1. 1
PENGAJIAN MALAM RABU
PRM GIRIPENI II
GIRI PENI, WATES, KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Berbenah Diri Menyambut Ramadhan
Allah Ta’ala telah mengutamakan sebagian waktu (zaman) di atas
sebagian lainnya, sebagaimana Dia mengutamakan sebagian manusia di atas
sebagian lainnya dan sebagian tempat di atas tempat lainnya.
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan Rabbmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya, sekali-kali tidak
ada pilihan bagi mereka” (QS al-Qashash, 28: 68).
Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di ketika menafsirkan ayat di atas, beliau
berkata, “(ayat ini menjelaskan) menyeluruhnya ciptaan Allah bagi seluruh
makhluk-Nya, berlakunya kehendak-Nya bagi semua ciptaan-Nya, dan
kemahaesaan-Nya dalam memilih dan mengistimewakan apa (yang
dikehendaki-Nya), baik itu manusia, waktu (jaman) maupun tempat”1
.
Termasuk dalam hal ini adalah bulan Ramadhan yang Allah Ta’ala
utamakan dan istimewakan dibanding bulan-bulan lainnya, sehingga dipilih-
Nya sebagai waktu dilaksanakannya kewajiban berpuasa yang merupakan salah
satu rukun Islam.
Sungguh Allah Ta’ala memuliakan bulan yang penuh berkah ini dan
menjadikannya sebagai salah satu musim besar untuk menggapai kemuliaan di
akhirat kelak, yang merupakan kesempatan bagi hamba-hamba Allah Ta’ala
yang bertakwa untuk berlomba-lomba dalam melaksanakan ketaatan dan
mendekatkan diri kepada-Nya2
.
Bagaimana Seorang Muslim Menyambut Bulan Ramadhan?
1
Taisîrul Karîmir Rahmân”, hal. 622. (Al-Maktabah asy-Syâmilah)
2
Lihat Abdul Muhsin bin Hamd al-‘Abbad, “al-‘Ibrah fî Syahrish Shaum”, hal. 5.
2. 2
Bulan Ramadhan yang penuh kemuliaan dan keberkahan, padanya
dilipatgandakan amal-amal kebaikan, disyariatkan amal-amal ibadah yang
agung, dibuka pintu-pintu surga dan ditutup pintu-pintu neraka3
.
Oleh karena itu, bulan ini merupakan kesempatan berharga yang
ditunggu-tunggu oleh orang-orang yang beriman kepada Allah Ta’ala dan ingin
meraih ridha-Nya.
Dan karena agungnya keutamaan bulan suci ini, Rasulullah shallallâhu
‘alaihi wa sallam selalu menyampaikan kabar gembira kepada para sahabat
radhiyallâhu ‘anhum akan kedatangan bulan yang penuh berkah ini4
.
Sahabat yang mulia, Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu berkata,
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, menyampaikan kabar gembira
kepada para sahabatnya, “Telah datang bulan Ramadhan yang penuh
keberkahan, Allah mewajibkan kalian berpuasa padanya, pintu-pintu surga di
buka pada bulan itu, pintu-pintu neraka di tutup, dan para setan dibelenggu.
Pada bulan itu terdapat malam (kemuliaan/lailatul qadr) yang lebih baik dari
seribu bulan, barangsiapa yang terhalangi (untuk mendapatkan) kebaikan
malam itu maka sungguh dia telah dihalangi (dari keutamaan yang agung)”5
.
Imam Ibnu Rajab, ketika mengomentari hadits ini, beliau berkata,
“Bagaimana mungkin orang yang beriman tidak gembira dengan dibukanya
pintu-pintu surga? Bagaimana mungkin orang yang pernah berbuat dosa (dan
ingin bertobat serta kembali kepada Allah Ta’ala) tidak gembira dengan
ditutupnya pintu-pintu neraka? Dan bagaimana mungkin orang yang berakal
tidak gembira ketika para setan dibelenggu?”6
.
