4. 2 MEKAR Edisi 01 Tahun XXXVII Januari–Februari 2020
DAFTAR ISI
4 Gembala Menyapa
6 Surat Yesus
Laporan Khusus
12 Mengobarkan Semangat
Pastoral dan Hati
yang Bersukacita
Renungan
18 Menyelami Wahyu Allah
dalam Alam Sekitar
20 St Paulus Depok
Geliat Komisi
22 Biro Caritas - Komisi PSE
Geliat Keuskupan
24 Tugas Baru Para Imam
25 Liturgi & Katekese
Sosok
26 Stephanie Heliyanti
28 Komik Katolik
30 Tunas
32 Kesehatan
35 Gaya Hidup
38 Internasional
50 Destinasi
53 Ragam
58 Sekilas Dokumen
Aperuit Illis
60 Wajah
#Sinode2019
5. 3MEKAREdisi 01 Tahun XXXVII Januari–Februari 2020
F O K U S
Desain Sampul
Hari Sisworo
Foto-foto
Fr Richard Patty
Gereja Membaca
Tanda-tanda Zaman
Pemaparan RP Franz
Magnis-Suseno, SJ
Tahbisan Diakonat
Fr Galih, Fr Anggi, Fr Joko
8
39
6. Seruan Pastoral Transformatif
4 MEKAR Edisi 01 Tahun XXXVII Januari–Februari 2020
G E M B A L A ME N Y A PA
PP
Pengantar Road Map II
Kebijakan Keuskupan Bogor
2020-2030
Para imam, bruder, suster, awam di seluruh
wilayah Keuskupan Bogor!
Kini tibalah saat yang tepat kami merumuskan
segala kebijakan usaha-usaha transformasi
kehidupan Gereja berdasarkan Sinode II
Keuskupan. Rumusan-rumusan itu dibukukan
dalam buku kecil berjudul: “ROAD MAP II
KEBIJAKAN PASTORAL TRANSFORMATIF
KEUSKUPAN BOGOR 2020-2030”.
Sinode ini dilakukan untuk menakar kesetiaan
kita pada pribadi Yesus Kristus, yang lahir di
kandang Betlehem (Bdk. Luk 2:1-7). Dia diutus
Allah Bapa dalam persekutuan Roh Kudus untuk
melaksanakan karya menyelamatkan umat
manusia dan alam semesta ini. Sinode mesti
memperkuat ikatan rasa, budi dan tindakan kita
dengan Yesus dari Nazareth. Cinta kita kepada-Nya
mesti diejawantahkan melalui cita-rasa, olah
budi-pikiran, perilaku dan tindakan kita yang
diselaraskan, atau setidak-tidaknya diinspirasikan
oleh pola hidup, cara berpikir, cara bertutur, cara
bertindak Yesus dari Nazareth.
Kesetiaan untuk mengikuti dan mengasihi Yesus
Kristus merupakan prasyarat utama bagi kita untuk
berpartisipasi dalam karya penggembalaan-Nya.
Yesus menuntut kita untuk membuktikan bahwa
kita mengasihi Dia dan setelah terbukti mengasihi-
Nya, Yesus menyerahkan tugas penggembalaan:
“Gembalakanlah domba-dombaKu” (Bdk Yoh 21:1-
17). Perintah menggembalakan ini menghantar
kita untuk mempertegas komitmen “sentire
cum ecclesia romana”; artinya kita hidup penuh
ketaatan iman serta memiliki rasa bangga menjadi
anggota Gereja Katolik Roma, yang kini menyata
secara “hic et nunc” dalam diri Gereja Keuskupan
Bogor.
Di samping itu, cinta akan Tuhan Yesus dan
Gereja-Nya mesti diperlihatkan dalam segala
bentuk keterlibatan membangun kehidupan lebih
baik dalam bangsa dan negara Indonesia. Dengan
kata lain, kehidupan persekutuan kita mesti
berdampak menyelamatkan bagi sesama warga
Indonesia dan bagi alam semesta ini, khususnya
di tanah Pasundan. Paus Fransiskus menegaskan
hal ini pula: “Saya secara khusus meminta umat
Kristiani dari segala komunitas di seluruh dunia
untuk memberikan kesaksian yang memancar dan
berdaya pikat tentang persekutuan bersaudara.
Biarkan setiap orang mengagumi bagaimana Anda
saling mendukung dan mendampingi satu sama
lain” (EG 99).
Untuk itu Saudara-saudariku, Gereja Keuskupan
kita harus melakukan suatu gerakan transformasi.
Gereja menurut Paus Fransiskus harus melakukan
transformasi dengan lebih memberikan perhatian
pada berbagai dinamika di luar Gereja (misioner)
daripada hanya sekadar terus berkutat untuk
mempertahankan kenyamanan diri sendiri. Seruan
ini juga bermaksud mendorong kehadiran nyata
Gereja dalam dinamika sejarah manusia masa kini
– hadir, peduli dan mengambil peran nyata – agar
pada akhirnya misi penyelamatan dan pewartaan
kabar baik Tuhan sungguh dirasakan melalui
kehadiran Gereja.
Selain itu, Paus Fransiskus mengingatkan
agar Gereja membiarkan dirinya untuk selalu
menjadi Gereja muda. Paus menegaskan hal ini
dalam dokumen Christus Vivit: “Kita memohon
kepada Tuhan supaya membebaskan Gereja
dari orang-orang yang ingin menjadikannya tua,
melekatkannya pada masa lampau, menghentikan
dan membuatnya tidak bergerak. Gereja menjadi
Mgr Paskalis Bruno Syukur
7. muda ketika ia menjadi dirinya sendiri, ketika ia
memperoleh kekuatan untuk menjadi selalu baru
dari Sabda Tuhan, Ekaristi, kehadiran Kristus
dan dari kekuatan Roh Kudus setiap hari. Gereja
menjadi muda ketika ia dapat terus menerus
kembali pada sumbernya” (CV 35).
Demi menyuburkan gerakan transformasi
dalam Gereja dan menampilkan wajah Gereja
yang muda, serta membuat Gereja Sinodal
Keuskupan hidup bersukacita sebagai communio
injili, peduli, cinta alam dan misioner, kita semua
perlu melakukan 2 bentuk transformasi:
1.Transformasi atau pembaruan di bidang
SDM (Sumber Daya Manusia) Katolik Keuskupan
Bogor. Anggota Gereja mesti melakukan
perubahan-perubahan dalam cara berpikir,
cara bertutur, cara bersikap, cara menata diri
yang selaras dengan kehendak Kristus. Sinode II
ini mengedepankan bentuk-bentuk pertobatan
(perubahan-perubahan):
Yang pertama, PERTOBATAN PASTORAL
(EG 32): pertobatan jenis ini diharapkan terjadi
pada para pelayan-pelayan Injil, terutama uskup
dan imam-imam. Para pelayan pastoral mestilah
orang-orang yang dapat menghangatkan,
meneguhkan dan menghibur hati umat, yang
berjalan bersama melewati kegelapan hidup,
yang tahu bagaimana harus berdialog dan yang
menurunkan diri mereka sendiri dalam malam
gelap umatnya, tanpa harus kehilangan arah,
seperti Yesus yang lahir di kandang domba di
Betlehem. Umat Allah menginginkan pastor-
pastor (gembala), bukan klerus yang bertindak
seperti pejabat pemerintah yang birokratis.
Ikutilah teladan Yesus, Sang Gembala yang baik.
Yang kedua, PERTOBATAN MISIONER (EG
273): pertobatan jenis ini mesti dilakukan oleh
semua orang yang dibaptis, awam, bruder,
suster, imam, uskup. Semua mesti menyadari
diri sebagai orang utusan. Paus menjelaskan:
“Misi itu bukanlah suatu tambahan atau hanya
suatu momen lain dalam hidup. Sebaliknya, itu
adalah sesuatu yang tak dapat saya cabut dari
keberadaan saya. Saya adalah perutusan di atas
bumi ini; itulah alasan mengapa saya berada di
dunia ini. Kita harus mengenal diri kita sebagai
dimeteraikan, atau diberi merek, dengan api
untuk perutusan membawa terang, memberkati,
memberi daya hidup, membangkitkan harapan,
menyembuhkan dan membebaskan ini”.
Yang ketiga, PERTOBATAN EKOLOGIS:
pertobatan jenis ini menyasar semua anggota
Gereja. Menghadapi tindakan keserakahan dan
arogansi manusia terhadap ibu bumi serta alam
ciptaan Tuhan lainnya, kita diminta dengan
sangat untuk mengubah perilaku kita. Paus
Fransiskus mengangkat kembali seruan atraktif
santo Yohanes Paulus II agar manusia melakukan
pertobatan ekologis. Kita diajak untuk berbalik
memutar haluan, merubah pola pikir dan pola
bertindak kita. Pola pikir dan bertindak baru
itu mencakup “cara-cara lebih memandang
keindahan dan rasa tanggung jawab kita untuk
melestarikan, merawat bumi ini sebagai rumah
kita bersama. Semboyan kita ialah “hijaukan
bumi rumah kita bersama”.
2. Pembaruan manajerial (tata kelola) dalam
Gereja kita diperlukan demi terwujudnya sukacita
sebagai communio injili, peduli, cinta alam dan
misioner. Sinode II ini menetapkan opsinya untuk
membangun Gereja yang menghidupi communio
injili penuh sukacita, peduli, cinta alam dan
misioner. Opsi ini mesti mewarnai pembaruan
manajerial yang ada pada struktur-struktur
Gereja di keuskupan kita.
Paus Fransiskus mengingatkan kita:
“Pembaruan struktur-struktur yang dituntut
oleh pertobatan pastoral (pertobatan misioner,
pertobatan ekologis) hanya dapat dimengerti
dalam terang ini: sebagai bagian dari usaha
untuk membuat struktur tersebut berorientasi
pada perutusan (kepedulian, sukacita,
communio, cinta alam), serta menjadikan
kegiatan pastoral pada setiap tingkat bisa
lebih inklusif dan terbuka, untuk mengilhami
para pekerja pastoral selalu ingin keluar untuk
melakukan perutusan dan dengan demikian
mendapatkan tanggapan positif dari semua
yang dipanggil Yesus bersahabat dengan-
Nya” (Bdk. EG 27). Pembaruan manajerial
ini akan membarui cara kerja, cara pandang
dalam menghidupkan DPKB (Dewan Pastoral
Keuskupan Bogor), DKKB (Dewan Keuangan
Keuskupan Bogor), DPP (Dewan Pastoral Paroki),
DKP (Dewan Keuangan Paroki), Komisi-komisi,
Yayasan-yayasan, Paroki-paroki, Tarekat-
tarekat.
Umat sekalian terkasih, buku “Road Map II
Kebijakan Pastoral Transformatif Keuskupan
Bogor tahun 2020-2030”, menampung gagasan-
gagasan, harapan dan cita-cita Sinode dalam
bentuk program-program yang terstruktur,
sistimatis dan terukur pencapaiannya. Kami
meminta agar semua anggota Gereja Keuskupan
Bogor mendalami isi buku ini, merancang
usaha-usaha kreatif untuk melakukan karya
penggembalaan, pendampingan umat, demi
terwujudnya Kerajaan Allah di dunia ini. •
5MEKAREdisi 01 Tahun XXXVII Januari–Februari 2020
G E M B A L A ME N Y A PA
8. 6 MEKAR Edisi 01 Tahun XXXVII Januari–Februari 2020
S U R AT Y E S U S
Surat kepada
Para Rasul
setelah Badai
di Danau Galilea
Lukisan Christ in the Storm on the Sea of Galilee karya Ludolf Bakhuizen, 1695. (Sumber: Wikimedia Commons)
M
elihat Yesus dengan kuasa
memerintahkan angin dan danau
sungguh mengagumkan. Itulah
yang dirasakan oleh para rasul. Namun satu
mukjizat tidak membuat mereka langsung
yakin dan percaya. Yesus melakukan banyak
mukjizat dengan kebangkitan-Nya sebagai
puncaknya, sehingga akhirnya para rasul
mengakui Dia sebagai Tuhan mereka.
Karena keyakinan yang teguh itulah, mereka
rela melakukan dan memberikan segala-
galanya bagi Tuhan, termasuk memberikan
kehidupan mereka sendiri. •
Penuturan tentang peristiwa angin badai
diperintahkan Yesus untuk berhenti
tertera dalam Mat 8:23-27.
Lalu Yesus naik ke dalam perahu dan
murid-murid-Nya pun mengikuti-Nya.
Sekonyong-konyong mengamuklah angin
ribut di danau itu, sehingga perahu itu
ditembus gelombang, tetapi Yesus tidur.
Maka datanglah murid-murid-Nya
membangunkan Dia, katanya: “Tuhan,
tolonglah, kita binasa.” Ia berkata
kepada mereka: “Mengapa kamu takut,
kamu yang kurang percaya?”. Lalu
bangunlah Yesus menghardik angin
dan danau itu, maka danau itu menjadi
teduh sekali. Dan heranlah orang-orang
itu, katanya: “Orang apakah Dia ini,
sehingga angin dan danau pun taat
kepada-Nya?”
Oleh Mgr Paskalis Bruno Syukur
9. 7MEKAREdisi 01 Tahun XXXVII Januari–Februari 2020
S U R AT Y E S U S
Sahabat-sahabat-Ku terkasih,
Kalian itu menggelikan. Bagaimana mungkin kalian menganggap Aku hantu ketika Aku berjalan
di atas air? Kemudian ketika angin ribut di danau dan gelombang tinggi menerpa perahu kita, kalian
menganggap Aku tertidur lelap. Tentu saja Aku terbangun, tetapi Aku berbuat seolah-olah tertidur
untuk melihat apa yang akan kalian lakukan tanpa Aku. Anak-anak-Ku, Aku dapat menghalau ketakutan
kalian dengan tangan-Ku!
Tetapi mengapa kalian begitu takut? Bukankah hampir semua bisa berenang, kecuali Mateus.
Kiranya menarik bila membiarkan perahu tenggelam sehingga Aku dapat melihat bagaimana kalian
menolong satu sama lain atau semua tenggelam. Tentu saja Aku tidak membiarkan hal itu terjadi, karena
Aku tidak mau harus melakukan pemilihan ulang orang-orang lain untuk menggantikan kalian. Aku
merasakan kegembiraan atas kebersamaan kita hingga kini dan Aku tidak mau memulai lagi suatu proses
baru dari nol.
