SlideShare a Scribd company logo
1 of 6
E. Pendidikan dan Pengajaran
Secara implisit di depan telah dibedakan antara konsep pendidikan dan
pengajaran. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pedidikan lebih terkait
dengan transfer nilai-nilai kemanusiaan sedang pengajaran lebih terkait dengan
transfer ilmu pengetahuan atau informasi. Sebagian media menjelaskan perbedaan
antara konsep pendidikan dan pengajaran berikut ini Penulis menyusun tembang
dan lagu debgab judul “Guru Profesional”.
Syair yang terdapat dalam tembang lebih berisi pesan nilai-nilai
kemanusiaan yang harus diinternalisasi dalam diri seorang pendidik yang
profesional. Tembang Asmaradana diidentifikasi sebagai cocok untuk
memberikan nasihat dan penanaman nila-nilai kemanusiaan. Dengan demikian
tembang berikut lebih merupakan perwujudan dari konsep pendidikan. Konsep
profesional dalam hal ini diturunkan dari ketentuan dalam UU RI No.14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen,yang Harus memiliki empat kompetensi,yaitu:
kompetensi paedagogik, kompetensikepribadian, kompetensi sosial,dan
kompetensi profesional (Bagian Kelima, Pasal 32, ayat (2)). Kompetensi
profesional juga dapat disebut kompetensi akademik, untuk membedakan dengan
tiga kompetensi lainnya yang sebenarnya masuk kompetensi profesional juga.
Sementara yang terdapat dalam lagu berikutnya lebih merupakan pernyataan atau
informasi saja, maka lebih mewujudkan suatu konsep pengajaran.
Karena tentang pendidikan telah banyak diuraikan di depan, maka sekarang
gilirannya untuk menguraikan secara lebih jauh tentang pengajaran. Dari konsep
pendidikan arti yang luas telah dipaparkan bahwa pendidikan adalah
memanusiakan manusia lewat pembudayaan, memberdayakan dan
membudayakan, yang terwujud sebagai manusia dewasa yang susila atau
manusia seutuhnya. Marilah kita telaah manusia seutuhnya dari sudut pandang
konsep pengajaran dalam bentuknyabsebagai proses pembelajaran (pendidikan
arti khusus) yang terjadi di sekolah. Berbicara manusia seutuhnya menyangkut
tentang hakikat manusia. Marilah kita memasuki sedikit kawasan filsafat manusia.
Dalam filsafat mnusia dirumuskan hakikat manusia sebagai makhluk
monodualis(dwitunggal) dan monopluralis(sarwatunggal) (Sunoto, 1982:54-
58),yang oleh para ahli filsafat disebut sebagai paradok, dua kenyataan yang
bertentangan tetapi hanya benar dalam kesatuan dari keduanya (Drijarkara,tt,16-
36;Sijders,2004:97-142).
Sebagai makhluk mnodualis terdiri atas badan yang menjiwa (anyukma
raga, raganya menjadi sukma, badannya menjadi/sebagai roh) atau jiwa yang
membadan (angraga sukma, sukmanya menjadi/sebagai raga, rohnya menjadi
badan). Orang Jawa, dalam kitab Centini, menggambarkannya sebagai:tunggal
tan tunggal,roro pan tan roro,lir jiwo lawan ragane,katon tunggal ketingal
kekalih (satu bukan satu,dua juga bukan dua,seperti jiwa dilihat dengan
raganya,kelihatan satu tampak dua)(Drijarkara,tt:151). Dalam kaitannya dengan
pengajaran, bahwa proses pembelajaran harus menumbuhkan raga(fisik) dan
mengembangkan jiwa (mentalitas, psikis,kejiwaan) secara harmonis (serasi,
selaras, dan seimbang).
Sebagai makhluk mnopluralis, manusia terdiri atas cipta (kognitif), rasa
(emotif), karsa (konatif)(emotif dan konatif = afektif),dan karya (psikomotorik).
Dalam kaitanyya dengan pengajaran, pembelajaran harus mengembangkan ranah
kognitif, afektif dan menumbuhkn psikomototikyang disebut dengan
pengembangan multiinteligen : inteligent quotient (IQ), emotioal quotient (EQ),
religion quetient (RQ), dan social quetient (SQ), juga spirital quotient (SQ).
Tentang istilah EQ dikoreksi oleh Drost (2006 : 56) menjadi EI (emmotional
intelligence) karena emosi tidak dapat diukur padahal pengertian quotient
merupakan hasil dari sejumlah tes. Dengan demikian : bukan social quotient
melainkan social intelligence, bukan spiritual quotient melainkan spiritual
intelligence, dan bukan religion quotient melainkan religion intelligence, kecuali
IQ tetap karena intelligensia memang dapat diukur dengan tes. Kecerdasan juga
mencangkup liguistik, matematika, visual / spasial. Kinestetik / perasa, musikal,
immpersonal, intrapersonal, dan intuisi (DePorter & Hernacki, 2007 : 31).
Pengembangan kecerdasarn tersebut dilaksanakan dalam Contextual Teaching &
Learning (CTL), yang menjadikan kegiatan belajar – mengajar mengasikkan dan
bermakna (Johnson, 2007 : 31 – 59).
Pegajaran juga perlu dibedakan dari pelatihan. Dalam kaitannya dengan
menumbuhkan ranah psikomotorik, dalam praktik yang dikenal “pendidikan
jasmani”. Sesungguhnya, dalam pengertian yang mendasar, tidak ada pendidikan
jasmani (penjas), yang ada adalah “pelatihan jasmani” atau “olah raga”. Dalam
Peraturan pemerintah RI Nommor 19Tahun 2005 tentang Standar nasional
Pendidikan disebut dengan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga dan
