2. Luka Bakar
Luka bakar merupakan bentuk kerusakan dan/atau kehilangan
jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber dengan suhu
yang tinggi misalnya api atau benda panas, minyak panas, air
panas (scald), bahan kimia (asam atau basa kuat), listrik dan petir,
radiasi, ledakan (misalnya bom, tabung gas, dan lainnya).
3. Patofisiologi Luka Bakar
Luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan lokal dan efek sistemik Respons lokal tubuh
akibat luka bakar yang terjadi pada area tubuh yang mengalami luka bakar, terbagi menjadi
tiga zona:
zona koagulasi : terjadi koagulasi protein
zona statis : ditandai dengan penurunan perfusi jaringan
zona hiperemia : terjadi peningkatan perfusi jaringan
Pelepasan sitokin atau mediator inflamasi lainnya pada daerah luka menimbulkan efek sistemik
ketika luka bakar mencapai 30% TBSA Efek sistemik yang ditimbulkan dapat berpengaruh
terhadap perubahan pada kardiovaskular, respirasi, metabolik, dan imunologis.
5. Respon Kardiovaskuler
Untuk mengurangi defisit cairan dan mencegah burn shock.
Respon Kardiovaskuler meliputi dua fase :
1. Fase akut
2. Fase hipermetabolik
6. Respon Respirasi
Komplikasi saluran nafas pada luka bakar salah satunya
adalah trauma inhalasi yang akan menyebabkan
hipoksemia sebagai efek dari pajanan termal dan
kimiawi. Pada 24–72 jam setelah luka bakar dengan
trauma inhalasi dapat terjadi hipertensi arteri pulmoner,
obstruksi bronkhial, peningkatan resistensi jalan nafas,
penurunan pulmonary compliance, atelektasis, dan
peningkatan pulmonary shunt fraction.
7. Respon Ginjal
Pasien luka bakar berat mengakibatkan gangguan morfologi dan
fungsional. Gangguan ginjal pada pasien luka bakar dapat
berupa perubahan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus,
peningkatan aliran darah ginjal, abnormalitas tubulus proksimal,
glikosuria, kehilangan natrium, kalium, kalsium, magnesium dan
fosfat. Retensi natrium dan cairan, proteinuria, hematuri, gagal
ginjal akut dan end stage renal failure (ESRD).
8. Respon Ginjal
Aliran darah ginjal dan glomerular filtration rate (GFR) akan
menurun pada fase akut, sedangkan pada fase hipermetabolik,
klirens kreatinin meningkat dengan fungsi tubulus terganggu.
Menurunnya volume aliran darah dan cardiac output
menyebabkan aliran darah ginjal dan GFR menurun yang jika
tidak segera diatasi, akan menyebabkan terjadinya oliguria dan
acute kidney injury (AKI).
10. Respon Imun
Luka bakar meningkatkan aktivitas makrofag yang kemudian
akan meningkatkan kapasitas produksi mediator proinflamasi
seperti interleukin (IL)-1β, IL-6, dan TNF-α.10 Kerusakan
epidermis kulit memudahkan invasi mikroba; koagulasi dan
eksudat pada kulit merupakan lingkungan yang baik untuk
pertumbuhan mikroba.
11. Respon Imun
Disfungsi imun pada luka bakar dipengaruhi adanya makrofag
sebagai faktor utama produksi mediator proinflamasi, disfungsi
sel T, glukokortikoid, dan sitokin T-helper (Th)-2. Pelepasan
sitokin proinflamasi Tumor necrosis factor-α (TNF)-α, IL-1, IL-6
merupakan mekanisme penting dalam regulasi respons fase
akut. Aspek imun pada luka bakar lainnya adalah peningkatan
produksi eikosanoat yang merupakan metabolit asam
arakhidonat.
12.
13. Respon metabolik terhadap luka bakar terdiri dari 2 fase :
1. Fase ebb : berlangsung dalam beberapa menit hingga 48-72 pasca
trauma
- Ditandai dengan hipovolemia, syok, dan hipoksia jaringan. Penurunan
cardiac output, konsumsi oksigen, dan suhu tubuh. Penurunan kadar
insulin sebagai respons terhadap peningkatan kadar glukagon yang
memberi sinyal pada hati untuk produksi glukosa.
