Tugas Matakuliah Sistem Pengambilan Keputusan Berbasis Spasial
Oleh : Luhur Moekti Prayogo (19/449597/PTK/12856)
Magister Teknik Geomatika, Universitas Gadjah Mada
Sistem Informasi Geografi untuk Kajian Tingkat Kerawanan Demam Berdarah (Paper Review)
1. Sistem Pengambilan Keputusan
Berbasis Spasial
Dosen Pengampu:
Bapak Purnama Budi Santosa, S.T., M.App,Sc., Ph.D
oleh:
Luhur Moekti Prayogo
(19/449597/PTK/12856)
Application of geographical information system-based
analytical hierarchy process as a tool for dengue
risk assessment
3. Pendahuluan
(Latar Belakang)
• Demam berdarah merupakan penyakit yang umumnya muncul di musim tertentu dalam setahun
yang ditularkan oleh vektornya/ inangnya
• Opsi utama dalam mencegah penyebaran penyakit ini adalah dengan mengontrol dan
memantau vektornya dengan berfokus pada sumber pengembangbiakan
• Analisis spasial mampu mampu mengidentifikasi kelompok penyakit yang terlokalisasi dengan
menerapkan database spasial, statistik spasial dan menghubungkan informasi dengan faktor
lingkungan di suatu daerah
• Potensi GIS untuk pemetaan penyakit dan studi zonasi risiko telah dibuktikan oleh beberapa
penelitian ketika diintegrasikan dengan AHP (Machiwal, 2015)
• Penelitian ini menilai korelasi risiko deman berdarah dengan faktor lingkungan dan menganalisis
kasus dinamikanya
• Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan variabel lingkungan untuk mengembangkan zonasi
risiko demam berdarah di Subang Jaya dengan menggunakan AHP dalam GIS.
4. Bahan dan Metode
(Data yg dibutuhkan)
1. Desain Penelitian
Kriteria dan indikator dievaluasi
dengan menerapkan teknik GIS
ditambah dengan faktor lingkungan
fisik dan demografis pada lokasi
demam berdarah
Kriteria Kriteria
Lingkungan fisik Citra satelit
Jenis tutupan lahan Epidemiologi,
Lokasi demam berdarah Data kependudukan
Faktor iklim Topografi
Data populasi termasuk umur
2. AHP
• AHP adalah alat pengambilan keputusan ganda yang digunakan untuk mengevaluasi penilaian lingkungan untuk
mengembangkan peta risiko kerentanan berbasis karakteristik lingkungan
• Langkah pertama dalam metodologi AHP adalah menurunkan masalah keputusan menjadi keputusan hierarki
dengan elemen yang saling terkait
• Tujuan utama (Zona Risiko Demam Berdarah) pada penelitian ini ditempatkan di bagian atas pada struktur hierarki
5. Faktor yang dipertimbangkan dalam analisis Demam Berdarah terdiri dari lima
sub faktor yang berinteraksi satu sama lain
6. Faktor yang mempengaruhi analisis demam
berdarah dan Decision Tree untuk Zona Resiko
Demam Berdarah
• Zona risiko didasarkan pada karakteristik lingkungan
dibuat dengan menggunakan 19 peta sebagai faktor
keputusan
• Semua vector peta yang terkait dengan kriteria utama
dan subkriteria yang dipilih diubah menjadi peta raster
• Setiap raster kemudian diklasifikasikan ulang untuk
semua kriteria dan subkriteria dengan bobot dan skor
7. Faktor pengambilan keputusan sebagai input
analisis
• Dalam proses pengembangan zonasi risiko demam
berdarah di Subang Jaya, 19 faktor diklasifikasikan
menjadi lima jenis menurut sifat dan peran dalam
proses pengambilan keputusan
• Dikelompokkan menurut domain pengaruhnya, yaitu
tata guna lahan, tipe perumahan, penyangga demam
berdarah, ketinggian tanah dan kepadatan penduduk
• Dengan menggunakan pendekatan perbandingan
berpasangan, AHP digunakan untuk mengkalibrasi skala
numerik, khususnya di area baru dimana pengukuran
dan perbandingan kuantitatif belum ada
• Kemudian menghitung Matriks perbandingan
berpasangan untuk semua kriteria
9. Tabel bobot setiap kriteria
• Bobot semua faktor kelompok dan kriteria diperoleh
pada Tabel 3–7 bersama dengan nilai-nilainya indeks
konsistensi (CI) dan nilai CR
• Nilai CR untuk subkriteria lokasi area yang terkena
demam berdarah (penyangga penduduk), penggunaan
lahan, jenis perumahan, ketinggian dan kepadatan
penduduk adalah 0,04, 0,09, 0,07, 0,06 dan 0,07
• Berdasarkan hasil yang diperoleh, CR kurang dari 0,1
menunjukkan kisaran yang dapat diterima
11. Peta Zona Risiko Demam Berdarah
• Dari peta zona risiko demam
berdarah (Gambar 3),
ditemukan bahwa sebagian
besar kawasan berisiko tinggi
ditemukan beredar di seluruh
wilayah Subang Jaya dan
kemungkinan besar
dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan
• Bukti kuat zona risiko demam
berdarah ditemukan ketika
total 16 lokasi menunjukkan
risiko tinggi dalam hal tingkat
insiden per 1.000 populasi
(Tabel 9).
12. Diskusi
• Terdapat dua dampak yang mempengaruhi penyebaran demam berdarah yaitu dampak langsung dan tidak
langsung. Dampak langsung (kondisi lingkungan), dampak tidak langsung (dinamika populasi manusia)
• Teknik AHP dalam GIS dapat menilai resiko demam berdarah dengan cukup baik karena kemampuannya
untuk memberi peringkat pilihan dalam urutan keefektifannya
• Model keseluruhan risiko demam berdarah di Subang Jaya, berdasarkan kombinasi beberapa variabel
menggunakan AHP menunjukkan bahwa daerah berisiko tinggi terletak pada daerah yang memiliki
kepadatan penduduk tinggi, kepadatan bangunan tinggi dan lingkungan dengan kualitas yang rendah
• Penelitian ini juga menemukan bahwa orang dengan latar ekonomi rendah lebih beresiko terdampak
• Kolaborasi GIS dengan AHP dapat memodelkan secara temporal sehingga lebih membantu dalam
menangani risiko demam berdarah di Subang Jaya