Dengan segala mukjizat yang telah kalian saksikan Aku lakukan, bagaimana kalian bisa takut ketika
Aku bersama kalian? Tentu saja, iman bukanlah sesuatu yang datang secara otomatis seperti angin
kencang bertiup di atas danau pada saat-saat tertentu dalam setahun. Aku benar-benar tertawa geli
dengan teriakan minta tolong kalian: “Tuhan, bangunlah, selamatkan kita yang sedang tenggelam!” Aku
hampir tidak percaya teriakan itu berasal dari kalian. Aku telah memperlihatkan kuat kuasa-Ku atas alam
ciptaan, angin dan danau. Lantas kalian terheran-heran bertanya: siapakah Engkau sehingga angin dan
danaupun tunduk kepada-Ku? Suatu pertanyaan aneh bagi kalian yang selalu ada bersama-Ku. Cobalah
memberi pertanyaan yang lain.
Pelajaran penting dari peristiwa ini untuk kalian dan yang lainnya: Aku selalu bersama dengan kalian
dalam perahumu; entah perahu itu pribadimu masing-masing atau persekutuan kalian atau juga suatu
kelompok yang lebih besar. Barangkali Aku terlihat tertidur, tetapi Aku berada di sana. Satu-satunya hal
yang harus kalian lakukan ialah membangunkan Aku. Jika kalian percaya bahwa Aku berada bersama
kalian, percaya tentang siapakah Aku bagimu, dan apa yang bisa Aku bisa lakukan bagimu, maka tidak
ada alasan sama sekali untuk takut. Maka yang Aku minta dari kalian hanyalah iman dan keyakinan
teguh.
Akhirnya, tugas kalian adalah membawa perahu untuk menyeberang. Berjuang melawan angin
kencang bukan urusanmu. Itu adalah urusan-Ku. Maka kalau kalian telah memutuskan untuk
melakukan apa yang harus kamu lakukan, lakukan dengan baik. Aku akan bertanggung jawab untuk
hal lain, termasuk meredakan angin ribut dan gelombang ombak yang ganas. Jangan pernah lupa kita
berada dalam satu perahu yang sama.
Dengan demikian, percayalah pada-Ku, segala sesuatu akan baik.
Yesus
P.S. Sahabat-sahabat-Ku, kalian akan merasa lebih aman bila kalian mengizinkan Petrus untuk
menakhodai kapal itu. Dia mempunyai banyak pengalaman untuk menyeberangkan perahu dalam
macam-macam cuaca. Ingatlah hal ini untuk kesempatan yang akan datang. Kalian adalah sahabat-
sahabat-Ku yang hebat. Kendati demikian, kalian masih harus meneguhkan iman kalian. Mohon doa
agar iman kalian menjadi lebih kuat merupakan titik awal yang baik.
10. 8 MEKAR Edisi 01 Tahun XXXVII Januari–Februari 2020
F O K U S
Gereja Membaca
Tanda-tanda Zaman
RP Franz Magnis Suseno, SJ
R
omo Magnis mengawali sesi
dengan menjelaskan situasi Gereja
Katolik yang kini memiliki lebih
dari 1,3 milyar umat di seluruh
dunia.
Jika dibandingkan dengan agama
Islam sebagai agama yang tumbuh paling
cepat, jumlah anggota Gereja Katolik
saat ini sedikit lebih besar daripada
komunitas Islam Sunni. Gereja Katolik
menunjukkan pertumbuhan di benua
Afrika dan Asia. Sementara itu, di
Amerika Latin justru Gereja Katolik
mengalami stagnasi, dan bahkan
menghadapi krisis di dunia ”Barat”
atau negara-negara Eropa. Secara
umum, krisis ini terjadi karena
sekularisasi maupun karena
disaingi oleh Gereja-gereja
evangelikal dari AS.
Jika kita mengikuti pemberitaan di media-media
belakangan ini, muncul kesan bahwa umat manusia
masih menghadapi ”peperangan” serius: perang
melawan wabah penyakit, melawan terorisme,
kesenjangan sosial, dan lain sebagainya.
Keadaan ini tidak hanya dihadapi oleh
masyarakat umum, melainkan juga bermunculan
dalam tubuh Gereja Katolik. Serangan-serangan
krisis seperti tidak henti menggertak kekokohan
persekutuan umat yang telah berjalan bersama
selama dua ribu tahun.
Dalam sesi seminar di Sinode II Keuskupan Bogor
pada 7 Desember 2019, RP Franz Magnis-Suseno SJ
hadir sebagai salah satu narasumber. Budayawan
yang juga adalah Direktur Program Pascasarjana
STF Driyarkara ini memaparkan kajiannya mengenai
tanda-tanda zaman yang dihadapi Gereja Katolik
dalam abad ke-21.
11. 9MEKAREdisi 01 Tahun XXXVII Januari–Februari 2020
G E R E J A ME M B A C A TA N DA -TA N DA Z A MA N
Gereja dalam krisis?
Gereja di sebagian besar dunia tetap menunjukkan
semangat yang penuh, dan kondisinya boleh
dikatakan ’sehat’. Tetapi ada daerah-daerah di mana
Gereja sepertinya mengalami krisis. Meskipun kita
di Indonesia masih penuh semangat dalam hidup
menggereja, kita harus memperhatikan kemungkinan-
kemungkinan bahwa kita pun bisa terkena krisis ini,
sehingga diperlukan langkah-langkah serius untuk
mengantisipasinya.
Dalam masyarakat Indonesia pada umumnya,
tantangan-tantangan ini hampir tak terlihat. Tetapi di
kota-kota besar seperti Jakarta, secara diam-diam
ternyata gejala krisis ini juga mulai merebak, bahkan di
kalangan Katolik. Di Amerika Latin, misalnya Argentina
dan Chile, sekularisasi sangat terasa, bersamaan
dengan sikap memusuhi Gereja (dulu 90% masyarakat di
sana adalah Katolik). Begitu pula di Meksiko.
Di Amerika Serikat pun demikian, tetapi di sana yang
terkena adalah konservativisme Kristen kuat - kaum
evangelikal, sebagian fundamentalis - dan Katolik pun
ada yang tersentuh. Gempuran sekularisasi paling
terasa di Eropa Tengah dan Barat, seperti di Ceko dan
Jerman. Fenomena ini muncul paling jelas di Jerman
Bagian Timur, di mana mayoritas masyarakat sudah
tidak dibaptis). Begitu pula dengan umat di negara-
negara seperti Prancis, Belanda, dan sebagainya.
Sekularisasi itu berarti bahwa kekatolikan menguap:
Tak ada panggilan, orang muda tidak lagi ke Gereja,
dan partisipasi dalam keagamaan hanya terbatas
pada pembaptisan, komuni pertama, perkawinan, dan
pemakaman.
Di tengah dunia yang dilanda sekularisasi ini, menjadi
saksi Kristus dalam masyarakat pun semakin berat.
Sebagai umat beriman, akan lebih sulit bagi kita untuk
membuka kesadaran dan wawasan orang bahwa “di
seberang” sana –termasuk di seberang kematian masih
ada sesuatu, yaitu Allah yang baik. Kendati demikian,
mereka yang tidak lagi beragama bukan lantas adalah
orang lebih buruk daripada yang beragama. Tantangan
kita adalah bagaimana membuka cakrawala hati
mereka, sehingga mereka pun bisa mulai merasakan
bahwa “di seberang” sana ada yang menciptakan,
memperhatikan, dan mencintai mereka.
Selibat dan kedudukan perempuan
Dalam Sinode Amazon yang diselenggarakan di
Roma pada bulan Oktober 2019 silam, terbuka fakta
bahwa kebanyakan komunitas Katolik di sana hanya bisa
Misa dua kali dalam setahun karena ketiadaan imam.
Di tengah kondisi ini, Gereja-gereja evangelikal terus
menggerogoti umat-umat kita. Menghadapi situasi dunia
yang demikian, muncul beragam pertanyaan yang dalam
masyarakat/umat ”Barat” telah lama diperdebatkan:
Apakah ketentuan hidup selibat yang selama ini
diwajibkan bagi para imam di Gereja Katolik Roma
perlu dilonggarkan, misalnya dengan membolehkan
penahbisan laki-laki yang telah menikah agar bisa
merayakan Ekaristi dalam umat-umat itu? Dasar
argumentasinya adalah bahwa selibat merupakan
hukum Gereja, bukan hukum Ilahi, sehingga dalam
kondisi-kondisi khusus, seharusnya ketentuan ini tidak
menjadi penghalang bagi penyelenggaraan Misa.
Dan bagaimana dengan keyakinan tradisional bahwa
perempuan tidak bisa ditahbiskan imam? Protestan
sudah melepaskan ketentuan ini, dan pengalaman
mereka menunjukkan hasil yang baik. Tapi di Gereja
Katolik, Santo Paus Yohanes Paulus II telah menegaskan
bahwa Gereja tidak memiliki kuasa untuk menahbiskan
wanita; begitu pula semua Gereja Ortodoks yang sama
umurnya dengan Gereja Katolik. Saat ini, semakin
banyak perempuan tidak lagi bersedia menerima
pembatasan demikian yang mereka rasakan sebagai
diskriminasi. Tak hanya para perempuan awam, bahkan
semakin banyak teolog (termasuk teolog laki-laki) juga
yang yakin bahwa Gereja dapat melepaskan keterikatan
imamat pada kelelakian.
Tantangan-tantangan teologis lain
Sampai sekarang segenap kekuasaan nyata di Gereja
Katolik adalah di tangan uskup dan imam tertahbis.
Tetapi, di kalangan umat pun mulai muncul perdebatan
tentang apakah tritugas Yesus sebagai nabi, imam, dan
raja harus eksklusif ada di satu tangan? Apakah tidak
mungkin jika kepemimpinan suatu paroki diletakkan
ke dalam tangan umat (Dewan Paroki), yang mengurus
semuanya: liturgi, pelajaran agama, bantuan sosial, dan
pastor diposisikan sebagai salah satu karyawan yang
berkontrak dengan Dewan Paroki itu?
Paus Fransiskus memang dikenal akan gagasan-
gagasannya yang kerap menimbulkan perdebatan.
Dalam seruan apostolik Amoris Laetitia, ia sendiri
menyinggung kemungkinan bahwa orang Katolik yang
ada dalam perkawinan yang tidak sah (karena cerai,
dan mantan pasangan masih ada) dapat direkonsiliasi
dengan Gereja dan selanjutnya menerima komuni suci.
Pernyataan ini, sekali lagi menjadi kontroversi tajam.
Ada pula diskusi tentang apakah suami-istri,
apabila yang satu Katolik dan yang satu Protestan,
bisa dibenarkan menerima komuni bergantian di gereja
Katolik dan Protestan? Apa syarat agar orang bukan
Katolik dapat dibenarkan menerima komuni?
Etika seksual tradisional juga semakin disadari perlu
diperbarui. Tetapi bagaimana? Di mana batas-batasnya
kalau ketentuan tradisional bahwa seks hanya bukan
dosa kalau dilakukan di antara suami dan isteri yang
sah, dilonggarkan? Sebab dalam kenyataannya, etika
itu di kalangan Katolik pun sudah semakin diabaikan.
Selain itu, Gereja juga menghadapi pertanyaan
tentang bagaimana harus bersikap terhadap mereka
yang memiliki orientasi seksual berbeda dari norma
tradisional.
12. 10 MEKAR Edisi 01 Tahun XXXVII Januari–Februari 2020
F O K U S
Krisis-krisis Gereja
Dari sekian banyak krisis dan perdebatan
tersebut, yang paling mengguncang Gereja dan juga
masyarakat umum adalah sesuatu yang baru betul-
betul disadari, dan masih jauh daripada ditangani,
yaitu pelecehan seksual yang dilakukan oleh kaum
tertahbis. Diperkirakan bahwa sekitar 9 persen imam
pernah melakukan pelecehan seksual terhadap
anak atau pemuda. Fakta ini amat mengerikan. Ada
kemungkinan bahwa kasus-kasus ini tidak hanya
terbatas di dunia ”Barat”, melainkan bisa ditemukan di
Gereja di seluruh dunia.
Ada uskup-uskup yang melakukan pelecehan
seksual terhadap seminaris (contoh mengerikan
adalah pendiri Legionaires of Christ, Marcial Maciel,
seorang imam Meksiko yang memperkosa anggota
muda komunitasnya sendiri dan secara rahasia
mempunyai dua istri dan beberapa anak). Paus
Fransiskus sendiri, dalam suatu wawancara permulaan
tahun ini, membenarkan bahwa ada kasus-kasus
suster yang dilecehkan oleh imam atau uskup. Salah
satu kasus terbesar ini muncul di India, tetapi sangat
mungkin bahwa itu terjadi di jauh lebih banyak tempat
lagi.
Jelas sekali, Gereja harus bersikap secara terbuka
dan tegas terhadap hal-hal yang seringkali diabaikan
karena rasa hormat berlebihan kepada para tertahbis.
Tentu, pelecehan-pelecehan itu sama sekali bukan
hal khusus dalam Gereja, melainkan terjadi amat luas
dalam masyarakat. Tetapi itu bukan alasan bagi kita
untuk tidak terkejut dan mengambil semua tindakan
antisipatif agar di masa depan tidak sampai terjadi.
Atau jika sampai terjadi, jangan pernah dibiarkan lagi.
Keberpihakan pada orang miskin
Paus Fransiskus, kendati keputusannya selalu
mengundang perdebatan antara kaum konservatif dan
progresif, terus membawa optimisme dan menunjuk
ke arah mana Gereja Katolik harus mengembangkan
diri. Bisa dikatakan, bahwa semakin arah itu terwujud
menjadi kenyataan, Gereja bukan hanya memiliki
harapan akan masa depan yang baik, melainkan tetap
menjadi unsur penyelamat dan penyembuh dunia.
Allah adalah kasih. Maka Gereja harus
mewujudkan kerahiman: kebaikan, belas kasih,
penolakan segenap kebencian dan kekerasan, dan
kerendahan hati. Pada Gereja, orang harus merasa
aman dan selamat; merasa diterima juga meskipun ia
tidak sempurna. Gereja harus menjadi cerminan sikap
bapak yang selalu siap menerima kembali anaknya
yang menghabiskan warisannya dengan berfoya-foya.
Apa yang sudah ditegaskan oleh teologi
pembebasan harus menjadi kenyataan seluruh Gereja:
Gereja bukan hanya terbuka bagi orang miskin,
melainkan berada di sisi orang miskin. Dalam Gereja,
orang miskin bisa menemukan rumah dan sumber
dukungan mereka.
Tentu ini tantangan yang serius. Kita ingat
perkataan Yesus: lebih sulit orang kaya masuk
Kerajaan Allah daripada unta lewat lubang jarum –
namun jangan lupa juga bahwa “yang pada manusia
tidak mungkin, pada Allah mungkin”.
Tidak berarti bahwa orang kaya harus ditolak.
