
IDENTIFIKASI LAHAN TERSEDIA DENGAN TEKNOLOGI INFORMASI SPASIAL UNTUK MENDUKUN...Repository Ipb
 
4469-Article Text-26610-2-10-20220518.pdf
4469-Article Text-26610-2-10-20220518.pdf4469-Article Text-26610-2-10-20220518.pdf
4469-Article Text-26610-2-10-20220518.pdfdangdutberutu
 
PENATAAN RUANG SEBAGAI ARAH KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM YANG BERKE...
PENATAAN RUANG SEBAGAI ARAH KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM YANG BERKE...PENATAAN RUANG SEBAGAI ARAH KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM YANG BERKE...
PENATAAN RUANG SEBAGAI ARAH KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM YANG BERKE...CIFOR-ICRAF
 
42-59 (1).pdf
42-59 (1).pdf42-59 (1).pdf
42-59 (1).pdfGTLink
 
Pages from prosiding_avoer_2011-23
Pages from prosiding_avoer_2011-23Pages from prosiding_avoer_2011-23
Pages from prosiding_avoer_2011-23Indriati Dewi
 
Kajian perencanaan rth
Kajian perencanaan rthKajian perencanaan rth
Kajian perencanaan rthArya Pinandita
 
RENJA POKJA GORUT 23.pptx
RENJA POKJA GORUT 23.pptxRENJA POKJA GORUT 23.pptx
RENJA POKJA GORUT 23.pptxJaisDjafar
 
PAPARAN MUSREMBANG TEMATIK infrastruktur di Karangsambung.pptx
PAPARAN MUSREMBANG TEMATIK infrastruktur di Karangsambung.pptxPAPARAN MUSREMBANG TEMATIK infrastruktur di Karangsambung.pptx
PAPARAN MUSREMBANG TEMATIK infrastruktur di Karangsambung.pptxhadidwalidain1
 

Similar to 2010jpa.pdf (20)

Lokakarya kampung hijau pu
Lokakarya kampung hijau puLokakarya kampung hijau pu
Lokakarya kampung hijau pu
 
Infrastuktur hijau perkotaan
Infrastuktur hijau perkotaanInfrastuktur hijau perkotaan
Infrastuktur hijau perkotaan
 
Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Penyediaan Oksigen dan Air...
Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Penyediaan Oksigen dan Air...Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Penyediaan Oksigen dan Air...
Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Penyediaan Oksigen dan Air...
 
Evaluasi Kebijakan Green Infrastructure Sanitasi Lingkungan Dan Implementasin...
Evaluasi Kebijakan Green Infrastructure Sanitasi Lingkungan Dan Implementasin...Evaluasi Kebijakan Green Infrastructure Sanitasi Lingkungan Dan Implementasin...
Evaluasi Kebijakan Green Infrastructure Sanitasi Lingkungan Dan Implementasin...
 
Sistem informasi geografis bab 1
Sistem informasi geografis bab 1Sistem informasi geografis bab 1
Sistem informasi geografis bab 1
 
15149-Article Text-46457-1-10-20170312.pdf
15149-Article Text-46457-1-10-20170312.pdf15149-Article Text-46457-1-10-20170312.pdf
15149-Article Text-46457-1-10-20170312.pdf
 
Detail engineering tempat_pembuangan_akh
Detail engineering tempat_pembuangan_akhDetail engineering tempat_pembuangan_akh
Detail engineering tempat_pembuangan_akh
 
LAPORAN KKLmahasiswa universitas sulawesi barat
LAPORAN KKLmahasiswa universitas sulawesi baratLAPORAN KKLmahasiswa universitas sulawesi barat
LAPORAN KKLmahasiswa universitas sulawesi barat
 
IDENTIFIKASI LAHAN TERSEDIA DENGAN TEKNOLOGI INFORMASI SPASIAL UNTUK MENDUKUN...
IDENTIFIKASI LAHAN TERSEDIA DENGAN TEKNOLOGI INFORMASI SPASIAL UNTUK MENDUKUN...IDENTIFIKASI LAHAN TERSEDIA DENGAN TEKNOLOGI INFORMASI SPASIAL UNTUK MENDUKUN...
IDENTIFIKASI LAHAN TERSEDIA DENGAN TEKNOLOGI INFORMASI SPASIAL UNTUK MENDUKUN...
 
4469-Article Text-26610-2-10-20220518.pdf
4469-Article Text-26610-2-10-20220518.pdf4469-Article Text-26610-2-10-20220518.pdf
4469-Article Text-26610-2-10-20220518.pdf
 
PENATAAN RUANG SEBAGAI ARAH KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM YANG BERKE...
PENATAAN RUANG SEBAGAI ARAH KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM YANG BERKE...PENATAAN RUANG SEBAGAI ARAH KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM YANG BERKE...
PENATAAN RUANG SEBAGAI ARAH KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM YANG BERKE...
 
42-59 (1).pdf
42-59 (1).pdf42-59 (1).pdf
42-59 (1).pdf
 
Pages from prosiding_avoer_2011-23
Pages from prosiding_avoer_2011-23Pages from prosiding_avoer_2011-23
Pages from prosiding_avoer_2011-23
 
Abdurrahman
AbdurrahmanAbdurrahman
Abdurrahman
 
3 Meeting Teknikal_Pengerang.pptx
3 Meeting Teknikal_Pengerang.pptx3 Meeting Teknikal_Pengerang.pptx
3 Meeting Teknikal_Pengerang.pptx
 
Kajian perencanaan rth
Kajian perencanaan rthKajian perencanaan rth
Kajian perencanaan rth
 
RTH Permukiman Lakarsantri 2012
RTH Permukiman Lakarsantri  2012RTH Permukiman Lakarsantri  2012
RTH Permukiman Lakarsantri 2012
 
zemi.pptx
zemi.pptxzemi.pptx
zemi.pptx
 
RENJA POKJA GORUT 23.pptx
RENJA POKJA GORUT 23.pptxRENJA POKJA GORUT 23.pptx
RENJA POKJA GORUT 23.pptx
 
PAPARAN MUSREMBANG TEMATIK infrastruktur di Karangsambung.pptx
PAPARAN MUSREMBANG TEMATIK infrastruktur di Karangsambung.pptxPAPARAN MUSREMBANG TEMATIK infrastruktur di Karangsambung.pptx
PAPARAN MUSREMBANG TEMATIK infrastruktur di Karangsambung.pptx
 

Recently uploaded

GEJALA PEMANASAN GLOBAL DAN EFEK RUMAH KACA.pptx
GEJALA PEMANASAN GLOBAL DAN EFEK RUMAH KACA.pptxGEJALA PEMANASAN GLOBAL DAN EFEK RUMAH KACA.pptx
GEJALA PEMANASAN GLOBAL DAN EFEK RUMAH KACA.pptxAisyhaDewiII
 
PPT Sistem Rekayasa Air Limbah dan Pembuangannya.pptx
PPT Sistem Rekayasa Air Limbah dan Pembuangannya.pptxPPT Sistem Rekayasa Air Limbah dan Pembuangannya.pptx
PPT Sistem Rekayasa Air Limbah dan Pembuangannya.pptxmagangfim17
 
Sukses Budidaya Jagung Manis hibrida .ppt
Sukses Budidaya Jagung Manis hibrida .pptSukses Budidaya Jagung Manis hibrida .ppt
Sukses Budidaya Jagung Manis hibrida .pptngishomudin
 
Teori Analisis Risiko Lingkungan (PowerPoint Presentation)
Teori Analisis Risiko Lingkungan (PowerPoint Presentation)Teori Analisis Risiko Lingkungan (PowerPoint Presentation)
Teori Analisis Risiko Lingkungan (PowerPoint Presentation)Izzana Fatima
 
JSA jsa working at height , job safety analisis
JSA jsa working at height , job safety analisisJSA jsa working at height , job safety analisis
JSA jsa working at height , job safety analisisbarryYOno
 
modul lingkaran kelas 8.docxmnkjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjj
modul lingkaran kelas 8.docxmnkjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjmodul lingkaran kelas 8.docxmnkjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjj
modul lingkaran kelas 8.docxmnkjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjAdeIrawan190202
 

Recently uploaded (6)

GEJALA PEMANASAN GLOBAL DAN EFEK RUMAH KACA.pptx
GEJALA PEMANASAN GLOBAL DAN EFEK RUMAH KACA.pptxGEJALA PEMANASAN GLOBAL DAN EFEK RUMAH KACA.pptx
GEJALA PEMANASAN GLOBAL DAN EFEK RUMAH KACA.pptx
 
PPT Sistem Rekayasa Air Limbah dan Pembuangannya.pptx
PPT Sistem Rekayasa Air Limbah dan Pembuangannya.pptxPPT Sistem Rekayasa Air Limbah dan Pembuangannya.pptx
PPT Sistem Rekayasa Air Limbah dan Pembuangannya.pptx
 
Sukses Budidaya Jagung Manis hibrida .ppt
Sukses Budidaya Jagung Manis hibrida .pptSukses Budidaya Jagung Manis hibrida .ppt
Sukses Budidaya Jagung Manis hibrida .ppt
 
Teori Analisis Risiko Lingkungan (PowerPoint Presentation)
Teori Analisis Risiko Lingkungan (PowerPoint Presentation)Teori Analisis Risiko Lingkungan (PowerPoint Presentation)
Teori Analisis Risiko Lingkungan (PowerPoint Presentation)
 
JSA jsa working at height , job safety analisis
JSA jsa working at height , job safety analisisJSA jsa working at height , job safety analisis
JSA jsa working at height , job safety analisis
 
modul lingkaran kelas 8.docxmnkjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjj
modul lingkaran kelas 8.docxmnkjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjmodul lingkaran kelas 8.docxmnkjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjj
modul lingkaran kelas 8.docxmnkjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjj
 

