SlideShare a Scribd company logo
1 of 7
Download to read offline
Jurnal Perikanan dan Kelautan p – ISSN 2089 - 3469
Volume 11 Nomor 2. Desember 2021 e – ISSN 2540 – 9484
Halaman : 191 - 197
Studi Perbedaan Teknis… 191
STUDI PERBEDAAN TEKNIS PENENTUAN BATAS LAUT BERDASARKAN
PERMENDAGRI NO. 1/2006, PERMENDAGRI NO. 76/2012 DAN PERMENDAGRI
NO. 141/2017
(Study on Technical Differences in Sea Boundary Determination Based on Permendagri
No. 1/2006, Permendagri No. 76/2012 and Permendagri No. 141/2017)
1)
Luhur Moekti Prayogo, 2*) Joko Eddy Sukoco
1)
Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas PGRI
Ronggolawe Tuban, Indonesia
Jl. Manunggal No. 61 Tuban, Jawa Timur, 62381
2)
Magister Teknik Geomatika, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Indonesia
Jl. Grafika No. 2 Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, 55281
2)
Pemerintah Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, Indonesia
*)
Corresponding author, e-mail: je.sukoco@mail.ugm.ac.id
Diterima : 28 Mei 2021 / Disetujui : 3 Desember 2021
ABSTRAK
Batas laut merupakan kewenangan dalam pengelolaan sumber daya lingkungan laut
yang bertujuan untuk membatasi pengelolaan pada setiap pemerintah daerah. Berbagai
peraturan telah dibuat oleh pemerintah Indonesia dalam mengatur batas daerah termasuk batas
laut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan penetapan batas laut yang telah
diatur dalam Permendagri diantaranya Permendagri No. 1 Tahun 2006, Permendagri No. 76
Tahun 2012, dan Permendagri No. 141 Tahun 2017. Penelitian ini dibatasi hanya studi literatur
pasal yang mengatur mengenai penetapan batas daerah wilayah laut. Permendagri No.1 Tahun
2006 Pasal 1 ayat (6) dan Permendagri No. 76 Tahun 2012 Pasal 11 ayat (4) dijelaskan bahwa
kewenangan terhadap pengelolaan sumber daya di laut dikelola oleh daerah. Sedangkan pada
Permendagri No. 141 Tahun 2017 Pasal 1 ayat (4) dijelaskan bahwa pengelolaan sumber daya
laut diatur pada undang-undang. Dari hasil kajian diperoleh tiga point penting perubahan yang
tercantum pada permendagri diantaranya penggunaan titik dasar, penggunaan metode
kartometrik dan kewenangan pengelolaan laut oleh kabupaten/kota. Dari penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa Kabupaten/Kota tidak lagi mempunyai kewenangan dalam mengelola
sumber daya di laut, tetapi penegasan batas laut sejauh 4 mil untuk kabupaten/kota tetap
diperlukan untuk perhitungan bagi hasil pengelolaan sumber daya kelautan. Penentuan titik
dasar dalam penegasan batas tidak menggunakan lagi surut terendah tetapi menggunakan
pasang tertinggi yang tertuang pada Permendagri No. 141 Tahun 2017. Penegasan batas laut
menggunakan metode kartometrik mulai diterapkan pada Permendagri No. 76 Tahun 2012 dan
dilanjutkan pada Permendagri No. 141 Tahun 2017.
Kata Kunci: Penegasan Batas Laut, Permendagri No. 1/2006, Permendagri No. 76/2012,
Permendagri No. 141/2017, Indonesia
Jurnal Perikanan dan Kelautan. Volume 11 Nomor 2 : 191 - 197. Desember 2021
192 Prayogo dan Sukoco
ABSTRACT
The sea boundary is an authority in managing marine environmental resources that aim
to limit each local government's management. The Indonesian government has made various
regulations in regulating regional boundaries, including maritime boundaries. This study aims
to determine the differences in the determination of sea boundaries that have been regulated
in the Permendagri, including Permendagri No. 1 of 2006, Permendagri No. 76 of 2012, and
Permendagri No. 141 of 2017. This research is limited to the study of literature articles that
regulate the determination of the boundaries of marine areas. Permendagri No.1 of 2006 and
Permendagri No. 76 of 2012 explained that the authority over the management of marine
resources is managed by the regions. While in Permendagri No. 141 of 2017 explained that
the management of marine resources is regulated by law. The study results found that three
critical points of change are listed in the Permendagri, including the use of base points, the
use of cartometric methods, and the authority of sea management by districts/cities. From this
research, it can be concluded that the Regency/City no longer has the authority to manage
marine resources. However, the affirmation of the 4-mile sea boundary for the Regency/City is
still needed to calculate the profit-sharing for the management of marine resources.
Determination of the base point in the affirmation of boundaries no longer uses the lowest low
tide but uses the highest tide as stated in Permendagri No. 141 of 2017. The affirmation of
maritime boundaries using the cartometric method has begun to be applied to Permendagri
No. 76 of 2012 and continued in Permendagri No. 141 of 2017.
Keywords: Sea Boundaries Delimitation, Permendagri No. 1/2006, Permendagri No. 76/2012,
Permendagri No. 141/2017, Indonesia
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) dengan jumlah pulau yang
dimiliki sebanyak 17.504 pulau dengan dua pertiga dari keseluruhan wilayahnya adalah lautan
(Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Inventasi 2018). Indonesia juga disebut
negara pantai (coastal state) yang kedaulatannya meliputi daratan, lautan dan ruang udara (air
space). Negara ini memiliki garis pantai sepanjang 108.000 km dan 3.000.000 km2
yang
termasuk dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) (Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman dan Investasi 2018).
Laut Indonesia memiliki potensi yang besar baik dari segi jasa lingkungan maupun
kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan ekonomi lokal, regional dan
nasional. Sebagai negara kepulauan yang hak dan batas telah diatur dalam undang-undang,
Indonesia memiliki perbedaan yang spesifik dengan negara lain non kepulauan diantaranya (a)
model pembangunan yang berbeda dengan model negara non kepulauan, (b) pulau terluar
membutuhkan keamanan dan prosperity secara bersamaan, dan (c) manajemen administrasi
pemerintahan berbasis kepulaun (Stefanus 2011).
Dampak diberlakukannya otonomi daerah, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
dibagi atas daerah Provinsi dan daerah Provinsi itu dibagi atas daerah Kabupaten dan Kota,
Daerah Kabupaten/ Kota dibagi atas Kecamatan, dan Kecamatan dibagi atas Kelurahan dan
Desa. Kebijakan tersebut membuat Indonesia memiliki 83.931 wilayah setingkat Desa/
Kelurahan, 514 Kabupaten/ Kota, dan 34 Provinsi (Pasal 2 UU No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah). Undang-undang (UU) No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
merupakan titik awal dilaksanakannya konsep Otonomi Daerah di Indonesia, dimana UU ini
direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan direvisi lagi menjadi UU No. 23 Tahun 2014,
yang salah satunya mengatur penentuan dan penegasan batas wilayah di laut.
Jurnal Perikanan dan Kelautan. Volume 11 Nomor 2 : 191 - 197. Desember 2021
Studi Perbedaan Teknis… 193
Batas laut merupakan kewenangan dalam pengelolaan sumber daya lingkungan laut yang
bertujuan untuk membatasi pengelolaan pada setiap pemerintah daerah. Berbagai peraturan
telah dibuat oleh pemerintah Indonesia dalam mengatur batas daerah termasuk batas laut. Hal
ini dibuktikan dengan dibuatnya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 1 Tahun
2006 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah, Permendagri No. 76 Tahun 2012 tentang
Pedoman Penegasan Batas Daerah dan Permendagri No. 141 Tahun 2017 tentang Penegasan
Batas Daerah.
Prasetyo et al. (2020) menyatakan bahwa lahirnya Permendagri No. 141 Tahun 2017
dilatar belakangi karena Permendagri No. 76 Tahun 2012 dianggap tidak sesuai dengan
perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan Otonomi Daerah. Oleh
sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan penetapan batas laut yang
terdapat dalam tiga Permendagri diantaranya Permendagri No. 1 Tahun 2006, Permendagri No.
76 Tahun 2012, dan Permendagri No. 141 Tahun 2017. Pembahasan perbedaan penentuan
batas laut penting dilakukan untuk mengetahui perbedaan kebijakan dalam penentuan batas.
Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pengambil kebijakan dalam
penetapan batas daerah wilayah laut di lapangan.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi literatur pada tiga dokumen batas
laut diantaranya Permendagri No. 1 Tahun 2006, Permendagri No. 76 Tahun 2012, dan
Permendagri No. 141 Tahun 2017. Penelitian ini dibatasi hanya mengkaji pasal-pasal yang
mengatur mengenai penetapan batas daerah wilayah laut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan batas daerah yang meliputi batas laut menjadi penting, karena menyangkut
aspek sumber daya dan kewenangan dalam menjaga lingkungan laut. Arsana (2018)
menyatakan bahwa penentuan batas wilayah sangat penting untuk memberikan kejelasan dan
kepastian yurisdiksi. Pembentukan daerah otonom baru memerlukan proses yang panjang yang
diatur dalam Pasal 14 Peraturan Pemerintah (PP) No. 76 Tahun 2007 dimana pengusulannya
harus melampirkan peta wilayah dengan cangkupan dan batas-batasnya (Endang 2019).
Pertama, pada Permendagri No.1 Tahun 2006 Pasal 1 ayat (6) dan Permendagri No. 76
Tahun 2012 Pasal 11 ayat (4) dijelaskan bahwa kewenangan terhadap pengelolaan sumber daya
di laut dikelola oleh daerah. Sedangkan pada Permendagri No. 141 Tahun 2017 Pasal 1 ayat
(4) dijelaskan bahwa pengelolaan sumber daya laut diatur pada undang-undang.
Kedua, mengenai metode yang digunakan untuk penegasan batas daerah. Pada
Permendagri No. 1 Tahun 2006 Pasal 1 ayat (10) pelacakan batas di laut merupakan kegiatan
memperoleh kesepakatan dan penentuan titik acuan. Pada Permendagri No.76 Tahun 2012 dan
Permendagri No. 141 Tahun 2017 Pasal 1 ayat (6) dijelaskan bahwa kegiatan tersebut terdiri