kesehatan (Bab III, Bagian Kedua, Pasar 6, ayat (1)e). Bagaimana dengan konsep
“pendidikan agama”? Berikut ini telaah rinciannya.
F. Pendidikan atau Pengajaran Agama ?
Sekaras dengan hasil telaah di muka, bahwa tidak ada pendidikan yang
formal, semua pendidikan adalah informal, dan sekolah adalah suatu pendidikan
formal, maka dalam pengertian yang sebenarnya tidak ada pendidikan agaman di
sekolah. Di Sekolah, seagai jalur pendidikan formal, yang ada adalah
“pengajaran” agama.
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional disebut
tentang “pendidika keagamaan” yang dapat diselenggaraka pada jalur pendidika
formal, nonformal, dan informal (Pasal 30) dan “pendidikan agama” yang wajib
dimuat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah, serta pendidikan tinggi
(Pasal 37). Pemakaian istilah “pendidikan agama” di sekolah perlu dimaknai
sebagai pendidikan dalam arti yang sempit, kerena sebagaimana yang teah disebut
di depan, UU Sisdiknas mencampur – adukkan antara istilah pendidikan dan
sekolah; antara konsep pendidikan (pedagogi) dan pengajaran (edukasi). Hal
tersebut telah menimbulkan perdebatan yang berkepanjangan dalam proses
penyusunan dan pengesahan RUU Sisidiknas (Soegeng, 2005 : 40 -54).
Bagaumanapun, sebagaimana yang telah dipaparkan di depan, pendidikan
dan pengajaran dapat tejadi dalam satu tindakan yang sama. Dalam mendidik
selalu terkandung unsur mengajar dan mengajar yang baik selalu mengandung
unsur mendidik. Seorang pengajar mendidik dengan mengajar dan mengajar
dengan mendidik. Seorang pelajar dididik dengan belajar dan diajar dengan
dididik (Drost, 2006 : 55).
Demikian halnya dengan pendidikan yang selalu terjadi dalam bentuk
informal itu, juga terdapat unsur – unsur pengajaran; sedang pengajaran (yang di
sekolah dalam kaitannya dengan agama disebut “pendidikan agama”) bila
dilaksaakan dengan baik selalu terjadi proses mendidik. Apabila didalam proses
penyusunan dan pengesahan RUU Sisdiknas terjadi perdebatan yang serius, hal
itu merupakan dinamika politik bagi bangsa Indonesia yang sedang dalam proses
menuju demokrasi dan pemahaman serta penghargaan terhadap hak – hak azasi
menusia ddengan baik dan benar. Dalam praktik pelaksanaannya di lapanan tidak
seserius itu yang terjadi. Itulah karateristik sejati bangsa Indonesia.
G. Pendidikan dan pengajran Sepanjang Hayat
Masih ada satu hal penting dalam kaitannya dengan konsep pendidikan dan
pengajaran. Satu hal penting itu adalah penggunaan istilah pendidikan sepanjang
hayataa. Telaah hal itu terkait dengan pertanyaan kapan sebenarnya pendidikan itu
berakhir.
Sesuai dengan pembatasan pendidikan sebagai proses pembentukan manusia
muda yang belum dewasa dan susila, yang muncu dari eksistensia atau cara
manusia berada secara otentik, menuju manusia seeutuhnya (deasa dan susila) dan
tidak pernah selesai (Drhakara,t.t : 240 – 243), maka dapat dipastikan bahwa
pendidikan terlaksana dalam sepanjang hayat (life education, the lifelong
education. From the cradle to the burial). Dalam kaitannya dengan tujuan
pendidikan untuk membentuk diri sendiri (self – forming) menuju kesempurnaan
sebagai manusia dewasa dan susila, tidaklah bertentangan kalau Drost (2000 : 21)
mengatakan bahwa manusia dididiklah antara umur 0 tahun sampai 20 tahun(masa
kanan – kanak anak, remaja, dan pemuda atau adolesens). Bila sesudah umur 20
tahun masih dididik, artinya pendidikan itu gagal, maka disimpulkan tidak ada
pendidikan tinggi.
Yang berakhir pada umur 20 tahun itu adalah bantuan yang diberikan oleh
manusia dewasa dan susila. Pendidikan hanya terjadi oleh manusia dewasa dan
susila kepada manusia muda yang belum dewasa dan susila. Tidak ada pendidikan
bagi orang dewasa. Setelah umur 20 tahun manusia seharusnya sudah dewasa dan
susila tidak memerlukan bantuan dari manusia dewasa dan susila yang lain.
Apabila masih terjadi proses pendidikan, itulah yang disebut autodidak, mendidik
diri sendiri.
Lain halnya dengan pendidikan yang tidak mungkin terjadi oleh manusia
dewasa dan susila untuk manusia dewasa dan susila yang lain, untuk pengajaran
dapat terjadi , bahkan dapat pula terjadi oleh anak muda untuk orang yang telah
deawsa dan susila. Anak dapat mengajar orangtua, Jawa mengatakan kebo nusu
gudel (kerbau menyusu anak kerbau). Dengan demikian terjadi pula pengajaran
sepanjang hayat, sejauh yang bersangkutan masih ada minat, dan pengajaran dapat
berakhirbkapan saja, bila sudah tidak berminatatau tidak ada
kesempatan/kemungkinan untuk belajar.
MENDIDIK DAN MENGAJAR
A.PENDAHULUAN
Dapat ditegaskan bahwa pendidikan adalah suatu upaya yang bertujuan
untuk menghasilkan suatu tipe pribadi tertentu dan bahwa hal ini dilakukan
dengan transmisi (pemindahan) pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman dari
satu pribadi ke pribadi yang lain. Peran dari ahli filsafat adalah menguraikan
berbagai asumsi dan pembenaran yang dibuat dan diberikan oleh para praktisi dan