2010jpa.pdf

  • 1. ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA TANGERANG JUWARIN PANCAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
  • 2. ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA TANGERANG JUWARIN PANCAWATI Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
  • 3. PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini Bogor, Februari 2010 Juwarin Pancawati NIM A156070261
  • 4. ABSTRACT JUWARIN PANCAWATI. The Analysis of Green Open Space Requirements in Tangerang City. Under direction of KUKUH MURTILAKSONO and BABA BARUS. Some places in Tangerang City has small amount of Green Open Space (GOS), whereas the presence of GOS is needed in order to create a comfortable urban environment. This study aims to analyze the suitability of GOS, knowing the public preference for GOS priorities, and constructing the formulation of referrals development for Tangerang City. GOS requirements were calculated based on; a) area (UU No.26/2007), b) population (Regulation of Public Works Minister No.05/PRT/M/2008), c) oxygen needs (Gerarkis method) and d) water needs (Faculty of Forestry IPB method). The analysis of the suitability of GOS was done by comparing the requirements with the existing GOS and the allocation in City’s Spatial Arrangement Plan (RTRW). While public preferences of GOS were analyzed by AHP method. GOS requirements by area (4.935,6 Hectares) and population (3063.3 Hectares) were generally adequate. Meanwhile, requirement that based on the needed oxygen (28.875 Hectares) and needed water (489.443 Hectares) can not be fulfilled. The GOS’s allocation in the Spatial Plan of Tangerang City 2008-2028, is not in accordance with the GOS requirements. The GOS’s referrals development of Tangerang City was; to maintain the GOS area to 5.890,3 Hectares in order to not convert into built up area. This includes GOS for comfort of residents, both existing (261,6 Hectares) and constructed (4.022,6 Hectares), and the non-comfort GOS (1.867,7 Hectares). Most of the comfort GOS is in the form of block and the rest is in corridor form. The form of non- comfort GOS directed as agricultural area that concentrated at District Periuk and the area surrounding the airport. Keywords: green open space, requirement
  • 5. RINGKASAN JUWARIN PANCAWATI. Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Di Kota Tangerang. Dibimbing oleh KUKUH MURTILAKSONO dan BABA BARUS. Kota Tangerang merupakan kota yang berkembang pesat. Perkembangan tersebut berakibat pada jumlah Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang semakin berkurang. Padahal keberadaan RTH sangat diperlukan di perkotaan agar tercipta lingkungan yang nyaman dan sehat. Penelitian ini bertujuan memberikan rumusan pokok konsep kebutuhan RTH untuk menjaga keseimbangan lingkungan di Kota Tangerang, berupa 1) analisis kecukupan RTH berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk, kebutuhan oksigen, kebutuhan air tanah di Kota Tangerang, 2) analisis preferensi masyarakat terhadap prioritas pengembangan RTH di kota Tangerang, dan 3) rumusan arahan pengembangan RTH Kebutuhan RTH dihitung dengan pendekatan luas wilayah yang mengacu pada Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007 yaitu 30% dari luas administrasi, kebutuhan penduduk akan RTH kenyamanan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/M/PRT/2008 yaitu 20m2 per jiwa, kebutuhan oksigen yang dihitung menggunakan metode Gerarkis dan kebutuhan air dengan metode Sutisna. Analisis kecukupan RTH dilakukan dengan memperbandingkan ketersediaan RTH eksisting dan alokasi RTH dalam RTRW dengan kebutuhan RTH. Preferensi masyarakat terhadap bentuk dan fungsi RTH dianalisis menggunakan metode AHP terhadap 31 responden yang terdiri dari kalangan akademisi, pengembang, pemerintah dan tokoh masyarakat. Hasil analisis menunjukan prioritas RTH yang ingin dikembangkan secara berturut-turut adalah RTH berbentuk kawasan, jalur, dan simpul. Kebutuhan RTH Kota Tangerang berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk, kebutuhan oksigen dan kebutuhan air bersih secara berturut-turut adalah 4.935,6 Hektar, 3.063,3 Hektar, 28.875 Hektar, dan 489.443 Hektar. Kebutuhan RTH berdasarkan kebutuhan oksigen dan air bersih jauh melampaui luas wilayah Kota Tangerang, sehingga sulit dipenuhi. Sedangkan kebutuhan RTH Kota Tangerang berdasarkan luas wilayah dan jumlah penduduk secara umum terpenuhi, kecuali Kecamatan Larangan dan Kecamatan Ciledug. Alokasi RTH dalam Revisi RTRW Kota Tangerang 2008-2028, ruang terbuka secara umum tidak sesuai dengan kebutuhan RTH. Hampir semua Kecamatan di Kota Tangerang kekurangan alokasi RTH, kecuali Kecamatan Tangerang, Karawaci dan Neglasari. Preferensi masyarakat terhadap pengembangan RTH secara berturut-turut adalah berbentuk kawasan, jalur dan simpul Arahan pengembangan RTH Kota Tangerang dilakukan berdasarkan ketersediaan RTH, alokasi RTH dalam RTRW, dan proyeksi kebutuhan RTH pada tahun 2018 dengan mempertimbangkan preferensi masyarakat terhadap bentuk dan fungsi yang diinginkan. Arahan RTH yang dilakukan adalah mempertahankan RTH seluas 5.890,3 hektar agar tidak terkonversi menjadi lahan terbangun. Termasuk di dalamnya adalah RTH taman baik eksisting maupun yang ditambahkan (4.022,6 hektar) dan RTH non-taman (1.867,7 hektar). RTH taman sebagian besar berbentuk kawasan (sempadan situ, taman kota, hutan kota
  • 6. dan lapangan olah raga) dan sebagian lainnya berbentuk jalur hijau tepi jalan dan jalur hijau sempadan sungai. RTH non-taman diarahkan dalam bentuk lahan-lahan pertanian, terutama dipusatkan di kecamatan periuk dan kawasan sekitar bandara. Pada kawasan ini diperlukan pengawasan yang ketat agar tidak terjadi konversi lahan pertanian ke lahan non-pertanian. Cadangan ruang terbangun seluas 2075,4 hektar sebagian besar diarahkan di Kecamatan Cipondoh, Pinang, Jatiuwung dan Benda.
  • 7. Judul Tesis : Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Di Kota Tangerang Nama : Juwarin Pancawati NIM : A 156070261 Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S. Ketua Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S. Tanggal Ujian: 5 Febuari 2010 Tanggal Lulus:
  • 8. Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si.
  • 9. KATA PENGANTAR Puji Syukur kehadirat Allah SWT, salam dan salawat kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw, karena perkenan-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini berjudul Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Di Kota Tangerang. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Dalam penyusunan penelitian ini penulis mendapat masukan, arahan, petunjuk dan bimbingan serta kritik dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S. sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Dr.Ir. Baba Barus, M.Sc. sebagai Anggota Komisi Pembimbing atas pengarahan, bimbingan dan saran yang diberikan. Lebih daripada itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Risnur dan Ibu Mesi Shinta Dewi dari Dinas Tata Kota Tangerang yang telah membantu selama pengumpulan data. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada suami dan anak-anak tercinta yang telah memberi semangat, doa, dan kasih sayangnya. Tidak lupa Teman-teman PWD 2007 dan PWL 2007 dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis sampaikan terimakasih atas segala bantuan dan kerjasama yang terjalin selam ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Febuari 2010 Juwarin Pancawati
  • 10. RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Purwokerto pada tanggal 14 Februari 1975, dari ayah Suyitno Padmowiyoto dan ibu Siti Robi,atun (almh). Menikah dengan M. Irsyad dan dikaruniai tiga orang anak; Iriene Naura Khansa, Muhammad Afif Abiyyuga dan Muhammad Latief Aditya. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Purwokerto pada tahun 1993 dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) pada program studi Ilmu Tanah. Tahun 2002 penulis menyelesaikan studi Program Pascasarjana (S2) Ekonomi Manajemen di Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) Purwokerto. Tahun 2007, penulis mendapat kesempatan kembali untuk menimba ilmu di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan mendapatkan Bantuan Pendidikan Pascasarjana (BPPS). Saat ini penulis bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Sulltan Ageng Tirtayasa di Serang Banten.
  • 11. DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ........................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... xiii PENDAHULUAN Latar Belakang........................................................................................... 1 Perumusan Masalah................................................................................... 4 Tujuan Penelitian....................................................................................... 5 Manfaat Penelitian.................................................................................... 5 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ruang Terbuka dan Ruang Terbuka Hijau.............................. 6 Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau............................................... 10 Kebutuhan Luas Ruang Terbuka Hijau...................................................... 11 Proses Hierarki Analitik............................................................................ 13 Peran Masyarakat dalam Penyediaan dan Pemanfaatan RTH................... 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian.................................................................... 17 Metode Penelitian...................................................................................... 18 Pengumpulan Data................................................................................ 18 Analisis Data......................................................................................... 19 Penyusunan Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau.................. 26 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Topografi dan Kelerengan........................................................................ 28 Iklim.......................................................................................................... 29 Hidrologi.................................................................................................... 29 Penggunaan Lahan dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang 31 Kondisi Perekonomian............................................................................. 37 Kondisi Sosial Budaya............................................................................. 38 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Penutupan Lahan Kota Tangerang ............................................ 43 Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Kota Tangerang ................................. 48 Kecukupan RTH berdasarkan Kondisi Eksisting RTH ......................... 64 Kesesuaian Rencana Umum Tata Ruang Kota untuk Kawasan Hijau Terhadap Kebutuhan RTH................................................................ 77 Preferensi Masyarakat Terhadap Prioritas Pengembangan RTH............ 84 Arahan Pengembangan RTH................................................................... 86
  • 12. SIMPULAN DAN SARAN............................................................................ 109 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 112 LAMPIRAN................................................................................................... 116
  • 13. DAFTAR TABEL Halaman 1. Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk................................. 12 2. Skala Perbandingan Berpasangan ........................................................ 25 3. Ketinggian dan Kemiringan Lahan Kota Tangerang............................ 28 4. Penggunaan Lahan Kota Tangerang 2007............................................ 32 5. Kebijakan Pengembangan Struktur Ruang Kota Tangerang................ 35 6. Rencana Penggunaan Lahan Kota Tangerang 2008-2028.................... 36 7. Kepadatan Penduduk Kota Tangerang 2008...................................... 39 8. Klasifikasi dan Luas Penutupan Lahan Kota Tangerang....................... 46 9. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Kota Tangerang Berdasarkan UUTR No.26 Tahun 2007.................................................................... 49 10. Kebutuhan RTH Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008 pada 3 Titik Tahun.............................................. 50 11. Kebutuhan Oksigen untuk Manusia di Kota Tangerang pada 3 Titik Tahun.................................................................................................... 51 12. Klasifikasi Kendaraan Bermotor Menurut Jenis dan Kebutuhan Oksigen................................................................................................. 52 13. Kebutuhan Oksigen Bagi Kendaraan Bermotor di Kota Tangerang pada 3 Titik Tahun................................................................................ 53 14. Karakteristik Umum Jalan Utama Kota Tangerang.............................. 54 15. Kebutuhan Oksigen bagi Kendaraan Bermotor untuk Tiap Kecamatan di Kota Tangerang............................................................. 55 16. Jumlah Ternak Tahun 2008 dan Karakteristik Kebutuhan Oksigen…………………………………………………………..… 56 17. Kebutuhan Oksigen Bagi Ternak di Kota Tangerang pada 3 Titik Tahun................................................................................................... 57 18. Kebutuhan Oksigen Bagi Hewan Ternak Per Kecamatan Pada Tiga Titik Tahun.......................................................................................... 58 19. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Golongan Konsumen........................................... 58 20. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang Berdasarkan Kecamatan............................................................................................. 59 21. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Kebutuhan Air Bagi Penduduk Kota Tangerang................................................................... 64 22. Kecukupan RTH Berdasarkan Kondisis Eksisting.............................. 65
