Suku Dani pertama kali diketahui mendiami Lembah Baliem ratusan tahun lalu. Mereka dikenal sebagai petani yang terampil menggunakan alat batu seperti kapak dan pisau tulang. Suku Dani masih mengenakan koteka dan pakaian wanita dari serat. Mereka tinggal di rumah bulat sederhana bernama honai dan melakukan upacara besar serta perang suku.
3. KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah
memberikan kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan
presentasi tentang SUKU DANI ini dengan tepat waktunya
kami menyadari bahwa dalam penyusunan presentasi ini
terdapat banyak kekurangan oleh karena itu dengan penuh
kerendahan hati , kami berharap bahwa ibu guru berkenan untuk
memberikan kritik dan sarannya . Semoga ini dapat bermanfaat
bagi kita semua
Akhir kata kami ucapkan terimakasih
4. Selayang Pandang Suku Dani
Suku Dani adalah sebuah suku yang mendiami satu wilayah di
Lembah Baliem yang dikenal sejak ratusan tahun lalu sebagai
petani yang terampil dan telah menggunakan alat/perkakas yang
pada awal mula ditemukan diketahui telah mengenal teknologi
penggunaan kapak batu, pisau yang dibuat dari tulang
binatang, bambu dan juga tombak yang dibuat menggunakan kayu
galian yang terkenal sangat kuat dan berat. Suku Dani masih
banyak mengenakan ''koteka'' (penutup kemaluan pria) yang
terbuat dari kunden/labu kuning dan para wanita menggunakan
pakaian wah berasal dari rumput/serat dan tinggal di “honaihonai” (gubuk yang beratapkan jerami/ilalang). Upacara-upacara
besar dan keagamaan, perang suku masih dilaksanakan (walaupun
tidak sebesar sebelumnya).
5. Suku Dani Ditemukan
Suku Dani Papua pertama kali diketahui di Lembah Baliem diperkirakan sekitar
ratusan tahun yang lalu. Banyak eksplorasi di dataran tinggi pedalaman Papua
yang dilakukan. Salah satu diantaranya yang pertama adalah Ekspedisi Lorentz
pada tahun 1909-1910 (Belanda), tetapi mereka tidak beroperasi di Lembah
Baliem.
Kemudian penyidik asal Amerika Serikat yang bernama Richard Archold anggota
timnya adalah orang pertama yang mengadakan kontak dengan penduduk asli
yang belum pernah mengadakan kontak dengan negara lain sebelumnya. Ini
terjadi pada tahun 1935. kemudian juga telah diketahui bahwa penduduk Suku
Dani adalah para petani yang terampil dengan menggunakan kapak batu, alat
pengikis, pisau yang terbuat dari tulang binatang, bambu atau tombak kayu dan
tongkat galian. Pengaruh Eropa dibawa ke para misionaris yang membangun
pusat Misi Protestan di Hetegima sekitar tahun 1955. Kemudian setelah bangsa
Belanda mendirikan kota Wamena maka agama Katholik mulai berdatangan.
6. Bahasa Suku Dani
Bahasa Dani terdiri dari 3 sub keluarga
bahasa, yaitu:
-Sub keluarga Wano di Bokondini
-Sub keluarga Dani Pusat yang terdri atas logat
Dani Barat dan logat lembah Besar Dugawa.
-Sub keluarga Nggalik & ndash
Bahasa suku Dani termasuk keluarga bahasa Melansia dan bahasa
Papua tengah (secara umum).
7.
8. Klimatologis
Suku Dani menempati daerah yang beriklim tropis basah karena dipengaruhi
oleh letak ketinggian dari permukaan laut, temperatur udara bervariasi antara
80-200 derajat Celcius, suhu rata-rata 17,50 derajat Celcius dengan hari hujan
152,42 hari pertahun, tingkat kelembaban diatas 80 %, angin berhembus
sepanjang tahun dengan kecepatan rata-rata tertinggi 14 knot dan terendah 2,5
knot.
9. Kepercayaan
Dasar religi masyarakat Dani adalah menghormati roh nenek
moyang dan juga diselenggarakannya upacara yang dipusatkan
pada pesta babi. Konsep kepercayaan/keagamaan yang terpenting
adalah Atou, yaitu kekuatan sakti para nenek moyang yang
diturunkan secara patrilineal (diturunkan kepada anak laki-laki).
