SlideShare a Scribd company logo
1 of 10
Tafsîr QS Al-Muthaffifîn/83: 1-6 
Larangan Bersikap Curang 
Dalam Menimbang dan Menakar 
Teks Ayat al-Quran 
وَيْلٌ لّلْمُطَفّفِينَ ﴿ ١﴾ الّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النّاسِ 
يَسْتَوْفُونَ ﴿ ٢﴾ وَ إِذَا كَ الُوهُمْ أَو وّزَنُوهُمْ ي خْسِرُونَ ﴿ 
٣﴾ أ لَ ي ظُنّ أُولَـٰئِكَ أَنّهُم م بْعُوثُونَ ﴿ ٤﴾ لِيَوْمٍ عَ ظِيمٍ ﴿ 
٥﴾ يَوْمَ يَقُومُ النّاسُ لِرَبّ الْعَالَمِينَ ﴿ ٦ ﴾ 
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (Yaitu) orang-orang yang apabila menerima 
takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang 
untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu yakin bahwa sesungguhnya 
mereka akan dibangkitkan. Pada suatu hari yang besar. (Yaitu) hari (ketika) manusia berdiri 
menghadap Rabb semesta alam.” (QS al-Muthaffifîn/83: 1-6) 
Tafsîr al-Mufradât 
وَيْلٌ : Ungkapan yang bermakna ‘celaka’. Dalam pengertian, akan 
mendapatkan balasan dari Allah berupa azab, mungkin (azab) di 
dunia dan mungkin juga (azab) di akherat, atau (azab) kedua-duanya 
(di dunia maupun di akherat). 
لّلْمُطَفّفِ 
ينَ 
: Bagi siapa pun, baik perseorangan maupun kelompok, yang 
melakukan kecurangan dalam bentuk apa pun. 
Penjelasan 
Makna Wail dan al-Muthaffifîn 
1
Kata wail (æóíúáñ) artinya adzab yang dahsyat di akherat. Ibnu Abbâs 
Radhiyallahu anhuma berkata, “Itu adalah satu jurang di Jahannam, tempat 
mengalirnya nanah-nanah penghuni neraka.”1 
Sementara kata ÇáÊøóØúÝöíÝõ (at-tathfîf) bermakna pengurangan. Kata 
ini berasal dari kata ÇáØøóÝöíúÝõ yang artinya sesuatu yang sedikit.2[2] 
(Pelakunya-red) disebut mutathaffif karena tidaklah ia mencuri (mengambil) milik 
orang lain melalui proses penakaran dan penimbangan kecuali kadar yang sedikit.3 
Menurut Ulama Lughah (Bahasa Arab), al-muthaffifûn adalah orang-orang 
yang mengurangi takaran dan timbangan, tidak memenuhi dan 
menyempurnakannya.4 
Allâh ‘Azza wa Jalla langsung menafsirkan hakikat al-muthaffifîn (orang-orang 
yang melakukan kecurangan) dalam ayat kedua dan berikutnya, dengan 
berfirman5, ". (Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka 
minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka 
mengurangi." (QS al-Muthaffifîn/83: 2-3) 
Praktik kecurangan mereka seperti yang diterangkan Allâh Azza wa Jalla, 
jika orang lain menimbangkan atau menakar bagi mereka sendiri, maka mereka 
menuntut takaran dan timbangan yang penuh dan sekaligus meminta tambahan. 
Mereka meminta hak mereka dipenuhi dengan sebaik-baiknya, bahkan minta 
dilebihkan. Namun apabila mereka yang menakar atau menimbang untuk orang lain, 
mereka mengurangi kadarnya sedikit, baik dengan cara menggunakan alat takar dan 
timbangan yang sudah direkayasa, atau dengan tidak memenuhi takaran dan 
timbangannya, atau dengan cara-cara curang lainnya. 
Mereka tidak suka orang lain mendapatkan perlakuan yang sama dengan 
perlakuan untuk dirinya (dengan dipenuhi timbangan dan takaran bila membeli).6 
Orang-orang yang melakukan kecurangan ini terancam dengan siksa yang 
dahsyat atau neraka Jahannam. 
1Al-Qurthubi, Al-Jâmi li Ahkâm al-Qur`ân, juz XIX, hal 219. 
2Ath-Thabari, Jâmi’ al-Bayâni fi Ta`wil Āyi al-Qur`ân, juz XV, hal. 
114; Al-Qurthubi, Al-Jâmi li Ahkâm al-Qur`ân, juz XIX, hal 219, Muhammad 
‘Athiyah Salim, Tatimmah Adhwâ al- Bayân, juz IX, ha. 91. 
3Al-Qurthubi, Jâmi li Ahkâm al-Qur`ân, juz XIX, hal 219. 
4Jâmi’ al-Bayâni fi Ta`wil Āyi al-Qur`ân, juz XIV, hal. 114; Ibnu 
al-‘Arabi, Ahkâm al-Qur`ân , juz IV, hal. 274. 
5Muhammad ‘Athiyah Salim, Tatimmah Adhwâ’ al-Bayân, IX, hal. 91, 
As-Sa’di, Taisîr al-Karîm ar-Rahmân fî Tafsîr Kalâm al-Mannân, hal. 999. 
6Lihat: Ibnu al-‘Arabi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur`ân, juz XIX, hal. 220. 
2
Risiko Pegurangan Timbangan dan/atau Takaran 
Kecurangan tersebut jelas merupakan satu bentuk praktik sariqah 
(pencurian) terhadap milik orang lain dan tidak mau bersikap adil dengan sesama.7 
Dengan demikian, bila mengambil milik orang lain melalui takaran dan timbangan 
yang curang walaupun sedikit saja berakibat ancaman doa kecelakaan. Dan tentu 
ancaman akan lebih besar bagi siapa saja yang merampas harta dan kekayaan orang 
lain dalam jumlah yang lebih banyak. 
‘Abdurrahmân as-Sa’di menyatakan, bahwa “jika demikian ancaman bagi 
orang-orang yang mengurangi takaran dan timbangan orang lain, maka orang yang 
mengambil kekayaan orang lain dengan paksa dan mencurinya, ia lebih pantas 
terkena ancaman ini daripada al-muthaffifîn.8 
Tentang bahaya kecurangan ini terhadap masyarakat, Syaikh ‘Athiyyah 
Sâlim mengatakan, “Diawalinya pembukaan surat ini dengan doa kecelakaan bagi 
para pelaku tindakan curang dalam takaran dan timbangan itu menandakan betapa 
bahayanya perilaku buruk ini. Dan memang betul, hal itu merupakan perbuatan 
berbahaya. Karena timbangan dan takaran menjadi tumpuan roda perekonomian 
dunia dan asas dalam transaksi. Jika ada kecurangan di dalamnya, maka akan 
menimbulkan khalâl (kekisruhan) dalam perekonomian, dan pada gilirannya akan 
mengakibatkan ikhtilâl (kegoncangan) hubungan transaksi. Ini salah satu bentuk 
kerusakan yang besar.”9 
Perintah Untuk Menyempurnakan Takaran dan/atau Timbangan 
Islam dengan kesempurnaan, kemuliaan dan keluhuran ajarannya, 
memerintahkan umatnya untuk menjalin muamalah dengan sesama atas dasar 
keadilan dan keridhaan. Di antaranya, dengan menyempurnakan timbangan dan 
takaran. Allâh ‘Azza wa Jalla berfirman: 
وَأَقِيمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَلَ تُخْسِرُوا الْمِيزَانَ 
“Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.” [QS 
ar-Rahmân/55: 9]. 
7As-Sa’di, Taisîr al-Karîm ar-Rahmân fî Tafsîr al-Kalâm al-Mannân, 
hal. 999. 
8 Ibid., hal. 1001. 
9Muhammad ‘Athiyah Salim, Tatimmah …, juz IX, hal. 91. 
3
وَلَ تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلّ بِالّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتّىٰ يَبْلُغَ 
أَشُدّهُۖ وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِۖ لَ نُكَلّفُ نَفْسًا 
إِلّ وُ سْعَهَا وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَىٰۖ وَبِعَهْدِ 
اللّهِ أ وْفُواۚ ذَٰلِكُمْ وَصّاكُم بِهِ لَعَلّكُمْ تَذَكّرُونَ 
“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, 
hingga sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak 
memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu 
berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu)10, dan 
penuhilah janji Allah11. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.” 
