1. KEPEMIMPINAN
DOSEN:
OLEH: KELOMPOK II
NO. NIM NAMA-NAMA KAELOMPOK II
SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
TAHUN AKADEMIK 2014/2015
2. KATA PENGANTAR
Assalamu’laikum warahmatullahiwabarokatuh..
Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga kami bisa
menyelesaikan makalah ini. Kami dari kelompok II(2) disini diberi
kepercayaan untuk membuat makalah yang memahas mengenai GAYA
KEPEMIMPINAN DI JEPANG.
Walaupun makalah ini telah selesai, namun kami menyadari sepenuhnya
bahwa didalam makalah lni masih banyak terdapat kekurangan.
Kekurangan tersebut dikarenakan akibat dari keterbatasan pengalaman
dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang
bersifat membangun sangatlah kami harapkan demi kesempurnaan
penulisan berikutnya.
Akhirnya kami berharap semoga makalah yang sederhana ini, dapat
menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi kami selaku penulis maupun
bagi orang lain yang membacanya, dan kami mohon maaf atas segala
kekurangan dan kesalahan yang terdapat pada makalah ini. Akhirnya kami
mengucapkan:
Wassalamu’laikum warahmatullahiwabarokatuh..
Tabalong, November 2014
3. BAB I
PENDAHULAN
A. LATAR BELAKANG
Sejarah pemerintahan Jepang dimulai dari zaman Nara(794), zaman
Heian (1192) sampai dengan zaman Meiji (1868-sekarang). Bentuk sistem
pemerintahan di Jepang pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan bentuk
pemerintahan yang ada dinegara lainnya, yaitu antara lain adanya penguasa,
administrasi pemerintahan sebagai penggerak pemerintahan, militer selaku
badan pengaman negara, dan penarikan pajak sebagai pemasukan pendapatan
negara. Pemeritahan di Jepang dalam sejarahnya menglami berbagai perubahan
disetiap fase-fase atau zamannya. Didalam peristiwa tersebut maka kita akan
mengenal berbagai sebutan/gelar diantara gelar-gelar itu, antara lain: Kaisar
(Tenno) adalah penguasa administrasi pemerintahan tertinggi. Shogun
(Jenderal) adalah pemegang tampuk kekuasaan dari kalangan militer. Daimyo
(tuan tanah) adalah penguasa yang ada terletak dibawah kekuasaan Shogun
(Jenderal).
Pada zaman Nara pada abad ke-8 ditandai oleh negara Jepang yang kuat.
Pada tahun 710, Kaisar Gemmei mengeluarkan perintah kekaisaran yang
memindahkan ibu kota ke Heijō-kyō yang sekarang bernama Nara. Heijō-kyō
dibangun dengan mencontoh ibu kota Dinasti Tang di Chang'an (sekarang
disebut Xi'an-Cina). Sepanjang zaman Nara, perkembangan politik sangat
terbatas. Anggota keluarga kekaisaran berebut kekuasaan dengan biksu dan
bangsawan, termasuk dengan klan Fujiwara. Hubungan luar negeri berlangsung
dengan Silla dan hubungan formal dengan Dinasti Tang. Pada 784, ibu kota
dipindahkan ke Nagaoka-kyō untuk menjauhkan istana dari pengaruh para
biksu, sebelum akhirnya dipindahkan ke Heian-kyō (Kyoto). Penulisan sejarah
Jepang berpuncak pada awal abad ke-8 dengan selesainya penyusunan kronik
Kojiki (712) dan Nihon Shoki (720). Dalam kedua buku sejarah tersebut
dikisahkan sejarah Jepang mulai dari awal sejak zaman mitologi Jepang. Di
dalamnya ditulis tentang pendirian Jepang pada tahun 660 SM oleh Kaisar Jimmu
yang keturunan langsung dari Amaterasu. Menurut kedua kronik tersebut Kaisar
Jimmu merupakan leluhur dari garis keturunan kaisar yang sekarang. Kaisar
Jimmu sering dianggap sebagai kaisar mitos karena kaisar pertama berdasarkan
bukti-bukti sejarah adalah Kaisar Ōjin yang tahun-tahun masa pemerintahannya
tidak diketahui dengan jelas. Sejak zaman Nara, kekuasaan politik tidak selalu
4. berada di tangan kaisar, melainkan di tangan bangsawan istana, shogun, militer,
dan sekarang di tangan perdana menteri.
