SlideShare a Scribd company logo
1 of 64
Download to read offline
TEKNIK ANALISIS KADAR KARBOHIDRAT PADA Spirulina platensis
DI LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (LIPI)
DEPARTEMEN BIOTEKNOLOGI CIBINONG,
BOGOR, JAWA BARAT
PRAKTEK KERJA LAPANG
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
Oleh :
MUHAMMAD ALI ROHMAN
MASOHI – MALUKU TENGAH
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2015
TEKNIK ANALISIS KADAR KARBOHIDRAT PADA Spirulina platensis
DI LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (LIPI)
DEPARTEMEN BIOTEKNOLOGI CIBINONG,
BOGOR, JAWA BARAT
Praktek Kerja Lapang sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Perikanan pada Program Studi Budidaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga
Oleh :
MUHAMMAD ALI ROHMAN
NIM. 141211132123
Mengetahui,
Dekan,
Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Airlangga
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
TEKNIK ANALISIS KADAR KARBOHIDRAT PADA Spirulina platensis
DI LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (LIPI)
DEPARTEMEN BIOTEKNOLOGI CIBINONG,
BOGOR, JAWA BARAT
Oleh :
MUHAMMAD ALI ROHMAN
NIM. 141211132123
Setelah mempelajari dan menguji dengan sungguh-sungguh, kami
berpendapat bahwa Praktek Kerja Lapang (PKL) ini, baik ruang lingkup
maupun kualitasnya dapat diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Perikanan
Telah diujikan pada
Tanggal : 06 Juli 2015
KOMISI PENGUJI
Ketua : Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh.,DEA
Anggota : Prof. Moch. Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D
Dr. Kismiyati, Ir., M.Si.
Surabaya, 14 September 2015
Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Airlangga
Dekan,
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :
N a m a : MUHAMMAD ALI ROHMAN
N I M : 141211132123
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa laporan PKL yang berjudul
TEKNIK ANALISIS KADAR KARBOHIDRAT PADA Spirulina platensis DI
LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (LIPI) DEPARTEMEN
BIOTEKNOLOGI CIBINONG, BOGOR, JAWA BARAT adalah benar hasil
karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam laporan PKL tersebut
diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik yang berlaku di Universitas Airlangga,
termasuk berupa pembatalan nilai yang telah saya peroleh pada saat ujian dan
mengulang pelaksanaan PKL.
Demikian surat pernyataan yang saya buat ini tanpa ada unsur paksaan dari
siapapun dan dipergunakan sebagaimana mestinya.
Surabaya, 14 September 2015
Yang membuat pernyataan,
Muhammad Ali Rohman
NIM. 141211132123
v
RINGKASAN
MUHAMMAD ALI ROHMAN. Teknik Analisis Kadar Karbohidrat Pada
Spirulina platensis Di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Departemen Bioteknologi Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, Drh.,DEA
Spirulina merupakan salah satu mikroorganisme yang berpotensi dalam
menghasilkan beberapa senyawa yang bermanfaat seperti karbohidrat, protein dan
lipid. Karbohidrat memegang peranan penting dalam bidang pangan, oleh karena
itu analisis karbohidrat yang akurat, cepat dan dapat dipercaya diperlukan untuk
mengetahui kandungan total karbohidrat. Analisis total karbohidrat telah
dilakukan pada berbagai produk farmasi maupun produk pangan. Peran
karbohidrat yang signifikan terutama dalam produk pangan menjadikan analisis
total karbohidrat penting. Penelitian ini bertujuan untuk melihat profil
pertumbuhan serta menganalisis kadar karbohidrat dari mikroalga Spirulina
platensis pada media kultur berbeda. Metode yang digunakan adalah Phenol
Sulfuric Acid Method. Media kultur yang digunakan adalah media Zarrouk dan
media Johnson dengan komposisi bahan yang berbeda. Berdasarkan hasil
penelitian didapatkan bahwa nilai OD kultur Spirulina platensis pada media
Zarrouk lebih tinggi dibandingkan pada media Johnson. Namun hal ini
berbanding terbalik dengan hasil analisis kadar karbohidrat. Kultur Spirulina
platensis media Johnson fase log-1 didapatkan kadar karbohidratnya adalah 7,03
ppm sedangkan pada media Zarrouk 2,7 ppm. Begitupula pada fase pertumbuhan
stasioner-1 dimana pada kultur Spirulina platensis media Johnson didapatkan
kadar karbohidratnya adalah 32,44 ppm sedangkan pada media Zarrouk adalah
22,85 ppm.
vi
SUMMARY
MUHAMMAD ALI ROHMAN. Analysis Technique of Total Carbohydrate
Spirulina platensis at Biotechnology Department of Indonesian Institute of
Science (LIPI) Cibinong, Bogor, West Java. Prof. Dr. Hj. Sri Subekti,
Drh.,DEA as Academic Advisor.
Spirulina is one of microorganism that have potention to produce several
useful compound such as carbohydrate, protein and lipid. Carbohydrate have an
important role in food sector, so that the precise method of carbohydrate analysis
is needed to know total amount of carbohydrate. Total analysis of carbohydrate
has been done in many pharmacy products and also food products. Significant
role of carbohydrate in food products make total analysis of carbohydrate become
necessary. The purpose of the research is to measure growth profile and analyzed
carbohydrate from microalgae Spirulina platensis in different culture medium.
Method used in this research is Phenol Sulfuric Acid Method. Culture medium
used is Zarrouk and Johnson medium with different composition. According to
research’s result OD value in Spirulina platensis culture from Zarrouk medium is
higher than Johnson medium. However, carbohydrate value shows opposite result
after carbohydrate total analysis. Carbohydrate value of Spirulina platensis log-1
phase in Johnson medium is 7,03 ppm and in Zarrouk medium is 2,94 ppm. In
stationery phase carbohydrate value of Spirulina platensis in Johnson medium is
32,44 ppm while Zarrouk medium 22,85 ppm.
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufiq,
serta hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Praktek Kerja
Lapang tentang Teknik Analisis Kadar Karbohidrat Pada Spirulina platensis Di
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Departemen Bioteknologi Cibinong,
Bogor, Jawa Barat. Penulis haturkan terima kasih yang tak terhingga pada orang
tua dan keluarga yang telah mendoa’akan, mendidik dan memberikan motivasi
serta semangat hingga terselesaikannya Praktek Kerja Lapang ini. Karya Ilmiah
Praktek Kerja Lapang (PKL) ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Budidaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.
Penulis menyadari bahwa Karya Ilmiah Praktek Kerja Lapang (PKL) ini
masih belum sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan Karya Ilmiah ini. Akhirnya
penulis berharap semoga Karya Ilmiah ini bermanfaat dan dapat memberikan
informasi kepada semua pihak, khususnya bagi Mahasiswa Program Studi
Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga
Surabaya guna kemajuan serta perkembangan ilmu dan teknologi dalam bidang
perikanan, terutama budidaya perairan.
Surabaya, Maret 2015
Penulis
viii
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Praktek Kerja Lapang ini
banyak melibatkan orang - orang yang sangat berarti bagi penulis, oleh karena itu
pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat serta ucapan terima kasih
kepada :
1. Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA selaku Dosen Pembimbing yang telah
memberikan bimbingan sejak penyusunan usulan hingga penyelesaian
Laporan Praktek Kerja Lapang ini dengan penuh kesabaran.
2. Kustiawan Tri Pursetyo, S.Pi., M.Vet selaku Dosen Wali yang telah
memberikan saran dan nasehat dan menjadi orang tua kedua saya.
3. Seluruh staf pengajar dan staf kependidikan Fakultas Perikanan dan
Kelautan.
4. Kedua orang tua dan keluarga tercinta yang selalu mendoakan terbaiknya
dari awal hingga akhir penyusunan.
5. Prof. I Nyoman K. Kabinawa, Bu Ni Wayan S. Agustini, Bu Dede dan Aa
Didi selaku pembimbing lapang yang telah membimbing dengan penuh
kesabaran.
6. Winarti, Fitrotin Chasanah, Kak Laras, Kak Bibah, Kak Maria, Kak Rian
dan Mega Yusvita yang memberikan semangat dan kebahagiaan selama
Praktek Kerja Lapang.
7. Ihda Thoyyibah, Ined Rery, Dwi Astuti, Nanik Setyorini, Imardha Rona,
Christian Donovan, Lukman Kurniawan dan teman-teman angkatan 2012
ix
yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan penulis untuk
menyelesaikan penyusunan Laporan Praktek Kerja Lapang ini
8. Semua pihak yang telah membantu kelancaran dan doa selama penyusunan
Laporan Praktek Kerja Lapang.
Surabaya, Maret 2015
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN...................................................................................................... v
SUMMARY........................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
UCAPAN TERIMA KASIH............................................................................. viii
DAFTAR ISI........................................................................................................ x
DAFTAR TABEL.............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xiv
I PENDAHULUAN............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................. 1
1.2 Tujuan.......................................................................................................... 2
1.3 Manfaat........................................................................................................ 3
II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 4
2.1 Spirulina platensis....................................................................................... 4
2.1.1 Taksonomi dan Morfologi ................................................................... 4
2.1.2 Habitat.................................................................................................. 5
2.1.3 Pertumbuhan ........................................................................................ 5
A. Suhu................................................................................................ 6
B. Salinitas........................................................................................... 7
C. Cahaya ............................................................................................ 7
D. Derajat Keasaman (pH) .................................................................. 7
E. Nutrien ............................................................................................ 8
2.1.4 Reproduksi........................................................................................... 8
2.1.5 Kandungan Gizi dan Manfaat.............................................................. 9
A. Spirulina Air Laut......................................................................... 10
B. Spirulina Air Tawar...................................................................... 10
2.2 Karbohidrat................................................................................................ 11
2.2.1 Struktur Karbohidrat.......................................................................... 11
2.2.2 Analisis Karbohidrat.......................................................................... 11
xi
III PELAKSANAAN KEGIATAN ................................................................... 13
3.1 Tempat dan Waktu..................................................................................... 13
3.2 Metode Kerja ............................................................................................. 13
3.3 Metode Pengumpulan Data ....................................................................... 13
3.3.1 Data Primer........................................................................................ 14
A. Wawancara ................................................................................... 14
B. Observasi ...................................................................................... 14
C. Partisipasi Aktif ............................................................................ 15
3.3.2 Data Sekunder ................................................................................... 15
IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 16
4.1 Keadaan Umum Lokasi Praktek Kerja Lapang ......................................... 16
4.1.1 Sejarah Berdirinya dan Perkembangan ............................................. 16
4.1.2 Lokasi dan Tata Letak ....................................................................... 17
4.1.3 Visi dan Misi ..................................................................................... 17
4.1.4 Struktur Organisasi dan Tata Kerja ................................................... 18
4.1.5 Tugas Pokok dan Fungsi ................................................................... 19
4.2 Kegiatan Kultivasi ..................................................................................... 22
4.2.1 Sterilisasi Alat dan Bahan ................................................................. 22
4.2.2 Pembuatan Media Kultur................................................................... 23
4.2.3 Pembuatan Stok Kultur...................................................................... 25
4.2.4 Kultivasi ............................................................................................ 27
4.2.5 Pengamatan dan Pembuatan Kurva Pertumbuhan............................. 29
4.2.6 Pemanenan......................................................................................... 31
4.3 Analisis Kadar Karbohidrat....................................................................... 34
4.3.1 Pembuatan Kurva Baku Standar Glukosa ......................................... 34
4.3.2 Pengukuran Kadar Karbohidrat Sampel............................................ 35
4.4 Hambatan dan Upaya Penangulangan ....................................................... 38
V SIMPULAN DAN SARAN........................................................................... 39
5.1 Simpulan.................................................................................................... 39
5.2 Saran .......................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 40
LAMPIRAN....................................................................................................... 43
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1. Komposisi media Zarrouk dan Johnson dalam 1 Liter....................... 24
4.2. Perubahan Warna dan Tekstur………..……........................................ 32
4.3. Berat Biomassa……………………………………............................. 33
4.4. Serapan Baku Glukosa……………………………….......................... 35
4.5. Serapan Sampel……...……………………………….......................... 48
4.6. Perubahan warna kultur Spirulina platensis.……...….......................... 48
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
4.1. Autoklaf ...................................................................................................... 23
4.2. Bahan penyusun media kultur , penimbangan bahan menggunakan timbangan
analitik dan pengadukan oleh vortex............................................................. 23
4.3. Laminar Air Flow (LAF) ............................................................................. 25
4.4. Peletakan Miring Media Agar...................................................................... 26
4.5. Penanaman Bibit Spirulina platensis........................................................... 27
4.6. Kultivasi Spirulina platensis........................................................................ 28
4.7. Pengamatan mikroskop Spirulina platensis................................................. 29
4.8. Grafik nilai Optical Density (OD) ............................................................... 30
4.9. Pemanenan Spirulina platensis.................................................................... 32
4.10. Biomassa Kering........................................................................................ 34
4.11. Grafik Serapan Baku Glukosa.................................................................... 35
4.12. Kurva Kadar Karbohidrat........................................................................... 36
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Peta Lokasi PKL ............................................................................................. 43
2. Struktur Organisasi ......................................................................................... 44
3. Peralatan di Laboratorium Mikroalga Air Tawar ........................................... 45
4. Kegiatan Praktek Kerja Lapang...................................................................... 46
5. Skema Analisis Kadar Karbohidrat................................................................. 47
6. Data Lapangan ................................................................................................ 48
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mikroalga merupakan kelompok tumbuhan berukuran renik yang termasuk
dalam kelas alga, diameternya antara 3-30 μm, baik sel tunggal maupun koloni
yang hidup di seluruh wilayah perairan tawar maupun laut, yang lazim disebut
fitoplankton. Di dunia mikroba, mikroalga termasuk eukariotik, umumnya bersifat
fotosintetik dengan pigmen fotosintetik hijau (klorofil), coklat (fikosantin), biru
kehijauan (fikobilin), dan merah (fikoeritrin). Morfologi mikroalga berbentuk
uniseluler atau multiseluler tetapi belum ada pembagian tugas yang jelas pada sel-
sel komponennya. Hal itulah yang membedakan mikroalga dari tumbuhan tingkat
tinggi (Romimohtarto dan Juwana, 2001).
Spirulina adalah organisme yang termasuk kelompok alga hijau biru (blue
green algae). Alga ini berbentuk silinder, tidak bercabang, dan berwarna hijau di
dalam koloni yang besar. Warna hijau tua ini berasal dari klorofil dalam jumlah
besar. Secara alami, Spirulina mampu tumbuh di perairan danau yang bersifat
alkali dan suhu hangat, atau kolam dangkal di wilayah tropis. Spirulina
merupakan salah satu sumber protein terbaik diantara sumber protein lainnya.
Kandungan protein pada Spirulina 50-70% dari berat keringnya (Tietze, 2004).
Mikroalga Spirulina sp telah dimanfaatkan sebagai pakan alami pada
budidaya organisme laut seperti rotifer, larva oyster, kerang mutiara, abalone,
udang, kakap, kerapu dan lainnya (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995 ; Mitchell
dan Richmond, 2004) dan sebagai bahan makanan tambahan (supplemen) bagi
manusia. Menurut Tokusoglu dan Üunal (2006), S. platensis mengandung protein
2
yang tinggi dengan kandungan Gamma Linolenic Acid (GLA) yang tinggi serta
kalium. Spirulina juga mengandung vitamin B1, B2, B12 dan C (Brown, et al.,
1997). Spirulina platensis yang dibudidayakan di media air laut memiliki
fikosianin dan karbohidrat yang tinggi, dan memiliki biaya produksi rendah
(Christwardana dkk., 2013)
Spirulina platensis mengandung karbohidrat sekitar 13.6%, antara lain:
glucose, rhamnose, mannose, xylose and galactose (Shekharam, et al., 1987).
Karbohidrat berkontribusi besar dalam menyusun produk pangan pada umumnya
(Fennema, 1996) dan merupakan salah satu makronutrien yang dibutuhkan oleh
tubuh. Sifat fungsional karbohidrat yang penting dalam proses pengolahan
pangan, menyebabkan keberadaan karbohidrat menjadi komponen yang perlu
diperhatikan dan dianalisis.
Analisis total karbohidrat telah dilakukan pada berbagai produk farmasi
(Leyva, et al., 2008) maupun produk pangan (Legowo dan Nurwantoro, 2004).
Jumlah karbohidrat dalam produk pangan perlu diketahui, antara lain untuk
standardisasi identitas pangan, label nutrisi, deteksi adanya adulterasi dan untuk
pengembangan suatu produk pangan. Peran karbohidrat yang signifikan terutama
dalam produk pangan menjadikan analisis total karbohidrat penting (Manikharda,
2011).
1.2 Tujuan
Tujuan pelaksanaan Praktek Kerja Lapang adalah untuk mengetahui teknik
analisis karbohidrat pada Spirulina platensis di Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) Departemen Bioteknologi, Cibinong, Bogor, Jawa Barat.
3
1.3 Manfaat
Praktek Kerja Lapang ini berguna untuk meningkatkan pengetahuan
mengenai teknik analisis karbohidrat pada Spirulina platensis.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Spirulina platensis
Spirulina adalah jenis cyanobacteria yang mengandung klorofil dan dapat
bertindak sebagai organisme yang bisa melakukan fotosintesis untuk membuat
makanan sendiri. Bentuknya spiral (Gambar 2.1), mengandung pigmen fikosianin
tinggi sehingga warna cenderung hijau biru.
Gambar 2.1. Bentuk dari Spirulina platensis pada pembesaran mikroskop
40x10 (Patimah, 2009)
2.1.1 Taksonomi dan Morfologi
Menurut Vonshak (1997), taksonomi Spirulina platensis adalah sebagai
berikut :
Divisi : Cyanophyta
Kelas : Cyanophyceae
Ordo : Nostocales
Sub ordo : Nostcaceae
Famili : Oscillatoriaceae
Genus : Spirulina
Spesies : Spirulina platensis
Spirulina platensis adalah salah satu jenis mikroalga yang berwarna hijau
kebiruan (Blue Green Algae). Di bawah mikroskop, Spirulina platensis tampak
5
seperti benang tipis (filamen) yang berbentuk spiral. Filamen ini merupakan
koloni sel yang dapat bergerak. Benang filamen bersel banyak dengan ukuran
panjang 200-300 dan lebar 50-70 mikron. Satu filamen dengan tujuh spiral akan
mencapai ukuran 1000 mikron dan berisi 250-400 sel. Spirulina platensis tidak
memiliki inti sel. Spirulina platensis memiliki zat warna cyanophysin (hijau
kebiruan) sehingga dimasukkan ke dalam class Cyanophyceae (Phang, 2002).
Menurut Hasan (2008), Spirulina adalah mikroalga hijau-biru multiseluler
yang berserabut. Spirulina dapat berbentuk batang ataupun piringan. Pigmen
fotosintetis utama pada Spirulina adalah phycocyanin yang berwarna biru.
Spirulina juga mengandung klorofil-a dan karotenoid. Pigmen phycoerythrin
menjadikan Spirulina berwarna merah muda.
2.1.2 Habitat
Lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan Spirulina platensis adalah
lingkungan dengan intensitas cahaya yang cukup dengan curah hujan sedang dan
pH berkisar antara 7 sampai 9. Suhu terendah untuk pertumbuhan Spirulina
platensis adalah 15 o
C dengan suhu optimal antara 35 sampai 40 o
C
(Christwardana dkk., 2013).
2.1.3 Pertumbuhan
Spirulina platensis merupakan salah satu fitoplankton yang
pertumbuhannya ditandai dengan pertambahan jumlah sel dan berpengaruh
terhadap kepadatan fitoplankton (Sari, 2012). Menurut Hidayah (2013) bahwa
pertumbuhan mikroalga dalam kultur ditandai dengan perubahan ukuran sel atau
6
bertambah banyaknya jumlah sel. Ada empat fase pertumbuhan pada mikroalga,
yaitu : (1) fase istirahat yang ditandai dengan pertambahan ukuran sel tetapi
belum terjadi pembelahan sel sehingga kepadatan sel belum meningkat,
organisme aktif melakukan metabolisme dan terjadi sintesis protein, (2) fase
logaritmik ditandai dengan terjadinya pembelahan sel dan laju pertumbuhan tetap,
(3) fase stasioner dimana pertumbuhan mulai mengalami penurunan dibandingkan
fase logaritmik, laju reproduksi sama dengan laju kematian serta kepadatan tetap,
dan (4) fase kematian ditandai dengan laju kematian yang lebih cepat dari laju
reproduksi serta jumlah sel menurun. Penurunan kepadatan ditandai dengan
perubahan kondisi optimum dikarenakan suhu, cahaya, pH dan hara atau nutrient
pada media kultur.
A. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi laju
metabolisme mahluk hidup, selain itu suhu juga berpengaruh terhadap kadar
oksigen dalam air. Suhu hangat berpengaruh bagi pertumbuhan fitoplankton.
Peningkatan suhu pada batas tertentu dapat mempercepat proses metabolism,tetapi
pada suhu yang melewati batas maksimal akan mengakibatkan kerusakan enzim
sehingga dapat menyebabkan proses metabolisme sel terhenti. Suhu terendah
untuk Spirulina platensis adalah 15 o
C dan pertumbuhan yang optimal adalah 35
sampai 40 o
C (Christwardana dkk., 2013).
7
B. Salinitas
Salinitas merupakan konsentrasi garam yang terlarut dalam satuan air.
Salinitas memiliki peranan penting dalam pertumbuhan karena secara langsung
berpengaruh terhadap tekanan osmose didalam sel fitoplankton sehingga fluktuasi
salinitas menyebabkan aktivitas sel terganggu. Fitoplankton tumbuh pada salinitas
antara 20 sampai 70 ppt. Salinitas pada media kultur dapat meningkatkan
pertumbuhan Spirulina. Pertumbuhan Spirulina tertinggi pada salinitas 20 ppt
(Ariyati, 1998).
C. Cahaya
Cahaya merupakan sumber energi untuk fotosintesis. Fitoplankton
merupakan organisme autotrof yang mampu membentuk senyawa melalui proses
fotosintesis. Sumber cahaya yang digunakan pada kultur skala laboratorium
adalah dari lampu TL. Cahaya yang optimal untuk pertumbuhan alga adalah 1500
sampai 3000 lux (Utomo dkk., 2005).
D. Derajat Keasaman (pH)
pH merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan
organisme termasuk fitoplankton. Nilai pH merupakan faktor pembatas bagi
pertumbuhan . Nilai pH secara langsung berhubungan dengan kelarutan CO2 dan
mineral. Nilai pH optimal untuk pertumbuhan Spirulina platensis adalah 7,2
sampai 9,5 ( Hasan, 2008).
8
E. Nutrien
Nutrien merupakan unsur atau senyawa kimia yang digunakan
fitoplankton untuk pertumbuhan. Menurut pendapat Kabinawa (2006), unsur hara
makronutrien didefinisikan sebagai unsur hara yang digunakan untuk