Tetapi Gereja tetap berpihak pada orang miskin:
miskin secara ekonomis, miskin pengaruh, miskin
penghargaan. Kehadiran Gereja mesti menjadi
kegembiraan bagi orang miskin.
Gereja seharusnya kelihatan
‘bopeng’. Gereja ‘bopeng’ ini
justru menjadi tanda bahwa
di dalamnya Allah sungguh
hadir, dan Roh-Nya bisa
dirasakan semua orang yang
bernaung di dalamnya.
13. 11MEKAREdisi 01 Tahun XXXVII Januari–Februari 2020
G E R E J A ME M B A C A TA N DA -TA N DA Z A MA N
Ensiklik Laudato Si menegaskan dengan sejelas-
jelasnya bahwa panggilan Gereja di dunia termasuk
juga melawan perusakan bumi dan memelihara
lingkungan hidup. Jelas, menurut Fransiskus kita
orang Katolik harus di baris pertama sebagai para
pembela lingkungan hidup. Dunia dititipkan oleh Sang
Pencipta kepada kita manusia dan kita bertanggung
jawab atasnya.
Paus Fransiskus juga mengibaratkan Gereja
seperti Field Hospital (rumah sakit di medan perang).
Gereja harus kelihatan ”bopeng”. Di tempat darurat
untuk penanganan orang terluka ini, higienitas sangat
rendah, orang-orang yang masuk berlumpur, perawat
dan dokter kecipratan darah, para korban terluka
tidur acak-acakan.
Kalau Gereja betul-betul adalah Gereja bersama
orang yang miskin, lemah, sakit, kotor, Gereja tak
bisa kelihatan mulia, ”berpakaian” mewah, atau
menunjukkan bahwa dirinya adalah bagian dari kelas
atas. Dia akan kecipratan; kecipratan karena ada di
tempat kumuh, kecipratan juga karena melibatkan diri
dengan manusia-manusia yang bermasalah.
Karena itu, menurut Paus Fransiskus, Gereja
seharusnya kelihatan ”bopeng”. Bukan Gereja
mall-mall, istana-istana, mobil-mobil hebat. Gereja
”bopeng” semacam itu amat dibutuhkan. Gereja
“bopeng” ini justru menjadi tanda bahwa di dalamnya
Allah sungguh hadir dan Roh-Nya bisa dirasakan
semua orang yang bernaung di dalamnya. Itulah
Gereja masa depan.
Langkah setelah Sinode
Dengan begitu banyak krisis yang sedang berusaha
dipatahkan melalui optimisme Paus Fransiskus, lantas
apa yang dapat Gereja Keuskupan Bogor lakukan?
Menurut Romo Magnis, memang krisis-krisis yang
muncul di berbagai area dalam Gereja Katolik perlu
diwaspadai, diantisipasi, dan ditindak sehingga tidak
sampai terjadi. Tetapi itu bukan alasan untuk kita
menjadi pesimis. Gereja Katolik di Indonesia tetap
menjadi saksi keselamatan Ilahi yang ditawarkan
kepada segenap manusia.
Umat Katolik Bogor akan semakin menjadi saksi
Kristus dalam masyarakat di Keuskupan Bogor.
Caranya adalah dengan semakin membuka diri pada
perkembangan-perkembangan yang dihembuskan
oleh Roh Kudus. Lewat sinode, kita menyadari
bahwa kehidupan Gereja bukan urusan pastor saja,
melainkan urusan dan tanggung jawab seluruh umat.
Umat membangun kehidupan Katolik bersama yang
semakin memperkuat semangat dan keyakinan.
Dengan demikian, umat Katolik Keuskupan Bogor
pun mengikuti ajakan Paus untuk menjadi Gereja yang
memancarkan kerahiman dan kemurahan Ilahi ke
dalam masyarakat. Kita mewujudkan prinsip Gereja
orang miskin, yang tidak bermegah diri, melainkan
selalu hadir bersama orang miskin.
Seperti yang telah dicanangkan selama ini,
Keuskupan Bogor secara aktif dan nyata meneruskan
komitmennya akan tanggung jawab atas rumah kita
bersama, dunia kita yang diancam oleh perusakan
dan pengotoran tak bertanggung jawab. Keutuhan
lingkungan hidup menjadi tanggungan kita.
Semua itu kita lakukan bersama sebagai Gereja
yang tidak memberi kesan kaya dan mulia, melainkan
berada di tengah masyarakat—yang tidak ragu
kecipratan lumpur dan berbagi tempat dan hidup
dengan semua orang sederhana. • Mentari
Foto-foto:KomsosParung&RDDavid
14. Mengobarkan Semangat
Pastoral dan Hati
yang Bersukacita
Tulisan ini berisi tentang bagaimana proses
Sinode II Keuskupan telah berjalan - sebuah
kilas balik tentang bagaimana sinode bermula
dan dilaksanakan. Secara berurut, tulisan
ini akan menyampaikan tentang gagasan
awal sinode diinisiasi, termasuk bagaimana
semangat dan dasar inspirasi Alkitabnya.
Melalui tulisan ini, semoga umat semakin
memahami secara utuh tentang gambar besar
bagaimana sinode berproses dan kemudian
menghidupi hasilnya dengan baik, meski
tulisan ini tentulah tidak mampu merangkum
kekayaan dinamika yang sesungguhnya terjadi
selama satu tahun penyelenggaraannya.
Sebuah Refleksi dari Perjalanan Sinode II Keuskupan Bogor
S
inode II Keuskupan Bogor bermula
dari ungkapan syukur yang mendalam
atas perjalanan pastoral yang telah
berlangsung selama 70 tahun di
Keuskupan Bogor, juga atas 5 tahun
penggembalaan Mgr Paskalis Bruno Syukur OFM di
keuskupan ini.
Selama perjalanan itu, berbagai kemurahan
Tuhan telah tercurahkan. Bapa Uskup Bogor
menganggap perlu untuk seluruh umat menyadari
dan mengucap syukur atas kebaikan Tuhan yang
telah diterima Keuskupan Bogor selama masa
perjalanan pastoralnya, seraya berbagi sukacita
dan bersama-sama menemukan kesegaran baru
bagi reksa pastoral di masa-masa mendatang.
Sukacita dan syukur yang diungkapkan
melalui sinode juga dilakukan dalam semangat
yang sejalan dengan seruan gereja universal
dan nasional yang tertuang dalam berbagai
dokumen gereja. Keuskupan Bogor harus memberi
perhatian pada berbagai keprihatinan yang
ada serta mengelaborasikannya dalam semua
dinamika diskusi atau perbincangan selama sinode
dilaksanakan. Sukacita yang dirasakan Keuskupan
Bogor tidak boleh lantas mengabaikan kesadaran
untuk terlibat dalam berbagai keprihatinan yang
saat ini dialami Gereja dan dunia.
Sebagai sebuah perayaan syukur, Sinode II
Keuskupan Bogor dirancangkan untuk dapat
diikuti oleh sebanyak-banyaknya umat beriman.
Perjumpaan di dalam sinode diharapkan dapat
mempertemukan umat beriman di Keuskupan
Bogor dalam persaudaraan [communio] dan
sukacita. Seluruh umat beriman yang hadir
dalam rangkaian perjumpaan adalah “teman
seperjalanan” - baik itu klerus, hidup bakti atau
awam. Semua mendapatkan kesempatan yang
sama untuk menyampaikan segala sesuatu yang
baik bagi Gereja dan misi agungnya.
12 MEKAR Edisi 01 Tahun XXXVII Januari–Februari 2020
L A P O R A N K H U S U S
Oleh:
Anton Sulis
Ketua Tim Pengarah/
Steering Committee (SC)
Sinode II Keuskupan Bogor
15. Injili, Sukacita dan Sederhana
Dalam pelaksanaannya, Sinode II Keuskupan
Bogor dirancangkan sejak awal agar dilakukan dalam
semangat yang Injili, Sukacita dan Sederhana.
Injili bermakna bahwa perjumpaan sepanjang
sinode harus dilakukan dalam kesadaran untuk
melibatkan Tuhan dalam berbagai halnya. Pertemuan
ini harus dilakukan dalam pimpinan Tuhan dan terang
Injil. Semua aktivitas harus dilakukan dalam konteks
Injili. Seluruh dinamika perjumpaan harus berawal dan
kembali kepada Injil.
Sukacita, bermakna bahwa perjumpaan dalam
Sinode 2019 harus dilakukan dalam suasana hati yang
penuh sukacita dan cinta—sama dengan sukacita
dan cinta Bunda Maria menanggapi panggilan Tuhan
Allah. Seluruh umat beriman diharapkan dapat
memancarkan semangat ini sepanjang perjumpaan.
Kesulitan yang dihadapi dalam hidup, hendaknya tidak
menghilangkan sukacita yang datang dari Tuhan.
Sederhana, bermakna bahwa upaya untuk
mempersembahkan yang terbaik dalam semua
rangkaian perjumpaan akan sangat dihargai, tetapi
harus dilakukan dalam tatacara yang wajar secara
ekonomis dan tidak berlebihan. Keseluruhan
rangkaian acara juga diharapkan dalam proses yang
sedemikian hingga tidak menimbulkan perbantahan
atau persengketaan yang tidak perlu.
Inspirasi perjumpaan: Perjalanan ke Emaus
Di ujung perjalanan Sinode II Keuskupan Bogor,
diharapkan semua umat beriman merasakan hati
yang “berkobar-kobar” —sama dengan suasana hati
yang dirasakan oleh dua murid Yesus yang melakukan
perjalanan ke Emaus [bdk Lukas 24 : 13- 35].
Perjalanan sinode ini diharapkan dapat mengantar
umat beriman untuk menguatkan “iman Paskah”-nya.
Seluruh kegalauan hidup, dan atau bahkan harapan
yang pudar akan sirna oleh kesadaran bahwa Tuhan
Yesus hidup dan memenangkan kematian, dan Ia
selalu hadir bagi kita umat yang dikasihi-Nya. Hal
ini lantas diharapkan semakin menyemangati semua
orang untuk dengan sungguh mengambil bagian dalam
berbagai karya nyata bagi Gereja dan masyarakat.
Pergumulan di titik awal : Membangun optimisme
Memulai seringkali bukanlah sesuatu yang mudah
dilakukan. Demikian pun dengan Sinode II Keuskupan
Bogor. Gambaran besar teknis pelaksanaan sinode
berjenjang yang direncanakan oleh panitia pengarah
ternyata tidaklah mudah dimanifestasikan oleh
para panitia pelaksana baik di paroki, dekanat
maupun keuskupan oleh karena memang belum ada
pengalaman serupa sebelumnya.
Muncul berbagai kekhawatiran terkait
pelaksanaannya: bagaimana kalau nanti ada
13MEKAREdisi 01 Tahun XXXVII Januari–Februari 2020
L A P O R A N K H U S U S
Foto-foto:KomsosParung,RDDavid,Aureliarani
16. perbedaan pendapat di antara umat, bagaimana kalau
ada “serangan” ke pastor paroki, bagaimana kalau
sampai terjadi perpecahan, dan lain sebagainya,
mengemuka dalam berbagai pertemuan awal.
Bahkan, para fasilitator yang ditunjuk—yang
terdiri dari Romo, Suster, dan beberapa awam
berpengalaman—menyimpan berbagai kekhawatiran
yang sama. Mereka khawatir kalau sampai gagal
memfasilitasi pertemuan karena besarnya kerumunan,
karena belum pengalaman, karena kelemahan metode,
dan lain sebagainya.
Pergumulan ini akhirnya mengendap pada
kesadaran semua pihak bahwa dalam sepanjang
pelaksanaan sinode ini, Tuhan sendirilah yang akan
memimpin. Keberhasilan proses Sinode II Keuskupan
Bogor tidaklah bertumpu pada seberapa hebat panitia
menyiapkan acara atau fasilitator memimpin proses,
tetapi pertama-tama karena Tuhan terlibat dan
menyelenggarakan. Dan terjadilah demikian, satu per
satu proses berjalan karena kepercayaan akan hal ini.
Sinode Paroki: Mendengar dengan hati
Sinode Paroki adalah tahapan pertama dari
rangkaian Sinode II Keuskupan Bogor. Total jumlah
pertemuan di tahap ini adalah 26 pertemuan terdiri
dari 23 pertemuan paroki, 2 pertemuan tingkat kuasi
dan 1 pertemuan paroki mahasiswa. Pada setiap kali
pertemuan, umat membahas 5 sub bahasan pastoral
yaitu terkait dengan keluarga, pendidikan, OMK,
lingkungan hidup, dan sosial kemasyarakatan.
Seluruh peserta sinode paroki dipersilakan untuk
menyampaikan pemikiran atau pendapat mereka
terkait dengan 5 hal tersebut di atas. Semua pendapat
diberi ruang dan didengarkan, mulai dari pendapat
yang dianggap sangat sederhana hingga pendapat
P
erhelatan Sinode II Keuskupan
Bogor tidak akan terjadi tanpa
sinergi yang luar biasa dari tim-
tim pelaksana/organizing committee
(OC) di tingkat keuskupan, dekanat,
dan paroki. Bagi Mikael Agus Muhardi
yang ditunjuk sebagai Ketua Tim OC
Keuskupan, semua tugas pelayanan
yang dipercayakan kepadanya selalu
menjadi tantangan untuk belajar hal baru,
termasuk sinode ini.
Keterlibatannya dalam sinode bermula dari
tugas-tugasnya sebagai anggota Dewan Pastoral
Keuskupan Bogor untuk melakukan monitoring dan
evaluasi pelaksanaan Road Map Keuskupan. Suatu hari,
Mgr Paskalis memanggil Agus dan Anton Sulis untuk
memberikan arahan dasar mengenai rencana sinode ini,
lalu menunjuk Agus sebagai Ketua OC dan Anton Sulis
sebagai Ketua SC.
Sebagai Ketua OC, Agus bertugas untuk memastikan
komunikasi yang baik di antara semua panitia yang
terlibat dari tingkat paroki, dekanat dan keuskupan
agar mampu melaksanakan tugasnya sesuai dengan
arahan SC.
“Semua tugas pelayanan akan saya laksanakan
dengan sepenuh hati dan sebisa mungkin melayani
dengan murni tanpa ada embel-embel lain. Jadi secara
umum, tidak ada tantangan yang menyulitkan sepanjang
sinode, yang saya lakukan hanyalah memberikan yang
terbaik untuk memastikan pelaksanaan Sinode dapat
berjalan lancar serta sesuai dengan keinginan Bapa
Uskup yang sudah dituangkan oleh SC dalam pedoman
pelaksanaan,” ujar Agus.
Agus yang berkecimpung dalam bisnis percetakan
ini bersyukur dengan keadaannya saat ini yang memiliki
waktu lebih banyak untuk melayani Tuhan. Sebagai
awam, ia berprinsip untuk selalu bekerja keras merintis
dan membangun karier atau bisnis, untuk kemudian
bisa leluasa melakukan pelayanan.
