SlideShare a Scribd company logo
1 of 20
Download to read offline
1
RE-ORIENTASI PARADIGMA KEBIJAKAN
PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU
DI INDONESIA
(Meaningfull Educational Change Agenda for Indonesia)
Pujiriyanto1
Abstrak
Persoalan kualitas guru dan pengelolaan layanan tenaga ahli kependidikan di
Indonesia masih menjadi persoalan besar. Program sertifikasi yang dilaksanakan
dengan beragam bentuk tetap menyisakan banyak persoalan. Sertifikasi seolah
hanya menjadi program tambal sulam yang menangani hilir, sementara masalah
hulu tidak pernah digarap dengan serius. Rujukan dasar bagi pengembangan
profesionalisme guru juga tidak jelas sehingga banyak LPTK menjadi mandul.
Paradigma pengembangan profesionalisme masih mengacu dengan pendekatan
proyek dan program-program pragmatis yang kurang menghargai pengalaman
empiris guru (tacit knowledge). Diperlukan reorientasi paradigma dengan
memahami konsep belajar seorang profesional dan merevitalisasi pengembangan
profesionalisme guru ke arah pengembangan continuous authentic professional
learning (CAPL). Diperlukan pula dukungan kebijakan dan apresiasi akademik
kepada guru dan mengurangi dominasi kontrol struktural-administratif. Lembaga
penyelenggara (LPTK) memerlukan penguatan kapasitas lembaga, menempatkan
guru sebagai subyek belajar (center of learning), dan perbaikan program-program
pendidikan guru pra jabatan dan dalam jabatan dengan sistem perekrutan yang
ketat sejak awal.
Kata kunci: belajar, profesionalisme guru, profesional, revitalisasi
LPTK, CAPL, transformasi kultur
Pendahuluan
Kelulusan sertifikasi tahun 2011 menurun tajam, hanya 55 % dari
300.000 peserta secara nasional dibandingkan tahun 2007 sebesar 91,43 %,
tahun 2008 88,89 %, tahun 2009 sebesar 95,99 % dan tahun 2010
mencapai 95,55 %. Menurut Ahmad Zainal Fanani S.Pd. M.A penurunan
disebabkan beberapa faktor seperti pendataan kurang akurat, kesulitan
memenuhi persyaratan dan kuota tidak terpenuhi (Kedaulatan Rakyat,
16/11/2011 hal. 10). Sertifikasi telah diabsahkan linear sebagai jalan utama
menuju peningkatan kualitas mutu pendidikan. Kenyataannya kebijakan
sertifikasi hanya menjadi mesin harapan yang bertenaga kurang terbukti
1
Dosen jurusan KTP FIP UNY
2
absennya pembelajaran berkualitas yang diharapkan dan kinerja guru yang
tidak menunjukkan peningkatan signifikan. Tindaklanjut evaluasi sekedar
menghasilkan metamorfosis program yang nuansanya sama mulai dari
portofolio sampai dengan model diklat PLPG dan akhirnya PPG yang juga
belum mentransformasi mental dan kinerja guru. Terakhir sempat muncul
fenomena keengganan guru untuk mengikuti sertifikasi model PPG karena
biaya dan uji kompetensi awal (bisa menjadi peluang KKN) juga diragukan
mampu mendiagnosa kebutuhan pengembangan kompetensi riil guru. Hal
ini bermasalah bagi para guru yang masih harus berjuang memenuhi
kebutuhan dasar sehingga aksesibilitas berpihak pada guru yang mampu
bukan pada guru yang potensial sementara sistem evaluasi PPG tidak bisa
menjangkau wilayah diagnostik yang holistik (Uji Kompetensi Guru dominan
pada aspek kognitif).
Selain anggaran masalah dukungan dan kemampuan pemerintah
untuk melayani tenaga kependidikan yang berpopulasi besar dan heterogen
dalam tekanan eskalasi politik kuat cenderung menjebak kebijakan program
pengembangan profesionalisme guru menjadi pragmatis dan tidak
transformatif. Sampai saat ini kebijakan mendasar bagi pengembangan
program profesionalisme belum jelas, sementara kebijakan yang ada
berjalan tidak tepat dan konsisten. Kebijakan pengembangan
profesionalisme guru diukur dengan standar tertentu yang ditetapkan
sepihak sekedar sebagai alat kontrol atas kinerja guru. Pemerintah merasa
cukup berlega apabila secara administratif para guru telah memenuhi
kriteria yang diinstruksikan. Sekolah yang berhasil adalah yang tertib
administratif dan mampu mengusung pencapaian nilai UAN dengan baik.
Pembelajaran sebagai interaksi unik (ideosyncratic respons) antara guru dan
siswa seolah menjadi kotak masif sangat rahasia (black box) yang tidak
menjadi fokus diagnosa untuk tindak lanjut peningkatan profesionalisme
guru. Pertemuan-pertemuan pada tingkat gugus atau MGMP masih
didominasi sebagai penerusan informasi kebijakan dari atas bukan sebagai
aktifitas profesional akademik bahkan bisa bermetamorfosis seperti lembaga
3
bimbingan dengan kegiatan latihan soal uji kompetensi. Praktek
pengembangan profesionalisme dengan pendekatan program dan proyek
tidak meletakkan guru sebagai subyek belajar yang aktif tidak mampu
merubah etos belajar mandiri pada diri guru. Konsep profesionalisme
sebagian besar dirumuskan lepas dari konteks dimana para guru tersebut
menjalankan profesinya secara holistik.
Paradigma pengembangan profesionalisme guru seharusnya dilandasi
oleh pemahaman bagaimana proses belajar seorang profesional. Empat
dimensi kompetensi guru yang dirumuskan dalam UUGD no 14. tahun 2005
cenderung terfragmentasi dari konteks dan basis pengalaman holistik
sehingga masih berkutat pada istilah “pengembangan” yang dipersempit
pada aktifitas pengembangan kemampuan mengajar (professional teaching).
Pengembangan profesionalisme guru memerlukan pembenahan kebijakan
dalam dua kondisi, yaitu; 1). Pembenahan dan efisiensi program
pengembangan profesionalisme guru, 2). Peningkatan kemampuan lembaga
pendukung seperti LPTK melalui regulasi yang bisa menjadi rujukan dasar
dan tepat dalam peningkatan profesionalisme guru maupun calon guru. Dua
kondisi ini memerlukan perubahan paradigma kebijakan didasari atas konsep
belajar seorang profesional yang menghargai pengalaman-pengalaman
empiris guru yang potensial mendukung pengembangan etos belajar.
Tidak mengherankan yang terjadi selama ini karena meninggalkan
konteks dimana para guru menjalankan profesinya maka selepas program
dijalankan tidak memberikan dampak transformatif terhadap budaya dan
etos belajar. Kebijakan dan program-program justru menyebabkan
terjadinya in-efisiensi pengetahuan (knowledge deficient) karena tidak
mampu menghasilkan guru sebagai produsen pengetahuan (knowledge
possesing provider). Kondisi ini mendorong adanya program tambal sulam
yang tidak efisien, sistem pengembangan profesionalisme yang direktif, dan
bekerja dalam discharge mode tergantung dana. Guru dianggap kontainer
pengetahuan yang dipatok menggunakan standar tertentu untuk dipenuhi
dengan pengetahuan dan ketrampilan baru. Pengembangan profesionalisme
4
lepas konteks dan tidak bekelanjutan secara mandiri (Continuous Authentic
Professional Learning/CAPL).
Konsep belajar seorang profesional
Revitalisasi kebijakan pengembangan profesionalisme guru dan
pembinaan ketenagakerjaan di bidang pendidikan memerlukan nilai
transformasi kultural2
berangkat dari empati dan situasi riil dimana para
guru menjalankan profesi. Profesionalisme guru adalah persoalan kultural
yang tidak bisa diselesaikan melalui kebijakan dan implementasi program-
program pragmatis, populis, dan sarat muatan politis. Kebijakan program
sertifikasi selama ini terbukti tidak memberikan kecukupan informasi holistik
dan diagnostik sosok utuh kompetensi seorang guru. Banyak kebijakan dan
program pengembangan profesionalisme yang hanya bermetamorfosis
namun selalu mendorong kebiasaan lama melalui program tambal sulam
yang justeru merusak integritas dan kredibilitas identitas profesionalisme itu
sendiri. Contoh pemerintah tidak mempersiapkan mekanisme untuk
memonitor dan menjaga agar guru yang sudah lulus termotivasi untuk
mengembangkan kemampuan dan etos belajar secara mandiri3
.
Pengembangan profesionalisme guru selama ini tidak merujuk
informasi diagnostik yang bersumber dari konteks pembelajaran riil yang
sebenarnya bisa menjadi dasar integratif bagi strategi pengembangan
motivasi belajar berkelanjutan. Seorang profesional proses belajarnya terjadi
dalam konteks dengan memanfaatkan pengalaman. Guru sebagai seorang
profesional memiliki cara pandang, konteks lingkungan bekerja, dan
pengalaman yang harus dilihat secara holistik. Secara epistimologis para
perancang program dan pengambil kebijakan pengembangan
profesionalisme guru masih memiliki cara pandang yang terlalu obyektifistik
dan bernuansa rasionalis ekonomis. Hal ini terindikasi munculnya beragam
terminologi yang digunakan dalam kebijakan dan program pengembangan
2
Sebagaimana Fullan katakan pentingnya transformasi realitas subyektif (the meaning of
educational change; 1982: 32-36) bukan sekedar realitas obyektif yang menerima hanya sebagian
3
UKG seharusnya dimaknai sebagai entry point transformasi minat baca dan budaya belajar
5
profesionalisme guru yang masih diwadahi dalam kata “pengembangan4
”
(nuansanya menjadikan guru obyek). Istilah “diklat PLPG”, “PPG”,
“pengembangan staf”, “pelatihan guru”, dan terminologi yang lebih
developmentalis “life long education” telah mencerminkan paradigma dasar
yang dipakai yang sedikit banyak dipengaruhi oleh ideologi para perumus
kebijakan.
LPTK (lembaga pencetak tenaga kependidikan) yang seharusnya
menjadi agen pembaharuan justeru terjebak mengikuti arus dalam
pendekatan proyek karena faktor finansial yang menjanjikan. Sudah saatnya
paradigma “pengembangan” digeser kedalam konsep “belajar” dan dari cara
pandang “atomistik” digeser ke dalam pandangan “holistik”.
1. Konsep “pengembangan” ke konsep “belajar”
Konsep belajar dalam bekerja (workplace learning) lebih cocok menjadi
paradgima dalam upaya pengembangan profesionalisme guru. LPTK bisa
mengadopsinya dalam payung embbeded program dengan melibatkan
mahasiswa calon guru selama 4 tahun mengikuti program berjalan selalu
dihadapkan dalam praktek pembelajaran nyata (bukan diredusir dalam
bentuk PPL-KKN). Ini membawa konsekwensi dari proses pembelajaran yang
menekankan pengembangan profesionalisme bersifat pasif (programatis)
menjadi belajar otentik dan aktif (real world interaction).
2. Perspektif “atomistik” ke ‘holistik”
Program peningkatan profesionalisme guru seringkali terpisah dari
faktor-faktor yang mempengaruhi belajar seorang guru atau maksimal
mempertimbangkan kombinasi dari faktor yang terkait saja. Belajar sangat
tergantung pada interaksi antara konteks, guru, antara sesama guru, dan
sumber-sumber belajar lain. Vygostky seorang kontruktivis sosial
menyatakan komunikasi dalam proses belajar dan kerjasama antara
instruktur dan siswa ataupun diantara pebelajar merupakan strategi
pembelajaran yang efektif (Moll, 1990: 79-80). Artinya dalam proses belajar
guru idealnya tidak hanya dijadikan obyek namun kesempatan berinteraksi
4
Pada artikel ini digunakan istilah pengembangan untuk sekedar menjelaskan
6
dalam konteksnya. Guru tidak hanya belajar know-what, know-why, know-
how namun juga know-who kepada siapapun yang memiliki pengalaman
empiris (tacit knowledge). Guru harus dipandang sebagai individu yang
memiliki “tacit knowledge” sebagai pengetahuan empiris yang sangat
berharga.
Era ekonomi pengetahuan sangat menghargai eksistensi tacit
knowledge. Reigeluth menyatakan dalam pengembangan teori-teori
pembelajaran bisa menjadi sumber informasi berharga (2009). Ann Webster
menyatakan diperlukan konsen pengembangan profesionalisme
berkelanjutan yang berangkat dari perspektif mempertimbangkan latar
sosio-kultur guru dalam konteks keseharian guru menjalankan profesi
disertai adanya kehadiran supervisi (2009: 714). Konsep klinik pembelajaran
bisa menjadi model pengembangan profesionalisme guru yang lebih
transformatif. Ide ini harus dipastikan berjalan pro-aktif dengan menghargai
tacit knowledge serta pengalaman guru (teachers empirical driven) bukan
lepas dari konteks (theoritical driven anch).
Pandangan dan kebijakan rasional ekonomis dalam peningkatan
profesionalisme guru sebagai sumber daya utama saat ini terlalu
deterministik dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Sifat kontrol
struktural masih dominan lebih baik digantikan dengan peningkatan
standarisasi dan spesifikasi keluaran daripada kontrol yang terpusat.
Hammond (1997:67) mengatakan solusi birokratis terhadap masalah-
masalah praktek profesionalisme akan selalu gagal karena praktek secara
inheren tidak tentu dan tidak bisa diprediksi. Barnet, (2000); Usher and
