1. DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN
1.4 MANFAAT
BAB II
2.1 Awal Terbentuknya Sistim Pemerintahan Kerajaan Di Muna
2.2 Perjuangan Raja-Raja Muna Sebelum Masuknya Islam
BAB III
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Daftar Pustaka
2. i
KATA PENGANTAR
Tiada alunan indah yang pantas di ucapkan selain rasa syukur yang begitu
besar atas karunia Allah yang maha kuasa, Sang Pemberi kesehatan sehingga tugas
ini dapat diselesaikan. Dan tak lupa pula Salawat serta Taslim atas jujungan Nabi
Besar Muhammad SAW.
Tak lupa pula ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada guru bidang
studi Muatan Lokal (MULOK) atas bimbibingannya dalam memberi materi
pembelajaran maupun arahan-arahannya dalam pembuatan tugas ini.
Akhir kata,Tak ada gading yang tak retak,demikian pula dengan tugas
ini.Oleh karena itu,saran dan kritikan yang membangun tetap kami nantikan untuk
menyelesaikan tugas dengan baik,terutama kepada guru bidang studi dan kepada
pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas ini kami mengucapkan
banyak terima kasih.
Raha, 5 Februari 2017
Kelompok 4
3. i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa pra-Islam adalah masa dimana sebelum datangnya islam,
tepatnya di daerah jazirah Arab. Masa jahiliyah juga dapat dikatan sebagai
masa dimana sebelum Nabi Muhammad SAW lahir. Istilah Jahiliyah
diberikan kepada bangsa arab waktu untuk yang berpola kehidupanya bersifat
primitif. Mereka pada umunya hidup berkabilah-kabilah dan nomaden
(berpindah-pindah). Bangsa jahiliyah tidak mengenal baca tulis atau bisa
disebut ummi, itulah yang membuat mereka hidup dalam kebodohan dan
ketertinggalan jaman. Al-Qur’an menunjukan masa itu adalah sebagai
berikut : zaman tidak mempunyai nabi dan kitab suci, zaman tidak
mempunyai peradaban masyarakat tidak berakhlak dan angkuh. Semua itu
yang membuat mereka hidup dalam kesesatan dan ketertinggalan, masa itulah
yang disebut masa jahiliyah.
Dengan demikian, tidak berarti mereka tidak mempunyai potensi
peradaban. Mereka sebenarnya dalam kondisi yang fitrah,dalam arti tidak
terkontaminasi oleh kemerosotan seprti yang terjadi pada bangsa persia dan
romawi. Mereka tidak memiliki kemewahan seperti yang dimiliki seperti
bangsa persia yang pandai menciptakan kemerosotan manusia pada waktu itu.
Dan mereka juga tidak memiliki kekuatan militer seperti romawi yang
membuat mereka mengexpansi-expansi ke negara-negara tetangga. Mereka
juga tak memiliki kemegahan filosofis seperti yunani, yang menjerat mereka
dalam dunia yang penuh dengan mitos dan khufarat.
Yang paling fenomenal dari bangsa Arab jahiliyah adalah tradisi
kesusastraan yang amat tinggi,itu berupa syair-syair.yang setiap tahun
berpusat di Suq al-ukaz. Syair-syair terbaik diabadikan dengan dituliskan
dengan tinta emas yang digantung di dinding ka’bah yang dinamakan almu’
allaqat. Syai mempunyai peran yang sangat penting bangsa arab jahiliyah.
Fungsi syair sama halnya dengan fungsi pers. Seseorang bisa jatuh dalam
kehinaan karena sebait syair atau sebaliknya.
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana Pemerintahan Raja-Raja Muna Sebelum Pengaruh Islam ?
2. Bagaimana Perjuangan Raja-Raja Muna Sebelum Masuknya Islam ?
1.3 Tujuan
Tujuan dibentuknya makalah ini yaitu :
1. Dapat mengetahui tentang awal terbentuknya pemerintahan Kerajaan
dimuna
2. Dapat mengetahui Perjuangan Raja-Raja Muna Sebelum Masuknya
Islam
1.4 Manfaat
Makalah ini bermanfaat guna memperluas wawasan para pembaca
tentang sejarah kerajaan Muna sebelum Islam (Pra-Islam) dan bagiamana
perjuangan Raja-raja Muna sebelum masuknya islam.