Kekuasaan sakti ini antara lain :
kekuatan menjaga kebun
kekuatan menyembuhkan penyakit dan menolak bala
kekuatan menyuburkan tanah Untuk menghormati nenek
moyangnya, suku Dani membuat lambang nenek moyang yang
disebut Kaneka. Selain itu juga adanya Kaneka Hagasir yaitu
upacara keagamaan untuk menyejahterakan keluarga masyarakat
serta untuk mengawali dan mengakhiri perang.
10. Sistem Kekerabatan
Masyarakat Dani tidak mengenal konsep keluarga batih, di mana
bapak, ibu, dan anak tinggal dalam satu rumah. Mereka adalah masyarakat
komunal. Maka jika rumah dipandang sebagai suatu kesatuan fisik yang
menampung aktivitas-aktivitas pribadi para penghuninya, dalam masyarakat
Dani unit rumah tersebut adalah sili.
Sistem kekerabatan masyarakat Dani ada tiga, yaitu kelompok
kekerabatan, paroh masyarakat, dan kelompok teritorial.
Kelompok kekerabatan yang terkecil dalam masyarakat suku Dani adalah
keluarga luas. Keluarga luas ini terdiri atas tiga atau dua keluarga inti bersama –
sama menghuni suatu kompleks perumahan yang ditutup pagar (lima).
Paroh masyarakat. Struktur masyarakat Dani merupakan gabungan beberapa
ukul (klen kecil) yang disebut ukul oak (klen besar)
Kelompok teritorial. Kesatuan teritorial yang terkecil dalam masyarakat suku
bangsa Dani adalah kompleks perumahan (uma) yang dihuni untuk kelompok
keluarga luas yang patrilineal (diturunkan kepada anak laki-laki).
11. Pernikahan
Pernikahan orang Dani bersifat poligami diantaranya poligini.
Keluarga batih ini tinggal di satu – satuan tempat tinggal yang
disebut silimo. Sebuah desa Dani terdiri dari 3 & ndash; 4 slimo
yang dihuni 8 & ndash; 10 keluarga. Menurut mitologi suku Dani
berasal dari keuturunan sepasang suami istri yang menghuni suatu
danau di sekitar kampung Maina di Lembah Baliem Selatan.
Mereka mempunyai anak bernama Woita dan Waro. Orang Dani
dilarang menikah dengan kerabat suku Moety sehingga
perkawinannya berprinsip eksogami Moety (perkawinan Moety /
dengan orang di luar Moety).
12. Kesenian
Kesenian masyarakat suku Dani dapat dilihat dari cara
membangun tempat kediaman, seperti disebutkan di
atas dalam satu silimo ada beberapa bangunan, seperti :
Honai, Ebeai, dan Wamai.
Selain membangun tempat tinggal, masyarakat Dani
mempunyai seni kerajinan khas, anyaman kantong jaring
penutup kepala dan pegikat kapak. Orang Dani juga
memiliki berbagai peralatan yang terbuat dari
bata, peralatan tersebut antara lain :
Moliage, Valuk, Sege, Wim, Kurok, dan Panah sege.
13. Pendidikan
Sebagaimana suku – suku pedalaman
Papua, seperti halnya suku Dani, umumnya
tingkat pendidikan (formal) rendah dan
kesadaran untuk menimba ilmunya juga masih
kurang. Namun, sejak masa reformasi beberapa
belas tahun silam suku Dani sudah banyak yang
menuntut ilmu ke luar daerahnya. Salah satunya
adalah Meri Tabuni.
14. Politik dan Kemasyarakatan yang Bersahaja
Masyarakat Dani senantiasa hidup berdampingan dan saling tolong menolong, kehidupan
masyarakat Dani memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
Masyarakat Dani memiliki kerjasama yang bersifat tetap dan selalu bergotong royong
Setiap rencana pendirian rumah selalu didahului dengan musyawarah yang dipimpin oleh seorang
penata adat atau kepala suku
Organisasi kemasyarakat pada suku Dani ditentukan berdasarkan hubungan keluarga dan keturunan
dan berdasarkan kesatuan teritorial.
