1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Anemia defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia seluruh populasi
dunia. Anemia terjadi akibat gangguan metabolism besi (Fe) yang merupakan
bahan baku hemoglobin. Anemia masih merupakan salah satu masalah utama di
dunia, terutama di negara-negara berkembang. Prevalensi anemia pada anak balita
di negara-negara berkembang sekitar 40-45%, sedangkan di Asia Tenggara
angkanya mencapai 60-70%. Dari 200 juta penduduk Indonesia, diperkirakan 50
juta sampai 70 juta orang menderita anemia defisiensi besi. Data survei Kesehatan
Rumah Tangga tahun 1992 menunjukan bahwa 63,5% wanita hamil dan 55 % balita
menderita anemia defisiensi besi. Demikian juga data Survei Kesehatan Rumah
Tangga tahun 1995 menunjukkan bahwa 50 % wanita hamil dan 40,5% balita
menderita anemia defisiensi besi. 1,4
Pemahaman tentang anemia defisiensi besi ini menjadi penting karena
berdasarkan data internasional, kelainan darah ini dianggap sebagai anemia yang
paling dapat dicegah. Anemia defisiensi besi dapat berdampak pada pengurangan
kemampuan belajar pada anak-anak, gangguan perilaku, gangguan penglihatan,
gangguan mielinisasi, yang dapat irreversible. Pada akhirnya, akan merugikan suatu
negara secara ekonomi. Selain itu, anemia ini juga dikaitkan dengan tingginya
angka mortalitas ibu hamil pada negara-negara berkembang. Oleh karena
signifikansinya dalam dunia medis, maka peneliti memandang penting untuk
2. 2
dilakukan penelitian tentang anemia defisiensi besi di RSUD Landak dalam rangka
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di RSUD Landak.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berapa prevalensi anemia defisiensi besi dilihat dari nilai MCV, MCH dan
Indeks Mentzer dari keseluruhan pasien dewasa yang dikategorikan anemia
menurut kriteria WHO untuk dewasa ?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi pasien
anemia defisiensi besi di RSUD Landak dan untuk menunjukan ketertarikan
peneliti terhadap bidang Ilmu Patologi Klinik.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Manfaat penelitian ini adalah sebagai bahan pertimbangan untuk peningkatan
baik dari segi sumber daya manusia maupun sumber daya alat yang dapat digunakan
sebagai bagian dari penentuan tatalaksana anemia.
3. 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 LANDASAN TEORI
Anemia adalah suatu kondisi dimana sel darah merah (dan kemampuan
mengangkut oksigen) tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan fisiologis
tubuh. Defisiensi besi merupakan penyebab anemia paling banyak dibandingkan
penyebab anemia lainnya seperti defisiensi folat, B 12 dan vitamin A Prevalensi
anemia merupakan indicator kesehatan yang penting dan ketika pengukuran
hemoglobin dikombinasikan dengan pengukuran status besi lain dapat
menginformasikan tentang derajat keparahan defisiensi besi.1
WHO mendefinisikan anemia sebagai kadar hemoglobin di bawah 13 mg/dl
pada pria diatas 15 tahun, 12 g/dl pada wanita diatas 15 tahun, dan dibawah 11 g/dl
pada wanita hamil,; atau kadar hemoglobin dibawah 2 SD (standar deviasi) kadar
hemoglobin populasi menurut usia dan jenis kelamin yang sama 1
Berdasarkan gambaran patofisologinya, defisiensi besi didefinisikan
sebagai kondisi dimana tidak ada cadangan besi yang dapat dimobilisasi tubuh
untuk diikutkan dalam proses hematopoiesis sebagai dampak dari cadangan besi
jaringan yang berkurang. Semakin berat derajat defisiensi, semakin mungkin untuk
terjadi anemia. Menurut National Health and Nutrition Examination Survey
(NHANES III) , anemia defisiensi besi didefinisikan sebagai anemia disertai
kelainan dari dua atau lebih parameter besi tubuh. (serum ferritin, saturasi
transferrin dan protoporfirin eritrosit). 2
4. 4
Penyebab defisiensi besi bermacam-macam, digolongkan berdasarkan
mekanismenya. Penyebab yang sering yaitu perdarahan kronik, terutama melalui
system pencernaan dan uterus (menstruasi). Peningkatan kebutuhan besi seperti
pada bayi, pubertas, wanita hamil, masa laktasi dan wanita usia subur juga
meningkatkan resiko terjadinya anemia defisiensi besi.Hingga saat ini belum ada
angka yang menggambarkan status defisiensi besi secara global.3
Anemia masih merupakan salah satu masalah utama di dunia, terutama di
negara-negara berkembang. Prevalensi anemia pada anak balita di negara-negara
berkembang sekitar 40-45%, sedangkan di Asia Tenggara angkanya mencapai 60-
70%. Dari 200 juta penduduk Indonesia, diperkirakan 50 juta sampai 70 juta orang
menderita anemia defisiensi besi. Data survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1992
menunjukan bahwa 63,5% wanita hamil dan 55 % balita menderita anemia
defisiensi besi. Demikian juga data Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995
menunjukkan bahwa 50 % wanita hamil dan 40,5% balita menderita anemia
defisiensi besi.(Sari pediatric) Tidak jauh berbeda dari WHO yang menyatakan
bahwa hampir separuh dari wanita hamil di dunia diperkirakan menderita anemia;
52% di negara non-industri dibanding 23% di negara industry yang memiliki
kecenderungan lebih tinggi untuk menderita defisiensi besi. 1,4
Terdapat tiga factor pada patofisiologi anemia defisiensi besi yaitu :
1. Gangguan sintesis hemoglobin akibat defist cadangan zat besi
2. Defek proliferasi sel
3. Pengurangan usia precursor eritroid dan eritrosit (wintrobe)
5. 5
Pasokan zat besi untuk memenuhi kebutuhan basal produksi hemoglobin tidak
akan tercukupi ketika saturasi transferrin berkurang hingga dibawah 15 persen.