4. i
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pemerintahan Raja-Raja Muna Sebelum Pengaruh Islam
A . Pemerintahan La Kilaponto
La Kilaponto adalah anak pertama dari Sugi manuru, sehingga
secara adat berdasarkan ketentuan pemerintah kerajaan, yang berhak
menjad pengganti ayahnya adalah anak laki-laki sulung dari sejumlah
saudarana. Oleh karena itu sejak ayahnya mangkat, maka secara
spontan yang berhak mengganti Sugi Manuru adalah La Kilaponto.
Raja La Kilaponto merupakan sosok pemimpin yang memiliki
pengaruh besar di daerah Sulawesi Tenggara. Hal ini karena bbeliau
merupakan raja yang pernah berkuasa pada 3 daerah kerajaan di
Sulawesi Tenggara, sehingga oleh masyarakat Muna diberi gelar
Nepokanduagho Ghoera, yang artinya penguasa (raja) yang
menguasai 3 daerah yaitu :
1. Di Muna dengan nama La Kilaponto, Beliau menjadi raja sebagai
pengganti ayahnya.
2. Di Buton diberi nama La Timbang-timbang dengan gelar Murhum,
menjadi Raja Button Ke 5 dan Sultan pertama.
3. Di Kendari pada kerajaan Konawe atas keberhasilannya
menyelesaikan perang saudara antara kerajaan Konawe dengan
Morenene.
Kiprah La Kilaponto dalam ketatanegaraan KerajaanMuna
tidak terlalu banyak karena tidak lama beliau memerintah di Muna
langsung dinobatkan sebgai Raja Buton. Timbulnya perbedaan versi
dan pandangan tentang kesejahteraan pada kedua daerah ini tidak
perlu dibesar-besarkan karena hanya merupakan trik-trik politik
kapitalisme Belanda yang bertujuan :
1. Mengacaukan peristiwa sejarah yang obyektif
2. Mencari alternatifuntuk lahirnya permusuhan atau dengan kata
lain keduanya dapat di asumsikan sebagai politik adu domba
Belanda semata.
Kepemimpinan La Kilaponto di Muna tidak berakhir oleh
sesuatu pergerakan atau kematian akan tetapi hanyalahk karir dan
predikat semata-mata dengan tujuan ingin menyatukan kerajaan-
kerajaan Jazirah Sulawesi tenggara dalam kepemimpinannya. La
kilaponto meninggalkan Muna dan memilih memerintah Buton pada
dasarnya untuk memberi peluang kepada adiknya La Posasu untuk
menunjukan kepemimpinannya di daerah ini sehingga memudahkan
proses dan mekanisme penyatuan kerajaan-kerajaan di Jazirah
Sulawesi Tenggara seperti yang menjadi harapan dan cita-citanya.
B. Pemerintahan La Posasu dan Rampai Somba.
Setelah La Kilaponto dilantik menjadi Sultan Buton pertama,
maka yang menjalakan pemerinntahan di kerajaan Muna adalah adiknya
sendiri yaitu La Posasu. Oleh karena itu selama memangku jabatan Raja
5. i
tidak membawa perkembangan bagi Kerajaan Muna dalam hubungannya
dengan kerajaan-kerajaan di tetangganya seperti :
1. Penyelesaian perang saudara kerajaan Konawe dan Moronene.
2. Penyelesaian masalah bajak laut Ka Bolontio
Dalam lingkungan kerajaan Muna sendiri, Raja La Posasu
mengadakan pembaharuan disegala bidang antara lain:
a. Dalam bidang politik meliputi :
1. Memindahkan Ibu Kota Kerajaan dari Kawuna-Wuna (sekitar
Liang Kabori) ke Kota Muna ( Kota Lama) dengan harapan
mencari strategis dan perluasan untuk pengembangan kerajaan.