Pada tahun 710 terdapat keluarga Yamato Chotei di daerah Nara (negara
Jepang). Keluarga tersebut muncul sebagai penguasa terkuat di Jepang. Kira-kira
abad 5 sudah menguasai hampir seluruh Jepang. Pada abad 6 mendirikan
pemerintahan yang disebut Yamato Chotei, rajanya disebut dengan Tenno
(kaisar). Pada perkembangan berikutnya, para kelompok militer Taira dan Genji
di undang ke Kyoto untuk mengamankan perang yang terjadi dalam keributan
keluarga Fujiwara, tetapi kemudian keluarga Genji dan Taira pun saling
berperang. Dalam peperangan tersebut dimenangkan oleh Keluarga Taira yang
dipimpin oleh Taira no kyoumori. Namun selanjutnya Minamoto no yoritomo
berhasil mengalahkan keluarga Taira tahun 1185 pada perang Dannoura. Hal ini
mengakibatkan kekuasaan berpindah ketangan Minamoto. Minamoto no
yoritomo meminta persetujuan kepada kaisar supaya di angkat menjadi Shogun
(Jenderal) oleh karena itu lah maka sistem keshogunan di kenal di Jepang hingga
di zaman Edo (1868). Stabilitas negara Jepang yang dirintis Minamoto no
Yoritomo pada tahun 1185 tidak bertahan lama. Penguasa-penguasa militer
datang dan pergi silih berganti, dan pada tahun 1467 pemerintahan militer
runtuh yang menyebabkan Jepang terjun dalam kekacauan. Maka dimulailah
Zaman Perang Antar-Klan, abad berdarah ketika para panglima perang lokal
saling bertarung untuk melindungi daerah kekuasaan.
Dari penggalan sejarah diatas dapat diketahui bahwa di Jepang para
petinggi/penguasa yang merasa memiliki kekuasaan terkuat (dalam hal ini para
Daimyo dan Shogun) akan selalu melakukan perluasan ke wilayah lainnya
dengan cara saling berperang satu sama lain, baik itu perng antar Daimyo
maupun antar Klan(marga) atau disebut dengan perang saudara, sehingga
tampuk kekuasaan selalu silih berganti dari masa-kemasa.
Di pemerintahan Jepang Tenno atau biasa disebut kaisar tidak memiliki
peran yang cukup besar dalam sejarah pemerintahan jepang dari zama-kezaman,
hanya pada awal terubentuknya negara Jepang dan di zaman awal-awal saja
kaisar memililiki peran yang cukup besar sebagai pemimpin, namun dimasa atau
zaman berikutnya kaisar hanya berperan sebagai kepala negara secara de jure atau
sebagai simbol saja artinya kaisar tidak memiliki kewenangan mengatur negara
hingga sekarang. Namun kekuasaan tertinggi sering kali berada di tangan
Shogun atau jenderal militer.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk kekuasaan/kepemimpinan yang dimiliki oleh Tenno atau
Kaisar Jepang dari zaman dahulu dan di zaman sekarang?
2. Bagaimana kepemimpinan Shogun selaku pemangku kekuasaan tertinggi?
5. 3. Bagaimanakah bentuk pemerintahan serta kepemimpinan jepang disaat ini?
C. TUJUAN
Mengetahui bagamanakah bentuk kepemimpinan yang ada di Jepang dari
dahulu hingga sekarang.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tugas dan Fungsi Kaisar Terhadap Kepemimpinan dari
Dahulu Hingga Sekarang
Disetip zaman peran seorang kaisar mengalami berbagai perubahan, pada
awalnya Kaisar bertugas sebagai pemimpin dministrasi
negara/pemerintahan tertinggi yang mengatur dan membuat kestabilan
negara nmun tetap atas persetujuan pihak militer. Hal ini terlihat pada zaman
Asuka pada saat sepucuk surat yang disampaikan duta Kekaisaran Jepang ke
Kekaisaran Cina pada tahun 607 ditulis kata-kata, "Kaisar negeri matahari
terbit (Jepang) mengirimkan surat kepada kaisar di negeri matahari
terbenam (Cina). Surat tersebut menyebabkan kemarahan kaisar
Cina.Dimulai dengan Perintah Reformasi Taika tahun 645, Jepang semakin
giat mengadopsi praktik-praktik budaya Cina, melakukan reorganisasi
pemerintahan, serta menyusun undang-undang pidana (Ritsuryō) dengan
mengikuti struktur administrasi Cina pada waktu itu. Juga pada saat kaisar
Gemmei memindahkan ibu kota Jepang ke Heijō-kyō yang sekarang bernama
Nara. Dan terakhir sebagai pendiri Jepang oleh Kaisar Jimmu pada 660SM.