para ahli teori dalam bidang ini. Sebagai konsekuensinya, kit telah menguji dalam
suatu cara dasar/permulaan pernyataan-pernyataan seperti tujuan-tujuan dan
haraan-harapan pendidikan,hakikat dari menteorikan pendidikan dan hakikat dari
pengetahuan. Sekarang kita perlu meninjau aspek transmisi dari pendidikan.
Kurikulum telah menetapkan apa yang harus diajarkan dan, sekali lagi, secara
tidak langsung menimbulkan permasalahan pmbenaran. Transmisi mencakupi
paedagogi dan hal ini sebaliknya menimbulkan masalah-masalah klarifikasi dan
pembenaran. Sekarang kita tidak berkenan terlalu banyak dengan apa yang
diajarkan melainkan dengan bagaimana hal itu diajarkan, dengan konsep-konsep
mengajar dan melatih dan dengan isu indoktriasi yang terkait. Daam mengkaji
topik-topik ini kita akan berkenan dengan peran dan kedudukan guru dan siswa
dan dengan keluasannya hingga pada mengajar dan mendidik yang mencakupi
konsep-konsep otoritas, disiplin, dan hukuman.
B.MENGAJAR DAN MENDIDIK
Mengajar secara jelas dan erat dikaitkan dengan pendidikan. Ya atau tidak
pendidikan dapat berlangsung dalam tiadanya pengajaran dapat diperdebatkan,
tetapi dalam praktik mengajar adalah sentral bagi upaya tersebut. Bagaimanapun,
konsep mengajar tidak dengan sendirinya merupakan suatu upaya yang mudah
untuk ditangani. Untuk satu hal, kata ‘mengajar’ bukanlah nama dari salah satu
aktivitas. Mengajar dapat mencakupi banyak jenis kegiatan yang berbeda:
berbicara, bertanya, menulis di papan tulis, mengatur situasi di mana para siswa
dapat belajar, dan banak yang lain. Sering sulit untuk menarik garis yang
memisahkan mengajar dari kegiatan-kegiatan lain yang dapat mirip dengannya.
Misalnya, apakah memberikan informasi itu mengaiar? Apakah seorang guru
mengajar dengan gayanya, dengan cara hidupnya, dengan contohnya? Apakah
berpakaian secara konvensional (kolot) atau modern merupakan suatu jenis
mengajar? Daptkah seorang mengajar secara tidak dikehendaki, dengan
kebetulan-kebetulan? Ini semua bukan masalah yang tidak penting. Seorang guru
akan lebih dulu memegang tanggungjawab terhadap pengajarannya dan dengan
demikian hal itu harus menjadi jelas tentang apa yang diperimbangkan sebagai
mengajar dan apa yang tidak. Analisis yang diberikan dalam bagian ini akan
menujuk pada dua simpulan. Pertama, bahwa mengajar perlu melibatkan
keinginan bahwa seseorang akan belajar sebagai suatu akibat dari apa yang
dilakukan guru; kedua, bahwa mengajar menuntut suatu pengakuan oleh keduanya
guru dan siswa tentang suatu hubungan khusus yang ada diantara mereka.
Mengajar merupakan suatu masalah yang dinginkan. Mengajar adalah
menginginkan bahwa seseorang akan mempelajari sesuatu. Bila tidak ada
keinginan ini, maka apapun yang dilakukan-bertindak, mempertunjukkan,
menarik perhatian diri sendiri –ia tidak terikat dalam mengajar walaupun ia
barang kali merasa demikian. Oleh karena itu, adalah tidak penting bahwa siswa
nyatanya akan mempelajari sesuatu. Mengajar tidak memerlukan berhasil baik.
Tetapi jika guru menempatkan tugasnya dalam suatu cara yang cocok terhadap
kesempatan tersebut, sesuai dengan usia dan kemampuan dari para siswanya,
dengan keinginan bahwa mereka akan mempelajari sesuatu, maka sejauh itu ia
sedang mengajar. Ini berarti bahwa walaupun seseorang dapat mengajar tetapi
tidak berhasil, sesorang tidak dapat mengajar secara kebetulan, atau tidak
dikehendaki. Adalah mungkin bahwa siswa akan mempelajari sesuatu yang tidak
diinginkan guru. Ia dapat mempelajari sesuatu dari logat guru, atau cara
bertindaknya, atau gaya berpakaiannya, tetapi hal itu tidak mengikuti dari ini
bahwa guru mengajar dia untuk berbicara atau bertingkah laku atau berdandan
dalam suatu cara. Sesorang dapat belajar tanpa diajar. Seorang guru yang tidak
simpatik atau berkelakuan jelek tidak mengajar seorang anak untuk membenci
sejarah atau matematiak, walaupun anak tersebut dapat menjadi membenci
matapelajaran tersebut hanya karena ia membenci guru tersebut. Ia belajar untuk
membenci matapelajaran itu tetapi ia tidak telah diajar untuk berlaku demikian itu.
Mengajar telah berlangsung ketika apa yang dipelajari, dipelajari sebagai suatu
akibat dari keinginan bebas seseorang.
Perlu dibuat kualifikasi di sini berkenaan dengan pernyataan tersebut di atas
bahwa mengajar tidak harus berhasil. Umumnya hal ini memang demikian.
Seorang guru dapat mengajar sepanjang hari, menghendaki bahwa para siswanya
akan belajar,tetapi dikalahkan oleh kemalasannya, atau kelelahannya atau oleh
suatu pengaruh dari luar,kegaduhan atau kekacauan. Dalam hal ini ia dapat
dengan jelas dikatakan telah sedang mengajar, walaupun tidak berhasil,
sebagaimana orang dapat dikatakan telah membuang waktu sepanjang hari untuk
memancing walaupun tidak ada sesuatu yang diajarkan. Bagaimanapun, ada suatu
perasaan ‘mengajar’ dalam hal mana pernyataan tentang....