dari penentuan titik kooordinat secara kartometris, penentuan titik di lapangan yang dituangkan
dalam peta dan daftar koordinat batas. Berdasarkan ketiga Permendagri tersebut dapat
diketahui bahwa metode Kartometrik terdapat pada Permendagri No.76 Tahun 2012 Pasal 1
ayat (6) dan Permendagri No. 141 Tahun 2017 Pasal 1 ayat (6), namun Permendagri No. 1
Tahun 2006 belum terdapat metode Kartometrik.
Ketiga, mengenai garis pantai yang terdapat perbedaan dalam pendefinisiannya. Pada
Permendagri No. 1 Tahun 2006 Pasal 1 ayat (13) dijelaskan bahwa garis pantai merupakan
garis yang dibentuk oleh perpotongan garis air rendah dengan daratan. Sedangkan pada
Jurnal Perikanan dan Kelautan. Volume 11 Nomor 2 : 191 - 197. Desember 2021
194 Prayogo dan Sukoco
Permendagri No. 76 Tahun 2012 dan Permendagri No. 141 Tahun 2017 Pasal 1 ayat (15)
dijelaskan bahwa garis pantai adalah garis pertemuan antara daratan dan lautan yang
dipengaruhi oleh pasang surut air laut yang tersedia pada peta dasar. Gambar 1 merupakan
pendefinisian garis pantai pada Permendagri No. 1 Tahun 2006, Permendagri No. 76 Tahun
2012 dan Permendagri No. 141 Tahun 2017.
Permendagri No. 1 Tahun 2006 Permendagri No. 76 Tahun 2012 dan No.
141 Tahun 2017
Gambar 1. Pendefinisian Garis Pantai
Permendagri No. 1 Tahun 2006 titik awal adalah titik koordinat yang terletak pada garis
pantai untuk menentukan garis dasar. Pada Permendagri No. 76 Tahun 2012 dijelaskan bahwa
titik dasar adalah titik koordinat pada perpotongan garis air surut terendah guna mengukur batas
daerah di laut yang ditarik tegak lurus dari garis pantai tersebut sejauh maksimal 12 mil laut ke
arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari
wilayah kewenangan provinsi untuk Kabupaten/Kota. Sedangkan pada Permendagri No. 141
Tahun 2017 menjelaskan bahwa titik dasar adalah titik koordinat pada perpotongan garis air
pasang tertinggi dengan daratan sebagai acuan penarikan garis pantai guna mengukur batas
daerah di laut yang ditarik tegak lurus dari garis pantai tersebut sejauh maksimal 12 mil laut ke
arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk Provinsi.
Keempat, kebijakan mengenai daerah dalam mengelola batas laut. Pada Permendagri No.
1 Tahun 2006 Pasal 1 ayat (10) disebutkan bahwa pelacakan batas daerah laut adalah kegiatan
untuk menentukan letak batas di laut berdasarkan kesepakatan dan penentuan lokasi titik acuan
yang tidak dijelaskan dikelola oleh kabupaten/ kota atau provinsi. Kemudian pada Permendagri
No. 76 Tahun 2012 Pasal 11 dijelaskan bahwa kewenangan pengelolaan wilayah laut oleh
provinsi dan kabupaten/ kota sesuai UU. Sedangkan pada Permendagri No. 141 Tahun 2017
Pasal 10 dijelaskan bahwa kewenangan pengelolaan laut hanya daerah provinsi dan
menghilangkan kewenangan kabupaten/ kota.
Kelima, peraturan mengenai kebijakan tahapan dalam penegasan batas daerah di wilayah
laut. Pada Permendagri No. 1 Tahun 2006 Pasal 10 Ayat (1) penegasan batas daerah di wilayah
laut melalui tahapan diantaranya penelitian dokumen, pelacakan batas, pemasangan pilar di
titik acuan, penentuan titik awal dan garis dasar, pengukuran dan penentuan batas; dan
pembuatan peta batas. Kemudian pada Permendagri No. 76 Tahun 2012 Pasal 12 ayat (1) dan
Permendagri No. 141 Tahun 2017 Pasal 11 ayat (1) tahapan penegasan batas daerah di laut
dilakukan secara kartometrik dengan tahapan yaitu penyiapan dokumen, penentuan garis
pantai, pengukuran dan penentuan batas dan pembuatan peta batas daerah di laut. Hal ini dapat
diketahui bahwa pemasangan pilar di titik acuan menjadi persayaratan tidak wajib dalam
penegasan batas daerah di wilayah laut.
Keenam, mengenai penelitian dokumen dalam penentuan batas daerah di wilayah laut.
Pada Permendagri No. 1 Tahun 2006 Pasal 11 dan Permendagri No. 76 Tahun 2012 Pasal 13
Jurnal Perikanan dan Kelautan. Volume 11 Nomor 2 : 191 - 197. Desember 2021
Studi Perbedaan Teknis… 195
tidak selengkap pada Permendagri No. 141 Tahun 2017 Pasal 12 tahapan penelitian dokumen
meliputi penyiapan UU Pembentukan Daerah dan peta lampirannya, peraturan perundang-
undangan terkait dengan batas daerah, peta dasar dan/atau, dokumen dan peta lain yang
berkaitan dengan batas wilayah administrasi yang disepakati para pihak.
Ketujuh, kebijakan mengenai pengukuran dan penentuan batas daerah di wilayah laut.
Permendagri No. 1 Tahun 2006 masih mengakomodir batas kabupaten/kota di wilayah laut,
dalam hal ini tertuang pada Pasal 15 ayat (2) butir c dimana apabila kabupaten/kota dalam satu
provinsi saling berhadapan dengan jarak kurang dari 8 mil laut, diukur berdasarkan prinsip
garis tengah, dengan kata lain kabupaten/kota berhak atas kewenangan pengelolaan sumber
daya alam di laut maksimal 4 mil laut (Gambar 2a). Permendagri No. 76 Tahun 2012 masih
mengakomodir kewenangankKabupaten/kota seperti dituangkan pada Pasal 15 ayat (2) butir c
yaitu batas antara dua daerah kabupaten dan daerah kota dalam satu daerah provinsi yang saling
berhadapan dengan jarak kurang dari 12 mil laut, diukur berdasarkan prinsip garis tengah dan
kabupaten/ kota yang berhadapkan mendapat 1/3 bagian dari garis pantai ke arah garis tengah.
Jika pada Permendagri No.1 Tahun 2006 secara eksplisit menerangkan bahwa kewenangan
kabupaten/kota sebesar 4 mil laut maka dalam Permendagri No. 76 Tahun 2012 bahwa
kabupaten/kota mendapatkan kewenangan 1/3 dari batas provinsi (Gambar 2b).
Permendagri No. 141 Tahun 2017 menghilangkan kewenangan yang dimiliki oleh
kabupaten/kota sehingga seluruh wilayah pengelolaan sumber daya laut menjadi kewenangan
[rovinsi, walaupun dalam lampiran masih menggambarkan wilayah kewenangan 4 mil laut
(Gambar 2c). Penggambaran wilayah 4 mil laut untuk mengakomodir bagi hasil yang
didapatkan oleh kabupaten/kota, hal ini sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2014 pada Pasal 14
ayat (5) disebutkan daerah kabupaten/kota penghasil dan bukan penghasil mendapatkan bagi
hasil dari penyelenggaraan urusan pemerintahan.
(a) Permendagri No. 1 Tahun 2006 (b) Permendagri No. 76 Tahun 2012
(c) Permendagri No. 141 Tahun 2017
Gambar 2. Penarikan Garis Batas pada Tiga Permendagri
Jurnal Perikanan dan Kelautan. Volume 11 Nomor 2 : 191 - 197. Desember 2021
196 Prayogo dan Sukoco
Kedelapan, kebijakan mengenai pembuatan peta batas pada Pasal 15 dan Pasal 16. Pasal
16 Permendagri No. 1 Tahun 2006 menjelaskan bahwa pembuatan peta batas daerah di laut
menyaratkan pemetaan terestris atau pemetaan fotogrametris. Sedangkan pada Permendagri
No. 76 Tahun 2012 dan Permendagri No. 141 Tahun 2017 dijelaskan tahapan pembuatan peta
batas daerah di laut yaitu dimulai dengan pembuatan kerangka peta batas dengan skala dan
interval tertentu yang memuat minimal 1 (satu) segmen batas, melakukan kompilasi dan/atau
turunan dari peta dasar, peta lain, dan/atau data citra dan penambahan informasi isi dan tepi
peta batas.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Kabupaten/Kota tidak lagi
mempunyai kewenangan dalam mengelola sumber daya di laut, tetapi penegasan batas laut
sejauh 4 mil untuk kabupaten/kota tetap diperlukan untuk perhitungan bagi hasil pengelolaan
sumber daya kelautan. Penentuan titik dasar dalam penegasan batas tidak menggunakan lagi
surut terendah seperti pada Permendagri No. 1 Tahun 2006 dan Permendagri No. 76 Tahun
2012 tetapi menggunakan pasang tertinggi yang tertuang pada Permendagri No. 141 Tahun
2017. Penegasan batas laut menggunakan metode kartometrik mulai diterapkan pada
Permendagri No. 76 Tahun 2012 dan dilanjutkan pada Permendagri No. 141 Tahun 2017. Pada
Permendagri No.1 Tahun 2006 metode yang digunakan adalah pelacakan batas langsung di
lapangan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Sumaryo, M.Si dan
Bapak I Made Andi Arsana, ST, ME, Ph.D yang telah memberikan materi perkuliahan
Penetapan dan Penegasan Batas Laut (PPBL) di Program Studi Magister Teknik Geomatika,
Universitas Gadjah Mada.
DAFTAR PUSTAKA
Arsana IMA. 2018. Batas Maritim Antarnegara: Sebuah Tinjauan Teknis dan Yuridis,
Yogyakarta: UGM PRESS.
Endang E. 2019. Penetapan dan Penegasan Batas Wilayah Daerah dalam Perspektif Hukum
dan Informasi Geospasial. Seminar Nasional Geomatika 3: 797–804.
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi [Internet]. 2018. Data Rujukan
Wilayah Kelautan Indonesia. Kemenko Kemaritiman dan Investasi RI [diakses pada 15
September 2021]. Tersedia pada: https://maritim.go.id/menko-maritim-luncurkan-data-
rujukan-wilayah-kelautan-indonesia/.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat [Internet]. 2017. Indonesia Negara Maritim dengan
Kepulauan Terbesar di Dunia. Pemerintah Provinsi Jawa Barat [diakses pada tanggal 8
Mei 2021]. Tersedia pada:
https://jabarprov.go.id/index.php/news/25632/2017/11/03/Indonesia-Negara-Maritim-
dengan-Kepulauan-Terbesar-di-Dunia.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 1 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Penegasan Batas Daerah, Jakarta.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 76 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Penegasan Batas Daerah, Jakarta.
Jurnal Perikanan dan Kelautan. Volume 11 Nomor 2 : 191 - 197. Desember 2021
Studi Perbedaan Teknis… 197
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 141 Tahun 2017 Tentang Pedoman
Penegasan Batas Daerah. Jakarta.
Prasetyo HH, Khomsin K, & Pratomo DG. 2020. Delimitasi Batas Pengelolaan Laut menurut
Permendagri Nomor 141 Tahun 2017 (Studi Kasus: Provinsi Maluku Utara). Geoid 16(1):
28–35.
Stefanus KY. 2011. Daerah Kepulauan sebagai Satuan Pemerintahan Daerah yang Bersifat
Khusus. Jurnal Dinamika Hukum 11(1): 99–111.
Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah” Lembaran Negera RI
Tahun 2014, No. 244, Sekretariat Negara, Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Lembaran Negara RI Tahun 2004. Sekretariat Negara. Jakarta.