pertumbuhan dan perbanyakan sel. Makronutrien tersebut terdiri dari kalsium
(Ca), hidrogen (H), nitrogen (N), Sulfur (S), fosfor (P), kalium (K), dan
magnesium (Mg), sedangkan unsur nutrien yang diperlukan fitoplankton dalam
jumlah sedikit disebut mikronutrien. Makronutrien dan mikronutrien yang
berperan dalam sintesa klorofil antara lain nitrogen, magnesium dan besi.
Pada budidaya fitoplankton, media kultur digunakan sebagai tempat untuk
tumbuh dan berkembang biak, sehingga ketersediaan makronutrien dan
mikronutrien diperlukan dalam media kultur (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).
2.1.4 Reproduksi
Spirulina platensis berkembang biak dengan cara membelah diri.
Pembelahan diawali dengan memutus filamen menjadi satuan-satuan sel yang
akan membentuk filamen baru. Pemutusan filamen yang telah masak merupakan
awal daur hidup Spirulina platensis. Pemutusan filamen akan membentuk bagian-
bagian yang disebut dengan necridia dan selanjutnya akan membelah membentuk
piringan yang terpisah, hasil pembelahan akan berkoloni membentuk hormoginia
yang dapat memisahkan diri dari filamen induk menjadi filamen baru (Isnansetyo
dan Kurniastuty, 1995).
9
2.1.5 Kandungan Gizi dan Manfaat
Spirulina disebut juga sebagai superfood karena kandungan gizinya yang
lebih berpotensi dibandingkan dengan makanan lainnya seperti tanaman maupun
biji-bijian dan menjadikan Spirulina sebagai alternatif makanan sebagai suplemen
vitamin (Henrikson, 2009). Spirulina platensis yang dikultur dengan
menggunakan media Walne memiliki kandungan protein, karbohidrat dan lemak
berturut-turut adalah 50,50 %, 15,48 % dan 0,5 % (Widyaningsih dkk., 2008).
Kandungan DHA, EPA dan AA pada Spirulina platensis berturut-turut ialah
0,003, 0,915.10-3
dan 0,682 mg/g dry biomass (Hadi, 2012). Spirulina mempunyai
manfaat sebagai antioksidan, antiviral, imunomodulator, mampu mengobati
dislipidemia, meningkatkan hemoglobin, leukosit dan trombosit serta mampu
menstimulasi stemsel di sumsum tulang (Dewi, 2014).
Spirulina memiliki beberapa karakteristik serta kandungan nutrisi yang
cocok sebagai makanan fungsional. Protein, asam lemak esensial, vitamin,
mineral, dan klorofil serta fikosianin adalah komponen yang terkandung di dalam
Spirulina. Spirulina platensis merupakan mikroalga yang mengandung protein
tinggi sekitar 56 sampai 62% dan 17 sampai 25% kandungan karbohidrat
(Christwardana dkk., 2013).
Lokapirnasari dkk (2011) mengungkapkan bahwa penggunaan Spirulina
memberikan efek yang baik dengan pengaruh nyata terhadap protein efficiency
ratio, sedangkan terhadap feed convertion ratio tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata. Pengunaan Spirulina sampai dengan dosis 1,5% pada total formula
pakan perlakuan menunjukkan adanya perbaikan kualitas nutrien dengan adanya
10
peningkatan kandungan protein kasar serta penurunan kandungan serat kasar
sehingga meningkatkan proses pencernaan dalam tubuh ternak untuk digunakan
dalam proses metabolisme tubuh dengan menghasilkan performa produksi yang
lebih baik.
2.1.5.1.Spirulina Air Laut
Spirulina yang dibudidayakan pada media air laut mengandung mineral
lebih tinggi dibandingkan dengan Spirulina yang dibudidayakan pada media air
tawar atau payau. Air laut mengandung garam yang tinggi seperti NaCl, KCl dan
MgCl. Spirulina air laut memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih rendah dari
pada Spirulina air tawar. Spirulina air laut memiliki bau amis seperti rumput laut
atau cumi-cumi sehingga kurang disukai oleh konsumen. Bau amis pada
Spirulina air laut dihasilkan dari kandungan mineral di dalam Spirulina
(Christwardana dkk., 2013).
2.1.5.2.Spirulina Air Tawar
Spirulina yang dibudidayakan pada media air tawar biasanya
dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Spirulina air tawar memiliki tingkat
pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Spirulina yang
dibudidayakan pada media air laut, yakni peningkatan nilai optical density sekitar
0.16/hari dan menghasilkan 1,23 sampai 1,34 g/L biomassa kering. Kandungan
protein dari Spirulina air tawar berkisar antara 60 sampai 70%. Spirulina air tawar
tidak memiliki bau amis karena memiliki kandungan mineral yang lebih rendah
daripada Spirulina air laut (Christwardana dkk., 2013).
11
2.2 Karbohidrat
Karbohidrat adalah senyawa polisakarida aldehid atau polihidroksi keton
yang mempunyai rumus empiris CnH2nOn (Legowo dan Nurwantoro, 2004).
Karbohidrat telah menjadi sumber energi utama untuk metabolisme pada manusia
dan sarana untuk memelihara kesehatan saluran pencernaaan manusia.
Karbohidrat adalah penyumbang utama dari komponen yang membentuk produk
pangan baik sebagai komponen alami maupun bahan yang ditambahkan
(Manikharda, 2011).
2.2.1 Struktur Karbohidrat
Menurut Legowo dan Nurwantoro (2004), karbohidrat dapat
dikelompokan menjadi monosakarida, oligosakarida dan polisakarida.
Monosakarida merupakan suatu molekul sakarida/gula yang mempunyai lima atau
enam atom C. Oligosakarida terdiri dari 2-10 unit monosakarida. Polisakarida
merupakan makromolekul yang tersusun oleh banyak unit monosakarida.
Golongan karbohidrat yang banyak dijumpai di alam adalah monosakarida seperti
glukosa dan fruktosa, oligosakarida yang terdiri dari 2 unit monosakarida seperti
laktosa dan sukrosa serta polisakarida seperti pati, dekstrin dan berbagai serat
pangan.
2.2.2 Analisis Karbohidrat
Senyawa karbohidrat dipecah menjadi gula sederhana (monosakarida)
dengan bantuan asam yaitu HCl dan panas. Monosakarida yang terbentuk
kemudian dianalisis dengan prinsip reduksi Cu2+
menjadi Cu1+
. Monosakarida
bebas akan mereduksi larutan basa dari garam logam menjadi bentuk oksida atau
12
bentuk bebasnya. Kelebihan Cu2+
yang tidak tereduksi kemudian dikuantifikasi
dengan titrasi iodometri (SNI 01-2891-1992).
Salah satu tujuan dari analisis total karbohidrat adalah aspek food
processing, yakni efisiensi dari proses pangan banyak tergantung pada jenis dan
kadar karbohidrat (Manikharda, 2011). Dalam analisis kadar karbohidrat
seringkali ditujukan untuk menentukan jumlah golongan karbohidrat tertentu,
misalnya kadar laktosa, kadar gula pereduksi, kadar dekstrin, dan atau kadar pati
(Legowo dan Nurwantoro, 2004).
Kadar karbohidrat dalam bahan pangan dapat diketahui dengan
menghitung persentase yang tersisa setelah semua komponen lain telah diukur (by
difference). Metode by difference masih digunakan oleh FDA, tetapi metode ini
dapat menghasilkan nilai yang salah karena ada kemungkinan komponen non-
karbohidrat yang terukur (Manikharda, 2011).
III PELAKSANAAN KEGIATAN
3.1 Tempat dan Waktu
Praktek kerja lapang ini akan dilaksanakan di Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI), Cibinong, Bogor, Jawa Barat pada tanggal 12 Januari - 20
Februari 2015.
3.2 Metode Kerja
Metode yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang ini adalah metode
deskriptif. Metode deskriptif adalah metode untuk membuat gambaran mengenai
situasi atau kejadian, sehingga metode ini hanya mengumpulkan data dasar saja
(Nazir, 2011). Penerapan metode ini dalam kegiatan Praktek Kerja Lapang yang
akan dilaksanakan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), antara lain:
mengamati metode kultur S. platensis pada skala laboratorium dan mengamati
teknik analisis kadar karbohidrat dari S. platensis, kemudian mencatat data–data
tersebut sebagai data untuk penyusunan laporan Praktek Kerja Lapang.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang diambil dalam Praktek Kerja Lapangan ini yaitu berupa data
primer dan data sekunder yang diperoleh melalui beberapa metode atau cara
pengambilan.
14
3.3.1 Data Primer
Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara
langsung dari sumber asli (tidak melalui perantara). Data primer dapat berupa
opini subyek (orang) secara individu maupun kelompok, hasil observasi terhadap
suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian. Data primer yang
diambil antara lain : teknik pembuatan stok kultur Spirulina platensis, media
yang digunakan untuk kultur S. platensis, teknik kultivasi S. platensis, teknik
analisis kadar karbohidrat, serta suhu, pH, dan salinitas yang dikontrol.
Ada dua metode yang dapat digunakan dalam pengumpulan data primer,
yaitu metode survei dan metode observasi (Sangadji dan Sopiah, 2010).
A. Wawancara
Wawancara merupakan suatu metode yang digunakan untuk
mengumpulkan data, dimana peneliti mendapatkan keterangan atau informasi
secara lisan dari seseorang (Notoatmodjo dan Soekidjo, 2010). Wawancara akan
dilakukan dengan cara tanya jawab dengan peneliti yang ada di Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengenai struktur organisasi, tenaga kerja, sarana
dan prasarana, serta permasalahan apa saja yang dihadapi pada saat melaksanakan
kegiatan analisis kadar karbohidrat dari S. platensis.
B. Observasi
Observasi merupakan pengamatan langsung, yaitu pengambilan data
dengan menggunakan indra mata tanpa ada pertolongan alat lain untuk keperluan
tersebut (Nazir, 2011).
15
C. Partisipasi Aktif
Partisipasi aktif adalah observasi dimana peneliti ikut melakukan apa yang
dilakukan oleh narasumber tetapi belum lengkap sepenuhnya (Sugiyono, 2006).
Kegiatan partisipasi aktif yang akan dilakukan antara lain: pembuatan kurva
pertumbuhan kepadatan sel S. platensis dan analisis kadar karbohidrat dengan
mengukur spektrum menggunakan alat berupa spektrofotometri UV. Kegiatan
tersebut diikuti secara langsung dan kegiatan lain yang berhubungan dengan
Praktek Kerja Lapang yang dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) Departemen Bioteknologi, Cibinong, Jawa Barat.
3.3.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain atau data primer
yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan oleh pengumpul data primer atau
pihak lain, yang umumnya berupa diagram (Sigian dan Sugiarto, 2002). Data
dapat diperoleh dari data dokumentasi, lembaga penelitian, dinas perikanan,
pustaka, laporan pihak swasta, masyarakat dan pihak lain yang berhubungan
dengan teknik analisis kadar karbohidrat dari S. platensis.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Lokasi Praktek Kerja Lapang
4.1.1 Sejarah Berdirinya dan Perkembangan
Pusat Penelitian dan pengembangan (Puslitbang) Bioteknologi Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) didirikan pada tanggal 13 Januari 1986
berdasarkan Kepres RI Nomor 1 Tahun 1986. Kemudian Bioteknologi LIPI
ditetapkan sebagai salah satu pusat bioteknologi. Pada bulan April 1993,
Puslitbang Bioteknologi LIPI bersama Puslitbang Biologi LIPI menempati
Gedung Kusnoto yang terletak pada di Jalan Ir.H. Djuanda No. 18 Bogor.
Kemudian sejak tanggal 1 Oktober 1993, semua kegiatan dipindahkan ke
Cibinong Science Center (CSC LIPI) yang terletak di Jalan Raya Bogor Km 46
Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pada tahun 2001, sesuai SK Kepala LIPI
No. 1151/Kep/2001 Puslitbang Bioteknologi LIPI berubah nama menjadi Puslit
Bioteknologi LIPI.
Puslit Bioteknologi LIPI bertugas melaksanakan penelitian, melayani dan
memasyarakatkan IPTEK di bidang bioteknologi. Puslit Bioteknologi LIPI
berfungsi dalam mempersiapkan program penelitian di bidang bioteknologi,
rekayasa genetika, bioproses, memberikan pelayanan di bidang bioteknologi,
memberikan masukan perumusan kebijakan IPTEK dibidang bioteknologi,
kerjasama penelitian dan penguasaan bioteknologi dengan instansi di dalam dan
luar negeri, mengevaluasi dan melaporkan semua kegiatannya.
Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(Puslit Bioteknologi LIPI) adalah pusat penelitian yang bernaung di bawah
17
lingkungan kerja dan bertanggung jawab kepada Kedeputian Bidang Ilmu
Pengetahuan Hayati Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Kedeputian IPH
LIPI). Berdiri pada tanggal 13 Januari 1986, Puslit Bioteknologi-LIPI dibentuk
dalam rangka pengembangan dan pemanfaatan Bioteknologi di Indonesia. Hal ini
berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.1 Tahun 1986.
Pada awalnya, Puslit Bioteknologi LIPI bersama dengan Puslit Biologi-
LIPI dan Puslit Limnologi LIPI, tergabung di dalam Lembaga Biologi Nasional
(LBN). LBN yang berdiri pada tahun 1962, merupakan bagian dari Lembaga
Pusat Penyelidikan Alam (LPPA) yang berada di bawah bimbingan dan
koordinasi Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI). Majelis ini dibentuk pada
era Presiden Soekarno berdasarkan UU no .6 tahun 1956. Seiring perjalanan
waktu, pada tanggal 23 Agustus 1967, MIPI berganti nama menjadi Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Perubahan ini ditetapkan berdasarkan
Keppres no 128 tahun 1967.
4.1.2 Lokasi dan Tata Letak
Puslit Bioteknologi LIPI terletak di Jalan Raya Bogor Km 46, Cibinong,
Kabupaten Bogor. Lokasinya satu kompleks dengan Puslit Biologi, Puslit
Limnologi, dan Badan Koordinasi Survei Tanah dan Lahan (BAKOSURTANAL).
Posisi Puslit Bioteknologi LIPI berada paling dekat dengan Jalan Raya Bogor
4.1.3 Visi dan Misi Pusat Penelitian (Puslit) Bioteknologi LIPI Cibinong
Visi Puslit Bioteknologi LIPI mengacu pada visi IPTEK 2025 yaitu
“Terwujudnya IPTEK sebagai kekuatan utama untuk kesejahteraan berkelanjutan
18
dan peradaban bangsa” dan visi LIPI yang berbunyi “Terwujudnya kehidupan
bangsa yang adil, cerdas, kreatif, integratif dan dinamis yang didukung oleh ilmu
pengetahuan dan teknologi yang humanistik”. Berdasarkan dua visi tersebut
disusunlah visi Puslit Bioteknologi LIPI yaitu menjadi lembaga penelitian
bioteknologi terdepan yang didukung oleh sumber daya profesional. Adapun misi
Puslit Bioteknologi LIPI antara lain : (1) menguasai iptek di bidang bioteknologi
agar menjadi penggerak utama dan acuan dalam meningkatkan kemajuan bangsa
dan pembangunan berkelanjutan, (2) Pengungkapan, peningkatan nilai tambah
dan penyelamatan sumber daya alam hayati melalui penguasaan biologi
molekuler, sel dan jaringan serta bioproses, (3) Memberikan masukan kepada
pemerintah dalam menyusun kebijakan di bidang bioteknologi, (4) Ikut serta
dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pemasyarakatan IPTEK
bidang bioteknologi, (5) Meningkatkan kinerja dan tata kelola lembaga riset yang
baik (good corporate governance), dan (6) Meningkatkan profesionalitas,
kesejahteraan pegawai dan karyawan.
4.1.4 Struktur Organisasi dan Tata Kerja
Struktur organisasi Pusat Penelitian (Puslit) Bioteknologi LIPI Cibinong
berdasarkan Lampiran Keputusan Kepala LIPI Nomor 3212/M/2004 tertanggal 28
Oktober 2004 terdiri dari Kepala Pusat, Kepala Bagian Tata Usaha, Kepala
Bidang Biologi Molekuler, Kepala Bidang Biologi Sel dan Jaringan, Kepala
Bidang Bioproses dan Kepala Bidang Sarana Penelitian.
Kepala Bagian Tata Usaha membawahi Kepala Subbagian Kepegawaian,
Kepala Subbagian Umum, dan Kepala Subbagian Kerjasama dan Jasa. Kepala
19
Bidang Sarana Penelitian membawahi Kepala Subbidang Sarana Biologi
Molekuler, Kepala Subidang Sarana Biologi Sel dan Jaringan, Kepala Subbidang
Saran Kebun Plasma Nutfah Tumbuhan dan Hewan serta Kepala Subbidang
Sarana Bioproses.
LIPI dibagi kedalam lima kedeputian yang meliputi Deputi Bidang Ilmu
Kebumian, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati, Deputi Bidang Ilmu
Pengetahuan Teknik, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan
serta Deputi Bidang Jasa Ilmiah. Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati
membawahi Pusat Penelitian Biologi, Pusat Penelitian Bioteknologi, dan Pusat
Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor.
4.1.5 Tugas Pokok dan Fungsi
Berdasarkan Peraturan Kepala LIPI No. 1 Tahun 2014 pasal 143, Pusat
Penelitian Bioteknologi LIPI mempunyai tugas melaksanakan penelitian di bidang
bioteknologi. Selanjutnya dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
dalam pasal 143 tersebut, Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI menyelenggarakan
fungsi : (1) Penyiapan bahan perumusan kebijakan penelitian bidang kajian, (2)
Penyusunan pedoman, pembinaan, dan pemberian bimbingan teknis dalam bidang
bioteknologi, (3) Penyusunan rencana, program, dan pelaksanaan penelitian
bidang bioteknologi, (4) Pemantauan pemanfaatan hasil penelitian bidang
bioteknologi, (5) Pelayanan jasa ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang
bioteknologi, (6) Melakukan evaluasi dan penyusunan laporan penelitian
bioteknologi, dan (7) Pelaksanaan urusan tata usaha.
20
Sasaran Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI antara lain : (1) Terciptanya
kompetensi inti (core competence) yang handal di bidang bioteknologi yang
didukung dengan kemampuan sumber daya IPTEK yang professional, (2)
Terfasilitasinya penegakan kebenaran ilmiah dalam pengelolaan sumber daya
alam untuk mengatasi permasalahan perbedaan kepentingan dan konflik yang
mungkin terjadi, (3) Terciptanya tata kelola yang profesional, efektif, efisien
dengan menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance (GCG), (4)
Terjalinnya komunikasi antara pemegang kebijakan, swasta, masyarakat industri,
masyarakat umum dan peneliti sehingga memahami pentingnya sumber daya alam
hayati sebagai aset dan kunci penggerak pembangunan di bidang pangan,
kesehatan dan lingkungan, dan (5) Termanfaatkannya hasil-hasil penelitian,
pengembangan, dan aset-aset yang dimiliki untuk kemajuan ekonomi, mengurangi
kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan dan meningkatkan daya saing dalam
kerangka pembangunan berkelanjutan yang adil berwajah kemanusiaan.
Pusat Penelitian Bioteknologi terdiri atas empat bidang, yaitu bidang
Biologi Molekuler, Bidang Biologi Sel dan Jaringan, Bidang Bioproses, dan
Bidang Sarana Penelitian dan satu bagian yaitu Bagian Tata Usaha. Bidang
Biologi Molekuler bertugas dalam mengembangkan kemampuan
dibidang genetika molekuler dan rekayasa protein, rekombinan DNA, regulasi dan
ekspresi gen, pertukaran sifat yang berguna untuk meningkatkan nilai ekonomi
produk atau proses yang diinginkan.
Bidang biologi sel dan jaringan mempunyai tugas mengembangkan
kemampuan di bidang biologi sel dan jaringan tumbuhan, hewan dan
21
mikroorganisme untuk meningkatkan nilai ekonomi produk atau proses yang
diinginkan. Subbidang biologi sel dan jaringan mempunyai tugas mengelola dan
mengembangkan sarana penelitian dibidang biologi sel dan jaringan , melayani
permontaan kerjasama penelitian, pelatihan, pembimbingan, dan magang di
bidang biologi sel dan jaringan, melakukan konservasi in vitro tanaman, evaluasi,
mendokumentasikan dan menyebarluaskan sumber daya genetika bernilai
ekonomi tinggi, menjaga dan memelihara koleksi in vitro tanaman, hewan dan
mikroba untuk keperluan kegiatan penelitian ekstern dan intern, menyediakan
informasi yang berkaitan dengan kegiatan bidang biologi sel dan jaringan.
Bidang bioproses mempunyai tugas untuk mengembangkan kemampuan
dibidang bioproses dengan menggunakan hasil-hasil penelitian dari bidang biologi
molekuler dan biologi sel dan jaringan juga mengembangkan proses bioteknologi
baru serta membakukan metode pengembangan biproses dan pengolahan hasilnya.
Bidang sarana penelitian bertugas memelihara, mengembangkan,
mengatur dan mengawasi penggunaan dan pemanfaatan sarana-prasarana ilmiah
baik untuk keperluan Puslit Bioteknologi maupun pelayanan kerjasama dan jasa.
Bagian Tata Usaha (TU) bertugas untuk melaksanakan pelayanan administrasi
bagi seluruh satuan kerja di lingkungan Puslit Bioteknologi maupun pihak lain
yang berkaitan dengan kerjasama penelitian dan jasa informasi.
22
4.2 Kegiatan Kultivasi
4.2.1 Sterilisasi Alat dan Bahan
Tujuan sterilisasi adalah untuk menghindari kontaminasi dari bakteri atau
kuman yang terdapat pada alat dan bahan, sehingga nantinya diharapkan alat dan
bahan yang digunakan bebas dari kuman atau bakteri. Hal ini sesuai dengan
pendapat Chusniati, dkk (2013), sterilisasi adalah suatu usaha untuk
membebaskan alat-alat atau bahan-bahan dari segala bentuk kehidupan, terutama
bakteri.
Alat dan bahan yang akan di sterilisasi sebelumnya dicuci dengan air
mengalir hingga bersih dan ditiriskan. Setelah kering, peralatan yang terbuat dari
gelas, seperti tabung reaksi, disumbat menggunakan kapas dan ditutup dengan
kertas. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari masuknya uap air ke dalam
tabung reaksi. Kemudian dimasukan ke dalam plastik tahan panas. Sterilisasi
menggunakan autoclave pada suhu 121°C selama 15 menit. Sterilisasi
menggunakan autoclave merupakan cara sterilisasi yang paling baik dibanding
sterilisasi dengan pemijaran, udara kering maupun uap air panas (Chusniati dkk,
2013).
Menurut Laily dkk (2014), komponen alat-alat berbahan kaca dapat
disterilisasi dengan menggunakan sterilisasi kering karena alat-alat tersebut tidak
akan rusak dengan pemanasan tinggi. Suhu yang dapat digunakan untuk sterilisasi
kering adalah suhu 125ºC selama 3 jam atau suhu 160ºC selama 1 jam, sedangkan
sterilisasi untuk alat non kaca dan bahan yang mudah rusak dengan pemanasan
23
tinggi maka dapat dilakukan dengan menggunakan autoklaf 121 o
C pada tekanan
1 atm selama 15 menit.
Gambar 4.1. Autoklaf
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)
4.2.2 Pembuatan Media Kultur
Menurut Wijoseno (2011), media kultur adalah suatu bahan yang terdiri
dari campuran zat-zat makanan atau nutrisi yang diperlukan mikroorganisme
untuk pertumbuhannya. Pembuatan media kultur diawali dengan penimbangan
bahan. Komposisi bahan untuk pembuatan media kultur dapat dilihat pada Tabel
4.1.
Gambar 4.2. Bahan penyusun media kultur (a), penimbangan bahan menggunakan
timbangan analitik (b) dan pengadukan oleh vortex (c).
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015).
24
Bahan yang telah ditimbang menggunakan timbangan analitik kemudian
dimasukan ke dalam tabung volume 1 L dan ditambahkan dengan aquades.
Selanjutnya dilakukan pengadukan menggunakan Vortex Thermolyne 37600.
Pengadukan bertujuan untuk menghomogenkan serta melarutkan bahan dalam
aquades. Apabila telah homogen, maka media kultur siap untuk digunakan.
Tabel 4.1. Komposisi media Zarrouk dan Johnson dalam 1 Liter.
Komponen
Media Kultur
Zarrouk Johnson
MgSO4 0,2 g 0,5 g
CaCl2 0,2 g 0,2 g
MgCl2 - 1,5 g
EDTA 0,64 g -
Urea 0,31 g -
TSP 0,18 g -
KOH 0,5 g -
K2SO4 0,5 g -
Soda kue 16,8 g 0,045 g
FeSO4 0,01 g -
NaCl 2 g 27 g
Micronutrien 1 mL 1 mL
Fe EDTA - 1 mL
KH2PO4 (PA) - 0,035 g
KNO3 (PA) - 0,5 g
25
4.2.3 Pembuatan Stok Kultur
Pembuatan stok kultur dimulai dengan menyiapkan bibit Spirulina
platensis yang didapatkan dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau
(BBPBAP) Jepara, media kultur serta alat-alat yang diperlukan seperti micropipet,
tabung reaksi, rak, kapas, ose, dan bunsen. Pembuatan stok kultur dilakukan di
dalam Laminar Air Flow (LAF), hal ini dimaksudkan untuk menghindari paparan
kontaminan. Penggunaan LAF dimulai 15 menit sebelum kegiatan berlangsung
yakni dengan menyalakan lampu UV dan kemudian dilakukan sterilisasi
menggunakan alkohol 70%. Penggunaan alkohol 70% sesuai dengan yang
tercantum dalam Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik (2009) tentang
prosedur tetap penggunaan Laminar Air Flow (LAF), yakni menyalakan lampu
blower dan lampu UV minimal 15 menit sebelum digunakan serta membersihkan
permukaan LAF dengan Iso Propil Alkohol (IPA) atau alkohol 70% menggunakan
lap yang tidak berserat.
Gambar 4.3. Laminar Air Flow (LAF).
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)
Pembuatan stok kultur dapat dilakukan dengan menggunakan dua media
berbeda, yakni media cair serta media agar miring. Media pertama yang dapat
digunakan dalam pembuatan stok kultur adalah dengan media cair. Pembuatan
stok kultur dilakukan dengan mengambil media cair menggunakan micropipet
26
sebanyak 5 mL dan ditampung dalam tabung reaksi yang telah di sterilisasi
sebelumnya, kemudian ditambahkan sebanyak 3 mL bibit Spirulina platensis.
Tabung yang telah berisi media kultur dan bibit Spirulina platensis diletakan pada
rak kultur dengan pencahayaan dari lampu TLD 36 watt hingga sekitar 2 minggu
dimana Spirulina platensis memasuki fase log hingga stasioner. Perbanyakan stok
kultur dilakukan secara bertingkat yaitu 50 mL, 500 mL hingga volume 5 L.
Media kedua yang dapat digunakan dalam pembuatan stok kultur adalah
media agar miring. Dengan terlebih dahulu menimbang 1,5 gram bacto agar
dalam 100 mL media teknis komersial (Tekom) yang terdiri dari 0,1 gram urea,
0,08 gram ZA, 0,03 gram TSP dan 0,02 gram gandasil, kemudian dipanaskan
pada air mendidih untuk melarutkan bacto agar dan didiamkan pada suhu kamar.
Media agar yang telah mencapai suhu kamar kemudian dipipet sebanyak 5 mL ke
dalam tabung reaksi. Tutup tabung reaksi menggunakan kapas dan sandarkan
tabung dalam keadaan miring untuk memperluas permukaan media. Tabung
reaksi berisi media agar didiamkan selama 24 jam tekstur seperti agar. Hal ini
didukung oleh pendapat Refdinal dkk (2014), bahwa tujuan memiringkan media
agar adalah untuk memperluas bidang tumbuh.
Gambar 4.4. Peletakan miring media agar.
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)
27
Penanaman bibit mikroalga pada media agar dilakukan di dalam LAF
untuk menghidari paparan kontaminan. Ose dipanaskan di atas api bunsen hingga
