Skripsi ini membahas efektivitas pembinaan narapidana di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas IIB Gianyar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui landasan hukum kedudukan narapidana di RUTAN dan mengevaluasi efektivitas program pembinaan yang dilaksanakan. Metode penelitian yang digunakan adalah studi empiris untuk menemukan teori tentang proses pembinaan di RUTAN. Hasilnya menunjukkan bahwa pem
EFEKTIVITAS PEMBINAAN NARAPIDANA DI RUMAH TAHANAN NEGARA (RUTAN) KELAS IIB GIANYAR
1. SKRIPSI
EFEKTIVITAS PEMBINAAN NARAPIDANA DI
RUMAH TAHANAN NEGARA (RUTAN) KELAS IIB
GIANYAR
Oleh :
NI MADE WIASTUTIASIH
N.P.M. 1804742010295
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
TAHUN 2021
2. i
EFEKTIVITAS PEMBINAAN NARAPIDANA DI
RUMAH TAHANAN NEGARA (RUTAN) KELAS IIB
GIANYAR
Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar
NAMA :
NI MADE WIASTUTIASIH
1804742010295
PROGAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MAHASARASWATI
DENPASAR
2022
3. i
Lembar Persetujuan Pembimbing
SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL 24 Januari 2022
Pembimbing 1
Made Emy Andayani Citra, S.H.,M.H,
NPK : …………………………
Pembimbing 2
I Gusti Bagus Hengki, B.A.,S.H.,S.Pd.,M.H.
NPK : ……………………..
4. ii
PERSETUJUAN PENGUJI SKRIPSI
SKRIPSI INI TELAH DIUJI
PADA TANGGAL: ………………………………….
Panitia Penguji Skripsi
Berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum
Universitas Mahasaraswati Denpasar
Nomor:
Ketua
Made Emy Andayani Citra, S.H.,M.H, ( )
NPK : ………………………………………..
Sekretaris
I Gusti Bagus Hengki, B.A.,S.H.,S.Pd.,M.H ( )
NPK : …………………………………………
Anggota:
…………………………………………… ( )
NPK: ……………………………..
5. iii
PERSETUJUAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi ini telah diterima dan disetujui
Oleh Panitia Ujian Skripsi Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar
Wakil Dekan I
Dr. Ida Bagus Gede Subawa, A.Ma.Par.,
S.Ag., S.H., M.Kn
NPK : 82.8319.539
Dekan
Dr. Kt. Sukawati Lanang P. Perbawa, S.H.,
M.Hum
NIP:19740711 199703 1 001
6. iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
Dengan ini penulis menyatakan bahwa Karya Ilmiah/Penulisan
Hukum/Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis, tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi
manapun, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh penulis lain, kecuali yang
secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila Karya Ilmiah/Penulisan Hukum/Skripsi ini terbukti merupakan
duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain dan/atau dengan sengaja
mengajukan karya atau pendapat yang merupakan hasil karya penulis lain, maka
penulis bersedia menerima sanksi akademik dan/atau sanksi hukum yang
berlaku.
Demikian Surat Pernyataan ini saya buat sebagai pertanggungjawaban
ilmiah tanpa ada paksaan maupun tekanan dari pihak manapun juga.
Denpasar,
Yang Menyatakan,
(Ni Made Wiastutiasih )
NPM. 1804742010295
7. v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
yang berjudul “EFEKTIFITAS PEMBINAAN NARAPIDANA DI RUMAH
TAHANAN NEGARA KELAS (RUTAN) IIB GIANYAR”, dapat diselesaikan
dengan baik dan tepat pada waktunya. Skripsi ini disusun dengan tujuan untuk
memenuhi kewajiban terakhir mahasiswa dalam menyelesaikan perkuliahan pada
Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar sehingga dapat dinyatakan
selesai menempuh program Sarjana (S1) untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna karena
keterbatasan kemampuan dan pengalaman penulis, baik secara teori maupun
praktek. Penulis berharap semoga skripsi ini memenuhi kriteria salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Mahasaraswati Denpasar. Dalam menyusun skripsi ini, penulis mendapatkan
arahan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara materiil maupun immateriil.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Drs. I Made Sukamerta, M.Pd selaku Rektor Universitas
Mahasaraswati Denpasar;
2. Bapak Dr. Kt. Sukawati Lanang P. Perbawa, S.H.,M.Hum selaku Dekan
Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar;
3. Bapak Dr. Ida Bagus Gede Subawa, A.Ma.Par., S.Ag., S.H., M.Kn selaku
Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar
8. vi
4. Ibu Ni Komang Sutrisni, S.H., M.H selaku Wakil Dekan II Fakultas
Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar;
5. Bapak I Wayan Agus Vijayantera, S.H., M.H selaku Kaprodi S1 Ilmu
Hukum Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar;
6. Ibu Made Emy Andayani Citra, S.H.,M.H. selaku Pembimbing I
memberikan bimbingan, pengarahan, saran, dukungan dan motivasi
kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan ini;
7. Bapak I Gusti Bagus Hengki, B.A.,S.H.,S.Pd.,M.H. selaku Pembimbing
II yang telah memberikan bimbimbingan dengan kesungguhan hati serta
mengarahkan penulis dengan penuh kesabaran demi sempurnanya
penulisan skripsi ini;
8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati
Denpasar. yang telah menuntun dan memberikan ilmu pengetahuan
sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini;
9. Bapak dan Ibu Staff Tata Usaha dan Perpustakaan yang telah
memberikan bantuan selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas
Mahasaraswati Denpasar;
10. Dewan Penguji Skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk menguji
skripsi ini;
11. Bapak Muhammad Bahrun, A.Md.I.P.,S.H.,M.H. Kepala Rutan Kelas IIB
Gianyar beserta staff, yang sudah membantu dan turut memberikan
motivasi dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
9. vii
12. Bapak I Nengah Sukadana,S.H.,M.H. Kasubbag Kepegawaian Rumah
Tangga dan Tata Usaha di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan
Ham Bali yang telah membantu dan memberikan support dalam
menyelesaikan penulisan skripsi ini;
13. Kepada keluarga besar penulis yang selalu mendoakan dan memberikan
dorongan moril / semangat selama penulis mengikuti pendidikan.
Terkhusus untuk orang tua tercinta yang dengan penuh kesabaran,
pengorbanan, perhatian dan terus menemani penulis selama mengikuti
pendidikan dasar sampai dalam menyelesaikan studi Program Sarjana
Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar, penulis menyampaikan
terimakasih dan penghargaan yang tiada tara.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan para pembaca mendapatkan informasi yang berguna dari apa
yang penulis uraikan. Penulis sangat menyadari atas ketidak sempurnaan skripsi
ini, karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaannya. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Denpasar,
Penulis
10. viii
ABSTRAK
Pembinaan Narapidana merupakan sebuah sistem. Sistem
pembinaan Narapidana berhasrat untuk mendidik, membina, dan
membimbing narapidana dengan memperbaiki pola pikir dan perilaku
serta mental setiap narapidana selama menjalani masa pidananya.
Pembinaan narapidana dilakukan di LAPAS, namun karena beberapa
hal, pembinaan narapidana harus dilakukan di dalam RUTAN. Hal ini
menjadi suatu yang harus diperhatikan, mengingat RUTAN bukan
sebagai tempat pembinaan narapidana yang seharusnya. Jumlah
narapidana yang ditempatkan di RUTAN bertolak belakang dengan
fungsinya, yaitu tempat penahanan bagi tersangka atau terdakwa selama
masa penyelidikan dan masa di sidang pengadilan. Berdasarkan hal ini
penulis mengangkat judul skripsi: Efektivitas Pembinaan Narapidana Di
Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Gianyar. Adapun yang
menjadi permasalahan dalam penulisan ini ialah Bagaimana l an d as a n
yu r i d i s kedudukan Narapidana di Rumah Tahanan Negara (RUTAN)
Kelas IIB Gianyar?, dan Bagaimana efektivitas pembinaan Narapidana
yang dilakukan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas IIB
Gianyar?
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini
menggunakan jenis penelitian empiris, yaitu suatu penelitian berupa
studi-studi empiris untuk menemukan teori-teori mengenai proses
efektivitasnya pembinaan di Rumah Tahanan Kelas IIB Gianyar.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembinaan
narapidana di Rumah Tahanan Kelas IIB Gianyar ditemukan kurang
efektif karena tidak sesuai dengan tahapan yang sudah diatur di dalam
peraturan perundang-undangan. hambatan-hambatan yang ditemukan
jauh lebih banyak dibandingkan upaya pembinaan yang dilakukan.
Namun, disamping hal itu, petugas Rutan tetap mencari solusi agar
terjalankannya upaya pembinaan yang efektif bagi narapidana.
Kata Kunci: RUTAN, Efektifitas pembinaan, narapidana
11. ix
ABSTRACT
Inmate training is a system. The inmate's coaching system intends to
educate, foster, and guide inmates by improving the mindset and behavior and
mentality of each inmate during his or her prison term. Inmate training is done in
LAPAS, but due to several things, inmate coaching must be done in RUTAN. This
becomes something that must be considered, considering RUTAN is not a place to
foster inmates who should. The number of inmates placed in RUTAN is contrary
to its function, namely the place of detention for suspects or defendants during the
investigation period and the period in court hearings. Based on this, the author
raised the title of the thesis: Effectiveness of Training Inmates in State
Penitentiary (Rutan) Class IIB Gianyar. The problem in this writing is How is
juridical foundation the position of Inmates in the State Penitentiary (RUTAN)
Class IIB Gianyar?, and How is the effectiveness of the construction of Inmates
conducted in the State Penitentiary (RUTAN) Class IIB Gianyar?
The research method used in this writing uses a type of empirical research,
namely a study in the form of empirical studies to find theories about the
effectiveness process of coaching in the Gianyar Class IIB Detention House.
From this research it can be concluded that the training of inmates in the
Class IIB Gianyar Detention House was found to be less effective because it was
not in accordance with the stages that had been regulated in the laws and
regulations. The obstacles found are much more than the coaching efforts made.
12. x
However, in addition, Rutan officers are still looking for solutions to carry out
effective coaching efforts for inmates.
Keywords: RUTAN, Effectiveness of coaching, inmates
13. xi
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .........................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ............................................ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN .........................................................................................xiii
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................v
ABSTRAK ..............................................................................................................................................viii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................................xi
DAFTAR TABEL.................................................................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................................................xiv
BAB...........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................................5
1.3 Ruang Lingkup Masalah.....................................................................................................5
1.4 Tujuan Penelitian...................................................................................................................6
1.4.1 Tujuan Umum .............................................................................................................6
1.4.2 Tujuan Khusus ............................................................................................................7
1.5 Manfaat penelitian.................................................................................................................7
1.5.1 Manfaat Teoritis .........................................................................................................7
1.5.2 Manfaat Praktis...........................................................................................................7
1.6 Kerangka Teori Dan Hipotesis..........................................................................................8
1.6.1 Kerangka teori.............................................................................................................8
1.6.2 Hipotesis .......................................................................................................................26
1.7 Metode penelitian..................................................................................................................27
1.7.1 Jenis Penelitian...........................................................................................................28
1.7.2 Sifat Penelitian............................................................................................................29
1.7.3 Data Dan Sumber Data............................................................................................29
14. xii
1.7.4 Teknik Pengumpulan Data.....................................................................................30
1.7.5 Teknik Penentuan Sampel Penelitian..................................................................31
1.7.5 Teknik Pengolahan Dan Analisis Data...............................................................32
BAB II.....................................................................................................................................................33
TINJAUAN UMUM............................................................................................................................33
2.2 Tugas pokok dan fungsi Rutan kelas iib gianyar........................................................34
2.2.1 Tugas pokok...................................................................................................................34
2.2.2 Fungsi RUTAN.............................................................................................................35
2.2.3 Dasar Hukum.................................................................................................................35
2.3.1 Struktur organisasi RUTAN Keas II B................................................................37
2.3.2 Pelayanan........................................................................................................................40
2.7 data pelanggaran tata tertib dan pidana yang dilakukan oleh narapidana dan
Tahanan di RUTAN Kelas IIB Gianyar................................................................................40
2.8 Rumah Tahanan Negara ......................................................................................................41
BAB III....................................................................................................................................................43
LANDASAN YURIDIS KEDUDUKAN NARAPIDANADIRUMAH TAHANAN
NEGARA (RUTAN) KELAS IIB GIANYAR...........................................................................43
3.1 Landasan Yuridis Kedudukan Narapidana di RUTAN Kelas IIB Gianyar .......43
3.1.1 Pengertian dan Macam-Macam Warga Binaan Pemasyarakatan ..............43
3.1.2 Tahanan.........................................................................................................................49
BAB IV....................................................................................................................................................53
EFEKTIVITAS PEMBINAAN NARAPIDANA DIRUMAH TAHANAN NEGARA
(RUTAN) KELAS II...........................................................................................................................53
4.1 Penerapan Upaya Pembinaan Narapidana Yang Dilakukan Dirumah Ta57hanan
Negara (RUTAN) Kelas IIB Gianyar.....................................................................................53
4.2 Hambatan Dalam Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Yang Dilakukan Dirumah
Tahanan Negara (RUTAN) Kelas IIB Gianyar...................................................................58
4.3 Keafektivan Upaya Pembinaan Yang Dilakakan Terhadap Pembinaan Dirumah
tahanan Negara (RUTAN) Kelas IIB Gianyar....................................................................63
BAB V.....................................................................................................................................................75
PENUTUP...............................................................................................................................................75
16. xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Data jumlah Narapidana dari Tahun 2018 sampai dengan Bulan
September 2021 dan jumlah ruang tahanan di RUTAN Kelas IIB Gianyar
..........................................................................................................................41
Tabel 2 : Data jumlah tahanan dalam proses penyidikan, penuntutan dan peradilan
dari Tahun 2018 sampai dengan Bulan September 2021 dan jumlah ruang tahanan
di RUTAN Kelas IIB Gianyar .........................................................................41
Tabel 3 : Data jenis pembinaan Narapidana Tahun 2018-September 2021 di
RUTAN Kelas IIB Gianyar...............................................................................42
Tabel 4 : Data jenis pembinaan Tahanan Tahun 2018-September 2021 di RUTAN
Kelas IIB Gianyar..............................................................................................43
Tabel 5 : Data pelanggaran tata tertib dan pidana yang dilakukan oleh Narapidana
dan Tahanan Tahun 2018-September 2021 di RUTAN Kelas IIB Gianyar......44
17. xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Struktur Organisasi RUTAN Kelas IIB Gianyar............................39
18. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pembinaan adalah sebuah sistem. Sebagai suatu sistem, maka pembinaan
narapidana mempunyai beberapa komponen yang bekerja saling berkaitan untuk
mencapai suatu tujuan. Sedikitnya ada 14 (empat belas) komponen, yaitu:
falsafah, dasar hukum, tujuan, pendekatan sistem, klasifikasi, pendekatan
klasifikasi, perlakuan kepada narapidana, orientasi pembinaan, sifat pembinaan,
remisi,bentukbangunannarapidana,keluarganarapidana,dan pembina/pemerintah.