“Tugas utama kita adalah bekerja mencari nafkah
untuk menghidupi diri sendiri, keluarga, dan melayani
Gereja. Dalam prosesnya, Tuhan akan banyak
membantu kita, misalnya dengan mengirim orang-orang
yang mendukung kita termasuk keluarga,” lanjutnya.
Agus berharap kebijakan baru yang dihasilkan dari
Sinode II Keuskupan Bogor bisa betul-betul sesuai
dengan kebutuhan umat di paroki-paroki, sehingga
seluruh umat dapat bekerja bahu-membahu serta
berjalan bersama menuju arah yang selaras dengan
harapan Bapa Uskup dan Kuria Keuskupan. •
DI BALIK LAYAR SINODE: Mikael AGUS MUHARDI
14 MEKAR Edisi 01 Tahun XXXVII Januari–Februari 2020
L A P O R A N K H U S U S
17. yang kompleks, semua sama-sama didengarkan.
Pada sesi sinode di tingkat paroki ini, seluruh umat
belajar untuk mendengarkan dengan “hati”, yaitu
memahami apa adanya pendapat yang berkembang
tanpa prasangka. Umat mendengarkan pendapat
tanpa menghakimi. Ribuan pendapat tercurah selama
proses sinode paroki di seluruh Keuskupan Bogor.
Dari pendapat soal pentingnya tempat sampah di
halaman gereja, kebersihan di depan rumah, perlunya
kunjungan pastor, hingga signifikansi sistem monitoring
program lingkungan di tingkat keuskupan, advokasi
kebijakan, dan sistem konseling keluarga, semua
disampaikan. Seluruh pendapat dicatat dan kemudian
diolah sedemikian rupa menjadi usulan-usulan
kebijakan pastoral dan program prioritas pastoral
yang dibahas di dalam sinode tingkat berikutnya, yaitu
sinode dekanat.
Hal lain yang perlu untuk diperhatikan di sepanjang
proses sinode paroki adalah besarnya antusiasme
umat dalam mengikuti seluruh rangkaian acara yang
dilakukan sepanjang hari (kurang lebih 6 hingga 8
jam). Mereka umumnya setia dan bersemangat dalam
ber-sharing. Hampir tidak ada perdebatan atau
pertentangan yang timbul selama sinode di tingkat
paroki dilaksanakan. Semua berjalan dengan sangat
baik, berisi dan penuh dengan sukacita.
Melalui sinode tingkat paroki kita juga
mendapatkan konfirmasi betapa umat di Keuskupan
Bogor sangat mencintai Gerejanya. Bahkan mereka
sangat memperhatikan setiap detail kebutuhan
pastoral yang sebaiknya dilakukan oleh Gerejanya
melalui beragam pendapat dan usulan yang
berkembang.
Sinode Dekanat : Sidang Yerusalem
Hasil perjumpaan selama sinode tingkat paroki
diolah dan dirumuskan menjadi beberapa butir usulan
kebijakan di setiap sub bahasan dan kebutuhan
pastoral yang dianggap mendesak untuk segera
dilakukan tanpa menunggu proses sinode diselesaikan.
Butir-butir hasil rumusan inilah yang kemudian
dibahas di sinode tingkat dekanat.
Berbeda dengan sinode tingkat paroki, peserta
di sinode tingkat dekanat adalah utusan yang dipilih
oleh pastor paroki untuk mewakili umat di paroki yang
bersangkutan. Konsep yang digunakan dalam sinode
dekanat adalah konsep Sidang Yerusalem [bdk Kis 15 :
2-29]. Dalam kisah tersebut, digambarkan bagaimana
umat mewakilkan beberapa tokoh dalam pembahasan
mengenai aturan sebagai pengikut Kristus. Mereka
boleh berpendapat, namun pada akhirnya keputusan
akhir adalah keputusan Petrus.
Pada sinode dekanat, para utusan umat
meneliti dan mencermati rumusan kebijakan yang
telah disiapkan, kemudian menyampaikan usulan
perbaikannya. Semua usulan kemudian dicatat dan
dijadikan rujukan bagi perumusan akhir kebijakan
pastoral yang kemudian dibahas di tingkat keuskupan.
Semua rumusan ini pada akhirnya diputuskan oleh
Uskup sebagai penentu akhir.
Sama halnya dengan sinode paroki, seluruh peserta
sinode tingkat dekanat sangatlah bersemangat dan
setia. Mereka saling sabar satu dengan yang lain.
Saling mendengarkan masing-masing pendapat
dengan penuh hormat. Mereka sungguh-sungguh
“berjalan bersama” dalam keseluruhan rangkaian
sinode dekanat. Umat meneliti relevansi subyek,
predikat, obyek dan keterangan dari setiap kalimat
kebijakan yang disampaikan dan mengusulkan
perbaikannya jika diperlukan.
15MEKAREdisi 01 Tahun XXXVII Januari–Februari 2020
L A P O R A N K H U S U S
18. Tanpa atau dengan disadari, beberapa isu besar
arah kebijakan pastoral sudah mulai digumuli umat
melalui rangkaian sinode dekanat ini.
Sinode tingkat Keuskupan: Akhir dan awal
Secara teknis, rangkaian proses Sinode II
Keuskupan berakhir pada kegiatan sinode tingkat
keuskupan. Perjumpaan umat di tingkat keuskupan
yang dilaksanakan tanggal 5 - 7 Desember 2019 lalu
adalah akhir dari perhelatan besar sepanjang tahun
Sinode II Keuskupan Bogor. Tetapi, pertemuan ini
secara hakikat adalah awal baru dari perjalanan
pastoral bagi Keuskupan Bogor, karena pertemuan
ini menandai masa dan semangat baru dalam reksa
pastoral di Keuskupan Bogor.
Lebih dari 350 umat yang merupakan perwakilan
dari paroki-paroki berkumpul di Kinasih Resort,
Caringin. Dengan antusiasme dan sukacita yang
sama di sinode paroki maupun dekanat, mereka
merefleksikan pengalaman dan menimba pengetahuan
baru mengenai kondisi Gereja saat ini melalui
rangkaian seminar-seminar.
Puncaknya, umat bersama-sama meninjau dan
menajamkan kembali rumusan kebijakan yang telah
dihasilkan dari sinode dekanat. Melalui doa, ibadat,
serta perayaan Ekaristi, seluruh usaha ini diserahkan
dalam pimpinan Allah.
Sinode tingkat keuskupan pun menghasilkan
beberapa hal penting bagi pastoral Keuskupan Bogor,
yang dirangkum dalam kebijakan pastoral Road Map
2020-2030. Rincian dari kebijakan inilah yang akan
segera disosialisasikan kepada umat di seluruh paroki
untuk diterapkan di lingkungan masing-masing.
Selanjutnya, tugas kita bersama adalah
menghidupkan Roh yang menyegarkan, menghadirkan
Gereja bagi masyarakat utamanya bagi yang
terpinggirkan, mewujudkan kepedulian yang nyata
terhadap alam, dan mencintai budaya bangsa.
Perjumpaan di tingkat keuskupan mengobarkan
hati seluruh umat bagi karya pastoral yang semakin
besar (utamanya pada isu-isu prioritas) dan
menyebarkan sukacita yang terus menerus dan tak
berkesudahan. Semangat yang dihidupi sepanjang
perhelatan sinode harus terus menyala di dalam
“communio” umat Keuskupan Bogor. •
S
elain Agus Muhardi,
salah satu sosok yang
menjadi pemeran utama
dalam tim pelaksana sinode
adalah Yanti Christ. Sebagai
sekretaris tim OC keuskupan,
Yanti bertanggung jawab
untuk membina komunikasi
dengan tim SC, fasilitator, serta
pelaksana di dekanat dan paroki
Sama seperti Agus, partisipasi Yanti
dalam sinode juga dilatarbelakangi oleh pelayanannya
sebagai anggota Dewan Pastoral Keuskupan selama
dua periode terakhir.
Menurut Yanti, semua pekerjaan yang diembannya
selama sinode ini penuh dengan tantangan. Tantangan
yang paling sering ia hadapi adalah pertanyaan
dan komplain dari paroki-paroki yg kadang terasa
menyudutkan, bahkan menyalahkan tim sinode
keuskupan.
“Meskipun demikian, saya berusaha sebaik mungkin
menangani tiap komplain, karena itu justru menjadi
pertanda yang baik akan kesungguhan tiap paroki
dalam menyambut sinode ini,” ujar Yanti.
Karena semangat paroki yang luar biasa, Yanti
pun belajar untuk semakin sabar dalam menjelaskan
setiap detail acara yang ditanyakan oleh paroki. Semua
pertanyaan pun selalu ia diskusikan dengan tim OC
dan Ketua SC, sehingga jawaban yang ia berikan bukan
menjadi jawaban pribadi, tetapi jawaban tim sinode
keuskupan.
Meskipun tugas-tugas di sinode menyita banyak
waktunya, Yanti berusaha menjalankan semua hal
dengan serius dan tetap enjoy. Ia percaya bahwa
segala sesuatunya telah diatur Tuhan dan ia tinggal
melaksanakan. Karena anak-anaknya telah dewasa
dan mandiri, Yanti juga tidak mengalami kesulitan
untuk mengatur waktunya dengan keluarga di tengah
kesibukan menjalani pelayanan.
Selepas pelaksanaan sinode ini, Yanti berharap para
gembala dan umat dapat bekerja sama dengan baik
dalam menjalankan tata pastoral yang telah dirancang
dan ditetapkan oleh keuskupan. “Semoga semua pihak
juga lebih mau membuka diri untuk menerima masukan,
sehingga Keuskupan Bogor benar-benar menjadi milik
gembala dan umatnya,” ungkap Yanti.•
DI BALIK LAYAR SINODE: YANTI CHRIST
16 MEKAR Edisi 01 Tahun XXXVII Januari–Februari 2020
L A P O R A N K H U S U S
20. Menyelami
Wahyu Allah
dalam Alam Sekitar
D
i awal tahun 2020 ini, ada cukup banyak
berita yang mengejutkan kita semua. Di
Jakarta dan beberapa daerah sekitarnya,
seperti yang kita ketahui, terendam banjir
dan mengharuskan banyak orang untuk
mengungsi ketempat yang lebih aman, bahkan
kabarnya, hingga menelan lebih dari 60 korban jiwa.
Pada pekan pertama di awal tahun, tercatat ada sekitar
96 kasus bencana yang terjadi di Kulon Progo. Di dunia
Internasional, telah terjadi karhutla atau kebakaran
hutan dan lahan yang terjadi di Australia. Selain itu di
kota yang terkenal akan karya seni dan arsitekturnya,
Venesia, pun terendam banjir. Padahal kota ini
diketahui terakhir kali mengalami banjir pada tahun
1966. Hingga berita akhir-akhir ini yang sedang ramai
yakni merebaknya virus Corona di negeri tetangga,
Tiongkok, dan sudah mulai tersebar ke beberapa
negara termasuk Indonesia. Perubahan iklim dan cuaca
ekstrem pun masih harus kita lalui selama beberapa
bulan.
Berbagai peristiwa alam yang terjadi ini seharusnya
menyadarkan kita untuk mulai berubah. Berubah dari
kebiasaan buruk yang merusak lingkungan ke sikap
yang lebih baik terhadap alam ciptaan Tuhan. Dalam
Kitab Suci, kita membaca kesaksian tentang Tuhan yang
berkomunikasi kepada manusia di langit, ombak lautan,
angin sepoi-sepoi berdesir di antara pepohonan, ladang
dan bunga, dan burung-burung yang bernyanyi dengan
riang. Yesus meyakinkan kita bahwa Bapa kita di surga
selalu dekat dan merawat burung pipit kecil juga Allah
yang menunjukkan kepedulian-Nya kepada kita (bdk.
Matius 6:26 dan 10:29). Hal ini menunjukkan bahwa
kita tidak boleh lagi bersikap egois karena apa yang kita
lakukan semuanya memiliki dampak, entah itu terhadap
sesama ataupun lingkungan kita karena alam semesta
serta segala isinya adalah ciptaan Allah.
Alam mengungkapkan keindahan, kemuliaan,
kekuatan, kebijaksanaan, kehadiran, kreativitas Allah,
dan, yang terutama, kepedulian-Nya yang penuh kasih
kepada kita. Inilah sebabnya banyak orang tertarik
menghabiskan waktu untuk menikmati keindahan alam
dan tidak sedikit juga yang menunjukkan ketertarikan
mereka pada hewan-hewan sehingga menjadi binatang
peliharaan. Wahyu Allah dalam alam begitu nyata
sehingga Rasul Paulus berkata bahwa kita tidak dapat
menampik kekuatan dan keilahian yang tampak serta
dapat kita pahami melalui hal-hal yang Allah ciptakan
(Rm 1:20). Keagungan Allah begitu besar yang sayang
jika pada kenyataannya, kita justru merusaknya.
Firman Tuhan mengilhami kita untuk merenungkan
Allah dalam ciptaan-ciptaan-Nya. Santo Fransiskus
dari Asisi dan Henri Nouwen adalah dua murid Kristus
yang menarik perhatian kita untuk mencintai Tuhan
dengan mencintai makhluk dan ciptaan-Nya. Hal ini
diungkapkan oleh kidung pujian Santo Fransiskus
dari Asisi yang terkenal: “All Creatures of Our God
and King” dan meditasi dari Henri Nouwen yang
berjudul “Being Sisters and Brothers of Nature” atau
terjemahannya adalah “Menjadi Saudari dan Saudara
dari Alam”. Nasihat untuk mencintai alam dan merawat
lingkungan sebenarnya sudah lama digaungkan oleh
Gereja, salah satunya dari kedua tokoh ini dan contoh
lainnya adalah melalui Ensiklik yang dikeluarkan oleh
Paus Fransiskus; ‘Laudato Si’. Dalam ensiklik ini Paus
mengritik konsumerisme dan pembangunan yang
tak terkendali, menyesalkan terjadinya kerusakan
lingkungan dan pemanasan global, serta mengajak
semua orang di seluruh dunia untuk mengambil “aksi
global yang terpadu dan segera”.
Tahun 2020 akan menjadi tahun yang membekas
bagi lingkungan kita karena telah banyak kejadian atau
peristiwa yang memilukan dan fakta yang tidak bisa
kita abaikan, yakni bahwa kita semua bergantung pada
alam ini. Inilah saatnya untuk bertindak dan membuat
keputusan-keputusan yang tepat terhadap lingkungan
karena tindakan kita sendiri akan memengaruhi orang
di bumi ini selama beberapa generasi yang akan
datang. Kita harus berhenti menghancurkan lingkungan
kita yang berharga dan mulai memulihkan alam
sehingga alam dapat terus memberi kita hal-hal penting
yang mendasar seperti makanan, air dan udara bersih.