More Related Content

What's hot

Permen LH RI No. 17 Tahun 2012
Permen LH RI No. 17 Tahun 2012Permen LH RI No. 17 Tahun 2012
Permen LH RI No. 17 Tahun 2012dodysp
 
Peraturan Menteri PU No. 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Ma...
Peraturan Menteri PU No. 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Ma...Peraturan Menteri PU No. 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Ma...
Peraturan Menteri PU No. 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Ma...infosanitasi
 
Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah
Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2008 tentang Air TanahPeraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah
Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2008 tentang Air Tanahinfosanitasi
 
Permen PU No. 48/PRT/1990 tentang Pengelolaan Air dan atau Sumber Air pada Wi...
Permen PU No. 48/PRT/1990 tentang Pengelolaan Air dan atau Sumber Air pada Wi...Permen PU No. 48/PRT/1990 tentang Pengelolaan Air dan atau Sumber Air pada Wi...
Permen PU No. 48/PRT/1990 tentang Pengelolaan Air dan atau Sumber Air pada Wi...infosanitasi
 
Peraturan Pemerintah No. 43 tahun_2008 tentang Air Tanah
Peraturan Pemerintah No. 43 tahun_2008 tentang Air TanahPeraturan Pemerintah No. 43 tahun_2008 tentang Air Tanah
Peraturan Pemerintah No. 43 tahun_2008 tentang Air TanahPenataan Ruang
 
Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air
Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan AirPeraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air
Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Airinfosanitasi
 
Lahan kritis ntt mutis timau
Lahan kritis ntt mutis timauLahan kritis ntt mutis timau
Lahan kritis ntt mutis timauIYs Milano
 
Permen PU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pedoman Penggunaan Sumber Daya Air
Permen PU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pedoman Penggunaan Sumber Daya AirPermen PU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pedoman Penggunaan Sumber Daya Air
Permen PU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pedoman Penggunaan Sumber Daya AirPenataan Ruang
 
Uu no.-1-tahun-2014-tentang-perubahan-atas-uu-no.-27-tahun-2007-tentang-penge...
Uu no.-1-tahun-2014-tentang-perubahan-atas-uu-no.-27-tahun-2007-tentang-penge...Uu no.-1-tahun-2014-tentang-perubahan-atas-uu-no.-27-tahun-2007-tentang-penge...
Uu no.-1-tahun-2014-tentang-perubahan-atas-uu-no.-27-tahun-2007-tentang-penge...St Rahmawati
 
S klh 37-2003 sampling air
S klh 37-2003 sampling airS klh 37-2003 sampling air
S klh 37-2003 sampling airDickdick Maulana
 
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 49 Tahun 1990 tentang Tata Cara dan Pers...
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 49 Tahun 1990 tentang Tata Cara dan Pers...Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 49 Tahun 1990 tentang Tata Cara dan Pers...
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 49 Tahun 1990 tentang Tata Cara dan Pers...infosanitasi
 
Batasan dan muatan rzwp3 k kabupaten kota
Batasan dan muatan rzwp3 k kabupaten kotaBatasan dan muatan rzwp3 k kabupaten kota
Batasan dan muatan rzwp3 k kabupaten kotaDidi Sadili
 
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 tentang Rawa
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 tentang RawaPeraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 tentang Rawa
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 tentang Rawainfosanitasi
 
Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air
Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya AirPeraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air
Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya AirPenataan Ruang
 
Policy paper Permen KP 71_206_05.08.2019.pdf
Policy paper Permen KP 71_206_05.08.2019.pdfPolicy paper Permen KP 71_206_05.08.2019.pdf
Policy paper Permen KP 71_206_05.08.2019.pdfDadang Setiawan
 
Rancangan Peraturan Bupati Bangka Tengah tentang Perizinan Air Tanah
Rancangan Peraturan Bupati Bangka Tengah tentang Perizinan Air TanahRancangan Peraturan Bupati Bangka Tengah tentang Perizinan Air Tanah
Rancangan Peraturan Bupati Bangka Tengah tentang Perizinan Air TanahDianora Didi
 
Peraturan Gubernul soal Reklamasi
Peraturan Gubernul soal ReklamasiPeraturan Gubernul soal Reklamasi
Peraturan Gubernul soal ReklamasiSari Kusuma Dewi
 

What's hot (20)

Permen LH RI No. 17 Tahun 2012
Permen LH RI No. 17 Tahun 2012Permen LH RI No. 17 Tahun 2012
Permen LH RI No. 17 Tahun 2012
 
Peraturan Menteri PU No. 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Ma...
Peraturan Menteri PU No. 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Ma...Peraturan Menteri PU No. 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Ma...
Peraturan Menteri PU No. 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Ma...
 
Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah
Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2008 tentang Air TanahPeraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah
Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah
 
Permen PU No. 48/PRT/1990 tentang Pengelolaan Air dan atau Sumber Air pada Wi...
Permen PU No. 48/PRT/1990 tentang Pengelolaan Air dan atau Sumber Air pada Wi...Permen PU No. 48/PRT/1990 tentang Pengelolaan Air dan atau Sumber Air pada Wi...
Permen PU No. 48/PRT/1990 tentang Pengelolaan Air dan atau Sumber Air pada Wi...
 