(QS al-An’âm/6: 152). 
Syaikh asy-Syinqîthi mengatakan, bahwa “melalui ayat ini, Allâh ‘Azza wa 
Jalla memerintahkan penyempurnaan (isi) takaran dan timbangan dengan adil. Dan 
menyatakan bahwa siapa saja yang tanpa kesengajaan terjadi kekurangan pada 
takaran dan timbangannya, tidak mengapa karena tidak disengaja”. 
Dalam ayat lain, Allâh Azza wa Jalla menyebutkan bahwa memenuhi 
takaran dan timbangan lebih utama dan lebih baik manfaat. Allâh ‘Azza wa Jalla 
berfirman: 
وَأَوْفُوا الْكَيْلَ إِذَا كِلْتُمْ وَزِنُوا بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيمِۚ 
ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَ أَحْسَنُ تَأْوِيلً 
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang 
benar. Itulah yang lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.” (QS al-Isrâ`/17: 35). 
Dalam ayat lain, perintah menyempurnakan takaran mengiringi perintah 
beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla . Sebab, pelaksanaan dua hal tersebut berarti 
memberikan hak kepada pemiliknya yang tepat, tanpa ada pengurangan.12 
10Maksudnya: “mengatakan yang sebenarnya meskipun merugikan 
kerabat sendiri.” 
11Maksudnya: “penuhilah segala perintah-perintah-Nya.” 
12Muhammad ‘Athiyah Salim, Tatimmah …, juz IX, hal. 93. 
4
Orang yang menyalahi ketentuan yang adil ini berarti telah menjerumuskan 
dirinya sendiri dalam ancaman kebinasaan. Dan sampai sekarang, praktik ini masih 
menjadi karakter sebagian orang yang melakukan jual-beli, baik pedagang maupun 
pembeli. Dengan mendesak, pembeli meminta takaran dan timbangan dipenuhi, dan 
ditambahi. Sementara sebagian pedagang melakukan hal sebaliknya, melakukan 
segala tipu muslihat untuk mengurangi takaran dan timbangan guna meraup 
keuntungan lebih dari kecurangannya ini. 
Sejarah telah menyebutkan bahwa Allâh ‘Azza wa Jalla mengutus Nabi 
Syu’aib ‘alaihis salâm kepada kaum yang melakukan kebiasaan buruk ini. Nabi 
Syu’aib ‘alaihis salâm sudah menyeru kaumnya, suku Madyan (penduduk Aikah), agar 
menjauhi kebiasaan buruk itu. 
Allâh ‘Azza wa Jalla berfirman, 
وَإِلَىٰ مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًاۚ قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللّهَ مَا 
لَكُم مّنْ إِلَـٰهٍ غَيْرُهُۖ وَلَ تَنقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَۚ إِنّي 
أَرَاكُم بِخَيْرٍ وَإِنّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ مّحِيطٍ ﴿ 
٨٤ ﴾ وَيَا قَوْمِ أَوْفُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ وَلَ 
تَبْخَسُوا النّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلَ تَعْثَوْا فِي الْرَْضِ 
مُفْسِدِينَ ﴿ ٨٥ ﴾ بَقِيّتُ اللّهِ خَيْرٌ لّكُمْ إِن كُنتُم مّؤْمِنِينَۚ 
﴾وَمَا أَنَا عَلَيْكُم بِحَفِيظٍ ﴿ ٨٦ 
“Dan kepada (penduduk) Madyan, (Kami utus saudara mereka), Syu’aib. Ia berkata, “Hai 
kaumku, sembahlah Allâh, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu 
kurangi takaran dan timbangan, sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan baik 
(mampu) dan sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan 
(Kiamat)”. Dan Syu’aib berkata, “Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan 
adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu 
membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan. Sisa keuntungan dari Allâh 
5
adalah lebih baik bagimu jika kamu orang-orang yang beriman. Dan aku bukanlah 
seorang penjaga atas dirimu.” (QS [Hûd/11: 84-86) 
Namun kaum Nabi Syu’aib ‘alaihis salâm menolak dan mengingkari dakwah 
beliau. Allâh Azza wa Jalla mengisahkan mereka berkata, 
قَالُوا يَا شُعَيْبُ أَصَلَتُكَ تَأْمُرُكَ أَن نّتْرُكَ مَا يَعْبُدُ آبَاؤُنَا 
أَوْ أَن نّفْعَلَ فِي أَمْوَالِنَا مَا نَشَاءُ إِنّكَ لنَتَ الْحَلِيمُ 
الرّشِيدُ 
“Mereka berkata: "Hai Syu'aib, Apakah shalatmu menyuruh kamu agar Kami meninggalkan 
apa yang disembah oleh bapak-bapak Kami atau melarang Kami melakukan apa yang Kami 
kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi 
berakal13." )QS Hûd/11: 87( 
Beliau menjawab: 
قَالَ يَا قَوْمِ أَرَأَيْتُمْ إِن كُنتُ عَلَىٰ بَيّنَةٍ مّن رّبّي وَرَزَقَنِي 
مِنْهُ رِزْقًا حَسَنًاۚ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَىٰ مَا أَنْهَاكُمْ 
عَنْهُۚ إِنْ أُرِيدُ إِلّ الِْصْلَحَ مَا اسْتَطَعْتُۚ وَمَا تَوْفِيقِي إِلّ 
بِاللّهِۚ عَلَيْهِ ت وَكّلْتُ وَ إِلَيْهِ أ نِيبُ 
“Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu dengan mengerjakan apa yang aku larang. Aku 
tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan 
tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allâh aku 
bertawakkal dan hanya kepada-Nyalah aku kembali” (QS Hûd/11: 88) 
Akhirnya, Allâh ‘Azza wa Jalla menghancurkan mereka dengan siksa-Nya. 
Allâh ‘Azza wa Jalla berfirman: 
13Perkataan ini mereka ucapkan untuk mengejek Nabi Syu'aib a.s. 
6
فَكَذّبُوهُ فَأَخَذَهُمْ عَذَابُ يَوْمِ الظّلّةِۚ إِنّهُ كَانَ عَذَابَ 
يَوْمٍ عَ ظِيمٍ 
“Kemudian mereka mendustakan Syu’aib, lalu mereka ditimpa azab pada hari mereka dinaungi 
awan. Sesungguhnya azab itu adalah azab hari yang besar.” (QS asy-Syu’arâ/26: 189) 
Allâh Azza wa Jalla berfirman: 
وَلَمّا جَاءَ أَمْرُنَا نَجّيْنَا شُعَيْبًا وَالّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ بِرَحْمَةٍ 
مّنّا وَأَخَذَتِ الّذِينَ ظَلَمُوا الصّيْحَةُ فَأَصْبَحُوا فِي 
دِيَارِهِمْ جَاثِمِينَ ﴿ ٩٤ ﴾ كَأَن لّمْ يَغْنَوْا فِيهَا أَلَ بُعْدًا 
﴾لّمَدْيَنَ كَمَا بَعِدَتْ ثَمُودُ ﴿ ٩٥ 
“Dan tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Syu'aib dan orang-orang yang beriman 
bersama-sama dengan Dia dengan rahmat dari Kami, dan orang-orang yang zalim dibinasakan 
oleh satu suara yang mengguntur, lalu jadilah mereka mati bergelimpangan di rumahnya. Seolah-olah 
mereka belum pernah berdiam di tempat itu. Ingatlah, kebinasaanlah bagi penduduk Mad-yan 
sebagaimana kaum Tsamud telah binasa.” (QS Hûd/11: 94-95] 
Allâh Azza wa Jalla berfirman: 
فَأَخَذَتْهُمُ الرّجْفَةُ فَأَصْبَحُوا فِي د ارِهِمْ جاثِمِينَ 
“Kemudian mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di 
dalam rumah-rumah mereka.” (QS al-A’râf/7: 91) 
Kurangnya pengetahuan (jahâlah) tentang tata cara berniaga dan 
berdagang yang baik dan syar’i merupakan salah satu faktor yang melatarbelakangi 
praktik kecurangan dalam takaran dan timbangan (serta perdagangan secara umum). 
Maka, menjadi kewajiban orang yang terjun di dunia bisnis (perdagangan) untuk 
mendalami fiqh al-buyû wa al-mu’âmalah fi al-Islâm (hukum-hukum jual-beli dan 
muamalah Islam). Tujuannya, agar terhindar dari berbuat kecurangan, riba, dusta, 
kezaliman dan kehilangan berkah. 