Jadi, pada hakikatnya sistem pembinaan pemasyarakatan berhasrat untuk
mendidik, membina, dan membimbing para narapidana dengan memperbaiki pola
pikir, dan perilaku serta mental setiap narapidana selama menjalani masa
pidananya. Para tahanan yang kemudian diputuskan bersalah oleh pengadilan dan
berganti status menjadi Narapidana, kemudian akan menjalankan masa pidananya
di dalam Lembaga Pemasyarakatan (yang selanjutnya disebut LAPAS). Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan (yang selanjutnya disebut UU Pemasyarakatan) Pasal 1 angka 3,
menjelaskan bahwa:“Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS
adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik
Pemasyarakatan.”
19. 2
Di dalam menjalankan pembinaan terhadap narapidana di Indonesia,
terkandung suatu cita-cita besar di dalamnya. Pembinaan yang diberikan
diharapkan bukan saja mempermudah reintegrasi narapidana terhadap
lingkungan mereka, tetapi juga menjadikan narapidana menjadi warga
masyarakat yang mendukung keterbatasan dan kebaikan dalam masyarakat
mereka masing-masing menjadi manusia seutuhnya. Dalam sistem
pemasyarakatan ini, pada dasarnya narapidana dianggap bukan sekedar
penjahat yang akan melakukan kejahatan lainnya jika sudah dibebaskan,
melainkan merupakan subyek yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang
sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan atau kekhilafan yang dapat
dikenakan pidana, sehingga tidak seharusnya diberantas. Yang seharusnya
diberantas adalah faktor penyebab tindakan itu dilakukannya. Oleh karenanya,
upaya yang dilakukan adalah melakukan pembinaan terhadap narapidana
selama ia di tempatkan di dalam LAPAS/RUTAN untuk menjalani masa
pidananya.
LAPAS sejatinya mempunyai beberapa fungsi, yang salah satunya
untuk menimbulkan rasa menderita dengan menyadari kesalahan pada
terpidana karena dihilangkannya kemerdekaan bergeraknya. Selain itu, tujuan
lain juga untuk membimbing terpidana agar mau bertobat memperbaiki diri,
serta mendidik supaya menjadi anggota masyarakat yang baik dan berguna,
sehingga segala sesuatu tetap berdasar kepada perikemanusiaan dan sesuai
dengan tujuan pembimbingan dan pendidikan kepada Narapidana.
20. 3
Pada dasarnya Narapidana ditempatkan di dalam LAPAS untuk
menjalani masa pembinaannya, akan tetapi pada fakta lapangannya dapat
dilihat bahwa banyak Narapidana Narkotika yang akhirnya ditempatkan di
dalam Rumah Tahanan Negara (yang selanjutnya disebut RUTAN) untuk
menjalani masa pidananya. Tentu saja dalam hal pengalih fungsian ini sudah
diatur di dalam Peraturan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor
M.04-UM.01.06 Tahun 1983 tentang Tata Cara Penempatan, Perawatan
Tahanan Dan Tata Tertib Rumah Tahanan Negara yang menyatakan secara
umum bahwa penetapan Lembaga Pemasyarakatan tertentu sebagai Rumah
Tahanan Negara, LAPAS dapat beralih fungsi menjadi RUTAN, dan begitu
pula sebaliknya1
. Hal seperti ini terjadi dikarenakan kondisi beberapa
kota/kabupaten yang tidak memiliki LAPAS, serta kondisi LAPAS yang telah
melebihi kapasitas (over capacity).
Penetapan RUTAN sebagai alih fungsi dari LAPAS dilaksanakan oleh
salah satu RUTAN yang berada di Kabupaten Gianyar, yaitu Rumah Tahanan
Negara (RUTAN) Kelas IIB Gianyar. Tentunya hal ini menyebabkan fungsi
RUTAN ini menjadi bertambah mengingat saat ini jumlah penghuni yang
berstatus Tahanan berjumlah 36 (tiga puluh enam) dan Narapidana berjumlah
124 (seratus dua puluh empat) orang. Selain merawat tahanan, RUTAN ini
juga menjadi tempat pembinaan bagi narapidana yang ditempatkan di RUTAN
1 https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt52576e958f938/peraturan-menteri-
kehakiman-nomor-m04-um0106-tahun-1983/document, diakses pada hari jumat, 03 September
2021, pukul 09.05 Wita
21. 4
tersebut. pembinaan dan pembimbingan Narapidana diselenggarakan oleh
Menteri dan Petugas Pemasyarakatan.
Namun, pada realitasnya pembinaan yang dilakukan di RUTAN ini
terhadap Narapidana tampaknya tidak sepenuhnya berjalan dengan baik jika
dilihat dari peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
pembinaan Narapidana . Hal ini didasari oleh fungsi dasar RUTAN itu sendiri
yang berfungsi sebagai tempat perawatan tersangka ataupun terdakwa selama
proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan saja.
Fungsi RUTAN sendiri secara umum dijelaskan dalam Pasal 1
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
6 Tahun 2013 yang menyebutkan bahwa: “Rumah Tahanan Negara yang
selanjutnya disebut RUTAN adalah tempat tersangka atau terdakwa ditahan
selama proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.”
Oleh karenanya, pembinaan yang dilakukan di dalam RUTAN sudah pasti
berbeda kesenjangan antara ditempatkan di dalam RUTAN untuk menjalani
pembinaan dan masa pidananya, disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu
faktor penyebabnya adalah bahwa tidak setiap kota atau kabupaten memiliki
LAPAS, maka sebagian Narapidana harus ditempatkan di RUTAN untuk
menjalani masa pidananya. Terkhusus untuk Narapidana dengan pidana
dibawah satu tahun atau yang sisa pidananya tinggal beberapa bulan,
dipindahkan dari LAPAS ke RUTAN tempat asal Narapidana itu sendiri. Hal
ini menyebabkan terjadinya kesenjangan das solen (normatif) dan das seein
(empiris), kesenjangan antara tugas pokok RUTAN dan tugas pokok LAPAS
22. 5
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tentunya hal ini
menjadi sebuah permasalahan yang akan mengganggu efektivitas dari
pembinaan yang dilakukan terhadap Narapidana di RUTAN. Sudah pasti akan
banyak timbul faktor-faktor yang menghambat jalannya pembinaan. Baik
faktor secara internal maupun eksternal. Faktor-faktor tersebut akan sangat
menghalangi jalannya proses pembinaan yang baik di dalam RUTAN tersebut.
Hal ini tentunya akan menimbulkan berbagai hal terhadap Narapidana
itu sendiri maupun terhadap lingkungan setelah ia selesai menjalani masa
pidananya. Oleh karena itu, perlu dikaji bagaimana dan apa saja upaya
pembinaan yang diterima oleh Narapidana yang ditempatkan di dalam
RUTAN tersebut, dan bagaimana keefektifan upaya pembinaan. Narapidana
tersebut jika dilihat dari fungsi dasar RUTAN dan dari peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai pembinaan Narapidana. Oleh sebab itu,
penulis tertarik untuk membahas skripsi dengan judul “Efektivitas
Pembinaan Narapidana di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas IIB
Gianyar .”
1.2 Rumusan Masalah
Setelah dilihat dari latar belakang penelitian ini, maka rumusan masalah
yang disusun di penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana landasan yuridis kedudukan Narapidana di Rumah
Tahanan Negara (RUTAN) Kelas IIB Gianyar?
23. 6
2. Bagaimana efektivitas pembinaan Narapidana yang dilakukan di Rumah
Tahanan Negara (RUTAN) Kelas IIB Gianyar?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Berkenaan dengan ruang lingkup karya tulis ini, pembatasan suatu
masalah digunakan untuk menghindari adanya penyimpangan maupun pelebaran
pokok masalah agar penelitian tersebut lebih terarah dan memudahkan dalam
pembahasan sehingga tujuan penelitian akan tercapai. Beberapa batasan lingkup
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Landasan yuridis kedudukan Narapidana di Rumah Tahanan Negara
(RUTAN) Kelas IIB Gianyar.
2. Informasi seputar efektivitas pembinaan narapidana di dalam Rumah
Tahanan Negara Kelas IIB Gianyar.
1.4 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah disusun diatas, maka tujuan
yang ingin dicapai penulis melalui penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.4.1 Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui bagaimana landasan yuridis kedudukan serta posisi
Narapidana yang ditempatkan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN)
Kelas IIB Gianyar.
2. Untuk mengetahui keefektifan upaya pembinaan yang dilakukan oleh
lembaga pembina terhadap Narapidana yang ditempatkan di RUTAN.
24. 7
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Untuk memenuhi persyaratan didalam mencapai gelar kesarjanaan di
bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati
Denpasar.
2. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis dalam bidang
Hukum Pidana terutama dalam hal pembinaan Narapidana dan
hambatan yang dihadapi dalam pembinaan Narapidana yang
dilakukan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas IIB Gianyar.
1.5. Manfaat Penelitian
Dengan tercapainya tujuan penulisan diatas, maka diharapkan penelitian
ini akan memperoleh manfaat teoritis dan manfaat praktis sebagai berikut:
1.5.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran dalam memberikan wawasan, konsep, serta ilmu
pengetahuan secara umum maupun secara khusus melalui sudut pandang ilmu
hukum yang dapat berguna bagi semua orang, terkhusus bagi pembaca, agar
dapat memahami pesoalan-persoalan di bidang hukum yang berkaitan dengan
upaya pembinaan Narapidana yang dilakukan di dalam RUTAN sebagai
lembaga pembinaan.
25. 8
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memberikan
pemikiran terhadap pemecahan masalah-masalah umum dan hukum
yang berkaitan dengan pembinaan Narapidana di dalam lembaga
pembinaan, yaitu RUTAN.
2. Selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan menjadi acuan dan
bahan pengetahuan untuk program-program yang berkaitan dengan
pembinaan Narapidana.
1.6 Kerangka Teori dan Hipotesis
Terdapat beberapa kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu meliputi teori–teori hukum, yang berfungsi untuk menunjang penelitian ini.
Selain kerangka teori diperlukan adanya hipotesis yaitu dugaan awal dari
permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.