Peraturan Pemerintah No. 43 tahun_2008 tentang Air Tanah
Peraturan Pemerintah No. 43 tahun_2008 tentang Air TanahPeraturan Pemerintah No. 43 tahun_2008 tentang Air Tanah
Peraturan Pemerintah No. 43 tahun_2008 tentang Air Tanah
 
Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air
Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan AirPeraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air
Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air
 
Lahan kritis ntt mutis timau
Lahan kritis ntt mutis timauLahan kritis ntt mutis timau
Lahan kritis ntt mutis timau
 
Permen PU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pedoman Penggunaan Sumber Daya Air
Permen PU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pedoman Penggunaan Sumber Daya AirPermen PU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pedoman Penggunaan Sumber Daya Air
Permen PU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pedoman Penggunaan Sumber Daya Air
 
Perda 21 2011
Perda 21 2011Perda 21 2011
Perda 21 2011
 
Pikp module10-hukum & kebij
Pikp module10-hukum & kebijPikp module10-hukum & kebij
Pikp module10-hukum & kebij
 
Uu no.-1-tahun-2014-tentang-perubahan-atas-uu-no.-27-tahun-2007-tentang-penge...
Uu no.-1-tahun-2014-tentang-perubahan-atas-uu-no.-27-tahun-2007-tentang-penge...Uu no.-1-tahun-2014-tentang-perubahan-atas-uu-no.-27-tahun-2007-tentang-penge...
Uu no.-1-tahun-2014-tentang-perubahan-atas-uu-no.-27-tahun-2007-tentang-penge...
 
S klh 37-2003 sampling air
S klh 37-2003 sampling airS klh 37-2003 sampling air
S klh 37-2003 sampling air
 
Sni 6774 2008.air bersih
Sni 6774 2008.air bersihSni 6774 2008.air bersih
Sni 6774 2008.air bersih
 
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 49 Tahun 1990 tentang Tata Cara dan Pers...
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 49 Tahun 1990 tentang Tata Cara dan Pers...Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 49 Tahun 1990 tentang Tata Cara dan Pers...
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 49 Tahun 1990 tentang Tata Cara dan Pers...
 
Batasan dan muatan rzwp3 k kabupaten kota
Batasan dan muatan rzwp3 k kabupaten kotaBatasan dan muatan rzwp3 k kabupaten kota
Batasan dan muatan rzwp3 k kabupaten kota
 
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 tentang Rawa
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 tentang RawaPeraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 tentang Rawa
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 tentang Rawa
 
Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air
Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya AirPeraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air
Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air
 
Policy paper Permen KP 71_206_05.08.2019.pdf
Policy paper Permen KP 71_206_05.08.2019.pdfPolicy paper Permen KP 71_206_05.08.2019.pdf
Policy paper Permen KP 71_206_05.08.2019.pdf
 
Rancangan Peraturan Bupati Bangka Tengah tentang Perizinan Air Tanah
Rancangan Peraturan Bupati Bangka Tengah tentang Perizinan Air TanahRancangan Peraturan Bupati Bangka Tengah tentang Perizinan Air Tanah
Rancangan Peraturan Bupati Bangka Tengah tentang Perizinan Air Tanah
 
Peraturan Gubernul soal Reklamasi
Peraturan Gubernul soal ReklamasiPeraturan Gubernul soal Reklamasi
Peraturan Gubernul soal Reklamasi
 

Similar to Study on Technical Differences in Sea Boundary Determination Based on Permendagri No. 1/2006, Permendagri No. 76/2012 and Permendagri No. 141/2017

148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
148516883 konsep-pengelolaan-pesisir148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
148516883 konsep-pengelolaan-pesisirAry Ajo
 
Review Jurnal Manfaat SIG untuk Zonasi Penangkapan Ikan
Review Jurnal Manfaat SIG untuk Zonasi Penangkapan IkanReview Jurnal Manfaat SIG untuk Zonasi Penangkapan Ikan
Review Jurnal Manfaat SIG untuk Zonasi Penangkapan IkanChumairoh Azzahra
 
Kajian Kota Waterfront City. Studi kasus: Kota Semarang
Kajian Kota Waterfront City. Studi kasus: Kota SemarangKajian Kota Waterfront City. Studi kasus: Kota Semarang
Kajian Kota Waterfront City. Studi kasus: Kota SemarangNurlina Y.
 
pengelolaan wpppk.pptx
pengelolaan wpppk.pptxpengelolaan wpppk.pptx
pengelolaan wpppk.pptxGuidoParera3
 
51ff0_Pengenalan_kebijakan_pantai-Indonesia.ppt
51ff0_Pengenalan_kebijakan_pantai-Indonesia.ppt51ff0_Pengenalan_kebijakan_pantai-Indonesia.ppt
51ff0_Pengenalan_kebijakan_pantai-Indonesia.pptErikMunandar1
 
Uu 01 2014 ttg perubahan uu pegelolaan wilayah p3 k
Uu 01 2014 ttg perubahan uu pegelolaan wilayah p3 kUu 01 2014 ttg perubahan uu pegelolaan wilayah p3 k
Uu 01 2014 ttg perubahan uu pegelolaan wilayah p3 kMagda lena
 
UU Nomor 01 Tahun 2014
UU Nomor 01 Tahun 2014UU Nomor 01 Tahun 2014
UU Nomor 01 Tahun 2014Parja Negara
 
UU Nomor 01 Tahun 2014 (2).pdf
UU Nomor 01 Tahun 2014 (2).pdfUU Nomor 01 Tahun 2014 (2).pdf
UU Nomor 01 Tahun 2014 (2).pdfssuserd809ef
 
Paparan sebagai syarat mengikuti uji kompetensi skk Ahli Muda K3 Konstruksi.pdf
Paparan sebagai syarat mengikuti uji kompetensi skk Ahli Muda K3 Konstruksi.pdfPaparan sebagai syarat mengikuti uji kompetensi skk Ahli Muda K3 Konstruksi.pdf
Paparan sebagai syarat mengikuti uji kompetensi skk Ahli Muda K3 Konstruksi.pdfIlyasSadad
 
Rpp pengelolaan das terpadu
Rpp pengelolaan das terpaduRpp pengelolaan das terpadu
Rpp pengelolaan das terpaduwalhiaceh
 
MRM- Paparan Narsum LPSPL Serang 6 Apr 22_Asdep PRLP Marves (1).pdf
MRM- Paparan Narsum LPSPL Serang 6 Apr 22_Asdep PRLP Marves (1).pdfMRM- Paparan Narsum LPSPL Serang 6 Apr 22_Asdep PRLP Marves (1).pdf
MRM- Paparan Narsum LPSPL Serang 6 Apr 22_Asdep PRLP Marves (1).pdfjakimochtar
 
1. Konsolidasi Awal RDTR Kab. Seruyan (24052021) Fin.pdf
1. Konsolidasi Awal RDTR Kab. Seruyan (24052021) Fin.pdf1. Konsolidasi Awal RDTR Kab. Seruyan (24052021) Fin.pdf
1. Konsolidasi Awal RDTR Kab. Seruyan (24052021) Fin.pdfNonaSugiharti1
 
Bahan tayang pwp3 wt-ddrtp 2016
Bahan tayang pwp3 wt-ddrtp 2016Bahan tayang pwp3 wt-ddrtp 2016
Bahan tayang pwp3 wt-ddrtp 2016hadiarnowo
 
Kebijakan Kelautan.pptx
Kebijakan Kelautan.pptxKebijakan Kelautan.pptx
Kebijakan Kelautan.pptxMuhRifaldhi1
 
Pointer Paparan Direktur Arahan Perizinan Berusaha Jasa Kelautan-22 Desember ...
Pointer Paparan Direktur Arahan Perizinan Berusaha Jasa Kelautan-22 Desember ...Pointer Paparan Direktur Arahan Perizinan Berusaha Jasa Kelautan-22 Desember ...
Pointer Paparan Direktur Arahan Perizinan Berusaha Jasa Kelautan-22 Desember ...Suryo Kusumo
 

Similar to Study on Technical Differences in Sea Boundary Determination Based on Permendagri No. 1/2006, Permendagri No. 76/2012 and Permendagri No. 141/2017 (20)

4 Kemendagri (1).pdf
4 Kemendagri (1).pdf4 Kemendagri (1).pdf
4 Kemendagri (1).pdf
 
148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
148516883 konsep-pengelolaan-pesisir148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
 
Review Jurnal Manfaat SIG untuk Zonasi Penangkapan Ikan
Review Jurnal Manfaat SIG untuk Zonasi Penangkapan IkanReview Jurnal Manfaat SIG untuk Zonasi Penangkapan Ikan
Review Jurnal Manfaat SIG untuk Zonasi Penangkapan Ikan
 
Kajian Kota Waterfront City. Studi kasus: Kota Semarang
Kajian Kota Waterfront City. Studi kasus: Kota SemarangKajian Kota Waterfront City. Studi kasus: Kota Semarang
Kajian Kota Waterfront City. Studi kasus: Kota Semarang
 
pengelolaan wpppk.pptx
pengelolaan wpppk.pptxpengelolaan wpppk.pptx
pengelolaan wpppk.pptx
 