Akibatnya jumlah protoporfirin bebas akan meningkat yang jumlahnya melebihi
ketersediaan zat besi. Hal ini mengakibatkan produksi hemoglobin menurun dan
eritrosit mengandung lebih sedikit hemoglobin, sehingga menghasilkan eritosit
yang mikrositik dan hipokromik. 5
Kelainan laboratoris yang menandakan kelainan eritrosit bervariasi tergantung
derajat anemia. MCV dan MCH menunjukan penurunan, menunjukkan bentuk
eritrosit mikrositik hipokrom. Hitung retikulosit yang rendah dapat menjadi
indicator awal anemia defisiensi besi.3
Red cell distribution width (RDW) adalah suatu pengukuran aniositosis yang
berasal dari distribusi volume eritrosit dapat membedakan defisiensi besi dari
thallasemia minor pada pasien dengan mikrositosis. Nilai normal RDW adalah
13,4% +_ 1,2% (mean 2SD), dan batas atas normal adalah 14,6%. Pada anemia
defisiensi besi, RDW meningkat di atas normal, kadang-kadang sampai di atas 20%
ditambah dengan gambaran anisositosis yang diasosiasikan dengan eritopoiesis
defisiensi besi. Secara keseluruhan RDW memiliki sensitivitas hingga 90% -100%
untuk defisiensi besi, tetapi hanya 50%-70% untuk spesifisitasnya. Untuk
membedakan anemia defisiensi besi dengan thalassemia dapat digunakan
modifikasi dari Index Mentzer yang dihitung berdasarkan MCV dan hitung sel
darah merah (Red Blood Cell-RBC). 5
6. 6
Sumber : Glader B. Anemia : General Considerations. In: Greer J,editor. Wintrobe’s Clinical
Hematology. 12th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2009. p. 1765
Jumlah leukosit umumnya normal, meskipun dapat ditemui
granulositopenia jika proses defisiensi besi sudah berjalan lama. Eosinofilia terjadi
jika disertai dengan oinfeksi parasit cacing. Trombositosis mungkin dapat
ditemukan meskipun patogenesisnya belum diketahui. Sumsum tulang
memperlihatkan hyperplasia eritroid derajat ringan hingga sedang.
Penatalaksanaan anemia defisiensi besi terutama ditujukan untuk
memperbaiki kadar hemoglobin dan mengembalikan cadangan besi jaringan. Dapat
diberikan preparat besi oral antara lain sulfas ferosus, fumarase ferosus, dan
glukonas ferosus. Sedangkan untuk anemia defisiensi besi berat maupun pada
pasien yang tidak dapat mentoleransi efek samping besi oral dapat diberikan
preparat besi parenteral antara lain kompleks besi dextran, iron sucrose, dan sodium
ferric gluconate. Transfusi darah bukan menjadi pilihan terapi karena sebagian
besar kelainan ini adalah kronis dan pasien relative sudah terbiasa dengan keadaan
hipoksia, namun demikian transfuse darah dapat dilakukan pada kondisi yang
mengancam jiwa. 5
Secara prognosis, anemia defisiensi besi adalah keadaan yang mudah
diterapi kecuali dengan komorbid atau kelainan dasar yang sulit diatasi seperti pada
keganasan mengakibatkan kondisi ini sering berulang. Emedicine 6
Index Mentzer
MCV/RBC (106) > 14 (Kemungkinan defisiensi besi)
MCV/RBC (106) 12 to 14 (indeterminate)
MCV/RBC (106) <12 (Kemungkinan thalasemia)
7. 7
2.2 KERANGKA BERPIKIR
Diagnosa anemia defisiensi besi dapat ditegakkan secara sederhana melalui
hasil laboratorium (hemaanalyzer) dan pemeriksaan lanjutan berupa pemeriksaan
ferritin dan Total Iron Binding Capacity (TIBC).