Suku Dani dipimpin oleh seorang kepala suku besar yaitu disebut Ap Kain yang memimpin desa adat
watlangka, selain itu ada juga 3 kepala suku yang posisinya berada di bawah Ap Kain dan memegang
bidang sendiri & ndash; sendiri, mereka adalah : Ap. Menteg, Ap. Horeg, dan Ap Ubaik Silimo biasa
yang dihuni oleh masyatakat biasa dikepalai oleh Ap. Waregma. Dalam masyarakat Dani tidak ada
sistem pemimpin, kecuali istilah kain untuk pria yang berarti kuat, pandai dan terhormat.
Pada tingkat uma, pemimpinnya adalah laki-laki yang sudah tua, tetapi masih mampu mengatur
urusannya dalam satu halaman rumah tangga maupun kampungnya. Urusan tersebut antara lain
pemeliharaan kebun dan Bahi serta melerai pertengkaran.
Pemimpin federasi berwenang untuk memberi tanda dimulainya perang atau pesta lain.
Pertempuran dipimpin untuk para win metek. Pemimpin konfederasi biasanya pernah juga menjadi
win metek, meski bukan syarat mutlak, syarat menjadi pemimpin masyarakat Dani : Pandai
bercocok tanam, bersifat ramah dan murah hati, pandai berburu, memiliki kekuatan fisik dan
keberanian, pandai berdiplomasi, dan pandai berperang.
15. Perekonomian
Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi nenek moyang orang Dani tiba di Irian hasil dari
suatu proses perpindahan manusia yang sangat kuno dari daratan
Asia ke kepulauan Pasifik Barat Irian Jaya.
Kemungkinan pada waktu itu masyarakat mereka masih bersifat
praagraris yaitu baru mulai menanam tanaman dalam jumlah yang
sangat terbatas. Inovasi yang berkesinambungan dan kontak
budaya menyebabkan pola penanaman yang sangat sederhana
tadi berkembang menjadi suatu sistem perkebunan
ubijalar, seperti sekarang.
16. Mata Pencaharian
Mata pencaharian pokok suku bangsa Dani adalah bercocok tanam dan beternak babi. Umbi manis merupakan
jenis tanaman yang diutamakan untuk dibudidayakan, artinya mata pencaharian umumnya mereka adalah
berkebun. Tanaman-tanaman mereka yang lain adalah pisang, tebu, dan tembakau.
Kebun-kebun milik suku Dani ada tiga jenis, yaitu:
Kebun-kebun di daerah rendah dan datar yang diusahakan secara menetap
Kebun-kebun di lereng gunung
tersebut Kebun-kebun yang berada di antara dua uma
Kebun-kebun biasanya dikuasai oleh sekelompok atau beberapa kelompok kerabat. Batas-batas hak ulayat dari
tiap-tiap kerabat ini adalah sungai, gunung, atau jurang. Dalam mengerjakan kebun, masyarakat suku Dani masih
menggunakan peralatan sederhana seperti tongkat kayu berbentuk linggis dan kapak batu.
Selain berkebun, mata pencaharian suku Dani adalah beternak babi. Babi dipelihara dalam kandang yang
bernama wamai (wam = babi; ai = rumah). Kandang babi berupa bangunan berbentuk empat persegi panjang
yang bentuknya hampir sama dengan hunu. Bagian dalam kandang ini terdiri dari petak-petak yang memiliki
ketinggian sekitar 1,25 m dan ditutupi bilah-bilah papan. Bagian atas kandang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan kayu bakar dan alat-alat berkebun.
Bagi suku Dani, babi berguna untuk:
dimakan dagingnya
darahnya dipakai dalam upacara magis
tulang-tulang dan ekornya untuk hiasan
tulang rusuknya digunakan untuk pisau pengupas ubi
sebagai alat pertukaran/barter
menciptakan perdamaian bila ada perselisihan
Suku Dani melakukan kontak dagang dengan kelompok masyarakat terdekat di sekitarnya. Barang-barang yang
diperdagangkan adalah batu untuk membuat kapak, dan hasil hutan seperti kayu, serat, kulit binatang, dan bulu
burung.
17.
18. Bentuk Honai
Bentuk Honai yang bulat tersebut dirancang untuk menghindari cuaca dingin ataupun karena tiupan
angin yang kencang sehingga rumah yang sederhana ini dapat bertahan bertahun-tahun lamanya.
Atap Honai
Honai memiliki bentuk atap bulat kerucut. Bentuk atap ini berfungsi untuk melindungi seluruh
permukaan dinding agar tidak mengenai dinding ketika hujan turun.