1 uu-2014-1
1 uu-2014-11 uu-2014-1
1 uu-2014-1
 
51ff0_Pengenalan_kebijakan_pantai-Indonesia.ppt
51ff0_Pengenalan_kebijakan_pantai-Indonesia.ppt51ff0_Pengenalan_kebijakan_pantai-Indonesia.ppt
51ff0_Pengenalan_kebijakan_pantai-Indonesia.ppt
 
Policy Brief PPKT
Policy Brief PPKTPolicy Brief PPKT
Policy Brief PPKT
 
Uu 01 2014 ttg perubahan uu pegelolaan wilayah p3 k
Uu 01 2014 ttg perubahan uu pegelolaan wilayah p3 kUu 01 2014 ttg perubahan uu pegelolaan wilayah p3 k
Uu 01 2014 ttg perubahan uu pegelolaan wilayah p3 k
 
Uu no 1 2014
Uu no 1 2014Uu no 1 2014
Uu no 1 2014
 
UU Nomor 01 Tahun 2014
UU Nomor 01 Tahun 2014UU Nomor 01 Tahun 2014
UU Nomor 01 Tahun 2014
 
UU Nomor 01 Tahun 2014 (2).pdf
UU Nomor 01 Tahun 2014 (2).pdfUU Nomor 01 Tahun 2014 (2).pdf
UU Nomor 01 Tahun 2014 (2).pdf
 
Paparan sebagai syarat mengikuti uji kompetensi skk Ahli Muda K3 Konstruksi.pdf
Paparan sebagai syarat mengikuti uji kompetensi skk Ahli Muda K3 Konstruksi.pdfPaparan sebagai syarat mengikuti uji kompetensi skk Ahli Muda K3 Konstruksi.pdf
Paparan sebagai syarat mengikuti uji kompetensi skk Ahli Muda K3 Konstruksi.pdf
 
Rpp pengelolaan das terpadu
Rpp pengelolaan das terpaduRpp pengelolaan das terpadu
Rpp pengelolaan das terpadu
 
MRM- Paparan Narsum LPSPL Serang 6 Apr 22_Asdep PRLP Marves (1).pdf
MRM- Paparan Narsum LPSPL Serang 6 Apr 22_Asdep PRLP Marves (1).pdfMRM- Paparan Narsum LPSPL Serang 6 Apr 22_Asdep PRLP Marves (1).pdf
MRM- Paparan Narsum LPSPL Serang 6 Apr 22_Asdep PRLP Marves (1).pdf
 
1. Konsolidasi Awal RDTR Kab. Seruyan (24052021) Fin.pdf
1. Konsolidasi Awal RDTR Kab. Seruyan (24052021) Fin.pdf1. Konsolidasi Awal RDTR Kab. Seruyan (24052021) Fin.pdf
1. Konsolidasi Awal RDTR Kab. Seruyan (24052021) Fin.pdf
 
Bahan tayang pwp3 wt-ddrtp 2016
Bahan tayang pwp3 wt-ddrtp 2016Bahan tayang pwp3 wt-ddrtp 2016
Bahan tayang pwp3 wt-ddrtp 2016
 
Kebijakan Kelautan.pptx
Kebijakan Kelautan.pptxKebijakan Kelautan.pptx
Kebijakan Kelautan.pptx
 
22.perda pengelolaan wilayah_pesisir
22.perda pengelolaan wilayah_pesisir22.perda pengelolaan wilayah_pesisir
22.perda pengelolaan wilayah_pesisir
 
Pointer Paparan Direktur Arahan Perizinan Berusaha Jasa Kelautan-22 Desember ...
Pointer Paparan Direktur Arahan Perizinan Berusaha Jasa Kelautan-22 Desember ...Pointer Paparan Direktur Arahan Perizinan Berusaha Jasa Kelautan-22 Desember ...
Pointer Paparan Direktur Arahan Perizinan Berusaha Jasa Kelautan-22 Desember ...
 

More from Luhur Moekti Prayogo

Residual Analysis and Tidal Harmonic Components in Bangkalan Regency, East Java
Residual Analysis and Tidal Harmonic Components in Bangkalan Regency, East JavaResidual Analysis and Tidal Harmonic Components in Bangkalan Regency, East Java
Residual Analysis and Tidal Harmonic Components in Bangkalan Regency, East JavaLuhur Moekti Prayogo
 
Pelatihan Pemanfaatan Teknologi AI dalam Pembuatan PTK bagi Guru SDN Karangas...
Pelatihan Pemanfaatan Teknologi AI dalam Pembuatan PTK bagi Guru SDN Karangas...Pelatihan Pemanfaatan Teknologi AI dalam Pembuatan PTK bagi Guru SDN Karangas...
Pelatihan Pemanfaatan Teknologi AI dalam Pembuatan PTK bagi Guru SDN Karangas...Luhur Moekti Prayogo
 
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Pratiwi)
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Pratiwi)Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Pratiwi)
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Pratiwi)Luhur Moekti Prayogo
 
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Udis Sunardi)
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Udis Sunardi)Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Udis Sunardi)
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Udis Sunardi)Luhur Moekti Prayogo
 
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Saiful Mukminin)
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Saiful Mukminin)Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Saiful Mukminin)
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Saiful Mukminin)Luhur Moekti Prayogo
 
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Maryoko)
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Maryoko)Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Maryoko)
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Maryoko)Luhur Moekti Prayogo
 
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Fajar Kurniawan)
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Fajar Kurniawan)Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Fajar Kurniawan)
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Fajar Kurniawan)Luhur Moekti Prayogo
 
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Agus Vandiharjo)
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Agus Vandiharjo)Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Agus Vandiharjo)
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Agus Vandiharjo)Luhur Moekti Prayogo
 
Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...
Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...
Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...Luhur Moekti Prayogo
 
Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...
Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...
Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...Luhur Moekti Prayogo
 
Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...
Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...
Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...Luhur Moekti Prayogo
 
Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...
Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...
Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...Luhur Moekti Prayogo
 
Analisis Komponen Harmonik dan Elevasi Pasang Surut pada Alur Pelayaran Perai...
Analisis Komponen Harmonik dan Elevasi Pasang Surut pada Alur Pelayaran Perai...Analisis Komponen Harmonik dan Elevasi Pasang Surut pada Alur Pelayaran Perai...
Analisis Komponen Harmonik dan Elevasi Pasang Surut pada Alur Pelayaran Perai...Luhur Moekti Prayogo
 
Land Cover Classification Assessment Using Decision Trees and Maximum Likelih...
Land Cover Classification Assessment Using Decision Trees and Maximum Likelih...Land Cover Classification Assessment Using Decision Trees and Maximum Likelih...
Land Cover Classification Assessment Using Decision Trees and Maximum Likelih...Luhur Moekti Prayogo
 
Mitigasi Bencana Pesisir - Penghijaun Hutan (By. Imam Asghoni Mahali)
Mitigasi Bencana Pesisir - Penghijaun Hutan (By. Imam Asghoni Mahali)Mitigasi Bencana Pesisir - Penghijaun Hutan (By. Imam Asghoni Mahali)
Mitigasi Bencana Pesisir - Penghijaun Hutan (By. Imam Asghoni Mahali)Luhur Moekti Prayogo
 
Mitigasi Bencana Pesisir - Pembuatan Bangunan Tahan Gempa (By. Nur Uswatun Ch...
Mitigasi Bencana Pesisir - Pembuatan Bangunan Tahan Gempa (By. Nur Uswatun Ch...Mitigasi Bencana Pesisir - Pembuatan Bangunan Tahan Gempa (By. Nur Uswatun Ch...
Mitigasi Bencana Pesisir - Pembuatan Bangunan Tahan Gempa (By. Nur Uswatun Ch...Luhur Moekti Prayogo
 
Mitigasi Bencana Pesisir - Memberikan Penyuluhan dan Meningkatkan Kesadaran M...
Mitigasi Bencana Pesisir - Memberikan Penyuluhan dan Meningkatkan Kesadaran M...Mitigasi Bencana Pesisir - Memberikan Penyuluhan dan Meningkatkan Kesadaran M...
Mitigasi Bencana Pesisir - Memberikan Penyuluhan dan Meningkatkan Kesadaran M...Luhur Moekti Prayogo
 
Mitigasi Bencana Pesisir - Bangunan Pelindung Pantai Sebagai Penanggulangan A...
Mitigasi Bencana Pesisir - Bangunan Pelindung Pantai Sebagai Penanggulangan A...Mitigasi Bencana Pesisir - Bangunan Pelindung Pantai Sebagai Penanggulangan A...
Mitigasi Bencana Pesisir - Bangunan Pelindung Pantai Sebagai Penanggulangan A...Luhur Moekti Prayogo
 
Mitigasi Bencana Pesisir - Penanggulangan Abrasi Pantai Melalu Reboisasi Huta...
Mitigasi Bencana Pesisir - Penanggulangan Abrasi Pantai Melalu Reboisasi Huta...Mitigasi Bencana Pesisir - Penanggulangan Abrasi Pantai Melalu Reboisasi Huta...
Mitigasi Bencana Pesisir - Penanggulangan Abrasi Pantai Melalu Reboisasi Huta...Luhur Moekti Prayogo
 