  • 14. Halaman 23. Proyeksi Kecukupan RTH berdasarkan UU No.26/2007 pada Tiga Titik Tahun……………………………………..………………….... 67 24. Jumlah Ruang Terbuka Hijau dan Kepadatan Penduduk Kota Tangerang........................................................................................... 68 25. Kecukupan Kebutuhan RTH Taman di Kota Tangerang.................... 69 26. Kecukupan RTH Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Tahun 2008........ 71 27. Jumlah Pohon yang Diperlukan untuk Memenuhi Kebutuhan Oksigen Di Kota Tangerang Berdasarkan Golongan Konsumen...... 72 28. Jumlah Pohon yang Dibutuhkan untuk Memenuhi Kebutuhan Oksigen Di Kota Tangerang Berdasarkan Kecamatan....................... 73 29. Jumlah Pohon pada Program GERHAN Kota Tangerang.................. 74 30. Kecukupan Kebutuhan RTH Berdasarkan Kebutuhan Air Bersih...... 75 31. Rencana Ruang Terbuka Hijau Kota Tangerang 2008-2028.............. 77 32. Kesesuaian RUTRK Ruang Terbuka Hijau Terhadap Kebutuhan RTH Berdasarkan Luas Wilayah Kota Tangerang............................ 78 33. Kesesuaian RUTRK Ruang Terbuka Hijau Terhadap Kebutuhan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk................................................... 80 34. Kesesuaian RUTRK Ruang Terbuka Hijau Terhadap Kebutuhan RTH Berdasarkan Kebutuhan Air...................................................... 82 35. Kesesuaian RUTRK Ruang Terbuka Hijau Terhadap Kebutuhan RTH Berdasarkan Kebutuhan Oksigen............................................... 83 36. Hasil Proses Hierarki Analitik (AHP) untuk Mendapatkan Prioritas Pengembangan Ruang Terbuka Hijau................................................. 85 37. Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Kota Tangerang......... 103 38. Jumlah Pohon Trembesi untuk Memenuhi Kebutuhan Oksigen Kota Tangerang............................................................................................ 107
  • 15. DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Pola RTH yang Mengikuti Pola Tata Ruang (Tim IPB 1993)............. 7 2. Letak Geografis Kota Tangerang......................................................... 17 3. Hierarki untuk memilih prioritas pengembangan RTH....................... 25 4. Contoh Bentuk-Bentuk Umum RTH Kota Tangerang........................ 24 5. Diagram Alir Analisis Penutupan Lahan………………………….… 27 6. Pembagian Wilayah Pengembangan Kota (WPK) dalam Revisi RTRW 2008-2028……………………………………………….… 33 7. Komposisi Penutupan Lahan Kota Tangerang Tahun 2007......…… 43 8. Citra Satelit Lokasi Penelitian Kota Tangerang................................. 44 9. Peta Penutupan Lahan Kota Tangerang.............................................. 45 10. Proporsi Ruang Terbuka di Kota Tangerang...................................... 47 11. Kecukupan RTH berdasarkan Luas Wilayah Kota Tangerang.......... 66 12. Kecukupan Kebutuhan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk Di Kota Tangerang.................................................................................. 68 13. Kebutuhan RTH Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Kota Tangerang........................................................................................... 70 14. Kebutuhan RTH berdasarkan Kebutuhan Air Tanah Kota Tangerang........................................................................................... 76 15. Kesesuaian RUTRK Ruang Terbuka Hijau Terhadap Kebutuhan RTH Berdasarkan Luas Wilayah Kota Tangerang............................. 79 16. Kesesuaian RUTRK Ruang Terbuka Hijau Terhadap Kebutuhan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk.................................................. 81 17. Sketsa Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Kota Tangerang............................................................................................ 91
  • 16. DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta Administrasi Kota Tangerang....................................................... 116 2. Komponen Perhitungan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Kebutuhan Air Di Kota Tangerang..................................................... 117 3. Hasil Perhitungan Analisis AHP pada Strata Pertama (Prioritas Fungsi RTH)....................................................................................................... 118 4. Hasil Perhitungan Analisis AHP pada Strata Kedua (Prioritas Bentuk Ekologi).................................................................................................. 119 5. Hasil Perhitungan Analisis AHP pada Strata Kedua (Prioritas Bentuk Sosial).................................................................................................. 120 6. Hasil Perhitungan Analisis AHP pada Strata Kedua (Prioritas Bentuk Ekonomi)................................................................................................ 121 7. Hasil Perhitungan Analisis AHP pada Strata Kedua (Prioritas Bentuk Estetika).................................................................................................. 122 8. Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Kota Tangerang............ 123 9. Kemampuan Vegetasi Dalam Memproduksi Oksigen........................... 136 10. Lokasi dan Luas Taman dan Hutan Kota Di Kota Tangerang............... 137
  • 17. 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan telah mengalami transformasi lingkungan fisik lahan yang semakin padat oleh berbagai infrastruktur sehingga berdampak terhadap kualitas kehidupan masyarakat dan lingkungan. Transformasi lingkungan fisik lahan tersebut apabila tidak diimbangi dengan pertambahan ruang terbuka hijau dapat menyebabkan menurunnya kualitas air dan udara, berkurangnya daerah tangkapan air (catchment area) dan meningkatnya pencemaran lingkungan. Sehingga kota hanya maju secara ekonomi, namun mundur secara ekologi. Kota Tangerang merupakan salah satu kota di kawasan Jabotabek yang mengalami perkembangan pesat. Selain dikenal sebagai kota industri, Kota Tangerang juga merupakan daerah pengembangan kawasan pemukiman bagi para komuter yang bekerja di Jakarta. Kota Tangerang memiliki luas wilayah 17.729,746 Ha. Dari luas wilayah tersebut pertumbuhan fisik kota ditunjukkan oleh besarnya kawasan terbangun kota, yaitu seluas 10.127,231 Ha (57,12 % dari luas seluruh kota) dengan urutan penggunaan tertinggi sebagai kawasan pemukiman (5.988,2 Ha). Luas kawasan pemukiman diperkirakan akan meningkat pesat mengingat tingginya laju pertumbuhan penduduk Kota Tangerang, yaitu rata-rata diatas 3,0%. Hingga pertengahan tahun 2007 penduduk Kota Tangerang berjumlah 1.575.140 jiwa. Populasi penduduk dalam kurun tahun 1990-2007, telah berkembang menjadi 1,5 kali dibandingkan dengan tahun 1990 yang berjumlah 921.848 jiwa (Dinas Kependudukan Catatan Sipil, 2008). Jumlah penduduk yang meningkat pesat akan memberikan implikasi pada tingginya tekanan terhadap pemanfaatan ruang. Di banyak perkotaan di Indonesia, tingginya tekanan terhadap pemanfaatan ruang seringkali diiringi menurunnya kualitas dan kuantitas kawasan hijau di kawasan perkotaan. Menurut Widodo (2007), sebagian besar kecamatan di Kota Tangerang, terutama Kecamatan Ciledug dan Kecamatan Larangan, memiliki kawasan hijau kurang dari 10%. Kawasan hijau masih dapat dijumpai di wilayah Kecamatan Pinang, Cipondoh, Neglasari, sebagian kecil Kecamatan Batu Ceper (kawasan bandara)
  • 18. 2 dan Kecamatan Periuk. Dari kecamatan-kecamatan tersebut, hanya Kecamatan Cipondoh dan Kecamatan Pinang yang masih memiliki kawasan hijau yang memadai, yaitu sekitar 40 % dari masing–masing wilayah kedua kecamatan ini. Walaupun demikian di masa yang akan datang kondisi ini akan cepat berubah mengingat wilayah ini merupakan daerah konsesi para pengembang perumahan. Apabila nanti dikembangkan maka kegersangan mungkin juga akan tidak jauh berbeda dengan Kecamatan Ciledug atau Kecamatan Larangan. Tentu saja ini merupakan kondisi yang perlu diwaspadai mengingat pentingnya keberadaan kawasan hijau bagi masyarakat perkotaan. Keberadaan ruang terbuka hijau sangat diperlukan bagi wilayah perkotaan seperti Tangerang. Selain menambah nilai estetika dan keasrian kota, ruang terbuka hijau juga berfungsi menciptakan iklim mikro yang lebih sejuk, menjaga keseimbangan oksigen (O2) dan karbon dioksida (CO2), mengurangi polutan, serta membantu mempertahankan ketersediaan air tanah. Menurunnya kualitas dan kuantitas ruang terbuka hijau (RTH), akan mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan seperti udara dan air bersih. Berdasarkan Undang-Undang Penataan Ruang No.26 Tahun 2007, ruang terbuka hijau minimal menempati 30% luas wilayah perkotaan. Lebih lanjut dipertegas dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 05/PRT/M/2008 tentang pedoman penyediaan dan pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan, bahwa proporsi tersebut merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat kota. Setiap hari manusia membutuhkan oksigen sekitar 0,5 kg/hari; tanpanya manusia akan mengalami gangguan kesehatan yang serius. Ruang terbuka hijau disebut sebagai paru-paru kota karena merupakan produsen oksigen yang belum tergantikan fungsinya. Fungsi ini sebenarnya merupakan salah satu aspek berlangsungnya fungsi daur ulang antara gas karbondioksida (CO2) dan oksigen (O2), hasil fotosintesis khususnya pada dedaunan. Proses pembersihan udara oleh tanaman berlangsung secara efektif melalui proses penyerapan (absorpsi) dan penjerapan (adsorpsi) dalam proses fisiologis. Mengingat tingginya jumlah
  • 19. 3 penduduk, tidak dipungkiri lagi bahwa keberadaan RTH sangat diperlukan untuk menjamin pasokan oksigen bagi penduduk Kota Tangerang. Kebutuhan prasarana lain yang harus disediakan oleh pemerintah adalah prasarana air bersih. Pelayanan air bersih di Kota Tangerang, baik yang berasal dari sistem perpipaan maupun non perpipaan, terus mengalami peningkatan. Tahun 2004 jumlah rumah tangga terlayani air bersih, baik dari sistem perpipaan maupun non-perpipaan, sebesar 92,31 %, pada tahun 2005 meningkat menjadi 92,34 % dan pada tahun 2006 menjadi 93,15%. Sisanya, sekitar 7% merupakan penduduk yang tidak terlayani air bersih. Namun dari jumlah tersebut (93,15%) pelayanan air bersih dengan sistem perpipaan baru dapat menjangkau 20% dari penduduk kota Tangerang, dan terbatas pada wilayah-wilayah tertentu. Adapun sebagian besar penduduk Kota Tangerang (sekitar 73%) masih mengandalkan pemanfaatan sumber air tanah (sumur gali/sumur pompa) untuk mencukupi kebutuhan air mereka Mengingat besarnya jumlah penduduk yang masih menggunakan air bawah tanah untuk memenuhi kebutuhan mereka, sudah seyogyanya pemerintah berkewajiban untuk menjaga kualitas dan kuantitas air bawah tanah di Kota Tangerang. Salah satu upaya mempertahankan keberadaan air bawah tanah antara lain dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas ruang terbuka hijau (Thohir, 1991). Dalam upaya mewujudkan ruang yang nyaman, produktif dan berkelanjutan, maka sudah saatnya pemerintah memberikan perhatian serius terhadap keberadaan ruang publik, khususnya RTH. Keberhasilan pengembangan RTH selain ditentukan oleh strategi pemerintah juga ditentukan oleh adanya partisipasi masyarakat. Partisipasi merupakan kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan masyarakat dalam mengkonsepsikan sesuatu yang disebut baik oleh mereka (Fear, 1990). Pemerintah kota harus dapat mengelola ketersediaan RTH dalam wilayahnya sesuai dengan keinginan masyarakat, juga ketersediaan lahan dan peruntukan tata ruang kota. Wujud dan manfaat RTH yang sesuai dengan harapan dan keinginan warga kota, akan memberikan rasa nyaman, sejahtera, juga rasa bangga dan rasa memiliki akan RTH tersebut (Schmid, 1979). Keterlibatan masyarakat ini, secara langsung maupun tidak langsung, dapat
  • 20. 4 menciptakan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat untuk menjaga dan memelihara kawasan RTH di lingkungan mereka. Perumusan Masalah Berkembangnya Kota Tangerang yang ditandai dengan peningkatan jumlah penduduk dan aktivitasnya, secara tidak langsung mengakibatkan tekanan yang tinggi pada pemanfaatan ruang. Keberadaaan kawasan hijau di perkotaan seringkali dikalahkan oleh kebutuhan lain, seperti pengembangan kawasan pemukiman, pusat perbelanjaan dan aktivitas komersial lain, sehingga kualitas dan kuantitasnya semakin hari semakin berkurang. Di sisi lain, seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, keberadaan akan RTH sebagai penyedia jasa lingkungan semakin dibutuhkan. Kualitas dan kuantitas RTH harus terus disesuaikan dengan perkembangan penduduk agar tercipta Kota Tangerang yang nyaman, produktif dan berkelanjutan. Penataan ruang ditujukan untuk menghasilkan suatu perencanaan tata ruang yang diinginkan di masa mendatang. Proses perwujudan tata ruang kota biasanya dijabarkan dalam rencana tata ruang kota atau rencana detil tata ruang kota. Selain dilakukan oleh pemerintah Kota Tangerang, proses perencanaan maupun teknis pelaksanaan penyelenggaraan RTH sedapat mungkin melibatkan para-pihak (stakeholder). Dalam upaya penyelenggaraan RTH, kemampuan pemerintah seringkali terbatas, sehingga perlu adanya prioritas dalam pengembangan RTH yang tidak mengesampingkan keinginan masyarakat, terutama terkait dengan manfaat dan bentuk RTH. Terkait dengan hal tersebut, secara khusus, penelitian ini akan memfokuskan pada pertanyaan penelitian (reserch question) sebagai berikut: 1. Berapa jumlah kebutuhan RTH berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk, kebutuhan oksigen dan air bersih. 2. Apakah pengembangan ruang terbuka hijau yang ada telah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan penduduk Kota Tangerang