More Related Content

What's hot

Pendidikan nilai
Pendidikan nilaiPendidikan nilai
Pendidikan nilai
Ajeng Faiza
 
Modul 3108 prekembangan kerohanian dan moral
Modul 3108 prekembangan kerohanian dan moralModul 3108 prekembangan kerohanian dan moral
Modul 3108 prekembangan kerohanian dan moral
Hon Shan Shan
 
Falsafah pendidikan islam dan timur
Falsafah pendidikan islam dan timurFalsafah pendidikan islam dan timur
Falsafah pendidikan islam dan timur
Amir Ibrahim
 
Dasar-dasar Kependidikan
Dasar-dasar KependidikanDasar-dasar Kependidikan
Dasar-dasar Kependidikan
Sheila Ramadani
 

What's hot (20)

Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat Pendidikan  IslamFilsafat Pendidikan  Islam
Filsafat Pendidikan Islam
 
Pendidikan nilai-di-era-global 2010
Pendidikan nilai-di-era-global 2010Pendidikan nilai-di-era-global 2010
Pendidikan nilai-di-era-global 2010
 
Hakikat Pendidikan dan Perkembangan Peradaban Manusia
Hakikat Pendidikan dan Perkembangan Peradaban ManusiaHakikat Pendidikan dan Perkembangan Peradaban Manusia
Hakikat Pendidikan dan Perkembangan Peradaban Manusia
 
Pendidikan nilai
Pendidikan nilaiPendidikan nilai
Pendidikan nilai
 
Pentingnya landasan pendidikan
Pentingnya landasan pendidikanPentingnya landasan pendidikan
Pentingnya landasan pendidikan
 
Curriculum 1
Curriculum 1Curriculum 1
Curriculum 1
 
Pengantar ilmu pendidikan
Pengantar ilmu pendidikanPengantar ilmu pendidikan
Pengantar ilmu pendidikan
 
Pengantar ilmu pendidikan
Pengantar ilmu pendidikanPengantar ilmu pendidikan
Pengantar ilmu pendidikan
 
Modul 3108 prekembangan kerohanian dan moral
Modul 3108 prekembangan kerohanian dan moralModul 3108 prekembangan kerohanian dan moral
Modul 3108 prekembangan kerohanian dan moral
 
Falsafah pendidikan islam dan timur
Falsafah pendidikan islam dan timurFalsafah pendidikan islam dan timur
Falsafah pendidikan islam dan timur
 
Pengantar pendidikan fix
Pengantar pendidikan fixPengantar pendidikan fix
Pengantar pendidikan fix
 
Materi hakekat manusia dan pengembangannya
Materi hakekat manusia dan pengembangannyaMateri hakekat manusia dan pengembangannya
Materi hakekat manusia dan pengembangannya
 
Ilmu pendidikan islam
Ilmu pendidikan islamIlmu pendidikan islam
Ilmu pendidikan islam
 
Makalah pembentukan karakter
Makalah pembentukan karakterMakalah pembentukan karakter
Makalah pembentukan karakter
 
Membangun masyarakat hukum yang beradab
Membangun masyarakat hukum yang beradabMembangun masyarakat hukum yang beradab
Membangun masyarakat hukum yang beradab
 
Makalah hakikat manusia dan pengembangannya
Makalah hakikat manusia dan pengembangannyaMakalah hakikat manusia dan pengembangannya
Makalah hakikat manusia dan pengembangannya
 
Bab i proposal
Bab i  proposalBab i  proposal
Bab i proposal
 
FILSAFAT PENDIDIKAN JASMANI
FILSAFAT PENDIDIKAN JASMANIFILSAFAT PENDIDIKAN JASMANI
FILSAFAT PENDIDIKAN JASMANI
 
Dasar-dasar Kependidikan
Dasar-dasar KependidikanDasar-dasar Kependidikan
Dasar-dasar Kependidikan
 
Unit 5
Unit 5Unit 5
Unit 5
 

Similar to Tugas nulis

Landasan pendidikan
Landasan pendidikanLandasan pendidikan
Landasan pendidikan
riswanda-pg
 
Pendidikan dalam-perspektif-filosofis-makalah
Pendidikan dalam-perspektif-filosofis-makalahPendidikan dalam-perspektif-filosofis-makalah
Pendidikan dalam-perspektif-filosofis-makalah
ryanz ozuro
 