Mitigasi Bencana Pesisir - Penghijauan Hutan Mangrove (By. Putri Widyawati Nu...
Mitigasi Bencana Pesisir - Penghijauan Hutan Mangrove (By. Putri Widyawati Nu...Mitigasi Bencana Pesisir - Penghijauan Hutan Mangrove (By. Putri Widyawati Nu...
Mitigasi Bencana Pesisir - Penghijauan Hutan Mangrove (By. Putri Widyawati Nu...Luhur Moekti Prayogo
 

More from Luhur Moekti Prayogo (20)

Residual Analysis and Tidal Harmonic Components in Bangkalan Regency, East Java
Residual Analysis and Tidal Harmonic Components in Bangkalan Regency, East JavaResidual Analysis and Tidal Harmonic Components in Bangkalan Regency, East Java
Residual Analysis and Tidal Harmonic Components in Bangkalan Regency, East Java
 
Pelatihan Pemanfaatan Teknologi AI dalam Pembuatan PTK bagi Guru SDN Karangas...
Pelatihan Pemanfaatan Teknologi AI dalam Pembuatan PTK bagi Guru SDN Karangas...Pelatihan Pemanfaatan Teknologi AI dalam Pembuatan PTK bagi Guru SDN Karangas...
Pelatihan Pemanfaatan Teknologi AI dalam Pembuatan PTK bagi Guru SDN Karangas...
 
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Pratiwi)
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Pratiwi)Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Pratiwi)
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Pratiwi)
 
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Udis Sunardi)
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Udis Sunardi)Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Udis Sunardi)
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Udis Sunardi)
 
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Saiful Mukminin)
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Saiful Mukminin)Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Saiful Mukminin)
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Saiful Mukminin)
 
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Maryoko)
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Maryoko)Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Maryoko)
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Maryoko)
 
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Fajar Kurniawan)
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Fajar Kurniawan)Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Fajar Kurniawan)
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Fajar Kurniawan)
 
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Agus Vandiharjo)
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Agus Vandiharjo)Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Agus Vandiharjo)
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Agus Vandiharjo)
 
Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...
Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...
Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...
 
Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...
Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...
Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...
 
Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...
Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...
Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...
 
Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...
Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...
Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...
 
Analisis Komponen Harmonik dan Elevasi Pasang Surut pada Alur Pelayaran Perai...
Analisis Komponen Harmonik dan Elevasi Pasang Surut pada Alur Pelayaran Perai...Analisis Komponen Harmonik dan Elevasi Pasang Surut pada Alur Pelayaran Perai...
Analisis Komponen Harmonik dan Elevasi Pasang Surut pada Alur Pelayaran Perai...
 
Land Cover Classification Assessment Using Decision Trees and Maximum Likelih...
Land Cover Classification Assessment Using Decision Trees and Maximum Likelih...Land Cover Classification Assessment Using Decision Trees and Maximum Likelih...
Land Cover Classification Assessment Using Decision Trees and Maximum Likelih...
 
Mitigasi Bencana Pesisir - Penghijaun Hutan (By. Imam Asghoni Mahali)
Mitigasi Bencana Pesisir - Penghijaun Hutan (By. Imam Asghoni Mahali)Mitigasi Bencana Pesisir - Penghijaun Hutan (By. Imam Asghoni Mahali)
Mitigasi Bencana Pesisir - Penghijaun Hutan (By. Imam Asghoni Mahali)
 
Mitigasi Bencana Pesisir - Pembuatan Bangunan Tahan Gempa (By. Nur Uswatun Ch...
Mitigasi Bencana Pesisir - Pembuatan Bangunan Tahan Gempa (By. Nur Uswatun Ch...Mitigasi Bencana Pesisir - Pembuatan Bangunan Tahan Gempa (By. Nur Uswatun Ch...
Mitigasi Bencana Pesisir - Pembuatan Bangunan Tahan Gempa (By. Nur Uswatun Ch...
 
Mitigasi Bencana Pesisir - Memberikan Penyuluhan dan Meningkatkan Kesadaran M...
Mitigasi Bencana Pesisir - Memberikan Penyuluhan dan Meningkatkan Kesadaran M...Mitigasi Bencana Pesisir - Memberikan Penyuluhan dan Meningkatkan Kesadaran M...
Mitigasi Bencana Pesisir - Memberikan Penyuluhan dan Meningkatkan Kesadaran M...
 
Mitigasi Bencana Pesisir - Bangunan Pelindung Pantai Sebagai Penanggulangan A...
Mitigasi Bencana Pesisir - Bangunan Pelindung Pantai Sebagai Penanggulangan A...Mitigasi Bencana Pesisir - Bangunan Pelindung Pantai Sebagai Penanggulangan A...
Mitigasi Bencana Pesisir - Bangunan Pelindung Pantai Sebagai Penanggulangan A...
 
Mitigasi Bencana Pesisir - Penanggulangan Abrasi Pantai Melalu Reboisasi Huta...
Mitigasi Bencana Pesisir - Penanggulangan Abrasi Pantai Melalu Reboisasi Huta...Mitigasi Bencana Pesisir - Penanggulangan Abrasi Pantai Melalu Reboisasi Huta...
Mitigasi Bencana Pesisir - Penanggulangan Abrasi Pantai Melalu Reboisasi Huta...
 
Mitigasi Bencana Pesisir - Penghijauan Hutan Mangrove (By. Putri Widyawati Nu...
Mitigasi Bencana Pesisir - Penghijauan Hutan Mangrove (By. Putri Widyawati Nu...Mitigasi Bencana Pesisir - Penghijauan Hutan Mangrove (By. Putri Widyawati Nu...
Mitigasi Bencana Pesisir - Penghijauan Hutan Mangrove (By. Putri Widyawati Nu...
 

Study on Technical Differences in Sea Boundary Determination Based on Permendagri No. 1/2006, Permendagri No. 76/2012 and Permendagri No. 141/2017