1.6.1 Kerangka Teori
Dalam penulisan ini yang berkaitan dengan tema penelitian tentang
efektivitas pembinaan Narapidana di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas IIB
Gianyar akan digunakan kerangka teori sebagai berikut :
1. Teori efektivitas hukum
a. Pengertian efektivitas
Pengertian kata efektivitas menurut Kamus Ilmiah dan pendapat ahli
diantaranya sebagai berikut : “Efektivitas (kata benda) berasal dari kata dasar
26. 9
efektif (kata sifat) menurut Kamus Ilmiah Populer diartikan sebagai
ketepatgunaan; hasil gunamenunjang tujuan. Sedangkan efektif artinya tepat;
manjur; mujarab; tepatguna; berhasil.”2 Menurut Barda Nawawi Arief,
“efektivitas mengandung arti “keefektifaan” pengaruh atau efek keberhasilan, atau
kemanjuran/kemujaraban.”3
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat ditarik pengertian efektivitas
secaa bebas adalah ketepat gunaan, pengaruh atau efek keberhasilan, kemanjuran
atau kemujaraban sebagai hasil guna dalam menunjang tujuan yang hendak
dicapai.
b. Efektivitas hukum
Efektivitas Hukum merupakan keselarasan antara apa yang diatur dalam
hukum serta bagaimana pelaksanaannya. “Hukum itu sendiri dibuat dan dibentuk
oleh otoritas yang berwenang adakalanya bukan abstraksi nilai dalam
masyarakat”.4 Jika demikian, maka akan terjadilah hukum yang tidak efektif,
tidak bisa dijalankan, atau bahkan atas hal tertentu terbit pembangkangan sipil.
Dalam realita kehidupan di masyarakat, seringkali penerapan hukum tidak efektif,
sehingga menyebabkan wacana ini menjadi perbincangan menarik untuk dibahas
dalam perspektif efektivitas hukum.5
Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa efektivitas hukum itu berkaitan
erat dengan faktor-faktor sebagai berikut:
2 Pius Partanto dan M. Dahlan Al Barry, 2001, Kamus Ilmiah Populer, Arkola,
Surabaya, hlm. 134
3Barda Nawawi Arief, 2003, Kapita Selekta Hukum Pidana, Citra Aditya
Bakti,Bandung, hal. 85.
4
Septi Wahyu Sandiyoga, 2015,Efektivitas Peraturan Walikota Makassar Nomor 64
Tahun2011 tentang Kawasan Bebas Parkir di Lima Ruas Bahu Jalan Kota Makassar, Skripsi
Universitas Hasanuddin Makasar, hlm.11
5 Ibid.
27. 10
a. Usaha menanamkan hukum didalam masyarakat, yaitu penggunaan
tenaga manusia, alat-alat organisasi, mengakui dan menaati hukum.
b. Reaksi masyarakat yang didasarkan pada sistem nilai-nilai yang
berlaku. Artinya, masyarakat mungkin menolak atau menentang hukum
karena takut pada petugas atau polisi, mentaati suatu hukum hanya
karena takut kepada terhadap sesama teman, mentaati hukum karena
cocok dengan nilai-nilai yang dianutnya.
c. Jangka waktu penanaman hukum, yaitu panjang atau pendeknya jangka
waktu dimana usaha-usaha menanamkan itu dilakukan dan diharapkan
memberikan hasil6
Menurut Achmad Ali, kesadaran akan hukum, ketaatan hukum, dan
efektivitas perundang-undangan adalah 3 (tiga) unsur yang saling berhubungan
erat. Seiring masyarakat mencampuradukkan antara kesadaran hukum dan
ketaatan hukum, padahal kedua hal itu sangat erat hubungannya, namun tidak
persis sama. Kedua unsur itu menentukan efektif atau tidaknya pelaksanaan
peraturan perundang-undangan dalam masyarakat. 7 Efektivitas Hukum dapat
dinilai dari sejauh mana hukum itu ditaati oleh sebagian besar target yang menjadi
sasaran ketaatannya. Namun, sekalipun dikatakan aturan yang ditaati itu efektif,
tetapi masih dapat diukur sejauh mana derajat efektivitasnya, karena seseorang
menaati atau tidak suatu aturan hukum tergantung pada kepentingannya8
Marcus Priyo Gunarto mengemukakan beberapa faktor dalam mengukur
ketaatan terhadap hukum secara umum, sebagai berikut:
a. Relevansi aturan hukum secara umum, dengan kebutuhan hukum dari
orang-orang yang menjadi target aturan hukum secara umum itu.
b. Kejelasan rumusan dari substansi aturan hukum, sehingga mudah
dipahami oleh target diberlakukannya aturan hukum.
6
Soerjono Soekanto, 1985,Beberapa Aspek Sosial Yuridis Masyarakat, Alumni, Bandung,
hlm.45
7 Achamd Ali, 2008, Menguak Tabir Hukum, Ghalia Indonesia , Bogor, hlm.191
8
Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), , Penerbit
Kencana, Jakarta, hlm..376
28. 11
c. Sosialisasi yang optimal kepada seluruh target aturan hukum itu.
d. Jika hukum yang dimaksud merupakan undang-undang, maka seyogyanya
aturannya bersifat melarang, dan jangan bersifat mengharuskan, sebab
hukum yang bersifat melarang lebih mudah dilaksanakan ketimbang
hukum yang bersifat mengharuskan.
e. Sanksi yang diancam oleh aturan hukum itu harus dipadankan dengan
sifat aturan hukum yang dilanggar tersebut.
f. Berat ringannya sanksi yang diancam aturan hukum itu harus proporsional
dan memungkinkan untuk dilaksanakan.
g. Kemungkinan bagi penegak hukum yang memproses jika terjadi
pelanggaran terhadap aturan hukum tersebut, adalah memang
memungkinkan, karena tindakan yang diatur dan diancamkan sanksi,
memang tindakan yang konkret, dapat dilihat, diamati, oleh karenanya
memungkinkan untuk diproses dalam setiap tahapan (penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, dan penghukuman).
h. Aturan hukum yang mengandung norma moral berwujud larangan, relatif
akan jauh lebih efektif ketimbang aturan hukum yang bertentangan dengan
nilai moral yang dianut oleh orang-orang yang menjadi target berlakunya
aturan tersebut.
i. Efektif atau tidaknya suatu aturan hukum secara umum juga tergantung
pada optimal dan profesional atau tidaknya aparat penegak hukum untuk
menegakkan aturan hukum tersebut.
j. Efektif atau tidaknya suatu aturan hukum secara umum juga mensyratkan
adanya standar hidup sosial-ekonomi yang minimal di dalam masyarakat9
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas penegakan hukum
Menurut Prof.Dr.Soerjono Soekanto, S.H., M.A. dalam bukunya yang
berjudul : “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum” menegaskan
bahwa masalah pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada factor-faktor
yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang
netral, sehingga dampak positif dan negatifnya terletak pada isi factor-faktor
tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Faktor hukumnya sendiri, yang dalam tulisan ini akan dibatasi pada
undang-undang saja.
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk dan
menerapkan hukum.
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
9 Marcus Priyo Gunarto, 2011, Kriminalisasi dan Penalisasi dalam Rangka Fungsionalisasi
Perda dan Retribusi, Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang, hlm.71
29. 12
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan.
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.10
Sehingga dengan demikian menurut Soejono Soekanto menegaskan
Kembali bahwa “Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh
karena merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur
daripada efektifitas penegakan hukum.”11
2. Teori Pembinaan
a. Pengertian pembinaan narapidana
Kalimat pembinaan narapidana terdiri dari kata “pembinaan” dan
“narapidana”, untuk mendapatkan pengertian pembinaan narapidana akan
diuraikan sebagai berikut :
1) Pengertian pembinaan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa pengertian
pembinaan adalah “Suatu proses, peraturan, cara membina dan sebagainya atau
usaha, tindakan atau kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil
guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik.”12 Sedangkan menurut
Mangunhajana, mengemukan pembinaan sebagai berikut :
Suatu proses belajar dengan melepaskan hak-hak yang sudah dimiliki
dan dipelajari hal-hal yang baru yang belum dimiliki dengan tujuan membantu
orang yang menjalaninya untuk membetulkan dan mengembangkan
pengetahuan dan kecakapan yang sudah ada serta mendapatkan pengetahuan
10 Soerjono Soekanto, 1983, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,
PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 8
11Ibid hal.9
12 Depdikbud RI, 1989, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 243
30. 13
dan kecakapan baru untuk mencapaitujuan hidup dan kerja yang sudah dijalani
secara lebih efektif.
Dari uraian tersebut di atas, dapat dipahami secara bebas bahwa
pengertian pembinaan adalah suatu proses belajar, cara membina dan
sebagainya atau usaha, Tindakan atau kegiatan untuk membantu orang
mendapatkan pengetahuan dan kecakapan baru dari pengetahuan atau
kecakapan yang dimiliki untuk dikembangkan guna mencapai tujuan yang
lebih efektif secara berdaya guna dan berhasil guna.
2) Pengertian Narapidana
Mengutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian
Narapidana adalah orang yang sedang menjalani hukuman karena telah
melakukan suatu tindak pidana. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 32 :“Terpidana adalah seseorang
yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.” Sedangkan, jika dikutip dari UU Pemasyarakatan
Pasal 1 angka 7, menyatakan bahwa:“Narapidana adalah terpidana yang
sedang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga
Pemasyarakatan.”
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Narapidana adalah seseorang
atau terpidana yang sebagian kemerdekaannya hilang sementara dan sedang
menjalani suatu hukuman di Lembaga Pemasyarakatan.
31. 14
b. Pembinaan Narapidana
Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Bimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatan menjelaskan bahwa: “Pembinaan adalah kegiatan untuk
meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual,
sikap dan perilaku, professional, kesehatan jasmani, dan rohani Narapidana
dan Anak Didik Pemasyarakatan”
Dalam melaksanakan pembinaan pemasyarakatan, perlu di dasarkan
pada suatu asas yang merupakan pegangan atau pedoman bagi para pembina
agar tujuan pembinaan yang dilakukan dapat sampai dengan baik. Untuk itu,
berdasarkan Pasal 2 UU Pemasyarakatan, asas-asas pembinaan
pemasyarakatan terdiri dari:
1) Asas Pengayoman
Yang dimaksud dengan asas pengayoman adalah perlakuan terhadap
Warga Binaan Pemasyarakatan dalam rangka melindungi masyarakat dari
kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh Warga Binaan
Pemasyarakatan, juga memberikan bekal hidup kepada Warga Binaan
Pemasyarakatan agar mereka menjadi warga yang berguna di dalam
masyarakat nantinya
32. 15
2) Asas Persamaan Perlakuan dan Pelayanan
Asas ini dimaksudkan agar terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan
(WBP) mendapat persamaan perlakuan dan pelayanan di dalam
LAPAS/RUTAN, tanpa membeda-bedakan orang.
3) Asas Pendidikan
Asas ini memenuhi kebutuhan WBP untuk mendapatkan haknya,
yaitu hak mendapat pendidikan. Di dalam LAPAS/RUTAN, WBP
mendapat pendidikan yang dilaksanakan berdasarkan Pancasila. Pendidikan
yang didapatkan antara lain pendidikan jiwa kekeluargaan, keterampilan,
pendidikan kerohanian, dan kesempatan menunaikan ibadah sesuai dengan
agamanya masing- masing.
4) Asas Pembimbingan
Di dalam LAPAS/RUTAN, WBP mendapat pembimbingan yang
dilaksanakan berdasarkan Pancasila. Dengan dilakukan pendidikan dan
pembimbingan keterampilan, diharapkan untuk menghilangkan rasa jenuh
hidup dalam LAPAS/RUTAN, yang tujuan pokoknya adalah memberikan
bekal pengetahuan kepada Narapidana supaya mereka terampil dalam
melakukan pekerjaan. Sehingga setelah selesai menjalani pidananya,
mereka tidak akan menemui kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan
kembali.
33. 16
5) Asas Penghormatan Harkat dan Martabat Manusia
Asas ini dimaksudkan agar dalam melaksanakan pembimbingan
tetap harus memperlakukan WBP sebagaimana layaknya seorang manusia.
meskipun seorang Narapidana adalah orang yang telah melakukan
kesalahan sebesar dan seberat apapun, mereka tetap manusia yang harus
dihormati harkat dan martabatnya.
6) AsasKehilanganKemerdekaanMerupakan Satu-satunya Penderitaan
WBP harus berada di dalam LAPAS/RUTAN untuk jangka waktu
yang telah ditentukan melalui putusan hakim. Maksud penempatan itu
adalah untuk memberikan kesempatan pada negara untuk memperbaiki
mereka melalui pendidikan dan pembinaan. Seseorang yang dihukum
pidana penjara atau kurungan harus menjalani pidananya di
LAPAS/RUTAN. Selama menjalani pidananya inilah mereka menjadi
hilang kemerdekaan. Artinya, ia tidak bebas untuk berpergian kemanapun
atau melakukan aktivitas diluar. Hilangnya kebebasan untuk melakukan
kegiatan diluar tersebut sebagai satu-satunya penderitaan yang dialami
selama menjadi penghuni di dalam LAPAS/RUTAN, walaupun selama
dalam LAPAS/RUTAN Narapidana tetap mempunyai hak-hak lainnya
sebagai layaknya manusia.