Namun sekarang Kaisar hanya dijadikan Simbol kekuasaan negara saja, hal
ini dapat dilihat dari sistem pemerintahan Jepang dalam UUD/Konstitusi
terbaru Jepang, yaitu Konstitusi 1947. Konstitusi 1947 tersebut mengandung
tiga (3) prinsip pokok, yaitu : (periksa. Kishomoto Koichi, 1988: 42-44).
1. Kedaulatan rakyar dan Peranan Kaisar sebagai simbol (popular
souvereignity and the simbolic role of the emperor.
2. Suka perdamaian (pacifism),
3. Menghormati hak asasi manusia (respect for fundamental human rights).
Didalam UU diatas jelas bahwaperanan kaisar sebagai simbol semata.
B. Melihat Salah Satu Kepemimpinan Shogun (Jenderal) Jepang.
Pada kesempatan kali ini kami ingin membahas lahirnya seorang pemimpin
menjadi shogun di zaman Azuchimomoyama pada tahun 1185 – 1600. Pada
6. akhir feodalisme pertengahan ini muncul shogun yang berasal dari golongan
bawah, yaitu Oda Nobunaga, Toyotomi Hideyoshi, dan Tokugawa Ieyashu.
Pengertian zaman Azuchimomoyama adalah zaman masa-masa yang
recok karena semua tuan tanah berusaha ingin merebut kekuasaan
keshogunan. Dimana seluruh negeri terjadi keributan-keributan karena
orang-orang dari kelas bawah memberontak ingin menjatuhkan yang atas.
Zaman ini disebut juga sengoku jidai, perang di seluruh negeri. Masa ini
berlangsung dari tahun 1573 sampai pada tahun 1603.
Pada zaman Azuchimomoyama ini Oda Nobunaga adalah atasan Toyotomi
Hideyoshi. Alasan Toyotomi Hideyoshi mau mengabdi kepada Oda Nobunaga
adalah karena Oda Nobunaga memiliki visi yaitu menyatukan seluruh
wilayah Jepang dalam masa-masa yang recok. Saat itu Oda Nobunaga sudah
menjadi Shogun (jenderal), sementara Toyotomi Hideyoshi belum. Ketika itu,
Toyotomi Hideyoshi masih menjadi pembantu Oda Nobunaga. Dengan segala
kepatuhan Toyotomi Hideyoshi bekerja dengan rajin dan jujur maka tahap
demi tahap Toyotomi Hideyoshi diangkat menjadi Shogun (jenderal), setelah
wafatnya Oda Nobunaga. Oda Nobunaga sedikit lagi dapat menyatukan visi
menyatukan seluruh wilayah Jepang. Sehingga yang meneruskan visi ini
adalah Toyotomi Hideyoshi.
Oda Nobunaga wafat dibunuh oleh anak buahnya sendiri yang bernama
Akechi Mitshuhide. Maka yang membalas dendam kematian Oda Nobunaga
adalah Toyotomi Hideyoshi. Akechi Mithsuhide dapat ditaklukan Toyotomi
Hideyoshi dengan cara gencatan senjata. Senjata diperoleh dari bangsa
Portugal yang masuk dari Tanega shima sebelum wafatnya Oda Nobunaga.