  • 1. Jurnal Perikanan dan Kelautan p – ISSN 2089 - 3469 Volume 11 Nomor 2. Desember 2021 e – ISSN 2540 – 9484 Halaman : 191 - 197 Studi Perbedaan Teknis… 191 STUDI PERBEDAAN TEKNIS PENENTUAN BATAS LAUT BERDASARKAN PERMENDAGRI NO. 1/2006, PERMENDAGRI NO. 76/2012 DAN PERMENDAGRI NO. 141/2017 (Study on Technical Differences in Sea Boundary Determination Based on Permendagri No. 1/2006, Permendagri No. 76/2012 and Permendagri No. 141/2017) 1) Luhur Moekti Prayogo, 2*) Joko Eddy Sukoco 1) Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas PGRI Ronggolawe Tuban, Indonesia Jl. Manunggal No. 61 Tuban, Jawa Timur, 62381 2) Magister Teknik Geomatika, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Indonesia Jl. Grafika No. 2 Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, 55281 2) Pemerintah Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, Indonesia *) Corresponding author, e-mail: je.sukoco@mail.ugm.ac.id Diterima : 28 Mei 2021 / Disetujui : 3 Desember 2021 ABSTRAK Batas laut merupakan kewenangan dalam pengelolaan sumber daya lingkungan laut yang bertujuan untuk membatasi pengelolaan pada setiap pemerintah daerah. Berbagai peraturan telah dibuat oleh pemerintah Indonesia dalam mengatur batas daerah termasuk batas laut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan penetapan batas laut yang telah diatur dalam Permendagri diantaranya Permendagri No. 1 Tahun 2006, Permendagri No. 76 Tahun 2012, dan Permendagri No. 141 Tahun 2017. Penelitian ini dibatasi hanya studi literatur pasal yang mengatur mengenai penetapan batas daerah wilayah laut. Permendagri No.1 Tahun 2006 Pasal 1 ayat (6) dan Permendagri No. 76 Tahun 2012 Pasal 11 ayat (4) dijelaskan bahwa kewenangan terhadap pengelolaan sumber daya di laut dikelola oleh daerah. Sedangkan pada Permendagri No. 141 Tahun 2017 Pasal 1 ayat (4) dijelaskan bahwa pengelolaan sumber daya laut diatur pada undang-undang. Dari hasil kajian diperoleh tiga point penting perubahan yang tercantum pada permendagri diantaranya penggunaan titik dasar, penggunaan metode kartometrik dan kewenangan pengelolaan laut oleh kabupaten/kota. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Kabupaten/Kota tidak lagi mempunyai kewenangan dalam mengelola sumber daya di laut, tetapi penegasan batas laut sejauh 4 mil untuk kabupaten/kota tetap diperlukan untuk perhitungan bagi hasil pengelolaan sumber daya kelautan. Penentuan titik dasar dalam penegasan batas tidak menggunakan lagi surut terendah tetapi menggunakan pasang tertinggi yang tertuang pada Permendagri No. 141 Tahun 2017. Penegasan batas laut menggunakan metode kartometrik mulai diterapkan pada Permendagri No. 76 Tahun 2012 dan dilanjutkan pada Permendagri No. 141 Tahun 2017. Kata Kunci: Penegasan Batas Laut, Permendagri No. 1/2006, Permendagri No. 76/2012, Permendagri No. 141/2017, Indonesia
  • 2. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Volume 11 Nomor 2 : 191 - 197. Desember 2021 192 Prayogo dan Sukoco ABSTRACT The sea boundary is an authority in managing marine environmental resources that aim to limit each local government's management. The Indonesian government has made various regulations in regulating regional boundaries, including maritime boundaries. This study aims to determine the differences in the determination of sea boundaries that have been regulated in the Permendagri, including Permendagri No. 1 of 2006, Permendagri No. 76 of 2012, and Permendagri No. 141 of 2017. This research is limited to the study of literature articles that regulate the determination of the boundaries of marine areas. Permendagri No.1 of 2006 and Permendagri No. 76 of 2012 explained that the authority over the management of marine resources is managed by the regions. While in Permendagri No. 141 of 2017 explained that the management of marine resources is regulated by law. The study results found that three critical points of change are listed in the Permendagri, including the use of base points, the use of cartometric methods, and the authority of sea management by districts/cities. From this research, it can be concluded that the Regency/City no longer has the authority to manage marine resources. However, the affirmation of the 4-mile sea boundary for the Regency/City is still needed to calculate the profit-sharing for the management of marine resources. Determination of the base point in the affirmation of boundaries no longer uses the lowest low tide but uses the highest tide as stated in Permendagri No. 141 of 2017. The affirmation of maritime boundaries using the cartometric method has begun to be applied to Permendagri No. 76 of 2012 and continued in Permendagri No. 141 of 2017. Keywords: Sea Boundaries Delimitation, Permendagri No. 1/2006, Permendagri No. 76/2012, Permendagri No. 141/2017, Indonesia PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) dengan jumlah pulau yang dimiliki sebanyak 17.504 pulau dengan dua pertiga dari keseluruhan wilayahnya adalah lautan (Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Inventasi 2018). Indonesia juga disebut negara pantai (coastal state) yang kedaulatannya meliputi daratan, lautan dan ruang udara (air space). Negara ini memiliki garis pantai sepanjang 108.000 km dan 3.000.000 km2 yang termasuk dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) (Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi 2018). Laut Indonesia memiliki potensi yang besar baik dari segi jasa lingkungan maupun kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan ekonomi lokal, regional dan nasional. Sebagai negara kepulauan yang hak dan batas telah diatur dalam undang-undang, Indonesia memiliki perbedaan yang spesifik dengan negara lain non kepulauan diantaranya (a) model pembangunan yang berbeda dengan model negara non kepulauan, (b) pulau terluar membutuhkan keamanan dan prosperity secara bersamaan, dan (c) manajemen administrasi pemerintahan berbasis kepulaun (Stefanus 2011). Dampak diberlakukannya otonomi daerah, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dibagi atas daerah Provinsi dan daerah Provinsi itu dibagi atas daerah Kabupaten dan Kota, Daerah Kabupaten/ Kota dibagi atas Kecamatan, dan Kecamatan dibagi atas Kelurahan dan Desa. Kebijakan tersebut membuat Indonesia memiliki 83.931 wilayah setingkat Desa/ Kelurahan, 514 Kabupaten/ Kota, dan 34 Provinsi (Pasal 2 UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah). Undang-undang (UU) No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah merupakan titik awal dilaksanakannya konsep Otonomi Daerah di Indonesia, dimana UU ini direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan direvisi lagi menjadi UU No. 23 Tahun 2014, yang salah satunya mengatur penentuan dan penegasan batas wilayah di laut.
  • 3. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Volume 11 Nomor 2 : 191 - 197. Desember 2021 Studi Perbedaan Teknis… 193 Batas laut merupakan kewenangan dalam pengelolaan sumber daya lingkungan laut yang bertujuan untuk membatasi pengelolaan pada setiap pemerintah daerah. Berbagai peraturan telah dibuat oleh pemerintah Indonesia dalam mengatur batas daerah termasuk batas laut. Hal ini dibuktikan dengan dibuatnya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 1 Tahun 2006 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah, Permendagri No. 76 Tahun 2012 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah dan Permendagri No. 141 Tahun 2017 tentang Penegasan Batas Daerah. Prasetyo et al. (2020) menyatakan bahwa lahirnya Permendagri No. 141 Tahun 2017 dilatar belakangi karena Permendagri No. 76 Tahun 2012 dianggap tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan Otonomi Daerah. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan penetapan batas laut yang terdapat dalam tiga Permendagri diantaranya Permendagri No. 1 Tahun 2006, Permendagri No. 76 Tahun 2012, dan Permendagri No. 141 Tahun 2017. Pembahasan perbedaan penentuan batas laut penting dilakukan untuk mengetahui perbedaan kebijakan dalam penentuan batas. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pengambil kebijakan dalam penetapan batas daerah wilayah laut di lapangan. METODOLOGI PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi literatur pada tiga dokumen batas laut diantaranya Permendagri No. 1 Tahun 2006, Permendagri No. 76 Tahun 2012, dan Permendagri No. 141 Tahun 2017. Penelitian ini dibatasi hanya mengkaji pasal-pasal yang mengatur mengenai penetapan batas daerah wilayah laut. HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan batas daerah yang meliputi batas laut menjadi penting, karena menyangkut aspek sumber daya dan kewenangan dalam menjaga lingkungan laut. Arsana (2018) menyatakan bahwa penentuan batas wilayah sangat penting untuk memberikan kejelasan dan kepastian yurisdiksi. Pembentukan daerah otonom baru memerlukan proses yang panjang yang diatur dalam Pasal 14 Peraturan Pemerintah (PP) No. 76 Tahun 2007 dimana pengusulannya harus melampirkan peta wilayah dengan cangkupan dan batas-batasnya (Endang 2019). Pertama, pada Permendagri No.1 Tahun 2006 Pasal 1 ayat (6) dan Permendagri No. 76 Tahun 2012 Pasal 11 ayat (4) dijelaskan bahwa kewenangan terhadap pengelolaan sumber daya di laut dikelola oleh daerah. Sedangkan pada Permendagri No. 141 Tahun 2017 Pasal 1 ayat (4) dijelaskan bahwa pengelolaan sumber daya laut diatur pada undang-undang. Kedua, mengenai metode yang digunakan untuk penegasan batas daerah. Pada Permendagri No. 1 Tahun 2006 Pasal 1 ayat (10) pelacakan batas di laut merupakan kegiatan memperoleh kesepakatan dan penentuan titik acuan. Pada Permendagri No.76 Tahun 2012 dan Permendagri No. 141 Tahun 2017 Pasal 1 ayat (6) dijelaskan bahwa kegiatan tersebut terdiri dari penentuan titik kooordinat secara kartometris, penentuan titik di lapangan yang dituangkan dalam peta dan daftar koordinat batas. Berdasarkan ketiga Permendagri tersebut dapat diketahui bahwa metode Kartometrik terdapat pada Permendagri No.76 Tahun 2012 Pasal 1 ayat (6) dan Permendagri No. 141 Tahun 2017 Pasal 1 ayat (6), namun Permendagri No. 1 Tahun 2006 belum terdapat metode Kartometrik. Ketiga, mengenai garis pantai yang terdapat perbedaan dalam pendefinisiannya. Pada Permendagri No. 1 Tahun 2006 Pasal 1 ayat (13) dijelaskan bahwa garis pantai merupakan garis yang dibentuk oleh perpotongan garis air rendah dengan daratan. Sedangkan pada