Edwards, (1994) bahkan menawarkan untuk menilai ketrampilan profesional
lebih kepada kualitatif dan bersifat empati. LPTK sebagai salah satu institusi
profesional pencetak guru harus membebaskan diri dari pandangan
rasionalis ekonomi karena akan mempengaruhi upaya peningkatan
profesionalisme. Hal yang perlu diwaspadai pendekatan rasionalis ekonomi
bisa menyeret idealisme pendidikan ke dalam bentuk-bentuk pragmatisme.
Fenomena terealisasikannya teori reproduksi Bowles dan Gintis yang
7
menyebutkan 2 fungsi kapitalisme bisa terjadi dalam sistem pendidikan kita.
Pendidikan hanya memenuhi pasar kerja sekaligus melestarikan kesadaran,
disposisi, dan nilai untuk menjaga hubungan sosial dan kelembagaan untuk
kepentingan keuntungan baik pengambil kebijakan maupun kekuatan di
belakangnya. Apabila hal ini membudaya secara mekanistis sistem ini akan
mampu mereproduksi dirinya sendiri secara mekanistis (Giroux, 1983: 87).
Pergeseran paradigma professional development (PD) menuju
professional learning (PL) dan akhirnya mencapai continuous authentic
professional learning (CAPL) harus meletakkan kesadaran dan letak
tanggungjawab pengembangan profesionalisme ada pada diri guru.
Profesionalisme guru perlu dikembangkan dengan menciptakan konteks
yang merangsang guru merencanakan belajar secara mandiri. Konsep
andragogy selama ini lebih banyak dipergunakan untuk pengembangan
profesionalisme dalam aspek mengajar (professional teaching). Hal ini perlu
dikaji karena dan sebaiknya lebih berkonsep heutagogy (self determined
learning) yang dikemukakan Stewart Hase yang menekankan belajar
bagaimana belajar (learn how to learn), proses yang tidak linear, double
loop, dan benar-benar diarahkan oleh dirinya sendiri. Andragogi masih
berfokus kepada cara terbaik bagaimana orang atau seorang profesional
belajar, hutagogi lebih mendorong aktualisasi ketrampilan belajarnya secara
mandiri, baik dalam konteks formal maupun non formal. Artinya istilah
pengembangan profesionalisme lebih ditekankan kepada profesional yang
belajar sehingga bukan semata tanggungjawab pemerintah namun porsi
terbesar adalah pada diri sang guru. Konsep ini bersifat adanya otonomi
pada guru karena selama ini guru di Indonesia menjadi komoditas agenda
politik, sama seperti yang terjadi di India (lihat Kumar, political agenda of
education)
Konsep pengembangan profesionalisme diri seorang guru perlu
ditransformasi menjadi berkelanjutan (continuous professional learning) dan
diletakkan dalam konsep belajar dalam bekerja (workplace learning). Hal ini
sejalan dengan suatu model pengembangan model belajar mandiri yang
8
dikemukakan Haris Mudjiman bersifat siklikal dalam menimbulkan motivasi
berkelanjutan (2010: 47-54). Disinilah letak tugas pemerintah dengan
lembaga penyelenggara peningkatan mutu guru untuk menjamin bahwa
guru mau mempertahankan motivasinya untuk terus belajar. Bekal
ketrampilan untuk belajar berkelanjutan inilah yang penting dilatihkan
kepada para calon guru dan para guru.
Profesionalisme harus dilihat terbentuk dari pengalaman holistik
(kombinasi dari berbagai faktor terkait) bukan sekedar dalam dimensi-
dimensi kompetensi yang sering dilihat secara diametrikal. Nampak
seringkali ada dikotomi antara berbagai kompetensi, padahal satu sama lain
saling mengisi dan mempengaruhi. Terkadang di dalamnya ada tacit
knowledge yang tidak bisa didekati melalui sistem instrumentasi yang
kurang bisa menggambarkan konteks secara holistik. Ada kekhawatiran
adanya kontrol secara struktural dengan instrumentasi kaku dalam sistem
pengembangan profesionalisme guru (pendekatan struktural) bisa
menyebabkan diskontinyu terhadap keberhasilan peningkatan mutu guru
mencapai self determined learning. Clandinnin dan Connely (1995)
menyatakan bahwa pengetahuan praktis seorang guru atau dosen itu
melibatkan personal, etik, intelektual dan dimensi sosial.
Perlu difahami juga bahwa seorang profesional konsep belajarnya
adalah; (1) seorang profesional belajar dari pengalaman terjadi secara
siklikal yang oleh Barbara Rogoff (1995) disebut microgenetic development
moment by moment (experiential learning cycle), (2) belajar dari tindakan
reflektif; disebut sebagai pusatnya praktek keprofesionalan karena melalui
aktifitas reflektif transformasi pengalaman menjadi aktifitas belajar, (3)
belajar dimediasi oleh konteks; belajar selalu terjadi dalam konteks bukan
sekedar fisik namun juga interaksi sosial dan konteks ini yang menurut
Boud dan Walker (1998; 196) dianggap satu yang paling berpengaruh
penting atas refleksi dan belajar.
9
Tawaran solusi; revitalisasi program peningkatan profesionalisme
guru
Satuan-satuan birokrasi diberikan otoritas untuk mengembangkan
program-program peningkatan profesionalisme guru transformatif seperti
inisiasi resensi buku, bedah buku, menciptakan jurnal kependidikan, lesson
study, dan aktifitas sejenis baik di tingkat sekolah maupun gugus, KKG
maupun MGMP. Apresiasi memadai diberikan baik kepada para guru,
pengawas maupun Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota yang berhasil
melakukan transformasi kultur akademik. Fungsi-fungsi pengawasan
berbasis instrumentatif yang justeru memandulkan kreatifitas guru dan tidak
lagi relevan bagi pengembangan profesionalisme guru sebaiknya dikurangi.
Aktifitas akademik yang dilakukan oleh para guru bisa diakui sebagai angka
kredit untuk kenaikan pangkat dan karir termasuk kepada para pengawas
apresiasi diberikan bagi karir pengawas yang bisa membangun kultur
akademik di wilayahnya. Guru-guru secara otonom diberikan kebebasan
untuk mengembangkan aktifitas akademik dan forum-forum ilmiah, serta
adanya dukungan revitalisasi minat baca para guru. Aksesbilitas terhadap
sumber belajar dan perpustakaan yang up to date difasilitasi pemerintah.
Pelayanan tenaga ahli kependidikan sebaiknya diberikan rujukan yang
jelas sebagai pijakan dalam penyelenggaraan pendidikan profesi guru agar
LPTK penyelenggara lebih fokus dan tidak mandul. Lembaga-lembaga
pencetak guru (LPTK) sendiri mengalami masalah kemandulan karena
Keppres No. 93/1999 mengamanatkan disatu sisi wajib menjalankan misi
kependidikan sebagai mandat utama dan disatu sisi mengajarkan ilmu lain.
Pasal 9 UUGD menyatakan kualifikasi diperoleh melalui program pendidikan
tinggi S1 atau D IV sementara pasal 11 ayat 2 menyatakan oleh perguruan
tinggi yang memiliki program tenaga kependidikan dan ditetapkan
pemerintah. Sisi lain LPTK juga mengalami godaan social glamour sehingga
menyatu kamarkan ilmu murni dan kependidikan dalam satu kamar.
Revitalisasi pengembangan profesionalisme guru harus dimulai sejak
awal dengan sistem perekrutan yang ketat dan dilakukan oleh LPTK yang
10
benar-benar mendapat mandatoris untuk mencetak guru profesional (tidak
menyatu kamarkan non kependidikan dan kependidikan, pasal 9 dan 11 ayat
2 UUGD perlu dikaji ulang). Rentang kendali upaya peningkatan mutu guru
semakin pendek yang dikatalis secara historis adanya program SD Center,
terdiferensiasi oleh kebijakan otonomi daerah (PP 65 tahun 19515
, UU no 5
tahun 19746
, UU nomor 22 tahun 19997
, UU nomor 32 tahun 20048
), dan
akhir-akhir ini program rintisan sekolah bertaraf internasional menjadikan
guru seolah komputer yang perlu di upgrade bahkan overclocking.
Program Indonesia mengajar yang digagas Anis Baswedan layak
menjadi model alternatif untuk mengatasi masalah disparitas kualitas dan
jumlah guru. Ide bisa dikembangkan sebelum mahasiswa masuk menjadi
calon guru sudah menandatangani kontrak untuk siap ditempatkan dimana
saja selama 5 tahun dan disertai dengan pengembangan karir yang jelas.
Diperkuat pendapat Dwight King Y pada sisi pengembangan karir untuk guru
pendidikan dasar dan sekolah menengah di Indonesia masih sangat terbatas
(1998: 88).
Tawaran solusi; revitalisasi untuk LPTK
Penting pendekatan baru dalam proses pembelajaran yang lebih
berpusat pada mahasiswa calon guru sehingga wawasan tentang prinsip-
prinsip belajar berpusat pada mahasiswa menjadi salah satu wawasan
profesionalisme dalam pendidikan dan latihan pengembangan
profesionalisme guru (in service training) meliputi;
1. Paradigma baru tentang metode pembelajaran menyangkut filosofi dan
keyakinan epistimologis yang mendasar tentang pengetahuan dan
bagaimana proses belajar. Sadar adanya sistem pendidikan selama ini
telah menyebabkan gaps antara perkembangan paradima baru
pembelajaran yang berpusat kepada mahasiswa calon guru. Keyakinan
5
tentang pelaksanaan penyerahan sebagian dari pada urusan pemerintah pusat dalam lapangan
pendidikan
6
tentang pokok-pokok pemerintahan daerah
7
tentang pemerintahan daerah
8
tentang pemerintahan daerah ada tumpang tindih kewenangan pusat dan daerah
11
apa yang dialami calon guru akan terproyeksi dan mempengaruhi
tindakan calon guru dalam pembelajaran nantinya
2. Pembelajaran memerlukan lingkungan pembelajaran lebih kondusif,
mahasiswa perlu didorong untuk menemukan, bereksperimen dan
kesempatan mengambil resiko. Metode pembelajaran bagi calon guru
harus bersifat transformati untuk membentuk kultur continuous
professional learning sejak awal.
3. Dosen LPTK bukan satu-satunya sumber belajar harus berperan sebagai
fasilitator dengan ide-ide baru dalam konteks nasional dan internasional.
4. Mahasiswa calon guru akan belajar lebih baik dalam komunitasnya,
dosen LPTK perlu mendorong dan merencanakan baik terjadinya kerja
kelompok.
5. Dosen sebaiknya memberikan pengalaman belajar terpadu dan
menggunakan team teaching.
6. Dosen perlu menciptakan pengalaman belajar yang sesuai dengan
pengalaman mahasiswa, dosen perlu dilatih menyusun rencana
pembelajaran otentik, terpadu, dan mahasiswa belajar aktif.
7. Mahasiswa dilibatkan secara mental dan fisik sehingga penting bagi calon
guru dilatih menyusun materi, merancang dan memilih strategi
pembelajaran serta penilaian.
8. Mahasiswa dilatih ketrampilan berpikir (membuat keputusan, refleksi,
membuat kesimpulan,dan pemecahan masalah) dan guru perlu dilatih
bagaimana mengembangkan ketrampilan berpikir.
Sementara dari sisi kebijakan Pemerintah Indonesia ada tiga hal yang
perlu dilakukan;
1. Mengembangkan perangkat fungsional dan struktural bagi satuan-satuan
organisasi yang konsen terhadap peningkatan profesionalisme guru
2. Menyediakan panduan program pendidikan dan pelatihan bagi guru pra
jabatan maupun guru dalam jabatan dalam paradigma professional
learning
12
3. Menciptakan mekanisme penjaminan mutu guru termasuk sistem
perijinan bagi guru maupun lembaga penyelenggara pendidikan guru
(tidak asal) seperti sekarang beramai-ramai membuka program
pendidikan untuk calon guru dan guru dalam jabatan9
.
Tawaran solusi kepada pemerintah; perlu kerangka kerja nasional
pengembangan profesionalisme guru
Kerangka nasional dilihat sebagai blue print (bukan sentralisasi) agar
beragam institusi dan departemen pendidikan dan kebudayaan bisa
berperan dengan mengembangkan aktifitas dalam kerangka mendukung
reformasi pendidikan. Berikut kerangka dasar pengembangan
profesionalisme guru yang ditawarkan:
a. Pendidikan guru pra jabatan (pre-service teacher training)
Konsentrasi pada pengembangan dua model pengganti program
pendidikan S1 ditambah PPG (pendidikan profesi guru);
1). Program 4 + 2 tahun calon guru memperoleh pendidikan sesuai
bidangnya (content) ditambah 2 tahun PPG terdiri dari satu tahun
pelatihan keguruan dan satu tahun praktek pembelajaran di kelas10
.
2). Program pendidikan sarjana 5 tahun sarjana kependidikan yang
dikembangkan identik program pendidikan DIV.
Persoalan mendasar adalah kualitas pendidikan dan tidak terletak
pada lamanya program pendidikan namun pada muatan materi dan
proses yang dipergunakan dalam program. Atas dasar ini ada baiknya
program pendidikan guru pra jabatan akan baik melalui melalui program
4 tahun disertai dengan praktek langsung selama 4 tahun pula
(embbeded). Terpenting seleski harus ketat dan lamanya pendidikan
harus diikuti insentif dan struktur penggajian yang menarik sehingga
9
Pengalaman sertifikasi banyak ditemukan sertifikat diklat asal-asalan dan ijazah dari PT yang
diragukan. Batasi LPTK, perkuat yang ada, dan lakukan kendali mutu pada input.