2. Fase flow : dapat berlangsung 9 bulan – 1 tahun setelah injuri.
- Setelah resusitasi dan perbaikan transpor oksigen, cardiac output,
konsumsi oksigen, dan suhu tubuh meningkat; didominasi kondisi
hipermetabolik dan hiperkatabolisme.
14. Perubahan Metabolisme Karbohidrat
Pada luka bakar terjadi resistensi insulin yang diakibatkan oleh
penurunan insulin-mediated glucose uptake di otot skelet yang
dipengaruhi oleh pelepasan mediator inflamasi. Akt/PKB, suatu
enzim di otot skelet yang bertanggung jawab untuk uptake
glukosa dan sintesis glikogen terganggu pada luka bakar dan hal
ini berpengaruh pada gangguan metabolisme dan muscle
wasting pada pasien luka bakar
15. Perubahan Metabolisme Protein
Peningkatan hormon stres dan mediator inflamasi pada luka
bakar akan menyebabkan peningkatan katabolisme protein otot
dan ekskresi nitrogen melalui urin sehingga imbang nitrogen
menjadi negatif.
Tujuan katabolisme protein untuk memenuhi kebutuhan sumber
energi terutama fase syok/akut, pembentukan protein fase akut,
dan penyembuhan luka. Degradasi protein otot menghasilkan
alanin dan glutamin.
16. Perubahan Metabolisme Lemak
Peningkatan katekolamin dan glukagon serta aktivasi sistem saraf
simpatis menyebabkan peningkatan lipolisis dengan induksi hormone
sensitive lipase (HSL) di jaringan adiposa. Trigliserida (TG) di jaringan
adiposa akan dihidrolisis menjadi asam lemak bebas (ALB) dan
gliserol, masuk ke sirkulasi. Gliserol digunakan oleh hati sebagai
substrat glukoneogenesis. Oleh karena terjadi kerusakan mitokondria,
maka, proses β-oksidasi tidak adekuat, sehingga, ALB direesterifikasi
menjadi TG dan dilepaskan ke sirkulasi dalam bentuk very low density
lipoprotein-trigliserida (VLDL-TG). Sebagian TG hasil reesterifikasi
disimpan di hepatosit sehingga menyebabkan steatosis dan
17. Luka Bakar
Terapi nutrisi merupakan bagian dari tatalaksana pasien luka bakar dalam
mengantisipasi perubahan metabolik yang terjadi, mulai dari tahap resusitasi awal hingga
masa rehabilitasi.
Tujuan tatalaksana nutrisi pada pasien luka bakar :
1. Memenuhi kebutuhan Energi
2. Mempertahankan status gizi
3. Mengatasi hiperkatabolik
4. Mencegah muscle wasting
5. Mempercepat penyembuhan luka
6. Meningkatkan fungsi imun
7. Menurunkan risiko overfeeding
18. Pemberian nutrisi pada pasien luka bakar perlu mempertimbangkan beberapa fase, yaitu
● Fase ebb : ditandai dengan kondisi hipometabolisme, hipovolemia, gangguan perfusi,
penurunan utilisasi oksigen, curah jantung, suhu tubuh, dan tekanan darah. Fase ini
berlangsung beberapa menit sampai 48-72 jam pasca trauma.
● Fase flow : terjadi kondisi hipermetabolisme dan hiperkatabolisme
Pasien luka bakar juga sensitif terhadap risiko overfeeding sehingga perlu
disesuaikan dengan kondisi klinis. Selama fase akut dan awal sakit kritis dapat diberikan
sebesar 20–25 kkal/kg/hari, sedangkan pada fase anabolik (flow) atau penyembuhan, dapat
diberikan 25–30 kkal/kg/hari.
19. ● ESPEN 2013 merekomendasikan terapi nutrisi diberikan dalam 12 jam pasca luka bakar dan
sebaiknya melalui jalur enteral.
● Pemberian nutrisi enteral dapat dimulai pada keadaan hemodinamik tidak stabil, weaning
vasopressor, abdomen soepel atau tidak distensi, dan berkurang nya gastic output.
● Pasien dengan residu lambung rendah (<200 ml) dan abdomen tidak distensi dapat mulai
diberikan nutrisi enteral dengan kecepatan 0,5-1 mL/kgBB/jam.