berwarna merah dan didiamkan sebentar hingga suhu ose menurun. Pemanasan
ose bertujuan untuk membunuh bakteri yang terdapat pada ujung ose dan
membuat sedikit goresan pada media agar saat suhu ose menurun untuk
menghindari kerusakan pada media. Penanaman 200 µL bibit mikroalga pada
media agar menggunakan micropipet dengan pola zigzag. Pola zigzag
dimaksudkan agar bibit mikroalga tersebar pada permukaan media.
Gambar 4.5. Penanaman bibit Spirulina platensis.
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)
4.2.4 Kultivasi Spirulina platensis
Persiapan alat dan kondisi yang mendukung kultur dipersiapkan terlebih
dahulu, salah satunya dengan menyiapkan penyumbat botol. Peyumbat botol
dibuat dari kapas yang dilapisi dengan tissue dan direkatkan melingkar
menggunakan selotip. Penyumbat botol dilengkapi dengan dua selang kecil atau
bisa menggunakan sedotan. Fungsi dari sedotan adalah sebagai jalan aerasi
sehingga air serta komponen nutrisi yang terdapat dalam media dapat
dihomogenkan. Hal ini didukung oleh pendapat Amini dan Syamdidi (2006),
bahwa aerasi bertujuan agar sel dapat memperoleh nutrisi dalam media kultivasi
secara merata karena adanya sirkulasi air dalam wadah tertutup.
28
Proses kultivasi dilakukan selama 12 hari dalam tabung volume 1 L. Bibit
yang digunakan sebesar 20% dari total volume kultur yakni 200 mL. Media kultur
yang digunakan meliputi media Zarrouk dan media Johnson. Kultivasi dilakukan
pada rak kultur dilengkapi dengan pencahayaan dari lampu TLD 36 watt. Faktor-
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga antara lain cahaya, pH,
salinitas dan suhu kultur. Intensitas cahaya yang digunakan dalam kultur Spirulina
platensis ini adalah 2000 lux dengan suhu 35 sampai 37°C dan salinitas 27 ppt.
Hal ini berbeda dengan yang dikemukakan oleh Redjeki dan Ismail (1994), bahwa
persyaratan kualitas air untuk pertumbuhan Spirulina adalah suhu 26 sampai 29°C
dengan salinitas 30 ppt.
Gambar 4.6. Kultivasi Spirulina platensis.
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)
Suhu merupakan parameter fisika yang mempengaruhi aktivitas
metabolisme organisme. Menurut Vonshak (1997), suhu optimal untuk kultivasi
Spirulina skala laboratorium adalah 35 sampai 38 °C. Peningkatan pH pada suatu
media kultur berbanding lurus dengan penambahan bikarbonat yang nantinya
dapat menghasilkan karbondioksida untuk digunakan dalam proses fotosintesis
(Borowitzka et al., 1988). Pengontrolan pH pada suatu media kultur sangat
penting dilakukan untuk menjaga keseimbangan pertumbuhan sel Spirulina
29
platensis. Kim et al., (2007), menyatakan bahwa pada akhirnya pertumbuhan sel
meningkat seiring dengan meningkatnya pH. Cahaya merupakan salah satu faktor
yang berpengaruh dalam pertumbuhan mikroalga. Spirulina juga memerlukan
cahaya sebagai sumber energi (Vonshak, 1997)
4.2.5 Pengamatan dan Pembuatan Kurva Pertumbuhan
Pengamatan dan pemeriksaan kondisi kultur Spirulina platensis dilakukan
setiap hari. Pengamatan yang dilakukan meliputi perubahan warna yang terjadi
sedangkan pemeriksaan dilakukan dengan mengecek kondisi kultur yang meliputi
pencahayaan serta kondisi aerasi. Pengamatan mikroskop juga dilakukan untuk
mengetahui kondisi kultur Spirulina platensis dan pemeriksaan kontaminasi.
Menurut Winasis (2011), pertumbuhan plankton pada saat budidaya secara visual
ditandai dengan adanya perubahan warna air dari awalnya bening menjadi
berwarna (hijau muda/coklat muda dan kemudian menjadi hijau/coklat dan
seterusnya), perubahan ini disertai dengan menurunnya transparansi.
(a) (b)
Gambar 4.7. Pengamatan mikroskop Spirulina platensis hari ke-10 dengan
pembesaran 10 x 20 media kultur Johnson (a) dan Zarrouk (b).
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)
Pengukuran kepadatan sel (Optical Density) juga dilakukan untuk
mengetahui profil pertumbuhan Spirulina platensis. Menurut Hadi (2012),
kepadatan sel merupakan salah satu parameter pertumbuhan yang dapat digunakan
30
sebagai acuan untuk mengetahui apakah mikroalga itu tumbuh atau tidak
disamping menggunakan konsentrasi biomassa. Pengukuran OD dilakukan setiap
hari menggunakan Spektrofotometer Hitachi U-3900H pada panjang gelombang
680 nm. Volume sampling yang diambil menyesuaikan dengan volume kuvet
pada spektrofotometer yakni ± 3 mL. Sebelum pengambilan sampel, terlebih
dahulu menggoyang tabung kultur, hal ini bertujuan untuk mendapatkan hasil
sampling yang homogen. Nilai Optical Density (OD) dapat dilihat pada Gambar
4.8.
Gambar 4.8. Grafik nilai Optical Density (OD) Spirulina platensis
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)
Berdasarkan grafik di atas didapatkan bahwa kultur Spirulina platensis
pada media Zarrouk memiliki kepadatan sel yang lebih tinggi dibandingkan
dengan kultur Spirulina platensis pada media Johnson. Hal ini dipengaruhi oleh
komponen yang terdapat dalam media kultur yang dapat menunjang pertumbuhan
mikroalga seperti makronutrien dan mikronutrien. Salah satunya adalah sumber
nitrogen. Pada media kultur Johnson sumber nitrogen didapatkan dalam bentuk
KNO3 sedangkan pada media kultur Zarrouk sumber nitrogen adalah urea. Urea
dan KNO3 sebagai sumber nitrogen berpengaruh terhadap pertumbuhan sel
0
1
2
3
4
5
6
1 2 3 4 5 8 9 10 11 12
OD
Hari ke-
Media Zarrouk
Media Johnson
31
(Yagui et al., 2004) dan kandungan klorofil (Danesi et al., 2011) pada Spirulina
platensis. Pertumbuhan sel dan kandungan klorofil terbaik didapatkan pada
kultivasi dengan penambahan urea sebagai sumber nitrogen. Menurut Gosmawi
dan Chandra (2011) peningkatan pertumbuhan sel mikroalga dipengaruhi oleh
urea. Hal ini juga didukung oleh pendapat Laura dan Paolo (2006) bahwa urea
(CO(NH2)2) merupakan pupuk komersil yang ekonomis serta memiliki kandungan
nitrogen yang tinggi mencapai 46%.
Nitrogen merupakan komponen penting penyusun asam amino, amida,
nukleotida, dan nukleo protein, serta essensial untuk pembelahan sel sehingga
nitrogen penting untuk pertumbuhan (Gardner dkk, 1991). Namun apabila kadar
nitrogen dalam kultur terlalu tinggi, maka pertumbuhan sel mikroalga akan
menurun. Sesuai dengan pendapat Yonas dkk (2012), bahwa semakin banyak urea
yang ditambahkan maka pertumbuhan sel dari mikroalgae akan semakin lambat.
Penurunan pertumbuhan sel dikarenakan rasio karbon terhadap nitrogen yang
terlalu kecil akan terjadi kelebihan NH3 yang terbentuk, yang akhirnya dapat
menyebabkan proses pengasaman dan mempengaruhi kestabilan pH sehingga
mengakibatkan lebih banyak mikroalga yang mati daripada yang diproduksi.
4.2.6 Pemanenan
Pemanenan kultur Spirulina platensis dilakukan dengan penyaringan
secara langsung menggunakan kain saring. Volume pemanenan untuk kultur
Spirulina platensis media Johnson dan Zarrouk masing-masing adalah 350 mL
dan 200 mL.
32
Gambar 4.9. Pemanenan Spirulina platensis dengan penyaringan.
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)
Biomassa yang telah didapatkan melalui penyaringan kemudian ditimbang
beratnya menggunakan timbangan analitik Precisa 40SM-200A. Berat biomasa
adalah jumlah berat dari suatu populasi pada periode waktu tertentu dan
dinyatakan dalam satuan berat (Sari, 2009). Biomassa basah di tempatkan pada
cawan petri yang telah dilapisi plastik dan diberi label. Pengeringan biomassa
dalam oven Heraeus T6200 pada suhu 50 sampai 70 °C selama 24 jam hingga
didapatkan biomassa kering dari Spirulina platensis dan siap untuk dimanfaatkan
menjadi produk lain seperti sebagai pakan ikan dan lain-lain. Perubahan warna
biomassa Spirulina platensis sebelum dan setelah pengeringan dapat dilihat pada
Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Perubahan warna dan tekstur biomassa Spirulina platensis sebelum dan
setelah pengeringan.
Kultur
Warna Tekstur
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
JSP1
Hijau pucat Hijau pucat Sedikit kasar Kering
ZSP2
Hijau kebiruan Hijau pekat Halus Kering
Keterangan : 1
Johnson Spirulina platensis ; 2
Zarrouk Spirulina platensis
33
Setelah dilakukan pengeringan pada suhu 50 sampai 70 °C selama 24 jam,
terjadi penurunan berat biomassa sebelum dan sesudah pengeringan. Penurunan
berat biomassa dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Perbandingan berat biomassa Spirulina platensis sebelum dan sesudah
pengeringan
Kultur Sebelum (gram) Sesudah (gram) Kadar Air (%)
JSP(*)
24,99 4,55 18,2
ZSP(**)
25,58 5,36 20,95
Keterangan : Volume pemanenaan (*)
350 mL dan (**)
200 mL
Berdasarkan tabel di atas, didapatkan berat biomassa basah kultur
Spirulina platensis media Johnson adalah 24,99 gram dalam volume pemanenan
350 mL atau setara dengan 71 gram/L. Setelah dilakukan pengeringan pada suhu
50 sampai 70 °C selama 24 jam, terjadi penurunan berat biomassa kering menjadi
4,55 gram dalam volume pemanenan 350 mL atau setara dengan 13 gram/L.
Sedangkan pada kultur Spirulina platensis media Zarrouk, didapatkan berat
biomassa basah adalah 25,58 gram dalam volume pemanenan 200 mL atau setara
dengan 127,9 gram/L. Setelah dilakukan pengeringan, terjadi penurunan berat
biomassa kering menjadi 5,36 gram dalam volume pemanenan 350 mL atau setara
dengan 15,31 gram/L. Hal ini dikarenakan terjadi penguapan kadar air dari
biomassa ke udara oleh suhu tinggi. Sehingga didapatkan prosentase kadar air
pada biomassa kultur Spirulina platensis media Johnson adalah 18,2 % dan
prosentase kadar air pada biomassa kultur Spirulina platensis media Zarrouk
adalah 20,95 %.
Berat biomassa kering Spirulina platensis media Zarrouk lebih tinggi
dibandingkan pada media Johnson. Hal ini menurut Choi et al. (2003) bahwa S.
platensis memiliki biomasa kering tertinggi pada kultur yang mengandung
34
ammonium, sedangkan kandungan total asam amino tertinggi terdapat pada kultur
yang mengandung urea. Didukung oleh pendapat Laura dan Paolo (2006), bahwa
apabila urea terlarut akan terbentuk ion amonium (NH4
+
) yang akan diasimilasi
oleh mikroalga dan diubah menjadi glutamat sebagai salah satu penyusun asam
amino.
Gambar 4.10. Biomassa kering Spirulina platensis media kultur Johnson (a) dan
media kultur Zarrouk (b).
4.3 Analisis Kadar Karbohidrat
4.3.1 Pembuatan kurva baku standar glukosa
Larutan standar glukosa 100 ppm dibuat dengan menimbang 0,01 gram
glukosa dalam labu 10 mL, kemudian ditambahkan air suling hingga 10 mL dan
dikocok hingga homogen. Deret baku glukosa yang dibuat adalah 0, 10, 20, 30,
40, dan 50 ppm. Sebanyak 0, 50, 100, 150, 200, dan 250 µL dipipet ke dalam
tabung reaksi kemudian diencerkan dengan aquades masing-masing 500, 450,
400, 350, 300, dan 250 µL, selanjutnya ditambahkan fenol 5% 500 µL serta
H2SO4 2,5 mL. Didiamkan 30 menit sebelum diukur absorbansinya menggunakan
Spektrofotometri UV-VIS pada panjang gelombang 485 nm.
a b
35
Tabel 4.4. Serapan Baku Glukosa
No Konsentrasi (ppm) Serapan (485 nm)
1 0 0,104
2 10 0,826
3 20 1,604
4 30 2,459
5 40 3,029
6 50 3,514
Setelah diukur absorbansinya menggunakan Spektrofotometri UV-VIS
pada panjang gelombang 485 nm, didapatkan serapan baku glukosa sesuai pada
Tabel 4.4 yang kemudian didapatkan persamaan linier dengan membuat grafik
serapan baku glukosa pada Gambar 4.11.
Gambar 4.11. Grafik serapan baku glukosa.
4.3.2 Pengukuran kadar karbohidrat sampel (Metode Fenol Sulfat)
Sampling kultur Spirulina platensis untuk analisis kadar karbohidrat
dilakukan ketika kultur telah memasuki fase pertumbuhan log dan stasioner. Fase
pertumbuhan log atau eksponensial ditandai dengan bertambahya nilai kepadatan
sel kultur hingga dua kali lipat dari nilai kepadatan sel (OD) awal. Hal ini
didukung oleh pendapat Andersen (2005), bahwa fase eksponensial ditandai
R² = 0,9918
y = 0,7004x - 0,5287
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
0 10 20 30 40 50
Serapan(485nm)
Konsentrasi (ppm)
36
dengan mulai meningkatnya kepadatan sel S. platensis. Sedangkan fase
pertumbuhan stasioner ditandai dengan penambahan nilai kepadatan sel yang
tidak terlalu signifikan dari nilai kepadatan sel (OD) sebelumnya. Pada fase ini
terjadi keseimbangan pertumbuhan sel dimana fase kematian sebanding dengan
pembelahan sel sehingga kepadatan sel relatif tetap (Andersen, 2005). Fase
stasioner merupakan akhir dari produksi biomasa sel. Pada fase ini, konsentrasi
maksimum biomasa tercapai (Setyaningsih dkk, 2011).
Volume sampling adalah ±10 mL dan dilakukan secara duplo sebagai
ulangan. Sampel di sentrifus menggunakan Hitachi Centrifuge CT6EL dengan
kecepatan 3500 rpm selama 10 menit, kemudian dipisahkan biomassa dengan
supernatan dan ditambahkan dengan fenol 5% 0,5 mL dan H2SO4 2,5 mL dan
didiamkan 30 menit sebelum diukur serapannya menggunakan Spektrofotometer
Hitachi U-3900H pada panjang gelombang 485 nm. Konsentrasi karbohidrat
diperoleh dari serapan biomassa yang dihitung menggunakan persamaan regresi
dari larutan baku induknya. Hasil analisis konsentrasi karbohidrat menggunakan
metode fenol sulfat dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 4.12.
Gambar 4.12. Kurva kadar karbohidrat Spirulina platensis.
0
10
20
30
40
log 1 log 2 stasioner 1 stasioner 2
2,7 2,94
22,85
37,5
7,3 5,36
32,44
38,9
KadarKarbohidrat(ppm)
Fase Pertumbuhan
ZSP
JSP
37
Berdasarkan Gambar 4.12 didapatkan Spirulina platensis yang dikultur
pada media Johnson memiliki kandungan karbohidrat yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan media kultur Zarrouk. Goksan et al., (2006), menjelaskan
bahwa pada media yang kandungan nitrogennya tercukupi akan mendukung
produksi protein dan lemak, tetapi akan menurunkan sintesis karbohidrat.
Berdasarkan pendapat Andersen (2005), hal ini berkaitan dengan kebutuhan akan
makronutrien dan mikronutrien untuk menunjang kehidupannya. Spirulina
membutuhkan makronutrien (N, P, S, K, Si dan Ca) dan mikronutrien (Fe, Mo,
Cu, Ca, Mn, Zn, Co) serta kandungan nitrat optimum (0,9 – 3,5 mg/l) untuk
menunjang kehidupan dan pertumbuhannya Mikronutrien dibutuhkan dalam
jumlah kecil.
Selain itu jika dibandingkan kadar karbohidrat Spirulina platensis yang
diambil pada fase pertumbuhan yang berbeda, didapatkan bahwa kandungan
karbohidrat Spirulina platensis pada fase pertumbuhan stasioner jauh lebih tinggi
dibandingkan pada fase pertumbuhan logaritmik atau eksponensial. Hal ini
dijelaskan oleh Andersen (2005), bahwa kandungan protein tetap selama fase
eksponensial sedangkan akumulasi dari kandungan karbohidrat dan lemak terjadi
pada fase stasioner dari siklus hidup S.platensis. Brown et al. (1997) menjelaskan
bahwa pada saat kultur berada pada fase stasioner, komposisi mikroalga berubah
secara signifikan karena terbatasnya kandungan nitrat pada media kultur yang
mengakibatkan kandungan karbohidrat meningkat hingga dua kali lipat dari
kandungan protein.
38
4.4 Hambatan dan Upaya Penanggulangan
Dalam analisis kadar karbohidrat pada mikroalga Spirulina platensis ini
tidak terdapat hambatan yang dapat mengganggu teknik analisis. Langkah yang
dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ada.
V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Teknik analisis kadar karbohidrat Spirulina platensis di Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Departemen Bioteknologi Cibinong Bogor
menggunakan metode fenol sulfat dengan penambahan reagen 500 µL fenol 5%
serta H2SO4 sebanyak 2,5 mL untuk sekali analisis dengan volume sampling 10
mL. Langkah analisis kadar kabohidrat adalah membuat kurva baku standar
glukosa dan mengukur nilai absorbansinya menggunakan Spektrofotometri UV-
VIS pada panjang gelombang 485 nm yang kemudian persamaan regresinya
digunakan dalam menganalisis kadar karbohidrat Spirulina platensis. Analisis
kadar karbohidrat dilakukan dengan pengambilan sampling ketika memasuki fase
pertumbuhan log dan stasioner.
5.2 Saran
Berdasarkan rangkaian kegiatan Praktek Kerja Lapang di Departemen
Bioteknologi LIPI Cibinong, maka disarankan bahwa sarana dan prasarana perlu
diperbaiki dan dioptimalkan pemanfaatannya.
DAFTAR PUSTAKA
Amini, S dan Syamdidi. 2006. Konsentrasi Unsur Hara Pada Media dan
Pertumbuhan Chlorella vulgaris Dengan Pupuk Anorganik Teknis dan
Analis. J. Fish Sci. VIII (2):201-206.
Andersen, R.A. 2005. Algal Culturing Techniques. UK. Elsevier Academic Press.
Ariyati, S. 1998. Pengaruh Salinitas Dan Dosis Pupuk Urea Terhadap
Pertumbuhan Populasi Spirulina sp. Skripsi. Universitas Diponegoro.
Semarang.
Borowitzka, A.M. and J.L. Borowitzka. 1988. Microalgal Biotechnology.
Cambridge University Press. Australia, pp. 103-115.
Brown, M.R., S.W. Jeffrey, J.K. Volkman, and G.A. Dunstan. 1997. Nutritional
Properties of Microalgae for Mariculture. Aquaculture. 151:315-331.
Choi G.G., M.S. Bae, C.Y. Ahn and H.M. Oh. 2003. Induction of Axenic Culture
of Arthrospira (Spirulina platensis) based on Antibiotic Sensitivity of
Contaminating Bacteria. J. Biotech. Letter 30:87-92.
Christwardana, M., M.M.A. Nur, dan Hadiyanto. 2013. Gambaran Umum
Spirulina platensis Sebagai Bahan Pangan Fungsional. J. Ap. Tek. Pang.
2(1).
Chusniati, S., D. Handijanto, Sudarno dan R. Kusdarwati. 2013. Petunjuk
Praktikum Mikrobiologi. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas
Airlangga. Surabaya.
Danesi, E.D.G., C.O.R. Yagui, S. Sato and J.C.M. Carvalho. 2011. Growth and
Content of Spirulina platensis Chlorophyl Cultivated at Different Values
of Light Intensity and Temperature Using Different Nitrogent Source.
Braz. J. of Micro. 42:362 - 373.
Dewi, R.S. 2014. Spirulina platensis Mencegah Penurunan Komponen Darah
Perifer pada Tikus (Rattus norvegicus) yang diberikan Cyclophospamide.
Tesis. Universitas Udayana. Denpasar.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. 2009. Pedoman Dasar Dispensing
Sediaan Steril. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Gardner F.P., R.B. Pierce dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.
UI Press. Jakarta.
41
Goksan, T., A. Zekeriyaoglu and A.K. Ilknur. 2006. The Growth of Spirulina
platensis in Different Culture Systems Under Greenhouse Condition.
Department of Aquaculture Faculty of Fisheries Canakkale Onsekiz Mart
University. Turkey. PP. 47 – 51.
Goswami and D. Chandra. 2011. Scenedesmus dimorphus and Scenedesmus
quadricauda : Two Potent Indigenous Microalgae Strains for Biomass
Production and CO2 Mitigation - A Study on their Growth Behavior and
Lipid Productivity under Different Concentration of Urea as Nitrogen
Source. J. of Algal Biomass Util. II (4):2-4.
Hadi, K. 2012. Kandungan DHA, EPA dan AA Dalam Mikroalga Laut dari
Spesies Spirulina platensis, Botryococcus braunii, Chlorella aureus dan
Porphyridium cruentum yang dikultivasi Secara Heterotrof. Skripsi.
Universitas Indonesia. Depok.
Hasan, M.R. 2008. A Review on Culture, Production and Use of Spirulina as
Food for Humans and Feeds for Animals and Fish. FAO Fisheries and
Aquaculture Curcular.
Henrikson, R. 2009. Earth Food Spirulina. Ronore Enterprises, Inc. Hawaii. USA.
Hidayah, H.A. 2013. Pertumbuhan dan Pasca Panen Mikroalga Hasil Kultur Skala
Semi Massal. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. 11 hal. (tidak
diterbitkan).
Isnansetyo, A. dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan
Zooplankton : Pakan Alami Untuk Pembenihan Organisme Laut. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.
Kim, C.J., Y.H. Jung and H.M. Oh. 2007. Factor Indicating Culture Status During
Cultivation Of Spirulina (Arthrospira) platensis. Environmental
Biotechnology Research Center. Korea Research Institute if Bioscience
and Biotechnology. Republic of Korea. 45(2):122-127.
Laily, A.N., K. Holil, T.P. Griana dan N. Susanti. 2014. Petunjuk Praktikum
Teknik Instrumentasi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Malang.
Laura, B and G. Paolo. 2006. Algae : Anatomy, Biochemistry, and Biotechnology.
CRC Press, Boca Raton. New York.
Legowo, A.M dan Nurwantoro. 2004. Diktat Kuliah : Analisis Pangan.
Universitas Diponegoro. Semarang.
42
Leyva, A., A. Quintana, M. Sanchez, E.N. Rodriguez, J. Cremata dan J.C.
Sanchez. 2008. Rapid and Sensitive Anthrone-Sulfuric Acid Assay In
Microplate Format To Quantity Carbohydrate In Biopharmaceutical
Product : Method Development and Validation. Biologicals. 36:134-141.
Lokapirnasari, W.P., Soewarno dan Y. Dhamayanti. 2011. Potensi Crude
Spirulina Terhadap Protein Effisiensi Rasiopada Ayam Petelur. J. Ilm.
Ked. Hew. 2(1).
Manikharda. 2011. Perbandingan Metode dan Verifikasi Analisis Total
Karbohidrat dengan Metode Luff-Schoorl dan Anthrone Sulfat. Institut
Pertanian Bogor.
Mitchell, S.A. dan A. Richmond. 2004. The Use of Rotifers for the Maintenance
of Monoalgal Mass Cultures of Spirulina. Biotech and Bioenginer.
30(2):164-168.
Nazir, M. 2011. Metode Penelitian. Penerbit Ghalia Indonesia. Bogor. hal 57.
Notoatmojdo dan Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Penerbit PT
Rineka Cipta. Jakarta. hal 139.
Patimah, S. 2009. Potensi Biomassa Spirulina platensis Sebagai Bioabsorben
Logam Cromium (Cr). Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia.
Phang. 2002. Spirulina Culturein Digested Sago Strach Factory Waste Water. J.
Appl. Phycol.
Redjeki, S dan A. Ismail. 1994. Mikroalga Sebagai Langkah Awal Budidaya Ikan
Laut. Seminar Nasional Biteknologi Mikroalga. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi LIPI.
Refdinal, N., M.M.P. Endah dan A.B. Meita. 2014. Pengaruh pH dan Temperatur
pada Pembentukan Biosurfaktan Oleh Bakteri Pseudomonas aeruginosa.
Prosiding Seminar Nasional Kimia. Universitas Negeri Surabaya. ISBN :
978-602-0951-00-3.
Romimohtarto, K dan S. Juwana. 2001. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan Tentang
Biota Laut. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Sangadji, E.M. dan Sopiah. 2010. Metodologi Penelitian-Pendekatan Praktis
dalam Penelitian. Yogyakarta
Sari, L.A. 2009. Pengaruh Penambahan FeCl3 Terhadap Pertumbuhan Spirulina
platensis Yang Dikultur Pada Media Asal Blotong Kering. Artikel.
Universitas Airlangga. Surabaya.
43
Setyaningsih, I.A.T. Saputra dan Uju. 2011. Komposisi Kimia dan Kandungan
Pigmen Spirulina fusiformis pada Umur Panen yang Berbeda Dalam
Media Pupuk. J. Peng. Hasil Perik. Ind. XIV (1):63–69.
Shekharam, K., L. Ventarakaraman dan P. Salimath. 1987. Carbohydrate
Composition and Characterization of Two Unusual Sugars From The
Blue-green Algae Spirulina platensis. Phytochem. 26:2267-2269.
Sigian dan Sugiarto. 2002. Metodologi Riset. Universitas Islam Indonesia Jakarta.
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D. Alfabeta. Bandung.
Tokusoglu, Ö. dan M.K. Ûunal. 2006. Biomass Nutrient Profile of Three
Microalgae: Spirulina platensis, Chlorella vulgaris and Isochrisis
galbana. J. Food Sci. 86(4):1144-1148.
Utomo, N.B.P., Winarti dan A. Erlina. 2005. Pertumbuhan Spirulina platensis
Yang Dikultur Dengan Pupuk Inorganik (Urea, TSP dan ZA) dan Kotoran
Ayam. J. Akua. Ind. 4(1):41-48.
Vonshak, A. 1997. Spirulina platensis (Arthospira) Physiology, Cell Biology and
Biotechnology. Great Britain. Taylor and Francis Ltd.
Wijoseno, T. 2011. Uji Pengaruh Variasi Media Kultur Terhadap Tingkat
Pertumbuhan dan Kandungan Protein. Lipid, Klorofil, dan Karotenoid
pada Mikroalga Chlorella vulgaris Buitenzorg. Skripsi. Universitas
Indonesia. Depok.
Widyaningsih, A. Ridho, R. Hartati dan Harmoko. 2008. Kandungan Nutrisi
Spirulina platensis yang dikultur pada Media Berbeda. Ilmu Kelautan.
(13)3:167-170
Yagui, C.O.R., E.D.G. Danesi, J.C.M. Carvalho and S. Sato. 2004. Chlorophyll
Production from Spirulina platensis : Cultivation With Urea Addition by
Fed-Batch Process. Bioresource Tech. 133–141.
Yonas, R., U. Irzandi dan H. Satriadi. 2012. Pengolahan Limbah POME (Palm Oil
Mill Effluent) dengan Menggunakan microalgae. J.Tek.Kim.Ind. I(1):7-13.
Lampiran 1. Peta Lokasi PKL
(Sumber : https://www.google.com/maps/)
44
Lampiran 2. Struktur Organisasi Departemen Bioteknologi Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI)
45
Lampiran 3. Peralatan di Laboratorium Mikroalga Air Tawar Depatemen
Bioteknologi LIPI
Timbangan Analitik Centrifuge
Mikroskop Spektrofotometer UV-VIS
46
Lampiran 4. Kegiatan Praktek Kerja Lapang
Pemanenan Kultur Spirulina platensis Pengukuran Serapan Karbohidrat
Pengamatan Kultur Spirulina platensis Pengamatan Mikroskop
47
Lampiran 5. Skema Analisis Kadar Karbohidrat (Phenol Sulfuric Acid
Methode)
48
Lampiran 6. Data Lapangan
Tabel 4.5. Serapan Sampel Kultur Spirulina platensis.
Fase
Pertumbuhan
Kultur Ulangan Serapan (485 nm) Rata-rata
Log 1
JSP1 JSP.01 4,452
4,394
JSP.02 4,336
ZSP2 ZSP.01 1,236
1,366
ZSP.02 1,497
Log 2
JSP
JSP.01 2,925
3,226
JSP.02 3,528
ZSP
ZSP.01 1,174
1,537
ZSP.02 1,9
Stasioner 1
JSP
JSP.01 20,984
22,196
JSP.02 23,696
ZSP
ZSP.01 19,446
15,477
ZSP.02 11,508
Stasioner 2
JSP
JSP.01 22,78
26,714
JSP.02 30,648
ZSP
ZSP.01 25,927
25,734
ZSP.02 25,542
Keterangan : 1
Johnson Spirulina platensis. 2
Zarrouk Spirulina platensis
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)
Tabel 4.6. Perubahan warna kultur Spirulina platensis.
Waktu
(hari)
Kultur
JSP ZSP
1 Hijau muda Hijau muda
2 Hijau muda Hijau sedikit pekat
3 Hijau muda Hijau sedikit pekat
4 Hijau sedikit pekat Hijau pekat
5 Hijau sedikit pekat Hijau pekat
8 Hijau sedikit pekat Hijau pekat
9 Hijau pekat Hijau pekat
10 Hijau pekat Hijau pekat
11 Hijau pekat Hijau pekat
12 Hijau pekat Hijau pekat
49