Jika tidak, kita berisiko kehilangan sistem pendukung
kehidupan yang ditawarkan oleh rumah kita bersama.
Semoga melalui kejadian-kejadian atau peristiwa alam
yang kita alami menyadarkan kita untuk mengubah
sikap-sikap kita yang merusak dan menghancurkan
rumah kita bersama. •
Teks Frater Bartholomeus Richard Patty
Frater Keuskupan Bogor, menjalani Tahun Orientasi Pastoral di Seminari Menengah Stella Maris Bogor
18 MEKAR Edisi 01 Tahun XXXVII Januari–Februari 2020
R E NU NG A N
22. 20 MEKAR Edisi 01 Tahun XXXVII Januari–Februari 2020
G E L I AT PA R O K I
B
erangkat dari keprihatinan akan kurangnya
ruang yang asyik untuk pengembangan iman
kaum muda, Frater Ignatius Bahtiar bersama
para pengurus OMK St Paulus memulai
pembicaraan untuk mengembangkan sebuah
wadah berkumpul yang cocok untuk OMK. Konsep
kafe atau kedai kopi yang trennya sedang melejit pun
akhirnya dipilih untuk memenuhi kebutuhan ini.
Frater Bahtiar, yang saat itu sedang menjalani Tahun
Orientasi Pastoral di Paroki St Paulus, membagikan
pengalaman dan mengajarkan ilmu mengenai
peracikan kopi kepada para OMK. Frater Bahtiar juga
mengajukan kepada Pater Goris OFM (Pastor Paroki
St Paulus saat itu) untuk memberikan satu ruangan
bagi OMK di gedung pastoral yang baru saja selesai
dibangun. Usaha Frater Bahtiar bersama para OMK ini
pun berbuah manis, sebab dalam waktu yang terbilang
cukup singkat, rencana ini disetujui.
Dengan dukungan dari pastor paroki, para pastor
vikaris, serta DPP-DKP pada saat itu, rencana
pendirian kafe ini pun diwujudkan di lantai dasar
Gedung Pastoral Yohanes Paulus II. Nama “John
Paul Cafe” yang dipilih merujuk pada lokasi tersebut.
Melalui dukungan moral dan materil dari umat, pada
24 Februari 2019 John Paul Cafe yang memiliki slogan
“Give Us This Day Our Daily Coffee” pun diresmikan
bersamaan dengan Toko Rohani Obor.
Kerja sama OMK
Pengelola John Paul Cafe, Agustinus Andika Tri
Wijiantoro (25) mengatakan bahwa kafe ini menjadi
sarana yang pas baginya untuk mengenal bisnis kopi
Semerbak Kopi
di Gereja Paroki
Teks Mentari
Foto Dok. John Paul Cafe & A.A.T. Wijiantoro
PAROKI ST PAULUS - DEPOK LAMA
Gerai makanan atau toko benda-benda rohani di area
gereja, mungkin sudah biasa. Namun kehadiran kedai
kopi—terlebih yang dikelola sendiri oleh OMK, tentu
tidak semua paroki punya. Inilah yang menjadi salah
satu keistimewaan dari Paroki St Paulus, Depok Lama.
23. @cafe_johnpaul
Instagram John Paul Cafe:
21MEKAREdisi 01 Tahun XXXVII Januari–Februari 2020
G E L I AT PA R O K I
dan belajar berwirausaha. Wiji, sapaan akrabnya,
awalnya bergabung sebagai penanggung jawab konten
media sosial. Latar belakang pendidikan serta profesi
Wiji sebagai desainer grafis memang sesuai dengan
tawaran Frater Bahtiar yang merekrutnya untuk
menyiapkan materi promosi kafe.
Setelah bergabung, Wiji yang aktif sebagai pengurus
OMK periode 2017-2020 sekaligus anggota Komsos
Paroki St Paulus menjadi semakin tertarik untuk belajar
sebagai peracik kopi atau barista. Seiring berjalannya
waktu, Wiji pun dipercaya sebagai pengelola kafe,
meski Wiji belum memiliki pengalaman di bidang ini.
Wiji bertugas untuk menjaga kondisi kafe tetap
kondusif. Ia bertanggung jawab untuk memastikan
tim kerjanya sungguh memahami lingkup pekerjaan
mereka dan menaati peraturan yang telah disetujui
bersama. Wiji juga berkoordinasi dengan Seksi PSE
untuk pembuatan laporan pertanggungjawaban.
Sebagai pengelola, Wiji pun memiliki cita-cita bagi
pengembangan John Paul Cafe.
“Kami ingin kafe ini semakin besar; menjadi tempat
membicarakan karier, studi, pelayanan, pencapaian,
atau bahkan perasaan satu sama lain,” tutur Wiji.
Wiji amat bersyukur dengan kerja sama dari
para OMK yang terlibat dalam pengelolaan kafe ini.
Menurut Wiji, inovasi dan ide-ide dari para OMK sangat
bermanfaat dalam mempromosikan John Paul Cafe
supaya semakin dikenal umat.
Perlu dukungan umat
Meskipun kedai kopi menjadi tren yang tengah
booming dan potensi keberlangsungannya juga
menjanjikan, pengelola John Paul Cafe tetap
menghadapi berbagai tantangan. Mulai dari
kekurangan dana, keterbatasan skill, hingga komitmen
dari rekan-rekan OMK yang belum bisa konsisten
melayani di kafe. Keinginan untuk menambah jam
operasional kafe untuk buka setiap hari pun masih
belum bisa terwujud karena keterbatasan waktu dari
SDM yang mengelola.
“Tetapi tentunya tantangan ini tidak mengurangi
semangat kami. Justru kami jadi saling menguatkan
dan mendukung satu sama lain,” ujar Wiji.
Karena lokasi kafe berada dalam lingkungan gereja,
saat ini belum banyak masyarakat luar yang tahu
mengenai kafe ini. Peranan umat sangat penting untuk
keberlangsungan John Paul Cafe, sebab untuk saat ini
target pasarnya sendiri masih terbatas pada umat yang
hadir di Misa Sabtu dan Minggu.
Sejauh ini, Wiji merasa bahwa dukungan umat
sangat baik. Berbagai saran dan kesan dari umat
yang mampir di John Paul Cafe juga menjadi
pelecut semangat bagi para pengelola untuk terus
mengembangkan kedai kopi ini.
“Kami ingin agar John Paul Cafe semakin dikenal
oleh masyarakat umum, dan orang tidak segan untuk
singgah dan menikmati kopi sambil bertukar cerita,
serta menuangkan ide-ide kreatif di sini,” tutur Wiji.
Ia juga berharap agar buah karya ini dapat menjadi
inspirasi bagi paroki-paroki lain, terutama karena
manfaatnya sebagai komunitas positif sekaligus sarana
belajar berwirausaha bagi OMK. •
Pengelola dan pelopor John Paul Cafe: Agustinus Wijiantoro dan Frater Bahtiar.
24. 22 MEKAR Edisi 01 Tahun XXXVII Januari–Februari 2020
G E L I AT KO M I S I
Terjun Langsung untuk
Memulihkan Penyintas Bencana
KOMISI PSE - BIRO CARITAS KEUSKUPAN BOGOR
Teks Maria Dwi Anggraeni Foto Biro Caritas Keuskupan Bogor
K
euskupan Bogor melalui Biro Caritas memiliki
fokus dalam memberikan pelayanan yang
sifatnya karitatif dalam menanggapi bencana
yang terjadi. Ciri khas dari Biro Caritas Bogor adalah
tidak hanya sekadar memberikan bantuan kepada
mereka yang terdampak bencana, namun juga secara
sistematis mengobservasi dan mengkaji kebutuhan
warga yang terdampak bencana. Biro Caritas juga terus
memantau efektivitas program yang dilakukan dalam
menanggulangi dampak bencana supaya sungguh
bermanfaat dan tepat sasaran
Bantuan diiringi dengan pelatihan-pelatihan tentang
bagaimana menghadapi risiko bencana juga diberikan
secara kontinu kepada warga setempat. Hal ini tampak
dalam ‘Proyek Pemulihan Mata Pencaharian dan
Pengurangan Risiko Bencana’ yang dilaksanakan di
Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Provinsi
Banten. Proyek ini merupakan penanganan pasca
bencana tsunami di Selat Sunda yang dilakukan sejak
bulan Maret 2019 lalu.
Dalam proyek rehabilitasi tersebut, ada 7 desa yang
dibantu dalam segi pemberian bantuan berupa alat-alat
pendukung mata pencaharian bagi nelayan-nelayan
yang terdampak tsunami, pelatihan keterampilan
memproduksi kerajinan pengki untuk membantu
perekonomian para warga setempat, pelatihan
Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dan pelatihan
fasilitator Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB)
yang dilakukan di sekolah-sekolah yang berada di desa
yang terdampak bencana tsunami.
Keberlanjutan program
Proyek yang diperkirakan selesai pada bulan
Februari 2020 ini memberikan dampak nyata bagi para
warga desa yang dibantu. Alimun, misalnya, warga
dari Desa Tunggal Jaya ini menyampaikan rasa terima
kasihnya atas bantuan serta pelatihan yang diberikan
oleh Biro Caritas Keuskupan Bogor selama beberapa
bulan terakhir. Ia mengatakan bahwa banyak ilmu yang
diserap olehnya dan para warga seperti bagaimana
tindakan yang dapat dilakukan ketika mengevakuasi
dan menyelamatkan diri ke tempat yang lebih aman
ketika bencana datang.
Begitu pula dengan apa yang dirasakan oleh
Agus, salah satu warga di Desa Cigorondong yang
mendapatkan bantuan berupa perahu jukung, ia
mengucapkan rasa terima kasihnya karena dengan
menerima bantuan tersebut banyak warga termasuk
dirinya terbantu dalam segi perekonomian. Ia pun
berharap ada keberlanjutan program di desanya
tersebut.
Selain pemberian bantuan berupa alat-alat
penunjang mata pencaharian, ada pula pelatihan
keterampilan pembuatan kerajinan pengki dari bambu.
Adanya peluang pasar penjualan pengki untuk dijual
ke sobong (pelelangan ikan) membuat warga antusias
25. caritasbogor@yahoo.com
Hubungi
Biro Caritas
melalui:
23MEKAREdisi 01 Tahun XXXVII Januari–Februari 2020
G E L I AT KO M I S I
dalam mengikuti pelatihan. Kerajinan pengki ini
memiliki nilai jual yang dapat membantu perekonomian
warga setempat, untuk itu program ini terus digiatkan
hingga saat ini.
Penanganan banjir awal tahun
Biro yang berada di bawah naungan Komisi
Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) Keuskupan Bogor
ini pun secara tanggap bergerak dalam memberikan
bantuan kepada umat yang berada di 4 paroki yaitu
Paroki St Herkulanus, Paroki St Matheus, Paroki St
Paulus dan Paroki Maria Bunda Segala Bangsa yang
terkena dampak banjir.
Selain itu, Biro Caritas yang bekerjasama dengan
Badan Sosial Lintas Agama (Basolia), Lions Club serta
Lembaga Daya Dharma (LDD) Keuskupan Agung
Jakarta, juga memberikan bantuannya kepada warga
yang berada di 2 lokasi terdampak bencana banjir di
Kecamatan Cigudeg dan Kecamatan Sajira yang berada
di Kabupaten Lebak, Banten.
Bantuan yang diberikan adalah
peralatan sanitasi dan juga alas
tikar. Sebelumnya, tim dari Biro
Caritas mengadakan survey ke
dua lokasi tersebut dan mengkaji
bantuan yang diperlukan disana.
Hasil kajian survey tersebut
selanjutnya didata dan nantinya
akan diberikan sesuai dengan
warga yang telah didata.
Tidak hanya bantuan, nantinya
akan diadakan program berupa
pendidikan darurat untuk
membantu anak-anak yang terdampak bencana agar
dapat kembali belajar. Nantinya program ini akan
bekerjasama dengan Yayasan Yatna Yuana, Lebak
Banten, yang akan mengirimkan relawan-relawan yang
akan terjun langsung untuk memberikan pengajaran
kepada anak-anak.
Mawarpristi, selaku staf administrasi Biro Caritas
Keuskupan Bogor, mengatakan bahwa sekecil apapun
bantuan diberikan, sangatlah berharga bagi mereka
yang membutuhkan.
Bergaul dan membaur dengan masyarakat
Fransiskus Xaverius Keu, atau biasa disapa Frans,
merupakan salah satu staff lapangan Biro Caritas
Keuskupan Bogor. Ia dan 5 orang rekan lainnya sering
ditugaskan untuk terjun langsung di tengah masyarakat
yang terdampak bencana.
Frans pun menceritakan pengalamannya ketika
terjun dalam ‘Proyek Pemulihan Mata Pencaharian dan
Pengurangan Risiko Bencana’ yang dilaksanakan di
Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Provinsi
Banten.
Ia beserta rekan-rekannya hadir di sana untuk
dapat mengobservasi 7 desa yang akan dibantu dengan
membangun komunikasi dengan para pemangku
kepentingan terkait. Tidak hanya itu, mereka juga
melakukan pelatihan-pelatihan PRB dan SPAB selama
beberapa kali pertemuan.
Sebelum berangkat dan ditempatkan di desa-desa
tersebut, tim Biro Caritas Keuskupan Bogor diberikan
pelatihan dan pengajaran mengenai PRB dan Tanggap
Darurat Bencana oleh tim dari KARINA KWI. Menurut
Frans, pelatihan dan pengajaran yang mereka dapatkan
meningkatkan kapasitas mereka dalam membantu para
penyintas bencana.
Meski harus hidup di desa yang terpencil serta
harus jauh dari rumah dan keluarga, namun Frans
mengaku bangga dan senang dengan apa yang ia jalani
saat ini. Ia belajar banyak bagaimana menjadi terlatih
untuk berkomunikasi dengan warga, terlatih untuk
mempersiapkan materi yang akan disampaikan dan
bahkan seperti mendapatkan keluarga baru di tempat ia
bertugas.