34. 17
7) Asas Terjaminnya Hak Untuk Tetap Berhubungan dengan Keluarga dan
Orang-Orang Tertentu
Selama Narapidana mendapat pembinaan di LAPAS/RUTAN
mereka tetap dijamin haknya untuk berhubungan dengan keluarga atau
orang-orang tertentu. Karena, pada prinsipnya untuk melakukan
pembinaan, Narapidana tidak boleh diasingkan sama sekali dengan
masyarakat. Mereka tetap dapat berhubungan dengan keluarganya, mereka
diperbolehkan menemui keluarganya yang berkunjung ke
LAPAS/RUTAN.
Pembinaan Narapidana yang saat ini dilakukan, pada awalnya
berangkat dari kenyataan bahwa tujuan pemidanaan tidak sesuai lagi
dengan perkembangan nilai dan hakekat hidup yang tumbuh dimasyarakat.
Membiarkan seseorang dipidana, menjalani pidana tanpa memberikan
pembinaan tidak akan merubah Narapidana tersebut. Bagaimana juga
Narapidana adalah manusia yang memiliki potensi yang dapat
dikembangkan ke arah perkembangan yang positif, yang mampu merubah
seseorang untuk menjadi lebih produktif, dan untuk menjadi lebih baik dari
sebelum menjalani pidananya. Disamping itu tujuan pembinaan Narapidana
dibagi menjadi 3 (tiga) hal, yaitu:
a. Setelah keluar dari LAPAS/RUTAN tidak lagi melakukan tindak pidana.
b. Menjadi manusia yang berguna, berperan aktif dan kreatif dalam
membangun bangsa dan negaranya.
35. 18
c. Mampu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di akherat13
Kesadaran sebagai tujuan dari pembinaan Narapidana dapat dicapai
dengan melakukan berbagai tahap sebagai berikut:
a. Mengenal diri sendiri
b. Memiliki kesadaran beragama
b. Mengenal potensi diri
c. Mengenal cara memotivasi
d. Mampu memotivasi orang lain
e. Mampu memiliki kesadaran yang tinggi
f. Mampu berpikir dan bertindak
g. Memiliki kepercayaan diri yang kuat
h. Memiliki tanggung jawab
i. Menjadi pribadi yang utuh14
Dalam melakukan pembinaan dan pembimbingan terhadap Narapidana,
haruslah dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang terkandung
didalamnya. Saharjo mengemukakan 10 (sepuluh) prinsipnya, yaitu:
a. Orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikan kepadanya bekal
hidup sebagai warga negara yang baik dan berguna dalam masyarakat.
b. Penjatuhan pidana bukan tindakan pembalasan dendam dari negara.
c. Rasa tobat tidak dapat dicapai dengan menyiksa, melainkan dengan
bimbingan.
d. Negara tidak berhak membuat seseorang Narapidana lebih buruk atau
lebih jahat daripada sebelum ia masuk lembaga.
e. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, Narapidana harus dikenalkan
kepada masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat.
f. Pekerjaan yang diberikan kepada Narapidana tidak boleh bersifat mengisi
waktu semata hanya diperuntukkan bagi kepentingan lembaga atau negara
saja. Pekerjaan yang diberikan harus ditujukan untuk pembangunan negara.
g. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan asas Pancasila.
h. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia
meskipun ia telah tersesat. Tidak boleh ditunjukkan kepada Narapidana
bahwa ia itu penjahat.
i. Narapidana itu hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaannya
13 Ibid, hlm. 47
14 Diah Gustiani.dkk, 2013, Hukum Penitensia dan Sistem Pemasyarakatan di Indonesia,
Penerbit???,Bandar Lampung, hlm.67
36. 19
j. Sarana fisik lembaga ini merupakan salah satu hambatan pelaksanaan sistem
pemasyarakatan15
Disamping itu, C.I. Harsono juga mengemukakan bahwa ada 4
(empat) komponen penting yang harus diperhatikan dalam pembinaan
Narapidana, yaitu:
1. Diri sendiri, yaitu Narapidana itu sendiri.
2. Keluarga
3. Masyarakat
4. Petugas16
Pengertian pembinaan narapidana secara bebas berdasarkan uraian pada
hal tersebut di atas adalah suatu proses belajar, cara membina dan sebagainya
atau usaha, Tindakan atau kegiatan untuk membantu para narapidana (oang
yang dipidana, atau terpidana) untuk mendapatkan pengetahuan dan kecakapan
baru dari pengetahuan atau kecakapan yang dimiliki untuk dikembangkan guna
mencapai tujuan yang lebih efektif, secara berdaya guna dan berhasil guna.
3. Teori pemidanaan
Pemidanaan narapidana yang dikenal dengan pemasyarakatan untuk
pertama kalinya dikemukakan oleh Sahardjo, pada waktu diadakan konferensi
Dinas Kepenjaraan di Lembang, mengenai perubahan tujuan pemidanaan
narapidana dari sistem kepenjaraan ke sistem pemasyarakatan17.
Sistem peradilan di Indonesia telah dirumuskan dan memiliki fungsi dan
tujuan pemidanaan yaitu :
15 A. Josias Simon R-Thomas Sunaryo, 2011, Studi Kebudayaan Lembaga Pemasyarakatan di
Indonesia, CV.Lubuk Agung, Bandung, hlm. 12
16 C.I Harsono Hs, Op.cit, hlm.51
17 Serikat Putra Jaya, 2005, Kapita Selekta Hukum Pidana, Cetakan Kedua, Universitas
Dipenogoro, Semarang, hlm.38
37. 20
a. Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan
b. Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa
keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana.
c. Mengusahan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi
lagi kejahatan.
Dari tujuan tersebut maka komponen dalam sistem peradilan pidana
khususnya Lembaga pemasyarakatan dapat berkerja sama dan dapat membentuk
sistem yang baik. Karena sistem hukum merupakan kesuluruhan aturan tentang
apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang harusnya tidak dilakukan oleh
manusia yang mengikat dan terpadu dari satuan kegiatan satu sama lain untuk
mencapai tujuan hukum di Indonesia.18
Tujuan diadakan pemidanaan diperlukan untuk mengetahui sifat dasar dari
hukum pidana. Menurut Franz von List dalam Bambang Purnomo, yang
mengajukan problematik sifat pidana yang menyatakan bahwa,
rechtsguterschutzdurch rechtsguterverletung yang artinya melindungi
kepentingan tetapi dengan menyerang kepentingan. Dan menurut Hugo de Groot
dalam Bambang Purnomo menjelaskan bahwa, dalam hubungan tersebut
malumpassionis (quod infligitur) propter malum actionis yang artinya penderitaan
jahat menimpa dikarenakan oleh perbuatan jahat 19
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas tentang kedua pendapat
tersebut, maka dapat dilihat adanya suatu pertentangan mengenai tujuan dari
pemidanaan. Ada yang berpendapat bahwa pidana sebagai suatu sarana
pembalasan atau berdasarkan teori absolute. Dan ada yang berpendapat bahwa
18 Romli Atmasasmita, 2011, Sistem Peradialan Pidana Kontemporer , Kencana, Jakarta,hlm .2
19 Purnomo, Bambang. 1982. Hukum Pidana, Liberty , Yogyakarta,.hlm. 2
38. 21
pidana mempunyai tujuan positif atau berdasarkan teori tujuan, serta ada juga
pendapat yang menggabungkan kedua teori tujuan pemidanaan tersebut.20
Berbagai pemikiran muncul mengenai manfaat pidana, sehingga melahirkan
beberapa teori dan konsep pemidanaan antara lain :
1) Teori Retributif (Retribution Theory)
Teori Retributif (Retribution Theory) atau Teori Pembalasan Pidana
penjara yang dikenal di Indonesia sekarang ini terdapat dalam Pasal 10 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana yang merupakan wujud dari berbagai teori yang
menyakini akan manfaat dari suatu hukuman sebagai suatu derita yang sengaja
diberikan kepada pelaku tindak pidana ternyata mempunyai manfaat yang
berbeda-beda21.
2) Teori Pencegahan kejahatan (Deterrence Theory)
Teori Pencegahan Menjatuhkan hukuman sebagai upaya membuat jera
guna mencegah terulangnya kembali tindak kejahatan merupakan ide dasar dari
deterrence (pencegahan kejahatan), maksudnya tujuan hukuman tersebut sebagai
sarana pencegahan.
3) Teori Rehabilitasi (Rehabilitation Theory)
Teori rehabilitasi dijatuhkannya hukuman kepada pelaku kejahatan, bukan
saja dilihat sebagai suatu balasan atas perbuatan yang merugikan atau penjeraan
semata, tetapi ada suatu kegunaan tertentu yaitu dalam pelaksanaannya bukan
pidana badan, tetapi pidana hilang kemerdekaan. Dengan demikian dapat
20 Panjaitan, Petrus Irwan dan Samuel Kikilaitety, 2007. Pidana Penjara Mau Kemana , CV.
Indhill Co. Jakarta, hlm. 6-27
21 Sahetapy, JE, 1982, Suatu Studi Khusus Mengenai Ancaman Pidana Mati terhadap
Pembunuhan Berencana.Rajawali, Jakarta, hlm. 201
39. 22
dikatakan bahwa penempatan seseorang disuatu tempat tertentu dengan maksud
membatasi kemerdekaan seseorang, maka tujuannya adalah memperbaiki pelaku
kejahatan agar dapat berperilaku sewajarnya dan pantas dengan menanamkan
norma-norma yang berlaku di masyarakat, atau dapat juga dikatakan dijatuhinya
hukuman untuk seseorang pelaku tindak kejahatan bertujuan untuk merehabilitasi
perilakunya.
4) Teori Abolisionis
Adanya gerakan abolisionis, yaitu ketidakpuasan terhadap hasil yang
dicapai dari adanya sanksi berupa pidana penjara, ternyata mendorong suatu
gerakan yang membentuk masyarakat yang bebas, dengan cara menghapuskan
pidana penjara sebagai refleksi pemikiran punitive.22
Sedangkan menurut Gregorius Aryadi, kelompok aboloisionis tersebut
ingin menghapus hukum pidana, karena tidak layak lagi dipertahankan dalam
masyarakat beradab, di samping karena dipandang kurang efektif untuk
pencegahan kejahatan dalam masyarakat23.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 Pasal 1
ayat (3) tentang Pemasyarakatan, yang dimaksud dengan Lembaga Pemasyarakatan
adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik
pemasyarakatan. Sedangkan menurut Keputusan Menteri Kehakiman Republik
Indonesia Nomor M.02-PK.04.10 tentang Pola Pembinaan Narapidana dan Tahanan
bahwa yang dimaksud dengan Lembaga Pemasyarakatan adalah unit pelaksana teknis
22 Muladi, 1988, Gerakan Abolisionis Ancaman Non-Represif terhadap Kejahatan. Makalah
Ceramah Ilmiah. Fakultas Hukum Universitas Tujuh Belas Agustus 1945Semarang,hlm.4
23 Aryadi, Gregorius. 1995. Putusan Hakim dalam Perkara Pidana, Universitas Atma
Jaya,Yogyakarta, hlm.17
40. 23
pemasyarakatan yang menampung, merawat, dan membina narapidana. Walaupun
dalam prakteknya Lembaga Pemasyarakatan seringkali tidak hanya membina
narapidana melainkan juga merawat tahanan yang seharusnya dilaksanakan oleh
Rumah Tahanan Negara (Rutan). Hal ini dikarenakan tidak semua Kabupaten/ Kota
memiliki Rutan sehingga tugas-tugas Rutan dilaksanakan oleh Lapas, termasuk di
Gianyar.
4. Teori hukum
Hukum adalah suatu sistem yang dibuat manusia untuk membatasi tingkah
laku manusia agar tingkah laku manusia dapat terkontrol. Hukum adalah aspek
terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan, hukum
mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat.
Oleh karena itu setiap masyarakat berhak untuk mendapat pembelaan didepan
hukum sehingga dapat di artikan bahwa hukum adalah peraturan atau ketentuan-
ketentuan tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur kehidupan masyarakat dan
menyediakan sanksi bagi pelanggarnya. Di dalam setiap masyarakat senantiasa
terdapat berbagai kepentingan dari warganya. Di antara kepentingan itu ada yang
bisa selaras dengan kepentingan yang lain, tetapi ada juga kepentingan yang
memicu konflik dengan kepentingan yang lain. Untuk keperluan tersebut, hukum
harus difungsikan menurut fungsi – fungsi tertentu untuk mencapai tujuannya.
Dengan kata lain, fungsi hukum adalah menertibkan dan mengatur pergaulan
dalam masyarakat serta menyelesaikan konflik yang terjadi.