More Related Content

What's hot

Sni 01 2346-2006 petunjuk pengujian organoleptik dan atau sensori
Sni 01 2346-2006 petunjuk pengujian organoleptik dan atau sensoriSni 01 2346-2006 petunjuk pengujian organoleptik dan atau sensori
Sni 01 2346-2006 petunjuk pengujian organoleptik dan atau sensoriBasyrowi Arby
 
kerusakan bahan pangan oleh mikroorganisme
kerusakan bahan pangan oleh mikroorganisme kerusakan bahan pangan oleh mikroorganisme
kerusakan bahan pangan oleh mikroorganisme Titis Sari
 
Sni 01 2891-1992 cara uji makanan minuman
Sni 01 2891-1992 cara uji makanan minumanSni 01 2891-1992 cara uji makanan minuman
Sni 01 2891-1992 cara uji makanan minumanFitri Andriani
 
Laporan praktikum penggaraman ikan
Laporan praktikum penggaraman ikanLaporan praktikum penggaraman ikan
Laporan praktikum penggaraman ikankadri_himagri
 
Teknologi pascapanen
Teknologi pascapanenTeknologi pascapanen
Teknologi pascapanenNanda Saragih
 
Teknologi Pangan : Pengawetan Suhu Rendah
Teknologi Pangan : Pengawetan Suhu RendahTeknologi Pangan : Pengawetan Suhu Rendah
Teknologi Pangan : Pengawetan Suhu RendahRatnawati Sigamma
 
faktor-faktoor yang mempengaruhi toksisitas
faktor-faktoor yang mempengaruhi toksisitasfaktor-faktoor yang mempengaruhi toksisitas
faktor-faktoor yang mempengaruhi toksisitasFatmawati Fatmawati
 
Pendinginan pembekuan
Pendinginan pembekuanPendinginan pembekuan
Pendinginan pembekuanMela Fitriani
 
Pengamatan browning
Pengamatan browningPengamatan browning
Pengamatan browningIndex San
 
Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan
Bahaya Aflatoksin dalam Bahan MakananBahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan
Bahaya Aflatoksin dalam Bahan MakananIstikomah Umardani
 
sifat dan perubahan hasil panen
sifat dan perubahan hasil panensifat dan perubahan hasil panen
sifat dan perubahan hasil paneniswoyo
 
Jenis-jenis Kerusakan Ikan
Jenis-jenis Kerusakan IkanJenis-jenis Kerusakan Ikan
Jenis-jenis Kerusakan IkanLiswan Suhly
 
Pascapanen Buah dan Sayur
Pascapanen Buah dan SayurPascapanen Buah dan Sayur
Pascapanen Buah dan SayurEkal Kurniawan
 

What's hot (20)

Iradiasi pangan
Iradiasi panganIradiasi pangan
Iradiasi pangan
 
Bioremediasi air
Bioremediasi airBioremediasi air
Bioremediasi air
 
Sni 01 2346-2006 petunjuk pengujian organoleptik dan atau sensori
Sni 01 2346-2006 petunjuk pengujian organoleptik dan atau sensoriSni 01 2346-2006 petunjuk pengujian organoleptik dan atau sensori
Sni 01 2346-2006 petunjuk pengujian organoleptik dan atau sensori
 
kerusakan bahan pangan oleh mikroorganisme
kerusakan bahan pangan oleh mikroorganisme kerusakan bahan pangan oleh mikroorganisme
kerusakan bahan pangan oleh mikroorganisme
 
Sni 01 2891-1992 cara uji makanan minuman
Sni 01 2891-1992 cara uji makanan minumanSni 01 2891-1992 cara uji makanan minuman
Sni 01 2891-1992 cara uji makanan minuman
 
Laporan praktikum penggaraman ikan
Laporan praktikum penggaraman ikanLaporan praktikum penggaraman ikan
Laporan praktikum penggaraman ikan
 
Teknologi pascapanen
Teknologi pascapanenTeknologi pascapanen
Teknologi pascapanen
 
Fermentasi
FermentasiFermentasi
Fermentasi
 
Teknologi Pangan : Pengawetan Suhu Rendah
Teknologi Pangan : Pengawetan Suhu RendahTeknologi Pangan : Pengawetan Suhu Rendah
Teknologi Pangan : Pengawetan Suhu Rendah
 
faktor-faktoor yang mempengaruhi toksisitas
faktor-faktoor yang mempengaruhi toksisitasfaktor-faktoor yang mempengaruhi toksisitas
faktor-faktoor yang mempengaruhi toksisitas
 
Uji afeksi
Uji afeksiUji afeksi
Uji afeksi
 
PPT Pengawetan pada makanan
PPT Pengawetan pada makananPPT Pengawetan pada makanan
PPT Pengawetan pada makanan
 
Kerusakan pangan
Kerusakan panganKerusakan pangan
Kerusakan pangan
 
Rambu rambu k3
Rambu rambu k3Rambu rambu k3
Rambu rambu k3
 
Pendinginan pembekuan
Pendinginan pembekuanPendinginan pembekuan
Pendinginan pembekuan
 
Pengamatan browning
Pengamatan browningPengamatan browning
Pengamatan browning
 
Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan
Bahaya Aflatoksin dalam Bahan MakananBahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan
Bahaya Aflatoksin dalam Bahan Makanan
 
sifat dan perubahan hasil panen
sifat dan perubahan hasil panensifat dan perubahan hasil panen
sifat dan perubahan hasil panen
 
Jenis-jenis Kerusakan Ikan
Jenis-jenis Kerusakan IkanJenis-jenis Kerusakan Ikan
Jenis-jenis Kerusakan Ikan
 
Pascapanen Buah dan Sayur
Pascapanen Buah dan SayurPascapanen Buah dan Sayur
Pascapanen Buah dan Sayur
 

Viewers also liked

Foto hasil-pengamatan-mikdas
Foto hasil-pengamatan-mikdasFoto hasil-pengamatan-mikdas
Foto hasil-pengamatan-mikdasSilmi Rahmani
 
Manual Lapangan: Pembuatan Spesimen Herbarium
Manual Lapangan: Pembuatan Spesimen HerbariumManual Lapangan: Pembuatan Spesimen Herbarium
Manual Lapangan: Pembuatan Spesimen HerbariumP A Q-ting
 
KUALITAS AIR DAN SANITASI TERHADAP PENYAKIT DIARE DI DESA PENYAMBARAN KECAMAT...
KUALITAS AIR DAN SANITASI TERHADAP PENYAKIT DIARE DI DESA PENYAMBARAN KECAMAT...KUALITAS AIR DAN SANITASI TERHADAP PENYAKIT DIARE DI DESA PENYAMBARAN KECAMAT...
KUALITAS AIR DAN SANITASI TERHADAP PENYAKIT DIARE DI DESA PENYAMBARAN KECAMAT...Laras Agung
 
LAPORAN PRAKTIKUM KULIAH LAPANGAN TAKSONOMI HEWAN DI TAMAN MARGASATWA DAN BUD...
LAPORAN PRAKTIKUM KULIAH LAPANGAN TAKSONOMI HEWAN DI TAMAN MARGASATWA DAN BUD...LAPORAN PRAKTIKUM KULIAH LAPANGAN TAKSONOMI HEWAN DI TAMAN MARGASATWA DAN BUD...
LAPORAN PRAKTIKUM KULIAH LAPANGAN TAKSONOMI HEWAN DI TAMAN MARGASATWA DAN BUD...himabioummy
 
Praktek Kerja Lapang pada Usaha Pembesaran Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ...
Praktek Kerja Lapang pada Usaha Pembesaran Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ...Praktek Kerja Lapang pada Usaha Pembesaran Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ...
Praktek Kerja Lapang pada Usaha Pembesaran Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ...Fathur Fathur
 

Viewers also liked (7)

Foto hasil-pengamatan-mikdas
Foto hasil-pengamatan-mikdasFoto hasil-pengamatan-mikdas
Foto hasil-pengamatan-mikdas
 
Manual Lapangan: Pembuatan Spesimen Herbarium
Manual Lapangan: Pembuatan Spesimen HerbariumManual Lapangan: Pembuatan Spesimen Herbarium
Manual Lapangan: Pembuatan Spesimen Herbarium
 
laporan fieldtrip herbarium
laporan fieldtrip herbariumlaporan fieldtrip herbarium
laporan fieldtrip herbarium
 
KUALITAS AIR DAN SANITASI TERHADAP PENYAKIT DIARE DI DESA PENYAMBARAN KECAMAT...
KUALITAS AIR DAN SANITASI TERHADAP PENYAKIT DIARE DI DESA PENYAMBARAN KECAMAT...KUALITAS AIR DAN SANITASI TERHADAP PENYAKIT DIARE DI DESA PENYAMBARAN KECAMAT...
KUALITAS AIR DAN SANITASI TERHADAP PENYAKIT DIARE DI DESA PENYAMBARAN KECAMAT...
 