  • 21. 5 Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memberikan rumusan pokok konsep kebutuhan RTH untuk menjaga keseimbangan lingkungan di Kota Tangerang. Adapun secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengkaji jumlah dan kecukupan kebutuhan RTH berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk, kebutuhan oksigen, kebutuhan air tanah di Kota Tangerang. 2. Mengkaji preferensi masyarakat terhadap prioritas pengembangan ruang terbuka hijau di Kota Tangerang 3. Membuat rumusan arahan pengembangan RTH sesuai dengan kebutuhan, kondisi penutupan lahan, kebijakan tata ruang pemerintah, dengan mempertimbangkan preferensi masyarakat Kota Tangerang terhadap bentuk dan fungsi yang diharapkan. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kebutuhan RTH di Kota Tangerang, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan dalam rangka mewujudkan salah satu tujuan pembangunanya, yaitu; mengembangkan pemukiman dengan menekankan pada kelestarian hidup.
  • 22. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ruang Terbuka dan Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka (RT) terdiri atas Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH). Dalam perencanaan ruang kota dikenal istilah Ruang Terbuka (open space), yaitu tempat terbuka di lingkungan perkotaan. RT berbeda dengan istilah ruangan luar (exterior space yang merupakan kebalikan dari interior space) yang ada di sekitar bangunan. Ruangan luar merupakan ruangan terbuka yang sengaja dirancang secara khusus untuk kegiatan tertentu, dan digunakan secara intensif, seperti lapangan parkir, lapangan basket, termasuk plaza (piazza) atau square (Gunadi, 1995). Sedangkan ruang hijau (green space), yang dapat berbentuk jalur (path), seperti jalur hijau jalan, tepian air waduk atau danau, bantaran sungai, bantaran kereta api, saluran/jaringan listrik tegangan tinggi, dan berbentuk simpul (nodes), berupa taman rumah, taman lingkungan, taman kota, taman pemakaman, lahan pertanian kota, dan seterusnya, sebagai Ruang Terbuka Hijau. Ruang terbuka didefinisikan sebagai ruang-ruang di dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk membulat maupun dalam bentuk memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka, yang pada dasarnya tanpa bangunan (Instruksi Menteri Dalam Negeri No.14 tahun 1988 dalam Purnomohadi, 2006). Shirvani (1985) mendefinisikan ruang terbuka sebagai keseluruhan lanskap, perkerasan (jalan dan trotoar), taman dan tempat rekreasi di dalam kota. Ruang terbuka tidak harus diisi oleh tumbuhan, atau didalamnya hanya memiliki sedikit tumbuhan. Ruang terbuka dapat berbentuk man made, yang terjadi akibat teknologi, koridor jalan, bangunan tunggal, bangunan majemuk, atau natural seperti hutan-hutan kota, aliran sungai, serta daerah alamiah lainnya yang memang telah ada sebelumnya (Hakim, 2002) Ruang terbuka berfungsi sebagai unsur ventilasi kota, pertukaran udara sebagian besar terjadi di areal (ruang) terbuka (Purnomohadi, 2006). Menurut Spreigen (1965) dalam Hakim (2002), ruang terbuka juga memiliki fungsi sebagai penunjang kenyamanan, keamanan, peningkatan kualitas lingkungan dan
  • 23. pelestarian alam yang terdiri dari ruang linear atau koridor dan ruang pulau atau oasis sebagai tempat perhentian. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah ruang-ruang di dalam kota dimana unsur hijau (vegetasi) yang alami dan sifat ruang terbuka lebih dominan (Hakim, 2002). Pelaksanaan pengembangan RTH dilakukan dengan pengisian tumbuhan pada ruang terbuka, baik secara alami ataupun dengan tanaman budidaya, seperti tanaman komoditi pertanian dalam arti luas, pertamanan, dan sebagainya. Sedangkan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008, ruang terbuka hijau didefinisikan sebagai area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Berdasarkan referensi dan pengertian tentang eksistensi nyata sehari-hari, maka RTH adalah: (1) suatu lapangan yang ditumbuhi berbagai tumbuhan, pada berbagai strata, mulai dari penutup tanah, semak, perdu dan pohon (tanaman tinggi berkayu); (2) ”Sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang mempunyai ukuran, bentuk dan batas geografis tertentu dengan status penguasaan apapun, yang didalamnya terdapat tumbuh-tumbuhan hijau berkayu dan tahunan (perenial woody plants) dengan pepohonan sebagai tumbuhan penciri utama dan tumbuhan lainnya (perdu, semak, rerumputan dan tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai tumbuhan pelengkap dan penunjang fungsi RTH yang bersangkutan” (Purnomohadi, 1995) Penyelenggaraan ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan, ditujukan untuk tiga hal, yaitu: 1) menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air, 2) menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna bagi kepentingan masyarakat, dan 3) meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman lingkungan yang aman, nyaman, segar, indah dan bersih (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008). Dalam perencanaan dan pengembangan fisik RTH kota untuk dapat mencapai fungsi dan tujuan yang diinginkan, ada empat hal utama yang harus diperhatikan, yaitu 1) luas minimum yang diperlukan, 2) lokasi lahan kota yang
  • 24. potensial dan tersedia untuk RTH, 3) bentuk yang dikembangkan (Gambar 1), dan 4) distribusinya dalam kota (Tim IPB, 1993). Anderson (1975) dalam Grey dan Deneke (1978) mengemukakan bahwa kawasan hijau terdiri dari barisan pepohonan sepanjang jalan, gerombolan vegetasi di taman-taman, terasuk jalur hijau di pinggir kota, menyambung ke daerah hutan. Menurut Grey dan Deneke (1978) ruang terbuka hijau akan disebut sebagai hutan kota jika memiliki luas minimum 0,4 ha, atau jika memiliki bentuk jalur lebarnya minimum 30 meter1 . Ruang tebuka hijau meliputi semua vegetasi yang tumbuh di daerah taman, tepi jalan, jalur tol, jalur kereta api, bangunan, lahan terbuka, kawasan padang rumput, kawasan industri, kawasan pemukiman, kawasan perdagangan dan kawasan luar kota. Bentuk RTH beragam, dan dapat dikategorikan berdasarkan jenis vegetasi yang berada dalam RTH, fungsi, bentuk dan struktur fungsional, dan kepentingan khusus atau tertentu lainnya (Nurisyah, 1996). Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008, RTH dikelompokkan menjadi 4 jenis 1 Sedangkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 05/PRT/M/2008 menetapkan hutan kota dapat berbentuk bergerombol/menumpuk dengan berbentuk jumlah vegetasi minimal 100 pohon dengan jarak rapat tidak beraturan, atau menyebar tidak beraturan dengan luas minimum 2500 m2 , atau berbentuk jalur dengan lebar minimal 30 m. Konsentris Gambar 1. Pola RTH yang Mengikuti Pola Tata Ruang (Tim IPB 1993) Terdistribusi Hierarkis Linear Jaringan Mengikuti fisiografi (sungai)
  • 25. yakni: RTH pekarangan, RTH taman dan hutan kota, RTH jalur hijau jalan, dan RTH fungsi tertentu (termasuk didalamnya RTH sempadan badan air dan pemakaman). Berbeda dengan Nurisyah, Fandeli (2004) mengklasifikasikan RTH berdasarkan status kawasan, bukan berdasarkan bentuk dan struktur vegetasinya. Menurutnya, kawasan hijau kota terdiri atas kawasan pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olah raga, dan kawasan hijau pekarangan. Djamal Irwan (1994) mengelompokkan ruang terbuka hijau berdasarkan fungsi lingkungan terkait dengan suhu, kelembaban, kebisingan dan debu. Bentuk RTH dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk: a. Bergerombol atau menumpuk, yaitu ruang terbuka hijau dengan komunitas vegetasi terkonsentrasi pada suatu areal dengan jumlah vegetasinya minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat dan tidak beraturan. b. Menyebar, yaitu ruang terbuka hijau yang tidak memiliki pola tertentu, dengan komunitas vegetasinya tumbuh menyebar terpencar-pencar dalam bentuk rumpun atau gerombol kecil c. Bentuk jalur, yaitu komunitas vegetasinya tumbuh pada lahan yang berbentuk jalur lurus atau melengkung, mengikuti bentukan sungai, jalan, pantai, saluran dan sebagainya. Sedangkan Nurisjah (2005) membedakan bentuk ruang terbuka hijau berdasarkan kesesuaian fungsionalnya terhadap ruang-ruang kota. Ruang terbuka hijau dikelompokkan menjadi dua: a. Bentuk mengelompok, dibedakan lagi berdasarkan ukuran-fungsionalnya, yaitu kawasan yang berbentuk mengelompok, relatif luas ukurannya, serta dapat digunakan untuk berbagai aktivitas sosial dan rekreatif masyarakat serta memiliki manfaat ekologis yang tinggi, dan simpul untuk bentuk mengelompok yang relatif kecil ukurannya dan lebih mendukung aspek estetika ruang kota tetapi kurang dapat digunakan untuk beraktivitas masyarakat kota dan kurang bermanfaat secara ekologis.
  • 26. b. Bentuk jalur dikategorikan lagi berdasarkan peruntukan fungsionalnya, yaitu bentuk jalur hijau jalan raya, jalur hijau lintas kereta, jalur hijau tepi sungai, jalur hijau tepi kota dan sebagainya. Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau merupakan bagian dari kawasan kota yang memberikan kontribusi utama dalam meningkatkan kualitas lingkungan yang baik (Roslita, 1997 dalam Nurisjah, 2005). RTH tidak hanya berfungsi sebagai pengisi ruang dalam kota, namun juga harus dapat berfungsi sebagai penjaga keseimbangan ekosistem kota untuk kelangsungan fungsi ekologis dan berjalannya fungsi kota yang sehat dan wajar (Crowe, 1981). Bertnatzky (1978) menggambarkan suatu model RTH sebagai ventilasi kota, yang menjadi sumber udara segar dan bersih, yang disusun mengelilingi dan struktur kota yang masif, dan akan membentuk ruang-ruang ventilasi yang dapat mengeluarkan udara tercemar dari dalam kota dan mengalirkan udara bersih. Ruang terbuka hijau memiliki fungsi sebagai pencipta kenyamanan bagi manusia melalui faktor iklim, yaitu suhu, radiasi matahari, curah hujan dan kelembaban. Vegetasi dapat menyerap panas dari radiasi matahari dan memantulkannya sehingga dapat menurunkan suhu mikroklimat. Vegetasi juga dapat mengurangi kecepatan angin tergantung pada derajat keefektifan tanaman dan teknik peletakkannya. Selain itu, ruang terbuka hijau dapat melembutkan suasana keras dan struktur fisik bangunan, membantu menurunkan tingkat kebisingan, udara panas dan polusi sekitarnya serta membentuk kesatuan ruang (Carpenter et al., 1975). Menurut Simonds (1983) RTH dapat membentuk karakter kota, memberikan kenyamanan dan menjaga kelangsungan hidupnya. Secara lebih spesifik dijelaskan bahwa RTH memiliki fungsi sebagai 1) penjaga kualitas lingkungan, 2) penyumbang ruang bernafas yang segar dan indah, 2) paru-paru kota, 4) penyangga sumber air tanah, 5) mencegah erosi, serta 6) sebagai unsur dan sarana pendidikan. Menurut Purnomosidi (2006), kemudian dikukuhkan dan disempurnakan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008, fungsi RTH
  • 27. memiliki fungsi utama (intrinsik) sebagai fungsi ekologis, yaitu memberikan jaminan pengadaaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota), pengatur iklim mikro, peneduh, produsen oksigen, penyerap polusi dan air hujan, penyedia habitat satwa dan penahan angin. Sedangkan fungsi tambahan (ekstrinsik) dari RTH adalah: 1) fungsi sosial, dan budaya yang mampu menggambarkan ekspresi budaya lokal, media komunikasi warga kota, tempat rekreasi, serta sebagai wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam, 2) fungsi ekonomi, yang merupakan sumber produk yang bisa dijual seperti tanaman bunga, daun, sayur dan buah, serta bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan dan sebagainya. 3) fungsi estetika yaitu meningkatkan kenyamanan dan keindahan lingkungan kota, sehingga dapat menstimulus kreativitas dan produktivitas warga kota, serta menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun. Kebutuhan Luas Ruang Terbuka Hijau Hingga saat ini, formula rumusan penentuan luas kebutuhan RTH untuk memenuhi syarat lingkungan kota yang berkelanjutan, masih terbatas pada penentuan luas secara kuantitatif. Luas RTH tersebut masih harus disesuaikan dengan faktor penentu lainnya, seperti geografis, iklim, jumlah dan kepadatan penduduk, luas kota, kebutuhan akan oksigen, rekreasi dan sebagainya. Perhitungan luas minimum kebutuhan RTH perkotaan secara kuantitatif dapat didasarkan pada: 1) luas wilayah, yaitu minimal 30% dari total luas wilayah yang terdiri dari 20% RTH publik dan 10% RTH privat, 2) jumlah penduduk, yakni 20m2 per kapita yang didistribusikan pada berbagai tingkat hierarki (Tabel 1), dan/atau 3) kebutuhan fungsi tertentu (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008). Kebutuhan fungsi tertentu biasanya dikaitkan dengan isu- isu penting di suatu wilayah perkotaan antara lain kebutuhan oksigen, ketersediaan air, atau pencemaran udara.
  • 28. Tabel 1. Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk No Unit Lingkungan Tipe RTH Luas Minimal/ unit(m2 ) Luas Minimal/ kapita (m2 ) Lokasi 1 250 jiwa Taman RT 250 1,0 Ditengah lingkungan RT 2 2500 jiwa Taman RW 1.250 0,5 Dipusat kegiatan RW 3 30.000 jiwa Taman kelurahan 9.000 0,3 Dikelompokkan dengan sekolah/ pusat kelurahan 4 120.000 jiwa Taman kecamatan 24.000 0,2 Dikelompokkan dengan sekolah/pusat kelurahan Pemakaman disesuaikan 1,2 tersebar 5 480.000 jiwa Taman kota 144.000 0,3 Di pusat wilayah/kota Hutan kota disesuaikan 4,0 Di dalam/ kawasan pinggiran Untuk fungsi- fungsi tertentu disesuaikan 12,5 Disesuaikan dengan kebutuhan Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008 Kebutuhan oksigen di wilayah perkotaan, dapat menggunakan metode Gerarkis (Wisesa, 1988). Perhitungan ini tidak hanya didasarkan pada jumlah konsumsi oksigen oleh penduduk kota, namun juga memperhitungkan jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh ternak dan kendaraan bermoor. Kebutuhan oksigen untuk manusia dihitung dengan asumsi bahwa manusia mengoksidasi 3000 kalori per hari dari makanan dan menggunakan sekitar 600 liter oksigen dan memproduksi 480 liter CO2. Untuk menghitung konsumsi oksigen oleh kendaraan bermotor, terlebih dahulu perlu diketahui jumlah dan jenis kendaraan bermotor. Jenis kendaraan bermotor dibedakan menjadi kendaraan penumpang, kendaraan beban, kendaraan bis dan sepeda motor Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarcchy Process) Proses Hierarki Analitik lebih dikenal dengan istilah Analytical Hierarchy Process (AHP), diperkenalkan oleh Thomas L Saaty dalam bukunya "The Analytic Hierarchy Process" (1990). AHP merupakan salah satu dari beberapa