10
Di Australia Sarjana Muda (BA of Teaching/D III) diganti Sarjana Muda (4 tahun/D IV). D III + D1 bidang
pendidikan. Queensland + 2 th kependidikan, Melbourne D3+ 2 th Master of Teaching. Baca: Rod Chadbourne:
Teacher Education in Australia what difference does a new government makes?. Journal of education Teaching
March 1997, vol. 23 No. 1 pg 18.
13
diperoleh calon-calon guru yang bermutu. FKIP/FIP berpeluang untuk
mempelopori program ini
b. Perbaikan pendidikan guru dalam jabatan (inservice teacher
training)
Pendidikan bagi guru yang dilakukan mulai mengarah kepada
metode-metode pembelajaran yang baru dan berpusat pada peserta
didik, terutama difokuskan pada guru-guru pendidikan dasar. Atas dasar
ini Indonesia perlu memfokuskan perhatian program pendidikan guru
dalam jabatan pada;
a. Mengembangkan program latihan yang membantu guru mengadopsi
pembelajaran berpusat pada siswa dan pendekatan baru lainnya
dengan memperhatikan pengalaman empiris guru;
b. Mempertimbangkan pendekatan inovatif dalam implementasi program
misalnya memanfaatkan teknologi untuk pembelajaran jarak jauh dan
menggunakan ahli-ahli
Pemerintah perlu memiliki kerangka nasional pengembangan
profesionalisme guru sebagai panduan tenaga fungsional maupun
struktural dalam pelaksanaan tanggungjawabnya. Peninjauan kebijakan
payung terkait aspek yang direformasi dilakukan pemerintah sehingga
setiap satuan atau lembaga maupun departemen yang terlibat bisa
berperan maksimal dan mengartikulasikan diri dengan jelas
(debirokratisasi pendidikan). Mekanisme pengembangan staf dari satuan
yang terlibat dalam mengimplementasikan kebijakan berorientasi CAPL
harus dilakukan, termasuk kualitas para dosen sebagai pendidik para
calon guru. Skema insentif yang lebih komprehensif dilembagakan bukan
dilekatkan pada proyek sehingga ada keberlanjutan. Monitoring seluruh
program pendidikan dan latihan bagi guru pra jabatan dan dalam jabatan
terus dilakukan oleh Badan Lisensi Guru dengan mengacu standar
program internasional.
14
c. Kompetensi guru yang perlu dikembangkan
Pendekatan baru dalam belajar mengajar berbasis aktifitas siswa,
dengan tetap mengintegrasikan pendekatan lain menyesuaikan
karakteristik siswa dan karakteristik materi. Model belajar terdistribusi
harus bisa dilakukan oleh guru dengan luwes bergerak dalam suatu
kontinum dari berpusat guru-siswa, individu-kelompok, kompetisi-
kolaborasi, nasional-internasional, penemuan, dan sebagainya.
Kompetensi penting guru mampu menggunakan beragam strategi
pembelajaran untuk membantu dan memfasilitasi perbedaan individu,
efektif, mengambangkan aktifitas mental dan fisik, dan bukan sekedar
pembelajaran berpusat pada aktifitas siswa. Kebutuhan guru di
Indonesia dalam mengembangkan profesionalisme menyangkut;
pemahaman mengenai jenis-jenis pengetahuan dan pemilihan
strateginya, strategi pembelajaran yang baru, penilaian dan evaluasi,
pembelajaran terpadu, kompetensi bidang TIK, pembimbingan siswa,
dan penelitian tindakan kelas. Pada tataran penyelenggara pendidikan
guru materi pembelajaran masih banyak yang kadaluwarsa, termasuk
mode penyajian berbasis teknologi, dan desain pembelajaran yang lebih
menarik harus banyak diterapkan. Hal ini harus menjadi perhatian serius
pemerintah untuk direvisi dan diinjeksi dengan ide-ide baru misalnya
penyediaan literatur yang mendukung pendidikan jarak jauh.
Secara umum langkah pengembangan kompetensi esensial bagi
guru adalah; (1) kualifikasi dosen LPTK perlu di up grade, pendidikan
dan latihan guru harus memiliki tujuan, materi, dan proses jelas, (2)
penggalian nilai-nilai lokal (tacit knowledge) dianalisis dengan teori aktual
agar sinkron dan memiliki perspektif internasional, (3) mode
penyampaian berbasis ICT peningkatan dari aspek manajemen,
infrastruktur teknologi, pengelolaan konten, kualitas desain, dan produksi
bahan pembelajaran, (4) kompetensi dasar guru menjadi kriteria untuk
menilai dan mendaftar dalam program pengembangan profesionalisme
guru, (5) dukungan manajemen dan monitoring; para pengawas dan
15
dinas kependidikan perlu meninjau peran pengawasan lebih mengarah
pada implementasi pendekatan baru yang diterapkan guru, (6) kebijakan
pemerintah selama reformasi pendidikan sebaiknya terus kondusif dan
mendukung, (7) model-model penilaian dari penggunaan pendekatan
baru dalam pembelajaran perlu dilatihkan seperti penilaian sebaya,
penilaian diri, portofolio, dan refleksi jurnal. Guru perlu diberikan contoh
dan dibimbing dalam pelaksanaannya, (8) pengawas dan penilik juga
harus dilatih mengenai sistem penilaian dalam pendekatan baru, dan
tidak sekedar berorientasi administratif mempertahankan sistem
penilaian lama, (9) Guru perlu didukung sumber belajar yang memadai
dalam implementasi pembelajaran berpusat aktifitas siswa (desain
bahan-bahan pembelajaran) dan termasuk manajemennya.
d. Sistem penghargaan dan insentif bagi guru
Sistem penghargaan dan insentif bagi guru yang berpotensi
mendorong pengembangan profesionalisme guru adalah; (1)
Kepangkatan; Guru bisa meloncat jabatan dengan persetujuan kepala
sekolah dan pengawas dengan melakukan penelitian akademik dan
menulis makalah, (2) Promosi jabatan; dikonsentrasikan pada
kedisiplinan dan nilai moral serta kinerja pembelajaran di kelas.
Keberhasilan siswa jangan hanya berorientasi mencapai tujuan (skor tes)
karena mendorong dominasi drill and practice. Hapus UNAS karena
menyebabkan fiksasi standar proses. Promosi guru harus lebih tinggi di
banding pegawai di sektor lain seharusnya lebih banyak guru yang
dipromosikan (3) Gaji guru; gaji guru perlu memiliki standar yang layak
dan program sertifikasi hendaknya diberikan kepada guru sesuai
tingkatan profesionalisme jadi tidak disamaratakan (4) Bea siswa
pendidikan; Bea siswa pendidikan akan diberikan pada mahasiswa
calon guru dan guru dalam jabatan yang ingin melanjutkan studi untuk
difasilitasi (5) Jaminan pekerjaan mahasiswa calon guru;
mahasiswa calon guru diberikan jaminan pekerjaan, data terakhir lulusan
PGSD yang sekarang tidak banyak memperoleh pekerjaan sebagai guru.
16
Pemerintah merasa perlu merumuskan panduan siapa saja yang bisa
memperoleh pekerjaan sebagai guru (standar) dan adanya hubungan
dengan guru-guru daerah terpencil sehingga ketersediaan guru masih
bisa berlanjut untuk daerah terpencil. Wawancara tentang sikap dan
perspektif pembelajaran berbasis aktifitas siswa diusulkan menjadi
bagian seleksi (6) Insentif guru dalam masa jabatan; Untuk
menjamin kejelasan dan partisipasi penuh di dalam pengembangan
profesionalisme perlu dirancang kerangka hubungan antara kualifikasi
pendidikan dan kelanjutan profesionalismenya dengan penghargaan
tambahan dan pilihan promosi yang diinginkan. Guru bisa terlibat penuh
untuk mengembangkan diri selama masa jabatan secara terarah (7)
Insentif berbasis kinerja; Insentif berbasis kinerja tidak melekat pada
gaji karena menjadi persoalan pembiayaan, agar guru pra jabatan
maupun dalam jabatan bisa mengembangkan diri dan berinovasi. Bagi
guru pre service training bisa untuk menentukan peringkat gaji awal
sebagai guru, setelah mengikuti program pendidikan 4 tahun guru
diminta melakukan riset dan berinovasi sehingga mempercepat level gaji
misal setara pendidikan tambahan 2 tahun (PPG). Bagi guru in service
training terus melakukan pengembangan diri berkelanjutan dalam
konteks dunia kerjanya. Model ini nampak lebih sesuai dengan CAPL
yang diajukan Ann Webster pada pengantar saya di depan
e. Integrasi EMIS (Sistem Informasi Manajemen Pendidikan)
Perlu investasi untuk EMIS yang baik yang bisa menggambarkan
profile guru untuk prediksi dan perencanaan masa depan dimana database
seringkali masih kacau. Pemberian NUPTK bagi guru bisa terus
dikembangkan. EMIS juga harus melayani pengelolaan pengembangan
profesionalisme guru yang terdesentralisasi seperti laporan dan rencana
tindak lanjut bisa mudah dilacak melalui pangkalan data. Perlu ada pelatihan
terhadap orang yang terlibat dalam penggunaan EMIS seperti input data di
semua level (sekolah, daerah dan nasional). Untuk maksimalisasi EMIS perlu
diidentifikasi variabel-variabel non statistik rutin mengikuti kompleksitas
17
model fungsional yang mendukung kebijakan, pelatihan dan perencanaan
dikaitkan implikasi infrastruktur dan SDM.
Penutup
Abad sekarang guru harus menjadi seorang CAPL dan karenanya guru
harus dipersiapkan sejak awal sebagai suatu profesi dengan pengembangan
karir yang memadai. Pengelolaan tenaga kependidikan khususnya guru
sebaiknya dimulai sejak hulu dengan sistem perekrutan yang ketat. Pada sisi
LPTK segera mengubah paradigma pengembangan profesionalisme guru ke
arah CAPL dan memperbaiki sistem pendidikan dan latihan pra jabatan
maupun dalam jabatan. Pada masa pra jabatan guru sejak awal selama 4
tahun belajar disertai dengan praktek langsung dalam konteks pendidikan riil
bukan sekedar dalam bentuk KKN PPL. Reformasi pendidikan terutama
dalam pengembangan profesionalisme guru harus berorientasi CAPL
transformatif (self determined learning) yang menghargai tacit knowledge.
Wawasan profesionalisme guru perlu meletakkan pengertian profesinalisme
sebagai kemauan belajar berkelanjutan atau CAPL (meminjam istilah Ann
Webster). Secara ideologi sepakat dengan Laura Sarvage (2009) yang
menyatakan perilaku untuk mengelola keprofesionalan guru yaitu membantu
bagaimana guru membentuk identitas keprofesionalannya sendiri.
Sumber bacaan
Adams, Kathryn Betts; Matto, Holly c; Lecroy, Craig Winston (2009).
Limitations of evidence-based practice for social work
education: unpacking. Journal of Social Work Education; Spring
2009; 45, 2; ProQuest Sociology pg. 165
Chadbourne, Rod (1997). Teacher Education in Australia what
difference does a new government makes?. Journal of education
Teaching March 1997, vol. 23 No. 1 pg 18.
Fullan, Michael G. & Stiegelbauer, Suzanne (1991). The new meaning of
educational change.(2nd). New York: teachers college press.
18
Giroux, Henry A. (1983). Theory and Resistance in Education. A
Pedagody for the Opposition. Massaschusetts: Bergin and Garvey
Publishers Inc.
Indonesia-UNESCO (2008, 2011) country programming document.
King, Dwight Y (1998). Reforming basic education and the struggle
for decentralized educational administration in Indonesia.
Journal of Political and Military Sociology; Summer 1998; 26, 1;
ProQuest pg. 83
Kumar, Krisna (2005). Political Agenda of Education. A Study of
Colonialist and Nationalist Idea (2ed
). New Delhi: Sage Publication
Leekpai, Chuan Presidents & Prime Ministers (2000). “Reforming
Thailand's whole Education System”; Nov/Dec 2000; 9, 6;
ProQuest Research Library pg. 35
Moll, Luis C. (1990). Vygotsky and Education. Instructional
implications of Sociohistorical Psychology. Cambridge University
Press: New York
Morrison, Kristan (2009). “Education Innovation in Thailand: A Case
Study”. International Education; Spring 2009; 38, 2; ProQuest
Research Library pg. 29
Mynt Mynt San (1999). Japanese beggining teacher’s perception of
their preparation and professional development. Journal of
Education for Teaching. April 1999, 25, 1 pg 17
Mudjiman, Haris (2011). Belajar mandiri. Pembekalan dan penerapan.
Cetakan 1. UNS Press dan LPPS UNS: Surakarta..
Peraturan Rektor Universitas Sebelas Maret nomor : 86/h27/PP/2010
tentang Sistem Pengembangan Profesionalisme Dosen
Universitas Sebelas Maret
Reigeluth (2009). Instructional-Design Theories and Models,
Volume III. Building a Common Knowledge Base. Routledge
Sarvage, Laura (2009). Who is the “Professional” in a Professional
Learning Community? An Exploration of Teacher
Professionalism in Collaborative Professional Development
Settings. Canadian Journal Of Education 32, 1 (2009): 149-171
19
Tasker, Rodney (1990) .
“Thailand: Must Try Harder - Education Policy
May Stall Economic Boom”. Far Eastern Economic Review; Mar 8,
1990; 147, 10; ProQuest Research Library. pg. 28
The Thailand Education Reform Project (2002). “Teacher Development
For Quality Learning”. Brisbane: Office Commercial Service
Queensland University of Technology
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru
dan dosen.
20