Similar to Tugas nulis (20)

Pengantar ilmu pendidikan
Pengantar ilmu pendidikanPengantar ilmu pendidikan
Pengantar ilmu pendidikan
 
PENGERTIAN PEND-WPS Office.pdf
PENGERTIAN PEND-WPS Office.pdfPENGERTIAN PEND-WPS Office.pdf
PENGERTIAN PEND-WPS Office.pdf
 
Pendidikan Sepanjang Hayat
Pendidikan Sepanjang HayatPendidikan Sepanjang Hayat
Pendidikan Sepanjang Hayat
 
Sosbud epy
Sosbud epySosbud epy
Sosbud epy
 
Makalah hakikat pendidikan
Makalah hakikat pendidikanMakalah hakikat pendidikan
Makalah hakikat pendidikan
 
Landasan Kependidikan
Landasan KependidikanLandasan Kependidikan
Landasan Kependidikan
 
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikanFilsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
 
Filsafat Pendidikan
Filsafat Pendidikan Filsafat Pendidikan
Filsafat Pendidikan
 
Pancasila (Filsafat Nilai Pancasila)
Pancasila (Filsafat Nilai Pancasila)Pancasila (Filsafat Nilai Pancasila)
Pancasila (Filsafat Nilai Pancasila)
 
PPT PENDIDIKAN DASAR.pptx
PPT PENDIDIKAN DASAR.pptxPPT PENDIDIKAN DASAR.pptx
PPT PENDIDIKAN DASAR.pptx
 
Proses hidup dan kehidupan sebagai dasar filsafat pendidikan
Proses hidup dan kehidupan sebagai dasar filsafat pendidikanProses hidup dan kehidupan sebagai dasar filsafat pendidikan
Proses hidup dan kehidupan sebagai dasar filsafat pendidikan
 
Literasi jasmani
Literasi jasmaniLiterasi jasmani
Literasi jasmani
 
Landasan pendidikan
Landasan pendidikanLandasan pendidikan
Landasan pendidikan
 
Musni Umar: Pendidikan Politik dan Pembumian Nilai nilai Pancasila
Musni Umar: Pendidikan Politik dan Pembumian Nilai nilai PancasilaMusni Umar: Pendidikan Politik dan Pembumian Nilai nilai Pancasila
Musni Umar: Pendidikan Politik dan Pembumian Nilai nilai Pancasila
 
Pendidikan dalam-perspektif-filosofis-makalah
Pendidikan dalam-perspektif-filosofis-makalahPendidikan dalam-perspektif-filosofis-makalah
Pendidikan dalam-perspektif-filosofis-makalah
 
Buku Pascasarjana INAIFAS .docx
 Buku Pascasarjana INAIFAS .docx Buku Pascasarjana INAIFAS .docx
Buku Pascasarjana INAIFAS .docx
 
Buku Pascasarjana INAIFAS. pdf
 Buku Pascasarjana INAIFAS. pdf Buku Pascasarjana INAIFAS. pdf
Buku Pascasarjana INAIFAS. pdf
 
Kata pengantardd
Kata pengantarddKata pengantardd
Kata pengantardd
 
Ppt devi filsafat ilmu
Ppt devi filsafat ilmuPpt devi filsafat ilmu
Ppt devi filsafat ilmu
 
Kelolmpok 2 (PENGANTAR PENDIDIKAN.pptx
Kelolmpok 2 (PENGANTAR PENDIDIKAN.pptxKelolmpok 2 (PENGANTAR PENDIDIKAN.pptx
Kelolmpok 2 (PENGANTAR PENDIDIKAN.pptx
 

Recently uploaded

Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docxKisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
FitriaSarmida1
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
nabilafarahdiba95
 
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docxKISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
DewiUmbar
 
.....................Swamedikasi 2-2.pptx
.....................Swamedikasi 2-2.pptx.....................Swamedikasi 2-2.pptx
.....................Swamedikasi 2-2.pptx
furqanridha
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
JarzaniIsmail
 

Recently uploaded (20)

KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAKELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
 
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docxKisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
 
Skenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru Penggerak
Skenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru PenggerakSkenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru Penggerak
Skenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru Penggerak
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
 
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
 
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
 
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHANTUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
 
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan BerkelanjutanTopik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
 
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docxKISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
 
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxMemperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
 
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanProgram Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
 
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
 
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusiaKonseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
 
AKSI NYATA Numerasi Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
AKSI NYATA  Numerasi  Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptxAKSI NYATA  Numerasi  Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
AKSI NYATA Numerasi Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
 
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
.....................Swamedikasi 2-2.pptx
.....................Swamedikasi 2-2.pptx.....................Swamedikasi 2-2.pptx
.....................Swamedikasi 2-2.pptx
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 