Atap honai terbuat dari susunan lingkaran-lingkaran besar yang terbuat dari kayu buah sedang yang
dibakar di tanah dan diikat menjadi satu di bagian atas sehingga membentuk dome. Empat pohon
muda juga diikat di tingkat paling atas dan vertikal membentuk persegi kecil untuk perapian.
Penutup atap terbuat dari jerami yang diikat di luar kubah. Lapisan jerami yang tebal membentuk
atap dome, bertujuan menghangatan ruangan di malam hari. Jerami cocok digunakan untuk daerah
yang beriklim dingin. Karena jerami ringan dan lentur memudahkan suku Dani membuat atap serta
jerami mampu menyerap goncangan gempa, sehingga apabila terjadi gempa sangat kecil
kemungkinan rumah Honai akan roboh.
19. Dinding & Bukaan
Honai mempunyai pintu kecil dan jendela-jendela yang kecil. Jendela-jendela ini
berfungsi memancarkan sinar ke dalam ruangan tertutup itu. Ada pula Honai
yang tidak memiliki jendela, Honai tanpa jendela pada umumnya dipergunakan
untuk kaum ibu/perempuan.
Jika Anda masuk ke dalam honai ini, maka di dalam cukup dingin dan gelap
karena tidak terdapat jendela dan hanya ada satu pintu. Pintunya begitu
pendek sehingga harus menunduk jika akan masuk ke rumah Honai. Di malam
hari menggunakan penerangan kayu bakar di dalam Honai dengan menggali
tanah di dalamnya sebagai tungku, selain menerangi bara api juga bermanfaat
untuk menghangatkan tubuh. Jika tidur, mereka tidak menggunakan dipan atau
kasur, mereka beralas rerumputan kering yang dibawa dari kebun atau ladang.
Umumnya mereka mengganti jika sudah terlalu lama karena banyak terdapat
kutu babi.
20. Ketinggian
Rumah Honai mempunyai tinggi 2,5-5 meter dengan diameter 4-6 meter.
Rumah Honai ditinggali oleh 5-10 orang dan rumah ini biasanya dibagi menjadi
3 bangunan terpisah. Satu bangunan digunakan untuk tempat beristirahat
(tidur). Bangunan kedua untuk tempat makan bersama dimana biasanya
mereka makan beramai-ramai dan bangunan ketiga untuk kandang ternak
terutama babi. Rumah Honai juga biasanya terbagi menjadi 2 tingkat. Lantai
dasar dan lantai satu di hubungkan dengan tangga yang terbuat dari
bambu/kayu. Biasanya pria tidur melingkar di lantai dasar , dengan kepala di
tengah dan kaki di pinggir luarnya, demikian juga cara tidur para wanita di
lantai satu. Dalam peraturan adat Honai, pria dan wanita (termasuk anak-anak)
tidak boleh tidur disatu tempat secara bersamaan hukumnya tabu.
21. Fungsi Honai
Rumah Honai mempunyai fungsi antara lain:
Sebagai tempat tinggal
Tempat menyimpan alat-alat perang
Tempat mendidik dan menasehati anak-anak lelaki agar bisa menjadi orang berguna di
masa depan
Tempat untuk merencanakan atau mengatur strategi perang agar dapat berhasil dalam
pertempuran atau perang
Tempat menyimpan alat-alat atau simbol dari adat orang Dani yang sudah ditekuni sejak
dulu
Filosofi Honai
Filosofi bangunan Honai yang bentuknya bulat melingkar adalah :
Dengan kesatuan dan persatuan yang paling tinggi kita mempertahankan budaya yang
telah diperthankan oleh nene moyang kita dari dulu hingga saat ini.
Dengan tinggal dalam satu honai maka kita sehati, sepikiran dan satu tujuan dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan.
Honai merupakan simbol dari kepribadian.
22. Bahan Pembuat
Kebiasaaan dari suku atau orang Dani dan Yali dalam membangun Honai yaitu
mereka mencari kayu yang memang kuat dan dapat bertahan dalam waktu
yang lama atau bertahun-tahun bahkan sampai ratusan tahun. Bahan yang
digunakan sebagai berikut:
Kayu besi (oopihr) digunakan sebagai tiang penyangga bagian tengah Rumah
Honai
Kayu buah besar
Kayu batu yang paling besar
Kayu buah sedang
Jagat (mbore/pinde)
Tali
Alang-alang
Papan yang dikupas
Papan alas dll.
