Jual Alat Bantu Sex Di Tangerang 081246444463 Pusat Alat Bantu Sex Toys
Farkot Terapan B_Kelompok 3_Studi Kasus Gangguan Koagulasi.pptx
1. Studi Kasus Kelompok 3
Farmakoterapi
Terapan -B
Baiq Junjung Pesona Ribeki 1506677585
Denis Liuwanta
1606828444
Devi Ananda Putri
2006623233
Dheasy Eugenia
2006623265
Farnia Zahra
2006623372
Galang reynaldi
1606838350
Ima Multazimah
2006623460
Haifa Nurmahliati
2006623422
M Khairi Ridwan
2006623561
2. No 1
Seorang pria (56 tahun) dengan riwayat hipertensi ringan datang dengan keluhan sakit
pada betis. Sehari sebelumnya dia baru kembali dari perjalanan jauh Moskow-Jakarta.
Tidak ada keluhah nyeri dada dan sesak nafas. TD 125/80, Denyut nadi 85, RR 14,
SO2 99%. Kaki kiri bengkak sampai lutut. Ultrasonografi ekstremitas kiri bawah
konsisten dengan trombosis meluas ke superficial vena femoralis. Apa manajemen
terapi yang tepat untuk mengatasi keluhan pasien saat itu?
3. Subjective Pria 56 tahun sakit pada betis, baru kembali dari perjalanan jauh
Moskow-Jakarta
Objective TD 125/80, Denyut nadi: 85, RR: 14, SO2: 99%, kaki kiri bengkak
sampai lutut, Ultrasonografi ekstremitas kiri bawah konsisten dengan
trombosis meluas ke superficial vena femoralis
Assesment DVT (Deep Venous Thromboembolism) tanpa ada PE (Pulmonary
Embolism) karena tidak disertai sesak
4. Plan ● Manajemen terapi yang diberikan VTE treatment (rawat jalan): antikoagulan
oral
Rivaroksaban: 15 mg dua kali sehari (dosis maksimal 30 mg, jika lupa dapat
diminum sekaligus dua tablet) untuk tiga minggu pertama diikuti selanjutnya
20 mg sekali sehari (dosis maksimal)
Atau
VKA: Warfarin, namun perlu di monitoring INR sampai INRnya mencapai
kadar terapi selama 2 hari berturut-turut Dosis awal : sehari sekali 2-5 mg,
selama 2 hari
Antikoagulan oral melawan efek vitamin K, dan diperlukan waktu paling tidak
48-72 jam untuk mendapat efek antikoagulan yang maksimal. Jika diperlukan
efek yang segera, heparin harus diberikan bersamaan. Dosis : Injeksi
intraven intermitten dengan dosis awal 10000 unit dilanjutkan dosis
pemeliharaan 5000-10000 U setiap 4-6 jam
● Anti nyeri : Paracetamol 500 mg 3 kali sehari
● Menganjurkan pasien untuk beristirahat di tempat tidur (bedrest),
meninggikan posisi kakinya, dan memasang compression stocking.
5. Terapi Non Farmakologi
a. Mengompres area yang sakit dengan air hangat
b. Mengganjal kaki yang sakit saat sedang tidur atau duduk agar posisinya
lebih tinggi
c. Menggunakan stoking khusus (kompresi) untuk meredakan
pembengkakan dan mencegah komplikasi.
6. No 2
Seorang wanita aktif 76 tahun dengan riwayat diabetes mellitus dan fibrilasi atrium datang saat konsul
rutin. Obatnya saat ini termasuk diltiazem CD (control delivery, diberikan satu kali sehari), glimepiride,
dan warfarin. Nilai INR-nya dalam satu tahun terakhir berkisar dari 1,8 hingga 2,7. Pada pemeriksaan
fisik tekanan darahnya adalah 130/72, denyut nadi 76. Paru-paru bersih dan pemeriksaan jantung
menunjukkan aritmia, tidak ada murmur. Hasil lab: Hct 34%, SCre 2,7 mg / dL, ALT 33 U / L, dan
HbA1c sebesar 6,8%. Pasien menanyakan apakah dia dapat beralih ke antikoagulan oral baru yang
tidak membutuhkan pemantauan utk penyesuaian dosis?
