PMR memiliki peran penting dalam kegiatan kemanusiaan PMI. Eksistensi PMR dibentuk untuk mendukung tugas PMI sejak didirikan oleh Siti Dasimah dan Fatimah Abdurrahman. Proses kaderisasi PMR bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai kemanusiaan melalui pendidikan, sosialisasi, dan transformasi agar kader dapat melaksanakan misi PMR. Kaderisasi perlu meningkatkan pemahaman tentang organisasi,
1. EKSISTENSI KADERISASI PMR
oleh: Natal kristiono,S.Pd.M.H.1
Palang merah remaja atau yang sering disebut dengan PMR, merupakan institusi yang
anggotannya dari para remaja yang komitmen dengan dunia kepalang merahan. Sementara
itu, eksistensi PMR dalam tubuh PMI tidak perlu diragukan lagi keberadaannya, PMR
bersama-sama institusi sukarelawan lainnya semacam KSR, TSR, DDSR telah menjadi
ujung tombak PMI dalam melaksanakan misi kemanusiaannya di Indonesia.
Kalau kita tengok kembali historis PMR, dimana saat PMR pertama kali didirikan oleh
Nn SITI DASIMAH dan Nn FATIMAH ABDURAHMAN dengan tujuan untuk
membantu tugas PMI pada masa itu. Sejumlah pemuda usia sekolah direkrutnya menjadi
anggota, dan diberikan pelatihan-pelatihan tentang kepalang merahan, baik tentang
pertolongan pertama maupun tentang keorganisasian dan tugas-tugas PMI di dalam
mengimplementasikan nilai-nilai tujuh prinsip Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah Internasional.
Dengan semangat itu pula, terbentuklah PMR di sekolah-sekolah yang kemudian terkenal
dengan sebutan Markas Lokal. Pendirian Markas Lokal-Markas Lokal PMR di
sekolah-sekolah ternyata tidaklah mudah laksana membalikkan telapak tangan karena
banyak kendala yang kita alami sampai saat ini, terutama hal tersebut adalah kaderisasi
PMR itu sendiri, mengingat hal itu merupakan salah satu aspek fundamental di dalam
tumbuh tegaknya sebuah institusi.
Sejarah telah mengungkap betapa perjuangan diskursus kaderisasi telah mendapatkan
perhatian yang sangat serius di kalangan praktisi PMR semenjak beberapa dekade yang
lalu. Dari tahun ketahun perjalanan kaderisasi terus mengalami perubahan, namun
perubahan itu kurang signifikan, karena apa yang terjadi di lapangan (Markas Lokal)
sangat jauh dari apa yang kita harapkan.
Di Markas lokal sering terjadi masalah, baik dalam materi pendidikan, alat/media
penyampai (termasuk di dalamnya tenaga pelatih), maupun keorganisasian sebagai
kerangka kaderisasi. Hal ini dikerenakan kurangnya pemahaman terhadap apa yang
1
Dosen PPKn UNNES , Wakil Komandan KSR PMI Pemalang
2. dikatakan dengan “kaderisasi” itu sendiri, padahal kaderisasi merupakan proses
pendidikan pendidikan, sosialisasi, tranformasi, dan idiologisasi tata nilai melalui sistem
organisasi pada diri kader, sedangkan kader merupakan seseorang yang telah mengalami
proses kaderisasi PMR.
Pendidikan berfungsi sebagai agen perubahan sosial, dalam arti akan berlangsung
penyiapan sumber daya manusia sebagai pelaku dan pelopor perubahan sosial. Pendidikan
akan memerikan bekal pada setiap diri kader untuk mempersiapkan diri dan berkembang
sesuai dengan potensi diri dan lingkungan dalam mengimplementasikan nilai-nilai dari
tujuh prinsip Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional serta tribakti
PMR.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, di dalam proses kaderisasi berlangsung transformasi
dan sosialisasi dari materi kepalang merahan dan keorganisasian. Kaderisasi PMR sendiri
diharapkan mempunyai karakteristik sendiri dibandingkan dengan sistem kaderisasi
institusi lainnya, adapun karekteristik tersebut antara lain :
● Proses kaderisasi harus berpegang teguh pada nilai-nilai tujuh prinsip gerakan
PM dan BS Internasional.
● Sistem kaderisasi haruslah fleksibel, karena harus dapat berinteraksi dengan
sistem lainnya.
● Sistem kaderisasi harus merupakan sistem yang mampu berkembang ke arah
kesempurnaan.
● Proses kaderisasi diharapkan berorientasi pada :
1. IMAN dan TAQWA
Orientasiini didasarkan atas problem spiritual, dekadensi moral, maka dalam
proses kaderisasi perlu adanya pembenahan hal itu. Ini bisa diwujudkan dengan
pemerian waktu yang cukup untuk ibadah bagi kader, atau bisa juga dengan jalan
adanya pemanjatan doa, baik sebelum maupun sesudah proses pendidikan. Hal
tersebut dimaksudkan agar diri setiap kader senantiasa mengingat Tuhan nya
sehingga amal perbuatan kader tetap terjaga.
2. JATI DRI (ATITUDE)
3. Orientasi ini didasarkan pada problem krisis identitas, individualisme, dan egoisme.
Pembentukan jati diri seoarng kader harus diawali sedini mungkin, hal ini
merupakan langkah pertama untuk membberikan landasan yang kokoh terhadap
pertumbuhan kepribadian seoarng kader. Materi ini dapat diimplementasikan
melalui pendidikan remaja sebaya (PRS).
3. KELEMBAGAAN PMR.
Problem kelembagaan yang dihadapi oleh PMR adalah pengelolaan keorganisasian
dan kurangnya SDM yang profesional, etika dan rasa kepemilikan terhadap
organisasi serta tidak meratanya pemahaman materi dan hirarki organisasi. Hal
tersebut dapat diatasi dengan pemberian materi kepalang merahan, terutama
menyangkut keorganisasiannya.
4. KESEHATAN
Sebagian masyarakat kelas menengah kebawah kurang begitu memenuhi makna
akan pentingnya kesehatan, hal ini terutama dapat kita lihat jelas di daerah
perkampungan kumuh. Di sinilah kader dituntut untuk menjadi penyuluh kesehatan
agar pola pikir masyarakat tersebut berubah, sebagai mana fungsi pendidikan itu
sendiri. Pengetahuan tentang kesehatan dapat diperoleh seoarang kader melalui
materi tentang KRR, lingkungan sehat, serta aplikasi lainnya.
Selain itu juga kaderisasi harus mempunyai tingakatan-tingakatan tertentu untuk para
kadernya, tingkatan kaderisasi ini dibagi di dalam beberapa tingkatan, antara lain yaitu
tingkat dasar, menengah, serta utama. Untuk tingkat dasar seseorang calon kader harus
mengikuti orientasi PMR sebagai langkah dalam proses kaderisasi itu sendiri.
Untuk tingkat menengah seorang kader mengikuti pendidikan lanjutan dari tingkat dasar,
untuk tingkat utama seoarang kader diwajibkan untuk mampu menjadi pelatih/pemberi
materi bagi tingkat dibawahnya.
Natal Kristiono,S.Pd
Taman Lestari Blok E2 No. 6 Taman Pemalang