Tugas nulis

  • 1. E. Pendidikan dan Pengajaran Secara implisit di depan telah dibedakan antara konsep pendidikan dan pengajaran. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pedidikan lebih terkait dengan transfer nilai-nilai kemanusiaan sedang pengajaran lebih terkait dengan transfer ilmu pengetahuan atau informasi. Sebagian media menjelaskan perbedaan antara konsep pendidikan dan pengajaran berikut ini Penulis menyusun tembang dan lagu debgab judul “Guru Profesional”. Syair yang terdapat dalam tembang lebih berisi pesan nilai-nilai kemanusiaan yang harus diinternalisasi dalam diri seorang pendidik yang profesional. Tembang Asmaradana diidentifikasi sebagai cocok untuk memberikan nasihat dan penanaman nila-nilai kemanusiaan. Dengan demikian tembang berikut lebih merupakan perwujudan dari konsep pendidikan. Konsep profesional dalam hal ini diturunkan dari ketentuan dalam UU RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,yang Harus memiliki empat kompetensi,yaitu: kompetensi paedagogik, kompetensikepribadian, kompetensi sosial,dan kompetensi profesional (Bagian Kelima, Pasal 32, ayat (2)). Kompetensi profesional juga dapat disebut kompetensi akademik, untuk membedakan dengan tiga kompetensi lainnya yang sebenarnya masuk kompetensi profesional juga. Sementara yang terdapat dalam lagu berikutnya lebih merupakan pernyataan atau informasi saja, maka lebih mewujudkan suatu konsep pengajaran. Karena tentang pendidikan telah banyak diuraikan di depan, maka sekarang gilirannya untuk menguraikan secara lebih jauh tentang pengajaran. Dari konsep pendidikan arti yang luas telah dipaparkan bahwa pendidikan adalah memanusiakan manusia lewat pembudayaan, memberdayakan dan membudayakan, yang terwujud sebagai manusia dewasa yang susila atau manusia seutuhnya. Marilah kita telaah manusia seutuhnya dari sudut pandang konsep pengajaran dalam bentuknyabsebagai proses pembelajaran (pendidikan arti khusus) yang terjadi di sekolah. Berbicara manusia seutuhnya menyangkut tentang hakikat manusia. Marilah kita memasuki sedikit kawasan filsafat manusia. Dalam filsafat mnusia dirumuskan hakikat manusia sebagai makhluk monodualis(dwitunggal) dan monopluralis(sarwatunggal) (Sunoto, 1982:54- 58),yang oleh para ahli filsafat disebut sebagai paradok, dua kenyataan yang bertentangan tetapi hanya benar dalam kesatuan dari keduanya (Drijarkara,tt,16- 36;Sijders,2004:97-142). Sebagai makhluk mnodualis terdiri atas badan yang menjiwa (anyukma raga, raganya menjadi sukma, badannya menjadi/sebagai roh) atau jiwa yang membadan (angraga sukma, sukmanya menjadi/sebagai raga, rohnya menjadi
  • 2. badan). Orang Jawa, dalam kitab Centini, menggambarkannya sebagai:tunggal tan tunggal,roro pan tan roro,lir jiwo lawan ragane,katon tunggal ketingal kekalih (satu bukan satu,dua juga bukan dua,seperti jiwa dilihat dengan raganya,kelihatan satu tampak dua)(Drijarkara,tt:151). Dalam kaitannya dengan pengajaran, bahwa proses pembelajaran harus menumbuhkan raga(fisik) dan mengembangkan jiwa (mentalitas, psikis,kejiwaan) secara harmonis (serasi, selaras, dan seimbang). Sebagai makhluk mnopluralis, manusia terdiri atas cipta (kognitif), rasa (emotif), karsa (konatif)(emotif dan konatif = afektif),dan karya (psikomotorik). Dalam kaitanyya dengan pengajaran, pembelajaran harus mengembangkan ranah kognitif, afektif dan menumbuhkn psikomototikyang disebut dengan pengembangan multiinteligen : inteligent quotient (IQ), emotioal quotient (EQ), religion quetient (RQ), dan social quetient (SQ), juga spirital quotient (SQ). Tentang istilah EQ dikoreksi oleh Drost (2006 : 56) menjadi EI (emmotional intelligence) karena emosi tidak dapat diukur padahal pengertian quotient merupakan hasil dari sejumlah tes. Dengan demikian : bukan social quotient melainkan social intelligence, bukan spiritual quotient melainkan spiritual intelligence, dan bukan religion quotient melainkan religion intelligence, kecuali IQ tetap karena intelligensia memang dapat diukur dengan tes. Kecerdasan juga mencangkup liguistik, matematika, visual / spasial. Kinestetik / perasa, musikal, immpersonal, intrapersonal, dan intuisi (DePorter & Hernacki, 2007 : 31). Pengembangan kecerdasarn tersebut dilaksanakan dalam Contextual Teaching & Learning (CTL), yang menjadikan kegiatan belajar – mengajar mengasikkan dan bermakna (Johnson, 2007 : 31 – 59). Pegajaran juga perlu dibedakan dari pelatihan. Dalam kaitannya dengan menumbuhkan ranah psikomotorik, dalam praktik yang dikenal “pendidikan jasmani”. Sesungguhnya, dalam pengertian yang mendasar, tidak ada pendidikan jasmani (penjas), yang ada adalah “pelatihan jasmani” atau “olah raga”. Dalam Peraturan pemerintah RI Nommor 19Tahun 2005 tentang Standar nasional Pendidikan disebut dengan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga dan kesehatan (Bab III, Bagian Kedua, Pasar 6, ayat (1)e). Bagaimana dengan konsep “pendidikan agama”? Berikut ini telaah rinciannya. F. Pendidikan atau Pengajaran Agama ? Sekaras dengan hasil telaah di muka, bahwa tidak ada pendidikan yang formal, semua pendidikan adalah informal, dan sekolah adalah suatu pendidikan formal, maka dalam pengertian yang sebenarnya tidak ada pendidikan agaman di sekolah. Di Sekolah, seagai jalur pendidikan formal, yang ada adalah “pengajaran” agama.