7
Khalifah ‘Umar bin Khaththâb radhiyallâhu ‘anhu pernah memeringatkan, 
(agar) “orang-orang yang belum belajar agama, sekali-kali jangan berdagang di pasar-pasar 
kami”. 
Sahabat ‘Ali bin Abi Thâlib radhiyallâhu ‘anhu pernah berkata, (agar) “para 
pedagang (pelaku bisnis) bila (dirinya) tidak faqih (paham agama), maka berpeluang 
(akan) terjerumus ke dalam riba, kemudian terjerumus dan terjerumus (secara terus-terus)”. 
Penjelasan( tentang) QS al-Muthaffifîn/83: 4-6 
Meskipun orang-orang yang curang dalam timbangan dan takaran itu, 
telah diancam dengan siksa, kecurangan itu tetap saja mereka lakukan, Allâh ‘Azza 
wa Jalla berfirman: 
أَلَ يَظُنّ أُولَـٰئِكَ أَنّهُم مّبْعُوثُونَ ﴿ ٤﴾ لِيَوْمٍ عَظِيمٍ ﴿ 
٥﴾ يَوْمَ يَقُومُ النّاسُ لِرَبّ الْعَالَمِينَ ﴿ ٦ ﴾ 
“Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa Sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada 
suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam?” 
(QS al-Muthaffifîn/83: 4-6) 
Ibnu Jarîr ath-Thabari mengatakan, “Tidakkah orang-orang yang 
mengurangi hak-hak manusia dalam timbangan dan takaran itu meyakini bahwa 
mereka akan dibangkitkan dari kubur-kubur mereka setelah mereka mati, pada suatu 
hari yang sangat penting, dahsyat lagi menakutkan?”14 
Tidakkah mereka takut kepada hari kebangkitan dan saat berdiri di 
hadapan (Allâh) Dzat Yang Maha Mengetahui segala yang tersembunyi dan tertutupi 
pada hari yang sangat besar bahayanya, banyak menimbulkan kesedihan, dan agung 
urusannya. Barangsiapa merugi, pasti akan dijerumuskan ke api yang menyala-nyala? 
15 
Kalaupun mereka tidak meyakini adanya hari pembalasan, bukankah lebih 
baik menganggapnya ada, kemudian merenungkannya, mencari tahu tentangnya, dan 
14Ath-Tahabari, Jâmi’ al-Bayân i fi Ta`wil Ayi al-Qur`ân, juz XV, hal. 
115. 
15Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur`ân al- ‘Azhîm, juz VIII, hal. 347. 
8
akhirnya berhati-hati mengambil langkah selamat dengan tidak mengurangi hak 
orang lain.16 
Orang-orang yang melakukan praktik kecurangan (dan para pelaku dosa 
lainnya) akan menghadapi hukuman Allâh ‘Azza wa Jalla pada hari itu. Hari yang 
besar. Allâh telah menyebutkannya sebagai hari yang besar sehingga menunjukkan 
keagungan dan pentingnya hari tersebut. Allâh Azza wa Jalla telah menyebutkan hari 
itu sebagai hari yang menakutkan, menyengsarakan, meresahkan dan mengiris 
perasaan.17 
Semua orang akan menghadap Allah Rabbul ‘Ālamîn dari seluruh belahan 
bumi Timur dan Barat, dibangkitkan di atas satu tempat yang lapang. Satu hari pada 
masa itu sepanjang 50.000 (lima puluh ribu) tahun. Matahari sangat dekat dengan 
mereka. Tidak ada pepohonan, bangunan atau apa saja yang bisa dijadikan tempat 
berteduh, kecuali naungan dari Allâh ‘Azza wa Jalla yang diberikan kepada orang 
yang dikehendaki-Nya. Pada hari yang besar ini, al-muthaffifûn akan merasakan 
balasan hukuman. Hendaknya orang-orang yang curang dalam menakar dan 
menimbang takut terhadap hari itu, dan bertakwa kepada Allâh ‘Azza wa Jalla serta 
memberikan hak orang lain secara utuh (sempurna). Jika memberi tambahan, maka 
itu lebih baik. Hendaknya mereka juga mengambil hak mereka secara utuh, namun 
jika mau bertoleransi, maka itu lebih baik. Semoga Allâh Azza wa Jalla memberikan 
taufik kepada kita.18 
Di sini, as-Sa’di menyimpulkan bahwa yang mendorong mereka berani 
berbuat kecurangan dalam menakar dan menimbang adalah karena mereka tidak 
mengimani Hari Akhir. Jika mereka mengimaninya, dan yakin bahwa mereka akan 
berdiri di hadapan Allâh k untuk memperhitungkan perbuatan mereka, yang besar 
maupun yang kecil, niscaya akan menahan diri dari praktik curang itu dan kemudian 
bertaubat darinya.”19 
Pengaruh Ayat Pada Para Sahabat Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam 
Sahabat Ibnu ‘Abbâs radhiyallâhu ‘anhu menceritakan, “Ketika pertama kali 
Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam datang ke (kota) Madinah, mereka (para 
penduduknya) termasuk manusia paling buruk dalam menakar. Kemudian Allâh 
‘Azza wa Jalla menurunkan (ayat). Selanjutnya mereka memerbaiki cara penakaran.” 
(Riwayat Ibnu Mâjah dan Ibnu Hibbân dan dishahîhkan oleh al-Albâni). 
16Al-Qurthubi, Al-Jâmi li Ahkâm al-Qur`ân, juz XIX, hal. 222. 
17Lihat: QS at-Takwîr, al-Insyiqâq dan al-Infithâr. 
18Al-‘Utsaimin, Syarh Riyâdh ash-Shâlihîn, juz II, hl. 1466. 
19As-Sa’di, Taisîr al-Karîm ar-Rahmân fî Tafsîr al-Kalâm al-Mannân, 
hal. 1001. 
9
Al-Farâ` mengatakan, “Mereka menjadi orang yang paling 
menyempurnakan takaran (dan timbangan) sampai hari ini.”20 Sebagai catatan 
penting, al-‘Utsaimîn mengingatkan, bahwa “ayat ini -- meskipun berhubungan erat 
dengan takaran dan timbangan – bisa diperlakukan juga pada seorang pekerja. 
Ketika seorang pekerja atau pegawai jika ia menginginkan hak (honor)-nya utuh, 
namun ia dating terlambat dalam bekerja terlambat atau pulang terlebih dahulu 
sebelum waktunya, ia termasuk dalam kategori al-muthaffifin yang mendapatkan 
ancaman dari Allâh dengan kata ‘wail’ (kecelakaan). Sebab jika gajinya berkurang 1 
riyal pun, pasti akan berkata: “mengapa gaji saya kurang?”. Ia sangat memahami 
haknya, sementara itu (di sisi lain) ia tidak sadar terhadap kewajibannya sebagai 
pekerja atau pegawai. 
Al-‘Ibrah (Pelajaran Dari QS al-Muthaffifîn/83: 1-6) 
Rangkaian ayat ini mengadung beberapa pelajaran yang sangat berharga. 
Antara lain: 
1. Allah memberikan ancaman berat bagi setiap yang melakukan kecurangan dalam 
berujal-beli (bertransaksi bisnis). 
2. Tindakan kecurangan dalam transaksi bisnis, berupa manipulasi takaran dan 
timbangan yang berdampak kerugian bagi mitra bisnisnya, akan negatif bagi 
para pelakunya. Karena opera pelakunya akan mendapatkan azab dari Allah, 
sebagai akibat dari tindakan kecurangannya. 
3. Kewajiban manusia adalah memberikan hak terhadap orang lain yang menjadi 
tanggung jawabnya. Dan, sama sekali tidak diperkenankan untuk mengambil 
haknya tanpa mengindahkan hak orang lain, dengan cara mengabaikan 
kewajibanya. 
4. Rangkaian ayat ini menegaskan tentang artipenting pemahaman agama bagi 
setiap para pelaku bisnis. 
5. Kewajiban menepati akad (menyempurnakan timbangan dan takaran) sudah ada 
dalam syariat-syariat sebelumnya. 
6. Semua orang harus memertanggungjawabkan semua perbuatannya di dunia di 
hadapan Allâh ‘Azza wa Jalla. 
7. Setiap orang harus berbuat adil dalam seluruh ucapan dan tindakannya. 
20Al-Qurthubi, Al-Jâmi li Ahkâm al-Qur`ân, juz XIX, hal. 218. 
10