2. Membangun sarana perumahan para pejabat kerajaan di ibu kota
kerajaan yaitu Lambubalano (istana Raja) dan Lambuno Ghoera.
3. Membentuk dewan kerajaan.
4. Memperluas perkampungan sebagai tempat pemukiman
masyarakatnya.
b. Dalam bidang ekonomi meliputi :
1. Membangun jalan yang menghubungkan antara kampung untuk
memperlancar kegiatan perekonomian
2. Menganjurkan kepada masyarakat untuk mengolah lahan
pertanian pada kampung-kampung yang baru dibuka.
c. Dalam bidang sosial budaya meliputi :
1. Menata lokasi Kota Muna dengan mengajak masyarakat untuk
tinggal disekitar ibu kota kerajaan.
2. Mensosialisasikan ketentuan-ketentuan hukum adat yang
digariskan oleh ayahnya ditengah-tengah masyarakat dengan jalan
penekanan melalui sangsi.
Setelah pemerintahan La Posasu berakhir, maka pemerintahan
kerajaan di Muna di lanjutkan oleh adiknya sendiri yaitu Rampai Somba
anak ke 4 dari Sugi Manuru. Perubahan-perubahan dalam kerajaan pada
masa pemerintahan beliau antara lain :
1. Melanjutkan program La Posasu yaitu jalan raya menghubungkan
antar kampung dari kota Muna ke kampung-kampung sekitarnya.
2. Menata perumahan rakyat dengan mengintruksi kepada rakyat untuk
membangun rumah pada pinggir jalan secara berhadapan.
3. Dalam struktur pemerintahan beliau menampakan fungsi-fungsi
instituso kerajaan sesuai tugasnya masing-masing.
C. pemerintahan Titakono
Titakono adalah raja muna ke-10 yang banyak membawa pengaruh
struktur pemerintahan kerajaan Muna. Karena disamping mengfungsikan
institusi kerajaan yang dibentuk oleh raja-raja terdahulu juga membentuk
institusi baru yang dianggap perlu. Jabatan baru yang beliau bentuk adalah
Bhonto Balano. Jabaan ini fungsinya sangat penting karena merupakan
lembaga yang dapat membantu kelancaran tugas-tugas Raja.
Titakono membentuk institusi dengan dengan pertimbangan bahwa :
1. untuk menghindari timbulnya pemerintahan dengan kekuasaan yang
tidak ada batas
2. mengembangkan pemerintahan yang bersifat demokratis.
Titakono sebagai raja yang memiliki visi kedepan dalam proses
pengembangan kerajaan secara damai, maka beliau mengaklasifikasi jabatan-
jabatan yang harus dijabat oleh ketiga klasifikasi masarakat yaitu:
1. Golongan Kaomu. Menjabat pada institusi
6. i
a. kolakino wuna c. Kapita
b. kapitalau d. Bobato
2. Golongan Walaka, menjabat pada institusi kerajaan sebgai
a. Bhonto balano
b. Mentarano bhitara
c. Bontono liwu
3. Golongan Maradika pada masa itu hanya batas menjabat sebagai
Bontono liwu yang golongan masyarakatnya berasal dari golongannya.
D. Pemerintahan La Ode Saadudin dan La Ode Kaindea
Sesudah pemerintahan Titakono maka singgasana kerajaan digantikan
oleh La Ode Saadudin (Th. 1615). Saadudin adalah anak dari Titakono. Pada
masa pemerintahan Saadudin Islam masuk di Muna yang dibawa oleh
seorang penyiar islam yaitu Firus Muhammad pada tahun (1624 H atau 1616
M).
Perkembangan kerajaan pada masa pemerintahana La Ode Saadudin
menjadi lebih maju terutama dalam institusi kerajaan. Institusi Kerajaan
ditambah 2 jabatan baru yaitu :
a. Mentaranoo Bhitara (Menteri Kehakiman)
b. Kapitalano (pengaman wilayah pantai) yanga terdiri atas 2 wilayah
yaitu kapitalano matagholeo (pantai timur kerajaan) dan Kapitalano
kansopa (penjaga pantai barat kerajaan).