41. 24
a. Tujuan hukum
Menurut Prof. Mr. Dr. L.J van Apeldoorn mengemukakan bahwa tujuan
hukum adalah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai. Hukum
menghendaki perdamaian. Perdamain diantara manusia dipertahankan oleh hukum
dengan melindungi kepentingan-kepentingan hukum manusia tertentu, kehormatan,
kemerdekaan, jiwa, harta benda terhadap pihak yang merugikan.
b. Fungsi hukum
Fungsi hukum menurut Franz Magnis Suseno, adalah untuk mengatasi
konflik kepentingan. Dengan adanya hukum, konflik itu tidak lagi dipecahkan
menurut siapa yang paling kuat, melainkan berdasarkan aturan yang berorientasi
pada kepentingan – kepentingan dan nilai – nilai objektif dengan tidak membedakan
antara yang kuat dan yang lemah dan orientasi itu disebut keadilan. Di Indonesia
terdapat berbagai macam peraturan yang dibuat oleh pembuat perundang-undangan
yang pada dasarnya peraturan tersebut mempunyai tujuan untuk menertibkan
masyarakat yang ada didalamnya. Maka dari itu Indonesia merupakan negara hukum
yang menjunjung tinggi keadilan. Berbagai aspek bidang yang berhubungan dengan
Indonesia dan masyarakat diatur didalam ketentuan hukum. .
Terdapat unsur-unsur yang terdapat didalam hukum diantaranya:
a. Peraturan mengenai tingkah laku dari manusia di dalam pergaulan masyarakat.
b. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
c. Peraturan itu bersifat memaksa
d. Sanksi yang tegas terhadap pelanggaran24.
24 Zulkarnaen dan Beni Ahlmad Saebani, 2012,Hukum Konstitusi, Pustaka Setia, Bandung, hlm.
25
42. 25
Maka dengan demikian manusia dituntut untuk dapat taat dan tunduk oleh
ketentuan hukum karena apabila seseorang tidak tunduk dan tidak mentaati
ketentuan hukum maka bisa dikatakan orang tersebut telah melanggar ketentuan
hukum dan dapat dikenakan sanksi. “Pada dasarnya sanksi adalah akibat dari
sesuatu perbuatan atau suatu reaksi dari pihak lain (manusia atau organisasi
sosial) atas sesuatu perbuatan”25.
Kehadiran hukum sebagai skema berjalan seiring dengan semakin kuatnya
citra masyarakat sebagai suatu “kehidupan yang distrukturkan dan
dikontruksikan”. Oleh de Beus dan van Doorn, masyarakat yang demikian itu
disebut De geconstrueeude samenleving . Masyarakat modern semakin penuh
dengan kontruksi – kontruksi artifisial, termasuk hukumnya”26.
Suatu hukum dapat terwujud dan berjalan dengan baik maka diperlukan
adanya suatu penegakan hukum. Penegakan hukum ini tidak semata – mata
hukum itu harus dilaksanakan tanpa melihat dari segala segi kemanusiaan. Akan
tetapi harus kembali kepada peran awal adanya hukum itu sendiri.
25 E. Utrecht, 1996, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Balai Buku Ichtiar, Jakarta,hlm.56.
26 Satjipto Rahardjo, 2010, Penegakan Hukum Progresif, Kompas Media Nusantara, Jakarta,hlm.13
43. 26
Secara sistematis, fungsi hukum dalam perkembangan masyarakat adalah
sebagai berikut:
a. Alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat.
b. Sarana untuk mewujudkan keadilan sosial, lahir dan batin.
c. Menentukan orang yang bersalah dan yang tidak bersalah.
d. Sarana penggerak pembangunan.
e. Penentuan alokasi wewenang secara terperinci tentang pihak – pihak yang
boleh melakukan pelaksanaan (penegak hukum), yang harus menaatinya, yang
memilih sanksi yang tepat dan adil, seperti konsep hukum konstitusi negara.
f. Alat penyelesaian sengketa.
g. Alat ketertiban dan keteraturan masyarakat.
h. Alat untuk mengkritik.
i. Pemersatu bangsa dan negara serta meningkatkan kewibawaan negara di mata
dunia.
j. Menurut Theo Huijabers, fungsi hukum adalah memelihara kepentingan umum
dalam masyarakat, menjaga hak – hak manusia, mewujudkan keadilan dalam
hidup bersama27.
Dari uraian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan secara bebas bahwa
fungsi hukum adalah untuk melindungi hak-hak asasi manusia agar dalam pergaulan
hidup manusia bermasyarakat, berbangsa dan bernegara mencapai rasa aman, damai,
tentram karena adanya perlindungan/kepastian hukum, keadilan dan kemanusiaan.
1.6.2. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih diragukan,
dapat diterima atau ditolak karena harus dibuktikan kebenarnnya. Untuk merumuskan
hipotesis yang baik dan benar menurut Sumadi Surya Brata dalam bukunya yang
berjudul “Metodelogi Penelitian” tahun 2000 menjelaskan pendapatnya sebagai
berikut :
a. Harus dinyatakan pertautan antara dua variabel atau lebih (dalam rumusan
hipotesis minimal terdapat dua variabel)
b. Hendaknya dinyatakan dalam kalimat deklaratif (kalimat pernyataan)
c. Hendaknya dirumuskan dengan jelas.
27 Wawan Muhwan Hariri,2012, Pengantar Ilmu Hukum, Pustaka Setia, Bandung,hlm..44-45.
44. 27
d. Harus dapat diuji kebenarannya. 28
Sehingga rumusan hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini
berkaitan dengan rumusan masalah adalah sebagai berikut :
1. Rumusan hipotesis masalah satu
a. Ada landasan yuridis kedudukan Narapidana di Rumah Tahanan Negara
(RUTAN) Kelas IIB Gianyar.
b. Tidak ada landasan yuridis kedudukan Narapidana di Rumah Tahanan
Negara (RUTAN) Kelas IIB Gianyar.
2. Rumusan hipotesis masalah dua
a. Belum tercapainya efektivitas pembinaan Narapidana yang dilakukan di
Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas IIB Gianyar.
b. Tercapainya efektivitas pembinaan Narapidana yang dilakukan di Rumah
Tahanan Negara (RUTAN) Kelas IIB Gianyar.
1.7 Metode Penelitian
Dalam penelitian hukum mengenal dua macam metoda penelitian hukum
yaitu metoda penelitian hukum normatif dan metoda penelitian hukum empiris.
Sistematika dalam penelitian hukum normatif dan empiris pada umumnya sama tetapi
metoda penelitian hukum normatif tidak menggunakan kerangka teori dan hipotesis,
melainkan menggunakan landasan teori. Dalam penelitian ini menggunakan metode
penelitian hukum empiris.
28 Sumardi Surya Brata, 2000, Metodelogi Penelitian ,Rajawali Pers ,Jakarta , hlm.70
45. 28
1.7.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian hukum empiris atau dengan
istilah lain biasa disebut penelitian hukum sosiologis atau disebut pula dengan
penelitian lapangan. Penelitian hukum empiris adalah sebuah metode penelitian
hukum yang berupaya untuk melihat hukum dalam artian yang nyata atau dapat
dikatakan melihat, meneliti bagaimana bekerjanya hukum di masyarakat.
“Penelitian hukum empiris/sosiologis ini bertitik tolak dari data
primer/dasar yaitu data yang diperoleh langsung dari masyarakat sebagai
sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan, yang dilakukan baik
melalui pengamatan (observasi), wawancara, ataupun penyebaran kuisioner”.29
Menurut Bambang Sunggono dalam bukunya yang berjudul :” Metode
Penelitian Hukum” menjelaskan bahwa “penelitian hukum empiris yaitu suatu
penelitian berupa studi-studi empiris untuk menemukan teori-teori mengenai
proses bekerjanya hukum di dalam masyarakat”30. Sifat penelitian ini adalah
penelitian deskriptif analitis. Penelitian ini melakukan analisis hanya sampai
pada taraf deskripsi, yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematis,
sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan. Deskriptif dalam
arti bahwa penelitian ini bermaksud untuk menggambarkan dan melaporkan
secara rinci, sistematis, dan menyeluruh, mengenai segala sesuatu yang
berkaitan dengan efektivitas pembinaan narapidana di dalam RUTAN.
1.7.2 Sifat Penelitian
29Jonaedi Efendi dan Johnny Ibrahim,2018, Metode Penelitian Hukum Normatif &
Empiris, Prenamedia Group, Depok, hlm.149
30 Bambang Sunggono, 1996, Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, hlm.43
46. 29
Sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis. Penelitian
ini melakukan analisis hanya sampai pada taraf deskripsi, yaitu
menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematis, sehingga dapat lebih
mudah untuk dipahami dan disimpulkan. Deskriptif dalam arti bahwa
penelitian ini bermaksud untuk menggambarkan dan melaporkan secara
rinci, sistematis, dan menyeluruh, mengenai segala sesuatu yang berkaitan
dengan efektivitas pembinaan narapidana dengan objek penelitian ini
adalah Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Gianyar. Dengan pertimbangan
bahwa lembaga ini memenuhi kriteria untuk mendapatkan gambaran
tentang pembinaan terhadap Narapidana sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995
tentang Pemasyarakatan. Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Gianyar yang
merupakan Unit Pelaksana Teknis yang masih dalam Lingkungan Kantor
Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Bali yang berada di
bawah Divisi Pemasyarakatan.
1.7.2 Data dan Sumber Data
Berdasarkan sudut pandang penelitian hukum, peneliti pada
umumnya mengumpulkan data primer dan data sekunder. Sumber data
yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder yang didukung
oleh data primer. Data sekunder yang dimaksud sebagai berikut:
a. Bahan Hukum Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan yang
meliputi wawancara survey di lapangan terhadap narasumber yang berada di
Rumah Tahanan Negara Kelas II B Gianyar, semua dokumen peraturan yang
47. 30
mengikat dan ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang, yakni berupa
undang-undang, peraturan pemerintah, dan sebagainya.
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang berasal dari bahan-bahan
pustaka yang isinya semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil
kajian tentang Pembinaan Narapidana di Rumah Tahanan Negara.
1.7.4 Teknik Pengumpulan data
Penulisan skripsi ini menggunakan metode Library Research
(Penelitian Kepustakaan) dan Field Research (Penelitian Lapangan).
a. Library Research atau Penelitian Kepustakaan, yaitu mengkaji secara kritis
bahan-bahan yang berkaitan dengan masalah yang diangkat dalam penelitian.
Bahan-bahan yang dikaji, kemudian dirinci secara sistematis dan dianalisis
secara dedukatif. Penelitian kepustakaan ini mengumpulkan bahan-bahan
yang didapat dari buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-
laporan yang berkaitan dengan Pembinaan Narapidana.
b. Field Research atau Penelitian Lapangan, yaitu penelusuran lapangan sebagai
langkah awal dalam rangka untuk menyiapkan kerangka penelitian yang
bertujuan memperoleh informasi penelitian sejenis, dan memperdalam kajian
teoritis. Pengumpulan informasi dari penelitian lapangan ini didapatkan
melalui wawancara serta kunjungan langsung yang dilakukan di Rumah
Tahanan Negara Kelas IIB Gianyar.
48. 31
1.7.5. Teknik Penentuan Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki karakteristik
yang relatif sama dan dianggap bisa mewakili populasi. Sampel merupakan
bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh suatu populasi yang
akan diteliti. Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan jenis
Non Probability Sampling. Non Probability Sampling jenis sampel ini tidak
dipilih secara acak. tidak semua unsur atau elemen populasi mempunyai
kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel.
Menurut Sugiyono “nonprobability sampling adalah teknik yang
tidak memberi peluang/kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota
populasi untuk dipilih menjadi sampel”.31
“Teknik Non Probability Sampling yang dipilih yaitu dengan
Sampling jenuh (sensus ) yaitu metode penarikan sampel bila semua anggota
populasi di jadikan sampel. Hal ini sering dilakukan apabila jumlah populasi
kecil, kurang dari 30 orang”.
Dalam penilitian ini sampel yang akan diambil adalah seluruh warga
binaan pemasyarakatan yang berada didalam Rutan Klas IIB Gianyar. Teknik
pengambilan sampel dengan menggunakan metode sampel jenuh. Metode
sampel jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi di
gunakan menjadi sampel.
31 Sugiyono, 2001,Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D Penerbit CV. Alfabeta:
Bandung, 2017., hlm.60
49. 32
1.7.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh baik dari studi kepustakaan maupun dari
penelitian lapangan akan dianalisa secara kualitatif. Perolehan data dari
analisis kualitatif ini diperoleh dari berbagai sumber dengan menggunakan
teknik pengumpulan data yang bermacam-macam. Data kualitatif adalah
data non-angka, yaitu berupa kata, kalimat, pernyataan, dan dokumen.
Dalam penelitian kualitatif, analisa data lebih difokuskan selama proses
dilapangan bersamaan dengan pengumpulan data.