LAPORAN PRAKTIKUM KULIAH LAPANGAN TAKSONOMI HEWAN DI TAMAN MARGASATWA DAN BUD...
LAPORAN PRAKTIKUM KULIAH LAPANGAN TAKSONOMI HEWAN DI TAMAN MARGASATWA DAN BUD...LAPORAN PRAKTIKUM KULIAH LAPANGAN TAKSONOMI HEWAN DI TAMAN MARGASATWA DAN BUD...
LAPORAN PRAKTIKUM KULIAH LAPANGAN TAKSONOMI HEWAN DI TAMAN MARGASATWA DAN BUD...
 
Makalah herbarium
Makalah herbariumMakalah herbarium
Makalah herbarium
 
Praktek Kerja Lapang pada Usaha Pembesaran Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ...
Praktek Kerja Lapang pada Usaha Pembesaran Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ...Praktek Kerja Lapang pada Usaha Pembesaran Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ...
Praktek Kerja Lapang pada Usaha Pembesaran Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ...
 

Similar to ANALISIS KARBOHIDRAT

fermentabilitas & kecernaan in vitro ransum yang diberi kursin bungkil biji j...
fermentabilitas & kecernaan in vitro ransum yang diberi kursin bungkil biji j...fermentabilitas & kecernaan in vitro ransum yang diberi kursin bungkil biji j...
fermentabilitas & kecernaan in vitro ransum yang diberi kursin bungkil biji j...Aom_Bracho
 
Pengaruh Konsentrasi Pakan Hijauan Sorghum (Sorghum bicolor) Terhadap Kandung...
Pengaruh Konsentrasi Pakan Hijauan Sorghum (Sorghum bicolor) Terhadap Kandung...Pengaruh Konsentrasi Pakan Hijauan Sorghum (Sorghum bicolor) Terhadap Kandung...
Pengaruh Konsentrasi Pakan Hijauan Sorghum (Sorghum bicolor) Terhadap Kandung...Universitas Islam As-syafi'iah
 
Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, ...
Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, ...Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, ...
Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, ...Uswatun Khasanah
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...BdpWinarti
 
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018sukmawati024
 
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...Azlan Azlan
 
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...arif sabarno
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur LautLaporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur Lautkumala11
 
Laporan mal 2018
Laporan mal 2018Laporan mal 2018
Laporan mal 2018Saniati Goa
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Menggunakan Bibit Hasil Kul...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Menggunakan Bibit Hasil Kul...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Menggunakan Bibit Hasil Kul...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Menggunakan Bibit Hasil Kul...Ahmad Alwhy
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...Hartina Iyen
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...Sahira dila
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...Sahira dila
 
Perbaikan Skripsi.mario.d0cx2021x2022judul
Perbaikan Skripsi.mario.d0cx2021x2022judulPerbaikan Skripsi.mario.d0cx2021x2022judul
Perbaikan Skripsi.mario.d0cx2021x2022judulChelsyWandira
 
konservasi plasma nutfah
konservasi plasma nutfahkonservasi plasma nutfah
konservasi plasma nutfahagronomy
 
KAJIAN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA UDANG VANAME DENGAN SISTEM PERGILIRAN PAKA...
KAJIAN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA  UDANG VANAME DENGAN SISTEM PERGILIRAN PAKA...KAJIAN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA  UDANG VANAME DENGAN SISTEM PERGILIRAN PAKA...
KAJIAN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA UDANG VANAME DENGAN SISTEM PERGILIRAN PAKA...Hilmansyah16
 

Similar to ANALISIS KARBOHIDRAT (20)

Skripsi lengkap
Skripsi lengkapSkripsi lengkap
Skripsi lengkap
 
fermentabilitas & kecernaan in vitro ransum yang diberi kursin bungkil biji j...
fermentabilitas & kecernaan in vitro ransum yang diberi kursin bungkil biji j...fermentabilitas & kecernaan in vitro ransum yang diberi kursin bungkil biji j...
fermentabilitas & kecernaan in vitro ransum yang diberi kursin bungkil biji j...
 
Pengaruh Konsentrasi Pakan Hijauan Sorghum (Sorghum bicolor) Terhadap Kandung...
Pengaruh Konsentrasi Pakan Hijauan Sorghum (Sorghum bicolor) Terhadap Kandung...Pengaruh Konsentrasi Pakan Hijauan Sorghum (Sorghum bicolor) Terhadap Kandung...
Pengaruh Konsentrasi Pakan Hijauan Sorghum (Sorghum bicolor) Terhadap Kandung...
 
Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, ...
Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, ...Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, ...
Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, ...
 
Ka pbl 2018
Ka pbl 2018Ka pbl 2018
Ka pbl 2018
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...
 
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018
 
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...
 
2. CV Riza Juwita Dewi
2. CV Riza Juwita Dewi2. CV Riza Juwita Dewi
2. CV Riza Juwita Dewi
 
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur LautLaporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
 
Laporan mal 2018
Laporan mal 2018Laporan mal 2018
Laporan mal 2018
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Menggunakan Bibit Hasil Kul...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Menggunakan Bibit Hasil Kul...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Menggunakan Bibit Hasil Kul...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Menggunakan Bibit Hasil Kul...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
 
Perbaikan Skripsi.mario.d0cx2021x2022judul
Perbaikan Skripsi.mario.d0cx2021x2022judulPerbaikan Skripsi.mario.d0cx2021x2022judul
Perbaikan Skripsi.mario.d0cx2021x2022judul
 
konservasi plasma nutfah
konservasi plasma nutfahkonservasi plasma nutfah
konservasi plasma nutfah
 
6113
61136113
6113
 
KAJIAN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA UDANG VANAME DENGAN SISTEM PERGILIRAN PAKA...
KAJIAN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA  UDANG VANAME DENGAN SISTEM PERGILIRAN PAKA...KAJIAN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA  UDANG VANAME DENGAN SISTEM PERGILIRAN PAKA...
KAJIAN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA UDANG VANAME DENGAN SISTEM PERGILIRAN PAKA...
 