More Related Content

What's hot (19)

Keajaiban Alquran, Perdamaian Manusia, Terukur Mukjizat
Keajaiban Alquran, Perdamaian Manusia, Terukur MukjizatKeajaiban Alquran, Perdamaian Manusia, Terukur Mukjizat
Keajaiban Alquran, Perdamaian Manusia, Terukur Mukjizat
 
Shalat taubat
Shalat taubatShalat taubat
Shalat taubat
 
Tadharru' 02
Tadharru' 02Tadharru' 02
Tadharru' 02
 
Orang2 yg di jamin masuk surga
Orang2 yg di jamin masuk surgaOrang2 yg di jamin masuk surga
Orang2 yg di jamin masuk surga
 
Hilalbinumayyah
HilalbinumayyahHilalbinumayyah
Hilalbinumayyah
 
Bhs indonesia-siapakah nabi muhammad - 694 hadist sohih
Bhs indonesia-siapakah nabi muhammad - 694 hadist sohihBhs indonesia-siapakah nabi muhammad - 694 hadist sohih
Bhs indonesia-siapakah nabi muhammad - 694 hadist sohih
 
Kisah tentang nabi nuh
Kisah tentang nabi nuhKisah tentang nabi nuh
Kisah tentang nabi nuh
 
Masuk surga tanpa hisab tanpa azab
Masuk surga tanpa hisab tanpa azabMasuk surga tanpa hisab tanpa azab
Masuk surga tanpa hisab tanpa azab
 
Betah 2014
Betah 2014Betah 2014
Betah 2014
 
Neraka
NerakaNeraka
Neraka
 
Beberapa tanda tanda tukang sihir dan dukun
Beberapa tanda tanda tukang sihir dan dukunBeberapa tanda tanda tukang sihir dan dukun
Beberapa tanda tanda tukang sihir dan dukun
 
Para penggenggam bara api
Para penggenggam bara apiPara penggenggam bara api
Para penggenggam bara api
 
Indahnya Pesan Luqman
Indahnya Pesan LuqmanIndahnya Pesan Luqman
Indahnya Pesan Luqman
 
Id menyambut kemenangan_di_bulan_ramadhan
Id menyambut kemenangan_di_bulan_ramadhanId menyambut kemenangan_di_bulan_ramadhan
Id menyambut kemenangan_di_bulan_ramadhan
 
Menemukan Arah Kehidupan, Dari Mana..? Untuk Apa..? Mau Kemana..?
Menemukan Arah Kehidupan, Dari Mana..? Untuk Apa..? Mau Kemana..?Menemukan Arah Kehidupan, Dari Mana..? Untuk Apa..? Mau Kemana..?
Menemukan Arah Kehidupan, Dari Mana..? Untuk Apa..? Mau Kemana..?
 
03. nabi nuh as
03. nabi nuh as03. nabi nuh as
03. nabi nuh as
 
Idul adha 2014
Idul adha 2014Idul adha 2014
Idul adha 2014
 
Buku text kelas x
Buku text kelas  xBuku text kelas  x
Buku text kelas x
 
Kinerja setan 2
Kinerja setan 2Kinerja setan 2
Kinerja setan 2
 

Similar to Larangan bersikap curang dalam menimbang dan menakar

Larangan bersikap curang dalam menimbang dan menakar
Larangan bersikap curang dalam menimbang dan menakarLarangan bersikap curang dalam menimbang dan menakar
Larangan bersikap curang dalam menimbang dan menakarMuhsin Hariyanto
 
PRESENTASI SURGA NERAKA
PRESENTASI SURGA NERAKAPRESENTASI SURGA NERAKA
PRESENTASI SURGA NERAKAmutiara6082
 
Kebangkitan Ekonomi Islam Abad 15H - Abad 21M
Kebangkitan Ekonomi Islam Abad 15H - Abad 21MKebangkitan Ekonomi Islam Abad 15H - Abad 21M
Kebangkitan Ekonomi Islam Abad 15H - Abad 21Mnandyaputri
 
Orang yang beruntung dan rugi
Orang yang beruntung dan rugiOrang yang beruntung dan rugi
Orang yang beruntung dan rugiMuhsin Hariyanto
 
PPT KKP surat at tahrim.pptx
PPT KKP surat at tahrim.pptxPPT KKP surat at tahrim.pptx
PPT KKP surat at tahrim.pptxRefahM
 
Bersungguh sungguh dalam ketaatan
Bersungguh sungguh dalam ketaatanBersungguh sungguh dalam ketaatan
Bersungguh sungguh dalam ketaatanEdy Supriyono
 