7. Indikasi Obat-obat yang Dikonsumsi
Diltiazem CD (control delivery) → Hipertensi essensial ringan-sedang, angina pektoris
(nyeri dada akibat penyakit jantung koroner), dan anginan varian (dikonsumsi sehari 1 kali)
Glimepiride-> Digunakan untuk obat Non-Insulin-Dependent (type II), Diabetes Melitus
(NIDDM) dimana kadar glukosa darah tidak dapat hanya dikontrol dengan diet dan
olahraga saja.
Warfarin → Digunakan untuk mencegah serangan jantung, stroke, dan pembekuan darah
di pembuluh darah dan arteri.
8. A. Indikasi Diltiazem
● Diltiazem (non dihidro): jantung. Untuk lansia normalnya 140/90. Jadi pasien ini masih terkontrol
ya. Biasanya kalau lansia gangguannya di otot pembuluh darah jadi kalsiumnya mudah masuk.
Jadi diberikan ccb. Jadi pasien kemungkinan tidak ada risiko ke arah CKD, jadi bisa diberikan
diltiazem CD.
● Cara kerja dihidro : di otot polos/darah dan lebih selektif. Kalau ada masalah jantung
diberikannya yang dihidro, karena kalau non dihiro malah memperlambat denyut jantungnya
● Cara kerja nondihidro : selain di pembuluh darah dia juga ke otot jantung. Jadi pada pasien lansia
dan menderita aritmia maka pasien diberikan diltiazem cd (control delivery/lepas controll.
Diltiazem diberikan ini kl masalah dengan ccb.
9. B. Indikasi Glimepirid dan Warfarin
● Glimepirid : DM dengan sulfonil urea yg paling baik karena risiko hipoglikemianya lebih
rendah dari glibenklamid.
● Warfarin : antikoagulan karna ada riwayat AF jadi sebagai pencegahan stroke. Jadi untuk
mengukur/menilai risiko pake sistem skoring. Pasien ini termasuk high risk jadi butuh
antikoagulan.
10. Pengukuran Score Penyakit
● Congestiv = +1
● Hipertensi +1
● Age >75 +1
● Dm +1
● Stroke atau tidak +2 (tromboemboli)
● Score 3 → high risk shg butuh terapi profilaksis mencegah stroke → antikoagulan
○ Scre normal 0,5-1, ALT 5-35
○ Hba1c normal <5,7
○ Hematokrit 37-43
11. Apakah Tepat Pasien Bila Diberikan Antikoagulan?
Mengapa?
Tepat. Terapi antitrombotik yang dipergunakan untuk prevensi stroke pada pasien
FA meliputi antikoagulan (antagonis vitamin K dan antikoagulan baru), dan
antiplatelet. Jenis antitrombotik lain yaitu trombolitik tidak digunakan untuk
prevensi stroke pasien Fibrilasi Atrium.
Sumber :
Pedoman tatalaksana fibrilasi atrium (PERHIMPUN AN DOKTER SPESIALIS KARDIOVASKULAR
INDONESIA)
12. Apa antikoagulan baru yang dimaksud pasien ?
Contoh antikoagulan baru/Novel Oral Anticoagulants (NOACs) dikembangkan termasuk
inhibitor trombin langsung seperti Dabigatran yang merupakan alternatif untuk warfarin bagi
high risk patients contohnya pada kasus ini pasien mengalami atrial fibrillation. Dabigatran
terbukti lebih unggul dari Warfarin untuk pencegahan stroke dan emboli sistemik dan tingkat
perdarahan intrakranial yang lebih rendah dibanding Warfarin.
