Sindroma anti fosfolipid (APS) adalah kondisi autoimun yang ditandai dengan peningkatan risiko trombosis dan komplikasi kehamilan seperti abortus berulang akibat adanya antibodi antifosfolipid. Diagnosis membutuhkan bukti klinis seperti trombosis atau gangguan kehamilan dan hasil laboratorium seperti antibodi antikardiolipin atau lupus antikoagulan. Terapi utama adalah antikoagulasi dengan heparin atau warfarin
2. DEFINISI
• Sindroma anti fosfolipid (APS) atau yang dikenal sebagai sindroma Hughes merupakan
suatu kondisi autoimun yang patologik di mana terjadi akumulasi dari bekuan darah
oleh antibodi antifosfolipid penyakit ini merupakan suatu kelainan trombosis, abortus
berulang atau keduanya disertai peningkatan kadar antibodi antifosfolipid yang
menetap yaitu antibodi antikardiolipin (ACA) atau lupus antikoagulan (LA)
3. EPIDEMIOLOGI
• Belum diketahui secara pasti untuk prevalensi
• Hanya estimasi sekitar 1-5% dari 100.000 orang mengalami APS per tahun
• Antibodi aPL 30-40% ditemukan pada pasien SLE, hanya sekitar 10% yang mengalami
APS
4. MANIFESTASI KLINIS
Secara klinis, sindroma antifosfolipid terdiri dari 2 jenis :
• Sindroma antifosfolipid primer
Adanya antibodi antifosfolipid pada penderita dengan trombosis idiopatik tanpa adanya
penyakit autoimun atau faktor lain seperti infeksi, keganasan, hemodiálisis
Adanya antibodi antifosfolipid dan trombosis pada penderita dengan penyakit atau
antibodi antifosfolipid yang diinduksi oleh obat-obatan.
• Sindroma antifosfolipid sekunder
autoimun , terutama lupus eritematosus sistemik dan artritis rematoid
5. DASAR DIAGNOSIS
Diagnosis APS dapat ditegakkan berdasarkan konsensus internasional kriteria klasiikasi
sindroma anti fosfolipid (Sapporo) yang disepakati tahun 2006, apabila terdapat 1 gejala
klinis dan 1 kelainan laboratorium sebagaimana tertera di bawah ini
Kriteria Klinis: Trombosis vaskular:
• - Penyakit tromboembolik vena (Trombosis vena dalam, emboli pulmonal)
• - Penyakit tromboemboli arteri.
• - Trombosis pembuluh darah kecil
Gangguan pada kehamilan:
• - > 1 kematian fetus normal yang tak dapat dijelaskan pada usia ≥ 10 minggu
kehamilan atau
• - > 1 kelahiran prematur neonatus normal pada usia kehamilan ≤ 34 minggu atau
• - > 3 abortus spontan berturut-turut yang tak dapat dijelaskan pada usia kehamilan <
10 minggu
6. • Gangguan pada kehamilan:
• - > 1 kematian fetus normal yang tak dapat dijelaskan pada usia ≥ 10 minggu
kehamilan atau
• - > 1 kelahiran prematur neonatus normal pada usia kehamilan ≤ 34 minggu atau
• - > 3 abortus spontan berturut-turut yang tak dapat dijelaskan pada usia kehamilan <
10 minggu
Perbedaan waktu antara pemeriksaan yang satu dengan yang berikutnya adalah 12
minggu untuk melihat persistensinya
7. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
Antifosfolipid antibodi mempunyai aktivitas prokoagulan terhadap protein C, annexin V
protein yang terikat fosfolipid.
Semua organ dapat terkena sebagai akibat trombosis pada pembuluh darah besar atau
mikrosirkulasi. Pada sindroma antifosfolipid ,trombosis vena dilaporkan sebanyak 50%,
dengan fosfolipid anion ( antibodi antifosfolipid – aPL). dengan trombosis vena dan/atau
arteri dan/atau komplikasi kehamilan berulang. anion.
Saat ini diketahui bahwa antibody terhadap beta 2-glikoprotein merupakan antibodi utama.
Beta 2- glikoprotein 1 berfungsi sebagai antikoagulan plasma natural, sehingga adanya dan
trombosit , dan menginhibisi fibrinolisis. yang berperan dalam patogenesis sindroma
antifosfolipid.
Beta 2-glikoprotein akan berikatan dengan fosfolipid yang bermuatan negatif dan
menghambat aktivitas kontak kaskade koagulasi dan konversi protrombin-trombin. antibodi
terhadap protein ini dapat merangsang terjadinya trombosis.
8. faktor-faktor yang diduga berperan sebagai pencetus terbentuknya antibodi
antifosfolipid adalah
• Produksi antibodi natural yang berlebihan.
• Molecular mimicry sebagai akibat infeksi.
• Paparan terhadap fosfolipid selama aktivasi trombosis dan apoptosis selular. (fosfolipid
anion yang dalam keadaan normal berada intraselular mengalami redistribusi ke
kompartemen ekstraseluler)
• Aktivasi trombosis dengan atau tanpa antibodi anti trombosis.
• Peroksidase kardiolipin.
• Predisposisi genetic
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
• IgG dan IgM antikardiolipin antibodi.
• IgG dan IgM anti-beta 2-glikoprotein.
• Test lupus antikoagulan.
10. TERAPI
• Heparin
• Warfarin
1. Aspirin dosis kecil (80 mg/hari) dapat dipertimbangkan untuk diberikan kepada pasien SLE dengan APS
sebagai pencegahan primer terhadap trombosis dan keguguran
2. Faktor-faktor risiko lain terhadap trombosis perlu diperiksa misalnya protein C, protein S, homosistein
3. Obat-obat yang mengandung estrogen meningkatkan risiko trombosis, harus dihindari.
4. Pada pasien SLE yang tidak hamil dan menderita trombosis yang berhubungan dengan APS, pemberian
antikoagulan jangka panjang dengan antikoagulan oral efektif untuk pencegahan sekunder terhadap
trombosis. Pemberian heparinisasi unfractionated dengan target aPTT pada hari 1 – 10 sebesar 1,5 – 2,5
kali normal. Selanjutnya dilakukan pemberian tumpang tindih warfarin mulai hari ke-tujuh sampai ke-
sepuluh, kemudian heparin dihentikan. Target INR adalah 2 – 3 kali nilai normal.
5. Pada pasien hamil yang menderita SLE dan APS, kombinasi heparin berat molekul rendah (LMW) atau
unfractionated dan aspirin akan mengurangi risiko keguguran dan trombosis.