Amal Saleh dan Fastabiqul Khairat ppt,.pptx
Amal Saleh dan Fastabiqul Khairat ppt,.pptxAmal Saleh dan Fastabiqul Khairat ppt,.pptx
Amal Saleh dan Fastabiqul Khairat ppt,.pptxbilqis50
 
Visi dan misi hidup muslim
Visi dan misi hidup muslimVisi dan misi hidup muslim
Visi dan misi hidup muslimibrahim salim
 
Antara wali allah dan wali syaitan
Antara wali allah dan wali syaitanAntara wali allah dan wali syaitan
Antara wali allah dan wali syaitanHans Sahabatlama
 
Konsep takaful dan aplikasinya trainer
Konsep takaful dan aplikasinya trainerKonsep takaful dan aplikasinya trainer
Konsep takaful dan aplikasinya trainerrahman manan
 
Klasifikasi orang islam 01
Klasifikasi orang islam 01Klasifikasi orang islam 01
Klasifikasi orang islam 01Muhsin Hariyanto
 
Agar Tidak Terjerat Riba
Agar Tidak Terjerat RibaAgar Tidak Terjerat Riba
Agar Tidak Terjerat RibaBidak 99
 
Klasifikasi orang islam 01
Klasifikasi orang islam 01Klasifikasi orang islam 01
Klasifikasi orang islam 01Muhsin Hariyanto
 
Prinsip konsumsi ii
Prinsip konsumsi iiPrinsip konsumsi ii
Prinsip konsumsi iiLalu Iwan
 

Similar to Larangan bersikap curang dalam menimbang dan menakar (20)

Larangan bersikap curang dalam menimbang dan menakar
Larangan bersikap curang dalam menimbang dan menakarLarangan bersikap curang dalam menimbang dan menakar
Larangan bersikap curang dalam menimbang dan menakar
 
PRESENTASI SURGA NERAKA
PRESENTASI SURGA NERAKAPRESENTASI SURGA NERAKA
PRESENTASI SURGA NERAKA
 
Kebangkitan Ekonomi Islam Abad 15H - Abad 21M
Kebangkitan Ekonomi Islam Abad 15H - Abad 21MKebangkitan Ekonomi Islam Abad 15H - Abad 21M
Kebangkitan Ekonomi Islam Abad 15H - Abad 21M
 
Orang yang beruntung dan rugi
Orang yang beruntung dan rugiOrang yang beruntung dan rugi
Orang yang beruntung dan rugi
 
4 zakat
4 zakat4 zakat
4 zakat
 
PPT KKP surat at tahrim.pptx
PPT KKP surat at tahrim.pptxPPT KKP surat at tahrim.pptx
PPT KKP surat at tahrim.pptx
 
Bersungguh sungguh dalam ketaatan
Bersungguh sungguh dalam ketaatanBersungguh sungguh dalam ketaatan
Bersungguh sungguh dalam ketaatan
 
Akhlaq
AkhlaqAkhlaq
Akhlaq
 
Amal Saleh dan Fastabiqul Khairat ppt,.pptx
Amal Saleh dan Fastabiqul Khairat ppt,.pptxAmal Saleh dan Fastabiqul Khairat ppt,.pptx
Amal Saleh dan Fastabiqul Khairat ppt,.pptx
 
Modul iii riba
Modul iii ribaModul iii riba
Modul iii riba
 
Visi dan misi hidup muslim
Visi dan misi hidup muslimVisi dan misi hidup muslim
Visi dan misi hidup muslim
 
Antara wali allah dan wali syaitan
Antara wali allah dan wali syaitanAntara wali allah dan wali syaitan
Antara wali allah dan wali syaitan
 
Fitnah
FitnahFitnah
Fitnah
 
Konsep takaful dan aplikasinya trainer
Konsep takaful dan aplikasinya trainerKonsep takaful dan aplikasinya trainer
Konsep takaful dan aplikasinya trainer
 
Klasifikasi orang islam 01
Klasifikasi orang islam 01Klasifikasi orang islam 01
Klasifikasi orang islam 01
 
Zakat, infak dan sedekah
Zakat, infak dan sedekahZakat, infak dan sedekah
Zakat, infak dan sedekah
 
Agar Tidak Terjerat Riba
Agar Tidak Terjerat RibaAgar Tidak Terjerat Riba
Agar Tidak Terjerat Riba
 
Klasifikasi orang islam 01
Klasifikasi orang islam 01Klasifikasi orang islam 01
Klasifikasi orang islam 01
 
Beberapa rahasia al quran
Beberapa rahasia al quranBeberapa rahasia al quran
Beberapa rahasia al quran
 
Prinsip konsumsi ii
Prinsip konsumsi iiPrinsip konsumsi ii
Prinsip konsumsi ii
 

More from Muhsin Hariyanto

Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahMuhsin Hariyanto
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Muhsin Hariyanto
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMuhsin Hariyanto
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Muhsin Hariyanto
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabulMuhsin Hariyanto
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamMuhsin Hariyanto
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifMuhsin Hariyanto
 
Ketika kresna menghormat gatotkaca
Ketika kresna menghormat gatotkacaKetika kresna menghormat gatotkaca
Ketika kresna menghormat gatotkacaMuhsin Hariyanto
 

More from Muhsin Hariyanto (20)

Khutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 hKhutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 h
 
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
 
Etika dalam berdoa
Etika dalam berdoaEtika dalam berdoa
Etika dalam berdoa
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul
 
Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)
 
Strategi dakwah
Strategi dakwahStrategi dakwah
Strategi dakwah
 
Sukses karena kerja keras
Sukses karena kerja kerasSukses karena kerja keras
Sukses karena kerja keras
 
Opini dul
Opini   dulOpini   dul
Opini dul
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayam
 
Tentang diri saya
Tentang diri sayaTentang diri saya
Tentang diri saya
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
 
Ketika kita gagal
Ketika kita gagalKetika kita gagal
Ketika kita gagal
 
Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!
 
Gatotkaca winisuda
Gatotkaca winisudaGatotkaca winisuda
Gatotkaca winisuda
 
Ketika kresna menghormat gatotkaca
Ketika kresna menghormat gatotkacaKetika kresna menghormat gatotkaca
Ketika kresna menghormat gatotkaca
 