  • 29. model pendakatan Multi-Attribute Decision Modelling (MADM). AHP adalah prosedur yang berbasis matematis yang sangat baik dan sesuai untuk kondisi evaluasi atribut-atribut kualitatif. Atribut-atribut tersebut secara matematik dikuantitatifkan dalam satu set perbandingan berpasangan. Kelebihan AHP dibandingkan dengan yang lain karena adanya struktur yang berhierarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih, sampai kepada sub-sub kriteria yang paling mendetil. Prosedur ini memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan. Karena menggunakan input persepsi manusia, model ini dapat mengolah data yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Sehingga kompleksitas permasalahan yang ada disekitar kita dapat didekati dengan baik oleh model AHP ini. Selain itu, AHP memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah yang multi-objektif atau multi-kriteria yang didasarkan pada perbandingan preferensi dari tiap elemen dalam hierarki. Jadi model ini merupakan suatu model pengambilan keputusan yang komprehensif. Langkah paling awal dalam penggunaan proses analisis hierarki adalah merinci permasalahan ke dalam komponen-komponennya. Selanjutnya mengatur bagian-bagian dari komponen-komponen tersebut ke dalam bentuk hierarki. Hierarki yang paling atas diturunkan ke dalam beberapa elemen unit lain, sehingga akhirnya terdapat elemen-elemen yang spesifik atau elemen-elemen yang dapat dikendalikan dicapai dalam situasi konflik. Dalam menyelesaikan persoalan dengan AHP ada prinsip-prinsip AHP yang harus dipahami, diantaranya adalah: decomposition, comparatif judgement, syntesis of priority, dan logical consistency. 1) Decomposition. Setelah persoalan didefinisikan, maka perlu didekomposisi, yaitu dengan cara memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap unsur-unsur sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan persoalan. Karena alasan ini, maka proses analisis ini dinamakan hierarki (hierarchy). 2) Comparative Judgment. Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkatan tertentu dalam kaitannya
  • 30. dengan tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena ia akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil penilaian ini akan lebih mudah disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparison. Agar diperoleh skala yang bermanfaat, ketika membandingkan dua elemen seseorang yang akan memberi jawaban perlu memiliki pengertian yang menyeluruh tentang elemen-elemen yang dibandingkan dan relevansinya terhadap kriteria atau tujuan yang dipelajari. 3) Synthesis of priority. Dari setiap matriks pairwise comparison dicari eigenvector-nya untuk mendapatkan local priority. Karena matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa diantara local priority. Prosedur melakukan sintesa akan berbeda-beda menurut bentuk hierarki. Pengurutan elemen- elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa, yang dinamakan priority setting. 4) Logical consistency. Konsistensi memiliki dua makna. Pertama adalah bahwa objek-objek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi (misalnya, anggur dan kelereng dapat dikelompokkan dalam himpunan yang seragam jika bulat adalah kriterianya). Kedua adalah menyangkut tingkat hubungan antar objek-objek yang didasarkan pada kriteria tertentu; misalnya, jika A>B dan B>C, maka seharusnya A>C. Peran Masyarakat dalam Penyediaan dan Pemanfaatan RTH Peran masyarakat dalam penyediaan dan pemanfaatan RTH diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008. Partisipasi masyarakat merupakan upaya melibatkan masyarakat, swasta, lembaga badan hukum dan atau perseorangan dalam penataan ruang, baik pada tahapan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian. Upaya ini dimaksudkan untuk menjamin hak masyarakat dan swasta, untuk memberikan kesempatan akses dan mencegah terjadinya penyimpangan pemanfaatan ruang dari rencana tata ruang yang telah ditetapkan, melalui pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang oleh masyarakat dan swasta dalam pengelolaan RTH.
  • 31. Prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan RTH di wilayah perkotaan adalah: 1) menempatkan masyarakat sebagai pelaku yang sangat menentukan dalam pengembangan ruang terbuka hijau, 2) memposisikan pemerintah sebagai fasilitator dalam proses pengembangan RTH, 3) menghormati hak yang dimiliki masyarakat serta menghargai kearifan lokal dan keberagaman sosial budaya, 4) menjunjung tinggi keterbukaan dan semangat tetap menegakkan etika, serta 5) memperhatikan perkembangan teknologi dan bersikap profesional.
  • 32. METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah administrasi Kota Tangerang, Propinsi Banten. Proses penelitian dimulai dengan pengumpulan data, analisis dan diakhiri dengan penyusunan laporan, pada bulan Mei hingga Desember 2009. Kota Tangerang secara geografis terletak antara 6º6' Lintang Utara sampai dengan 6º13’ Lintang Selatan dan 106º36' Bujur Timur sampai dengan 106º42' Bujur Timur. Batas-batas wilayah penelitian adalah: ƒ Sebelah utara, berbatasan dengan Kecamatan Teluknaga dan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang. ƒ Sebelah selatan, berbatasan dengan Kecamatan Curug Kabupaten Tangerang, dan Kecamatan Serpong dan Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan. ƒ Sebelah timur berbatasan dengan DKI Jakarta. ƒ Sebelah Barat, berbatasan dengan Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang. Secara rinci, posisi geografis wilayah Kota Tangerang disajikan pada Gambar 2. Gambar 2. Letak Geografis Kota Tangerang
  • 33. Metode Penelitian Metode dalam penelitian ini meliputi pengumpulan data-data dan informasi yang dibutuhkan, serta menganalisis data sesuai dengan kebutuhan. Adapun tahapan penelitian yang akan dilakukan meliputi : Pengumpulan Data Pengumpulan data diperlukan untuk menganalisis kebutuhan ruang terbuka hijau di kota Tangerang. Data yang dikumpulkan berupa data primer yang diperoleh langsung melalui pengamatan di lapangan serta wawancara dengan narasumber, terutama untuk menentukan preferensi masyarakat terhadap bentuk dan fungsi RTH yang diinginkan. Sedangkan data sekunder diperoleh dengan cara studi pustaka dari literatur dan dokumen yang ada. Data yang digunakan dalam penelitian ini mencakup data administrasi, data fisik dan biofisik, data sosial demografi, data ekonomi dan data lainnya yang digunakan untuk analisis lebih lanjut. Adapun rincian data tersebut adalah sebagai berikut: • Peta Administrasi Kota Tangerang • Citra Ikonos tahun 2007 yang diolah untuk memperoleh informasi penutupan lahan, diakses dari BPLH Kota Tangerang. • Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang tahun 2008-2028 (Draft sementara, yang di-up date pada September 2009) • Peraturan-perundangan yang terkait dengan RTH • Luas wilayah, jumlah penduduk, jenis dan jumlah kendaraan, jenis dan jumlah ternak, jumlah dan distribusi air minum oleh PDAM, dan jumlah air tanah Kota Tangerang yang digunakan untuk menghitung luas kebutuhan RTH. Luas wilayah diperoleh dari BPS, jumlah penduduk diperoleh dari BPS, jenis dan jumlah kendaraan dari Kantor Samsat Kota Tangerang, jenis dan jumlah ternak dari Dinas Pertanian Kota Tangerang, sedangkan jumlah dan distribusi air minum diperoleh dari PDAM Kerta Raharja dan PDAM Tirta Benteng.
  • 34. Analisis Data Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Sebagai upaya menyelesaikan permasalahan dilakukan perhitungan dan analisis terhadap kebutuhan RTH, analisis penutupan lahan, analisis kesesuaian RTH, dan analisis terhadap preferensi masyarakat terhadap prioritas pengembangan ruang terbuka hijau di Kota Tangerang. Kebutuhan RTH Berdasarkan Luas Wilayah. Luas kebutuhan RTH didasarkan pada Undang-Undang Tata Ruang nomor 26 Tahun 2007, yang mensyaratkan luas RTH minimal 30% dari total luas wilayah kota. Proporsi RTH berdasarkan kepemilikan adalah 20% RTH publik dan 10% RTH privat. Kebutuhan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk. Untuk menentukan luas RTH dilakukan dengan mengalikan antara jumlah penduduk dengan standar luas RTH per penduduk. Kebutuhan RTH kota per penduduk ditetapkan berdasarkan pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan, yaitu 20m2 /penduduk. Kebutuhan RTH Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Kota Tangerang. Luas kebutuhan RTH dihitung berdasarkan kebutuhan oksigen dapat dilakukan dengan metode Gerarkis (Fakultas Kehutanan IPB 1987), yang dimodifikasi dalam Wisesa (1988). Perhitungan tersebut menggunakan data sosial budaya seperti jumlah penduduk, jumlah ternak dan jumlah kendaraan bermotor. Rumus dari metode Gerarkis adalah sebagai berikut: ( ) ( ) 2 9375 , 0 54 m T K P L t t t t × + + = Dimana: Lt adalah luas RTH kota pada tahun ke t (m2 ) Pt adalah jumlah kebutuhan oksigen bagi penduduk pada tahun ke t Kt adalah jumlah kebutuhan oksigen bagi kendaraan bermotor pada tahun ke t Tt adalah jumlah kebutuhan bagi ternak pada tahun ke t 54 adalah tetapan yang menunjukkan bahwa 1 m2 luas lahan menghasilkan 54 gram berat kering tanaman per hari
  • 35. 0,9375 merupakan konstanta yang menunjukkan bahwa 1 gram berat kering tanaman adalah setara produksi oksigen 0,9375 gram Asumsi yang digunakan dalam perhitungan ini: ƒ Kebutuhan oksigen per hari tiap penduduk adalah sama, yaitu 600 liter/hari ƒ Pengguna oksigen adalah manusia, kendaraan bermotor dan ternak, sedangkan hewan dan pengguna lain diabaikan dalam perhitungan. ƒ Jumlah kendaraan yang keluar dan masuk dalam wilayah Kota Tangerang dianggap sama setiap hari ƒ Jumlah kendaraan yang beredar di Kota Tangerang sebanding dengan jumlah kepemilikan kendaraan penduduk yang tercatat di Kantor Samsat Kota Tangerang. ƒ Kesejahteraan penduduk meningkat setiap tahun sehingga mampu membeli kendaraan bermotor Guna memprediksikan jumlah penduduk pada tahun mendatang (2013 dan 2018) dapat digunakan rumus bunga berganda: x t x t r P P ) 1 ( + = + Dimana: Pt+x Jumlah penduduk pada tahun t+x Pt Jumlah penduduk pada tahun t r Rata-rata persentase pertambahan jumlah penduduk x selisih tahun Rumus bunga berganda dapat digunakan untuk memprediksikan jumlah hewan ternak dan kendaraan bermotor berdasarkan jenisnya dengan menggunakan data perkembangan jumlah pada tahun sebelumnya. Kebutuhan RTH Berdasarkan Kebutuhan Air Bagi Penduduk Kota Tangerang. Kebutuhan air dalam kota bergantung pada faktor; kebutuhan air bersih per tahun, jumlah yang dapat disediakan oleh PAM, potensi air saat ini, kemampuan ruang terbuka hijau menyimpan air. Faktor tersebut dapat ditulis dalam persamaan :
  • 36. ( ) z Pa PAM C R K P La t o − − − + = 1 . Dimana: La adalah luas RTH yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan air (Ha) Po adalah jumlah penduduk pada tahun ke 0 K adalah konsumsi air per kapita (liter/hari) R adalah laju peningkatan pemakaian air (biasanya seiring dengan laju pertumbuhan penduduk kota setempat) C adalah faktor koreksi; tergantung upaya pemerintah untuk menurunkan laju pertumbuhan penduduk (%) PAM adalah kapasitas suplai air oleh PAM (dalam m3 /tahun) t adalah tahun ke Pa adalah potensi air tanah saat ini (m3 /tahun) z adalah kemampuan RTH dalam menyimpan air (m3 /ha/tahun) Asumsi: ƒ Potensi air tanah tersebar merata di seluruh kawasan ƒ Sumber air berasal dari kota Tangerang dan tidak ada suplai dari daerah lain ƒ Standar kebutuhan konsumsi air bersih 300 liter/orang/hari hanya bersumber dari PDAM1 dan air tanah dengan kapasitas suplai air bersih tetap ƒ Jenis vegetasi yang digunakan memiliki kemampuan yang sama dalam meresapkan air ƒ Laju pertambahan penduduk 10 tahun yang akan datang relatif tetap Analisis Penutupan Lahan Analisis penutupan lahan dilakukan untuk memperoleh informasi penutupan lahan eksisting. Informasi daerah yang bervegetasi diperlukan untuk mengetahui kecukupan vegetasi dalam memenuhi standar kebutuhan ruang terbuka hijau yang dihasilkan. Bahan yang digunakan adalah citra Ikonos wilayah Tangerang tahun 2007. Langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1 Departemen Pekerjaan Umum, 1998.
  • 37. 1) Pemotongan citra, atau cropping dilakukan untuk membatasi daerah penelitian. Pemotongan citra menggunakan peta digital Kota Tangerang, mencakup seluruh wilayah administratif Kota Tangerang. 2) Citra kemudian didigitasi sesuai dengan jenis penutupan lahannya. Adapun jenis penutupan lahan dikelaskan menjadi; 1) ruang terbangun, 2) lahan bervegetasi pohon, 3) lahan bervegetasi semak, rumput, perdu dan tanaman pertanian semusin, dan 4) lahan kosong (tanpa vegetasi). 3) Pengecekan lapang. Pengecekan ini dilakukan untuk memperoleh informasi dan kondisi Kota Tangerang terkini secara nyata. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi dicatat koordinatnya, untuk kemudian dilakukan koreksi pada peta penutupan lahan yang akan dihasilkan. Analisis Kesesuaian Ruang Terbuka Hijau Analisis kesesuaian ruang terbuka hijau digunakan untuk mengetahui kecukupan kondisi eksisting RTH dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tangerang terhadap kebutuhan RTH berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk, kebutuhan oksigen dan kebutuhan air tanah bagi penduduk Kota Tangerang. Preferensi Masyarakat Terhadap Prioritas Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Di Kota Tangerang Penelitian ini menggunakan metode Analysis Hierarchy Process (Saaty, 1993), untuk mengetahui preferensi masyarakat terhadap prioritas pengembangan RTH berdasarkan bentuk dan manfaatnya. Penilaian preferensi masyarakat dilakukan melalui kuisioner yang diisi oleh responden dengan penilaian skala perbandingan berpasangan. Responden berjumlah 31 orang terdiri dari empat para-pihak (stakeholder), yaitu kalangan akademisi, pemerintahan, swasta dan tokoh masyarakat. Langkah-langkah Analysis Hierarchy Process (AHP) yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Penyusunan hierarki. Persoalan yang ada didekomposisikan menjadi unsur-unsur, yaitu kriteria dan alternatifnya. Unsur-unsur tersebut kemudian disusun menjadi struktur