  • 3. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional disebut tentang “pendidika keagamaan” yang dapat diselenggaraka pada jalur pendidika formal, nonformal, dan informal (Pasal 30) dan “pendidikan agama” yang wajib dimuat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah, serta pendidikan tinggi (Pasal 37). Pemakaian istilah “pendidikan agama” di sekolah perlu dimaknai sebagai pendidikan dalam arti yang sempit, kerena sebagaimana yang teah disebut di depan, UU Sisdiknas mencampur – adukkan antara istilah pendidikan dan sekolah; antara konsep pendidikan (pedagogi) dan pengajaran (edukasi). Hal tersebut telah menimbulkan perdebatan yang berkepanjangan dalam proses penyusunan dan pengesahan RUU Sisidiknas (Soegeng, 2005 : 40 -54). Bagaumanapun, sebagaimana yang telah dipaparkan di depan, pendidikan dan pengajaran dapat tejadi dalam satu tindakan yang sama. Dalam mendidik selalu terkandung unsur mengajar dan mengajar yang baik selalu mengandung unsur mendidik. Seorang pengajar mendidik dengan mengajar dan mengajar dengan mendidik. Seorang pelajar dididik dengan belajar dan diajar dengan dididik (Drost, 2006 : 55). Demikian halnya dengan pendidikan yang selalu terjadi dalam bentuk informal itu, juga terdapat unsur – unsur pengajaran; sedang pengajaran (yang di sekolah dalam kaitannya dengan agama disebut “pendidikan agama”) bila dilaksaakan dengan baik selalu terjadi proses mendidik. Apabila didalam proses penyusunan dan pengesahan RUU Sisdiknas terjadi perdebatan yang serius, hal itu merupakan dinamika politik bagi bangsa Indonesia yang sedang dalam proses menuju demokrasi dan pemahaman serta penghargaan terhadap hak – hak azasi menusia ddengan baik dan benar. Dalam praktik pelaksanaannya di lapanan tidak seserius itu yang terjadi. Itulah karateristik sejati bangsa Indonesia. G. Pendidikan dan pengajran Sepanjang Hayat Masih ada satu hal penting dalam kaitannya dengan konsep pendidikan dan pengajaran. Satu hal penting itu adalah penggunaan istilah pendidikan sepanjang hayataa. Telaah hal itu terkait dengan pertanyaan kapan sebenarnya pendidikan itu berakhir. Sesuai dengan pembatasan pendidikan sebagai proses pembentukan manusia muda yang belum dewasa dan susila, yang muncu dari eksistensia atau cara manusia berada secara otentik, menuju manusia seeutuhnya (deasa dan susila) dan tidak pernah selesai (Drhakara,t.t : 240 – 243), maka dapat dipastikan bahwa pendidikan terlaksana dalam sepanjang hayat (life education, the lifelong education. From the cradle to the burial). Dalam kaitannya dengan tujuan pendidikan untuk membentuk diri sendiri (self – forming) menuju kesempurnaan
  • 4. sebagai manusia dewasa dan susila, tidaklah bertentangan kalau Drost (2000 : 21) mengatakan bahwa manusia dididiklah antara umur 0 tahun sampai 20 tahun(masa kanan – kanak anak, remaja, dan pemuda atau adolesens). Bila sesudah umur 20 tahun masih dididik, artinya pendidikan itu gagal, maka disimpulkan tidak ada pendidikan tinggi. Yang berakhir pada umur 20 tahun itu adalah bantuan yang diberikan oleh manusia dewasa dan susila. Pendidikan hanya terjadi oleh manusia dewasa dan susila kepada manusia muda yang belum dewasa dan susila. Tidak ada pendidikan bagi orang dewasa. Setelah umur 20 tahun manusia seharusnya sudah dewasa dan susila tidak memerlukan bantuan dari manusia dewasa dan susila yang lain. Apabila masih terjadi proses pendidikan, itulah yang disebut autodidak, mendidik diri sendiri. Lain halnya dengan pendidikan yang tidak mungkin terjadi oleh manusia dewasa dan susila untuk manusia dewasa dan susila yang lain, untuk pengajaran dapat terjadi , bahkan dapat pula terjadi oleh anak muda untuk orang yang telah deawsa dan susila. Anak dapat mengajar orangtua, Jawa mengatakan kebo nusu gudel (kerbau menyusu anak kerbau). Dengan demikian terjadi pula pengajaran sepanjang hayat, sejauh yang bersangkutan masih ada minat, dan pengajaran dapat berakhirbkapan saja, bila sudah tidak berminatatau tidak ada kesempatan/kemungkinan untuk belajar. MENDIDIK DAN MENGAJAR A.PENDAHULUAN Dapat ditegaskan bahwa pendidikan adalah suatu upaya yang bertujuan untuk menghasilkan suatu tipe pribadi tertentu dan bahwa hal ini dilakukan dengan transmisi (pemindahan) pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman dari satu pribadi ke pribadi yang lain. Peran dari ahli filsafat adalah menguraikan berbagai asumsi dan pembenaran yang dibuat dan diberikan oleh para praktisi dan para ahli teori dalam bidang ini. Sebagai konsekuensinya, kit telah menguji dalam suatu cara dasar/permulaan pernyataan-pernyataan seperti tujuan-tujuan dan haraan-harapan pendidikan,hakikat dari menteorikan pendidikan dan hakikat dari pengetahuan. Sekarang kita perlu meninjau aspek transmisi dari pendidikan. Kurikulum telah menetapkan apa yang harus diajarkan dan, sekali lagi, secara tidak langsung menimbulkan permasalahan pmbenaran. Transmisi mencakupi paedagogi dan hal ini sebaliknya menimbulkan masalah-masalah klarifikasi dan pembenaran. Sekarang kita tidak berkenan terlalu banyak dengan apa yang diajarkan melainkan dengan bagaimana hal itu diajarkan, dengan konsep-konsep