Dahulu, para ulama salaf jauh-jauh hari sebelum datangnya bulan
Ramadhan berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Allah Ta’ala agar mereka
mencapai bulan yang mulia ini, karena mencapai bulan ini merupakan nikmat
yang besar bagi orang-orang yang dianugerahi taufik oleh Allah Ta’ala. Mu’alla
3
Sebagaimana yang disebutkan dalam HSR [Hadits Shahih Riwayat) al-
Bukhari, hadits nomor 3103 dan HSR Muslim, hadits nomor 1079. (Al-Maktabah asy-
Syâmilah)
4
Lihat keterangan Imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam kitab “Lathâiful
Ma’ârif”, hal. 174. (Al-Maktabah asy-Syâmilah)
5
HR Ahmad, 2/385, an-Nasa’i, hadits nomor 2106 dan lain-lain, dinyatakan
shahih oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam kitab “Tamâmul Minnah”,
hal. 395, karena dikuatkan dengan riwayat-riwayat lain. (Al-Maktabah asy-Syâmilah)
6
Kitab “Lathâiful Ma’ârif”, hal. 174. (Kitab “Lathâiful Ma’ârif” (hal. 174).
3. 3
bin al-Fadhl berkata, “Dahulu (para salaf) berdoa kepada Allah Ta’ala (selama)
enam bulan agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan,
kemudian mereka berdoa kepada-Nya (selama) enam bulan (berikutnya) agar
Dia menerima (amal-amal shaleh) yang mereka (kerjakan)”7
.
Maka hendaknya seorang muslim mengambil teladan dari para ulama
salaf dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan, dengan bersungguh-
sungguh berdoa dan mempersiapkan diri untuk mendulang pahala kebaikan,
pengampunan serta keridhaan dari Allah Ta’ala, agar di akhirat kelak mereka
akan merasakan kebahagiaan dan kegembiraan besar ketika bertemu Allah
Ta’ala dan mendapatkan ganjaran yang sempurna dari amal kebaikan mereka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang berpuasa akan
merasakan dua kegembiraan (besar): kegembiraan ketika berbuka puasa dan
kegembiraan ketika dia bertemu Allah”8
.
Tentu saja persiapan diri yang dimaksud di sini bukanlah dengan
memborong berbagai macam makanan dan minuman lezat di pasar untuk
persiapan makan sahur dan balas dendam ketika berbuka puasa. Juga bukan
dengan mengikuti berbagai program acara Televisi yang lebih banyak merusak
dan melalaikan manusia dari mengingat Allah Ta’ala dari pada manfaat yang
diharapkan, itupun kalau ada manfaatnya.
Tapi persiapan yang dimaksud di sini adalah mempersiapkan diri lahir
dan batin untuk melaksanakan ibadah puasa dan ibadah-ibadah agung lainnya
di bulan Ramadhan dengan sebaik-sebaiknya, yaitu dengan hati yang ikhlas dan
praktik ibadah yang sesuai dengan petunjuk dan sunnah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Karena balasan kebaikan/keutamaan dari semua amal shaleh
yang dikerjakan manusia, sempurna atau tidaknya, tergantung dari sempurna
atau kurangnya keikhlasannya dan jauh atau dekatnya praktik amal tersebut
dari petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam9
.
Hal ini diisyaratkan dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Sungguh seorang hamba benar-benar melaksanakan shalat, tapi tidak
dituliskan baginya dari (pahala kebaikan) shalat tersebut kecuali
sepersepuluhnya, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya,
7
Dinukil oleh Imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam kitab “Lathâiful Ma’ârif”,
hal. 174. (Al-Maktabah asy-Syâmilah)
8
HSR al-Bukhari, hadits nomor 7054 dan Muslim, hadits nomor 1151. (Al-
Maktabah asy-Syâmilah)
9
Lihat Muhammad Nashiruddin al-Albani, “Shifatu Shalâtin Nabi Shallallâhu
‘Alaihi wa Sallam.”, hal. 36. (Al-Maktabah asy-Syâmilah)
4. 4
seperenamnya, seperlimanya, seperempatnya, sepertiganya, atau
seperduanya”10
.
Juga dalam hadits lain tentang puasa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Terkadang orang yang berpuasa tidak mendapatkan bagian dari
puasanya kecuali lapar dan dahaga saja”11
.
Meraih Takwa dan Kesucian Jiwa dengan Puasa Ramadhan
Hikmah dan tujuan utama diwajibkannya puasa adalah untuk
mencapai takwa kepada Allah Ta’ala12
, yang hakikatnya adalah kesucian jiwa
dan kebersihan hati13
. Maka bulan Ramadhan merupakan kesempatan berharga
bagi seorang muslim untuk berbenah diri guna meraih takwa kepada Allah
Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa” (QS al-Baqarah, 2:
183).