Memanusiakan manusia
Apa yang dilakukan oleh Biro Caritas Keuskupan
Bogor ini mencerminkan bahwa Gereja Katolik hadir
dan secara inklusif merangkul berbagai lapisan
masyarakat tanpa melihat ras ataupun agama yang
dianut. Poin yang ditekankan adalah Gereja Katolik
bukan hanya sekadar memberikan bantuan, namun
juga memberikan manfaat jangka panjang. Dengan
demikian, Gereja pun semakin memanusiakan manusia
melalui program-program peningkatan keterampilan
yang dapat meningkatkan kemandirian masyarakat,
khususnya dalam menanggapi bencana.•
Mawarpristi. (Foto: Dok. Pribadi)
26. TUGAS BARU
PARA IMAM
Keuskupan Bogor
Pastor Paroki St Paulus, Depok
RP Agustinus Anton Widarto, OFM
Pastor Paroki St Markus, Depok
RD Gregorius Agus Edy Cahyono
Pastor Vikaris Parokial St Markus
RD Alexander Ardhiyoga
Pastor Paroki Santo Herkulanus, Depok
RD Yosep Sirilus Natet
Pastor Paroki Santo Matheus, Depok
RD Petrus Jimmy Rampengan
Pastor Vikaris Parokial Paroki St Petrus, Cianjur
RP Gabriel Maing, OFM
Pastor Vikaris Parokial Paroki St Maria Para Malaikat Cipanas
RP Nikolas Dhartasuratna Surata, OFM
Direktur Panti Asuhan Santo Yusuf, Sindanglaya
RP Martinus Wilibrodus Kowe, OFM
Rektor Seminari Menengah Stella Maris
RD Jeremias Uskono
Pastor Vikaris Parokial Paroki St Joseph Sukabumi
RD Heribertus Susanto Wibowo
Pastor Vikaris Parokial Paroki MBSB Kota Wisata
RD Bonifasius Heribertus Beke
Pastor Bantuan TNI-Polri :
1. RD Antonius Dwi Haryanto
(Paroki St Ignatius Loyola - Atang Sanjaya Semplak)
2. RD Dionysius Adi Tedjosaputra
(Paroki St Thomas Mako Brimob Kelapadua)
3. RD David Lerebulan
(Paroki St Thomas Mako Brimob Kelapadua)
Keuskupan Bogor
Memasuki tahun 2020, beberapa imam
mendapat tempat penugasan baru.
Siapa saja, dan apa saja tugas-tugas
baru mereka?
In Memoriam
RD AGUSTINUS SUYATNO
MENGENANG 40 HARI WAFATNYA
28 AGUSTUS 1961 – 6 JANUARI 2020
24 MEKAR Edisi 01 Tahun XXXVII Januari–Februari 2020
G E L I AT K E U S K U PA N
27. 25MEKAREdisi 01 Tahun XXXVII Januari–Februari 2020
L I T U R G I & K AT E K E S E
Kremasi
Hakikat kremasi
Pada dasarnya, praktik kremasi tidak
bertentangan dengan iman Kristen. Namun
Instruksi Piam et constantem yang dimaklumkan
pada tanggal 5 Juli 1962, ditetapkan bahwa
“hendaknya dipertahankan dengan setia
kebiasaan menguburkan jenazah umat
beriman”.
Hal yang perlu diwaspadai adalah tersebar
luasnya gagasan-gagasan baru mengenai
kremasi yang bertentangan dengan iman Gereja,
misalnya penyebaran abu jenazah dengan tujuan
untuk meleburkan tubuh dengan alam semesta.
Sepintas, alasan ini nampak lazim, namun
tidak selaras dengan iman kita akan persatuan
dengan Kristus dan kebangkitan badan.
Karena Kristus, kematian Kristiani memiliki
makna yang begitu istimewa, sebab melalui
kematian, jiwa dipisahkan dari tubuh, tetapi
dalam kebangkitan Allah akan kembali
memberikan kehidupan yang tak dapat rusak
kepada tubuh kita yang telah diubah, dengan
menyatukannya kembali dengan jiwa kita.
Dalam kenangan akan wafat, pemakaman
dan kebangkitan Tuhan, misteri yang menerangi
makna kematian secara Kristiani, maka
pemakaman merupakan cara yang paling pantas
untuk mengungkapkan iman dan harapan
akan kebangkitan badan. Melalui pemakaman,
Gereja menunjukkan penghormatannya kepada
martabat agung dari tubuh manusia.
Prosedur yang dianjurkan
Meski pemakaman tetap menjadi anjuran
utama, Gereja tidak berkeberatan dengan
praktik kremasi, terutama jika metode ini
dipilih berdasarkan alasan-alasan higienitas,
ekonomi, atau sosial. Sebab pada dasarnya,
kremasi jenazah tidak menyentuh jiwa, dan
tidak menghalangi kemahakuasaan Allah untuk
membangkitkan tubuh.
Ketika kremasi dipilih, abu jenazah harus
disimpan dengan semestinya di suatu tempat
suci, yakni di pemakaman, atau dalam kasus-
kasus tertentu, di gereja atau di sebuah area
yang dipersembahkan khusus untuk tujuan ini
oleh otoritas gerejawi yang berwenang.
Umat beriman yang telah meninggal tetap
menjadi bagian Gereja yang percaya pada
persekutuan semua umat beriman Kristus.
Dengan demikian, penyimpanan abu di tempat
suci bisa membantu untuk mengurangi risiko
bahwa orang-orang yang meninggal tidak
didoakan dan dikenang oleh sanak-keluarga dan
komunitas Kristiani. Selain itu, tindakan ini juga
juga dapat mencegah terjadinya praktik-praktik
yang tidak tepat dan takhayul.
Dengan alasan-alasan ini, penyimpanan abu
jenazah di rumah kediaman serta penyebaran
abu jenazah di udara/tanah/air atau disimpan
ke dalam kotak-kotak kenangan/keping-keping
perhiasan/ di dalam benda-benda lainnya tidak
diizinkan. •
Praktik-praktik kremasi dilakukan
oleh banyak orang di banyak negara,
termasuk Indonesia. Melalui dokumen
Ad Resurgendum Cum Christo, Gereja
memperjelas konteks dan peraturan terkait
metode kremasi.
I N S T R U K S I
G E R E J A
T E N TA N G
Kotak penyimpanan abu jenazah yang didoakan di gereja. (Foto: Getty Images)
28. 26 MEKAR Edisi 01 Tahun XXXVII Januari–Februari 2020
S O S O K
BERBAGI
sebagai
UNGKAPAN
SYUKUR
Dokumen Christus Vivit telah menjadi roh
penyemangat bagi Gereja Katolik di tahun
ini. Gereja terbuka, mendukung dan bergerak
bersama kaum muda. Kaum muda tidak lagi
dipandang sebelah mata dan kini menjadi
perhatian pastoral Gereja masa depan.
Salah satu gebrakan kaum muda Gereja di
dalam masyarakat adalah dengan hadirnya
agen-agen perubahan dalam berbagai
bidang. Stephanie Heliyanti atau yang
dikenal sebagai Tephi, menjadi salah satu
kaum muda penggerak dalam bidang social
entrepreneurship.
Stephanie Heliyanti
T
ujuh tahun sudah Tephi bergabung
dalam sebuah organisasi nirlaba
Yayasan Gugah Nurani Indonesia
(GNI) yang berasal dari Korea
Selatan. Sejak bergabung di tahun
2012, Tephi kini telah menjabat sebagai
manager penggalangan dana atau fund raising.
Kegiatannya adalah mencari sumber pendanaan
eksternal untuk kegiatan GNI di 15 wilayah
dampingan di seluruh Indonesia.
Walaupun tetap didanai langsung dari
Korea, tugas Tephi adalah mencari dana
tambahan melalui proyek CSR (Corporate
Sosial Responsibility), Public Campaign dan
International Grant. Tephi harus berjuang dan
Foto: Dok. Pribadi
29. 27MEKAREdisi 01 Tahun XXXVII Januari–Februari 2020
S O S O K
memastikan bahwa dana tetap berjalan untuk
memenuhi target dari berbagai proyek yang
dibiayai. Ia juga menjaga posisi yayasan sebagai
sebuah brand melalui publikasi dan menjaga
relasi dengan para donatur.
Motivasi Tephi untuk tetap berada di yayasan
ini adalah karena Tephi tertarik untuk membantu
underprivileged people. Selama ini dirinya
merasa terbantu oleh orang lain dalam proses
bertumbuh dalam hidupnya. Maka bagi Tephi,
ini saatnya untuk kembali memberi kebaikan
atas apa yang ia terima kepada orang lain yang
lebih membutuhkan.
Mengalami cinta Tuhan
Dengan berbagai kegiatan di pedalaman
Indonesia, ada banyak keinginannya untuk
berbuat sesuatu, salah satunya adalah proyek
pembangunan PAUD di salah satu kampung di
Kabupaten Bogor. Ternyata selama ini kampung
tersebut baru memiliki listrik di tahun 2016.
Maka dengan selesainya target dalam proyek itu,
ada rasa senang bisa membantu dan membawa
perubahan bagi hidup orang lain.
Sejak Tephi menjalani berbagai proyek sosial
ini, Tephi merasakan sukacita yang begitu nyata.
Hidupnya menjadi sangat berharga dan penuh
warna. Baginya, kepribadiannya menjadi lebih
terbentuk, kuat dan peka. Berbagai proyek
seperti memungut sampah di bantar gebang,
tinggal selama satu bulan di dusun Flores,
dan makan mie instan bersama korban gempa
Lombok membuatnya selalu bersyukur karena
memiliki hidup yang berharga dan dicintai
Tuhan.
“Semua ini tidak bisa aku lakukan sendiri,
karena Tuhan-lah yang melengkapi dan
melindungi. Untuk melakukan kebaikan ternyata
tidak perlu banyak pemikiran, yang penting
cukup menjawab ‘ya!’ dan lakukan. Semuanya
akan baik-baik saja kalau dijalankan dalam
nama Tuhan,” ungkap Tephi. • Fr Alexander Editya
Foto:Dok.Pribadi
32. AMBYAR
Festival Natal OMK BMV Katedral Bogor
30 MEKAR Edisi 01 Tahun XXXVII Januari–Februari 2020
T U N A S
S
abtu, 18 Januari 2020 yang lalu, Sekitar 550
OMK BMV Katedral hadir dalam Perayaan
Ekaristi bertajuk Ambyar. Tidak sia-sia
undangan yang dikumandangkan oleh panitia
festival mengajak OMK untuk hadir sebab
antusiasme OMK mengikuti festival sangat tinggi,
mereka tampak rindu berkumpul bersama.
Ekaristi dirayakan secara konselebrasi dengan
Selebran utama Pastor Moderator OMK BMV Katedral
RD Marselinus Wisnu Wardhana, didampingi oleh
Pastor Paroki BMV Katedral RD Dominikus Savio
Tukiyo, dan Vikaris Parokial RD Paulus Piter. Petugas
kor dari BMV Youth Choir.
RD Marsel dalam homilinya menyampaikan bahwa
‘AMBYAR’ memiliki konotasi negatif dalam bahasa
Jawa, yaitu hancur lebur, berantakan, atau tak
dapat disatukan. “Tetapi, orang muda membuat kata
‘Ambyar’ menjadi positif dan kaya makna, yakni Anak
Muda Bersama Yesus Anti Rapuh. OMK mesti lahir
secara baru dan menjadi pribadi yang baru dalam
Kristus yang lahir bagi kita. OMK hendaknya menjadi
batu karang yang kuat untuk menjaga tradisi dan Iman
Katolik, “ ujar Romo Marsel.
Menurut Romo Marsel, Yesus mengajar dengan
firman-Nya agar kita mengasihi Allah yang setiap saat
kita puji dan kita muliakan, namun perlu diingat juga
bahwa iman menuntut kita untuk mengasihi sesama.
“Setiap hari kita berjumpa dengan sahabat kita,
maka pandanglah dia, hargai dia dan pujilah setiap
kebaikannya, maka temanmu akan berubah menjadi
yang terbaik, karena iman kamu pasti yakin temanmu
adalah yang terbaik bagimu, pujilah dengan katamu,
doakan dengan hatimu. Kamu juga menjadi terbaik
di mata Tuhan Yesus, karena kamulah sahabat-Nya,”
kata Romo Marsel.
Dalam perarakan persembahan, OMK
menampilkan tarian daerah. Tarian ini
merepresentasikan OMK yang cinta budaya sekaligus
juga cinta Ekaristi, OMK memiliki beragam talenta
yang bisa dipersembahkan bagi kemuliaan Tuhan.
Setelah Perayaan Ekaristi, masih tetap dalam
suasana doa, OMK bersama-sama berjalan dalam
perarakan menuju aula paroki. Perarakan ini diringi
lagu “Malam Kudus”, OMK memegang lilin bernyala
sambil bernyanyi memuliakan Tuhan.
Sesampainya di Aula, OMK
mendengarkan renungan
singkat, doa dan berkat,
kemudian bersama
menyanyikan lagu Selamat
Natal dan Tahun Baru,
sambil saling mengucapkan
selamat Natal dan tahun
baru.
Membuka acara itu,
Eduardus Yudhi sebagai ketua
panitia memberikan kata sambutan. Dalam
sambutannya, OMK yang akrab disapa sebagai Edo
ini menegaskan bahwa Festival Natal ini adalah cara
OMK merayakan Kelahiran Tuhan Yesus sekaligus
menyambut tahun baru.
“Kegiatan ini bertujuan untuk mengakrabkan
seluruh OMK Katedral Bogor yang tersebar di 16
wilayah, serta mencari bakat-bakat pemusik dari
OMK Katedral. Harapan setelah acara ini adalah kita
dapat mengumpulkan OMK yang memiliki talenta
dalam bermusik, sehingga ke depannya kita bisa
punya kelompok band paroki,” ujar Edo.
33. 31MEKAREdisi 01 Tahun XXXVII Januari–Februari 2020
T U N A S
Panitia Festival Natal mengundang seluruh OMK
Katedral Bogor, OMK yang tersebar di 16 wilayah
dan kategorial (BIR, BIT, BIM, BIK), bersama para
para pendamping OMK, suster, seminaris, BMV
Youth Choir, Bethlehem Youth Dance, Saint Gregory
Youth Prayer, Komunitas Jomblo Katolik, Pemuda
Katolik, KKMK, dan KMK. Jumlah peserta yang
hadir dalam acara pun lebih dari 575 orang. Edo juga
mengungkapkan rasa syukur karena pastor Paroki
BMV Katedral selalu mendukung kegiatan OMK
“OMK Katedral harus selalu bersama sebagai
komunitas yang saling menguatkan dan menghidupi
iman akan Kristus,” ungkap Romo Tukiyo dalam
sambutannya.
Festival Natal ini dimulai dengan penampilan dari
Bethlehem Youth Dance yang dibentuk oleh RD Marsel
dan Charmanta pada bulan November 2019. Acara
ini dimeriahkan pula oleh Marching Band Nafiri Mardi
Yuana Bogor. Setiap wilayah dan kategorial OMK
Paroki Katedral juga memberikan penampilan dengan
keunikannya masing-masing.
Acara diakhiri dengan flashmob dan foto bersama.