ANALISIS KARBOHIDRAT

  • 1. TEKNIK ANALISIS KADAR KARBOHIDRAT PADA Spirulina platensis DI LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (LIPI) DEPARTEMEN BIOTEKNOLOGI CIBINONG, BOGOR, JAWA BARAT PRAKTEK KERJA LAPANG PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN Oleh : MUHAMMAD ALI ROHMAN MASOHI – MALUKU TENGAH FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2015
  • 2. TEKNIK ANALISIS KADAR KARBOHIDRAT PADA Spirulina platensis DI LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (LIPI) DEPARTEMEN BIOTEKNOLOGI CIBINONG, BOGOR, JAWA BARAT Praktek Kerja Lapang sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Oleh : MUHAMMAD ALI ROHMAN NIM. 141211132123 Mengetahui, Dekan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Menyetujui, Dosen Pembimbing,
  • 3. TEKNIK ANALISIS KADAR KARBOHIDRAT PADA Spirulina platensis DI LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (LIPI) DEPARTEMEN BIOTEKNOLOGI CIBINONG, BOGOR, JAWA BARAT Oleh : MUHAMMAD ALI ROHMAN NIM. 141211132123 Setelah mempelajari dan menguji dengan sungguh-sungguh, kami berpendapat bahwa Praktek Kerja Lapang (PKL) ini, baik ruang lingkup maupun kualitasnya dapat diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Telah diujikan pada Tanggal : 06 Juli 2015 KOMISI PENGUJI Ketua : Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh.,DEA Anggota : Prof. Moch. Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D Dr. Kismiyati, Ir., M.Si. Surabaya, 14 September 2015 Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Dekan,
  • 4. Yang bertanda tangan di bawah ini, saya : N a m a : MUHAMMAD ALI ROHMAN N I M : 141211132123 Menyatakan dengan sebenarnya bahwa laporan PKL yang berjudul TEKNIK ANALISIS KADAR KARBOHIDRAT PADA Spirulina platensis DI LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (LIPI) DEPARTEMEN BIOTEKNOLOGI CIBINONG, BOGOR, JAWA BARAT adalah benar hasil karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam laporan PKL tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik yang berlaku di Universitas Airlangga, termasuk berupa pembatalan nilai yang telah saya peroleh pada saat ujian dan mengulang pelaksanaan PKL. Demikian surat pernyataan yang saya buat ini tanpa ada unsur paksaan dari siapapun dan dipergunakan sebagaimana mestinya. Surabaya, 14 September 2015 Yang membuat pernyataan, Muhammad Ali Rohman NIM. 141211132123
  • 5. v RINGKASAN MUHAMMAD ALI ROHMAN. Teknik Analisis Kadar Karbohidrat Pada Spirulina platensis Di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Departemen Bioteknologi Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Dosen Pembimbing Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, Drh.,DEA Spirulina merupakan salah satu mikroorganisme yang berpotensi dalam menghasilkan beberapa senyawa yang bermanfaat seperti karbohidrat, protein dan lipid. Karbohidrat memegang peranan penting dalam bidang pangan, oleh karena itu analisis karbohidrat yang akurat, cepat dan dapat dipercaya diperlukan untuk mengetahui kandungan total karbohidrat. Analisis total karbohidrat telah dilakukan pada berbagai produk farmasi maupun produk pangan. Peran karbohidrat yang signifikan terutama dalam produk pangan menjadikan analisis total karbohidrat penting. Penelitian ini bertujuan untuk melihat profil pertumbuhan serta menganalisis kadar karbohidrat dari mikroalga Spirulina platensis pada media kultur berbeda. Metode yang digunakan adalah Phenol Sulfuric Acid Method. Media kultur yang digunakan adalah media Zarrouk dan media Johnson dengan komposisi bahan yang berbeda. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa nilai OD kultur Spirulina platensis pada media Zarrouk lebih tinggi dibandingkan pada media Johnson. Namun hal ini berbanding terbalik dengan hasil analisis kadar karbohidrat. Kultur Spirulina platensis media Johnson fase log-1 didapatkan kadar karbohidratnya adalah 7,03 ppm sedangkan pada media Zarrouk 2,7 ppm. Begitupula pada fase pertumbuhan stasioner-1 dimana pada kultur Spirulina platensis media Johnson didapatkan kadar karbohidratnya adalah 32,44 ppm sedangkan pada media Zarrouk adalah 22,85 ppm.
  • 6. vi SUMMARY MUHAMMAD ALI ROHMAN. Analysis Technique of Total Carbohydrate Spirulina platensis at Biotechnology Department of Indonesian Institute of Science (LIPI) Cibinong, Bogor, West Java. Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, Drh.,DEA as Academic Advisor. Spirulina is one of microorganism that have potention to produce several useful compound such as carbohydrate, protein and lipid. Carbohydrate have an important role in food sector, so that the precise method of carbohydrate analysis is needed to know total amount of carbohydrate. Total analysis of carbohydrate has been done in many pharmacy products and also food products. Significant role of carbohydrate in food products make total analysis of carbohydrate become necessary. The purpose of the research is to measure growth profile and analyzed carbohydrate from microalgae Spirulina platensis in different culture medium. Method used in this research is Phenol Sulfuric Acid Method. Culture medium used is Zarrouk and Johnson medium with different composition. According to research’s result OD value in Spirulina platensis culture from Zarrouk medium is higher than Johnson medium. However, carbohydrate value shows opposite result after carbohydrate total analysis. Carbohydrate value of Spirulina platensis log-1 phase in Johnson medium is 7,03 ppm and in Zarrouk medium is 2,94 ppm. In stationery phase carbohydrate value of Spirulina platensis in Johnson medium is 32,44 ppm while Zarrouk medium 22,85 ppm.
  • 7. v KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufiq, serta hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Praktek Kerja Lapang tentang Teknik Analisis Kadar Karbohidrat Pada Spirulina platensis Di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Departemen Bioteknologi Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Penulis haturkan terima kasih yang tak terhingga pada orang tua dan keluarga yang telah mendoa’akan, mendidik dan memberikan motivasi serta semangat hingga terselesaikannya Praktek Kerja Lapang ini. Karya Ilmiah Praktek Kerja Lapang (PKL) ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. Penulis menyadari bahwa Karya Ilmiah Praktek Kerja Lapang (PKL) ini masih belum sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan Karya Ilmiah ini. Akhirnya penulis berharap semoga Karya Ilmiah ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi kepada semua pihak, khususnya bagi Mahasiswa Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya guna kemajuan serta perkembangan ilmu dan teknologi dalam bidang perikanan, terutama budidaya perairan. Surabaya, Maret 2015 Penulis
  • 8. viii UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Praktek Kerja Lapang ini banyak melibatkan orang - orang yang sangat berarti bagi penulis, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat serta ucapan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan sejak penyusunan usulan hingga penyelesaian Laporan Praktek Kerja Lapang ini dengan penuh kesabaran. 2. Kustiawan Tri Pursetyo, S.Pi., M.Vet selaku Dosen Wali yang telah memberikan saran dan nasehat dan menjadi orang tua kedua saya. 3. Seluruh staf pengajar dan staf kependidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan. 4. Kedua orang tua dan keluarga tercinta yang selalu mendoakan terbaiknya dari awal hingga akhir penyusunan. 5. Prof. I Nyoman K. Kabinawa, Bu Ni Wayan S. Agustini, Bu Dede dan Aa Didi selaku pembimbing lapang yang telah membimbing dengan penuh kesabaran. 6. Winarti, Fitrotin Chasanah, Kak Laras, Kak Bibah, Kak Maria, Kak Rian dan Mega Yusvita yang memberikan semangat dan kebahagiaan selama Praktek Kerja Lapang. 7. Ihda Thoyyibah, Ined Rery, Dwi Astuti, Nanik Setyorini, Imardha Rona, Christian Donovan, Lukman Kurniawan dan teman-teman angkatan 2012
  • 9. ix yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan penulis untuk menyelesaikan penyusunan Laporan Praktek Kerja Lapang ini 8. Semua pihak yang telah membantu kelancaran dan doa selama penyusunan Laporan Praktek Kerja Lapang. Surabaya, Maret 2015 Penulis
  • 10. x DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN...................................................................................................... v SUMMARY........................................................................................................ vi KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii UCAPAN TERIMA KASIH............................................................................. viii DAFTAR ISI........................................................................................................ x DAFTAR TABEL.............................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xiii DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xiv I PENDAHULUAN............................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang............................................................................................. 1 1.2 Tujuan.......................................................................................................... 2 1.3 Manfaat........................................................................................................ 3 II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 4 2.1 Spirulina platensis....................................................................................... 4 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi ................................................................... 4 2.1.2 Habitat.................................................................................................. 5 2.1.3 Pertumbuhan ........................................................................................ 5 A. Suhu................................................................................................ 6 B. Salinitas........................................................................................... 7 C. Cahaya ............................................................................................ 7 D. Derajat Keasaman (pH) .................................................................. 7 E. Nutrien ............................................................................................ 8 2.1.4 Reproduksi........................................................................................... 8 2.1.5 Kandungan Gizi dan Manfaat.............................................................. 9 A. Spirulina Air Laut......................................................................... 10 B. Spirulina Air Tawar...................................................................... 10 2.2 Karbohidrat................................................................................................ 11 2.2.1 Struktur Karbohidrat.......................................................................... 11 2.2.2 Analisis Karbohidrat.......................................................................... 11
  • 11. xi III PELAKSANAAN KEGIATAN ................................................................... 13 3.1 Tempat dan Waktu..................................................................................... 13 3.2 Metode Kerja ............................................................................................. 13 3.3 Metode Pengumpulan Data ....................................................................... 13 3.3.1 Data Primer........................................................................................ 14 A. Wawancara ................................................................................... 14 B. Observasi ...................................................................................... 14 C. Partisipasi Aktif ............................................................................ 15 3.3.2 Data Sekunder ................................................................................... 15 IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 16 4.1 Keadaan Umum Lokasi Praktek Kerja Lapang ......................................... 16 4.1.1 Sejarah Berdirinya dan Perkembangan ............................................. 16 4.1.2 Lokasi dan Tata Letak ....................................................................... 17 4.1.3 Visi dan Misi ..................................................................................... 17 4.1.4 Struktur Organisasi dan Tata Kerja ................................................... 18 4.1.5 Tugas Pokok dan Fungsi ................................................................... 19 4.2 Kegiatan Kultivasi ..................................................................................... 22 4.2.1 Sterilisasi Alat dan Bahan ................................................................. 22 4.2.2 Pembuatan Media Kultur................................................................... 23 4.2.3 Pembuatan Stok Kultur...................................................................... 25 4.2.4 Kultivasi ............................................................................................ 27 4.2.5 Pengamatan dan Pembuatan Kurva Pertumbuhan............................. 29 4.2.6 Pemanenan......................................................................................... 31 4.3 Analisis Kadar Karbohidrat....................................................................... 34 4.3.1 Pembuatan Kurva Baku Standar Glukosa ......................................... 34 4.3.2 Pengukuran Kadar Karbohidrat Sampel............................................ 35 4.4 Hambatan dan Upaya Penangulangan ....................................................... 38 V SIMPULAN DAN SARAN........................................................................... 39 5.1 Simpulan.................................................................................................... 39 5.2 Saran .......................................................................................................... 39 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 40 LAMPIRAN....................................................................................................... 43
  • 12. xii DAFTAR TABEL Tabel Halaman 4.1. Komposisi media Zarrouk dan Johnson dalam 1 Liter....................... 24 4.2. Perubahan Warna dan Tekstur………..……........................................ 32 4.3. Berat Biomassa……………………………………............................. 33 4.4. Serapan Baku Glukosa……………………………….......................... 35 4.5. Serapan Sampel……...……………………………….......................... 48 4.6. Perubahan warna kultur Spirulina platensis.……...….......................... 48
  • 13. xiii DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 4.1. Autoklaf ...................................................................................................... 23 4.2. Bahan penyusun media kultur , penimbangan bahan menggunakan timbangan analitik dan pengadukan oleh vortex............................................................. 23 4.3. Laminar Air Flow (LAF) ............................................................................. 25 4.4. Peletakan Miring Media Agar...................................................................... 26 4.5. Penanaman Bibit Spirulina platensis........................................................... 27 4.6. Kultivasi Spirulina platensis........................................................................ 28 4.7. Pengamatan mikroskop Spirulina platensis................................................. 29 4.8. Grafik nilai Optical Density (OD) ............................................................... 30 4.9. Pemanenan Spirulina platensis.................................................................... 32 4.10. Biomassa Kering........................................................................................ 34 4.11. Grafik Serapan Baku Glukosa.................................................................... 35 4.12. Kurva Kadar Karbohidrat........................................................................... 36
  • 14. xiv DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1. Peta Lokasi PKL ............................................................................................. 43 2. Struktur Organisasi ......................................................................................... 44 3. Peralatan di Laboratorium Mikroalga Air Tawar ........................................... 45 4. Kegiatan Praktek Kerja Lapang...................................................................... 46 5. Skema Analisis Kadar Karbohidrat................................................................. 47 6. Data Lapangan ................................................................................................ 48
  • 15. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroalga merupakan kelompok tumbuhan berukuran renik yang termasuk dalam kelas alga, diameternya antara 3-30 μm, baik sel tunggal maupun koloni yang hidup di seluruh wilayah perairan tawar maupun laut, yang lazim disebut fitoplankton. Di dunia mikroba, mikroalga termasuk eukariotik, umumnya bersifat fotosintetik dengan pigmen fotosintetik hijau (klorofil), coklat (fikosantin), biru kehijauan (fikobilin), dan merah (fikoeritrin). Morfologi mikroalga berbentuk uniseluler atau multiseluler tetapi belum ada pembagian tugas yang jelas pada sel- sel komponennya. Hal itulah yang membedakan mikroalga dari tumbuhan tingkat tinggi (Romimohtarto dan Juwana, 2001). Spirulina adalah organisme yang termasuk kelompok alga hijau biru (blue green algae). Alga ini berbentuk silinder, tidak bercabang, dan berwarna hijau di dalam koloni yang besar. Warna hijau tua ini berasal dari klorofil dalam jumlah besar. Secara alami, Spirulina mampu tumbuh di perairan danau yang bersifat alkali dan suhu hangat, atau kolam dangkal di wilayah tropis. Spirulina merupakan salah satu sumber protein terbaik diantara sumber protein lainnya. Kandungan protein pada Spirulina 50-70% dari berat keringnya (Tietze, 2004). Mikroalga Spirulina sp telah dimanfaatkan sebagai pakan alami pada budidaya organisme laut seperti rotifer, larva oyster, kerang mutiara, abalone, udang, kakap, kerapu dan lainnya (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995 ; Mitchell dan Richmond, 2004) dan sebagai bahan makanan tambahan (supplemen) bagi manusia. Menurut Tokusoglu dan Üunal (2006), S. platensis mengandung protein
  • 16. 2 yang tinggi dengan kandungan Gamma Linolenic Acid (GLA) yang tinggi serta kalium. Spirulina juga mengandung vitamin B1, B2, B12 dan C (Brown, et al., 1997). Spirulina platensis yang dibudidayakan di media air laut memiliki fikosianin dan karbohidrat yang tinggi, dan memiliki biaya produksi rendah (Christwardana dkk., 2013) Spirulina platensis mengandung karbohidrat sekitar 13.6%, antara lain: glucose, rhamnose, mannose, xylose and galactose (Shekharam, et al., 1987). Karbohidrat berkontribusi besar dalam menyusun produk pangan pada umumnya (Fennema, 1996) dan merupakan salah satu makronutrien yang dibutuhkan oleh tubuh. Sifat fungsional karbohidrat yang penting dalam proses pengolahan pangan, menyebabkan keberadaan karbohidrat menjadi komponen yang perlu diperhatikan dan dianalisis. Analisis total karbohidrat telah dilakukan pada berbagai produk farmasi (Leyva, et al., 2008) maupun produk pangan (Legowo dan Nurwantoro, 2004). Jumlah karbohidrat dalam produk pangan perlu diketahui, antara lain untuk standardisasi identitas pangan, label nutrisi, deteksi adanya adulterasi dan untuk pengembangan suatu produk pangan. Peran karbohidrat yang signifikan terutama dalam produk pangan menjadikan analisis total karbohidrat penting (Manikharda, 2011). 1.2 Tujuan Tujuan pelaksanaan Praktek Kerja Lapang adalah untuk mengetahui teknik analisis karbohidrat pada Spirulina platensis di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Departemen Bioteknologi, Cibinong, Bogor, Jawa Barat.
  • 17. 3 1.3 Manfaat Praktek Kerja Lapang ini berguna untuk meningkatkan pengetahuan mengenai teknik analisis karbohidrat pada Spirulina platensis.
  • 18. II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Spirulina platensis Spirulina adalah jenis cyanobacteria yang mengandung klorofil dan dapat bertindak sebagai organisme yang bisa melakukan fotosintesis untuk membuat makanan sendiri. Bentuknya spiral (Gambar 2.1), mengandung pigmen fikosianin tinggi sehingga warna cenderung hijau biru. Gambar 2.1. Bentuk dari Spirulina platensis pada pembesaran mikroskop 40x10 (Patimah, 2009) 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Menurut Vonshak (1997), taksonomi Spirulina platensis adalah sebagai berikut : Divisi : Cyanophyta Kelas : Cyanophyceae Ordo : Nostocales Sub ordo : Nostcaceae Famili : Oscillatoriaceae Genus : Spirulina Spesies : Spirulina platensis Spirulina platensis adalah salah satu jenis mikroalga yang berwarna hijau kebiruan (Blue Green Algae). Di bawah mikroskop, Spirulina platensis tampak
  • 19. 5 seperti benang tipis (filamen) yang berbentuk spiral. Filamen ini merupakan koloni sel yang dapat bergerak. Benang filamen bersel banyak dengan ukuran panjang 200-300 dan lebar 50-70 mikron. Satu filamen dengan tujuh spiral akan mencapai ukuran 1000 mikron dan berisi 250-400 sel. Spirulina platensis tidak memiliki inti sel. Spirulina platensis memiliki zat warna cyanophysin (hijau kebiruan) sehingga dimasukkan ke dalam class Cyanophyceae (Phang, 2002). Menurut Hasan (2008), Spirulina adalah mikroalga hijau-biru multiseluler yang berserabut. Spirulina dapat berbentuk batang ataupun piringan. Pigmen fotosintetis utama pada Spirulina adalah phycocyanin yang berwarna biru. Spirulina juga mengandung klorofil-a dan karotenoid. Pigmen phycoerythrin menjadikan Spirulina berwarna merah muda. 2.1.2 Habitat Lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan Spirulina platensis adalah lingkungan dengan intensitas cahaya yang cukup dengan curah hujan sedang dan pH berkisar antara 7 sampai 9. Suhu terendah untuk pertumbuhan Spirulina platensis adalah 15 o C dengan suhu optimal antara 35 sampai 40 o C (Christwardana dkk., 2013). 2.1.3 Pertumbuhan Spirulina platensis merupakan salah satu fitoplankton yang pertumbuhannya ditandai dengan pertambahan jumlah sel dan berpengaruh terhadap kepadatan fitoplankton (Sari, 2012). Menurut Hidayah (2013) bahwa pertumbuhan mikroalga dalam kultur ditandai dengan perubahan ukuran sel atau
  • 20. 6 bertambah banyaknya jumlah sel. Ada empat fase pertumbuhan pada mikroalga, yaitu : (1) fase istirahat yang ditandai dengan pertambahan ukuran sel tetapi belum terjadi pembelahan sel sehingga kepadatan sel belum meningkat, organisme aktif melakukan metabolisme dan terjadi sintesis protein, (2) fase logaritmik ditandai dengan terjadinya pembelahan sel dan laju pertumbuhan tetap, (3) fase stasioner dimana pertumbuhan mulai mengalami penurunan dibandingkan fase logaritmik, laju reproduksi sama dengan laju kematian serta kepadatan tetap, dan (4) fase kematian ditandai dengan laju kematian yang lebih cepat dari laju reproduksi serta jumlah sel menurun. Penurunan kepadatan ditandai dengan perubahan kondisi optimum dikarenakan suhu, cahaya, pH dan hara atau nutrient pada media kultur. A. Suhu Suhu merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi laju metabolisme mahluk hidup, selain itu suhu juga berpengaruh terhadap kadar oksigen dalam air. Suhu hangat berpengaruh bagi pertumbuhan fitoplankton. Peningkatan suhu pada batas tertentu dapat mempercepat proses metabolism,tetapi pada suhu yang melewati batas maksimal akan mengakibatkan kerusakan enzim sehingga dapat menyebabkan proses metabolisme sel terhenti. Suhu terendah untuk Spirulina platensis adalah 15 o C dan pertumbuhan yang optimal adalah 35 sampai 40 o C (Christwardana dkk., 2013).
  • 21. 7 B. Salinitas Salinitas merupakan konsentrasi garam yang terlarut dalam satuan air. Salinitas memiliki peranan penting dalam pertumbuhan karena secara langsung berpengaruh terhadap tekanan osmose didalam sel fitoplankton sehingga fluktuasi salinitas menyebabkan aktivitas sel terganggu. Fitoplankton tumbuh pada salinitas antara 20 sampai 70 ppt. Salinitas pada media kultur dapat meningkatkan pertumbuhan Spirulina. Pertumbuhan Spirulina tertinggi pada salinitas 20 ppt (Ariyati, 1998). C. Cahaya Cahaya merupakan sumber energi untuk fotosintesis. Fitoplankton merupakan organisme autotrof yang mampu membentuk senyawa melalui proses fotosintesis. Sumber cahaya yang digunakan pada kultur skala laboratorium adalah dari lampu TL. Cahaya yang optimal untuk pertumbuhan alga adalah 1500 sampai 3000 lux (Utomo dkk., 2005). D. Derajat Keasaman (pH) pH merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan organisme termasuk fitoplankton. Nilai pH merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan . Nilai pH secara langsung berhubungan dengan kelarutan CO2 dan mineral. Nilai pH optimal untuk pertumbuhan Spirulina platensis adalah 7,2 sampai 9,5 ( Hasan, 2008).