  • 4. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Volume 11 Nomor 2 : 191 - 197. Desember 2021 194 Prayogo dan Sukoco Permendagri No. 76 Tahun 2012 dan Permendagri No. 141 Tahun 2017 Pasal 1 ayat (15) dijelaskan bahwa garis pantai adalah garis pertemuan antara daratan dan lautan yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut yang tersedia pada peta dasar. Gambar 1 merupakan pendefinisian garis pantai pada Permendagri No. 1 Tahun 2006, Permendagri No. 76 Tahun 2012 dan Permendagri No. 141 Tahun 2017. Permendagri No. 1 Tahun 2006 Permendagri No. 76 Tahun 2012 dan No. 141 Tahun 2017 Gambar 1. Pendefinisian Garis Pantai Permendagri No. 1 Tahun 2006 titik awal adalah titik koordinat yang terletak pada garis pantai untuk menentukan garis dasar. Pada Permendagri No. 76 Tahun 2012 dijelaskan bahwa titik dasar adalah titik koordinat pada perpotongan garis air surut terendah guna mengukur batas daerah di laut yang ditarik tegak lurus dari garis pantai tersebut sejauh maksimal 12 mil laut ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk Kabupaten/Kota. Sedangkan pada Permendagri No. 141 Tahun 2017 menjelaskan bahwa titik dasar adalah titik koordinat pada perpotongan garis air pasang tertinggi dengan daratan sebagai acuan penarikan garis pantai guna mengukur batas daerah di laut yang ditarik tegak lurus dari garis pantai tersebut sejauh maksimal 12 mil laut ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk Provinsi. Keempat, kebijakan mengenai daerah dalam mengelola batas laut. Pada Permendagri No. 1 Tahun 2006 Pasal 1 ayat (10) disebutkan bahwa pelacakan batas daerah laut adalah kegiatan untuk menentukan letak batas di laut berdasarkan kesepakatan dan penentuan lokasi titik acuan yang tidak dijelaskan dikelola oleh kabupaten/ kota atau provinsi. Kemudian pada Permendagri No. 76 Tahun 2012 Pasal 11 dijelaskan bahwa kewenangan pengelolaan wilayah laut oleh provinsi dan kabupaten/ kota sesuai UU. Sedangkan pada Permendagri No. 141 Tahun 2017 Pasal 10 dijelaskan bahwa kewenangan pengelolaan laut hanya daerah provinsi dan menghilangkan kewenangan kabupaten/ kota. Kelima, peraturan mengenai kebijakan tahapan dalam penegasan batas daerah di wilayah laut. Pada Permendagri No. 1 Tahun 2006 Pasal 10 Ayat (1) penegasan batas daerah di wilayah laut melalui tahapan diantaranya penelitian dokumen, pelacakan batas, pemasangan pilar di titik acuan, penentuan titik awal dan garis dasar, pengukuran dan penentuan batas; dan pembuatan peta batas. Kemudian pada Permendagri No. 76 Tahun 2012 Pasal 12 ayat (1) dan Permendagri No. 141 Tahun 2017 Pasal 11 ayat (1) tahapan penegasan batas daerah di laut dilakukan secara kartometrik dengan tahapan yaitu penyiapan dokumen, penentuan garis pantai, pengukuran dan penentuan batas dan pembuatan peta batas daerah di laut. Hal ini dapat diketahui bahwa pemasangan pilar di titik acuan menjadi persayaratan tidak wajib dalam penegasan batas daerah di wilayah laut. Keenam, mengenai penelitian dokumen dalam penentuan batas daerah di wilayah laut. Pada Permendagri No. 1 Tahun 2006 Pasal 11 dan Permendagri No. 76 Tahun 2012 Pasal 13
  • 5. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Volume 11 Nomor 2 : 191 - 197. Desember 2021 Studi Perbedaan Teknis… 195 tidak selengkap pada Permendagri No. 141 Tahun 2017 Pasal 12 tahapan penelitian dokumen meliputi penyiapan UU Pembentukan Daerah dan peta lampirannya, peraturan perundang- undangan terkait dengan batas daerah, peta dasar dan/atau, dokumen dan peta lain yang berkaitan dengan batas wilayah administrasi yang disepakati para pihak. Ketujuh, kebijakan mengenai pengukuran dan penentuan batas daerah di wilayah laut. Permendagri No. 1 Tahun 2006 masih mengakomodir batas kabupaten/kota di wilayah laut, dalam hal ini tertuang pada Pasal 15 ayat (2) butir c dimana apabila kabupaten/kota dalam satu provinsi saling berhadapan dengan jarak kurang dari 8 mil laut, diukur berdasarkan prinsip garis tengah, dengan kata lain kabupaten/kota berhak atas kewenangan pengelolaan sumber daya alam di laut maksimal 4 mil laut (Gambar 2a). Permendagri No. 76 Tahun 2012 masih mengakomodir kewenangankKabupaten/kota seperti dituangkan pada Pasal 15 ayat (2) butir c yaitu batas antara dua daerah kabupaten dan daerah kota dalam satu daerah provinsi yang saling berhadapan dengan jarak kurang dari 12 mil laut, diukur berdasarkan prinsip garis tengah dan kabupaten/ kota yang berhadapkan mendapat 1/3 bagian dari garis pantai ke arah garis tengah. Jika pada Permendagri No.1 Tahun 2006 secara eksplisit menerangkan bahwa kewenangan kabupaten/kota sebesar 4 mil laut maka dalam Permendagri No. 76 Tahun 2012 bahwa kabupaten/kota mendapatkan kewenangan 1/3 dari batas provinsi (Gambar 2b). Permendagri No. 141 Tahun 2017 menghilangkan kewenangan yang dimiliki oleh kabupaten/kota sehingga seluruh wilayah pengelolaan sumber daya laut menjadi kewenangan [rovinsi, walaupun dalam lampiran masih menggambarkan wilayah kewenangan 4 mil laut (Gambar 2c). Penggambaran wilayah 4 mil laut untuk mengakomodir bagi hasil yang didapatkan oleh kabupaten/kota, hal ini sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2014 pada Pasal 14 ayat (5) disebutkan daerah kabupaten/kota penghasil dan bukan penghasil mendapatkan bagi hasil dari penyelenggaraan urusan pemerintahan. (a) Permendagri No. 1 Tahun 2006 (b) Permendagri No. 76 Tahun 2012 (c) Permendagri No. 141 Tahun 2017 Gambar 2. Penarikan Garis Batas pada Tiga Permendagri
  • 6. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Volume 11 Nomor 2 : 191 - 197. Desember 2021 196 Prayogo dan Sukoco Kedelapan, kebijakan mengenai pembuatan peta batas pada Pasal 15 dan Pasal 16. Pasal 16 Permendagri No. 1 Tahun 2006 menjelaskan bahwa pembuatan peta batas daerah di laut menyaratkan pemetaan terestris atau pemetaan fotogrametris. Sedangkan pada Permendagri No. 76 Tahun 2012 dan Permendagri No. 141 Tahun 2017 dijelaskan tahapan pembuatan peta batas daerah di laut yaitu dimulai dengan pembuatan kerangka peta batas dengan skala dan interval tertentu yang memuat minimal 1 (satu) segmen batas, melakukan kompilasi dan/atau turunan dari peta dasar, peta lain, dan/atau data citra dan penambahan informasi isi dan tepi peta batas. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Kabupaten/Kota tidak lagi mempunyai kewenangan dalam mengelola sumber daya di laut, tetapi penegasan batas laut sejauh 4 mil untuk kabupaten/kota tetap diperlukan untuk perhitungan bagi hasil pengelolaan sumber daya kelautan. Penentuan titik dasar dalam penegasan batas tidak menggunakan lagi surut terendah seperti pada Permendagri No. 1 Tahun 2006 dan Permendagri No. 76 Tahun 2012 tetapi menggunakan pasang tertinggi yang tertuang pada Permendagri No. 141 Tahun 2017. Penegasan batas laut menggunakan metode kartometrik mulai diterapkan pada Permendagri No. 76 Tahun 2012 dan dilanjutkan pada Permendagri No. 141 Tahun 2017. Pada Permendagri No.1 Tahun 2006 metode yang digunakan adalah pelacakan batas langsung di lapangan. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Sumaryo, M.Si dan Bapak I Made Andi Arsana, ST, ME, Ph.D yang telah memberikan materi perkuliahan Penetapan dan Penegasan Batas Laut (PPBL) di Program Studi Magister Teknik Geomatika, Universitas Gadjah Mada. DAFTAR PUSTAKA Arsana IMA. 2018. Batas Maritim Antarnegara: Sebuah Tinjauan Teknis dan Yuridis, Yogyakarta: UGM PRESS. Endang E. 2019. Penetapan dan Penegasan Batas Wilayah Daerah dalam Perspektif Hukum dan Informasi Geospasial. Seminar Nasional Geomatika 3: 797–804. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi [Internet]. 2018. Data Rujukan Wilayah Kelautan Indonesia. Kemenko Kemaritiman dan Investasi RI [diakses pada 15 September 2021]. Tersedia pada: https://maritim.go.id/menko-maritim-luncurkan-data- rujukan-wilayah-kelautan-indonesia/. Pemerintah Provinsi Jawa Barat [Internet]. 2017. Indonesia Negara Maritim dengan Kepulauan Terbesar di Dunia. Pemerintah Provinsi Jawa Barat [diakses pada tanggal 8 Mei 2021]. Tersedia pada: https://jabarprov.go.id/index.php/news/25632/2017/11/03/Indonesia-Negara-Maritim- dengan-Kepulauan-Terbesar-di-Dunia. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 1 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah, Jakarta. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 76 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah, Jakarta.
  • 7. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Volume 11 Nomor 2 : 191 - 197. Desember 2021 Studi Perbedaan Teknis… 197 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 141 Tahun 2017 Tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah. Jakarta. Prasetyo HH, Khomsin K, & Pratomo DG. 2020. Delimitasi Batas Pengelolaan Laut menurut Permendagri Nomor 141 Tahun 2017 (Studi Kasus: Provinsi Maluku Utara). Geoid 16(1): 28–35. Stefanus KY. 2011. Daerah Kepulauan sebagai Satuan Pemerintahan Daerah yang Bersifat Khusus. Jurnal Dinamika Hukum 11(1): 99–111. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah” Lembaran Negera RI Tahun 2014, No. 244, Sekretariat Negara, Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Lembaran Negara RI Tahun 2004. Sekretariat Negara. Jakarta.