Panitia sangat bersyukur karena banyak pendamping
OMK yang turut membantu dan menjadi donatur
dalam acara ini. OMK yang selalu berjalan bersama
pendamping akan selalu menjadi yang terbaik.
Semoga, OMK dan pendamping selalu mengandalkan
Yesus sehingga senantiasa anti rapuh.•
34. 32 MEKAR Edisi 01 Tahun XXXVII Januari–Februari 2020
K E S E HATA N
Tetap Sehat
di Musim Hujan
Pergantian musim kemarau ke musim
penghujan biasanya membuat tubuh
lebih rentan terhadap gangguan
kesehatan. Tubuh kita dipaksa
beradaptasi dengan suhu dan
kelembaban udara yang berbeda dari
sebelumnya.
Berbagai penyakit seperti pilek,
flu hingga demam berdarah pun
mengintai di depan mata. Oleh
karena itu, kita harus dapat menjaga
kesehatan agar tetap bugar dan bisa
menjalankan aktivitas sehari-hari.
1
SEDIA PAYUNG
ATAU JAS HUJAN
Kedua benda ini penting
sekali dibawa ke mana pun
Anda pergi. Meski pagi hari
matahari nampak sangat
cerah, Anda tidak akan tahu
cuaca sore hari. Bisa jadi Anda
terjebak hujan hingga malam
karena menganggap tidak akan
turun hujan hari itu.
2
JAGA TUBUH
TETAP HANGAT
Para peneliti menemukan
bahwa tubuh yang kedinginan,
terutama kaki, dapat
menyebabkan gejala flu muncul
pada seseorang yang sudah
rentan terhadap virus flu.
Oleh karena itu, kita harus
memastikan diri kita terlindungi
dengan memakai pakaian
hangat saat musim hujan tiba.
3
KONSUMSI
VITAMIN C
Tingkatkan asupan
Vitamin C dalam suplemen atau
produk alami untuk mencegah
virus flu. Jeruk, gojiberry, ceri,
kiwi, dan bawang putih adalah
sumber-sumber vitamin C yang
baik untuk mengatasi gejala flu
dan meningkatkan kekebalan
tubuh.
4
MINUM AIR PUTIH DAN
TEH HERBAL
Minumlah air putih sebanyak
6 hingga 8 gelas sehari, bisa juga
ditambah dengan perasan lemon.
Air hangat membantu melancarkan
sirkulasi darah yang membantu
sistem kekebalan tubuh bekerja
optimal. Minum teh herbal juga
baik sekali untuk menguatkan dan
menghangatkan tubuh, apalagi
diminum setelah kehujanan.
5
MANDI AIR HANGAT
Mandi air hangat usai terjebak
dalam hujan akan perlahan-
lahan meningkatkan suhu tubuh kita.
Cara ini juga bisa membantu kita
menyingkirkan kuman dan melindungi
kita dari infeksi. Selain mandi, kita
juga bisa merendam kaki kita ke
dalam air hangat.
6
PERHATIKAN
ASUPAN GIZI
Makanan berserat
tinggi dapat memperkuat
sistem kekebalan tubuh dan
melindungi tubuh dari infeksi flu
dan pencernaan. Konsumsilah
makanan seperti alpukat, apel,
pisang, pir, wortel, brokoli,
bayam. Sebisa mungkin,
masaklah makanan Anda
sendiri agar kebersihan dan
gizinya terjamin.
7
BIASAKAN SELALU
MENCUCI TANGAN
Rajin mencuci tangan
dengan air dan sabun adalah
solusi terbaik untuk mencegah
penyebaran virus dan bakteri
penyebab flu dan batuk.
Tangan adalah tempat yang
sangat baik menjadi sarang
virus dan bakteri. Sebagai
alternatif bila tidak bisa segera
cuci tangan, bawalah selalu
hand sanitizer.
8
GUNAKAN
PENOLAK
SERANGGA
Jumlah nyamuk dan
serangga biasanya
akan meningkat saat
musim hujan. Maka
itu, disarankan
untuk menggunakan
penolak serangga ringan. Jauhi
juga genangan air yang dikenal
sebagai tempat berkembang
biaknya nyamuk.
36. 34 MEKAR Edisi 01 Tahun XXXVII Januari–Februari 2020
G AY A HI D U P
Para Pastor, DPP, DKP, Kategorial dan
seluruh umat Katolik Paroki St. Thomas
Kelapa Dua mengucapkan:
ProficiatProficiatProficiatProficiatProficiat
Atas Tahbisan DiakonatAtas Tahbisan DiakonatAtas Tahbisan Diakonat
Fr. Fransiskus Joko Umbara
Fr. Petrus Sunusmo Galih Widodo
Fr. Yohanes Rafael Anggi Witono Hadi
KUASI PAROKI
BUNDA MARIA RATU
Pastor Paroki, Pastor Vikaris
Dewan Pastoral, Dewan Keuangan
dan Seluruh Umat :
mengucapkan selamat atas :
Tahbisan Diakonat
Fr. Yohanes Rafael Anggi Witono Hadi
Fr. Fransiskus Joko Umbara
Fr. Petrus Sunusmo Galih Widodo
37. 35MEKAREdisi 01 Tahun XXXVII Januari–Februari 2020
G AY A HI D U P
Tik
Tok
B
elakangan ini jagat
dunia maya sedang
diramaikan oleh
hadirnya aplikasi atau
platform untuk video-
sharing yang bernama TikTok.
Aplikasi ini sebenarnya sudah
sempat viral di tahun 2018,
yang berarti sudah sekitar
satu setengah tahun yang
lalu. Tetapi mengapa TikTok
kembali digandrungi baru-baru
ini? Faktanya, banyak artis
ternama ataupun selebgram
yang ikut menggunakan bahkan
telah mengunggah beberapa
aksi mereka. Video mereka
pun viral di dunia maya yang
kemudian diikuti dan ditiru
oleh masyarakat luas. Hal ini
mungkin menjawab pertanyaan
mengapa pada akhirnya Tik
Tok kembali menjadi viral dan
ramai.
Seorang filsuf dan
budayawan Belanda, Johan
Huizinga, pada tahun 1938
menulis sebuah buku berjudul
Homo Ludens; a Study of Play
Element in Culture. Dari buku
itu kemudian populer istilah
Homo Ludens untuk menyebut
manusia sebagai “makhluk
bermain”, makhluk yang suka
bermain atau menciptakan
permainan.
Dalam setiap komunitas
baik primitif maupun modern
selalu terdapat permainan
sebagai bagian dari kebudayaan
manusia, tiap zaman memiliki
tipikal permainannya sendiri.
Tujuan dari bermain
adalah untuk mendapatkan
kesenangan. Melalui TikTok,
orang-orang menyalurkan
hasratnya untuk bersenang-
senang. Pengguna TikTok
dapat merekam, mengedit,
dan berbagi video berdurasi
maksimal 60 detik dengan
menggunakan musik, animasi
dan efek khusus. Pengguna juga
dapat mengikuti, menyukai,
dan mengomentari semua yang
mereka lihat.
Di sini ada semacam
prioritas utama yang menjadi
konsep dasar seperti dalam
banyak media sosial lainnya,
yakni unsur bermain yang
menyenangkan (fun).
Tetapi bermain tidak selalu
main-main. ByteDance selaku
perusahaan yang mengelola
aplikasi ini dalam situsnya
memperlihatkan serangkaian
tantangan (challenges) dalam
aplikasi yang menghasilkan
sumbangan uang untuk tujuan
amal. Dari sini kita mengetahui
bahwa dalam aplikasi ini
pun kita dapat bekerja untuk
menghasilkan uang.
Dilihat dari dampaknya yang
dapat menjadikan seseorang
menjadi tenar atau kaya,
ada tujuan yang berubah.
Mungkin aplikasi ini tidak
lagi menjadi sarana untuk
mencari kesenangan tetapi
kekayaan. Tidak ada lagi unsur
permainan. Jika demikian, hal
ini membenarkan kecemasan
Johan Huizinga dalam tesisnya
mengenai manusia yang
bermain, bahwa pada akhirnya
ketiadaan permainan dalam
kebudayaan modern berpotensi
menghasilkan “ruang kosong”
kebudayaan.
Memang tidaklah salah
untuk memanfaatkan media
yang ada untuk bekerja
dan menghasilkan uang,
tetapi hendaknya kita tidak
melupakan motivasi untuk
bermain itu, karena bermain
adalah sifat dasar manusia.
Atau jangan sampai karena
kita telah kehilangan motivasi
bermain kemudian kita malah
mempermainkan orang lain,
mempermainkan hukum,
mempermainkan agama,
bahkan mempermainkan diri
kita sendiri. • Fr Richard Patty
Media Sosial Baru untuk
Manusia yang Bermain
38. Pastor di Altar
dan di Pasar
D
ulu, dalam benak saya,
seorang pastor adalah
seseorang yang tugas
sehari-harinya hanyalah
berdoa dan merayakan
Ekaristi saja. Ketika saya
memutuskan untuk masuk seminari
pun, saya tidak mempunyai impian
yang muluk-muluk, selain menjadi
orang yang selalu dekat dengan
Tuhan dalam kegiatan doa dan
perayaan Ekaristi. Namun, seiring
berjalannya waktu, saya menyadari
bahwa menjadi seorang pastor
bukanlah menjadi sosok “tukang
misa”, namun menjadi orang yang
siap memberikan dirinya di sekitar
altar dan juga sekaligus siap terjun
ke tengah “pasar” untuk berjumpa
dengan banyak orang dari berbagai
kalangan.
Setelah ditahbiskan menjadi
imam sekitar satu tahun yang
lalu, saya kemudian diutus oleh
Mgr Paskalis Bruno Syukur untuk
menjadi wakil ketua komisi
Hubungan Antar Agama dan
Kepercayaan Keuskupan Bogor.
Salah satu tugas utama dari komisi
ini ialah menjadi perpanjangan
tangan Bapa Uskup untuk dapat
menjalin relasi dengan saudara-
saudari yang berasal dari latar
belakang agama yang berbeda.
Membangun Formula
Dalam proses membangun
relasi dan persaudaraan dengan
saudara-saudari yang lain, secara
khusus, saya ditunjuk menjadi
koordinator Formula. Formula
merupakan singkatan dari Forum
Muda Lintas Agama. Formula
merupakan sebuah wadah
atau komunitas yang hendak
memberikan ruang dan waktu
bagi anak-anak muda yang ada di
kota Bogor ini untuk dapat saling
berjumpa satu sama lain di dalam
perbedaannya masing-masing.
Besar harapan bahwa dengan
maraknya perjumpaan di antara
anak muda ini, kita semua dapat
saling mengikis prasangka dan
pada akhirnya dapat berusaha
untuk menjadi saudara bagi satu
sama lain.
Lahirnya Formula ini tidak lepas
dari keresahan dan juga harapan
dari para tokoh agama yang
berada di kota Bogor, khususnya
yang bernaung di bawah yayasan
Basolia (Badan Sosial Lintas
Agama). Keresahan yang dialami
oleh mereka adalah minimnya
regenerasi dalam menciptakan
Oleh RD Dion Manopo
Sebuah Refleksi dari Keterlibatan di Formula
36 MEKAR Edisi 01 Tahun XXXVII Januari–Februari 2020
L I N TA S I MA N
39. sosok-sosok pejuang toleransi bagi kota Bogor. Sudah
kurang lebih 11 tahun Basolia terbentuk di kota Bogor.
Namun dalam kurun waktu yang cukup panjang ini,
ternyata pengurus dan anggota yang terlibat masih
“orang-orang itu saja”.
Maka dari itu, kehadiran Formula diharapkan
dapat memberikan warna dan tenaga baru dalam
memperjuangkan dan menghidupi toleransi di kota
Bogor ini. Sebab situasi toleran bukanlah sebuah
“produk jadi”, namun sesuatu yang harus diusahakan
terus-menerus oleh setiap pihak, termasuk oleh
orang-orang Katolik. Selain itu, kemauan untuk
berjumpa dengan orang-orang lain menunjukkan
bahwa kita siap untuk mengasihi setiap orang yang
kita jumpai dan siap berjuang bersama dengan mereka
untuk mengatasi penderitaan dan kesulitan yang
dihadapi, tanpa melihat apapun latar belakangnya.
Inilah spiritualitas orang Samaria yang baik hati, yang
seharusnya dapat kita hidupi pada konteks masa kini.
Dalam kurun waktu 4 bulan semenjak diresmikan,
Formula sudah menyelenggarakan beberapa acara
yang bertemakan kebinekaan dan toleransi. Kami
telah mengadakan Outbond Kebangsaan, diskusi
publik soal kaum milenial dan tolerans, serta
kampanye hari toleransi internasional.
Pada kesempatan-kesempatan lain, Formula
pun selalu hadir dan berpartisipasi dalam berbagai
kegiatan yang dilakukan oleh berbagai forum lain
ataupun dari pemerintahan kota. Secara khusus, pada
kesempatan perayaan Natal yang lalu (tahun 2019),
saya mengundang temang-teman Formula untuk
turut berpartisipasi dalam pengamanan dan menjaga
ketertiban perayaan Natal di gereja BMV Katedral
Bogor.
Perbedaan yang menguatkan
Pada akhirnya, saya merefleksikan bahwa
perjumpaan dengan saudara-saudari lain ini sama
sekali tidak mengganggu perjalanan hidup saya
sebagai seorang Katolik. Justru kehadiran mereka
“menyemangati” saya untuk menjadi orang Katolik
yang utuh. Utuh dalam hal membangun relasi dengan
Tuhan dan juga membangun persaudaraan dengan
sesama.
Ingatlah bahwa Yesus menyampaikan bahwa
“Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan
segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu;
serta kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu
sendiri” (Mat 22: 37-39). Maka dari itu, orang Katolik
jangan cuma mengasihani diri sendiri atau cuma
kelompoknya sendiri saja. Ite missa est; pergilah
engkau diutus.•
37MEKAREdisi 01 Tahun XXXVII Januari–Februari 2020
L I N TA S I MA N
40. K
unjungan Paus Fransiskus ke Indonesia, Papua
Nugini, dan Timor Leste dapat terjadi pada
bulan September 2020. Demikian dikatakan
KH Yahya Cholil Staquf, seorang pemimpin Nahdlatul
Ulama Indonesia setelah pertemuannya dengan Paus
Fransiskus di Roma pada 15 Januari 2020. KH Yahya
Cholil Staquf berkunjung ke Roma dalam rangka
menghadiri pertemuan Prakarsa Iman Abraham.
Pertemuan tersebut dihadiri para pemimpin Kristiani,
Muslim dan Yahudi untuk membahas kemajuan
perdamaian dan persaudaraan. Duta Besar Amerika
Serikat untuk Kebebasan Beragama Internasional Sam
Brownback menghadiri pertemuan tersebut. Pihak
Vatikan belum memastikan rencana kunjungan tersebut.