  • 22. 8 E. Nutrien Nutrien merupakan unsur atau senyawa kimia yang digunakan fitoplankton untuk pertumbuhan. Menurut pendapat Kabinawa (2006), unsur hara makronutrien didefinisikan sebagai unsur hara yang digunakan untuk pertumbuhan dan perbanyakan sel. Makronutrien tersebut terdiri dari kalsium (Ca), hidrogen (H), nitrogen (N), Sulfur (S), fosfor (P), kalium (K), dan magnesium (Mg), sedangkan unsur nutrien yang diperlukan fitoplankton dalam jumlah sedikit disebut mikronutrien. Makronutrien dan mikronutrien yang berperan dalam sintesa klorofil antara lain nitrogen, magnesium dan besi. Pada budidaya fitoplankton, media kultur digunakan sebagai tempat untuk tumbuh dan berkembang biak, sehingga ketersediaan makronutrien dan mikronutrien diperlukan dalam media kultur (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). 2.1.4 Reproduksi Spirulina platensis berkembang biak dengan cara membelah diri. Pembelahan diawali dengan memutus filamen menjadi satuan-satuan sel yang akan membentuk filamen baru. Pemutusan filamen yang telah masak merupakan awal daur hidup Spirulina platensis. Pemutusan filamen akan membentuk bagian- bagian yang disebut dengan necridia dan selanjutnya akan membelah membentuk piringan yang terpisah, hasil pembelahan akan berkoloni membentuk hormoginia yang dapat memisahkan diri dari filamen induk menjadi filamen baru (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).
  • 23. 9 2.1.5 Kandungan Gizi dan Manfaat Spirulina disebut juga sebagai superfood karena kandungan gizinya yang lebih berpotensi dibandingkan dengan makanan lainnya seperti tanaman maupun biji-bijian dan menjadikan Spirulina sebagai alternatif makanan sebagai suplemen vitamin (Henrikson, 2009). Spirulina platensis yang dikultur dengan menggunakan media Walne memiliki kandungan protein, karbohidrat dan lemak berturut-turut adalah 50,50 %, 15,48 % dan 0,5 % (Widyaningsih dkk., 2008). Kandungan DHA, EPA dan AA pada Spirulina platensis berturut-turut ialah 0,003, 0,915.10-3 dan 0,682 mg/g dry biomass (Hadi, 2012). Spirulina mempunyai manfaat sebagai antioksidan, antiviral, imunomodulator, mampu mengobati dislipidemia, meningkatkan hemoglobin, leukosit dan trombosit serta mampu menstimulasi stemsel di sumsum tulang (Dewi, 2014). Spirulina memiliki beberapa karakteristik serta kandungan nutrisi yang cocok sebagai makanan fungsional. Protein, asam lemak esensial, vitamin, mineral, dan klorofil serta fikosianin adalah komponen yang terkandung di dalam Spirulina. Spirulina platensis merupakan mikroalga yang mengandung protein tinggi sekitar 56 sampai 62% dan 17 sampai 25% kandungan karbohidrat (Christwardana dkk., 2013). Lokapirnasari dkk (2011) mengungkapkan bahwa penggunaan Spirulina memberikan efek yang baik dengan pengaruh nyata terhadap protein efficiency ratio, sedangkan terhadap feed convertion ratio tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Pengunaan Spirulina sampai dengan dosis 1,5% pada total formula pakan perlakuan menunjukkan adanya perbaikan kualitas nutrien dengan adanya
  • 24. 10 peningkatan kandungan protein kasar serta penurunan kandungan serat kasar sehingga meningkatkan proses pencernaan dalam tubuh ternak untuk digunakan dalam proses metabolisme tubuh dengan menghasilkan performa produksi yang lebih baik. 2.1.5.1.Spirulina Air Laut Spirulina yang dibudidayakan pada media air laut mengandung mineral lebih tinggi dibandingkan dengan Spirulina yang dibudidayakan pada media air tawar atau payau. Air laut mengandung garam yang tinggi seperti NaCl, KCl dan MgCl. Spirulina air laut memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih rendah dari pada Spirulina air tawar. Spirulina air laut memiliki bau amis seperti rumput laut atau cumi-cumi sehingga kurang disukai oleh konsumen. Bau amis pada Spirulina air laut dihasilkan dari kandungan mineral di dalam Spirulina (Christwardana dkk., 2013). 2.1.5.2.Spirulina Air Tawar Spirulina yang dibudidayakan pada media air tawar biasanya dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Spirulina air tawar memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Spirulina yang dibudidayakan pada media air laut, yakni peningkatan nilai optical density sekitar 0.16/hari dan menghasilkan 1,23 sampai 1,34 g/L biomassa kering. Kandungan protein dari Spirulina air tawar berkisar antara 60 sampai 70%. Spirulina air tawar tidak memiliki bau amis karena memiliki kandungan mineral yang lebih rendah daripada Spirulina air laut (Christwardana dkk., 2013).
  • 25. 11 2.2 Karbohidrat Karbohidrat adalah senyawa polisakarida aldehid atau polihidroksi keton yang mempunyai rumus empiris CnH2nOn (Legowo dan Nurwantoro, 2004). Karbohidrat telah menjadi sumber energi utama untuk metabolisme pada manusia dan sarana untuk memelihara kesehatan saluran pencernaaan manusia. Karbohidrat adalah penyumbang utama dari komponen yang membentuk produk pangan baik sebagai komponen alami maupun bahan yang ditambahkan (Manikharda, 2011). 2.2.1 Struktur Karbohidrat Menurut Legowo dan Nurwantoro (2004), karbohidrat dapat dikelompokan menjadi monosakarida, oligosakarida dan polisakarida. Monosakarida merupakan suatu molekul sakarida/gula yang mempunyai lima atau enam atom C. Oligosakarida terdiri dari 2-10 unit monosakarida. Polisakarida merupakan makromolekul yang tersusun oleh banyak unit monosakarida. Golongan karbohidrat yang banyak dijumpai di alam adalah monosakarida seperti glukosa dan fruktosa, oligosakarida yang terdiri dari 2 unit monosakarida seperti laktosa dan sukrosa serta polisakarida seperti pati, dekstrin dan berbagai serat pangan. 2.2.2 Analisis Karbohidrat Senyawa karbohidrat dipecah menjadi gula sederhana (monosakarida) dengan bantuan asam yaitu HCl dan panas. Monosakarida yang terbentuk kemudian dianalisis dengan prinsip reduksi Cu2+ menjadi Cu1+ . Monosakarida bebas akan mereduksi larutan basa dari garam logam menjadi bentuk oksida atau
  • 26. 12 bentuk bebasnya. Kelebihan Cu2+ yang tidak tereduksi kemudian dikuantifikasi dengan titrasi iodometri (SNI 01-2891-1992). Salah satu tujuan dari analisis total karbohidrat adalah aspek food processing, yakni efisiensi dari proses pangan banyak tergantung pada jenis dan kadar karbohidrat (Manikharda, 2011). Dalam analisis kadar karbohidrat seringkali ditujukan untuk menentukan jumlah golongan karbohidrat tertentu, misalnya kadar laktosa, kadar gula pereduksi, kadar dekstrin, dan atau kadar pati (Legowo dan Nurwantoro, 2004). Kadar karbohidrat dalam bahan pangan dapat diketahui dengan menghitung persentase yang tersisa setelah semua komponen lain telah diukur (by difference). Metode by difference masih digunakan oleh FDA, tetapi metode ini dapat menghasilkan nilai yang salah karena ada kemungkinan komponen non- karbohidrat yang terukur (Manikharda, 2011).
  • 27. III PELAKSANAAN KEGIATAN 3.1 Tempat dan Waktu Praktek kerja lapang ini akan dilaksanakan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong, Bogor, Jawa Barat pada tanggal 12 Januari - 20 Februari 2015. 3.2 Metode Kerja Metode yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah metode untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, sehingga metode ini hanya mengumpulkan data dasar saja (Nazir, 2011). Penerapan metode ini dalam kegiatan Praktek Kerja Lapang yang akan dilaksanakan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), antara lain: mengamati metode kultur S. platensis pada skala laboratorium dan mengamati teknik analisis kadar karbohidrat dari S. platensis, kemudian mencatat data–data tersebut sebagai data untuk penyusunan laporan Praktek Kerja Lapang. 3.3 Metode Pengumpulan Data Data yang diambil dalam Praktek Kerja Lapangan ini yaitu berupa data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui beberapa metode atau cara pengambilan.
  • 28. 14 3.3.1 Data Primer Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui perantara). Data primer dapat berupa opini subyek (orang) secara individu maupun kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian. Data primer yang diambil antara lain : teknik pembuatan stok kultur Spirulina platensis, media yang digunakan untuk kultur S. platensis, teknik kultivasi S. platensis, teknik analisis kadar karbohidrat, serta suhu, pH, dan salinitas yang dikontrol. Ada dua metode yang dapat digunakan dalam pengumpulan data primer, yaitu metode survei dan metode observasi (Sangadji dan Sopiah, 2010). A. Wawancara Wawancara merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengumpulkan data, dimana peneliti mendapatkan keterangan atau informasi secara lisan dari seseorang (Notoatmodjo dan Soekidjo, 2010). Wawancara akan dilakukan dengan cara tanya jawab dengan peneliti yang ada di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengenai struktur organisasi, tenaga kerja, sarana dan prasarana, serta permasalahan apa saja yang dihadapi pada saat melaksanakan kegiatan analisis kadar karbohidrat dari S. platensis. B. Observasi Observasi merupakan pengamatan langsung, yaitu pengambilan data dengan menggunakan indra mata tanpa ada pertolongan alat lain untuk keperluan tersebut (Nazir, 2011).
  • 29. 15 C. Partisipasi Aktif Partisipasi aktif adalah observasi dimana peneliti ikut melakukan apa yang dilakukan oleh narasumber tetapi belum lengkap sepenuhnya (Sugiyono, 2006). Kegiatan partisipasi aktif yang akan dilakukan antara lain: pembuatan kurva pertumbuhan kepadatan sel S. platensis dan analisis kadar karbohidrat dengan mengukur spektrum menggunakan alat berupa spektrofotometri UV. Kegiatan tersebut diikuti secara langsung dan kegiatan lain yang berhubungan dengan Praktek Kerja Lapang yang dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Departemen Bioteknologi, Cibinong, Jawa Barat. 3.3.2 Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain atau data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan oleh pengumpul data primer atau pihak lain, yang umumnya berupa diagram (Sigian dan Sugiarto, 2002). Data dapat diperoleh dari data dokumentasi, lembaga penelitian, dinas perikanan, pustaka, laporan pihak swasta, masyarakat dan pihak lain yang berhubungan dengan teknik analisis kadar karbohidrat dari S. platensis.
  • 30. IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Praktek Kerja Lapang 4.1.1 Sejarah Berdirinya dan Perkembangan Pusat Penelitian dan pengembangan (Puslitbang) Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) didirikan pada tanggal 13 Januari 1986 berdasarkan Kepres RI Nomor 1 Tahun 1986. Kemudian Bioteknologi LIPI ditetapkan sebagai salah satu pusat bioteknologi. Pada bulan April 1993, Puslitbang Bioteknologi LIPI bersama Puslitbang Biologi LIPI menempati Gedung Kusnoto yang terletak pada di Jalan Ir.H. Djuanda No. 18 Bogor. Kemudian sejak tanggal 1 Oktober 1993, semua kegiatan dipindahkan ke Cibinong Science Center (CSC LIPI) yang terletak di Jalan Raya Bogor Km 46 Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pada tahun 2001, sesuai SK Kepala LIPI No. 1151/Kep/2001 Puslitbang Bioteknologi LIPI berubah nama menjadi Puslit Bioteknologi LIPI. Puslit Bioteknologi LIPI bertugas melaksanakan penelitian, melayani dan memasyarakatkan IPTEK di bidang bioteknologi. Puslit Bioteknologi LIPI berfungsi dalam mempersiapkan program penelitian di bidang bioteknologi, rekayasa genetika, bioproses, memberikan pelayanan di bidang bioteknologi, memberikan masukan perumusan kebijakan IPTEK dibidang bioteknologi, kerjasama penelitian dan penguasaan bioteknologi dengan instansi di dalam dan luar negeri, mengevaluasi dan melaporkan semua kegiatannya. Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Puslit Bioteknologi LIPI) adalah pusat penelitian yang bernaung di bawah
  • 31. 17 lingkungan kerja dan bertanggung jawab kepada Kedeputian Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Kedeputian IPH LIPI). Berdiri pada tanggal 13 Januari 1986, Puslit Bioteknologi-LIPI dibentuk dalam rangka pengembangan dan pemanfaatan Bioteknologi di Indonesia. Hal ini berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.1 Tahun 1986. Pada awalnya, Puslit Bioteknologi LIPI bersama dengan Puslit Biologi- LIPI dan Puslit Limnologi LIPI, tergabung di dalam Lembaga Biologi Nasional (LBN). LBN yang berdiri pada tahun 1962, merupakan bagian dari Lembaga Pusat Penyelidikan Alam (LPPA) yang berada di bawah bimbingan dan koordinasi Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI). Majelis ini dibentuk pada era Presiden Soekarno berdasarkan UU no .6 tahun 1956. Seiring perjalanan waktu, pada tanggal 23 Agustus 1967, MIPI berganti nama menjadi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Perubahan ini ditetapkan berdasarkan Keppres no 128 tahun 1967. 4.1.2 Lokasi dan Tata Letak Puslit Bioteknologi LIPI terletak di Jalan Raya Bogor Km 46, Cibinong, Kabupaten Bogor. Lokasinya satu kompleks dengan Puslit Biologi, Puslit Limnologi, dan Badan Koordinasi Survei Tanah dan Lahan (BAKOSURTANAL). Posisi Puslit Bioteknologi LIPI berada paling dekat dengan Jalan Raya Bogor 4.1.3 Visi dan Misi Pusat Penelitian (Puslit) Bioteknologi LIPI Cibinong Visi Puslit Bioteknologi LIPI mengacu pada visi IPTEK 2025 yaitu “Terwujudnya IPTEK sebagai kekuatan utama untuk kesejahteraan berkelanjutan
  • 32. 18 dan peradaban bangsa” dan visi LIPI yang berbunyi “Terwujudnya kehidupan bangsa yang adil, cerdas, kreatif, integratif dan dinamis yang didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang humanistik”. Berdasarkan dua visi tersebut disusunlah visi Puslit Bioteknologi LIPI yaitu menjadi lembaga penelitian bioteknologi terdepan yang didukung oleh sumber daya profesional. Adapun misi Puslit Bioteknologi LIPI antara lain : (1) menguasai iptek di bidang bioteknologi agar menjadi penggerak utama dan acuan dalam meningkatkan kemajuan bangsa dan pembangunan berkelanjutan, (2) Pengungkapan, peningkatan nilai tambah dan penyelamatan sumber daya alam hayati melalui penguasaan biologi molekuler, sel dan jaringan serta bioproses, (3) Memberikan masukan kepada pemerintah dalam menyusun kebijakan di bidang bioteknologi, (4) Ikut serta dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pemasyarakatan IPTEK bidang bioteknologi, (5) Meningkatkan kinerja dan tata kelola lembaga riset yang baik (good corporate governance), dan (6) Meningkatkan profesionalitas, kesejahteraan pegawai dan karyawan. 4.1.4 Struktur Organisasi dan Tata Kerja Struktur organisasi Pusat Penelitian (Puslit) Bioteknologi LIPI Cibinong berdasarkan Lampiran Keputusan Kepala LIPI Nomor 3212/M/2004 tertanggal 28 Oktober 2004 terdiri dari Kepala Pusat, Kepala Bagian Tata Usaha, Kepala Bidang Biologi Molekuler, Kepala Bidang Biologi Sel dan Jaringan, Kepala Bidang Bioproses dan Kepala Bidang Sarana Penelitian. Kepala Bagian Tata Usaha membawahi Kepala Subbagian Kepegawaian, Kepala Subbagian Umum, dan Kepala Subbagian Kerjasama dan Jasa. Kepala
  • 33. 19 Bidang Sarana Penelitian membawahi Kepala Subbidang Sarana Biologi Molekuler, Kepala Subidang Sarana Biologi Sel dan Jaringan, Kepala Subbidang Saran Kebun Plasma Nutfah Tumbuhan dan Hewan serta Kepala Subbidang Sarana Bioproses. LIPI dibagi kedalam lima kedeputian yang meliputi Deputi Bidang Ilmu Kebumian, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan serta Deputi Bidang Jasa Ilmiah. Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati membawahi Pusat Penelitian Biologi, Pusat Penelitian Bioteknologi, dan Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. 4.1.5 Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Kepala LIPI No. 1 Tahun 2014 pasal 143, Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI mempunyai tugas melaksanakan penelitian di bidang bioteknologi. Selanjutnya dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 143 tersebut, Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI menyelenggarakan fungsi : (1) Penyiapan bahan perumusan kebijakan penelitian bidang kajian, (2) Penyusunan pedoman, pembinaan, dan pemberian bimbingan teknis dalam bidang bioteknologi, (3) Penyusunan rencana, program, dan pelaksanaan penelitian bidang bioteknologi, (4) Pemantauan pemanfaatan hasil penelitian bidang bioteknologi, (5) Pelayanan jasa ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang bioteknologi, (6) Melakukan evaluasi dan penyusunan laporan penelitian bioteknologi, dan (7) Pelaksanaan urusan tata usaha.
  • 34. 20 Sasaran Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI antara lain : (1) Terciptanya kompetensi inti (core competence) yang handal di bidang bioteknologi yang didukung dengan kemampuan sumber daya IPTEK yang professional, (2) Terfasilitasinya penegakan kebenaran ilmiah dalam pengelolaan sumber daya alam untuk mengatasi permasalahan perbedaan kepentingan dan konflik yang mungkin terjadi, (3) Terciptanya tata kelola yang profesional, efektif, efisien dengan menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance (GCG), (4) Terjalinnya komunikasi antara pemegang kebijakan, swasta, masyarakat industri, masyarakat umum dan peneliti sehingga memahami pentingnya sumber daya alam hayati sebagai aset dan kunci penggerak pembangunan di bidang pangan, kesehatan dan lingkungan, dan (5) Termanfaatkannya hasil-hasil penelitian, pengembangan, dan aset-aset yang dimiliki untuk kemajuan ekonomi, mengurangi kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan dan meningkatkan daya saing dalam kerangka pembangunan berkelanjutan yang adil berwajah kemanusiaan. Pusat Penelitian Bioteknologi terdiri atas empat bidang, yaitu bidang Biologi Molekuler, Bidang Biologi Sel dan Jaringan, Bidang Bioproses, dan Bidang Sarana Penelitian dan satu bagian yaitu Bagian Tata Usaha. Bidang Biologi Molekuler bertugas dalam mengembangkan kemampuan dibidang genetika molekuler dan rekayasa protein, rekombinan DNA, regulasi dan ekspresi gen, pertukaran sifat yang berguna untuk meningkatkan nilai ekonomi produk atau proses yang diinginkan. Bidang biologi sel dan jaringan mempunyai tugas mengembangkan kemampuan di bidang biologi sel dan jaringan tumbuhan, hewan dan
  • 35. 21 mikroorganisme untuk meningkatkan nilai ekonomi produk atau proses yang diinginkan. Subbidang biologi sel dan jaringan mempunyai tugas mengelola dan mengembangkan sarana penelitian dibidang biologi sel dan jaringan , melayani permontaan kerjasama penelitian, pelatihan, pembimbingan, dan magang di bidang biologi sel dan jaringan, melakukan konservasi in vitro tanaman, evaluasi, mendokumentasikan dan menyebarluaskan sumber daya genetika bernilai ekonomi tinggi, menjaga dan memelihara koleksi in vitro tanaman, hewan dan mikroba untuk keperluan kegiatan penelitian ekstern dan intern, menyediakan informasi yang berkaitan dengan kegiatan bidang biologi sel dan jaringan. Bidang bioproses mempunyai tugas untuk mengembangkan kemampuan dibidang bioproses dengan menggunakan hasil-hasil penelitian dari bidang biologi molekuler dan biologi sel dan jaringan juga mengembangkan proses bioteknologi baru serta membakukan metode pengembangan biproses dan pengolahan hasilnya. Bidang sarana penelitian bertugas memelihara, mengembangkan, mengatur dan mengawasi penggunaan dan pemanfaatan sarana-prasarana ilmiah baik untuk keperluan Puslit Bioteknologi maupun pelayanan kerjasama dan jasa. Bagian Tata Usaha (TU) bertugas untuk melaksanakan pelayanan administrasi bagi seluruh satuan kerja di lingkungan Puslit Bioteknologi maupun pihak lain yang berkaitan dengan kerjasama penelitian dan jasa informasi.
  • 36. 22 4.2 Kegiatan Kultivasi 4.2.1 Sterilisasi Alat dan Bahan Tujuan sterilisasi adalah untuk menghindari kontaminasi dari bakteri atau kuman yang terdapat pada alat dan bahan, sehingga nantinya diharapkan alat dan bahan yang digunakan bebas dari kuman atau bakteri. Hal ini sesuai dengan pendapat Chusniati, dkk (2013), sterilisasi adalah suatu usaha untuk membebaskan alat-alat atau bahan-bahan dari segala bentuk kehidupan, terutama bakteri. Alat dan bahan yang akan di sterilisasi sebelumnya dicuci dengan air mengalir hingga bersih dan ditiriskan. Setelah kering, peralatan yang terbuat dari gelas, seperti tabung reaksi, disumbat menggunakan kapas dan ditutup dengan kertas. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari masuknya uap air ke dalam tabung reaksi. Kemudian dimasukan ke dalam plastik tahan panas. Sterilisasi menggunakan autoclave pada suhu 121°C selama 15 menit. Sterilisasi menggunakan autoclave merupakan cara sterilisasi yang paling baik dibanding sterilisasi dengan pemijaran, udara kering maupun uap air panas (Chusniati dkk, 2013). Menurut Laily dkk (2014), komponen alat-alat berbahan kaca dapat disterilisasi dengan menggunakan sterilisasi kering karena alat-alat tersebut tidak akan rusak dengan pemanasan tinggi. Suhu yang dapat digunakan untuk sterilisasi kering adalah suhu 125ºC selama 3 jam atau suhu 160ºC selama 1 jam, sedangkan sterilisasi untuk alat non kaca dan bahan yang mudah rusak dengan pemanasan
  • 37. 23 tinggi maka dapat dilakukan dengan menggunakan autoklaf 121 o C pada tekanan 1 atm selama 15 menit. Gambar 4.1. Autoklaf Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015) 4.2.2 Pembuatan Media Kultur Menurut Wijoseno (2011), media kultur adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat-zat makanan atau nutrisi yang diperlukan mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Pembuatan media kultur diawali dengan penimbangan bahan. Komposisi bahan untuk pembuatan media kultur dapat dilihat pada Tabel 4.1. Gambar 4.2. Bahan penyusun media kultur (a), penimbangan bahan menggunakan timbangan analitik (b) dan pengadukan oleh vortex (c). Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015).
  • 38. 24 Bahan yang telah ditimbang menggunakan timbangan analitik kemudian dimasukan ke dalam tabung volume 1 L dan ditambahkan dengan aquades. Selanjutnya dilakukan pengadukan menggunakan Vortex Thermolyne 37600. Pengadukan bertujuan untuk menghomogenkan serta melarutkan bahan dalam aquades. Apabila telah homogen, maka media kultur siap untuk digunakan. Tabel 4.1. Komposisi media Zarrouk dan Johnson dalam 1 Liter. Komponen Media Kultur Zarrouk Johnson MgSO4 0,2 g 0,5 g CaCl2 0,2 g 0,2 g MgCl2 - 1,5 g EDTA 0,64 g - Urea 0,31 g - TSP 0,18 g - KOH 0,5 g - K2SO4 0,5 g - Soda kue 16,8 g 0,045 g FeSO4 0,01 g - NaCl 2 g 27 g Micronutrien 1 mL 1 mL Fe EDTA - 1 mL KH2PO4 (PA) - 0,035 g KNO3 (PA) - 0,5 g
  • 39. 25 4.2.3 Pembuatan Stok Kultur Pembuatan stok kultur dimulai dengan menyiapkan bibit Spirulina platensis yang didapatkan dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, media kultur serta alat-alat yang diperlukan seperti micropipet, tabung reaksi, rak, kapas, ose, dan bunsen. Pembuatan stok kultur dilakukan di dalam Laminar Air Flow (LAF), hal ini dimaksudkan untuk menghindari paparan kontaminan. Penggunaan LAF dimulai 15 menit sebelum kegiatan berlangsung yakni dengan menyalakan lampu UV dan kemudian dilakukan sterilisasi menggunakan alkohol 70%. Penggunaan alkohol 70% sesuai dengan yang tercantum dalam Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik (2009) tentang prosedur tetap penggunaan Laminar Air Flow (LAF), yakni menyalakan lampu blower dan lampu UV minimal 15 menit sebelum digunakan serta membersihkan permukaan LAF dengan Iso Propil Alkohol (IPA) atau alkohol 70% menggunakan lap yang tidak berserat. Gambar 4.3. Laminar Air Flow (LAF). Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015) Pembuatan stok kultur dapat dilakukan dengan menggunakan dua media berbeda, yakni media cair serta media agar miring. Media pertama yang dapat digunakan dalam pembuatan stok kultur adalah dengan media cair. Pembuatan stok kultur dilakukan dengan mengambil media cair menggunakan micropipet
  • 40. 26 sebanyak 5 mL dan ditampung dalam tabung reaksi yang telah di sterilisasi sebelumnya, kemudian ditambahkan sebanyak 3 mL bibit Spirulina platensis. Tabung yang telah berisi media kultur dan bibit Spirulina platensis diletakan pada rak kultur dengan pencahayaan dari lampu TLD 36 watt hingga sekitar 2 minggu dimana Spirulina platensis memasuki fase log hingga stasioner. Perbanyakan stok kultur dilakukan secara bertingkat yaitu 50 mL, 500 mL hingga volume 5 L. Media kedua yang dapat digunakan dalam pembuatan stok kultur adalah media agar miring. Dengan terlebih dahulu menimbang 1,5 gram bacto agar dalam 100 mL media teknis komersial (Tekom) yang terdiri dari 0,1 gram urea, 0,08 gram ZA, 0,03 gram TSP dan 0,02 gram gandasil, kemudian dipanaskan pada air mendidih untuk melarutkan bacto agar dan didiamkan pada suhu kamar. Media agar yang telah mencapai suhu kamar kemudian dipipet sebanyak 5 mL ke dalam tabung reaksi. Tutup tabung reaksi menggunakan kapas dan sandarkan tabung dalam keadaan miring untuk memperluas permukaan media. Tabung reaksi berisi media agar didiamkan selama 24 jam tekstur seperti agar. Hal ini didukung oleh pendapat Refdinal dkk (2014), bahwa tujuan memiringkan media agar adalah untuk memperluas bidang tumbuh. Gambar 4.4. Peletakan miring media agar. Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)