2.3 HIPOTESA
Terdapat signifikansi jumlah pasien dewasa anemia defisiensi pada pasien
anemia di RSUD Landak.
8. 8
BAB III
PROSEDUR PENELITIAN
3.1 JENIS DAN PENDEKATAN PENELITIAN
Penelitian ini merupakan suatu penelitian epidemiologic dengan melakukan
suatu survei deskriptif dengan pendekatan non-eksperimental serta dilakukan
dengan observasi secara deskriptif. Penelitian dilakukan sedemikin rupa dan
diupayakan untuk mengulas se-deskriptif mungkin, tanpa menyuguhkan hasil
analisis dari fenomena yang diteliti.
3.2 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Rentang waktu yang diambil untuk melakukan penelitian ini adalah tanggal
Juli 2019 – 15 Juli 2019.
Penelitian ini dilakukan di lingkungan kerja RSUD Landak – Kalimantan
Barat.
3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien dewasa yang diperiksa
darah rutin di Laboratorium RSUD Landak dari tanggal 1 April 2019-30 Juni 2019.
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pasien dewasa yang diperiksa di
Laboratorium RSUD Landak yang dikategorikan sebagai pasien anemia menurut
kriteria WHO.
9. 9
3.4 DEFINISI OPERASIONAL
Pasien dewasa adalah pasien laki-laki, wanita tidak hamil dan wanita hamil
diatas usia 15 tahun. Pasien wanita usia subur adalah pasien wanita berusia 15-49
tahun dengan status belum menikah, menikah, atau janda.
Pasien wanita usia subur dengan dokter pengirim merupakan seorang dokter
obstetric ginekologi, maupun dari poli dan bangsal kebidanan di kategorikan
sebagai wanita hamil.
Anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 13 mg/dl pada pria diatas 15
tahun, 12 g/dl pada wanita diatas 15 tahun, dan dibawah 11 g/dl pada wanita hamil,;
atau kadar hemoglobin dibawah 2 SD (standar deviasi) kadar hemoglobin populasi
menurut usia dan jenis kelamin yang sama.
Anemia defisiensi besi adalah anemia dengan penurunan kadar MCV,MCH
dan Index Mentzer > 14 dilihat dari hasil pemeriksaan darah rutin menggunakan
alat hemaanalyzer.
3.5 TEKNIK PENGAMBILAN DATA
Cara pengambilan data penelitian ini adalah dengan mengambil data primer
melalui buku register Laboratorium RSUD Landak untuk kemudian diambil data
lengkap yang tersimpan pada 3 mesin hemaanalyzer yaitu Dirui BCC 3600, Dirui
BF 6500 dan Sysmex Xp100.
10. 10
3.6 TEKNIK PENGOLAHAN DATA
Data yang sudah didapatkan kemudian dipilih sesuai dengan definisi
operasional yang sudah ditentukan untuk kemudian di olah menggunakan eknik
analisis kuantitatif meliputi tabulasi data dan perhitungan statistik.
3.7 KETERBATASAN
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah tidak dapat dilakukannya
pemeriksaan lanjutan berupa pemeriksaan kadar ferritin dan kadar Total Iron
Binding Capacity (TIBC).
11. 11
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. Iron Deficiency Anemia. Assessment, Prevention, and Control. A Guide
for Programme Managers. 2001.
2. Looker A, Dallman P, Caroll M, Gunter E, Johnson C. Prevalence of Iron
Deficiency in the United States. JAMA. 1998;277 (12): 973-6.
3. Hoffbrandt A,Moss P,Pettit J. Essential Haematology. 5th ed. UK: Blackwell
Publishing; 2006. 28-43p.
4. Ringoringo HP, Windiastuti E. Profil Parameter Hematologik dan Anemia
Defisiensi Zat Besi Bayi Berumur 0-6 Bulan di RSUD Banjar Baru. Sari Pediatri,
Vol 7, No. 4, Maret 2006; 214-218.
5. Andrews N. Iron Deficiency and Related Disorders. In : Greer J, editor.
Wintrobe’s Clinical Hematology. 12th ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins; 2009.
6. Conrad M. Iron Deficiency Anemia [internet].2009 [cited 2019 Jul 07]. Available
from; http://emedicine.medscape.com/article/202333-overview