23. Adat Menghormati Nenek Moyang
Untuk menghormati nenek moyangnya, Suku Dani membuat lambang nenek moyang yang
disebut Kaneka. Selain itu, juga adanya Kaneka Hagasir yaitu upacara keagamaan untuk
mensejahterakan keluarga masyarakat serta untuk mengawali dan mengakhiri perang.
Tradisi Potong Jari
Banyak cara menunjukkan kesedihan dan rasa duka cita ditinggalkan anggota keluarga
yang meninggal dunia. Butuh waktu lama untuk mengembalikan kembali perasaan sakit
akibat kehilangan. Namun berbeda dengan Suku Dani, mereka melambangkan kesedihan
lantaran kehilangan salah satu anggota keluarga yang meninggal. Tidak hanya dengan
menangis, tetapi memotong jari. Bila ada anggota keluarga atau kerabat dekat yang
meninggal dunia seperti suami, istri, ayah, ibu, anak dan adik, Suku Dani diwajibkan
memotong jari mereka. Mereka beranggapan bahwa memotong jari adalah symbol dari
sakit dan pedihnya seseorang yang kehilangan anggota keluarganya. Pemotongan jari juga
dapat diartikan sebagai upaya untuk mencegah ‘terulang kembali’ malapetaka yangg telah
merenggut nyawa seseorang di dalam keluarga yg berduka.
24. Mengapa Jari yang Dipotong?
Bagi Suku Dani, jari bisa diartikan sebagai simbol kerukunan, kesatuan dan kekuatan dalam diri manusia maupun
sebuah keluarga, walaupun dalam penamaan jari yang ada di tangan manusia hanya menyebutkan satu
perwakilan keluarga, yaitu ibu jari. Akan tetapi jika dicermati perbedaan setiap bentuk dan panjang jari memiliki
sebuah kesatuan dan kekuatan kebersamaan untuk meringankan semua beban pekerjaan manusia. Jari saling
bekerjasama membangun sebuah kekuatan sehingga tangan kita bisa berfungsi dengan sempurna. Kehilangan
salah satu ruasnya saja, bisa mengakibatkan tidak maksimalnya tangan kita bekerja. Jadi jika salah satu bagiannya
menghilang, maka hilanglah komponen kebersamaan dan berkuranglah kekuatan.
Alasan lainnya adalah “Wene opakima dapulik welaikarek mekehasik” atau pedoman dasar hidup bersama dalam
satu keluarga, satu marga, satu honai (rumah), satu suku, satu leluhur, satu bahasa, satu sejarah/asal-muasal, dan
sebagainya. Kebersamaan sangatlah penting bagi masyarakat pegunungan tengah Papua. Kesedihan mendalam
dan luka hati orang yang ditinggal mati anggota keluarga, baru akan sembuh jika luka di jari sudah sembuh dan
tidak terasa sakit lagi. Mungkin karena itulah masyarakat pegunungan papua memotong jari saat ada keluarga
yang meninggal dunia.
Tradisi potong jari di Papua sendiri dilakukan dengan berbagai banyak cara, mulai dari menggunakan benda tajam
seperti pisau, kapak, atau parang. Ada juga yang melakukannya dengan menggigit ruas jarinya hingga
putus, mengikatnya dengan seutas tali sehingga aliran darahnya terhenti dan ruas jari menjadi mati kemudian
baru dilakukan pemotongan jari. Selain tradisi pemotongan jari, di Papua juga ada tradisi yang dilakukan dalam
upacara berkabung. Tradisi tersebut adalah tradisi mandi lumpur. Mandi lumpur dilakukan oleh anggota atau
kelompok dalam jangka waktu tertentu. Mandi lumpur mempunyai arti bahwa setiap orang yang meninggal dunia
telah kembali ke alam. Manusia berawal dari tanah dan kembali ke tanah. Beberapa sumber ada yang
mengatakan Tradisi potong jari pada saat ini sudah hampir ditinggalkan. Jarang orang yang melakukannya
belakangan ini karena adanya pengaruh agama yang mulai berkembang di sekitar daerah pegunungan tengah
Papua. Namun kita masih bisa menemukan banyak sisa lelaki dan wanita tua dengan jari yang telah terpotong
karena tradisi ini.