  • 41. 27 Penanaman bibit mikroalga pada media agar dilakukan di dalam LAF untuk menghidari paparan kontaminan. Ose dipanaskan di atas api bunsen hingga berwarna merah dan didiamkan sebentar hingga suhu ose menurun. Pemanasan ose bertujuan untuk membunuh bakteri yang terdapat pada ujung ose dan membuat sedikit goresan pada media agar saat suhu ose menurun untuk menghindari kerusakan pada media. Penanaman 200 µL bibit mikroalga pada media agar menggunakan micropipet dengan pola zigzag. Pola zigzag dimaksudkan agar bibit mikroalga tersebar pada permukaan media. Gambar 4.5. Penanaman bibit Spirulina platensis. Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015) 4.2.4 Kultivasi Spirulina platensis Persiapan alat dan kondisi yang mendukung kultur dipersiapkan terlebih dahulu, salah satunya dengan menyiapkan penyumbat botol. Peyumbat botol dibuat dari kapas yang dilapisi dengan tissue dan direkatkan melingkar menggunakan selotip. Penyumbat botol dilengkapi dengan dua selang kecil atau bisa menggunakan sedotan. Fungsi dari sedotan adalah sebagai jalan aerasi sehingga air serta komponen nutrisi yang terdapat dalam media dapat dihomogenkan. Hal ini didukung oleh pendapat Amini dan Syamdidi (2006), bahwa aerasi bertujuan agar sel dapat memperoleh nutrisi dalam media kultivasi secara merata karena adanya sirkulasi air dalam wadah tertutup.
  • 42. 28 Proses kultivasi dilakukan selama 12 hari dalam tabung volume 1 L. Bibit yang digunakan sebesar 20% dari total volume kultur yakni 200 mL. Media kultur yang digunakan meliputi media Zarrouk dan media Johnson. Kultivasi dilakukan pada rak kultur dilengkapi dengan pencahayaan dari lampu TLD 36 watt. Faktor- faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga antara lain cahaya, pH, salinitas dan suhu kultur. Intensitas cahaya yang digunakan dalam kultur Spirulina platensis ini adalah 2000 lux dengan suhu 35 sampai 37°C dan salinitas 27 ppt. Hal ini berbeda dengan yang dikemukakan oleh Redjeki dan Ismail (1994), bahwa persyaratan kualitas air untuk pertumbuhan Spirulina adalah suhu 26 sampai 29°C dengan salinitas 30 ppt. Gambar 4.6. Kultivasi Spirulina platensis. Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015) Suhu merupakan parameter fisika yang mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme. Menurut Vonshak (1997), suhu optimal untuk kultivasi Spirulina skala laboratorium adalah 35 sampai 38 °C. Peningkatan pH pada suatu media kultur berbanding lurus dengan penambahan bikarbonat yang nantinya dapat menghasilkan karbondioksida untuk digunakan dalam proses fotosintesis (Borowitzka et al., 1988). Pengontrolan pH pada suatu media kultur sangat penting dilakukan untuk menjaga keseimbangan pertumbuhan sel Spirulina
  • 43. 29 platensis. Kim et al., (2007), menyatakan bahwa pada akhirnya pertumbuhan sel meningkat seiring dengan meningkatnya pH. Cahaya merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam pertumbuhan mikroalga. Spirulina juga memerlukan cahaya sebagai sumber energi (Vonshak, 1997) 4.2.5 Pengamatan dan Pembuatan Kurva Pertumbuhan Pengamatan dan pemeriksaan kondisi kultur Spirulina platensis dilakukan setiap hari. Pengamatan yang dilakukan meliputi perubahan warna yang terjadi sedangkan pemeriksaan dilakukan dengan mengecek kondisi kultur yang meliputi pencahayaan serta kondisi aerasi. Pengamatan mikroskop juga dilakukan untuk mengetahui kondisi kultur Spirulina platensis dan pemeriksaan kontaminasi. Menurut Winasis (2011), pertumbuhan plankton pada saat budidaya secara visual ditandai dengan adanya perubahan warna air dari awalnya bening menjadi berwarna (hijau muda/coklat muda dan kemudian menjadi hijau/coklat dan seterusnya), perubahan ini disertai dengan menurunnya transparansi. (a) (b) Gambar 4.7. Pengamatan mikroskop Spirulina platensis hari ke-10 dengan pembesaran 10 x 20 media kultur Johnson (a) dan Zarrouk (b). Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015) Pengukuran kepadatan sel (Optical Density) juga dilakukan untuk mengetahui profil pertumbuhan Spirulina platensis. Menurut Hadi (2012), kepadatan sel merupakan salah satu parameter pertumbuhan yang dapat digunakan
  • 44. 30 sebagai acuan untuk mengetahui apakah mikroalga itu tumbuh atau tidak disamping menggunakan konsentrasi biomassa. Pengukuran OD dilakukan setiap hari menggunakan Spektrofotometer Hitachi U-3900H pada panjang gelombang 680 nm. Volume sampling yang diambil menyesuaikan dengan volume kuvet pada spektrofotometer yakni ± 3 mL. Sebelum pengambilan sampel, terlebih dahulu menggoyang tabung kultur, hal ini bertujuan untuk mendapatkan hasil sampling yang homogen. Nilai Optical Density (OD) dapat dilihat pada Gambar 4.8. Gambar 4.8. Grafik nilai Optical Density (OD) Spirulina platensis Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015) Berdasarkan grafik di atas didapatkan bahwa kultur Spirulina platensis pada media Zarrouk memiliki kepadatan sel yang lebih tinggi dibandingkan dengan kultur Spirulina platensis pada media Johnson. Hal ini dipengaruhi oleh komponen yang terdapat dalam media kultur yang dapat menunjang pertumbuhan mikroalga seperti makronutrien dan mikronutrien. Salah satunya adalah sumber nitrogen. Pada media kultur Johnson sumber nitrogen didapatkan dalam bentuk KNO3 sedangkan pada media kultur Zarrouk sumber nitrogen adalah urea. Urea dan KNO3 sebagai sumber nitrogen berpengaruh terhadap pertumbuhan sel 0 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 8 9 10 11 12 OD Hari ke- Media Zarrouk Media Johnson
  • 45. 31 (Yagui et al., 2004) dan kandungan klorofil (Danesi et al., 2011) pada Spirulina platensis. Pertumbuhan sel dan kandungan klorofil terbaik didapatkan pada kultivasi dengan penambahan urea sebagai sumber nitrogen. Menurut Gosmawi dan Chandra (2011) peningkatan pertumbuhan sel mikroalga dipengaruhi oleh urea. Hal ini juga didukung oleh pendapat Laura dan Paolo (2006) bahwa urea (CO(NH2)2) merupakan pupuk komersil yang ekonomis serta memiliki kandungan nitrogen yang tinggi mencapai 46%. Nitrogen merupakan komponen penting penyusun asam amino, amida, nukleotida, dan nukleo protein, serta essensial untuk pembelahan sel sehingga nitrogen penting untuk pertumbuhan (Gardner dkk, 1991). Namun apabila kadar nitrogen dalam kultur terlalu tinggi, maka pertumbuhan sel mikroalga akan menurun. Sesuai dengan pendapat Yonas dkk (2012), bahwa semakin banyak urea yang ditambahkan maka pertumbuhan sel dari mikroalgae akan semakin lambat. Penurunan pertumbuhan sel dikarenakan rasio karbon terhadap nitrogen yang terlalu kecil akan terjadi kelebihan NH3 yang terbentuk, yang akhirnya dapat menyebabkan proses pengasaman dan mempengaruhi kestabilan pH sehingga mengakibatkan lebih banyak mikroalga yang mati daripada yang diproduksi. 4.2.6 Pemanenan Pemanenan kultur Spirulina platensis dilakukan dengan penyaringan secara langsung menggunakan kain saring. Volume pemanenan untuk kultur Spirulina platensis media Johnson dan Zarrouk masing-masing adalah 350 mL dan 200 mL.
  • 46. 32 Gambar 4.9. Pemanenan Spirulina platensis dengan penyaringan. Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015) Biomassa yang telah didapatkan melalui penyaringan kemudian ditimbang beratnya menggunakan timbangan analitik Precisa 40SM-200A. Berat biomasa adalah jumlah berat dari suatu populasi pada periode waktu tertentu dan dinyatakan dalam satuan berat (Sari, 2009). Biomassa basah di tempatkan pada cawan petri yang telah dilapisi plastik dan diberi label. Pengeringan biomassa dalam oven Heraeus T6200 pada suhu 50 sampai 70 °C selama 24 jam hingga didapatkan biomassa kering dari Spirulina platensis dan siap untuk dimanfaatkan menjadi produk lain seperti sebagai pakan ikan dan lain-lain. Perubahan warna biomassa Spirulina platensis sebelum dan setelah pengeringan dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Perubahan warna dan tekstur biomassa Spirulina platensis sebelum dan setelah pengeringan. Kultur Warna Tekstur Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah JSP1 Hijau pucat Hijau pucat Sedikit kasar Kering ZSP2 Hijau kebiruan Hijau pekat Halus Kering Keterangan : 1 Johnson Spirulina platensis ; 2 Zarrouk Spirulina platensis
  • 47. 33 Setelah dilakukan pengeringan pada suhu 50 sampai 70 °C selama 24 jam, terjadi penurunan berat biomassa sebelum dan sesudah pengeringan. Penurunan berat biomassa dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Perbandingan berat biomassa Spirulina platensis sebelum dan sesudah pengeringan Kultur Sebelum (gram) Sesudah (gram) Kadar Air (%) JSP(*) 24,99 4,55 18,2 ZSP(**) 25,58 5,36 20,95 Keterangan : Volume pemanenaan (*) 350 mL dan (**) 200 mL Berdasarkan tabel di atas, didapatkan berat biomassa basah kultur Spirulina platensis media Johnson adalah 24,99 gram dalam volume pemanenan 350 mL atau setara dengan 71 gram/L. Setelah dilakukan pengeringan pada suhu 50 sampai 70 °C selama 24 jam, terjadi penurunan berat biomassa kering menjadi 4,55 gram dalam volume pemanenan 350 mL atau setara dengan 13 gram/L. Sedangkan pada kultur Spirulina platensis media Zarrouk, didapatkan berat biomassa basah adalah 25,58 gram dalam volume pemanenan 200 mL atau setara dengan 127,9 gram/L. Setelah dilakukan pengeringan, terjadi penurunan berat biomassa kering menjadi 5,36 gram dalam volume pemanenan 350 mL atau setara dengan 15,31 gram/L. Hal ini dikarenakan terjadi penguapan kadar air dari biomassa ke udara oleh suhu tinggi. Sehingga didapatkan prosentase kadar air pada biomassa kultur Spirulina platensis media Johnson adalah 18,2 % dan prosentase kadar air pada biomassa kultur Spirulina platensis media Zarrouk adalah 20,95 %. Berat biomassa kering Spirulina platensis media Zarrouk lebih tinggi dibandingkan pada media Johnson. Hal ini menurut Choi et al. (2003) bahwa S. platensis memiliki biomasa kering tertinggi pada kultur yang mengandung
  • 48. 34 ammonium, sedangkan kandungan total asam amino tertinggi terdapat pada kultur yang mengandung urea. Didukung oleh pendapat Laura dan Paolo (2006), bahwa apabila urea terlarut akan terbentuk ion amonium (NH4 + ) yang akan diasimilasi oleh mikroalga dan diubah menjadi glutamat sebagai salah satu penyusun asam amino. Gambar 4.10. Biomassa kering Spirulina platensis media kultur Johnson (a) dan media kultur Zarrouk (b). 4.3 Analisis Kadar Karbohidrat 4.3.1 Pembuatan kurva baku standar glukosa Larutan standar glukosa 100 ppm dibuat dengan menimbang 0,01 gram glukosa dalam labu 10 mL, kemudian ditambahkan air suling hingga 10 mL dan dikocok hingga homogen. Deret baku glukosa yang dibuat adalah 0, 10, 20, 30, 40, dan 50 ppm. Sebanyak 0, 50, 100, 150, 200, dan 250 µL dipipet ke dalam tabung reaksi kemudian diencerkan dengan aquades masing-masing 500, 450, 400, 350, 300, dan 250 µL, selanjutnya ditambahkan fenol 5% 500 µL serta H2SO4 2,5 mL. Didiamkan 30 menit sebelum diukur absorbansinya menggunakan Spektrofotometri UV-VIS pada panjang gelombang 485 nm. a b
  • 49. 35 Tabel 4.4. Serapan Baku Glukosa No Konsentrasi (ppm) Serapan (485 nm) 1 0 0,104 2 10 0,826 3 20 1,604 4 30 2,459 5 40 3,029 6 50 3,514 Setelah diukur absorbansinya menggunakan Spektrofotometri UV-VIS pada panjang gelombang 485 nm, didapatkan serapan baku glukosa sesuai pada Tabel 4.4 yang kemudian didapatkan persamaan linier dengan membuat grafik serapan baku glukosa pada Gambar 4.11. Gambar 4.11. Grafik serapan baku glukosa. 4.3.2 Pengukuran kadar karbohidrat sampel (Metode Fenol Sulfat) Sampling kultur Spirulina platensis untuk analisis kadar karbohidrat dilakukan ketika kultur telah memasuki fase pertumbuhan log dan stasioner. Fase pertumbuhan log atau eksponensial ditandai dengan bertambahya nilai kepadatan sel kultur hingga dua kali lipat dari nilai kepadatan sel (OD) awal. Hal ini didukung oleh pendapat Andersen (2005), bahwa fase eksponensial ditandai R² = 0,9918 y = 0,7004x - 0,5287 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 0 10 20 30 40 50 Serapan(485nm) Konsentrasi (ppm)
  • 50. 36 dengan mulai meningkatnya kepadatan sel S. platensis. Sedangkan fase pertumbuhan stasioner ditandai dengan penambahan nilai kepadatan sel yang tidak terlalu signifikan dari nilai kepadatan sel (OD) sebelumnya. Pada fase ini terjadi keseimbangan pertumbuhan sel dimana fase kematian sebanding dengan pembelahan sel sehingga kepadatan sel relatif tetap (Andersen, 2005). Fase stasioner merupakan akhir dari produksi biomasa sel. Pada fase ini, konsentrasi maksimum biomasa tercapai (Setyaningsih dkk, 2011). Volume sampling adalah ±10 mL dan dilakukan secara duplo sebagai ulangan. Sampel di sentrifus menggunakan Hitachi Centrifuge CT6EL dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit, kemudian dipisahkan biomassa dengan supernatan dan ditambahkan dengan fenol 5% 0,5 mL dan H2SO4 2,5 mL dan didiamkan 30 menit sebelum diukur serapannya menggunakan Spektrofotometer Hitachi U-3900H pada panjang gelombang 485 nm. Konsentrasi karbohidrat diperoleh dari serapan biomassa yang dihitung menggunakan persamaan regresi dari larutan baku induknya. Hasil analisis konsentrasi karbohidrat menggunakan metode fenol sulfat dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 4.12. Gambar 4.12. Kurva kadar karbohidrat Spirulina platensis. 0 10 20 30 40 log 1 log 2 stasioner 1 stasioner 2 2,7 2,94 22,85 37,5 7,3 5,36 32,44 38,9 KadarKarbohidrat(ppm) Fase Pertumbuhan ZSP JSP
  • 51. 37 Berdasarkan Gambar 4.12 didapatkan Spirulina platensis yang dikultur pada media Johnson memiliki kandungan karbohidrat yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan media kultur Zarrouk. Goksan et al., (2006), menjelaskan bahwa pada media yang kandungan nitrogennya tercukupi akan mendukung produksi protein dan lemak, tetapi akan menurunkan sintesis karbohidrat. Berdasarkan pendapat Andersen (2005), hal ini berkaitan dengan kebutuhan akan makronutrien dan mikronutrien untuk menunjang kehidupannya. Spirulina membutuhkan makronutrien (N, P, S, K, Si dan Ca) dan mikronutrien (Fe, Mo, Cu, Ca, Mn, Zn, Co) serta kandungan nitrat optimum (0,9 – 3,5 mg/l) untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhannya Mikronutrien dibutuhkan dalam jumlah kecil. Selain itu jika dibandingkan kadar karbohidrat Spirulina platensis yang diambil pada fase pertumbuhan yang berbeda, didapatkan bahwa kandungan karbohidrat Spirulina platensis pada fase pertumbuhan stasioner jauh lebih tinggi dibandingkan pada fase pertumbuhan logaritmik atau eksponensial. Hal ini dijelaskan oleh Andersen (2005), bahwa kandungan protein tetap selama fase eksponensial sedangkan akumulasi dari kandungan karbohidrat dan lemak terjadi pada fase stasioner dari siklus hidup S.platensis. Brown et al. (1997) menjelaskan bahwa pada saat kultur berada pada fase stasioner, komposisi mikroalga berubah secara signifikan karena terbatasnya kandungan nitrat pada media kultur yang mengakibatkan kandungan karbohidrat meningkat hingga dua kali lipat dari kandungan protein.
  • 52. 38 4.4 Hambatan dan Upaya Penanggulangan Dalam analisis kadar karbohidrat pada mikroalga Spirulina platensis ini tidak terdapat hambatan yang dapat mengganggu teknik analisis. Langkah yang dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ada.
  • 53. V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Teknik analisis kadar karbohidrat Spirulina platensis di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Departemen Bioteknologi Cibinong Bogor menggunakan metode fenol sulfat dengan penambahan reagen 500 µL fenol 5% serta H2SO4 sebanyak 2,5 mL untuk sekali analisis dengan volume sampling 10 mL. Langkah analisis kadar kabohidrat adalah membuat kurva baku standar glukosa dan mengukur nilai absorbansinya menggunakan Spektrofotometri UV- VIS pada panjang gelombang 485 nm yang kemudian persamaan regresinya digunakan dalam menganalisis kadar karbohidrat Spirulina platensis. Analisis kadar karbohidrat dilakukan dengan pengambilan sampling ketika memasuki fase pertumbuhan log dan stasioner. 5.2 Saran Berdasarkan rangkaian kegiatan Praktek Kerja Lapang di Departemen Bioteknologi LIPI Cibinong, maka disarankan bahwa sarana dan prasarana perlu diperbaiki dan dioptimalkan pemanfaatannya.
  • 54. DAFTAR PUSTAKA Amini, S dan Syamdidi. 2006. Konsentrasi Unsur Hara Pada Media dan Pertumbuhan Chlorella vulgaris Dengan Pupuk Anorganik Teknis dan Analis. J. Fish Sci. VIII (2):201-206. Andersen, R.A. 2005. Algal Culturing Techniques. UK. Elsevier Academic Press. Ariyati, S. 1998. Pengaruh Salinitas Dan Dosis Pupuk Urea Terhadap Pertumbuhan Populasi Spirulina sp. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang. Borowitzka, A.M. and J.L. Borowitzka. 1988. Microalgal Biotechnology. Cambridge University Press. Australia, pp. 103-115. Brown, M.R., S.W. Jeffrey, J.K. Volkman, and G.A. Dunstan. 1997. Nutritional Properties of Microalgae for Mariculture. Aquaculture. 151:315-331. Choi G.G., M.S. Bae, C.Y. Ahn and H.M. Oh. 2003. Induction of Axenic Culture of Arthrospira (Spirulina platensis) based on Antibiotic Sensitivity of Contaminating Bacteria. J. Biotech. Letter 30:87-92. Christwardana, M., M.M.A. Nur, dan Hadiyanto. 2013. Gambaran Umum Spirulina platensis Sebagai Bahan Pangan Fungsional. J. Ap. Tek. Pang. 2(1). Chusniati, S., D. Handijanto, Sudarno dan R. Kusdarwati. 2013. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Airlangga. Surabaya. Danesi, E.D.G., C.O.R. Yagui, S. Sato and J.C.M. Carvalho. 2011. Growth and Content of Spirulina platensis Chlorophyl Cultivated at Different Values of Light Intensity and Temperature Using Different Nitrogent Source. Braz. J. of Micro. 42:362 - 373. Dewi, R.S. 2014. Spirulina platensis Mencegah Penurunan Komponen Darah Perifer pada Tikus (Rattus norvegicus) yang diberikan Cyclophospamide. Tesis. Universitas Udayana. Denpasar. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. 2009. Pedoman Dasar Dispensing Sediaan Steril. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Gardner F.P., R.B. Pierce dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press. Jakarta.
  • 55. 41 Goksan, T., A. Zekeriyaoglu and A.K. Ilknur. 2006. The Growth of Spirulina platensis in Different Culture Systems Under Greenhouse Condition. Department of Aquaculture Faculty of Fisheries Canakkale Onsekiz Mart University. Turkey. PP. 47 – 51. Goswami and D. Chandra. 2011. Scenedesmus dimorphus and Scenedesmus quadricauda : Two Potent Indigenous Microalgae Strains for Biomass Production and CO2 Mitigation - A Study on their Growth Behavior and Lipid Productivity under Different Concentration of Urea as Nitrogen Source. J. of Algal Biomass Util. II (4):2-4. Hadi, K. 2012. Kandungan DHA, EPA dan AA Dalam Mikroalga Laut dari Spesies Spirulina platensis, Botryococcus braunii, Chlorella aureus dan Porphyridium cruentum yang dikultivasi Secara Heterotrof. Skripsi. Universitas Indonesia. Depok. Hasan, M.R. 2008. A Review on Culture, Production and Use of Spirulina as Food for Humans and Feeds for Animals and Fish. FAO Fisheries and Aquaculture Curcular. Henrikson, R. 2009. Earth Food Spirulina. Ronore Enterprises, Inc. Hawaii. USA. Hidayah, H.A. 2013. Pertumbuhan dan Pasca Panen Mikroalga Hasil Kultur Skala Semi Massal. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. 11 hal. (tidak diterbitkan). Isnansetyo, A. dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton : Pakan Alami Untuk Pembenihan Organisme Laut. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Kim, C.J., Y.H. Jung and H.M. Oh. 2007. Factor Indicating Culture Status During Cultivation Of Spirulina (Arthrospira) platensis. Environmental Biotechnology Research Center. Korea Research Institute if Bioscience and Biotechnology. Republic of Korea. 45(2):122-127. Laily, A.N., K. Holil, T.P. Griana dan N. Susanti. 2014. Petunjuk Praktikum Teknik Instrumentasi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang. Laura, B and G. Paolo. 2006. Algae : Anatomy, Biochemistry, and Biotechnology. CRC Press, Boca Raton. New York. Legowo, A.M dan Nurwantoro. 2004. Diktat Kuliah : Analisis Pangan. Universitas Diponegoro. Semarang.
  • 56. 42 Leyva, A., A. Quintana, M. Sanchez, E.N. Rodriguez, J. Cremata dan J.C. Sanchez. 2008. Rapid and Sensitive Anthrone-Sulfuric Acid Assay In Microplate Format To Quantity Carbohydrate In Biopharmaceutical Product : Method Development and Validation. Biologicals. 36:134-141. Lokapirnasari, W.P., Soewarno dan Y. Dhamayanti. 2011. Potensi Crude Spirulina Terhadap Protein Effisiensi Rasiopada Ayam Petelur. J. Ilm. Ked. Hew. 2(1). Manikharda. 2011. Perbandingan Metode dan Verifikasi Analisis Total Karbohidrat dengan Metode Luff-Schoorl dan Anthrone Sulfat. Institut Pertanian Bogor. Mitchell, S.A. dan A. Richmond. 2004. The Use of Rotifers for the Maintenance of Monoalgal Mass Cultures of Spirulina. Biotech and Bioenginer. 30(2):164-168. Nazir, M. 2011. Metode Penelitian. Penerbit Ghalia Indonesia. Bogor. hal 57. Notoatmojdo dan Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Penerbit PT Rineka Cipta. Jakarta. hal 139. Patimah, S. 2009. Potensi Biomassa Spirulina platensis Sebagai Bioabsorben Logam Cromium (Cr). Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia. Phang. 2002. Spirulina Culturein Digested Sago Strach Factory Waste Water. J. Appl. Phycol. Redjeki, S dan A. Ismail. 1994. Mikroalga Sebagai Langkah Awal Budidaya Ikan Laut. Seminar Nasional Biteknologi Mikroalga. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi LIPI. Refdinal, N., M.M.P. Endah dan A.B. Meita. 2014. Pengaruh pH dan Temperatur pada Pembentukan Biosurfaktan Oleh Bakteri Pseudomonas aeruginosa. Prosiding Seminar Nasional Kimia. Universitas Negeri Surabaya. ISBN : 978-602-0951-00-3. Romimohtarto, K dan S. Juwana. 2001. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Penerbit Djambatan. Jakarta. Sangadji, E.M. dan Sopiah. 2010. Metodologi Penelitian-Pendekatan Praktis dalam Penelitian. Yogyakarta Sari, L.A. 2009. Pengaruh Penambahan FeCl3 Terhadap Pertumbuhan Spirulina platensis Yang Dikultur Pada Media Asal Blotong Kering. Artikel. Universitas Airlangga. Surabaya.
  • 57. 43 Setyaningsih, I.A.T. Saputra dan Uju. 2011. Komposisi Kimia dan Kandungan Pigmen Spirulina fusiformis pada Umur Panen yang Berbeda Dalam Media Pupuk. J. Peng. Hasil Perik. Ind. XIV (1):63–69. Shekharam, K., L. Ventarakaraman dan P. Salimath. 1987. Carbohydrate Composition and Characterization of Two Unusual Sugars From The Blue-green Algae Spirulina platensis. Phytochem. 26:2267-2269. Sigian dan Sugiarto. 2002. Metodologi Riset. Universitas Islam Indonesia Jakarta. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Alfabeta. Bandung. Tokusoglu, Ö. dan M.K. Ûunal. 2006. Biomass Nutrient Profile of Three Microalgae: Spirulina platensis, Chlorella vulgaris and Isochrisis galbana. J. Food Sci. 86(4):1144-1148. Utomo, N.B.P., Winarti dan A. Erlina. 2005. Pertumbuhan Spirulina platensis Yang Dikultur Dengan Pupuk Inorganik (Urea, TSP dan ZA) dan Kotoran Ayam. J. Akua. Ind. 4(1):41-48. Vonshak, A. 1997. Spirulina platensis (Arthospira) Physiology, Cell Biology and Biotechnology. Great Britain. Taylor and Francis Ltd. Wijoseno, T. 2011. Uji Pengaruh Variasi Media Kultur Terhadap Tingkat Pertumbuhan dan Kandungan Protein. Lipid, Klorofil, dan Karotenoid pada Mikroalga Chlorella vulgaris Buitenzorg. Skripsi. Universitas Indonesia. Depok. Widyaningsih, A. Ridho, R. Hartati dan Harmoko. 2008. Kandungan Nutrisi Spirulina platensis yang dikultur pada Media Berbeda. Ilmu Kelautan. (13)3:167-170 Yagui, C.O.R., E.D.G. Danesi, J.C.M. Carvalho and S. Sato. 2004. Chlorophyll Production from Spirulina platensis : Cultivation With Urea Addition by Fed-Batch Process. Bioresource Tech. 133–141. Yonas, R., U. Irzandi dan H. Satriadi. 2012. Pengolahan Limbah POME (Palm Oil Mill Effluent) dengan Menggunakan microalgae. J.Tek.Kim.Ind. I(1):7-13.
  • 58. Lampiran 1. Peta Lokasi PKL (Sumber : https://www.google.com/maps/)
  • 59. 44 Lampiran 2. Struktur Organisasi Departemen Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
  • 60. 45 Lampiran 3. Peralatan di Laboratorium Mikroalga Air Tawar Depatemen Bioteknologi LIPI Timbangan Analitik Centrifuge Mikroskop Spektrofotometer UV-VIS
  • 61. 46 Lampiran 4. Kegiatan Praktek Kerja Lapang Pemanenan Kultur Spirulina platensis Pengukuran Serapan Karbohidrat Pengamatan Kultur Spirulina platensis Pengamatan Mikroskop
  • 62. 47 Lampiran 5. Skema Analisis Kadar Karbohidrat (Phenol Sulfuric Acid Methode)
  • 63. 48 Lampiran 6. Data Lapangan Tabel 4.5. Serapan Sampel Kultur Spirulina platensis. Fase Pertumbuhan Kultur Ulangan Serapan (485 nm) Rata-rata Log 1 JSP1 JSP.01 4,452 4,394 JSP.02 4,336 ZSP2 ZSP.01 1,236 1,366 ZSP.02 1,497 Log 2 JSP JSP.01 2,925 3,226 JSP.02 3,528 ZSP ZSP.01 1,174 1,537 ZSP.02 1,9 Stasioner 1 JSP JSP.01 20,984 22,196 JSP.02 23,696 ZSP ZSP.01 19,446 15,477 ZSP.02 11,508 Stasioner 2 JSP JSP.01 22,78 26,714 JSP.02 30,648 ZSP ZSP.01 25,927 25,734 ZSP.02 25,542 Keterangan : 1 Johnson Spirulina platensis. 2 Zarrouk Spirulina platensis Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015) Tabel 4.6. Perubahan warna kultur Spirulina platensis. Waktu (hari) Kultur JSP ZSP 1 Hijau muda Hijau muda 2 Hijau muda Hijau sedikit pekat 3 Hijau muda Hijau sedikit pekat 4 Hijau sedikit pekat Hijau pekat 5 Hijau sedikit pekat Hijau pekat 8 Hijau sedikit pekat Hijau pekat 9 Hijau pekat Hijau pekat 10 Hijau pekat Hijau pekat 11 Hijau pekat Hijau pekat 12 Hijau pekat Hijau pekat
  • 64. 49