● Pemberian nutrisi enteral dini dapat menurunkan insidensi stres ulcer, mempertahankan integritas
mukosa usus, meningkatkan perfusi usus, meminimalkan pelepasan mediator inflamasi di usus,
menurunkan risiko infeksi dan sepsis.
● Pemberian nutrisi enteral memiliki risiko komplikasi yang lebih rendah, lebih fisiologis, dan cukup
dapat ditoleransi pada sebagian besar pasien luka bakar.
20. Cairan dan Elektrolit
● Terjadinya kehilangan volume sirkulasi akibat hilangnya volume plasma ke rongga
interstitial dan jaringan cedera luka bakar, yang dapat penyebab utama burn shock.
● 24-48 jam pertama setelah cedera luka bakar, manajemen luka bakar ditujukan untuk
penggantian cairan dan elektrolit.
● Resusitasi cairan dengan pemberian kristaloid 4 mL/kgBB/% luas luka bakar, separuh
diberikan pada 8 jam pertama dan sisanya diberikan pada 16 jam berikutnya.
● Kebutuhan cairan dalam 24 jam kedua adalah separuh jumlah kebutuhan cairan hari
pertama. Evaluasi kecukupan cairan berdasarkan produksi urin minimal 0,5 mL/kgBB/jam.
● Kehilangan cairan per hari diperkirakan :
2,0- 3,1 ml / kg BBx 24 jam x (%lukabakar)
21. Kebutuhan Nutrisi
1. Rumus Curreri (untuk anak > 3 tahun dan dewasa) :
(25 x BB) + (40 x %luasluka bakar)
2. HarrisBenedict Equation
• HarrisBenedict :
• KebutuhanEnergiBasal = Basal EnergyExpenditure (BEE)
Pria : 66,47 + (13,75 x BB) + (5 x TB) – (6,76 x umur)
Wanit a : 655,1 + (9,56 x BB) + (1,85 x TB) – (4,67 x umur)
22. Toronto
Estimated energy requirements:
[-4343 + (10,5x%TBSA) + (0,23Kkal) + (0,84xHB) + (114xT ( C)) –(4,5xdays post
burn)] x faktor aktivitas
Faktor Aktivitas:
- Confined to bed : 1,2
- Minimal ambulation : 1,3
- Moderate activity : 1,4
- Ventilated dependent : 1,2
23. Kebutuhan Protein
● Kebutuhan protein pasein luka bakar meningkat karena adanya kehilangan protein
melalui urin dan luka, proses glukoneogenesis, serta proses penyembuhan luka bakar.
● Kebutuhan protein =20-25% total kalori.
● Pada anak = 2,5-3 gr / kgBB/hari.
• Menurut RumusDaviesdanLilijedahl:
• (1gr x kgBBI) x (3gr x %t ot al luasluka bakar)
24. Kebutuhan Karbohidrat
● Karbohidrat merupakan sumber energi utama pada pasien luka bakar, supaya protein
tidak digunakan.
● Karbohidrat merupakan sumber protein sparing yang penting terutama untuk
retensi nitrogen pada luka bakar
● Pemberian energi sebesar 55–60% berasal dari karbohidrat tanpa melebihi 5
mg/kg/menit.
● pemberian protein bersamadengan karbohidrat akan mengurangi katabolisme
protein
● Lemak dapat diberikan mulai dari 12-15% total kalori.
25. Kebutuhan Lemak
●
● Pemberian lemak berguna untuk memenuhi kebutuhan energi dan dapat mengurangi
katabolisme protein endogen. Lemak juga dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan asam
lemak esensial.
● Setelah diberikan lemak, perlu dilakukan pemantauan fungsi imun, toleransi asupan, fungsi
respirasi, dan kadar trigliserida sebelum diberikan jumlah yang lebih besar.
Lemak dapat diberikan mulai dari 12-15% total kalori.
26. Kebutuhan Mikronutrien
Mikronutrien Jumlah
Vitamin A 10.000 IU/hari
Beta karoten Minimal 30 mg/hari
Vitamin C 66 mg/kgBB/jam (selama resusitasi) Dilanjutkan dgn
dosis 5–10 x RDA
Vitamin B, asam folat 2–3 x RDA
Vitamin E Minimal 100 mg/hari
Mineral Cu 2,5–3,1 mg
Se 315–380 µg
Zn 26,2–31,4 mg (i.v) selama 8–12 hari