More Related Content

What's hot

Pentingnya supervisi pendidikan sebagai upaya peningkatan profesionalisme
Pentingnya supervisi pendidikan sebagai upaya peningkatan profesionalismePentingnya supervisi pendidikan sebagai upaya peningkatan profesionalisme
Pentingnya supervisi pendidikan sebagai upaya peningkatan profesionalisme
soeh20
 
Pengertian metodologi studi islam
Pengertian metodologi studi islamPengertian metodologi studi islam
Pengertian metodologi studi islam
Edwarn Abazel
 
Konsep Dasar dan Pengertian Profesi, Profesional, Profesionalisasi, Profesion...
Konsep Dasar dan Pengertian Profesi, Profesional, Profesionalisasi, Profesion...Konsep Dasar dan Pengertian Profesi, Profesional, Profesionalisasi, Profesion...
Konsep Dasar dan Pengertian Profesi, Profesional, Profesionalisasi, Profesion...
Mu'tiah Silmi
 
Obyek material dan obyek formal ilmu pengetahuan
Obyek material dan obyek formal ilmu pengetahuanObyek material dan obyek formal ilmu pengetahuan
Obyek material dan obyek formal ilmu pengetahuan
Operator Warnet Vast Raha
 
Pengembangan Materi Ajar
Pengembangan Materi AjarPengembangan Materi Ajar
Pengembangan Materi Ajar
Marliena An
 
Analisis pelaksanaan kode etik guru indonesia
Analisis pelaksanaan kode etik guru indonesiaAnalisis pelaksanaan kode etik guru indonesia
Analisis pelaksanaan kode etik guru indonesia
candrajelek
 

What's hot (20)

Pentingnya supervisi pendidikan sebagai upaya peningkatan profesionalisme
Pentingnya supervisi pendidikan sebagai upaya peningkatan profesionalismePentingnya supervisi pendidikan sebagai upaya peningkatan profesionalisme
Pentingnya supervisi pendidikan sebagai upaya peningkatan profesionalisme
 
Ppt sejarah sastra
Ppt sejarah sastraPpt sejarah sastra
Ppt sejarah sastra
 
Pengertian metodologi studi islam
Pengertian metodologi studi islamPengertian metodologi studi islam
Pengertian metodologi studi islam
 
Konsep Dasar dan Pengertian Profesi, Profesional, Profesionalisasi, Profesion...
Konsep Dasar dan Pengertian Profesi, Profesional, Profesionalisasi, Profesion...Konsep Dasar dan Pengertian Profesi, Profesional, Profesionalisasi, Profesion...
Konsep Dasar dan Pengertian Profesi, Profesional, Profesionalisasi, Profesion...
 
Obyek material dan obyek formal ilmu pengetahuan
Obyek material dan obyek formal ilmu pengetahuanObyek material dan obyek formal ilmu pengetahuan
Obyek material dan obyek formal ilmu pengetahuan
 
Mini Riset: Pembelajaran Sebagai Sarana Mencapai Tujuan Manajemen Pendidikan
Mini Riset: Pembelajaran Sebagai Sarana Mencapai Tujuan Manajemen PendidikanMini Riset: Pembelajaran Sebagai Sarana Mencapai Tujuan Manajemen Pendidikan
Mini Riset: Pembelajaran Sebagai Sarana Mencapai Tujuan Manajemen Pendidikan
 
Pengembangan Materi Ajar
Pengembangan Materi AjarPengembangan Materi Ajar
Pengembangan Materi Ajar
 
Presentation progresivisme
Presentation progresivisme Presentation progresivisme
Presentation progresivisme
 
Konsep sosio-antropologi pendidikan
Konsep sosio-antropologi pendidikan Konsep sosio-antropologi pendidikan
Konsep sosio-antropologi pendidikan
 
kajian stilistika
kajian stilistika kajian stilistika
kajian stilistika
 
Analisis pelaksanaan kode etik guru indonesia
Analisis pelaksanaan kode etik guru indonesiaAnalisis pelaksanaan kode etik guru indonesia
Analisis pelaksanaan kode etik guru indonesia
 
Akhlak
AkhlakAkhlak
Akhlak
 
Pendekatan pengembangan kurikulum
Pendekatan pengembangan kurikulumPendekatan pengembangan kurikulum
Pendekatan pengembangan kurikulum
 
Resume pengembangan profesi guru
Resume pengembangan profesi guruResume pengembangan profesi guru
Resume pengembangan profesi guru
 
Makalah tentang kasta di bali
Makalah tentang kasta di baliMakalah tentang kasta di bali
Makalah tentang kasta di bali
 
Makalah model-pembelajaran
Makalah model-pembelajaranMakalah model-pembelajaran
Makalah model-pembelajaran
 
TINDAK TUTUR DAN PERISTIWA TUTUR
TINDAK TUTUR DAN PERISTIWA TUTURTINDAK TUTUR DAN PERISTIWA TUTUR
TINDAK TUTUR DAN PERISTIWA TUTUR
 
Pengembangan kurikulum powerpoint
Pengembangan kurikulum powerpointPengembangan kurikulum powerpoint
Pengembangan kurikulum powerpoint
 
Makalah kapita selekta profesionalisme dalam pendidikan islam
Makalah kapita selekta profesionalisme dalam pendidikan islamMakalah kapita selekta profesionalisme dalam pendidikan islam
Makalah kapita selekta profesionalisme dalam pendidikan islam
 
Makalah kode etik guru
Makalah kode etik guruMakalah kode etik guru
Makalah kode etik guru
 