Imam Ibnu Katsir berkata, “Dalam ayat ini Allah Ta’ala berfirman
kepada orang-orang yang beriman dan memerintahkan mereka untuk
(melaksanakan ibadah) puasa, yang berarti menahan (diri) dari makan, minum
10
HR Ahmad, 4/321, Abu Dawud, hadits nomor 796 dan Ibnu Hibban, hadits
nomor 1889, dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, al-‘Iraqi dan Syaikh Muhammad
Nashiruddin al-Albani dalam kitab “Shalâtut Tarâwîh, hal. 119. (Al-Maktabah asy-
Syâmilah)
11
HR Ibnu Majah, hadits nomor 1690, Ahmad, 2/373, Ibnu Khuzaimah,
hadits nomor 1997 dan al-Hakim, hadits nomor 1571 dinyatakan shahih oleh Ibnu
Khuzaimah, al-Hakim dan Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani. (Al-Maktabah asy-
Syâmilah)
12
Lihat Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, “Tafsîrul Qur’ânil Karîm”,
2/317.
13
Lihat kitab “Manhajul Anbiyâ’ fî Tazkiyatin Nufûs”, hal. 19-20. (Al-Maktabah
asy-Syâmilah)
5. 5
dan hubungan suami-istri dengan niat ikhlas karena Allah Ta’ala (semata),
karena puasa (merupakan sebab untuk mencapai) kebersihan dan kesucian jiwa,
serta menghilangkan noda-noda buruk (yang mengotori hati) dan semua tingkah
laku yang tercela”14
.
Lebih lanjut, Syaikh Abdur Rahman as-Sa’di menjelaskan unsur-unsur
takwa yang terkandung dalam ibadah puasa, sebagai berikut:
- Orang yang berpuasa (berarti) meninggalkan semua yang diharamkan
Allah (ketika berpuasa), berupa makan, minum, berhubungan suami-istri dan
sebagainya, yang semua itu diinginkan oleh nafsu manusia, untuk mendekatkan
diri kepada Allah dan mengharapkan balasan pahala dari-Nya dengan
meninggalkan semua itu, ini adalah termasuk takwa (kepada-Nya).
Orang yang berpuasa (berarti) melatih dirinya untuk (merasakan)
murâqabatullâh (selalu merasakan pengawasan Allah Subhânahu wa
Ta’âlâ), maka dia meninggalkan apa yang diinginkan hawa nafsunya
padahal dia mampu (melakukannya), karena dia mengetahui Allah maha
mengawasi (perbuatan)nya.
Sesungguhnya puasa akan mempersempit jalur-jalur (yang dilalui) setan
(dalam diri manusia), karena sesungguhnya setan beredar dalam tubuh
manusia di tempat mengalirnya darah15
, maka dengan berpuasa akan
lemah kekuatannya dan berkurang perbuatan maksiat dari orang
tersebut.
Orang yang berpuasa umumnya banyak melakukan ketaatan (kepada
Allah Ta’ala), dan amal-amal ketaatan merupakan bagian dari takwa.
Orang yang kaya jika merasakan beratnya (rasa) lapar (dengan berpuasa)
maka akan menimbulkan dalam dirinya (perasaan) iba dan selalu
menolong orang-orang miskin dan tidak mampu, ini termasuk bagian
dari takwa16
.
Bulan Ramadhan merupakan musim kebaikan untuk melatih dan
membiasakan diri memiliki sifat-sifat mulia dalam agama Islam, di antaranya
sifat sabar. Sifat ini sangat agung kedudukannya dalam Islam, bahkan tanpa
adanya sifat sabar berarti iman seorang hamba akan pudar. Imam Ibnul Qayyim
menggambarkan hal ini dalam ucapan beliau, “Sesungguhnya (kedudukan sifat)
sabar dalam keimanan (seorang hamba) adalah seperti kedudukan kepala
14
“Tafsîr ibn Katsîr”, 1/289. (Al-Maktabah asy-Syâmilah)
15
Sebagaimana disebut dalam HSR al-Bukhari, hadits nomor 1933 dan
Muslim, hadits nomor 2175. (Al-Maktabah asy-Syâmilah)
16
“Taisîrul Karîmir Rahmân”, hal. 86. (Al-Maktabah asy-Syâmilah)
6. 6
(manusia) pada tubuhnya, kalau kepala manusia hilang maka tidak ada
kehidupan bagi tubuhnya”17
.
Sifat yang agung ini, sangat erat kaitannya dengan puasa, bahkan
puasa itu sendiri adalah termasuk kesabaran. Oleh karena itu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang shahih menamakan bulan puasa
dengan syahrush shabr (bulan kesabaran)18
. Bahkan Allah menjadikan ganjaran
pahala puasa berlipat-lipat ganda tanpa batas19
, sebagaimana sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Semua amal (shaleh yang dikerjakan) manusia
dilipatgandakan (pahalanya), satu kebaikan (diberi ganjaran) sepuluh sampai tujuh
ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman: “Kecuali puasa (ganjarannya tidak terbatas),
karena sesungguhnya puasa itu (khusus) untuk-Ku dan Akulah yang akan memberikan
ganjaran (kebaikan) baginya”20
.