50. 33
BAB II
TINJAUAN UMUM
RUTAN KELAS IIB GIANYAR
2.1. Kedudukan RUTAN Kelas IIB Gianyar
Kedudukan RUTAN Kelas IIB Gianyar beralamat di Jl. Nurah Rai
Gianyar Gang Timur DPRD No.I/3, Gianyar, Kecamatan Gianyar, Kabupaten
Gianyar, Bali 80511. Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Gianyar (Rutan Gianyar)-
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali-Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan-Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia, berdasarkan BaliPost.com, tanggal 21 Mei 2021 Ruran Kelas IIB
Gianyar memiliki daya tampung 44 orang Napi. Namun, jumlah penghuni saat ini
mencapai 166 orang, sehingga terjadi over kapasitas hingga 300 persen. Penghuni
Narapidana mencapai 126 orang dengan perincian : Napi Laki-laki berjumlah 105
orang, dan Napi Perempuan sejumlah 21 orang. Sedangkan jumlah tahanan
mencapai 40 orang yang terdiri dari tahanan laki-laki berjumlah 39 orang, tahanan
perempuan berjumlah 1 orang. Total hunian Rutan Kelas IIB Gianyar tertanggal
18 Mei 2021 sejumlah 166 orang. Dari total tahanan tersebut sejumlah 10 orang
tahanan dititipkan di Rutan Polres Gianyar. Penitipan tahanan ini dilakukan guna
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Ketika Rutan Overload akan
terpengaruh terhadap upaya pembinaan, Kesehatan, penggunaan fasilitas, seperti
51. 34
kamar mandi dan kamar tidur.32 Guna mengurangi over kapasitas, Rutan Kelas IIB
Gianyar memindahkan 11 orang Napi ke Rutan Kelas IIB Bangli dengan
persetujuan Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Bali. Rutan Kelas IIB
Gianyar juga merencanakan akan menitipkan Napi Narkotika ke Lapas Narkotika
Bangli.33
Jumlah seluruh personil/petugas Rutan Kelas IIB Gianyar dari unsur
Pimpinan dan staf berjumlah 56 orang personil terdiri dari personil laki-laki
berjumlah 43 orang dan personil perempuan berjumlah 13 orang
2.2. Tugas Pokok dan Fungsi RUTAN Kelas IIB Gianyar
2.2.1 Tugas Pokok
Tugas pokok RUTAN adalah melaksanakan perawatan terhadap
tersangka dan terdakwa sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2.2.2 Fungsi RUTAN
RUTAN memiliki 4( empat) fungsi dalam menyelenggarakan
tugasnya yaitu :
a. Melakukan pelayanan tahanan
b. Melakukan Pemeliharaan keamanan dan tata tertib RUTAN
c. Melakukan Pengelolaan RUTAN
d. Melakukan Urusan Tata Usaha
32 Situs internet : https://www.balipost.com>news, diakses tanggal4 -10 -2021
33 ibid
52. 35
2.2.3 Dasar Hukum
Organisasi RUTAN dan tata kerjanya dijelaskan dalam Keputusan
Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.04-PR.07.03 Tahun 1985
tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Tahanan Negara dan Rumah
Penyimpanan Benda Sitaan Negara. Selanjutnya, pelaksanaan tugas RUTAN
diatur Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 1999
tentang Syarat-Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas dan
Tanggung Jawab Perawatan Tahanan. Pelaksanaan fungsi pemeliharaan
keamanan dan tata tertib RUTAN diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan
HAM Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2015 tentang Pengamanan Pada
Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara.
2.3 Struktur Organisasi RUTAN Kelas IIB Gianyar
2.3.1 Strukur Organisasi RUTAN Kelas II B terdiri dari :
1. Kepala RUTAN
Setiap Rutan dipimpin oleh seorang Kepala.
2. Sub Seksi Pelayanan Tahanan
Sub Seksi ini mempunyai tugas untuk melakukan pengadministrasian dan
perawatan, serta mempersiapkan pemberian bantuan hukum dan penyuluhan
bagi tahanan.
3. Sub Seksi Pengelolaan RUTAN
Sub Seksi ini bertugas untuk melakukan pngurusan keuangan, perlengkapan,
rumah tangga, dan kepegawaian di lingkungan RUTAN.
53. 36
4. Kesatuan Pengamanan RUTAN
Kesatuan pengamanan RUTAN memiliki tugas memelihara keamanan dan
ketertiban RUTAN.
5. Petugas Tata Usaha
Petugas tata usaha bertugas untuk melakukan urusan surat-menyurat dan
kearsipan.
Sumber : Ruang Data RUTAN Kelas IIB Gianyar
Gambar 1 : Struktur Organisasi RUTAN Kelas IIB Gianyar
54. 37
2.3.2 Pelayanan
1. Pengertian
Pelayanan tahanan yang dilaksanakan mulai dari penerimaan sampai
dengan pengeluaran tahanan dari RUTAN disebut dengan perawatan
tahanan. Pelaksanaan perawatan tahanan dilakukan oleh Kepala RUTAN.
2. Bentuk Pelayanan
Bentuk - bentuk layanan yang terdapat di RUTAN adalah sebagai berikut:
a. Perawatan jasmani dan rohani
b. Pelayanan Pendidikan dan Pengajaran
c. Pelayanan Kesehatan dan Makanan
d. Pelayanan Penyampaian Keluhan
e. Pelayanan Bahan Bacaan dan Media Massa
f. Pelayanan Kunjungan
2.4 Data jumlah Narapidana dari Tahun 2018 sampai dengan Bulan
September 2021
Data jumlah Narapidana dari Tahun 2018 sampai dengan Bulan September
2021 dibutuhkan dalam penelitian ini untuk mengetahui trend jumlah Narapida
dari tahun ketahun yang dikaitkan dengan jumlah ruang tahanan yang tersedia.
Untuk itu disajikan dalam bentuk tabel sebagaimana di bawah ini.
55. 38
Sumber : Ruang Data RUTAN Kelas IIB Gianyar
Tabel 1 : Data jumlah Narapidana dari Tahun 2018 sampai dengan Bulan
September 2021 dan jumlah ruang tahanan di RUTAN Kelas IIB Gianyar
NO. TAHUN
JUMLAH
NARAPIDANA
JUMLAH
RUANG
TAHANAN
KETERANGAN
1. 2018 2497 7
2. 2019 3205 7
3. 2020 3360 7
4. Sept.2021 3045 7
2.5 Data Tahanan dalam proses penyidikan, proses penuntutan, proses
peradilan dari Tahun 2018 sampai dengan Bulan September 2021
Data tahanan dalam proses penyidikan, penuntutan dan peradilan dari
tahun 2018 sampai dengan bulan September 2021 dalam penelitian ini karena
fungsi RUTAN disamping digunakan untuk Narapidana, juga digunakan untuk
para tersangka, terdakwa yang masih dalam proses peradilan Untuk itu disajikan
dalam bentuk tabel sebagaimana di bawah ini.
Tabel 2 : Data jumlah tahanan dalam proses penyidikan, penuntutan dan
peradilan dari Tahun 2018 sampai dengan Bulan September 2021 dan
jumlah ruang tahanan di RUTAN Kelas IIB Gianyar
NO. TAHUN
JUMLAH TAHANAN
DALAM PROSES
PERADILAN
JUMLAH
RUANG
TAHANAN
KETERANGAN
1. 2018 1586 4
2. 2019 1605 4
3. 2020 1093 4
4. Sept.2021 1161 4
Sumber : Ruang Data RUTAN Kelas IIB Gianyar
56. 39
2.6 Data Jenis Pembinaan Narapidana dan Tahanan dari Tahun 2018 sampai
dengan Bulan September 2021 di RUTAN Kelas IIB Gianyar
Data jenis pembinaan terhadap Narapidana dan tahanan yang
diselenggarakan di RUTAN Kelas II B Gianyar dari tahun 2018 – bulan
September 2021 perlu diketahui untuk menganalisa jenis/macam pembinaan yang
telah dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Untuk itu disajikan
dalam bentuk tabel sebagaimana di bawah ini.
Tabel 3 : Data jenis pembinaan Narapidana Tahun 2018-September 2021 di
RUTAN Kelas IIB Gianyar
NO.
JENIS PEMBINAAN
NARAPIDANA
TAHUN & JUMLAH
KET
2018 2019 2020 2021
1. Pembinaan Kerohanian 86 - - -
2. Pembinaan Kesehatan Jasmani 2497 3205 3360 3045
3. Pembinaan Budi Pekerti 2497 3205 3360 3045
4. Pembinaan kegiatan latihan kerja
7jam/hari
168 323 240 384 -
5. Pembinaan mematuhi peraturan tata
tertib Lapas/Rutan
2497 3205 3360 3045 -
6. Pembinaan memelihara sopan santun
kepada sesama penghuni dan petugas
2497 3205 3360 3045 -
7. Pembinaan memelihara keamanan dan
ketertiban dalam berinteraksi sesama
penghuni
2497 3205 3360 3045
-
TOTAL 12739 16348 17040 15609
Sumber : Ruang Data RUTAN Kelas IIB Gianyar
57. 40
Tabel 4 : Data jenis pembinaan Tahanan Tahun 2018-September 2021 di
RUTAN Kelas IIB Gianyar
NO. JENIS PEMBINAAN TAHANAN
TAHUN & JUMLAH
KET
2018 2019 2020 2021
1. Pembinaan Kerohanian - - - - -
2. Pembinaan Kesehatan Jasmani 1586 1605 1093 1161 -
3. Pembinaan Budi Pekerti - - - - -
4. Pembinaan kegiatan latihan kerja
7jam/hari
- - - - -
5. Pembinaan mematuhi peraturan tata
tertib Lapas/Rutan
- - - - -
6. Pembinaan memelihara sopan santun
kepada sesama penghuni dan petugas
- - - - -
7. Pembinaan memelihara keamanan dan
ketertiban dalam bernteraksi sesame
penghununi
- - - - -
TOTAL
2.7 Data pelanggaran tata tertib dan pidana yang dilakukan oleh Narapidana
dan Tahanan di RUTAN Kelas IIB Gianyar
Data pelanggaran tata tertib dan pidana yang dilakukan oleh Narapidana
dan Tahanan di RUTAN Kelas IIB Gianyar untuk menganalisa keberhasilan
dalam efektivitas pembinaan yang dilakukan oleh petugas sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Untuk itu disajikan Tabel sebagaimana di bawah ini.
Sumber : Ruang Data RUTAN Kelas IIB Gianyar
58. 41
Tabel 5 : Data pelanggaran tata tertib dan pidana yang dilakukan oleh
Narapidana dan Tahanan Tahun 2018-September 2021
di RUTAN Kelas IIB Gianyar
NO JENIS PELANGGARAN
JUMLAH PELANGGAR
Tahun 2018- Sept.2021 KET
NARAPIDANA TAHANAN
1. Tata tertib
2018 - 0
2019 - 2
2020 – 0
Sept 2021 – 1
0
2. Pidana 0 0
TOTAL 3 0
2.8 Rumah Tahanan Negara
Pasal 1 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia
Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan Dan
Rumah Tahanan Negara menetukan bahwa Rumah Tahanan Negara (RUTAN)
adalah tempat tersangka atau terdakwa ditahan selama proses penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
Sedangkan keberadaan RUTAN juga diatur dalam ketentuan Pasal 18
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang
menyebutkan :
Sumber : Ruang Data RUTAN Kelas IIB Gianyar
59. 42
1) Di setiap Ibukota Kabupaten atau Kotamadya dibentuk RUTAN
oleh Menteri;
2) Apabila dipandang Menteri dapat membentuk atau menunjuk RUTAN
di luar tempat sebagaimana dimaksud ayat (1) yang merupakan
cabang dari RUTAN;
3) Kepala cabang RUTAN diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.
Adapun fungsi umum RUTAN adalah melakukan pelayanan tahanan,
melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib RUTAN, melakukan
pengelolaan RUTAN, serta melakukan urusan tata usaha. Bangunan RUTAN
adalah sarana berupa bangunan dan lahan yang diperuntukkan sebagai penunjang
kegiatan pembinaan yang terdiri dari RUTAN Kelas I dan RUTAN Kelas II.
Tujuan dari RUTAN ini merupakan pembinaan tahanan selama proses
penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, hingga keluarnya
putusan pengadilan yang berkekuatan hukum.
RUTAN dibagi menjadi beberapa bentuk yang didasarkan atas daya
muat atau daya tampung dan juga kapasitasnya. Berikut adalah klasifikasi dari
RUTAN:
a. Rumah Tahanan Negara Kelas I > 1500
b. Rumah Tahanan Negara Kelas II > 500-1500
c. Rumah Tahanan Negara Kelas IIB = 1-500 orang
Dalam penelitian ini dilakukan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN)
Kelas IIB Gianyar yang seyogyanya berkapasitas 1-500 orang dengan jumlah
ruang tahanan yang tersedia memadai dengan 500 orang Narapidana/Tahanan.