Untuk pasien ini idealnya lanjutkan saja dengan Warfarin karena obat-obat baru (NOACs) belum
ada antidote spesifiknya sedangkan warfarin sudah ada yaitu vitamin K (reversal agent). Namun
jika dievaluasi selama 2 bulan hasilnya kurang baik maka dapat diberikan Dabigatran dengan
dosis 75 mg dua kali sehari karena pasien telah mengalami penurunan fungsi ginjal yang
ditunjukan dengan hasil pemeriksaan Scre 2,7 mg/dL sehingga perlu kehati-hatian jika akan
diberikan Dabigatran.
Cruz-Flores, S. 2018. What is the role of novel oral anticoagulants (NOACs) in stroke prevention in patients with atrial fibrillation (AF). Medscape (https://www.medscape.com/answers/1160021-168072/what-is-the-role-of-
novel-oral-anticoagulants-noacs-in-stroke-prevention-in-patients-with-atrial-fibrillation-af)
Martin, L. 2018. Pharmacokinetics/Pharmacodynamics of Dabigatran 75 mg Twice Daily in Patients With Nonvalvular Atrial Fibrillation and Severely Impaired Renal Function. J Cardiovasc Pharmacol Ther 23(5):399-406. doi:
10.1177/1074248418769167 (https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29695165/#:~:text=The%20US%20Food%20and%20Drug%20Administration-approved%20dabigatran%20etexilate,15-
30%20mL%2Fmin%29%2C%20based%20on%20post%20hoc%20pharmacokinetic%20modeling.)
13. Apakah rekomendasi yang tepat untuk pasien
tersebut?
a)Switch ke aspirin 80 mg sehari.
b) Evaluasi anemia, untuk ganti ke antikoagulan baru
c) stop warfarin dan 2 hari kemudian mulai dabigratan 150 mg 2x1
d) lanjut warfarin, kurangi frekuensi, monitoring setiap 2 bulan
14. Jawaban
INR yang normal 2-3 untuk pasien dengan AF. Pasien terdiagnosis anemia karena terdeteksi mengalami CKD
dilihat dari Scre nya tinggi, dimana CKD menyebabkan anemia karena adanya defisiensi eritropoetin
A. Salah. Aspirin lebih antiplatelet jadi masih ke hemostasis primer jadi tidak bisa melisiskan plak, hanya mencegah
penggumpalan. Kalo antikoagulan jika sudah terbentuk penggumpalan
B. Salah. Anemia tidak perlu dievaluasi karena sudah terdeteksi dari Hct
C. Salah. Dabigatran 80% di eliminasi dari ginjal 20% feses jadi tidak rekomended karna pasien mengalami CKD
sehingga kalo diberikan dosis penuh sangat berisiko tinggi. Rivaroxaban eliminasi di ginjalnya lebih rendah.
apixaban juga lebih baik lg karna 27% dieliminasi di ginjal. Rivaroxaban sdh off paten.
D. Benar.
15. Mekanisme :
● Warfarin (VKA). Jadi kalo INR melebihi atau poisoning diberikan vit K sebagai antidot. VKA
warfarin bekerja dengan menghambat faktor koagulasi yg dependent atau memerlukan vitamin K
(2,9,10). Warfarin bekerja dengan menghambat epoksida reduktase yang mencegah vitamin K
yang bentuk aktifnya.
● Heparin bekerja di beberapa lokasi :
○ WFH
○ LMWH → bekerja tidak langsung ke 10a. Jadi dia mengaktivasi antitrombin 3 yang
menyebabkan inhibisi 10a ( tidak direct ke 10a). Bisa inhibisi trombin (IIa)
Heparin bekerja mengaktifkan antitrombin III yang menghambat trombin faktor 2 dan 10 ke 10a
● DOAC → inhibisi direct ke 10a. DOAC blm ada reversal agent yang bisa digunakan jadi tidak
ada kaya antidotnya
○ Dabigatran → direct ke trombin, lebih lokal
○ Apixaban → spesifik ke 10a
○ Bivalen → bivalirudin, desirudin