  • 5. mengajar dan melatih dan dengan isu indoktriasi yang terkait. Daam mengkaji topik-topik ini kita akan berkenan dengan peran dan kedudukan guru dan siswa dan dengan keluasannya hingga pada mengajar dan mendidik yang mencakupi konsep-konsep otoritas, disiplin, dan hukuman. B.MENGAJAR DAN MENDIDIK Mengajar secara jelas dan erat dikaitkan dengan pendidikan. Ya atau tidak pendidikan dapat berlangsung dalam tiadanya pengajaran dapat diperdebatkan, tetapi dalam praktik mengajar adalah sentral bagi upaya tersebut. Bagaimanapun, konsep mengajar tidak dengan sendirinya merupakan suatu upaya yang mudah untuk ditangani. Untuk satu hal, kata ‘mengajar’ bukanlah nama dari salah satu aktivitas. Mengajar dapat mencakupi banyak jenis kegiatan yang berbeda: berbicara, bertanya, menulis di papan tulis, mengatur situasi di mana para siswa dapat belajar, dan banak yang lain. Sering sulit untuk menarik garis yang memisahkan mengajar dari kegiatan-kegiatan lain yang dapat mirip dengannya. Misalnya, apakah memberikan informasi itu mengaiar? Apakah seorang guru mengajar dengan gayanya, dengan cara hidupnya, dengan contohnya? Apakah berpakaian secara konvensional (kolot) atau modern merupakan suatu jenis mengajar? Daptkah seorang mengajar secara tidak dikehendaki, dengan kebetulan-kebetulan? Ini semua bukan masalah yang tidak penting. Seorang guru akan lebih dulu memegang tanggungjawab terhadap pengajarannya dan dengan demikian hal itu harus menjadi jelas tentang apa yang diperimbangkan sebagai mengajar dan apa yang tidak. Analisis yang diberikan dalam bagian ini akan menujuk pada dua simpulan. Pertama, bahwa mengajar perlu melibatkan keinginan bahwa seseorang akan belajar sebagai suatu akibat dari apa yang dilakukan guru; kedua, bahwa mengajar menuntut suatu pengakuan oleh keduanya guru dan siswa tentang suatu hubungan khusus yang ada diantara mereka. Mengajar merupakan suatu masalah yang dinginkan. Mengajar adalah menginginkan bahwa seseorang akan mempelajari sesuatu. Bila tidak ada keinginan ini, maka apapun yang dilakukan-bertindak, mempertunjukkan, menarik perhatian diri sendiri –ia tidak terikat dalam mengajar walaupun ia barang kali merasa demikian. Oleh karena itu, adalah tidak penting bahwa siswa nyatanya akan mempelajari sesuatu. Mengajar tidak memerlukan berhasil baik. Tetapi jika guru menempatkan tugasnya dalam suatu cara yang cocok terhadap kesempatan tersebut, sesuai dengan usia dan kemampuan dari para siswanya, dengan keinginan bahwa mereka akan mempelajari sesuatu, maka sejauh itu ia sedang mengajar. Ini berarti bahwa walaupun seseorang dapat mengajar tetapi tidak berhasil, sesorang tidak dapat mengajar secara kebetulan, atau tidak dikehendaki. Adalah mungkin bahwa siswa akan mempelajari sesuatu yang tidak diinginkan guru. Ia dapat mempelajari sesuatu dari logat guru, atau cara
  • 6. bertindaknya, atau gaya berpakaiannya, tetapi hal itu tidak mengikuti dari ini bahwa guru mengajar dia untuk berbicara atau bertingkah laku atau berdandan dalam suatu cara. Sesorang dapat belajar tanpa diajar. Seorang guru yang tidak simpatik atau berkelakuan jelek tidak mengajar seorang anak untuk membenci sejarah atau matematiak, walaupun anak tersebut dapat menjadi membenci matapelajaran tersebut hanya karena ia membenci guru tersebut. Ia belajar untuk membenci matapelajaran itu tetapi ia tidak telah diajar untuk berlaku demikian itu. Mengajar telah berlangsung ketika apa yang dipelajari, dipelajari sebagai suatu akibat dari keinginan bebas seseorang. Perlu dibuat kualifikasi di sini berkenaan dengan pernyataan tersebut di atas bahwa mengajar tidak harus berhasil. Umumnya hal ini memang demikian. Seorang guru dapat mengajar sepanjang hari, menghendaki bahwa para siswanya akan belajar,tetapi dikalahkan oleh kemalasannya, atau kelelahannya atau oleh suatu pengaruh dari luar,kegaduhan atau kekacauan. Dalam hal ini ia dapat dengan jelas dikatakan telah sedang mengajar, walaupun tidak berhasil, sebagaimana orang dapat dikatakan telah membuang waktu sepanjang hari untuk memancing walaupun tidak ada sesuatu yang diajarkan. Bagaimanapun, ada suatu perasaan ‘mengajar’ dalam hal mana pernyataan tentang....