Setelah pemerintahan La Ode Saadudin kemudian digantikan oleh
putra mahkota kerajaan yaitu La Ode Kaindea sebegai Raja Muna X pada
tahun 1610. La Ode Kaindea adalah salah seorang raja Muna yang menentang
kedatangan Belanda di daerahnya. Hal ini terbukti ketika Pither Both (Th.
1613) maka La Ode Kaindea menilak kedatangan Belanda di Muna. Berawal
dari situlah Belanda mengadu domba untuk mempermusuhkan Muna dengan
Buton sebagai dua kerajaan bersaudara. Permusuhan Buton dan Muna dilatar
belakangi 2 hal yaitu :
a. Adu domba Belanda terhadap Buton dan Muna agar kedua kerajaan
ituu tidak bersatu mengahadapi Belanda.
b. Latar belakang kegagalan perkawinan La Ode kaindea dengan Wa
Ode Sopo anak Sapati Baluwu yang dibesarkan oleh Spelman, tetapi
justru La Ode kaindea kawin dengan Wa Ode Wakelu (anak Sapati
Kopalangku). Kegagalan perkawinan dijadikan alasan permusuhan
antara Muna dengan Buton.
2.2 Perjuangan Raja-Raja Muna Sebelum Masuknya Islam
1. Raja Muna I – La Eli alieas Baidhuldhamani Gelar Bheteno Ne Tombula, ( 1417
– 1467 ).
Bheteno ne Tombula alias La Eli alias Baidhul Jamani adalah Raja Muna I.
Bheteno ne Tombula dipercaya sebagai orang pertama yang memulai beradabaan
baru dalam sistem sosial kemasyarakatan di Muna. Hal ini dikarenakan pada masa
pemerintahan Bheteno Ne Tombula Muna menjadi sebuah kerajaan dengan
struktur pemerintahan dan struktur sosial yang lebih moderen. Sebagai seorang raja
Sugi manuru juga melakukan penataan dalam sistem administrasi pemerintahan,
walapun pada waktu itu masyarakat Muna termasuk raja belum mengenal tuulisan.
Bheteno Ne tombula bukanlah orang Muna, beliau ditemukan dalam rumpun
bambu oleh sekelompok orang yang ditugaskan utnuk mencari bambu pada saat
diadakan pesta besar di Wamelai.
7. i
A. Bheteno Ne Tombula Versi Tradisi Lisan Masyarakat Muna
Dikisahkan dalam tradisi lisan masyarakat Muna bahwa pada suatu
hari,Mieno ( Pemimpin Wilayah ) Wamelai akan mengadakan pesta raya, seluruh
masyarakat Muna di delapan wilayah dikumpulkan untuk turut membantu
mempersiapkan pelaksanaan pesta tersebut.
Sekelompok orang yang ditugaskan untuk mencari bamboo dihutan, menemukan
seorang lelaki yang gagah perkasa di dalam rumpun bamboo yang akan ditebang, ada
juga yang mengisahkan bahwa manusia tersebut ditemukan dalam ruas bamboo.
Karena penemuan tersebut dianggap aneh, lelaki itu kemudian dibawah
menghadap pada mieno Wamelai . Dihadapan mieno Wamelai dan pemimpin
wilayah lainnya lelaki itu mengaku bernama LA
ELI aliasBAILDHUL JAMAANI Putra Raja Luwu di Sulawesi selatan.
Dituturkan dalam tradisi lisan, kedatangan LA
ELI alias BAILDHUL JAMAANI di Muna untuk menunggu istrinya yang saat ini
sedang hamil dan akan datang menemui dirinya. Tempat pertemuan yang mereka
sepakati untuk pertemuan itu adalah Pulau Muna ( Wuna).