60. 43
BAB III
LANDASAN YURIDIS KEDUDUKAN NARAPIDANA DI RUMAH
TAHANAN NEGARA (RUTAN) KELAS IIB GIANYAR
3.1 Landasan Yuridis Kedudukan Narapidana di RUTAN Kelas IIB
Gianyar
Sebagai landasan yuridis kedudukan Narapidana di RUTAN Kelas IIB
Gianyar harus sesuai dengan UU RI No.8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan
PP RI No.27 tentang Pelaksanaan KUHAP yang kemudian dijabarkan secara
spesifik dengan UU RI No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan
Peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang Narapidana,
mengatur Tahanan dalam proses penyidikan, penuntutan dan peradilan, hak
dan kewajiban serta larangan Narapidana dan Tahanan. Untuk jelasnya hal
tersebut di atas akan diraikan berturut-turut sebagai berikut :
3.1.1 Pengertian dan Macam-Macam Warga Binaan Pemasyarakatan
Warga Binaan Pemasyarakatan atau yang dapat disingkat dengan
WBP, pada Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menjelaskan bahwa “Warga
Binaan Pemasyarakatan adalah Narapidana, Anak Didik Pemasyarakatan,
dan Klien Pemasyarakatan.”.
61. 44
Dari penjelasan Pasal tersebut dapat dilihat bahwa WBP itu Sendiri
terbagi menjadi 3 (tiga) status yang membedakannya. Berikut penjelasan
mengenai apa itu Narapidana, Anak Didik Pemasyarakatan, dan Klien
Pemasyarakatan.
1. Narapidana
a. Pengertian Narapidana
Narapidana secara harafiah dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) yang menjelaskan bahwa “Narapidana adalah orang
yang sedang menjalani hukuman karena telah melakukan suatu tindak
pidana.” 34Sedangkan dalam arti hukumnya, yang dilihat dari Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan Pasal 1 angka 7 yang menyatakan dengan jelas bahwa
“Narapidana adalah terpidana yang sedang menjalani masa pidana hilang
kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan”.Terpidana dapat dilihat juga
pada Pasal 1 angka 6 undang-undang yang sama menjelaskan bahwa
“terpidana adalah seseorang yang di pidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.” Dan dapat
juga dilihat dari Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
yang menjelaskan penjelasan tentang terpidana sesuai dengan yang tertulis
di UU Pemasyarakatan tersebut.
34 Kamus Besar Bahasa Indonesia,Narapidana,https://kbbi.web.id, Diakses pada hari minggu 5
September 2021, pukul 14:20
62. 45
Sehingga dari beberapa penjelasan tersebut dapat ditarik sebuah
kesimpulan bahwa Narapidana merupakan seseorang atau terpidana yang
hilang kemerdekaannya sementara karena suatu tindak pidana dan sedang
menjalani suatu hukuman di Lembaga Pemasyarakatan.
a. Hak dan Kewajiban Narapidana
Narapidana yang ditempatkan di dalam LAPAS/RUTAN memiliki
hak dan kewajiban sebagaimana telah diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
1) Hak Narapidana
Hak Narapidana diatur sebagaimana ketentuan dalam Pasal 14 ayat (1) UU
RI No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan sebagai berikut :
a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya
b. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani
c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran
d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak
e. Menyampaikan keluhan
f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media
massa lainnya yang tidak dilarang
g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan
h. menerima kunjungan keluarga, penasdihat hukum,atau orang tertentu
lainnya.
i. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)
j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti
mengunjungi keluarga
k. Mendapatkan pembebasan bersyarat
l. Mendapatkan cuti menjelang bebas
m. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku
63. 46
2) Kewajiban Narapidana
Menurut B Mardjono Reksodiputro, menyatakan bahwa dalam
Pasal 23 Naskah Akademik Rancangan Undang-undang
Pemasyarakatan menyatakan bahwa :
1. Mengikuti program pembinaan yang meliputi kegiatan perawatan
jasmani dan rohani, serta kegiatan tertentu lainnya dengan tertib.
2. Mengikuti bimbingan dan pendidikan agama sesuai dengan agama
dan kepercayaannya.
3. Mengikuti kegiatan latihan kerja yang dilaksanakan selama 7
(tujuh) jam dalam sehari.
4. Mematuhi peraturan tata tertib LAPAS selama mengikuti program
kegiatan.
5. Memelihara sopan santun, bersikap hormat dan berlaku jujur dalam
segala perilakunya, baik terhadap sesama penghuni dan lebih
khusus terhadap seluruh petugas.
6. Menjaga keamanan dan ketertiban dalam hubungan interaksi
sesama penghuni.
7. Melaporkan kepada petugas segala permasalahan yang timbul
8. dalam penyelenggaraan pembinaan Narapidana, lebih khusus
terhadap masalah yang dapat memicu terjadinya gangguan kamtib.
9. Menghindari segala bentuk permusuhan, pertikaian, perkelahian,
pencurian, dan pembentukan kelompok-kelompok solidaritas di
antara penghuni di dalam LAPAS.
10. Menjaga dan memelihara segala barang inventaris yang
diterima dan seluruh sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan
pembinaan Narapidana.
11. Menjaga kebersihan badan dan lingkungan dalam LAPAS35
35 B Mardjono Reksodiputro,2009, Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang
Tentang Lembaga Pemasyarakatan, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum
dan HAM RI, Jakarta, hlm.90
64. 47
3) Larangan Narapidana
Selain hak dan kewajibannya, Narapidana di dalam RUTAN ini juga
memiliki larangan yang tidak boleh dilakukannya, yaitu sebagai berikut:
a. Mempunyai hubungan keuangan dengan narapidana atau tahanan
lain maupun Petugas Pemasyarakatan
b. Melakukan perbuatan asusila dan/atau penyimpanga seksual
Melakukan upaya melarikan diri atau membantu pelarian
c. Memasuki Steril Area atau tempat tertentu yang ditetapkan Kepala
RUTAN tanpa izin dari Petugas Pemasyarakatan
d. Melawan atau menghalangi Petugas Pemasyarakatan dalam
menjalankan tugas
e. Melawan atau menghalangi Petugas Pemasyarakatan dalam
menjalankan tugas
f. Membawa dan/atau menyimpan uang secara tidak sah dan barang
berharga lainnya
g. Menyimpan, membuat, membawa, mengedarkan, dan/atau
mengkonsumsi narkotika dan/atau prekusor narkotika serta obat-
obatan lain yang berbahaya
h. Menyimpan, memuat, membawa, mengedarkan, dan/atau
mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol
i. Melengkapi kamar hunian dengan alat pendingin, kipas angin,
televisi, dan/atau alat elektronik lainnya
j. Memiliki, membawa, dan/atau menggunakan alat elektronik, seperti
laptop atau komputer, kamera, alat perekam, telepon genggam,
pager, dan sejenisnya
k. Melakukan pemasangan instalasi listrik di dalam kamar hunian
b. Membuat atau menyimpan senjata api, senjata tajam, atau sejenisnya
c. Membawa dan/atau menyimpan barang-barang yang dapat
menimbulkan ledakan dan/atau kebakaran
d. Melakukan tindakan kekerasan, baik secara fisik maupun psikis
terhadap sesama narapidana/tahanan, petugas, atau tamu
e. Mengeluarkan perkataan yang bersifat provokatif yang dapat
menimbulkan terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban.
f. Membuat tato, memanjangkan rambut bagi narapidana laki-laki,
membuat tindik, mengenakan anting atau lainnya
g. Memasuki blok/kamar hunian lain tanpa izin petugasMelakukan
aktivitas yang dapat mengganggu atau membahayakan keselamatan
pribadi atau narapidana/tahanan, petugas, dan pengunjung
h. Melakukan perusakan fasilitas RUTAN
i. Melakukan pencurian, pemerasan, perjudian, atau penipuan u.
Menyebarkan ajaran sesat
65. 48
j. Melakukan aktivitas lain yang dapat menimbulkan gangguan
keamanan dan ketertiban RUTAN
2. Anak Didik Pemasyarakatan
Anak Didik Pemasyarakatan merupakan salah satu jenis atau
status dari Warga Binaan Pemasyarakatan. Dalam Pasal 1 angka 8
UU Pemasyarakatan menjelaskan bahwa “anak didik pemasyarakatan
adalah
a. Anak Pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan
menjalani pidana di LAPAS Anak paling lama sampai berumur
18 (delapan belas) tahun
b. Anak Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan
diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di
LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas)
tahun
c. Anak Sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau
walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di
LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas)
tahun.
Sama halnya seperti Narapidana, Anak Didik Pemasyarakatan,
baik itu Anak Pidana, Anak Negara, ataupun Anak Sipil, masing-masing
memiliki hak-hak yang diatur dalam Pasal 22 ayat (1) UU
Pemasyarakatan, yaitu sebagai berikut:
a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya
b. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani
c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran
66. 49
d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak
e. Menyampaikan keluhan
f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti sistem media massa lainnya
yang tidak dilarang
g. Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu
lainnya
h. Mendapatkan masa pengurangan pidana (remisi)
i. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi
keluarga
j. Mendapatkan kebebasan bersyarat
k. Mendapatkan cuti menjelang bebas
l. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang- undangan
yang berlaku.
3. Klien Pemasyarakatan
Klien Pemasyarakatan dalam UU Pemasyarakatan Pasal 1 angka
9 menjelaskan bahwa “Klien Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut
Klien adalah seseorang yang berada dalam bimbingan BAPAS.” Klien
ini menurut Pasal 42 ayat (1) UU Pemasyarakatan terdiri dari:
a. Terpidana bersyarat
b. Narapidana, Anak Pidana, dan Anak Negara yang mendapatkan
pembebasan bersyarat atau cuti menjelang bebas
c. Anak Negara yang berdasarkan putusan pengadilan, pembinaannya
diserahkan kepada orang tua asuh atau badan sosial
d. Anak Negara yang berdasarkan Keputusan Menteri atau pejabat di
lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang ditunjuk,
bimbingannya diserahkan kepada orang tua asuh atau badan sosial.
e. Anak yang berdasarkan penetapan pengadilan, bimbinganya
dikembalikan kepada orang tua atau walinya.
3.1.2 Tahanan
RUTAN Kelas IIB Gianyar disamping dihuni oleh para Narapidana
juga dihuni oleh para Tahanan sementara dengan status masih dalam proses
penyidikan, penuntutan dan peradilan. Sama halnya dengan Narapidana,
67. 50
Tahanan juga mempunyai hak, kewajiban dan larangan yang sama dengan
Narapidana berdasarkan peraturan perundang-undangan yang sama, tetapi
ada perbedaan dalam hak-hak yang didapatkan tahanan selama masa
tahanannya di dalam RUTAN, yaitu sebagai berikut:
a. Tahanan berhak menghubungi dan didampingi pengacara
b. Tahanan segera diperiksa oleh penyidik setelah 1 (satu) hari ditahan
c. Menghubungi dan menerima kunjungan pihak keluarga atau orang lain
untuk kepentingan penangguhan penahanan atau usaha mendapat bantuan
hukum
d. Tahanan berhak meminta atau mengajukan penangguhan penahanan
e. Tahanan berhak menghubungi atau menerima kunjungan dokter
pribadinya untuk kepentingan kesehatan
f. Tahanan berhak mendapatkan kunjungan sanak keluarga
g. Tahanan berhak mengirim surat atau menerima surat dari penasihat hukum
dan sanak keluarga tanpa diperiksa oleh penyidik/penuntut
umum/hakim/pejabat RUTAN
h. Tahanan berhak menghubungi dan menerima kunjungan rohaniawan
i. Tahanan berhak bebas dari tekanan seperti diintimidasi, ditakut-takuti, dan
disiksa secara fisik
Berdasarkan uraian tersebut di atas penulis dapat menyimpulkan
secara bebas bahwa secara spesifik banyak perbedaan antara Narapidana dan
Tahanan, terutama dalam segi hak-hak yang didapatkan. Hal ini semakin
memperjelas bagaimana kedudukan Narapidana di dalam RUTAN.
Walaupun mereka ditempatkan di dalam RUTAN bukan di LAPAS, tapi hal
itu tidak menjadikan bahwa kedudukan status mereka berubah. Karena, hak,
kewajiban serta larangan yang mereka dapatkan serupa dengan Narapidana
yang ditempatkan di RUTAN. Karena pada umumnya hak, kewajiban, dan
larangan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan sudah diatur secara jelas dan
rinci di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
68. 51
Lebih lanjut dapat disimpulkan pula bahwa landasan yuridis
kedudukan Narapidana di RUTAN Kelas IIB Gianyar adalah Pasal 38 ayat
(1) jo. Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27
Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana yang menyatakan bahwa “Menteri dapat menetapkan LAPAS
tertentu sebagai RUTAN.” Kemudian, diikuti dengan Surat Keputusan
Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.04.UM.01.06 Tahun 1983
tentang Penetapan Lembaga Pemasyarakatan Tertentu sebagai Rumah
Tahanan Negara, LAPAS dapat berfungsi sebagai RUTAN, dan begitu juga
sebaliknya RUTAN dapat berfungsi sebagai LAPAS.
Tahanan adalah seseorang yang berada dalam penahanan.