  • 38. hierarki. Hal yang ingin diketahui adalah bentuk dan fungsi ruang terbuka hijau yang sesuai dengan preferensi masyarakat. Bentuk dan pemanfaatan ruang terbuka hijau yang menjadi preferensi tertinggi akan menjadi prioritas dalam pengembangan RTH di Kota Tangerang. Kriteria untuk mengambil keputusan adalah berdasarkan fungsi ruang terbuka hijau (ekologis, sosial, ekonomi dan estetika). Fungsi-fungsi tersebut selanjutnya dinyatakan dalam tiga bentuk fisik RTH yang terkait dengan kesesuaian fungsionalnya dan merupakan bentuk umum yang banyak dijumpai di Kota Tangerang, yaitu kawasan, simpul dan jalur (Gambar 4). a). Kawasan berbentuk non-linier, zonal atau areal, dengan luas minimal satu hektar, seperti taman kota, hutan kota, kawasan konservasi, lapangan bola, alun-alun kota, dan sebagainya. b). Simpul berbentuk non-linier, zonal atau areal dengan luas kurang dari satu hektar, seperti pekarangan, taman RT, Taman RW, traffic islands, pocket park, dan sebagainya c). Jalur berbentuk koridor, linier, memanjang. Termasuk dalam RTH ini adalah jalur hijau jalan raya, jalur hijau lintas kereta, jalur hijau sempadan sungai, jalur pengaman listrik tegangan tinggi. Adapun struktur hierarki persoalan ini digambarkan sebagai berikut: Gambar 3. Hierarki untuk memilih prioritas pengembangan RTH Prioritas Pengembangan RTH Ekologis Sosial Ekonomi Estetika Kawasan Simpul Jalur
  • 39. RTH bentuk mengelompok: kawasan RTH bentuk mengelompok: simpul RTH bentuk jalur: jalur hijau lintas kereta, jalur hijau jalan raya, jalur hijau listrik tegangan tingi, jalur hijau tepi sungai Lapangan PT. Kumatex Jl. Veteran Jl. Daan Mogot Tanah tinggi Jl Pengayoman Pintu Air Sepuluh Cisadane Taman Kota Cisadane Cipondoh Indah Perintis Kemerdekaan Gambar 4. Contoh Bentuk-Bentuk Umum RTH Kota Tangerang
  • 40. 2) Penilaian Kriteria dan Alternatif Penilaian kriteria dan alternatif dilakukan dengan penilaian skala perbandingan berpasangan. Skala yang digunakan adalah 1-9 dengan nilai dan definisi pendapat kualitatif dari Saaty, seperti yang dikemukakan Marimin (2004) berikut: Tabel 2. Skala Perbandingan Berpasangan Nilai Keterangan 1 Kriteria/Alternatif A sama penting dengan kriteria/alternatif B 3 A sedikit lebih penting dari B 5 A jelas lebih penting dari B 7 A sangat jelas lebih penting dari B 9 Mutlak lebih penting dari B 2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan 3) Penentuan Kriteria. Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Kriteria-kriteria kualitatif yang ada dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematik 4) Konsistensi Logis Semua elemen kemudian dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Analisis ini dilakukan dengan bantuan software Expert Choice 2000. Penyusunan Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau untuk Kota Tangerang Sesuai dengan tujuan penelitian, maka sebagai hasil akhir penelitian dibuat rumusan arahan pengembangan ruang terbuka hijau untuk Kota Tangerang. Arahan pengembangan RTH yang dilakukan didasarkan pada hasil analisis penutupan lahan, RUTR Kota Tangerang, dan proyeksi kebutuhan RTH pada tahun 2018, dengan mempertimbangkan preferensi masyarakat terhadap bentuk dan fungsi RTH yang diharapkan. Arahan pengembangan berupa arahan sebaran luas, bentuk dan fungsi RTH pada tiap kecamatan.
  • 41. Arahan pengembangan RTH dilakukan untuk memenuhi kebutuhan RTH maksimum yang masih mungkin dicapai berdasarkan kondisi penutupan lahan eksisting, RUTR dal luas wilayah pada masing-masing kecamatan. Sebaran kebutuhan RTH berdasarkan luas wilayah digunakan untuk melihat kebutuhan RTH kota secara total pada wilayah Kota Tangerang yang berupa ruang terbuka yang didominasi oleh hijauan (vegetasi) dalam bentuk apapun. Sebaran RTH menurut kebutuhan penduduk ditujukan untuk meningkatkan kenyamanan penduduk yang berbentuk taman umum, jalur hijau, hutan kota, dan/atau kawasan perlindungan setempat (selanjutnya disebut RTH kenyamanan). Kebutuhan RTH berdasarkan kebutuhan oksigen digunakan untuk melihat kebutuhan RTH yang berupa tegakan-tegakan pohon yang diasumsikan dapat menghasilkan oksigen. Sedangkan kebutuhan RTH berdasarkan kebutuhan air digunakan untuk melihat kebutuhan RTH berupa lahan-lahan resapan air. Ruang terbuka hijau yang telah tertata tetap dipertahankan. Kekurangan luasan RTH selanjutnya dipenuhi dengan menjadikan RTH eksisting menjadi RTH tertata. Proses akuisisi ini diorientasikan pada lahan-lahan yang direncanakan pemerintah dalam RTRW 2008-2028 dan lahan-lahan yang masih berupa RTH. Bentuk RTH disesuaikan dengan ketersediaan lahan yang ada, namun sebisa mungkin mengakomodasikan preferensi masyarakat. Bila ketersediaan lahan di suatu kecamatan tidak mencukupi, maka pemenuhan kebutuhan diperoleh dari subsidi dari kecamatan lain. Pada prinsipnya seluruh RTH ditujukan untuk menyangga ekologi Kota Tangerang, namun beberapa diantaranya perlu ditekankan pada fungsi tertentu. Fungsi estetika antara lain ditekankan pada RTH taman dan jalur hijau tepi jalan. Fungsi ekologi ditekankan pada hutan kota, kawasan resapan air, kawasan sempadan situ dan jalur hijau sempadan sungai. Sedangkan kawasan pertanian menekankan pada fungsi ekonomi. Adapun rangkaian tahapan penelitian hingga diperoleh rumusan arahan pengembangan RTH disajikan dalam Gambar 5.
  • 42. Gambar 5. Diagram Alur Penelitian Perkembangan Kota Tangerang RTRW Kota Tangerang Kondisi umum RTH Eksisting Analisis Kebutuhan RTH Kebutuhan Oksigen & Air Bersih Kondisi Fisik, Biofisik, Sosial- Budaya , Ekonomi Standar Kebutuhan RTH Ruang Terbuka Hijau Preferensi masyarakat Arahan Pengembangan RTH Kota Tangerang Luas wilayah Jumlah Penduduk Peraturan Menteri PU No 05/PRT/M/2008 Luas dan sebaran RTH Analisis Penutupan Lahan Analisis Kecukupan dan Kesesuaian RTH RUTRK Kawasan Hijau
  • 43. 43 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Penutupan Lahan Kota Tangerang Analisis penutupan lahan dilakukan untuk mengetahui luas ketersediaan RTH, lokasi dan penyebarannya. Hasil analisis tersebut akan digunakan sebagai dasar analisis selanjutnya, serta sebagai dasar dalam melakukan penyusunan arahan pengembangan RTH. Berdasarkan kenampakan citra Ikonos dan survei lapang, penutupan lahan di Kota Tangerang dapat dikelompokkan menjadi 4 kelas (Gambar 5), yaitu: 1. Lahan bervegetasi pohon atau tanaman keras (6%) 2. Lahan bervegetasi semak, rumput, dan tanaman musiman (sawah/ladang) (39%) 3. Lahan kosong atau tidak bervegetasi (1%) 4. Lahan terbangun, baik berupa pemukiman, bangunan industri, bangunan infrastuktur, dan bentuk lainnya (54%) Lahan terbangun 54% semak, rumput, tanaman semusim 39% Lahan kosong 1% Vegetasi Pohon 6% Gambar 7. Komposisi Penutupan Lahan Kota Tangerang Tahun 2007 Kawasan hijau di Kota Tangerang secara umum membentuk pola terdistribusi tidak merata. Lahan bervegetasi pohon, yang dicirikan oleh tekstur yang kasar dan berwarna hijau tua sebagian membentuk pola memanjang (jalur) di sepanjang sungai, dan sebagian lainnya membentuk gerombol-gerombol kecil yang tidak saling terhubung. Lahan hijau yang lainnya berupa lahan bervegetasi semak, rumput, dan tanaman pertanian semusim membentuk pola menyebar atau terdistribusi secara tidak merata (Gambar 8 dan 9).
  • 44. 44 Gambar 8. Citra Satelit Lokasi Penelitian Kota Tangerang
  • 45. Gambar 9. Peta Penutupan Lahan Kota Tangerang
  • 46. Kegiatan pertanian di Kota Tangerang pada umumnya tidak dilakukan secara intensif. Kegiatan bercocok tanam lebih sering dilakukan pada saat musim penghujan saja, bahkan pada lahan yang berstatus sawah irigasi teknis. Sehingga lahan-lahan tersebut lebih sering tidak tergarap, ditumbuhi rumput dan belukar. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, lahan pertanian tidak diklasifikasikan secara khusus. Adapun hasil analisis penutupan lahan secara rinci disajikan pada Tabel 8 dan Gambar 10 berikut. Tabel 8. Klasifikasi dan Luas Penutupan Lahan Kota Tangerang Kecamatan Klasifikasi Penutupan Lahan (hektar) Bervegetasi Pohon Semak, rumput, tnm.semusim dan tnm sejenisnya Lahan kosong Lahan terbangun Jumlah RTH (1) +(2) (1) (2) (3) (4) (5) Ciledug 0,6 205,4 22,6 654,7 206,0 Larangan 5,9 101,8 37,8 668,3 107,6 Karang Tengah 67,5 259,6 42,2 640,3 327,0 Cipondoh 310,1 541,9 10,9 830,6 852,1 Pinang 222,1 1.321,9 17,9 818,7 1.544,1 Tangerang 188,4 510,0 - 859,1 698,4 Karawaci 39,4 465,6 2,5 716,3 505,0 Cibodas - 367,6 - 515,0 367,6 Jatiuwung 7,0 701,9 - 776,9 708,9 Periuk 5,2 452,9 - 666,8 458,1 Neglasari 30,8 631,8 18,3 889,6 662,7 Batuceper 44,7 374,0 15,6 469,8 418,7 Benda 52,0 584,4 45,1 382,1 636,3 Total 973,6 6.518,9 212,8 8.888,2 7.492,5 Sumber: Hasil Analisis
  • 47. Gambar 10. Proporsi Ruang Terbuka di Kota Tangerang Pada Gambar 9 dan 10 dapat terlihat bahwa kawasan yang relatif masih memiliki banyak vegetasi nampak terlihat di sekitar Situ Cipondoh, di sekitar kawasan industri Jatiuwung, dan di sekitar Neglasari. Kawasan hijau di sekitar Situ Cipondoh, meliputi Kecamatan Pinang (1.544,07 Hektar) dan Kecamatan Cipondoh (852,06 Hektar). Berdasarkan analisis visual, kawasan hijau ini masih didominasi oleh lahan pertanian. Kegiatan pertanian di daerah ini ditunjang dengan oleh adanya Situ Cipondoh dan dataran banjir yang ada disekitarnya. Selain itu di daerah ini masih banyak dijumpai pepohonan (tanaman berkayu) yang biasanya merupakan kebun atau pekarangan penduduk setempat. Pepohonan juga terlihat di beberapa tempat di sepanjang aliran Sungai Cisadane. RTH ini tidak membentuk jalur namun lebih membentuk gerombol yang terpisah-pisah Kawasan hijau lainnya banyak ditemukan di daerah Jatiuwung dan Periuk. Di daerah ini, kawasan hijau berada di sekitar kawasan industri. Lahan hijau yang terdapat di dalam areal pabrik umumnya tidak terkelola dengan baik. Lahan-lahan
  • 48. terbuka sebagian besar merupakan bagian dari lokasi pabrik ataupun kavling- kavling pabrik yang belum terbangun. Lahan ini umumnya dibiarkan begitu saja sehingga ditumbuhi alang-alang dan semak belukar. Luas lahan ini hampir mencapai 1.200 Hektar. Kawasan Neglasari berada dekat dengan “Pintu Air Sepuluh” yang dahulu dibangun pemerintahan Belanda untuk keperluan irigasi. Sampai saat ini saluran irigasi di kawasan ini sebagian masih berfungsi dengan baik. Sebagian besar kawasan hijau di wilayah ini merupakan areal persawahan. Berdasarkan catatan Dinas Pertanian, pada tahun 2007, lahan irigasi teknis di Kota Tangerang berjumlah 585,0 Hektar, dan yang terluas berada di Kecamatan Neglasari (301,0 Hektar) dan Kecamatan Benda (166,0 Hektar). Namun seiring dengan perkembangan penduduk Kota Tangerang, lahan-lahan sawah di daerah ini banyak yang mulai dikonversi menjadi pemukiman. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Kota Tangerang Kebutuhan RTH Berdasarkan Luas Wilayah Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menetapkan bahwa proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% RTH publik dan 10% RTH privat. Berdasarkan standar tersebut maka wilayah Kota Tangerang, yang memiliki luas 16.452,1 Hektar, harus memiliki RTH minimum seluas 4.935,6 Hektar, dengan luas RTH publik seluas 3.290,4 Hektar. Kebutuhan ini relatif tetap di tahun-tahun yang mendatang, kecuali terjadi perubahan luas wilayah administrasi. Secara rinci, sebaran Kebutuhan RTH berdasarkan luas kecamatan dapat dilihat pada Tabel 9.
  • 49. Tabel 9. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Kota Tangerang Berdasarkan UUTR No.26 Tahun 2007 Kecamatan Luas (ha) Kebutuhan RTH (Ha) Tahun 2008 Publik (20%) Privat (10%) Total (30%) Ciledug 876,9 175,4 87,7 263,1 Larangan 937,9 187,6 93,8 281,4 Karang Tengah 1.047,4 209,5 104,7 314,2 Cipondoh 1.791,0 358,2 179,1 537,3 Pinang 2.159,0 431,8 215,9 647,7 Tangerang 1.578,5 315,7 157,9 473,6 Karawaci 1.347,5 269,5 134,8 404,3 Cibodas 961,1 192,2 96,1 288,3 Jatiuwung 1.440,6 288,1 144,1 432,2 Periuk 954,3 190,9 95,4 286,3 Neglasari 1.607,7 321,5 160,8 482,3 Batuceper 1.158,3 231,7 115,8 347,5 B e n d a* 998,9 199,8 99,9 299,7 Kota Tangerang 16.452,1 3.290,4 1.645,2 4.935,6 * Tidak termasuk luas Bandara Internasional Soekarno-Hatta = 1.969,31 hektar ** Sumber: Dinas Tata Kota Tangerang Tahun 2008 (diolah). Kebutuhan RTH berdasarkan Jumlah Penduduk Berdasarkan ketentuan yang tersirat dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008, standar kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk adalah 20 m2 /kapita. Data Biro Pusat Statistik menunjukkan jumlah penduduk Kota Tangerang pada tahun 2008 adalah 1.531.666 jiwa Sehingga pada tahun 2008 Kota Tangerang membutuhkan RTH seluas 3.063,3 Hektar. Rata-rata laju pertumbuhan penduduk 5 tahun terakhir adalah 1,75% per tahun (BPS, 2008). Sejauh ini tidak ada program khusus dari pemerintah yang ditujukan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk. Proyeksi jumlah penduduk untuk tahun 2013 dan 2018 dilakukan dengan menggunakan rumus bunga berganda, dan diperoleh perkiraan jumlah penduduk pada tahun 2013 adalah 1.670.656 jiwa, dan tahun 2018 adalah 1.822.258 jiwa. Jumlah penduduk yang meningkat akan diiringi dengan peningkatan kebutuhan RTH. Pada tahun