Dengan memiliki senjata, Toyotomi Hideyoshi juga dapat menyerang daimyo-daimyo
(tuan-tuan tanah) kecil lainnya dan berhasil menyelesaikan
penyatuan seluruh wilayah Jepang. Dalam 3 tahun setelah kematian Oda
Nobunaga, Toyotomi Hideyoshi menguasai setengah wilayah Jepang yang
merupakan daerah terpadat dan juga terkaya, termasuk wilayah seluas
38.600 kilometer persegi yang belum pernah terjamah pengaruh Oda
Nobunaga. Puncak karir Toyotomi Hideyoshi adalah sebagai Daijodaijin
(wakil Kaisar) yang diangkat oleh Kaisar Go Yozei.
Toyotomi Hideyoshi lahir tahun 1536 di Nakamura (negara Jepang). Asal-usul
Toyotomi Hideyoshi dari kecil memiliki awal yang sederhana. Dari kecil
bertekad ingin menjadi seorang pemimpin di Jepang. Selain miskin, tidak
berpendidikan, bukan berasal dari silsilah keluarga masyhur yaitu anak dari
petani penggarap miskin, dan badan yang pendek. Tetapi Toyotomi
Hideyoshi tidak membiarkan segala kekurangan itu menentukan nasib nya,
melainkan memiliki semangat hidup yang jarang terlihat di dunia ini. Ambisi
nya dapat tercapai menjadi seorang wakil Kaisar. Toyotomi Hideyoshi adalah
orang pertama yang mendapat gelar wakil kaisar tanpa adanya ikatan
hubungan darah dengan kaum bangsawan atau kekeluargaan.
7. Keruntuhan Toyotomi Hideyoshi muncul karena kesombongan nya, ingin
memperluas wilayah kekuasaan ke Korea dan China sehingga menimbulkan
Perang Tujuh Tahun. Namun Toyotomi Hideyoshi gagal dalam
mewujudkannya. Sehingga Toyotomi Hideyoshi wafat dalam pertempuran
melawan Korea pada tahun 1958.
Dari kisah diatas dapat diambil kesimpulan bahwa sikap jujur, ulet dan
rajin serta tidak pantang menyerah membuat Toyotomi Hideyoshi menjadi
Shogun terbaik diantara Shogun lainnya, karena Ia mampu menyatukan
Jepang dengan menguasai setengah wilayah Jepang melalui kekuasaannya.
C. Bagaimanakah Kepemimpinan di Jepang yang Ada Sekarang
Ini.
Dalam hal ini kami akan memaparkan salah satu tradisi/keyakinan
masyarakat Jepang yang sampai saat ini masih hidup di tengah para pejabat
di negri Jepang, yaitu Budaya Harakiri.
Dalam sejarah bangsa Jepang, harakiri tumbuh di masyarakat tradisional
kalangan samurai, prajurit pengawal setia kekaisaran dan telah ada sejak
berabad-abad silam. Harakiri, yang juga dikenal dengan seppuku
(disembowelment-mengeluarkan isi perut) merupakan ritual bunuh diri
sebagai bagian dari bushido, kode kehormatan prajurit samurai untuk
membayar rasa malu atas kekalahan, menghindari kemungkinan penyiksaan
ketika jatuh ke tangan musuh. tradisi yang masih dijaga kuat oleh masyarakat
Jepang.
Harakiri juga kadang dilakukan sebagai bentuk dari hukuman mati bagi
samurai yang telah melakukan pelanggaran serius seperti pembunuhan yang
tidak beralasan, pemerkosaan, perampokan, korupsi, pengkhianatan dan
kejahatan lain yang tak termaafkan. Dalam perkembangannya, harakiri tetap
hidup sebagai spirit, falsafah dan kode etik kepemimpinan dalam
pemerintahan Jepang modern. Harakiri politik sudah menjadi hal yang
lumrah, karena semangat bushido meletakkan kepentingan nasional di atas
kepentingan pribadi.
Semangat inilah yang menjadikan Jepang dikenal sebagai bangsa beretos
kerja tinggi, memiliki dedikasi dan loyalitas yang jarang dimiliki oleh bangsa-bangsa
lain di dunia. Berpijak dari spirit inilah Jepang mampu mengukuhkan
diri sebagai salah satu negara maju di dunia, baik dalam ekonomi, teknologi,
industri maupun olahraga, khususnya sepakbola.