Berdasarkan Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penahanan adalah
penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau
penuntut umum, atau hakim dengan penetapannya. Merujuk pada Pasal 19
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan KUHAP menyatakan bahwa tahanan ditempatkan di dalam
RUTAN selama proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di
pengadilan. Jadi, sudah sangat jelas bahwa RUTAN merupakan tempat
hunian bagi tahanan yang belum berstatus narapidana.
3.2 Pengujian hipotesis yang berhubungan rumusan masalah satu.
69. 52
Berdasarkan hasil kerja teori (tesis) dan pembahasan pada Bab I, II, dan Bab III
tersebut di atas bahwa rumusan hipotesis yang dapat diterima yang berhubungan
dengan rumusan masalah satu adalah sebagai berikut :
Rumusan hipotesis masalah satu
a. Ada landasan yuridis kedudukan Narapidana di Rumah Tahanan Negara
(RUTAN) Kelas IIB Gianyar, sehingga rumusan hoptesis yang diajukan dalam
penelitian ini dapat diterima.
b. Tidak ada landasan yuridis kedudukan Narapidana di Rumah Tahanan Negara
(RUTAN) Kelas IIB Gianyar, sehingga rumusan hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini tidak dapat diterima/ditolak.
70. 53
BAB IV
EFEKTIVITAS PEMBINAAN NARAPIDANA DI RUMAH
TAHANAN NEGARA (RUTAN) KELAS IIB GIANYAR
4.1 Pembinaan Narapidana di RUTAN Kelas IIB Gianyar
Pembinaan Narapidana pada RUTAN Kelas IIB Gianyar dari tahun 2018
sampai dengan tahun 2020 mengalami peningkatan data terakhir pada bulan
September 2021 Narapidana yang menjalani pembinaan berjumlah 106 orang,
dan Tahanan yang menjalani pembinaan berjumlah 32 orang. Narapidana
menjalani beberapa pembinaan rutin berupa pembinaan kerohanian, budi pekerti
dan kesehatan jasmani. Narapidana juga mendapatkan hak-hak pokoknya yang
berupa hak beribadah menurut kepercayaannya, hak bertemu keluarga, hak
merayakan hari besar keagamaannya, dan lainnya.
Pembinaan bagi Narapidana pada RUTAN Kelas IIB Gianyar dengan
jadwal sebagai berikut :
1. Pembinaan Kerohanian
Pembinaan kerohanian dipisahkan menurut kepercayaan
narapidana. Pembinaan kerohanian dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu
pembinaan kerohanian wajib dan pembinaan kerohanian tambahan.
Pembinaan kerohanian wajib artinya pembinaan kerohanian yang
dilakukan pada hari wajib ibadah keagamaan tersebut .
71. 54
2. Pembinaan Kesehatan Jasmani
Pembinaan kesehatan jasmani terhadap narapidana di
RUTAN ini dilakukan setiap hari Sabtu. Pembinaan rutin ini berupa
senam kesehatan jasmani yang dilakukan bersama-sama seluruh
WBP di lapangan di dalam RUTAN. Pembina senam jasmani ini
biasanya didatangkan dari organisasi luar RUTAN. Senam jasmani
ini dilakukan setiap pagi di hari Sabtu. Pembinaan kesehatan
jasmani bukan hanya berupa senam kesehatan ini saja, tetapi dalam
beberapa waktu yang tidak tentu narapidana di dalam RUTAN
diperbolehkan melakukan kegiatan olahraga yang berupa permainan
badminton, tenis meja, dan/atau lainnya. Meskipun tidak rutin,
tetapi hal ini membuat narapidana merasa rileks dan tidak
tertekan serta tidak stress selama menjalani masa pidananya di
dalam RUTAN.
3. Pembinaan Budi Pekerti
Pembinaan budi pekerti di RUTAN ini tidak memiliki
jadwal yang pasti. Pembinaan budi pekerti biasanya dilakukan oleh
pembina atau petugas RUTAN. Pemberian pelajaran mengenai budi
pekerti diberikan seperti ceramah atau menasehati Narapidana saja,
baik jika mereka melakukan kesalahan ataupun tidak. Tidak ada
kelas-kelas ataupun jadwal khusus mengenai pembinaan budi
pekerti dan karakter ini. Pembinaan ini berjalan bersamaan saja
dengan kegiatan harian Narapidana di RUTAN ini. Pembinaan
72. 55
yang ada di RUTAN ini hanya meliputi 3 (tiga) pembinaan di atas
saja. Pembinaan terhadap Narapidana tidak memenuhi tahap-tahap
pembinaan sesuai yang di atur di dalam UU Pemasyarakatan, yang
kemudian diperjelas dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatan adalah sebagai berikut :
1. Pembinaan narapidana dilaksanakan melalui beberapa tahap
pembinaan.
2. Tahap pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri
dari 3 (tiga) tahap, yaitu:
a. Tahap awal,
b. Tahap lanjutan, dan
c. Tahap akhir
Diperjelas lagi mengenai pengaturan tiap-tiap tahap pembinaan
yang seharusnya dilakukan bagi Narapidana dalam ketentuan Pasal 10 ayat
(1), (2), dan (3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatan adalah sebagai berikut :
1. Pembinaan tahap awal, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(1) meliputi:
a. Masa pengamatan, pengenalan, dan penelitian lingkungan paling lama
1 bulan;
b. Perencanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian;
c. Pelaksanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian; dan
d. Penilaian pelaksanaan program pembinaan tahap awal.
73. 56
2. Pembinaan tahap lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2)
meliputi:
a. Perencanaan program pembinaan lanjutan;
b. Pelaksanaan program pembinaan lanjutan;
c. Penilaian pelaksanaan program pembinaan lanjutan; dan
d. Perencanaan dan pelaksanaan program asimilasi.
3. Pembinaan tahap akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3)
meliputi:
a. Perencanaan program integrasi;
b. Pelaksanaan program integrasi; dan
c. Pengakhiran pelaksanaan pembinaan tahap akhir.
Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik
Indonesia Nomor M.02.PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pembinaan
Narapidana/Tahanan, pembinaan terhadap narapidana dibagi menjadi 2
(dua) pola pembinaan, yaitu:
1. Pembinaan kepribadian
Pembinaan ini mengarah pada pembinaan mental, spiritual,
dan jasmani. Pembinaan kepribadian ini juga mencakup pembinaan
pendidikan formal. Namun, RUTAN dan bahkan tidak semua
LAPAS memenuhi pembinaan pendidikan formal ini, karena
beberapa faktor hambatan. Terutama di RUTAN Kelas II B Gianyar
ini tidak memiliki upaya pembinaan pendidikan formal. Padahal
secara umum, pembinaan pendidikan formal ini sangat dibutuhkan
74. 57
apalagi mengingat bahwa narapidana juga ada yang masih dalam
status pelajar.
2. Pembinaan kemandirian
Pembinaan ini mengarah pada program pendidikan keterampilan
dan bimbingan kerja. Pada aktivitas pembinaan ini, Narapidana
dikembangkan akan potensi, bakat, dan minat yang dimiliki.
Pembinaan ini biasanya ditujukan agar narapidana lebih memiliki
keterampilan dan lebih mengikuti perkembangan pengetahuan. Namun,
di RUTAN Kelas II B Gianyar ini tidak melaksanakan pembinaan
keterampilan ini. Tidak ada pembinaan potensi, bakat, dan minat bagi
Narapidana. Hanya saja, kebanyakan Narapidana yang sudah ahli
dalam melakukan pekerjaan pertukangan ataupun lainnya, diberikan
kesempatan dan dimanfaatkan untuk melakukan pekerjaan sesuai
dengan keahliannya masing-masing di dalam RUTAN, tetapi tidak
ada pembinaan khusus mengenai keterampilan tersebut.36
Dari beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur
bahwa Narapidana sudah seharusnya diberikan pembinaan selama ia menjalani
masa pidananya, dapat dilihat dan disimpulkan bahwa di dalam Rumah Tahanan
Negara Kelas II B Gianyar tidak menjalankan upaya pembinaan penuh terhadap
Narapidana. Tahap-tahap serta prosedur dan pola pembinaan Narapidana tidak
36 Erina Suhestia Ningtyas.dkk, Pelaksanaan Program Pembinaan Narapidana Pada
Lembaga Pemasyarakatan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia (Studi
pada Lembaga Pemasyarakatan Klas IA Lowokwaru Kota Malang), Jurnal Administrasi
Publik (JAP), Vol.1, No.6, hlm.1266-1275, diakses dari
https://media.neliti.com/media/publications/75916-ID- pelaksanaan-program-pembinaan-
narapidana.pdf pada 5 september 2021 pukul 21:16 WITA
75. 58
terpenuhi secara sempurna. Tentunya hal ini terjadi karena banyaknya faktor-
faktor hambatan. Apalagi perlu di ingat, bahwa seyogyanya pembinaan
Narapidana dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) sebagai tempat
penahanan Narapidana. Dan seyogyanya RUTAN merupakan tempat bagi
tahanan dan terdakwa (dalam proses penyidikan, penuntutan dan peradilan). Oleh
karenanya ketidak sempurnaan dan/atau tidak tercapainya efektivitas pembinaan
terhadap Narapidana di RUTAN Kelas IIB Gianyar. Hal ini dipengaruhi juga
karena kurangnya fasilitas dan sarana yang diberikan pemerintah kepada
RUTAN, mengingat seyogyanya RUTAN bukan tempat penahanan bagi
Narapidana. Oleh karenanya pemerintah dalam hal ini kurang memperhatikan
kewajiban terhadap tanggung jawabnya untuk tercapainya efetivitas pembinaan
bagi Narapidana yang ditempatkan di RUTAN Kelas IIB Gianyar, karena mereka
tidak mendapatkan hak penuh atas pembinaan selama menjalani masa
tahananannya di RUTAN.
4.2 Hambatan-Hambatan dalam Pelaksanaan Pembinaan Narapidana di
RUTAN Kelas II B Gianyar
Dalam pelaksanaan pembinaan narapidana di Rumah Tahanan Negara
(RUTAN) Kelas II B Gianyar terdapat hambatan-hambatan yang secara spesifik
dapat mempengaruhi tercapainya efektivitas pembinaan, walaupun secara umum
pembinaan Narapidana di RUTAN Kelas IIB Gianyar dapat dilaksanakan sesuai
dengan Peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi terjadinya hambatan dalam pelaksanaan pembinaan
dimaksud adalah sebagai berikut :
76. 59
1. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang dapat menjadi
penghambat/mempengaruhi hasil pembinaaan terhadap
Narapidana/Tahanan di RUTAN Kelas IIB Gianyar yang
bersumber/berasal dari diri sendiri para Narapidana/Tahanan yang
bersangkutan. Adapun faktor dimaksud adalah :
a. Faktor pendidikan Narapidana
Objek pembinaan yang dilaksanakan pada RUTAN Kelas IIB
Gianyar yaitu kepada seluruh Warga Binaan Pemasyaraktan (WBP) yang
terdiri dari Narapidana, Anak Didik Pmasyarakatan, Klien
Pemasyarakatan dan Tahanan tentunya memiliki latar belakang
Pendidikan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini
mempengaruhi daya nalar, rasio. intelegensi dalam proses
pembinaanterhadap Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang
bersangkutan, disamping latar belakang pengaruh pendidikan lingkungan
yang berbeda antara satu dengan yang lain, dan juga faktor umur/usia
peserta didik (WBP)
b. Faktor Kepribadian Narapidana
Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kwalitas
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan
perilaku, professional, Kesehatan jasmani dan rohani kepada seluruh
Warga Binaan Pemasyaraktan (WBP) yang teridiri dari Narapidana,
Anak Didik Pemasyarakatan, Klien Pemasyarakatan dan Tahanan,
77. 60
sehingga diharapkan tumbuh kesadaran, memiliki keterampilan dan
pengetahuan serta kepribadian yang berdaya guna dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sehingga kwalitas
keperibadian/ watak kwalitas moral setiap Narapidana, Tahanan dan
Anak Didik Pemasyarakatan dapat mempengaruhi berhasil tidaknya suatu
proses pembinaan yang dilakukan.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang dapat menjadi
penghambat/mempengaruhi hasil pembinaaan terhadap
Narapidana/Tahanan di RUTAN Kelas IIB Gianyar yang
bersumber/berasal dari luar diri para Narapidana/Tahanan yang
bersangkutan. Adapun faktor dimaksud adalah :
a. Dana
Dana/anggaran sangat menentukan berhasil/tidaknya dalam suatu
proses pembinaan kepada seluruh Warga Binaan Pemasyarakata
(WBP) yang terdiri dari Narapidana, Tahanan dan Anak Didik
Pemasyarakatan.
b. Sarana dan fasilitas
Sarana dan fasilitas yang kurang dapat mempengaruhi dalam suatu
proses pembinaan kepada seluruh Warga Binaan Pemasyarakata
(WBP) yang terdiri dari Narapidana, Tahanan dan Anak Didik
Pemasyarakatan. Sarana dan fasilitas sangat mendukung keberhasilan