  • 50. 2013 dan 2018 kebutuhan RTH diproyeksikan meningkat menjadi 3.341,3 Hektar dan 3.644,5 Hektar (Tabel 10). Sesuai dengan jumlah penduduk pada tiap kecamatan, kebutuhan RTH tertinggi dimiliki oleh Kecamatan Karawaci, sedangkan yang terendah adalah Kecamatan Benda . Tabel 10. Kebutuhan RTH Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008 pada 3 Titik Tahun Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa) Kebutuhan RTH (Ha) 2008 2013 2018 2008 2013 2018 Ciledug 108.780 118.651 129.418 217,6 237,3 258,8 Larangan 137.621 50.109 163.731 275,2 300,2 327,5 Karang Tengah 101.488 110.697 120.743 203,0 221,4 241,5 Cipondoh 162.419 177.158 193.234 324,8 354,3 386,5 Pinang 133.743 145.879 159.117 267,5 291,8 318,2 Tangerang 129.489 141.239 154.056 259,0 282,5 308,1 Karawaci 163.195 178.004 194.157 326,4 356,0 388,3 Cibodas 131.373 143.294 156.297 262,7 286,6 312,6 Jatiuwung 117.688 128.368 140.016 235,4 256,7 280,0 Periuk 108.482 118.326 129.064 217,0 236,7 258,1 Neglasari 91.346 99.635 108.676 182,7 199,3 217,4 Batuceper 79.535 86.752 94.625 159,1 173,5 189,2 B e n d a 66.507 72.542 79.125 133,0 145,1 158,2 Kota Tangerang 1.531.666 1.670.656 1.822.258 3.063,3 3.341,3 3.644,5 Sumber: BPS (2009) dan Hasil Analisis Kebutuhan RTH Berdasarkan Kebutuhan Oksigen di Kota Tangerang Ruang Terbuka Hijau di daerah perkotaan merupakan paru-paru kota. Tanaman, sebagai unsur utama RTH, merupakan produsen oksigen yang sangat dibutuhkan oleh berbagai aktivitas kehidupan perkotaan. Oksigen yang dihasilkan kemudian akan dikonsumsi oleh manusia dan hewan, serta dipergunakan dalam proses pembakaran mesin kendaraan bermotor. Dengan demikian, kebutuhan akan RTH dapat ditentukan dengan pendekatan kebutuhan oksigen. Besarnya RTH yang dibutuhkan diperhitungkan berdasarkan kontribusi oksigen oleh tanaman dengan melihat kebutuhan akan oksigen yang digunakan oleh manusia, hewan ternak, dan kendaraan bermotor. Metode perhitungan kebutuhan RTH ini menggunakan rumus Gerarkis (Tim Fahutan IPB, 1987) yang mengasumsikan kontribusi oksigen hanya dari tanaman.
  • 51. a. Kebutuhan Oksigen untuk Manusia Menurut White, Handler dan Smith (1959) dalam Wisesa (1988), manusia mengoksidasi 3000 kalori per hari dari makanannya, menggunakan 600 liter oksigen dan menghasilkan sekitar 450 liter karbondioksida. Secara normal, manusia membutuhkan 600 liter oksigen atau setara dengan 864 gram oksigen setiap hari. Menggunakan metode proyeksi jumlah penduduk pada pembahasan sebelumnya, diketahui jumlah penduduk Kota Tangerang pada tahun 2013 adalah 1.670.656 jiwa, dan tahun 2018 adalah 1.822.258 jiwa. Dengan menggandakan jumlah penduduk dengan standar kebutuhan oksigen per jiwa, maka jumlah kebutuhan oksigen untuk manusia di Kota Tangerang dapat diketahui. Tahun 2008 kebutuhan oksigen manusia di Kota Tangerang adalah 1.531.666 jiwa dikali 0,864 kg/jiwa/hari, atau sama dengan 1.323.359 kilogram/hari. Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk, kebutuhan oksigen pada tahun 2013 dan 2018, meningkat menjadi 1.443.447 dan 1.574.431 kilogram/hari. Tabel 11 menyajikan data lengkap proyeksi jumlah kebutuhan oksigen yang dibutuhkan oleh manusia berdasarkan kecamatan di Kota Tangerang. Tabel 11. Kebutuhan Oksigen untuk Manusia di Kota Tangerang pada 3 Titik Tahun Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa) Kebutuhan oksigen (kg/hari) 2008 2013 2018 2008 2013 2018 Ciledug 108.780 118.651 129.418 93.986 102.515 111.817 Larangan 137.621 50.109 163.731 118.905 129.694 141.463 Karang Tengah 101.488 110.697 120.743 87.686 95.643 104.322 Cipondoh 162.419 177.158 193.234 140.330 153.064 166.954 Pinang 133.743 145.879 159.117 115.554 126.040 137.477 Tangerang 129.489 141.239 154.056 111.878 122.031 133.104 Karawaci 163.195 178.004 194.157 141.000 153.795 167.751 Cibodas 131.373 143.294 156.297 113.506 123.806 135.041 Jatiuwung 117.688 128.368 140.016 101.682 110.910 120.974 Periuk 108.482 118.326 129.064 93.728 102.234 111.511 Neglasari 91.346 99.635 108.676 78.923 86.085 93.896 Batuceper 79.535 86.752 94.625 68.718 74.954 81.756 B e n d a 66.507 72.542 79.125 57.462 62.676 68.364 Kota Tangerang 1.531.666 1.670.656 1.822.258 1.323.359 1.443.447 1.574.431 Sumber: BPS (2009) dan Hasil Analisis
  • 52. b. Kebutuhan Oksigen bagi Kendaraan Bermotor Kendaraan bermotor merupakan salah satu konsumen oksigen perkotaan yang menggunakan oksigen dalam jumlah yang besar. Proses pembakaran yang terjadi saat kendaraan dioperasikan membutuhkan oksigen, yang jumlah kebutuhannya tergantung dari jenis bahan bakar yang digunakan. Pada Tabel 12 disajikan jenis kendaraan bermotor dan kebutuhan oksigen. Tabel 12. Klasifikasi Kendaraan Bermotor Menurut Jenis dan Kebutuhan Oksigen Sumber: Wisesa (1988) Secara rinci penjelasan dari Tabel 12 adalah sebagai berikut : 1. Sepeda motor, yaitu kendaraan berbahan bakar bensin dan kebutuhan bahan bakarnya 0,21 kg/PS jam dengan daya minimal 1 PS. Terdiri dari sepeda motor biasa, sepeda motor automatic dan scooter. Kebutuhan oksigen tiap 1 kg bahan bakar adalah 2,77 kg. 2. Kendaraan penumpang, yaitu kendaraan berbahan bakar bensin dengan kebutuhan bahan bakar 0,21 kg/PS jam dengan daya minimal 20 PS. Terdiri dari berbagai jenis seperti sedan, jeep, station wagon, ambulance dan mobil jenazah. Kendaraan jenis ini membutuhkan oksigen tiap 1 kg bahan bakar adalah 2,77 kg. 3. Kendaraan beban terdiri dari beban ringan dan beban berat, yaitu kendaraan berbahan bakar diesel dengan kebutuhan bahan bakarnya 0,16 kg/PS jam dengan daya minimal 50 PS. Kendaraan ini terdiri dari jenis truk, pick up, tracktor, pemadam kebakaran, mobil tangki, mobil derek, dan mobil kontainer, dengan kebutuhan oksigen tiap 1 kg bahan bakar adalah 2,86 kg. 4. Kendaraan bus, yaitu kendaraan berbahan bakar diesel dengan kebutuhan bahan bakar 0,16 kg/PS jam dengan daya minimal 100 PS. Terdiri dari jenis- Jenis Kendaraan Bahan Bakar Kebutuhan BB (kg/PS Jam) Daya (PS) Kebutuhan O2/kg BB (kg) Kebutuhan O2 (Kg/jam) Sepeda Motor Bensin 0,21 1 2,77 0,5817 Kend Penumpang Bensin 0,21 20 2,77 11,634 Kend Beban Ringan Solar 0,16 50 2,86 22,88 Kend Beban Berat Solar 0,16 200 2,86 91,52 Kend Bus Solar 0,16 100 2,77 44,32
  • 53. jenis mobil mini bus, bus biasa termasuk dalam kategori kendaraan penumpang berat. Kebutuhan oksigen tiap 1 kg bahan bakar adalah 2,77 kg. Dengan mengasumsikan jumlah kendaraan yang beroperasi di Kota Tangerang adalah sama dengan jumlah kendaraan yang tercatat hingga takhir tahun 2008 di Samsat Kota Tangerang, dan pemakaian kendaraan bermotor maksimal 5 jam/hari, maka kebutuhan oksigen untuk kendaraan bermotor dapat dihitung. Pada tahun 2008, kebutuhan oksigen kendaraan bermotor sebesar 13.260.351,4 kg/hari. Proyeksi jumlah kendaraan untuk tahun 2013 dan 2018 dilakukan dengan mengasumsikan jumlah kendaraan meningkat secara konstan berdasarkan rata-rata laju pertumbuhan kendaraan lima tahun terakhir yaitu, kendaraan penumpang 2,0% per tahun, kendaraan beban 9,9% per tahun, kendaraan bus 6,31%, kecuali sepeda motor. Jumlah sepeda motor diasumsikan sebesar 85% dari total jumlah kendaraan (diolah dari data DLLAJ Kota Tangerang, 2009). Hasil proyeksi jumlah kendaraan tahun 2013 adalah sebesar 893.450 kendaraan dengan jumlah kebutuhan oksigen 19.214.702 kg/hari. Pada tahun 2018, diperkirakan jumlah kendaraan mencapai 1.142.704 kendaraan dengan kebutuhan oksigen mencapai 27.822.941,4 kg/hari. Rincian jumlah dan kebutuhan oksigen kendaraan bermotor di Kota Tangerang dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Kebutuhan Oksigen Bagi Kendaraan Bermotor di Kota Tangerang pada 3 Titik Tahun Jenis Kendaraan Jumlah Kendaraan Kebutuhan Oksigen (kg/hari) 2008 2013 2018 2008 2013 2018 Sepeda Motor 488.082,0 776.912,7 993.655,6 1.419.586,5 2.259.650,5 2.890.047,3 Kend Penumpang 67.916,0 75.000,2 82.823,3 3.950.673,7 4.362.759,4 4.817.828,7 Kend Beban Ringan 10.831,0 17.390,9 27.924,0 1.239.066,4 1.989.523,1 3.194.503,6 Kend Beban Berat 13.860,0 22.254,5 35.733,2 6.342.336,0 10.183.654,3 16.351.516,9 Kend Bus 1.393,0 1.891,3 2.567,9 308.688,8 419.115,4 569.044,8 Total Kendaraan 582.082,0 893.449,6 1.142.703,9 13.260.351,4 19.214.702,7 27.822.941,4 Sumber: Samsat Kota Tangerang (2009), DLLAJ (2008) dan Hasil Analisis
  • 54. Berdasarkan hasil review beberapa kajian transportasi yang telah dilakukan untuk Kota Tangerang, jaringan jalan Kota Tangerang saat ini cenderung membentuk pola grid walaupun tidak terlalu simetris, sedangkan lalu lintas regional membentuk pola sirkulasi radial. Sebagai gambaran jaringan jalan di Kota Tangerang, terdapat 159.463 meter jalan dengan lebar lebih dari 7 meter, sedangkan jalan kecil dengan lebar lebih dari 3 meter sepanjang 82.504 meter (Dinas Tata Kota, 2009). Karakteristik jaringan jalan di wilayah Kota Tangaerang bervariasi sesuai fungsi dan tipenya seperti dijelaskan pada Tabel 14. Tabel 14. Karakteristik Umum Jalan Utama Kota Tangerang Ruas Jalan Panjang jalan (m) Lebar jalan (m) Fungsi Jalan Eksisting ROW Jl. Merdeka 2.250 14,00 17,65 Arteri Primer Jl. Gatot Subroto 6.400 14,00 18,55 Arteri Primer Jl. Daan Mogot I 7.850 13,65 16,45 Arteri Primer Jl. Daan Mogot II 2.200 14,90 20,40 Arteri Primer Jl. Imam Bonjol I 5.300 8,70 12,00 Arteri Sekunder Jl. Imam Bonjol II 1.100 8,14 14,75 Arteri Sekunder Jl. Otista 800 11,60 14,70 Arteri Sekunder Jl. Moh. Toha 5.200 11,10 18,74 Arteri Sekunder Jl. Jend. Sudirman 4.000 11,85 20,44 Arteri Sekunder Jl. Ki Samaun 1.450 11,45 14,15 Arteri Sekunder Jl. Moh. Husni Thamrin 2.900 30,05 36,90 Arteri Sekunder Jl. KH Hasyim Ashari I 7.200 13,60 17,69 Kolektor Primer Jl. KH Hasyim Ashari II 3.000 8,30 12,50 Kolektor Primer Jl. HOS Cokroaminoto 5.000 17,40 21,55 Kolektor Sekunder Jl. Prabu Kisiantang 2.700 7,20 11,57 Kolektor Sekunder Jl. Moh. Yamin 800 16,20 27,20 Kolektor Sekunder Sumber: Penyusunan Bisnisplan Pengembangan Angkutan Masal, 2006 Berdasarkan fungsinya, jalan di Kota Tangerang dibedakan menjadi Jalan Utama, Jalan Konektor, Jalan Lingkungan dan Jalan Perumahan. Jalan Utama merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. Jalan Konektor merupakan jalan umum yang
  • 55. berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. Jalan Lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah. Sedangkan Jalan Perumahan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. Berdasarkan pengamatan, intensitas lalu lintas kendaraan di Jalan Utama dan Jalan Konektor relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Jalan Lingkungan dan Jalan Perumahan. Dengan mengasumsikan bahwa kendaraan-kendaraan bermotor lebih sering beroperasi di Jalan Utama dan Jalan Konektor, maka dapat diperkirakan jumlah kendaraan per kecamatan berdasarkan panjang Jalan Utama dan Jalan Konektor pada tiap kecamatan. Dari jumlah kendaraan tersebut, kemudian dapat dihitung kebutuhan oksigen bagi kendaraan bermotor untuk masing-masing kecamatan yang ada di Kota Tangerang, sebagaimana tercantum dalam Tabel 15. Tabel 15. Kebutuhan Oksigen bagi Kendaraan Bermotor untuk Tiap Kecamatan di Kota Tangerang Kecamatan Jumlah Kendaraan Kebutuhan Oksigen (kg/hari) 2008 2013 2018 2008 2013 2018 Ciledug 40.974 62.891,36 69.945,02 933.418 1.352.554 1.958.502 Larangan 27.443 42.123,18 46.847,56 625.181 905.909 1.311.759 Karang Tengah 47.934 73.575,24 81.827,16 1.091.985 1.582.324 2.291.209 Cipondoh 69.319 106.398,66 118.331,94 1.579.142 2.288.231 3.313.364 Pinang 37.718 57.893,86 64.387,02 859.246 1.245.077 1.802.874 Tangerang 35.094 53.865,88 59.907,27 799.464 1.158.450 1.677.439 Karawaci 58.643 90.012,46 100.107,93 1.335.942 1.935.826 2.803.081 Cibodas 41.657 63.940,61 71.111,96 948.990 1.375.119 1.991.177 Jatiuwung 34.823 53.451,28 59.446,18 793.310 1.149.534 1.664.528 Periuk 23.005 35.311,01 39.271,36 524.077 759.406 1.099.621 Neglasari 28.426 43.631,68 48.525,25 647.570 938.351 1.358.735 Batuceper 58.932 90.455,76 100.600,95 1.342.521 1.945.359 2.816.886 B e n d a 78.114 119.898,61 133.346,00 1.779.505 2.578.563 3.733.766 Kota tangerang 582.082 893.449,58 993.655,60 13.260.351 19.214.703 27.822.941 Sumber: Hasil Analisis
  • 56. c. Kebutuhan Oksigen bagi Hewan Ternak Besarnya kebutuhan oksigen tiap jenis hewan ternak berbeda-beda tergantung pada metabolisme basal yang dilakukan. Pada Tabel 16 berikut disajikan jumlah dan karakteristik kebutuhan oksigen hewan ternak yang terdapat di Kota Tangerang. Tabel. 16. Jumlah Ternak Tahun 2008 dan Karakteristik Kebutuhan Oksigen Sumber: Dinas Pertanian (2009) dan Wisesa (1998) Di Kota Tangerang kegiatan peternakan (pemeliharaan dan pengembangbiakan) relatif sedikit dan jumlahnya cenderung semakin menurun. Keberadaaan hewan ternak lebih didominasi oleh keberadaan ternak di Rumah Pemotongan Hewan (tempat penampungan sementara). Jumlah hewan ternak potong yang keluar masuk Kota Tangerang relatif stabil, untuk itu proyeksi jumlah ternak tahun 2013 dan 2018 menggunakan jumlah yang tetap, yaitu menggunakan rata-rata lima tahun terakhir, kecuali ternak babi. Adanya isu flu babi, dan Kota Tangerang yang mencitrakan diri sebagai kota yang berakhlakul karimah, membuat jumlah peternak babi di kawasan Neglasari turun secara drastis. Hingga tahun 2005 jumlah babi yang diternakkan di Kota Tangerang masih mencapai ribuan ekor, bahkan mencapai 20.870 ekor pada tahun 2003, namun pada akhir tahun 2008, menurun drastis menjadi 548 ekor. Jumlah ini diperkirakan akan relatif tetap, bahkan cenderung menurun. Berdasarkan data ternak yang ada, maka dapat dihitung kebutuhan oksigen bagi ternak di Kota Tangerang. Hasil perhitungan per wilayah kecamatan tersebut tersaji pada Tabel 17. Jenis ternak Jumlah (ekor) Kebutuhan O2 (l/hari) liter/hari kg/hari Sapi Potong 490 1182 1,70 Kerbau 99 1182 1,70 Kuda 14 1288 1,85 Kambing 6.432 218 0,31 Domba 3.936 218 0,31 Babi 548 327 0,47 Ayam&Itik 205.187 116 0,17