Larangan bersikap curang dalam menimbang dan menakar

  • 1. Tafsîr QS Al-Muthaffifîn/83: 1-6 Larangan Bersikap Curang Dalam Menimbang dan Menakar Teks Ayat al-Quran وَيْلٌ لّلْمُطَفّفِينَ ﴿ ١﴾ الّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النّاسِ يَسْتَوْفُونَ ﴿ ٢﴾ وَ إِذَا كَ الُوهُمْ أَو وّزَنُوهُمْ ي خْسِرُونَ ﴿ ٣﴾ أ لَ ي ظُنّ أُولَـٰئِكَ أَنّهُم م بْعُوثُونَ ﴿ ٤﴾ لِيَوْمٍ عَ ظِيمٍ ﴿ ٥﴾ يَوْمَ يَقُومُ النّاسُ لِرَبّ الْعَالَمِينَ ﴿ ٦ ﴾ “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu yakin bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan. Pada suatu hari yang besar. (Yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Rabb semesta alam.” (QS al-Muthaffifîn/83: 1-6) Tafsîr al-Mufradât وَيْلٌ : Ungkapan yang bermakna ‘celaka’. Dalam pengertian, akan mendapatkan balasan dari Allah berupa azab, mungkin (azab) di dunia dan mungkin juga (azab) di akherat, atau (azab) kedua-duanya (di dunia maupun di akherat). لّلْمُطَفّفِ ينَ : Bagi siapa pun, baik perseorangan maupun kelompok, yang melakukan kecurangan dalam bentuk apa pun. Penjelasan Makna Wail dan al-Muthaffifîn 1
  • 2. Kata wail (æóíúáñ) artinya adzab yang dahsyat di akherat. Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhuma berkata, “Itu adalah satu jurang di Jahannam, tempat mengalirnya nanah-nanah penghuni neraka.”1 Sementara kata ÇáÊøóØúÝöíÝõ (at-tathfîf) bermakna pengurangan. Kata ini berasal dari kata ÇáØøóÝöíúÝõ yang artinya sesuatu yang sedikit.2[2] (Pelakunya-red) disebut mutathaffif karena tidaklah ia mencuri (mengambil) milik orang lain melalui proses penakaran dan penimbangan kecuali kadar yang sedikit.3 Menurut Ulama Lughah (Bahasa Arab), al-muthaffifûn adalah orang-orang yang mengurangi takaran dan timbangan, tidak memenuhi dan menyempurnakannya.4 Allâh ‘Azza wa Jalla langsung menafsirkan hakikat al-muthaffifîn (orang-orang yang melakukan kecurangan) dalam ayat kedua dan berikutnya, dengan berfirman5, ". (Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi." (QS al-Muthaffifîn/83: 2-3) Praktik kecurangan mereka seperti yang diterangkan Allâh Azza wa Jalla, jika orang lain menimbangkan atau menakar bagi mereka sendiri, maka mereka menuntut takaran dan timbangan yang penuh dan sekaligus meminta tambahan. Mereka meminta hak mereka dipenuhi dengan sebaik-baiknya, bahkan minta dilebihkan. Namun apabila mereka yang menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi kadarnya sedikit, baik dengan cara menggunakan alat takar dan timbangan yang sudah direkayasa, atau dengan tidak memenuhi takaran dan timbangannya, atau dengan cara-cara curang lainnya. Mereka tidak suka orang lain mendapatkan perlakuan yang sama dengan perlakuan untuk dirinya (dengan dipenuhi timbangan dan takaran bila membeli).6 Orang-orang yang melakukan kecurangan ini terancam dengan siksa yang dahsyat atau neraka Jahannam. 1Al-Qurthubi, Al-Jâmi li Ahkâm al-Qur`ân, juz XIX, hal 219. 2Ath-Thabari, Jâmi’ al-Bayâni fi Ta`wil Āyi al-Qur`ân, juz XV, hal. 114; Al-Qurthubi, Al-Jâmi li Ahkâm al-Qur`ân, juz XIX, hal 219, Muhammad ‘Athiyah Salim, Tatimmah Adhwâ al- Bayân, juz IX, ha. 91. 3Al-Qurthubi, Jâmi li Ahkâm al-Qur`ân, juz XIX, hal 219. 4Jâmi’ al-Bayâni fi Ta`wil Āyi al-Qur`ân, juz XIV, hal. 114; Ibnu al-‘Arabi, Ahkâm al-Qur`ân , juz IV, hal. 274. 5Muhammad ‘Athiyah Salim, Tatimmah Adhwâ’ al-Bayân, IX, hal. 91, As-Sa’di, Taisîr al-Karîm ar-Rahmân fî Tafsîr Kalâm al-Mannân, hal. 999. 6Lihat: Ibnu al-‘Arabi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur`ân, juz XIX, hal. 220. 2
  • 3. Risiko Pegurangan Timbangan dan/atau Takaran Kecurangan tersebut jelas merupakan satu bentuk praktik sariqah (pencurian) terhadap milik orang lain dan tidak mau bersikap adil dengan sesama.7 Dengan demikian, bila mengambil milik orang lain melalui takaran dan timbangan yang curang walaupun sedikit saja berakibat ancaman doa kecelakaan. Dan tentu ancaman akan lebih besar bagi siapa saja yang merampas harta dan kekayaan orang lain dalam jumlah yang lebih banyak. ‘Abdurrahmân as-Sa’di menyatakan, bahwa “jika demikian ancaman bagi orang-orang yang mengurangi takaran dan timbangan orang lain, maka orang yang mengambil kekayaan orang lain dengan paksa dan mencurinya, ia lebih pantas terkena ancaman ini daripada al-muthaffifîn.8 Tentang bahaya kecurangan ini terhadap masyarakat, Syaikh ‘Athiyyah Sâlim mengatakan, “Diawalinya pembukaan surat ini dengan doa kecelakaan bagi para pelaku tindakan curang dalam takaran dan timbangan itu menandakan betapa bahayanya perilaku buruk ini. Dan memang betul, hal itu merupakan perbuatan berbahaya. Karena timbangan dan takaran menjadi tumpuan roda perekonomian dunia dan asas dalam transaksi. Jika ada kecurangan di dalamnya, maka akan menimbulkan khalâl (kekisruhan) dalam perekonomian, dan pada gilirannya akan mengakibatkan ikhtilâl (kegoncangan) hubungan transaksi. Ini salah satu bentuk kerusakan yang besar.”9 Perintah Untuk Menyempurnakan Takaran dan/atau Timbangan Islam dengan kesempurnaan, kemuliaan dan keluhuran ajarannya, memerintahkan umatnya untuk menjalin muamalah dengan sesama atas dasar keadilan dan keridhaan. Di antaranya, dengan menyempurnakan timbangan dan takaran. Allâh ‘Azza wa Jalla berfirman: وَأَقِيمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَلَ تُخْسِرُوا الْمِيزَانَ “Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.” [QS ar-Rahmân/55: 9]. 7As-Sa’di, Taisîr al-Karîm ar-Rahmân fî Tafsîr al-Kalâm al-Mannân, hal. 999. 8 Ibid., hal. 1001. 9Muhammad ‘Athiyah Salim, Tatimmah …, juz IX, hal. 91. 3