Similar to Reorientasi paradigma kebijakan pengembangan profesionalisme guru

http://www.slideshare.net/rika
http://www.slideshare.net/rikahttp://www.slideshare.net/rika
http://www.slideshare.net/rika
Rika
 
Resensi Buku
Resensi BukuResensi Buku
Resensi Buku
Rika
 
Bab 13 laporan akhir profesionalisme guru edited 30 april 2
Bab 13 laporan akhir profesionalisme guru edited 30 april 2Bab 13 laporan akhir profesionalisme guru edited 30 april 2
Bab 13 laporan akhir profesionalisme guru edited 30 april 2
sue ellen
 
22520544_Khisan Dian Pratama_PPT BAB 7.pptx
22520544_Khisan Dian Pratama_PPT BAB 7.pptx22520544_Khisan Dian Pratama_PPT BAB 7.pptx
22520544_Khisan Dian Pratama_PPT BAB 7.pptx
pratamakhisan
 
MAKALAH PROFESI KEGURUAN
MAKALAH PROFESI KEGURUAN MAKALAH PROFESI KEGURUAN
MAKALAH PROFESI KEGURUAN
Cescashinta
 
Artikel Keguruan
Artikel KeguruanArtikel Keguruan
Artikel Keguruan
arsyad20
 
Dimensi dimensi teoretis
Dimensi dimensi teoretisDimensi dimensi teoretis
Dimensi dimensi teoretis
wiryana
 
Peningkatan kompetensi guru
Peningkatan kompetensi guruPeningkatan kompetensi guru
Peningkatan kompetensi guru
Anny Rohyani
 
inovasi pendidikan dalam pembelajaran ips berbasis portofolio
inovasi pendidikan dalam pembelajaran ips berbasis portofolioinovasi pendidikan dalam pembelajaran ips berbasis portofolio
inovasi pendidikan dalam pembelajaran ips berbasis portofolio
harjunode
 
Resensi artikel jurnal riska damayanti
Resensi artikel jurnal riska damayantiResensi artikel jurnal riska damayanti
Resensi artikel jurnal riska damayanti
PamilaNovitasari
 

Similar to Reorientasi paradigma kebijakan pengembangan profesionalisme guru (20)

Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) sebagai pencetak calon guru pro...
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) sebagai pencetak calon guru pro...Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) sebagai pencetak calon guru pro...
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) sebagai pencetak calon guru pro...
 
http://www.slideshare.net/rika
http://www.slideshare.net/rikahttp://www.slideshare.net/rika
http://www.slideshare.net/rika
 
Resensi Buku
Resensi BukuResensi Buku
Resensi Buku
 
Bab 13 laporan akhir profesionalisme guru edited 30 april 2
Bab 13 laporan akhir profesionalisme guru edited 30 april 2Bab 13 laporan akhir profesionalisme guru edited 30 april 2
Bab 13 laporan akhir profesionalisme guru edited 30 april 2
 
22520544_Khisan Dian Pratama_PPT BAB 7.pptx
22520544_Khisan Dian Pratama_PPT BAB 7.pptx22520544_Khisan Dian Pratama_PPT BAB 7.pptx
22520544_Khisan Dian Pratama_PPT BAB 7.pptx
 
MAKALAH PROFESI KEGURUAN
MAKALAH PROFESI KEGURUAN MAKALAH PROFESI KEGURUAN
MAKALAH PROFESI KEGURUAN
 
Artikel Keguruan
Artikel KeguruanArtikel Keguruan
Artikel Keguruan
 
K O N S E P D A S A R T C
K O N S E P  D A S A R  T CK O N S E P  D A S A R  T C
K O N S E P D A S A R T C
 
K O N S E P D A S A R T C
K O N S E P  D A S A R  T CK O N S E P  D A S A R  T C
K O N S E P D A S A R T C
 
Dimensi dimensi teoretis
Dimensi dimensi teoretisDimensi dimensi teoretis
Dimensi dimensi teoretis
 
Peningkatan kompetensi guru
Peningkatan kompetensi guruPeningkatan kompetensi guru
Peningkatan kompetensi guru
 
inovasi pendidikan dalam pembelajaran ips berbasis portofolio
inovasi pendidikan dalam pembelajaran ips berbasis portofolioinovasi pendidikan dalam pembelajaran ips berbasis portofolio
inovasi pendidikan dalam pembelajaran ips berbasis portofolio
 
Cara Untuk Meningkatkan Profesionalisme Guru.docx
Cara Untuk Meningkatkan Profesionalisme Guru.docxCara Untuk Meningkatkan Profesionalisme Guru.docx
Cara Untuk Meningkatkan Profesionalisme Guru.docx
 
Sumber daya manusia
Sumber daya manusiaSumber daya manusia
Sumber daya manusia
 
Pkb one sm
Pkb one smPkb one sm
Pkb one sm
 
Perubahan kurikulum
Perubahan kurikulumPerubahan kurikulum
Perubahan kurikulum
 
Manajemen pendidikan-islam deden makbuloh-jumroh
Manajemen pendidikan-islam deden makbuloh-jumrohManajemen pendidikan-islam deden makbuloh-jumroh
Manajemen pendidikan-islam deden makbuloh-jumroh
 
REVITALISASI_PENGEMBANGAN_KURIKULUM.doc
REVITALISASI_PENGEMBANGAN_KURIKULUM.docREVITALISASI_PENGEMBANGAN_KURIKULUM.doc
REVITALISASI_PENGEMBANGAN_KURIKULUM.doc
 
Resensi artikel jurnal riska damayanti
Resensi artikel jurnal riska damayantiResensi artikel jurnal riska damayanti
Resensi artikel jurnal riska damayanti
 
3. tahap amalan guru pendidikan jasmani sekolah
3. tahap amalan guru pendidikan jasmani sekolah3. tahap amalan guru pendidikan jasmani sekolah
3. tahap amalan guru pendidikan jasmani sekolah
 

Recently uploaded

mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdfmengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
saptari3
 
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
JuliBriana2
 

Recently uploaded (20)

Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
 
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
 
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxPPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASMATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
 
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdfModul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
 
algoritma dan pemrograman komputer, tugas kelas 10
algoritma dan pemrograman komputer, tugas kelas 10algoritma dan pemrograman komputer, tugas kelas 10
algoritma dan pemrograman komputer, tugas kelas 10
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
Lingkungan bawah airLingkungan bawah air.ppt
Lingkungan bawah airLingkungan bawah air.pptLingkungan bawah airLingkungan bawah air.ppt
Lingkungan bawah airLingkungan bawah air.ppt
 
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdfmengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
 
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
 
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.ppt
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.pptStoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.ppt
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.ppt
 