Indonesia adalah negara dengan umat Muslim
terbesar di dunia. 229 juta umat Muslim di Indonesia
merupakan 12% dari jumlah umat Muslim di seluruh
dunia. Hampir sebagian besar umat Muslim Indonesia
adalah anggota Nahdlatul Ulama.
Ada 24 juta umat Kristiani yang tinggal di Indonesia,
7 juta di antaranya adalah umat Katolik. Paus Santo
Paulus VI pernah mengunjungi Indonesia pada tahun
1970, dan Paus Santo Yohanes Paulus II pada tahun
1989.
Timor Leste adalah negara kecil di pulau Timor.
Timor Leste memperoleh kemerdekaan dari Indonesia
pada tahun 1999, setelah beberapa dekade pertikaian
berdarah ketika wilayah tersebut bersaing untuk
kedaulatan nasional.
Presiden kedua negara itu, Jose Manuel Ramos-
Horta, meraih Hadiah Nobel Perdamaian 1996 bersama
Uskup Dili, Mgr. Carlos Filipe Ximenes Belo, SDB,
atas upaya mereka untuk mencapai perdamaian dan
mengakhiri pertempuran di negara itu. Uskup Belo
sekarang menjadi misionaris di Mozambik.
Lebih dari 1 juta orang tinggal di Timor Leste; lebih
dari 98% dari mereka adalah umat Katolik. Timor Leste
adalah salah satu dari sedikit negara yang mayoritas
dihuni umat Katolik di Asia Tenggara. Paus Santo
Yohanes Paulus II mengunjungi Timor Leste pada tahun
1989 pada saat negara itu masih menjadi bagian dari
Indonesia.
Papua Nugini adalah negara yang dihuni hampir
sembilan juta orang di sebelah timur Pulau Papua.
Sisi lain pulau tersebut merupakan wilayah Indonesia.
Hampir seluruh warga Papua Nugini beragama Kristen,
dan 26 persen penduduknya beragama Katolik. Paus
Santo Yohanes Paulus II pernah mengunjungi Papua
Nugini pada tahun 1984.
Paus Fransiskus telah lama menyatakan minatnya
untuk mengunjungi Indonesia, dan juga telah
menyatakan minatnya untuk mengunjungi Irak pada
tahun 2020. • Peter Suriadi
Paus Fransiskus Berencana untuk
Mengunjungi Indonesia, Papua Nugini,
dan Timor Leste Foto: Reuters
Duta Besar Indonesia untuk Takhta Suci, Antonius Agus Sriyono, menyampaikan
undangan resmi untuk Paus Fransiskus dari pemerintah Indonesia kepada Kardinal
Piero Parolin. (Foto: Istimewa)
38 MEKAR Edisi 01 Tahun XXXVII Januari–Februari 2020
I N T E R N A S I O N A L
41. Tahbisan Diakonat
KEUSKUPAN BOGOR
Fr Galih • Fr Joko • Fr Anggi
39MEKAREdisi 01 Tahun XXXVII Januari–Februari 2020
T a h b i s a n D i a k o n a t 2 0 2 0
42. M
enanggapi peristiwa tahbisan diakonat
ini, Kami teringat akan seruan St Paulus
dalam suratnya kepada umat di Efesus:
“Kristus telah mengasihi jemaat dan telah
menyerahkan diriNya baginya untuk
menguduskannya” dan menempatkan Gereja di hadapan-
Nya “dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau
yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak
bercela” (Ef 5:25-27). Seruan St Paulus ini menegaskan
peran Kristus sendiri. Kristus mengasihi umatnya,
mengurbankan hidup-Nya bagi keselamatan umat
serta membimbing agar umat menjadi kudus dan hanya
mengarahkan hidupnya bagi Allah.
Para diakon adalah orang-orang yang terpilih dan
dikhususkan dari tengah umat-Nya. Mereka
adalah orang-orang yang berjanji dan
berkomitmen tinggi serta tak tergoyahkan
untuk mengikuti Kristus. Mereka mau
menata hidupnya seturut kehidupan
Yesus Kristus. Itu berarti dalam
konteks seruan St Paulus ini, para
diakon ditahbiskan agar mengasihi
jemaat Kristus, mengurbankan
hidupya demi keselamatan umat-Nya
serta membimbing jemaat menjadi
kudus dan tak bercela.
Tahbisan diakonat diberikan bukan
sebagai hak istimewa di hadapan umat
Kristiani, melainkan agar kita para pelayan Tuhan,
menjadi berkat bagi sesamanya dalam menghayati
panggilan kita untuk menjadi kudus dan tak bercela. Misi
kita adalah membuat setiap jiwa dan komunitas menjadi
Mempelai Kristus yang suci dan tak bernoda.
Hal ini berarti bahwa diakon pasti bukanlah tokoh-
tokoh politik, pekerja sosial, manajer, usahawan dan lain
sebagainya, tetapi mereka harus mampu mewujudkan
berkat yang hanya bisa diberikan oleh mereka, yaitu:
Sabda Allah dan sakramen-sakramen.
Para diakon, sebagai pelayan Sabda, saya
memohonkan agar kalian menyampaikan dan
membawakannya dengan sungguh-sungguh dan
dengan persiapan yang mendalam, tanpa improvisasi.
Isi pewartaan kita adalah iman Gereja yang diwartakan
oleh Bapa suci dan para uskup, dan bukan pendapat
pribadimu, sekalipun pendapat para teolog yang
ternama. Saya mengajak Anda memberikan makanan
rohani yang berbobot yang menyegarkan iman dan
kehidupan umat yang kalian layani; memang benar bahwa
khotbah jangan sampai membosankan, tetapi untuk itu
janganlah kita membuatnya menjadi serangkaian lawakan
dan celotehan untuk membuat orang tertawa.
Dalam pelayanan sakramen (walau masih terbatas)
dan sakramentali hendaknya para diakon merayakan
liturgi kudus dengan benar. Hendaklah setia menepati
norma-norma Gereja yang ditegaskan kembali dalam
Konsili Vatikan II (SC 22). Ajarilah dan bimbinglah umat
beriman sedemikian rupa untuk menyelami doa agung
Gereja, agar umat belajar bagaimana berdoa dengan
lebih baik dan bersatu dengan Tuhan.
Tahbisan yang diterima hari ini menuntut agar para
diakon menjadi kudus dan tak bercela. Hidup Anda
adalah sebuah panggilan, bukan sebuah pekerjaan
seperti halnya pekerjaan banyak orang lain yang
apapun periakunya dapat diterima. Pertama-
tama, Anda menjadi kudus, agar selanjutnya
bisa menjadi pelayan Tuhan yang sejati.
Itu berarti kalian menjadi milik Tuhan
sepenuhnya dalam kehidupan dan
pelayanan kalian. Itu berarti kalian harus
menjadi kudus.
Agar bisa demikian, kalian harus
menyatu dengan Dia (Yesus Kristus)
dalam doa, terutama lewat doa brevir yang
kalian doakan setiap hari, juga bagi umat
kristiani yang kalian pimpin dan bombing
dalam hidup doa. Hendaklah kalian setia
dalam doa dan berkesaksian doa, terutama dengan
menyediakan waktu di gereja, di hadapan Ekaristi.
Selain itu, kalian harus bebas dalam hati, yang hanya
diperuntukkan bagi Tuhan melalui hidup selibat, yang
memampukan kalian untuk mencintai setiap orang tanpa
sama sekali ingin memilikinya. Upaya ini harus dijaga
setiap hari dengan berdoa, melalui anugerah sakramen
dan pertobatan.
Para diakon dan imam sekalian, panggilan kita
tentulah sesuatu yang sangat dibutuhkan dan menuntut
tanggung jawab besar bukan hanya bagi keselamatan
pribadi kita, melainkan juga bagi keselamatan seluruh
jiwa-jiwa. Namun ingatlah bahwa menjadi diakon itu
merupakan suatu kebahagiaan yang besar. Jika kalian
tetap setia pada tugas-tugas kalian yang berkaitan
dengan tahbisan, hidup kalian akan mengalami
kepenuhan, dan kalian pun sebagai orang yang
meninggalkan segala sesuatu bagi Tuhan, akan menerima
seratus kali lipat – tentu saja disertai salib – dan akhirnya
menerima kehidupan abadi. •
Diakon Berjuang Menjadi Kudus
dan Tak Bercela dalam Pelayanan
Mgr Paskalis Bruno Syukur
Uskup Bogor
Diakon Berjuang Menjadi Kudus
dan Tak Bercela dalam Pelayanan
40 MEKAR Edisi 01 Tahun XXXVII Januari–Februari 2020
T a h b i s a n D i a k o n a t 2 0 2 0
43. S
ebuah generasi akan silih berganti, tanpa bisa
dihindari. Perubahan generasi satu dengan
yang lain selalu ditandai dengan aneka bentuk
sesuai dengan zamannya. Hal ini menandakan
ada sebuah proses yang terus berkembang.
Generasi satu dengan generasi lain itu tidak bisa
terputus, melainkan selalu bertaut membentuk sebuah
rantai kehidupan yang terus berjalan. Pembaruan satu
dengan lainnya terus memberikan warna tersendiri yang
memperkaya sebuah generasi baru.
Santo Agustinus memberikan sebuah untaian refleksi
yang bisa menjadi sebuah renungan perjalanan hidup bagi
setiap orang. “In Vetere Novus Latet, In Novo Vetus Patet”
yang artinya “Di dalam diri orang tua sesuatu yang baru
tersembunyi, di dalam diri anak muda orang tua harus
terbuka”. Nas ini ingin menunjuk bahwa keberadaan
dua generasi yang dibatasi waktu atau usia, ‘seperti
tua atau muda, baru atau lama’ itu selalu
ada. Keduanya ada serentak dalam rantai
kehidupan yang saling mengisi. Namun
rantai itu sering kali putus ketika ada
gap antara generasi sebelumnya
dengan generasi penerusnya. Hal
itu bisa terjadi ketika muncul konflik
bahwa ada generasi yang tidak mau
menyadari fungsi satu dengan yang
lainnya.
Hadirnya para diakon baru
ini adalah kategori “NOVUS” yang
senantiasa melihat bahwa dalam diri orang-
orang tua itu ada juga pembaruan yang sering
kali tidak ditangkap oleh kelompok kaum muda ini.
Kaum muda hendaknya melihat bahwa ada pembaruan
dalam diri orang tua, yang sering kali diabaikan. Selama
ini orang tua dianggap ketinggalan zaman sehingga harus
segera diganti dengan generasi baru.
Di sisi lain, kata “VETUS” menunjuk pada orang
tua atau generasi yang lama. Bisa jadi, arogansi orang
tua menganggap bahwa zamannyalah yang paling
hebat, sementara zaman sekarang itu dianggap kurang
berkualitas. Generasi tua ini selalu bernostalgia ibarat
reuni setiap saat, hanya sekadar mengingatkan masa lalu
dan membawanya ke masa sekarang. Arogansi masing-
masing ini mengakibatkan jurang pemisah sehingga tidak
lagi berkelanjutan antara generasi satu dengan yang lain.
Kritik Santo Agustinus ini nampaknya masih relevan
dalam pandangan zaman sekarang. Artinya titik
keruwetan itu sering kali muncul karena dua generasi
ada pada posisi masing-masing tanpa mau melihat
peluang yang bisa digabungkan. Rantai itu terus berputar
menggerakkan roda kehidupan dengan kayuhan. Rantai
itu harus kuat menahan beban untuk mengayuh. Rantai
itu merupakan untaian aneka bentuk generasi yang
bila salah satu rapuh, akibatnya bisa terputus. Untaian
yang kuat adalah simbol dukungan generasi satu dan
berikutnya, membangun sebuah daya yang memampukan
gerak laju kehidupan itu.
Kehadiran tiga diakon ini adalah sebuah energi baru
yang hadir dalam rangkaian rantai yang siap disisipkan
untuk menambah kekuatan rantai yang mungkin telah
usang. Para diakon baru inilah simbol NOVUS yang
harus siap menerima bahwa para VETUS, imam-imam
tua itu pun masih mempunyai nilai yang luar biasa.
Para diakon harus berani menggali sedalam mungkin;
barangkali ada cita-cita bagus dari imam-imam tua
yang belum terungkap dan terwujud. Para diakon baru
ini harus berani meneruskan manakala itu baik adanya.
Sementara itu VETUS, dalam hal ini, imam tua harus
berani juga terbuka bahwa generasi milenial ini
berubah sangat cepat, mari kita terbuka akan
daya kreativitas mereka dalam memajukan
keuskupan ini. Keduanya bersinergi
membangun keuskupan dan harus selalu
berjalan seiring.
Lebih luas lagi, Komunitas Giovanni
Battista adalah sebuah tunas baru, yang
siap memberikan kontribusi pada Gereja
keuskupan Bogor. Dari sanalah mereka
memulai sebuah perjalanan merajut hidup
panggilan. Kemudian di komunitas Petrus-
Paulus memperdalam perjalanan mereka
untuk semakin mematangkan panggilan. Puncak
perjalanan mereka ditandai dengan selesainya pendidikan
imam. Alumni Petrus-Paulus ini siap menyemai karyanya
di Keuskupan Bogor, dalam ladang yang telah siap
diolah. Komunitas Maria Vianney juga tersedia bagi para
imam purnakarya.
Perjalanan ini silih berganti dan ini ibarat musim
yang terus berputar. Santo Agustinus memberikan
penegasan bahwa perjalanan mereka ini adalah sebuah
roda yang berputar untuk saling mengisi demi pelayanan
di Keuskupan Bogor. Melalui tahbisan, estafet telah
berlangsung dan akan tetap berlangsung.
Selamat bergabung sebagai anggota klerus
Keuskupan Bogor kepada Diakon Joko Umbara, Diakon
Galih dan Diakon Anggi. Klerus baru harus selalu siap
menggali sesuatu yang masih tersembunyi dalam diri para
imam-imam senior. Semoga sesuatu yang baik dari senior
itu semakin bisa digali dan dapat memberikan inspirasi
dalam pelayanan para Diakon ini agar semakin lebih baik.
Proficiat. •
In Vetere Novus Latet, In Novo Vetus Patet
RD Nikasius Jatmiko
Rektor Seminari Tinggi St Petrus-Paulus Keuskupan Bogor
In Vetere Novus Latet, In Novo Vetus Patet
Rektor Seminari Tinggi St Petrus-Paulus Keuskupan Bogor
41MEKAREdisi 01 Tahun XXXVII Januari–Februari 2020
T a h b i s a n D i a k o n a t 2 0 2 0