  • 4. وَلَ تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلّ بِالّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتّىٰ يَبْلُغَ أَشُدّهُۖ وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِۖ لَ نُكَلّفُ نَفْسًا إِلّ وُ سْعَهَا وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَىٰۖ وَبِعَهْدِ اللّهِ أ وْفُواۚ ذَٰلِكُمْ وَصّاكُم بِهِ لَعَلّكُمْ تَذَكّرُونَ “Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu)10, dan penuhilah janji Allah11. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.” (QS al-An’âm/6: 152). Syaikh asy-Syinqîthi mengatakan, bahwa “melalui ayat ini, Allâh ‘Azza wa Jalla memerintahkan penyempurnaan (isi) takaran dan timbangan dengan adil. Dan menyatakan bahwa siapa saja yang tanpa kesengajaan terjadi kekurangan pada takaran dan timbangannya, tidak mengapa karena tidak disengaja”. Dalam ayat lain, Allâh Azza wa Jalla menyebutkan bahwa memenuhi takaran dan timbangan lebih utama dan lebih baik manfaat. Allâh ‘Azza wa Jalla berfirman: وَأَوْفُوا الْكَيْلَ إِذَا كِلْتُمْ وَزِنُوا بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيمِۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَ أَحْسَنُ تَأْوِيلً “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.” (QS al-Isrâ`/17: 35). Dalam ayat lain, perintah menyempurnakan takaran mengiringi perintah beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla . Sebab, pelaksanaan dua hal tersebut berarti memberikan hak kepada pemiliknya yang tepat, tanpa ada pengurangan.12 10Maksudnya: “mengatakan yang sebenarnya meskipun merugikan kerabat sendiri.” 11Maksudnya: “penuhilah segala perintah-perintah-Nya.” 12Muhammad ‘Athiyah Salim, Tatimmah …, juz IX, hal. 93. 4
  • 5. Orang yang menyalahi ketentuan yang adil ini berarti telah menjerumuskan dirinya sendiri dalam ancaman kebinasaan. Dan sampai sekarang, praktik ini masih menjadi karakter sebagian orang yang melakukan jual-beli, baik pedagang maupun pembeli. Dengan mendesak, pembeli meminta takaran dan timbangan dipenuhi, dan ditambahi. Sementara sebagian pedagang melakukan hal sebaliknya, melakukan segala tipu muslihat untuk mengurangi takaran dan timbangan guna meraup keuntungan lebih dari kecurangannya ini. Sejarah telah menyebutkan bahwa Allâh ‘Azza wa Jalla mengutus Nabi Syu’aib ‘alaihis salâm kepada kaum yang melakukan kebiasaan buruk ini. Nabi Syu’aib ‘alaihis salâm sudah menyeru kaumnya, suku Madyan (penduduk Aikah), agar menjauhi kebiasaan buruk itu. Allâh ‘Azza wa Jalla berfirman, وَإِلَىٰ مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًاۚ قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللّهَ مَا لَكُم مّنْ إِلَـٰهٍ غَيْرُهُۖ وَلَ تَنقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَۚ إِنّي أَرَاكُم بِخَيْرٍ وَإِنّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ مّحِيطٍ ﴿ ٨٤ ﴾ وَيَا قَوْمِ أَوْفُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ وَلَ تَبْخَسُوا النّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلَ تَعْثَوْا فِي الْرَْضِ مُفْسِدِينَ ﴿ ٨٥ ﴾ بَقِيّتُ اللّهِ خَيْرٌ لّكُمْ إِن كُنتُم مّؤْمِنِينَۚ ﴾وَمَا أَنَا عَلَيْكُم بِحَفِيظٍ ﴿ ٨٦ “Dan kepada (penduduk) Madyan, (Kami utus saudara mereka), Syu’aib. Ia berkata, “Hai kaumku, sembahlah Allâh, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (Kiamat)”. Dan Syu’aib berkata, “Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan. Sisa keuntungan dari Allâh 5
  • 6. adalah lebih baik bagimu jika kamu orang-orang yang beriman. Dan aku bukanlah seorang penjaga atas dirimu.” (QS [Hûd/11: 84-86) Namun kaum Nabi Syu’aib ‘alaihis salâm menolak dan mengingkari dakwah beliau. Allâh Azza wa Jalla mengisahkan mereka berkata, قَالُوا يَا شُعَيْبُ أَصَلَتُكَ تَأْمُرُكَ أَن نّتْرُكَ مَا يَعْبُدُ آبَاؤُنَا أَوْ أَن نّفْعَلَ فِي أَمْوَالِنَا مَا نَشَاءُ إِنّكَ لنَتَ الْحَلِيمُ الرّشِيدُ “Mereka berkata: "Hai Syu'aib, Apakah shalatmu menyuruh kamu agar Kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak Kami atau melarang Kami melakukan apa yang Kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal13." )QS Hûd/11: 87( Beliau menjawab: قَالَ يَا قَوْمِ أَرَأَيْتُمْ إِن كُنتُ عَلَىٰ بَيّنَةٍ مّن رّبّي وَرَزَقَنِي مِنْهُ رِزْقًا حَسَنًاۚ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَىٰ مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُۚ إِنْ أُرِيدُ إِلّ الِْصْلَحَ مَا اسْتَطَعْتُۚ وَمَا تَوْفِيقِي إِلّ بِاللّهِۚ عَلَيْهِ ت وَكّلْتُ وَ إِلَيْهِ أ نِيبُ “Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu dengan mengerjakan apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allâh aku bertawakkal dan hanya kepada-Nyalah aku kembali” (QS Hûd/11: 88) Akhirnya, Allâh ‘Azza wa Jalla menghancurkan mereka dengan siksa-Nya. Allâh ‘Azza wa Jalla berfirman: 13Perkataan ini mereka ucapkan untuk mengejek Nabi Syu'aib a.s. 6
  • 7. فَكَذّبُوهُ فَأَخَذَهُمْ عَذَابُ يَوْمِ الظّلّةِۚ إِنّهُ كَانَ عَذَابَ يَوْمٍ عَ ظِيمٍ “Kemudian mereka mendustakan Syu’aib, lalu mereka ditimpa azab pada hari mereka dinaungi awan. Sesungguhnya azab itu adalah azab hari yang besar.” (QS asy-Syu’arâ/26: 189) Allâh Azza wa Jalla berfirman: وَلَمّا جَاءَ أَمْرُنَا نَجّيْنَا شُعَيْبًا وَالّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ بِرَحْمَةٍ مّنّا وَأَخَذَتِ الّذِينَ ظَلَمُوا الصّيْحَةُ فَأَصْبَحُوا فِي دِيَارِهِمْ جَاثِمِينَ ﴿ ٩٤ ﴾ كَأَن لّمْ يَغْنَوْا فِيهَا أَلَ بُعْدًا ﴾لّمَدْيَنَ كَمَا بَعِدَتْ ثَمُودُ ﴿ ٩٥ “Dan tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Syu'aib dan orang-orang yang beriman bersama-sama dengan Dia dengan rahmat dari Kami, dan orang-orang yang zalim dibinasakan oleh satu suara yang mengguntur, lalu jadilah mereka mati bergelimpangan di rumahnya. Seolah-olah mereka belum pernah berdiam di tempat itu. Ingatlah, kebinasaanlah bagi penduduk Mad-yan sebagaimana kaum Tsamud telah binasa.” (QS Hûd/11: 94-95] Allâh Azza wa Jalla berfirman: فَأَخَذَتْهُمُ الرّجْفَةُ فَأَصْبَحُوا فِي د ارِهِمْ جاثِمِينَ “Kemudian mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di dalam rumah-rumah mereka.” (QS al-A’râf/7: 91) Kurangnya pengetahuan (jahâlah) tentang tata cara berniaga dan berdagang yang baik dan syar’i merupakan salah satu faktor yang melatarbelakangi praktik kecurangan dalam takaran dan timbangan (serta perdagangan secara umum). Maka, menjadi kewajiban orang yang terjun di dunia bisnis (perdagangan) untuk mendalami fiqh al-buyû wa al-mu’âmalah fi al-Islâm (hukum-hukum jual-beli dan muamalah Islam). Tujuannya, agar terhindar dari berbuat kecurangan, riba, dusta, kezaliman dan kehilangan berkah. 7