Demikian pula sifat sabar, ganjaran pahalanya tidak terbatas,
sebagaimana firman Allah Ta’ala,
“Sesungguhnya orang-orang yang bersabar akan disempurnakan (ganjaran) pahala
mereka tanpa batas”. (QS az-Zumar, 39: 10).
Imam Ibnu Rajab al-Hambali menjelaskan eratnya hubungan puasa
dengan sifat sabar dalam ucapan beliau, “Sabar itu ada tiga macam: sabar dalam
(melaksanakan) ketaatan kepada Allah, sabar dalam (meninggalkan) hal-hal
yang diharamkan-Nya, dan sabar (dalam menghadapi) ketentuan-ketentuan-
Nya yang tidak sesuai dengan keinginan (manusia). Ketiga macam sabar ini
(seluruhnya) terkumpul dalam (ibadah) puasa, karena (dengan) berpuasa (kita
harus) bersabar dalam (menjalankan) ketaatan kepada Allah, dan bersabar dari
semua keinginan syahwat yang diharamkan-Nya bagi orang yang berpuasa,
serta bersabar dalam (menghadapi) beratnya (rasa) lapar, haus, dan lemahnya
badan yang dialami orang yang berpuasa”21
.
Penutup
17
“Al-Fawâid”, hal. 97. (Al-Maktabah asy-Syâmilah)
18
“Silsilatul Ahâdîtsish Shahîhah”, hadits nomor 2623. (Al-Maktabah asy-Syâmilah)
19
“Lathâiful Ma’ârif”, hal. 177. (Al-Maktabah asy-Syâmilah)
20
HSR al-Bukhari, hadits nomor 1805 dan Muslim, hadits nomor 1151, lafazh
ini yang terdapat dalam “Shahîh Muslim”. (Al-Maktabah asy-Syâmilah)
21
“Lathâiful Ma’ârif”, hal. 177. (Al-Maktabah asy-Syâmilah)
7. 7
Demikianlah nasihat ringkas tentang keutamaan bulan Ramadhan,
semoga bermanfaat bagi semua orang muslim yang beriman kepada Allah
Ta’ala dan mengharapkan ridha-Nya, serta memberi motivasi bagi mereka
untuk bersemangat menyambut bulan Ramadhan yang penuh kemuliaan dan
mempersiapkan diri dalam perlombaan untuk meraih pengampunan dan
kemuliaan dari-Nya, dengan bersungguh-sungguh mengisi bulan Ramadhan
dengan ibadah-ibadah agung yang disyariatkan-Nya.
Dan ingat nasihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
bersabda,
“Jika tiba waktu awal malam di bulan Ramadlan maka setan-setan dan pemimpin-
pemimpinnya dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup dan tidak ada yang dibuka. Pintu-
pintu surga dibuka dan tidak ada yang ditutup, lalu ada penyeru yang berseru, "Hai
orang yang mencari kebaikan, teruskanlah. Hai orang yang mencari keburukan,
berhentilah. Sesungguhnya Allah membebaskan orang-orang dari neraka, dan itu terjadi
pada setiap malam."22
.
Selamat menunaikan ibadah puasa dan mengisi Ramadhan dengan
amal-amal shalih. Dan semoga seluruh amal shalih kita diterima, kesalahan kita
dimaafkan, dan dosa kita diampuni olehNya.
Āmîn Yâ Mujîbas Sâilîn.
22
HR at-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, juz III, hal. 66, hadits nomor 682; Ibnu
Majah, Sunan ibn Mâjah, juz II, hal. 559, hadits nomor 1642; An-Nasâi, Sunan an-Nasâi,
juz IV, hal. 129, hadits no. 2107; Ibnu Khuzaimah, Shahîh ibn Huzaimah, juz III, hal.
188, hadits nomor 1883; dari Abu Hurairah; Hadits ini dinyatakan shahih oleh Ibnu
Hibban, Shahîh ibn Hibbân, juz VIII, hal. 222 dan Syaikh Muhammad Nashiruddin al-
Albani, Shahîh wa Dha’îf al-Jâmi’ ash-Shaghîr, juz II, hal. 261, hadits no. 761.