‘Harakiri politik’ yang sering ditunjukkan para pemimpin Jepang adalah
kebernian mundur dari jabatan apabila seseorang merasa gagal dalam tugas
kenegaraan. Dua contoh teranyar dari harakiri politik adalah mundurnya
Perdana Menteri Jepang Naoto Kan pada 26 Agustus 2011 akibat krisis Nuklir
8. pasca gempa besar (tsunami) yang melanda negeri itu dan ketidakpuasan
publik dengan penanganan pemerintah terhadap krisis itu.
Kemudian disusul dengan Mundurnya Menteri Industri Yashio Hachiro
pada 12 September 2011 hanya gara-gara salah ucap dengan menyebut kata
“Kota Kematian” pasca gempa besar itu. Padahal, setahun sebelumnya, pada 2
Juni 2010, PM Jepang Yukio Hatoyama juga melakukan hal yang sama.
Hatoyama yang hanya menjabat selama 9 bulan mengundurkan diri setelah
popularitasnya menurun drastis akibat keputusannya mempertahankan
pangkalan militer AS di Okinawa.
Mundur dari jabatan merupakan tradisi bangsa Jepang dalam menjaga
etika kepemimpinan khas samurai. Harakiri politik. Bunuh diri kekuasaan
adalah bagi pemimpin politik dan kekuasaan Jepang adalah simbol
kehormatan prajurit samurai yang telah terdidik untuk tidak menerima
kekalahan, kesalahan dan kegagalan. Menang, benar dan sukses atau mati!
Demi kepentingan dan kehormatan partai (atau negara), nyawa (kepentingan
pribadi) rela dikorbankan.
Begitu kuatnya masyarakat Jepang dalam menjaga tradisi samurai,
bahkan belum lama terjadi, seorang Presiden Perusahaan Kereta Api
Hokkaido di Jepang, Naotoshi Nakajima, memilih untuk mengakhiri hidupnya
dengan harakiri (bunuh diri). Ia merasa bersalah atas terjadinya kecelakaan
kereta api di Hokkaido, pada bulan Mei 2011 lalu. Padahal kecelakaan
tersebut mengakibatkan 35 orang luka-luka, meski tidak ada korban jiwa.
‘Harakiri politik,’ ‘bunuh diri politik’ untuk menyelamatkan kepentingan
yang lebih besar dan menjaga kehormatan sebagai ciri khas watak ksatria
sebenarnya bukan hanya tradisi bangsa Jepang. Beberapa negara di dunia
yang dikenal memiliki semangat nasionalisme tinggi juga tak lepas dari
sejarah yang sama.
9. BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam pemerintahan Negara Jepang, sistemnya tidak jauh berbeda dengan
Negara lainnya yaitu ada pemimpin, adnya administrasi pemerintahan,
kemiliteran, dan perpajakan, namun di Jepang kekuasaan tertinggi ada pada
Shogun (Jenderal militer), sedangkan kaisar hanya sebagai simbol
kepemimpinan saja. Di zaman dahulu para penguasa tuan tanah (Daimyo)
selalu memperebutkan kekuasaan diantara Daimyo-daimyo lannya yang
mana yang kauat akan memiliki wilayah kekuasaan yang lebih luas. Daimyo
kekuasaannya berada dibawah kekuasaan Shogun. Yang mana yang terkenal
adalah shogun Toyotomi Hideyoshi yang mampu menyatukan Jepang
dibawah kekuasaannya. Orang-orang jepang sangat memegang erat
kebudayaannya yang dapat bermanfaat bagi orang banyak tanpa adanya
rasa otoriter atau keuntungan pribadi, yaitu slah satunya budaya Harakiri.
B. SARAN
Setiap manusia hendaknya mengambil pelajaran terhadap hal-hal yang
bermanfaat yang ada disekitarnya yang dapat membuanyat lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. The Constitution of Japan of 1947.
Kishimoto Koichi. 1988. Politics in Modern Japan Development and Organization. Third
Edition. Tokyo : Japan Echo Inc.
Kozo Yamamura and Yasukichi Yasuba.1987. The Political of Japan. Volume 1 The
Domestic Transformation. California : Stanford University Press.
Reinhard Drifte. 1989. Japan’s Foreign Policy, New Tork : Council on Foreign Relations
Press.Steven K. Vogel. 1989. Japanese High Technologi, Politics, and Power. Calofornia:
Regents of the University of California.