  • 8. Khalifah ‘Umar bin Khaththâb radhiyallâhu ‘anhu pernah memeringatkan, (agar) “orang-orang yang belum belajar agama, sekali-kali jangan berdagang di pasar-pasar kami”. Sahabat ‘Ali bin Abi Thâlib radhiyallâhu ‘anhu pernah berkata, (agar) “para pedagang (pelaku bisnis) bila (dirinya) tidak faqih (paham agama), maka berpeluang (akan) terjerumus ke dalam riba, kemudian terjerumus dan terjerumus (secara terus-terus)”. Penjelasan( tentang) QS al-Muthaffifîn/83: 4-6 Meskipun orang-orang yang curang dalam timbangan dan takaran itu, telah diancam dengan siksa, kecurangan itu tetap saja mereka lakukan, Allâh ‘Azza wa Jalla berfirman: أَلَ يَظُنّ أُولَـٰئِكَ أَنّهُم مّبْعُوثُونَ ﴿ ٤﴾ لِيَوْمٍ عَظِيمٍ ﴿ ٥﴾ يَوْمَ يَقُومُ النّاسُ لِرَبّ الْعَالَمِينَ ﴿ ٦ ﴾ “Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa Sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam?” (QS al-Muthaffifîn/83: 4-6) Ibnu Jarîr ath-Thabari mengatakan, “Tidakkah orang-orang yang mengurangi hak-hak manusia dalam timbangan dan takaran itu meyakini bahwa mereka akan dibangkitkan dari kubur-kubur mereka setelah mereka mati, pada suatu hari yang sangat penting, dahsyat lagi menakutkan?”14 Tidakkah mereka takut kepada hari kebangkitan dan saat berdiri di hadapan (Allâh) Dzat Yang Maha Mengetahui segala yang tersembunyi dan tertutupi pada hari yang sangat besar bahayanya, banyak menimbulkan kesedihan, dan agung urusannya. Barangsiapa merugi, pasti akan dijerumuskan ke api yang menyala-nyala? 15 Kalaupun mereka tidak meyakini adanya hari pembalasan, bukankah lebih baik menganggapnya ada, kemudian merenungkannya, mencari tahu tentangnya, dan 14Ath-Tahabari, Jâmi’ al-Bayân i fi Ta`wil Ayi al-Qur`ân, juz XV, hal. 115. 15Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur`ân al- ‘Azhîm, juz VIII, hal. 347. 8
  • 9. akhirnya berhati-hati mengambil langkah selamat dengan tidak mengurangi hak orang lain.16 Orang-orang yang melakukan praktik kecurangan (dan para pelaku dosa lainnya) akan menghadapi hukuman Allâh ‘Azza wa Jalla pada hari itu. Hari yang besar. Allâh telah menyebutkannya sebagai hari yang besar sehingga menunjukkan keagungan dan pentingnya hari tersebut. Allâh Azza wa Jalla telah menyebutkan hari itu sebagai hari yang menakutkan, menyengsarakan, meresahkan dan mengiris perasaan.17 Semua orang akan menghadap Allah Rabbul ‘Ālamîn dari seluruh belahan bumi Timur dan Barat, dibangkitkan di atas satu tempat yang lapang. Satu hari pada masa itu sepanjang 50.000 (lima puluh ribu) tahun. Matahari sangat dekat dengan mereka. Tidak ada pepohonan, bangunan atau apa saja yang bisa dijadikan tempat berteduh, kecuali naungan dari Allâh ‘Azza wa Jalla yang diberikan kepada orang yang dikehendaki-Nya. Pada hari yang besar ini, al-muthaffifûn akan merasakan balasan hukuman. Hendaknya orang-orang yang curang dalam menakar dan menimbang takut terhadap hari itu, dan bertakwa kepada Allâh ‘Azza wa Jalla serta memberikan hak orang lain secara utuh (sempurna). Jika memberi tambahan, maka itu lebih baik. Hendaknya mereka juga mengambil hak mereka secara utuh, namun jika mau bertoleransi, maka itu lebih baik. Semoga Allâh Azza wa Jalla memberikan taufik kepada kita.18 Di sini, as-Sa’di menyimpulkan bahwa yang mendorong mereka berani berbuat kecurangan dalam menakar dan menimbang adalah karena mereka tidak mengimani Hari Akhir. Jika mereka mengimaninya, dan yakin bahwa mereka akan berdiri di hadapan Allâh k untuk memperhitungkan perbuatan mereka, yang besar maupun yang kecil, niscaya akan menahan diri dari praktik curang itu dan kemudian bertaubat darinya.”19 Pengaruh Ayat Pada Para Sahabat Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam Sahabat Ibnu ‘Abbâs radhiyallâhu ‘anhu menceritakan, “Ketika pertama kali Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam datang ke (kota) Madinah, mereka (para penduduknya) termasuk manusia paling buruk dalam menakar. Kemudian Allâh ‘Azza wa Jalla menurunkan (ayat). Selanjutnya mereka memerbaiki cara penakaran.” (Riwayat Ibnu Mâjah dan Ibnu Hibbân dan dishahîhkan oleh al-Albâni). 16Al-Qurthubi, Al-Jâmi li Ahkâm al-Qur`ân, juz XIX, hal. 222. 17Lihat: QS at-Takwîr, al-Insyiqâq dan al-Infithâr. 18Al-‘Utsaimin, Syarh Riyâdh ash-Shâlihîn, juz II, hl. 1466. 19As-Sa’di, Taisîr al-Karîm ar-Rahmân fî Tafsîr al-Kalâm al-Mannân, hal. 1001. 9
  • 10. Al-Farâ` mengatakan, “Mereka menjadi orang yang paling menyempurnakan takaran (dan timbangan) sampai hari ini.”20 Sebagai catatan penting, al-‘Utsaimîn mengingatkan, bahwa “ayat ini -- meskipun berhubungan erat dengan takaran dan timbangan – bisa diperlakukan juga pada seorang pekerja. Ketika seorang pekerja atau pegawai jika ia menginginkan hak (honor)-nya utuh, namun ia dating terlambat dalam bekerja terlambat atau pulang terlebih dahulu sebelum waktunya, ia termasuk dalam kategori al-muthaffifin yang mendapatkan ancaman dari Allâh dengan kata ‘wail’ (kecelakaan). Sebab jika gajinya berkurang 1 riyal pun, pasti akan berkata: “mengapa gaji saya kurang?”. Ia sangat memahami haknya, sementara itu (di sisi lain) ia tidak sadar terhadap kewajibannya sebagai pekerja atau pegawai. Al-‘Ibrah (Pelajaran Dari QS al-Muthaffifîn/83: 1-6) Rangkaian ayat ini mengadung beberapa pelajaran yang sangat berharga. Antara lain: 1. Allah memberikan ancaman berat bagi setiap yang melakukan kecurangan dalam berujal-beli (bertransaksi bisnis). 2. Tindakan kecurangan dalam transaksi bisnis, berupa manipulasi takaran dan timbangan yang berdampak kerugian bagi mitra bisnisnya, akan negatif bagi para pelakunya. Karena opera pelakunya akan mendapatkan azab dari Allah, sebagai akibat dari tindakan kecurangannya. 3. Kewajiban manusia adalah memberikan hak terhadap orang lain yang menjadi tanggung jawabnya. Dan, sama sekali tidak diperkenankan untuk mengambil haknya tanpa mengindahkan hak orang lain, dengan cara mengabaikan kewajibanya. 4. Rangkaian ayat ini menegaskan tentang artipenting pemahaman agama bagi setiap para pelaku bisnis. 5. Kewajiban menepati akad (menyempurnakan timbangan dan takaran) sudah ada dalam syariat-syariat sebelumnya. 6. Semua orang harus memertanggungjawabkan semua perbuatannya di dunia di hadapan Allâh ‘Azza wa Jalla. 7. Setiap orang harus berbuat adil dalam seluruh ucapan dan tindakannya. 20Al-Qurthubi, Al-Jâmi li Ahkâm al-Qur`ân, juz XIX, hal. 218. 10