Reorientasi paradigma kebijakan pengembangan profesionalisme guru

  • 1. 1 RE-ORIENTASI PARADIGMA KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU DI INDONESIA (Meaningfull Educational Change Agenda for Indonesia) Pujiriyanto1 Abstrak Persoalan kualitas guru dan pengelolaan layanan tenaga ahli kependidikan di Indonesia masih menjadi persoalan besar. Program sertifikasi yang dilaksanakan dengan beragam bentuk tetap menyisakan banyak persoalan. Sertifikasi seolah hanya menjadi program tambal sulam yang menangani hilir, sementara masalah hulu tidak pernah digarap dengan serius. Rujukan dasar bagi pengembangan profesionalisme guru juga tidak jelas sehingga banyak LPTK menjadi mandul. Paradigma pengembangan profesionalisme masih mengacu dengan pendekatan proyek dan program-program pragmatis yang kurang menghargai pengalaman empiris guru (tacit knowledge). Diperlukan reorientasi paradigma dengan memahami konsep belajar seorang profesional dan merevitalisasi pengembangan profesionalisme guru ke arah pengembangan continuous authentic professional learning (CAPL). Diperlukan pula dukungan kebijakan dan apresiasi akademik kepada guru dan mengurangi dominasi kontrol struktural-administratif. Lembaga penyelenggara (LPTK) memerlukan penguatan kapasitas lembaga, menempatkan guru sebagai subyek belajar (center of learning), dan perbaikan program-program pendidikan guru pra jabatan dan dalam jabatan dengan sistem perekrutan yang ketat sejak awal. Kata kunci: belajar, profesionalisme guru, profesional, revitalisasi LPTK, CAPL, transformasi kultur Pendahuluan Kelulusan sertifikasi tahun 2011 menurun tajam, hanya 55 % dari 300.000 peserta secara nasional dibandingkan tahun 2007 sebesar 91,43 %, tahun 2008 88,89 %, tahun 2009 sebesar 95,99 % dan tahun 2010 mencapai 95,55 %. Menurut Ahmad Zainal Fanani S.Pd. M.A penurunan disebabkan beberapa faktor seperti pendataan kurang akurat, kesulitan memenuhi persyaratan dan kuota tidak terpenuhi (Kedaulatan Rakyat, 16/11/2011 hal. 10). Sertifikasi telah diabsahkan linear sebagai jalan utama menuju peningkatan kualitas mutu pendidikan. Kenyataannya kebijakan sertifikasi hanya menjadi mesin harapan yang bertenaga kurang terbukti 1 Dosen jurusan KTP FIP UNY
  • 2. 2 absennya pembelajaran berkualitas yang diharapkan dan kinerja guru yang tidak menunjukkan peningkatan signifikan. Tindaklanjut evaluasi sekedar menghasilkan metamorfosis program yang nuansanya sama mulai dari portofolio sampai dengan model diklat PLPG dan akhirnya PPG yang juga belum mentransformasi mental dan kinerja guru. Terakhir sempat muncul fenomena keengganan guru untuk mengikuti sertifikasi model PPG karena biaya dan uji kompetensi awal (bisa menjadi peluang KKN) juga diragukan mampu mendiagnosa kebutuhan pengembangan kompetensi riil guru. Hal ini bermasalah bagi para guru yang masih harus berjuang memenuhi kebutuhan dasar sehingga aksesibilitas berpihak pada guru yang mampu bukan pada guru yang potensial sementara sistem evaluasi PPG tidak bisa menjangkau wilayah diagnostik yang holistik (Uji Kompetensi Guru dominan pada aspek kognitif). Selain anggaran masalah dukungan dan kemampuan pemerintah untuk melayani tenaga kependidikan yang berpopulasi besar dan heterogen dalam tekanan eskalasi politik kuat cenderung menjebak kebijakan program pengembangan profesionalisme guru menjadi pragmatis dan tidak transformatif. Sampai saat ini kebijakan mendasar bagi pengembangan program profesionalisme belum jelas, sementara kebijakan yang ada berjalan tidak tepat dan konsisten. Kebijakan pengembangan profesionalisme guru diukur dengan standar tertentu yang ditetapkan sepihak sekedar sebagai alat kontrol atas kinerja guru. Pemerintah merasa cukup berlega apabila secara administratif para guru telah memenuhi kriteria yang diinstruksikan. Sekolah yang berhasil adalah yang tertib administratif dan mampu mengusung pencapaian nilai UAN dengan baik. Pembelajaran sebagai interaksi unik (ideosyncratic respons) antara guru dan siswa seolah menjadi kotak masif sangat rahasia (black box) yang tidak menjadi fokus diagnosa untuk tindak lanjut peningkatan profesionalisme guru. Pertemuan-pertemuan pada tingkat gugus atau MGMP masih didominasi sebagai penerusan informasi kebijakan dari atas bukan sebagai aktifitas profesional akademik bahkan bisa bermetamorfosis seperti lembaga
  • 3. 3 bimbingan dengan kegiatan latihan soal uji kompetensi. Praktek pengembangan profesionalisme dengan pendekatan program dan proyek tidak meletakkan guru sebagai subyek belajar yang aktif tidak mampu merubah etos belajar mandiri pada diri guru. Konsep profesionalisme sebagian besar dirumuskan lepas dari konteks dimana para guru tersebut menjalankan profesinya secara holistik. Paradigma pengembangan profesionalisme guru seharusnya dilandasi oleh pemahaman bagaimana proses belajar seorang profesional. Empat dimensi kompetensi guru yang dirumuskan dalam UUGD no 14. tahun 2005 cenderung terfragmentasi dari konteks dan basis pengalaman holistik sehingga masih berkutat pada istilah “pengembangan” yang dipersempit pada aktifitas pengembangan kemampuan mengajar (professional teaching). Pengembangan profesionalisme guru memerlukan pembenahan kebijakan dalam dua kondisi, yaitu; 1). Pembenahan dan efisiensi program pengembangan profesionalisme guru, 2). Peningkatan kemampuan lembaga pendukung seperti LPTK melalui regulasi yang bisa menjadi rujukan dasar dan tepat dalam peningkatan profesionalisme guru maupun calon guru. Dua kondisi ini memerlukan perubahan paradigma kebijakan didasari atas konsep belajar seorang profesional yang menghargai pengalaman-pengalaman empiris guru yang potensial mendukung pengembangan etos belajar. Tidak mengherankan yang terjadi selama ini karena meninggalkan konteks dimana para guru menjalankan profesinya maka selepas program dijalankan tidak memberikan dampak transformatif terhadap budaya dan etos belajar. Kebijakan dan program-program justru menyebabkan terjadinya in-efisiensi pengetahuan (knowledge deficient) karena tidak mampu menghasilkan guru sebagai produsen pengetahuan (knowledge possesing provider). Kondisi ini mendorong adanya program tambal sulam yang tidak efisien, sistem pengembangan profesionalisme yang direktif, dan bekerja dalam discharge mode tergantung dana. Guru dianggap kontainer pengetahuan yang dipatok menggunakan standar tertentu untuk dipenuhi dengan pengetahuan dan ketrampilan baru. Pengembangan profesionalisme
  • 4. 4 lepas konteks dan tidak bekelanjutan secara mandiri (Continuous Authentic Professional Learning/CAPL). Konsep belajar seorang profesional Revitalisasi kebijakan pengembangan profesionalisme guru dan pembinaan ketenagakerjaan di bidang pendidikan memerlukan nilai transformasi kultural2 berangkat dari empati dan situasi riil dimana para guru menjalankan profesi. Profesionalisme guru adalah persoalan kultural yang tidak bisa diselesaikan melalui kebijakan dan implementasi program- program pragmatis, populis, dan sarat muatan politis. Kebijakan program sertifikasi selama ini terbukti tidak memberikan kecukupan informasi holistik dan diagnostik sosok utuh kompetensi seorang guru. Banyak kebijakan dan program pengembangan profesionalisme yang hanya bermetamorfosis namun selalu mendorong kebiasaan lama melalui program tambal sulam yang justeru merusak integritas dan kredibilitas identitas profesionalisme itu sendiri. Contoh pemerintah tidak mempersiapkan mekanisme untuk memonitor dan menjaga agar guru yang sudah lulus termotivasi untuk mengembangkan kemampuan dan etos belajar secara mandiri3 . Pengembangan profesionalisme guru selama ini tidak merujuk informasi diagnostik yang bersumber dari konteks pembelajaran riil yang sebenarnya bisa menjadi dasar integratif bagi strategi pengembangan motivasi belajar berkelanjutan. Seorang profesional proses belajarnya terjadi dalam konteks dengan memanfaatkan pengalaman. Guru sebagai seorang profesional memiliki cara pandang, konteks lingkungan bekerja, dan pengalaman yang harus dilihat secara holistik. Secara epistimologis para perancang program dan pengambil kebijakan pengembangan profesionalisme guru masih memiliki cara pandang yang terlalu obyektifistik dan bernuansa rasionalis ekonomis. Hal ini terindikasi munculnya beragam terminologi yang digunakan dalam kebijakan dan program pengembangan 2 Sebagaimana Fullan katakan pentingnya transformasi realitas subyektif (the meaning of educational change; 1982: 32-36) bukan sekedar realitas obyektif yang menerima hanya sebagian 3 UKG seharusnya dimaknai sebagai entry point transformasi minat baca dan budaya belajar
  • 5. 5 profesionalisme guru yang masih diwadahi dalam kata “pengembangan4 ” (nuansanya menjadikan guru obyek). Istilah “diklat PLPG”, “PPG”, “pengembangan staf”, “pelatihan guru”, dan terminologi yang lebih developmentalis “life long education” telah mencerminkan paradigma dasar yang dipakai yang sedikit banyak dipengaruhi oleh ideologi para perumus kebijakan. LPTK (lembaga pencetak tenaga kependidikan) yang seharusnya menjadi agen pembaharuan justeru terjebak mengikuti arus dalam pendekatan proyek karena faktor finansial yang menjanjikan. Sudah saatnya paradigma “pengembangan” digeser kedalam konsep “belajar” dan dari cara pandang “atomistik” digeser ke dalam pandangan “holistik”. 1. Konsep “pengembangan” ke konsep “belajar” Konsep belajar dalam bekerja (workplace learning) lebih cocok menjadi paradgima dalam upaya pengembangan profesionalisme guru. LPTK bisa mengadopsinya dalam payung embbeded program dengan melibatkan mahasiswa calon guru selama 4 tahun mengikuti program berjalan selalu dihadapkan dalam praktek pembelajaran nyata (bukan diredusir dalam bentuk PPL-KKN). Ini membawa konsekwensi dari proses pembelajaran yang menekankan pengembangan profesionalisme bersifat pasif (programatis) menjadi belajar otentik dan aktif (real world interaction). 2. Perspektif “atomistik” ke ‘holistik” Program peningkatan profesionalisme guru seringkali terpisah dari faktor-faktor yang mempengaruhi belajar seorang guru atau maksimal mempertimbangkan kombinasi dari faktor yang terkait saja. Belajar sangat tergantung pada interaksi antara konteks, guru, antara sesama guru, dan sumber-sumber belajar lain. Vygostky seorang kontruktivis sosial menyatakan komunikasi dalam proses belajar dan kerjasama antara instruktur dan siswa ataupun diantara pebelajar merupakan strategi pembelajaran yang efektif (Moll, 1990: 79-80). Artinya dalam proses belajar guru idealnya tidak hanya dijadikan obyek namun kesempatan berinteraksi 4 Pada artikel ini digunakan istilah pengembangan untuk sekedar menjelaskan
  • 6. 6 dalam konteksnya. Guru tidak hanya belajar know-what, know-why, know- how namun juga know-who kepada siapapun yang memiliki pengalaman empiris (tacit knowledge). Guru harus dipandang sebagai individu yang memiliki “tacit knowledge” sebagai pengetahuan empiris yang sangat berharga. Era ekonomi pengetahuan sangat menghargai eksistensi tacit knowledge. Reigeluth menyatakan dalam pengembangan teori-teori pembelajaran bisa menjadi sumber informasi berharga (2009). Ann Webster menyatakan diperlukan konsen pengembangan profesionalisme berkelanjutan yang berangkat dari perspektif mempertimbangkan latar sosio-kultur guru dalam konteks keseharian guru menjalankan profesi disertai adanya kehadiran supervisi (2009: 714). Konsep klinik pembelajaran bisa menjadi model pengembangan profesionalisme guru yang lebih transformatif. Ide ini harus dipastikan berjalan pro-aktif dengan menghargai tacit knowledge serta pengalaman guru (teachers empirical driven) bukan lepas dari konteks (theoritical driven anch). Pandangan dan kebijakan rasional ekonomis dalam peningkatan profesionalisme guru sebagai sumber daya utama saat ini terlalu deterministik dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Sifat kontrol struktural masih dominan lebih baik digantikan dengan peningkatan standarisasi dan spesifikasi keluaran daripada kontrol yang terpusat. Hammond (1997:67) mengatakan solusi birokratis terhadap masalah- masalah praktek profesionalisme akan selalu gagal karena praktek secara inheren tidak tentu dan tidak bisa diprediksi. Barnet, (2000); Usher and Edwards, (1994) bahkan menawarkan untuk menilai ketrampilan profesional lebih kepada kualitatif dan bersifat empati. LPTK sebagai salah satu institusi profesional pencetak guru harus membebaskan diri dari pandangan rasionalis ekonomi karena akan mempengaruhi upaya peningkatan profesionalisme. Hal yang perlu diwaspadai pendekatan rasionalis ekonomi bisa menyeret idealisme pendidikan ke dalam bentuk-bentuk pragmatisme. Fenomena terealisasikannya teori reproduksi Bowles dan Gintis yang