  • 57. Tabel 17. Kebutuhan Oksigen Bagi Ternak di Kota Tangerang pada 3 Titik Tahun Jenis ternak Jumlah ternak (ekor) Kebutuhan oksigen (kg/hari) 2008 2013 2018 2008 2013 2018 Sapi Potong 490 364 364 834,0 619,6 619,6 Kerbau 99 63 63 168,5 106,7 106,7 Kuda 14 13 13 26,0 23,5 23,5 Kambing 6.432 8.156 8.156 2.019,1 2.560,1 2.560,1 Domba 3.936 5.924 5.924 1.235,6 1.859,6 1.859,6 Babi 548 548 548 172,0 172,0 172,0 Ayam&Itik 205.187 211.939 211.939 34.274,4 35.402,2 35.402,2 Total 38.816,7 40.829,7 40.829,7 Sumber: Wisesa (1998), Dinas Pertanian (2009) dan Hasil Analisis Dengan memperhatikan data kebutuhan oksigen dalam Tabel 17 dapat diketahui bahwa jumlah hewan ternak yang mendominasi di Kota Tangerang adalah jenis ternak itik dan ayam. Berdasarkan perhitungan, kebutuhan oksigen untuk jenis ternak ini juga paling tinggi dibandingkan dengan jenis hewan ternak lainnya. Sedangkan untuk jenis hewan ternak kuda merupakan jenis ternak yang paling sedikit membutuhkan oksigen, sebab di Kota Tangerang sangat jarang penduduk yang memelihara kuda, dan kuda bukan pula sebagai salah satu kendaraan alternatif di daerah ini. Populasi hewan ternak tahun 2008 yang diperoleh dari Dinas Pertanian Kota Tangerang berjumlah 216.706 ekor . Namun tidak terdapat cukup data yang menginformasikan jumlah ternak pada masing-masing kecamatan, sehingga untuk menghitung kebutuhan oksigen bagi hewan ternak per kecamatan, sebaran hewan ternak diduga dari keberadaan kelompok peternak yang tercatat di Dinas Pertanian Kota Tangerang. Hingga tahun 2009, kelompok peternak di Kota Tangerang ada di 9 kecamatan, yaitu; Karang Tengah, Cipondoh, Pinang, Karawaci, Jatiuwung, Periuk, Neglasari, Batuceper, dan Benda. Sehingga dalam penelitian ini ternak diasumsikan tersebar merata di ke-9 kecamatan tersebut, kecuali ternak babi yang dapat dipastikan hanya terdapat 518 ekor di Kecamatan Neglasari dan 30 ekor Kecamatan Benda. Berdasarkan asumsi tersebut, maka dapat dihitung kebutuhan oksigen tiap kecamatan, seperti yang tercantum pada Tabel 18.
  • 58. Tabel 18. Kebutuhan Oksigen Bagi Hewan Ternak Per Kecamatan Pada Tiga Titik Tahun `Kecamatan Jumlah Ternak (ekor) Kebutuhan Oksigen (Kilogram/hari) 2008 2013 2018 2008 2013 2018 Ciledug 0 0 0 0 0 0 Larangan 0 0 0 0 0 0 Karang Tengah 24.018 24.412 24.412 4.284 4.383 4.383 Cipondoh 24.018 24.412 24.412 4.284 4.383 4.383 Pinang 24.018 24.412 24.412 4.284 4.383 4.383 Tangerang 0 0 0 0 0 0 Karawaci 24.018 24.412 24.412 4.284 4.383 4.383 Cibodas 0 0 0 0 0 0 Jatiuwung 24.018 24.412 24.412 4.284 4.383 4.383 Periuk 24.018 24.412 24.412 4.284 4.383 4.383 Neglasari 24.536 24.930 24.930 4.528 4.627 4.627 Batuceper 24.018 24.412 24.412 4.284 4.383 4.383 B e n d a 24.048 24.442 24.442 4.298 4.397 4.397 Kota Tangerang 216.706 211.939 211.939 38.817 40.830 40.830 Sumber: Dinas Pertanian (2009) dan Hasil Analisis Setelah diketahui kebutuhan oksigen bagi masing-masing konsumen dan wilayah, maka dengan menggunakan rumus Gerarkis dapat dihitung kebutuhan RTH di Kota Tangerang. Tabel 19 dan 20 menyajikan rangkuman kebutuhan RTH berdasarkan kebutuhan oksigen di Kota Tangerang. Tabel 19 menyajikan kebutuhan RTH berdasarkan kebutuhan oksigen bagi manusia, kendaraan bermotor dan ternak yang ada di Kota Tangerang. Sedangkan Tabel 20 menyajikan data kebutuhan RTH untuk tiap kecamatan. Tabel 19. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Golongan Konsumen Tahun Kebutuhan Oksigen (Kg/hari) Kebutuhan RTH (Hektar) Penduduk Kendaraan Bermotor Ternak Total 2008 1.323.359 13.260.351 38.816 14.617.985 28.875,03 2013 1.443.447 19.214.703 40.830 20.693.552 40.876,15 2018 1.574.431 27.822.941 40.830 29.432.775 58.138,81 Sumber: Dinas Tata Kota (2009) dan Hasil Analisis
  • 59. Tabel 20. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang Berdasarkan Kecamatan Kecamatan Kebutuhan Oksigen (Kg/hari) Kebutuhan RTH (Ha) 2008 2013 2018 2008 2013 2018 Ciledug 1.027.404 1.455.069 2.070.319 2.029,4 2.874,2 4.089,5 Larangan 744.086 1.035.603 1.453.222 1.469,8 2.045,6 2.870,6 Karang Tengah 1.183.955 1.682.350 2.399.914 2.338,7 3.323,2 4.740,6 Cipondoh 1.723.756 2.445.678 3.484.701 3.405,0 4.831,0 6.883,4 Pinang 979.084 1.375.500 1.944.734 1.934,0 2.717,0 3.841,4 Tangerang 911.342 1.280.481 1.810.543 1.800,2 2.529,3 3.576,4 Karawaci 1.481.226 2.094.004 2.975.215 2.925,9 4.136,3 5.877,0 Cibodas 1.062.496 1.498.925 2.126.218 2.098,8 2.960,8 4.199,9 Jatiuwung 899.276 1.264.827 1.789.885 1.776,3 2.498,4 3.535,6 Periuk 622.089 866.023 1.215.515 1.228,8 1.710,7 2.401,0 Neglasari 731.021 1.029.063 1.457.258 1.444,0 2.032,7 2.878,5 Batuceper 1.415.523 2.024.696 2.903.025 2.796,1 3.999,4 5.734,4 B e n d a 1.841.265 2.645.636 3.806.527 3.637,1 5.225,9 7.519,1 Kota Tangerang 14.617.985 20.693.552 29.432.775 28.875,0 40.876,2 58.138,8 Sumber: Hasil Analisis Berdasarkan ketiga golongan konsumen yang telah dibahas tersebut, terlihat bahwa kendaraan bermotor merupakan konsumen oksigen yang paling dominan. Laju peningkatan kebutuhan oksigen kendaraan bermotor juga paling pesat dibanding kebutuhan konsumen lain. Data tersebut menunjukkan bahwa peningkatan kebutuhan RTH di Kota Tangerang lebih didominasi karena peningkatan jumlah kendaraan bermotor. Pada tingkat kecamatan, wilayah yang memiliki kebutuhan RTH tertinggi berturut-turut adalah Kecamatan Benda, Kecamatan Cipondoh, dan Kecamatan Karawaci. Sedangkan yang memiliki kebutuhan yang terkecil adalah Kecamatan Periuk, Kecamatan Neglasari dan Kecamatan Larangan. Kebutuhan RTH Berdasarkan Kebutuhan Air Bagi Penduduk Kota Tangerang Konsumsi Air Bersih. Air merupakan sumberdaya yang sangat diperlukan oleh mahluk hidup khususnya manusia dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, baik untuk kebutuhan domestik, pertanian, industri dan lain-lain. Sementara disadari
  • 60. bahwa keberadaan air di permukaan bumi dibatasi oleh ruang dan waktu. Air sebagai penopang pembangunan semakin terancam keberadaannya baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Kondisi tersebut memerlukan penanganan yang khusus dan berkelanjutan sehingga keberadaan air dapat tetap dipelihara dan dipertahankan kualitas dan kuantitasnya. Kota Tangerang merupakan daerah penyangga dan penyeimbang DKI Jakarta yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan yang pesat, baik pertumbuhan penduduk maupun peningkatan ekonomi, hal ini membawa konsekuensi bertambah luasnya lahan terbangun karena fisik pembangunan untuk industri dan permukiman. Akibatnya terjadi penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya air yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap penyediaan air untuk kehidupan itu sendiri. Air yang dikonsumsi oleh manusia dapat berasal dari dalam tanah dan juga dari air permukaan. Ketersediaan air suatu kawasan bergantung pada daur hidrologis di kawasan tersebut. Oleh karena itu ketersediaan air di permukaan tidak selalu tetap jumlahnya, sehingga dapat menjadi berkurang. Dengan semakin berkurangnya air yang masuk kedalam tanah, maka air sungai akan semakin bertambah banyak dan kemudian meluap. Jika tidak ada usaha pencegahan maka, akan terjadi banjir. Pengambilan air oleh manusia yang berlebihan dan tidak ada usaha mengembalikannya kedalam tanah akan mengakibatkan berkurangnya air tanah. Ruang terbuka hijau merupakan salah satu sarana yang dapat mengkonservasi air, dan diharapkan dapat menanggulangi permasalahan ketersediaan air di Kota Tangerang. Banyaknya akar tanaman diharapkan akan mampu menambah lubang pori-pori tanah, sehingga air dapat masuk ke pori tersebut dan kelebihan air di permukaan tanah manjadi kurang. Usaha konservasi air bertujuan memanfaatkan air yang jatuh kepermukaan bumi dengan sebaik- baiknya agar tidak terbuang dengan sia-sia (Arsyad, 1989). Departemen Pekerjaan Umum (1998), menyatakan terdapat tiga kelompok masyarakat berdasarkan konsumsi air, yaitu golongan sederhana dengan konsumsi air per orang 80 liter/hari, golongan menengah dengan konsumsi air per orang 150 liter/hari, dan golongan atas dengan konsumsi air 250 liter/hari. Besarnya jumlah
  • 61. air yang dikonsumsi hanya terbatas pada kebutuhan untuk makan, minum dan MCK, sedangkan kebutuhan air bersih untuk perumahan berkisar antara 250 – 350 liter/orang/hari. Besarnya konsumsi air bagi penduduk yang digunakan pada perhitungan ini adalah jumlah konsumsi air bersih standar kebutuhan rumah tangga 300 liter/orang/hari, dengan menggunakan asumsi bahwa angka yang digunakan adalah angka konsumsi air setiap penduduk Kota Tangerang tanpa membedakan jenis dan kelompok pelanggan. Laju peningkatan pemakaian air diasumsikan sebanding dengan laju pertambahan penduduk Kota Tangerang. Penyediaan Air Bersih. Sebagai kota metropolitan, Kota Tangerang dengan jumlah penduduk sekitar 1,5 juta jiwa, tentunya sarana dan prasarana pendukung fasilitas perkotaan harus memadai. Salah satu kebutuhan untuk menunjang kehidupan masyarakat perkotaan adalah tersedianya sarana air bersih. Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan menunjukkan bahwa 79,88% penduduk Kota Tangerang telah menggunakan air bersih. Dari persentase tersebut sarana air bersih yang paling banyak digunakan penduduk adalah sumur pompa (54,92%) dan sambungan langsung PDAM (21,92%). Sistem Perpipaan PDAM di Kota Tangerang dikelola PDAM Kabupaten Tangerang (PDAM Tirta Rajasa) dan PDAM Kota Tangerang (PDAM Tirta Benteng). PDAM Tirta Rajasa memiliki wilayah pelayanan Kecamatan Tangerang dan Kecamatan Jatiuwung. Sistem ini terbagi atas 3 cabang yaitu: Cabang Babakan menggunakan Instalasi Pengolahan Air (IPA) Babakan dengan kapasitas 80 liter/detik dan IPA Cikokol kapasitas 500 dan 100 liter/detik dengan daerah pelayanan meliputi wilayah pusat kota. Cabang Perumnas 1 menggunakan IPA Perumnas kapasitas 40 dan 20 liter/detik, serta IPA Cikokol dengan kapasitas 500 dan 100 liter/detik dengan daerah pelayanan meliputi wilayah Perumnas I. Cabang Perumnas II, menggunakan IPA Cikokol kapasitas 500 dan 100 liter/detik dengan daerah pelayanan meliputi pusat kota yaitu Tangerang, Bandara Soekano - Hatta, sebagian wilayah Serpong, dan wilayah Perumnas. Total kapasitas terpasang saat ini sekitar 740 liter/detik. Sumber air baku adalah Sungai Cisadane dengan kapasitas produksi sekitar 647 liter/detik yang didistribusikan dengan sistem pemompaan. Total kapasitas terdistribusi adalah 633 liter/detik dan yang
  • 62. terjual sekitar 356 liter/detik dengan penduduk terlayani sekitar 229.000 jiwa atau sekitar 16% dari penduduk Kota Tangerang. Pendistribusian 3 (tiga) cabang sistem penyediaan air bersih tersebut dilakukan secara terpadu, yaitu pipa distribusi antar masing-masing cabang pelayanan yang saling berhubungan sehingga air yang dihasilkan IPA Cikokol akan interkoneksi dengan air yang dihasilkan dari IPA Babakan dan IPA Perumnas 1. PDAM Tirta Benteng Kota Tangerang berdiri berdasarkan Perda No. 33 Tahun 1995 tentang Pendirian Perusahaan Daerah Air Minum Kotamadya Tangerang. Sejak awal sampai berdirinya PDAM telah melayani beberapa wilayah di Kecamatan Neglasari, Batuceper, Cipondoh, Benda, sebagian Tangerang, Jatiuwung, Ciledug, Pinang. Dengan jumlah pelanggan mencapai 16.500 pelanggan. Selain pelanggan rumah tangga, PDAM TB juga melayani Bandara Soekarno Hatta dan beberapa Industri besar dan kecil. Dari jumlah pelanggan yang dilayani sekitar 370 liter/detik produksi air PDAM didistribusikan kepada masyarakat. Dalam rangka meningkatkan pelayanan, PDAM Kota Tangerang merencanakan akan mengadakan kerjasama dengan pihak swasta yaitu memanfaatkan sisa kapasitas dari IPA yang dimiliki swasta sebesar 30 liter/detik dari total kapasitas yang dimiliki sebesar 100 liter/detik. Pihak swasta belum memiliki jaringan pipa distribusi, sehingga selama ini penjualan air dilakukan dengan menggunakan mobil tanki. Kemampuan RTH Menyimpan Air. Banyaknya air di permukaan bumi tidak terlepas dari jumlah curah hujan yang turun ke bumi. Semakin banyaknya hujan yang turun ke permukaan bumi, seharusnya semakin banyak pula air yang dapat masuk kedalam tanah. Namun tidak demikian terjadi bila tidak terdapat tempat untuk meresapnya air kedalam tanah. Curah hujan merupakan sumber air tanah yang potensial, namun konservasi lahan dari ruang terbuka menjadi ruang terbangun berdampak pada hilangnya potensi sumber daya air. Wilayah Kota Tangerang memiliki iklim tropis dipengaruhi oleh iklim musim, sehingga ada dua musim yaitu musim hujan antara bulan Oktober – Maret dan musim kemarau antara bulan April – September. Menurut Rismunandar (1984), hujan yang turun ke permukaan bumi dapat menambah ketersediaan air
  • 63. di dalam tanah dan juga dapat menyebabkan terjadinya banjir. Pengamanan air hujan pada prinsipnya terletak dalam dua pengelolaan teknis, yaitu peningkatan daya serap tanah dan pengendalian mengalirnya. Meningkatkan daya serap tanah pada hakekatnya adalah meningkatkan kapasitas penyimpanan air oleh tanah. Kemampuan menyimpan air suatu areal tidak akan terlepas dari pengaruh vegetasi diatasnya. Pada umumnya, tumbuhan yang mampu menyimpan air dari tanah adalah yang berakar panjang dan berdaun kecil, sehingga penguapan yang terjadi melalui daun juga kecil. Walaupun tanaman juga mengalami transpirasi, namun air tidak begitu mudah keluar dari tanaman karena terdapat hambatan-hambatan. Adanya hambatan pergerakan air di dalam tanaman dibuktikan dengan adanya kenyataan bahwa kehilangan air tanah dari tanah selalu lebih kecil dibandingkan dengan kehilangan air dari tanah terbuka (Islami dan Utomo, 1995 dalam Yullyarti 2004). Beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi daya serap tanah antara lain; jenis tanah, sistem pengolahan tanah, keadaan air tanah, jenis vegetasi, dan penggunaan lahan (Asdak, 1995 dan Pawitan, 1989). Daya simpan tanah terhadap air juga dipengaruhi oleh daya infiltrasinya. Berdasarkan penelitian Isyari (2005), laju infiltrasi untuk beberapa jenis penggunaan lahan berbeda-beda; hutan 2,02 cm/menit, tegalan 0,91 cm/menit, semak 0,84 cm/menit, kebun 0,73 cm/menit, pemukiman 0,53 cm/menit, dan sawah 0,36 cm/menit. Penggunaan lahan sebagai hutan kota mampu menyimpan air tanah sebesar 900 m3 /ha/tahun dan dapat mentransfer air 4.000 liter/hari (Joga, 2004 dan Dinas Pertamanan Provinsi DKI Jakarta, 2003). Hingga saat ini belum ada penelitian lain yang dilakukan untuk memperbandingkan kapasitas penyimpanan air oleh tanah pada berbagai penggunaan lahan. Sehingga nilai standar tersebut masih dijadikan acuan dalam perhitungan kebutuhan luas RTH untuk penyediaan air di Kota Tangerang. Adapun hasil perhitungan untuk Kota Tangerang disajikan pada Tabel 21, dan selengkapnya pada Lampiran 2.