  • 7. 7 menyebutkan 2 fungsi kapitalisme bisa terjadi dalam sistem pendidikan kita. Pendidikan hanya memenuhi pasar kerja sekaligus melestarikan kesadaran, disposisi, dan nilai untuk menjaga hubungan sosial dan kelembagaan untuk kepentingan keuntungan baik pengambil kebijakan maupun kekuatan di belakangnya. Apabila hal ini membudaya secara mekanistis sistem ini akan mampu mereproduksi dirinya sendiri secara mekanistis (Giroux, 1983: 87). Pergeseran paradigma professional development (PD) menuju professional learning (PL) dan akhirnya mencapai continuous authentic professional learning (CAPL) harus meletakkan kesadaran dan letak tanggungjawab pengembangan profesionalisme ada pada diri guru. Profesionalisme guru perlu dikembangkan dengan menciptakan konteks yang merangsang guru merencanakan belajar secara mandiri. Konsep andragogy selama ini lebih banyak dipergunakan untuk pengembangan profesionalisme dalam aspek mengajar (professional teaching). Hal ini perlu dikaji karena dan sebaiknya lebih berkonsep heutagogy (self determined learning) yang dikemukakan Stewart Hase yang menekankan belajar bagaimana belajar (learn how to learn), proses yang tidak linear, double loop, dan benar-benar diarahkan oleh dirinya sendiri. Andragogi masih berfokus kepada cara terbaik bagaimana orang atau seorang profesional belajar, hutagogi lebih mendorong aktualisasi ketrampilan belajarnya secara mandiri, baik dalam konteks formal maupun non formal. Artinya istilah pengembangan profesionalisme lebih ditekankan kepada profesional yang belajar sehingga bukan semata tanggungjawab pemerintah namun porsi terbesar adalah pada diri sang guru. Konsep ini bersifat adanya otonomi pada guru karena selama ini guru di Indonesia menjadi komoditas agenda politik, sama seperti yang terjadi di India (lihat Kumar, political agenda of education) Konsep pengembangan profesionalisme diri seorang guru perlu ditransformasi menjadi berkelanjutan (continuous professional learning) dan diletakkan dalam konsep belajar dalam bekerja (workplace learning). Hal ini sejalan dengan suatu model pengembangan model belajar mandiri yang
  • 8. 8 dikemukakan Haris Mudjiman bersifat siklikal dalam menimbulkan motivasi berkelanjutan (2010: 47-54). Disinilah letak tugas pemerintah dengan lembaga penyelenggara peningkatan mutu guru untuk menjamin bahwa guru mau mempertahankan motivasinya untuk terus belajar. Bekal ketrampilan untuk belajar berkelanjutan inilah yang penting dilatihkan kepada para calon guru dan para guru. Profesionalisme harus dilihat terbentuk dari pengalaman holistik (kombinasi dari berbagai faktor terkait) bukan sekedar dalam dimensi- dimensi kompetensi yang sering dilihat secara diametrikal. Nampak seringkali ada dikotomi antara berbagai kompetensi, padahal satu sama lain saling mengisi dan mempengaruhi. Terkadang di dalamnya ada tacit knowledge yang tidak bisa didekati melalui sistem instrumentasi yang kurang bisa menggambarkan konteks secara holistik. Ada kekhawatiran adanya kontrol secara struktural dengan instrumentasi kaku dalam sistem pengembangan profesionalisme guru (pendekatan struktural) bisa menyebabkan diskontinyu terhadap keberhasilan peningkatan mutu guru mencapai self determined learning. Clandinnin dan Connely (1995) menyatakan bahwa pengetahuan praktis seorang guru atau dosen itu melibatkan personal, etik, intelektual dan dimensi sosial. Perlu difahami juga bahwa seorang profesional konsep belajarnya adalah; (1) seorang profesional belajar dari pengalaman terjadi secara siklikal yang oleh Barbara Rogoff (1995) disebut microgenetic development moment by moment (experiential learning cycle), (2) belajar dari tindakan reflektif; disebut sebagai pusatnya praktek keprofesionalan karena melalui aktifitas reflektif transformasi pengalaman menjadi aktifitas belajar, (3) belajar dimediasi oleh konteks; belajar selalu terjadi dalam konteks bukan sekedar fisik namun juga interaksi sosial dan konteks ini yang menurut Boud dan Walker (1998; 196) dianggap satu yang paling berpengaruh penting atas refleksi dan belajar.
  • 9. 9 Tawaran solusi; revitalisasi program peningkatan profesionalisme guru Satuan-satuan birokrasi diberikan otoritas untuk mengembangkan program-program peningkatan profesionalisme guru transformatif seperti inisiasi resensi buku, bedah buku, menciptakan jurnal kependidikan, lesson study, dan aktifitas sejenis baik di tingkat sekolah maupun gugus, KKG maupun MGMP. Apresiasi memadai diberikan baik kepada para guru, pengawas maupun Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota yang berhasil melakukan transformasi kultur akademik. Fungsi-fungsi pengawasan berbasis instrumentatif yang justeru memandulkan kreatifitas guru dan tidak lagi relevan bagi pengembangan profesionalisme guru sebaiknya dikurangi. Aktifitas akademik yang dilakukan oleh para guru bisa diakui sebagai angka kredit untuk kenaikan pangkat dan karir termasuk kepada para pengawas apresiasi diberikan bagi karir pengawas yang bisa membangun kultur akademik di wilayahnya. Guru-guru secara otonom diberikan kebebasan untuk mengembangkan aktifitas akademik dan forum-forum ilmiah, serta adanya dukungan revitalisasi minat baca para guru. Aksesbilitas terhadap sumber belajar dan perpustakaan yang up to date difasilitasi pemerintah. Pelayanan tenaga ahli kependidikan sebaiknya diberikan rujukan yang jelas sebagai pijakan dalam penyelenggaraan pendidikan profesi guru agar LPTK penyelenggara lebih fokus dan tidak mandul. Lembaga-lembaga pencetak guru (LPTK) sendiri mengalami masalah kemandulan karena Keppres No. 93/1999 mengamanatkan disatu sisi wajib menjalankan misi kependidikan sebagai mandat utama dan disatu sisi mengajarkan ilmu lain. Pasal 9 UUGD menyatakan kualifikasi diperoleh melalui program pendidikan tinggi S1 atau D IV sementara pasal 11 ayat 2 menyatakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program tenaga kependidikan dan ditetapkan pemerintah. Sisi lain LPTK juga mengalami godaan social glamour sehingga menyatu kamarkan ilmu murni dan kependidikan dalam satu kamar. Revitalisasi pengembangan profesionalisme guru harus dimulai sejak awal dengan sistem perekrutan yang ketat dan dilakukan oleh LPTK yang
  • 10. 10 benar-benar mendapat mandatoris untuk mencetak guru profesional (tidak menyatu kamarkan non kependidikan dan kependidikan, pasal 9 dan 11 ayat 2 UUGD perlu dikaji ulang). Rentang kendali upaya peningkatan mutu guru semakin pendek yang dikatalis secara historis adanya program SD Center, terdiferensiasi oleh kebijakan otonomi daerah (PP 65 tahun 19515 , UU no 5 tahun 19746 , UU nomor 22 tahun 19997 , UU nomor 32 tahun 20048 ), dan akhir-akhir ini program rintisan sekolah bertaraf internasional menjadikan guru seolah komputer yang perlu di upgrade bahkan overclocking. Program Indonesia mengajar yang digagas Anis Baswedan layak menjadi model alternatif untuk mengatasi masalah disparitas kualitas dan jumlah guru. Ide bisa dikembangkan sebelum mahasiswa masuk menjadi calon guru sudah menandatangani kontrak untuk siap ditempatkan dimana saja selama 5 tahun dan disertai dengan pengembangan karir yang jelas. Diperkuat pendapat Dwight King Y pada sisi pengembangan karir untuk guru pendidikan dasar dan sekolah menengah di Indonesia masih sangat terbatas (1998: 88). Tawaran solusi; revitalisasi untuk LPTK Penting pendekatan baru dalam proses pembelajaran yang lebih berpusat pada mahasiswa calon guru sehingga wawasan tentang prinsip- prinsip belajar berpusat pada mahasiswa menjadi salah satu wawasan profesionalisme dalam pendidikan dan latihan pengembangan profesionalisme guru (in service training) meliputi; 1. Paradigma baru tentang metode pembelajaran menyangkut filosofi dan keyakinan epistimologis yang mendasar tentang pengetahuan dan bagaimana proses belajar. Sadar adanya sistem pendidikan selama ini telah menyebabkan gaps antara perkembangan paradima baru pembelajaran yang berpusat kepada mahasiswa calon guru. Keyakinan 5 tentang pelaksanaan penyerahan sebagian dari pada urusan pemerintah pusat dalam lapangan pendidikan 6 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah 7 tentang pemerintahan daerah 8 tentang pemerintahan daerah ada tumpang tindih kewenangan pusat dan daerah
  • 11. 11 apa yang dialami calon guru akan terproyeksi dan mempengaruhi tindakan calon guru dalam pembelajaran nantinya 2. Pembelajaran memerlukan lingkungan pembelajaran lebih kondusif, mahasiswa perlu didorong untuk menemukan, bereksperimen dan kesempatan mengambil resiko. Metode pembelajaran bagi calon guru harus bersifat transformati untuk membentuk kultur continuous professional learning sejak awal. 3. Dosen LPTK bukan satu-satunya sumber belajar harus berperan sebagai fasilitator dengan ide-ide baru dalam konteks nasional dan internasional. 4. Mahasiswa calon guru akan belajar lebih baik dalam komunitasnya, dosen LPTK perlu mendorong dan merencanakan baik terjadinya kerja kelompok. 5. Dosen sebaiknya memberikan pengalaman belajar terpadu dan menggunakan team teaching. 6. Dosen perlu menciptakan pengalaman belajar yang sesuai dengan pengalaman mahasiswa, dosen perlu dilatih menyusun rencana pembelajaran otentik, terpadu, dan mahasiswa belajar aktif. 7. Mahasiswa dilibatkan secara mental dan fisik sehingga penting bagi calon guru dilatih menyusun materi, merancang dan memilih strategi pembelajaran serta penilaian. 8. Mahasiswa dilatih ketrampilan berpikir (membuat keputusan, refleksi, membuat kesimpulan,dan pemecahan masalah) dan guru perlu dilatih bagaimana mengembangkan ketrampilan berpikir. Sementara dari sisi kebijakan Pemerintah Indonesia ada tiga hal yang perlu dilakukan; 1. Mengembangkan perangkat fungsional dan struktural bagi satuan-satuan organisasi yang konsen terhadap peningkatan profesionalisme guru 2. Menyediakan panduan program pendidikan dan pelatihan bagi guru pra jabatan maupun guru dalam jabatan dalam paradigma professional learning
  • 12. 12 3. Menciptakan mekanisme penjaminan mutu guru termasuk sistem perijinan bagi guru maupun lembaga penyelenggara pendidikan guru (tidak asal) seperti sekarang beramai-ramai membuka program pendidikan untuk calon guru dan guru dalam jabatan9 . Tawaran solusi kepada pemerintah; perlu kerangka kerja nasional pengembangan profesionalisme guru Kerangka nasional dilihat sebagai blue print (bukan sentralisasi) agar beragam institusi dan departemen pendidikan dan kebudayaan bisa berperan dengan mengembangkan aktifitas dalam kerangka mendukung reformasi pendidikan. Berikut kerangka dasar pengembangan profesionalisme guru yang ditawarkan: a. Pendidikan guru pra jabatan (pre-service teacher training) Konsentrasi pada pengembangan dua model pengganti program pendidikan S1 ditambah PPG (pendidikan profesi guru); 1). Program 4 + 2 tahun calon guru memperoleh pendidikan sesuai bidangnya (content) ditambah 2 tahun PPG terdiri dari satu tahun pelatihan keguruan dan satu tahun praktek pembelajaran di kelas10 . 2). Program pendidikan sarjana 5 tahun sarjana kependidikan yang dikembangkan identik program pendidikan DIV. Persoalan mendasar adalah kualitas pendidikan dan tidak terletak pada lamanya program pendidikan namun pada muatan materi dan proses yang dipergunakan dalam program. Atas dasar ini ada baiknya program pendidikan guru pra jabatan akan baik melalui melalui program 4 tahun disertai dengan praktek langsung selama 4 tahun pula (embbeded). Terpenting seleski harus ketat dan lamanya pendidikan harus diikuti insentif dan struktur penggajian yang menarik sehingga 9 Pengalaman sertifikasi banyak ditemukan sertifikat diklat asal-asalan dan ijazah dari PT yang diragukan. Batasi LPTK, perkuat yang ada, dan lakukan kendali mutu pada input. 10 Di Australia Sarjana Muda (BA of Teaching/D III) diganti Sarjana Muda (4 tahun/D IV). D III + D1 bidang pendidikan. Queensland + 2 th kependidikan, Melbourne D3+ 2 th Master of Teaching. Baca: Rod Chadbourne: Teacher Education in Australia what difference does a new government makes?. Journal of education Teaching March 1997, vol. 23 No. 1 pg 18.
  • 13. 13 diperoleh calon-calon guru yang bermutu. FKIP/FIP berpeluang untuk mempelopori program ini b. Perbaikan pendidikan guru dalam jabatan (inservice teacher training) Pendidikan bagi guru yang dilakukan mulai mengarah kepada metode-metode pembelajaran yang baru dan berpusat pada peserta didik, terutama difokuskan pada guru-guru pendidikan dasar. Atas dasar ini Indonesia perlu memfokuskan perhatian program pendidikan guru dalam jabatan pada; a. Mengembangkan program latihan yang membantu guru mengadopsi pembelajaran berpusat pada siswa dan pendekatan baru lainnya dengan memperhatikan pengalaman empiris guru; b. Mempertimbangkan pendekatan inovatif dalam implementasi program misalnya memanfaatkan teknologi untuk pembelajaran jarak jauh dan menggunakan ahli-ahli Pemerintah perlu memiliki kerangka nasional pengembangan profesionalisme guru sebagai panduan tenaga fungsional maupun struktural dalam pelaksanaan tanggungjawabnya. Peninjauan kebijakan payung terkait aspek yang direformasi dilakukan pemerintah sehingga setiap satuan atau lembaga maupun departemen yang terlibat bisa berperan maksimal dan mengartikulasikan diri dengan jelas (debirokratisasi pendidikan). Mekanisme pengembangan staf dari satuan yang terlibat dalam mengimplementasikan kebijakan berorientasi CAPL harus dilakukan, termasuk kualitas para dosen sebagai pendidik para calon guru. Skema insentif yang lebih komprehensif dilembagakan bukan dilekatkan pada proyek sehingga ada keberlanjutan. Monitoring seluruh program pendidikan dan latihan bagi guru pra jabatan dan dalam jabatan terus dilakukan oleh Badan Lisensi Guru dengan mengacu standar program internasional.
  • 14. 14 c. Kompetensi guru yang perlu dikembangkan Pendekatan baru dalam belajar mengajar berbasis aktifitas siswa, dengan tetap mengintegrasikan pendekatan lain menyesuaikan karakteristik siswa dan karakteristik materi. Model belajar terdistribusi harus bisa dilakukan oleh guru dengan luwes bergerak dalam suatu kontinum dari berpusat guru-siswa, individu-kelompok, kompetisi- kolaborasi, nasional-internasional, penemuan, dan sebagainya. Kompetensi penting guru mampu menggunakan beragam strategi pembelajaran untuk membantu dan memfasilitasi perbedaan individu, efektif, mengambangkan aktifitas mental dan fisik, dan bukan sekedar pembelajaran berpusat pada aktifitas siswa. Kebutuhan guru di Indonesia dalam mengembangkan profesionalisme menyangkut; pemahaman mengenai jenis-jenis pengetahuan dan pemilihan strateginya, strategi pembelajaran yang baru, penilaian dan evaluasi, pembelajaran terpadu, kompetensi bidang TIK, pembimbingan siswa, dan penelitian tindakan kelas. Pada tataran penyelenggara pendidikan guru materi pembelajaran masih banyak yang kadaluwarsa, termasuk mode penyajian berbasis teknologi, dan desain pembelajaran yang lebih menarik harus banyak diterapkan. Hal ini harus menjadi perhatian serius pemerintah untuk direvisi dan diinjeksi dengan ide-ide baru misalnya penyediaan literatur yang mendukung pendidikan jarak jauh. Secara umum langkah pengembangan kompetensi esensial bagi guru adalah; (1) kualifikasi dosen LPTK perlu di up grade, pendidikan dan latihan guru harus memiliki tujuan, materi, dan proses jelas, (2) penggalian nilai-nilai lokal (tacit knowledge) dianalisis dengan teori aktual agar sinkron dan memiliki perspektif internasional, (3) mode penyampaian berbasis ICT peningkatan dari aspek manajemen, infrastruktur teknologi, pengelolaan konten, kualitas desain, dan produksi bahan pembelajaran, (4) kompetensi dasar guru menjadi kriteria untuk menilai dan mendaftar dalam program pengembangan profesionalisme guru, (5) dukungan manajemen dan monitoring; para pengawas dan
  • 15. 15 dinas kependidikan perlu meninjau peran pengawasan lebih mengarah pada implementasi pendekatan baru yang diterapkan guru, (6) kebijakan pemerintah selama reformasi pendidikan sebaiknya terus kondusif dan mendukung, (7) model-model penilaian dari penggunaan pendekatan baru dalam pembelajaran perlu dilatihkan seperti penilaian sebaya, penilaian diri, portofolio, dan refleksi jurnal. Guru perlu diberikan contoh dan dibimbing dalam pelaksanaannya, (8) pengawas dan penilik juga harus dilatih mengenai sistem penilaian dalam pendekatan baru, dan tidak sekedar berorientasi administratif mempertahankan sistem penilaian lama, (9) Guru perlu didukung sumber belajar yang memadai dalam implementasi pembelajaran berpusat aktifitas siswa (desain bahan-bahan pembelajaran) dan termasuk manajemennya. d. Sistem penghargaan dan insentif bagi guru Sistem penghargaan dan insentif bagi guru yang berpotensi mendorong pengembangan profesionalisme guru adalah; (1) Kepangkatan; Guru bisa meloncat jabatan dengan persetujuan kepala sekolah dan pengawas dengan melakukan penelitian akademik dan menulis makalah, (2) Promosi jabatan; dikonsentrasikan pada kedisiplinan dan nilai moral serta kinerja pembelajaran di kelas. Keberhasilan siswa jangan hanya berorientasi mencapai tujuan (skor tes) karena mendorong dominasi drill and practice. Hapus UNAS karena menyebabkan fiksasi standar proses. Promosi guru harus lebih tinggi di banding pegawai di sektor lain seharusnya lebih banyak guru yang dipromosikan (3) Gaji guru; gaji guru perlu memiliki standar yang layak dan program sertifikasi hendaknya diberikan kepada guru sesuai tingkatan profesionalisme jadi tidak disamaratakan (4) Bea siswa pendidikan; Bea siswa pendidikan akan diberikan pada mahasiswa calon guru dan guru dalam jabatan yang ingin melanjutkan studi untuk difasilitasi (5) Jaminan pekerjaan mahasiswa calon guru; mahasiswa calon guru diberikan jaminan pekerjaan, data terakhir lulusan PGSD yang sekarang tidak banyak memperoleh pekerjaan sebagai guru.
  • 16. 16 Pemerintah merasa perlu merumuskan panduan siapa saja yang bisa memperoleh pekerjaan sebagai guru (standar) dan adanya hubungan dengan guru-guru daerah terpencil sehingga ketersediaan guru masih bisa berlanjut untuk daerah terpencil. Wawancara tentang sikap dan perspektif pembelajaran berbasis aktifitas siswa diusulkan menjadi bagian seleksi (6) Insentif guru dalam masa jabatan; Untuk menjamin kejelasan dan partisipasi penuh di dalam pengembangan profesionalisme perlu dirancang kerangka hubungan antara kualifikasi pendidikan dan kelanjutan profesionalismenya dengan penghargaan tambahan dan pilihan promosi yang diinginkan. Guru bisa terlibat penuh untuk mengembangkan diri selama masa jabatan secara terarah (7) Insentif berbasis kinerja; Insentif berbasis kinerja tidak melekat pada gaji karena menjadi persoalan pembiayaan, agar guru pra jabatan maupun dalam jabatan bisa mengembangkan diri dan berinovasi. Bagi guru pre service training bisa untuk menentukan peringkat gaji awal sebagai guru, setelah mengikuti program pendidikan 4 tahun guru diminta melakukan riset dan berinovasi sehingga mempercepat level gaji misal setara pendidikan tambahan 2 tahun (PPG). Bagi guru in service training terus melakukan pengembangan diri berkelanjutan dalam konteks dunia kerjanya. Model ini nampak lebih sesuai dengan CAPL yang diajukan Ann Webster pada pengantar saya di depan e. Integrasi EMIS (Sistem Informasi Manajemen Pendidikan) Perlu investasi untuk EMIS yang baik yang bisa menggambarkan profile guru untuk prediksi dan perencanaan masa depan dimana database seringkali masih kacau. Pemberian NUPTK bagi guru bisa terus dikembangkan. EMIS juga harus melayani pengelolaan pengembangan profesionalisme guru yang terdesentralisasi seperti laporan dan rencana tindak lanjut bisa mudah dilacak melalui pangkalan data. Perlu ada pelatihan terhadap orang yang terlibat dalam penggunaan EMIS seperti input data di semua level (sekolah, daerah dan nasional). Untuk maksimalisasi EMIS perlu diidentifikasi variabel-variabel non statistik rutin mengikuti kompleksitas
  • 17. 17 model fungsional yang mendukung kebijakan, pelatihan dan perencanaan dikaitkan implikasi infrastruktur dan SDM. Penutup Abad sekarang guru harus menjadi seorang CAPL dan karenanya guru harus dipersiapkan sejak awal sebagai suatu profesi dengan pengembangan karir yang memadai. Pengelolaan tenaga kependidikan khususnya guru sebaiknya dimulai sejak hulu dengan sistem perekrutan yang ketat. Pada sisi LPTK segera mengubah paradigma pengembangan profesionalisme guru ke arah CAPL dan memperbaiki sistem pendidikan dan latihan pra jabatan maupun dalam jabatan. Pada masa pra jabatan guru sejak awal selama 4 tahun belajar disertai dengan praktek langsung dalam konteks pendidikan riil bukan sekedar dalam bentuk KKN PPL. Reformasi pendidikan terutama dalam pengembangan profesionalisme guru harus berorientasi CAPL transformatif (self determined learning) yang menghargai tacit knowledge. Wawasan profesionalisme guru perlu meletakkan pengertian profesinalisme sebagai kemauan belajar berkelanjutan atau CAPL (meminjam istilah Ann Webster). Secara ideologi sepakat dengan Laura Sarvage (2009) yang menyatakan perilaku untuk mengelola keprofesionalan guru yaitu membantu bagaimana guru membentuk identitas keprofesionalannya sendiri. Sumber bacaan Adams, Kathryn Betts; Matto, Holly c; Lecroy, Craig Winston (2009). Limitations of evidence-based practice for social work education: unpacking. Journal of Social Work Education; Spring 2009; 45, 2; ProQuest Sociology pg. 165 Chadbourne, Rod (1997). Teacher Education in Australia what difference does a new government makes?. Journal of education Teaching March 1997, vol. 23 No. 1 pg 18. Fullan, Michael G. & Stiegelbauer, Suzanne (1991). The new meaning of educational change.(2nd). New York: teachers college press.
  • 18. 18 Giroux, Henry A. (1983). Theory and Resistance in Education. A Pedagody for the Opposition. Massaschusetts: Bergin and Garvey Publishers Inc. Indonesia-UNESCO (2008, 2011) country programming document. King, Dwight Y (1998). Reforming basic education and the struggle for decentralized educational administration in Indonesia. Journal of Political and Military Sociology; Summer 1998; 26, 1; ProQuest pg. 83 Kumar, Krisna (2005). Political Agenda of Education. A Study of Colonialist and Nationalist Idea (2ed ). New Delhi: Sage Publication Leekpai, Chuan Presidents & Prime Ministers (2000). “Reforming Thailand's whole Education System”; Nov/Dec 2000; 9, 6; ProQuest Research Library pg. 35 Moll, Luis C. (1990). Vygotsky and Education. Instructional implications of Sociohistorical Psychology. Cambridge University Press: New York Morrison, Kristan (2009). “Education Innovation in Thailand: A Case Study”. International Education; Spring 2009; 38, 2; ProQuest Research Library pg. 29 Mynt Mynt San (1999). Japanese beggining teacher’s perception of their preparation and professional development. Journal of Education for Teaching. April 1999, 25, 1 pg 17 Mudjiman, Haris (2011). Belajar mandiri. Pembekalan dan penerapan. Cetakan 1. UNS Press dan LPPS UNS: Surakarta.. Peraturan Rektor Universitas Sebelas Maret nomor : 86/h27/PP/2010 tentang Sistem Pengembangan Profesionalisme Dosen Universitas Sebelas Maret Reigeluth (2009). Instructional-Design Theories and Models, Volume III. Building a Common Knowledge Base. Routledge Sarvage, Laura (2009). Who is the “Professional” in a Professional Learning Community? An Exploration of Teacher Professionalism in Collaborative Professional Development Settings. Canadian Journal Of Education 32, 1 (2009): 149-171
  • 19. 19 Tasker, Rodney (1990) . “Thailand: Must Try Harder - Education Policy May Stall Economic Boom”. Far Eastern Economic Review; Mar 8, 1990; 147, 10; ProQuest Research Library. pg. 28 The Thailand Education Reform Project (2002). “Teacher Development For Quality Learning”. Brisbane: Office Commercial Service Queensland University of Technology Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen.
  • 20. 20