Selang beberapa hari setelah penemuan manusia dalam rumpun bamboo
tersebut, tersiar kabar bahwa di Lohia pesisir Timur Pulau Muna, tepatnya di
Laguna Napabale ditemukan seorang wanita cantik. Wanita tersebut mengaku
bernama WA TANDI ABE . berasal dari kerajaan Banggai di Sulawesi Tengah, dia
datang di Muna dengan menumpang sebuah talang dan terdampar ditempat itu.
Tujuan kedatangannya adalah untuk bertemu dengan suaminya yang telah
menungguhnya disuatu tempat dimana talang yang ditumpanginya terdampar.
Kabar tentang terdamparnya seorang wanita di Lohia tersebut tersebar luas
begitu cepat dikalaangan masyarakaat. Pada suatu hari kabar itu sampai juga
ditelinga MIENO WAMELAI di Tongkuno, sehingga beliau memerintahkan agar
wanita tersebut di dibawa menghadap dirinya guna dipertemukan dengan LA
ELI alias BAIDHULJAMANI untuk di konfrontir.
Ternyata setalah dipertemukan keduanya mengaku sebagai suami istri dan
mereka yang saling mencari . Dalam pertemuan tersebut Wa Tandi Abe juga
mengaku dalam keadaan hamil, dan janin dalam rahimnya tersebut adalah darah
daging dari LA ELI alias BAIDHUL JAMANI suaminya yang ada dihadapannya
saat ini.
Karena peristiwa itu dianggap luar biasa dan tidak lazim, maka rapat dewan
adat menyepakati untuk ‘memingit’ keduanya dalam sebuah kelambu selama tujuh
hari tujuh malam. Tujuan pemingitan adalah untuk mencegah hal-hal negative yang
timbul akibat penemuan dua orang yang aneh tersebut dan mengaku sebagai Suami
istri.
Setelah tujuh hari dalam ‘pingitan’, ternyat tidak ada kejadian yang luar biasa
sehingga keduanya di keluarkan dari pingitan kemudian di nikahkaan kembali
menurut adat yang berlaku dikalangan masyarakat Muna.
Peristiwa pemingitan tersebut akhirnya menjadi tradisi dan menjadi syarat
yang harus dilalui seseorang yang akan menjadi Raja Muna. Peristiwa ini juga
menjadi tradisi yang harus dilalui seorang wanita yang telah memasuki usia baliqh
sebagai tanda kalau wanita tersebut sudah siap untuk dinikahkan. Tradisi ini diberi
nama ‘ Kaghombo’ dan masih terpelihara dengan baik sampai saat ini.
Perkawinan antara LA ELI alias BAIDHUL JAMANI dengan WA
TANDIABE melahirkan tiga anak yaitu KAGHUA BANGKANO FOTU.
RUNTU WULAEdan KILAMBIBITO. KAGHUA
BHANGKANO FOTU kemudian menjadi Raja Muna II dengan gelar SUGI
PATOLA. Sugi berarti ’Yang Dipertuan’. RUNTU WULAE kembali ke Luwu
untuk menjadi Raja di sana sedangkan KILAMBIBITO kawin dengan LA
8. i
SINGKABU (kamokulano Tongkuno) Putera dari MINO WAMELAI ( La Kimi.
Sejarah Muna, Jaya Press ).
LAKILAPONTO Raja Muna VII dan Raja Buton VI/ Sultan Buton I manusia
yang fenomenal karena pernah memimpin lima kerajaan dalam waktu yang
bersamaan berasal dari garis keturunan sugi tersebut.
Dalam sebuah rapat dewan adat dan semua pemimpin wilayah, disepakati bahwa
La Eli atau Badhuljamani adalah manusia sakti dan pantas untuk dinobatkan menjadi
pemimpin tertinggi di Muna. Setelah dinobatkan menjadi pemimpin tertinggi, La Eli/
Baidhuljamani mendeklarasikan Muna sebagai sebuah Kerajaan dan dirinya adalah
Raja Pertama dengan Gelar Bheteno Ne Tombula ( yang Muncul di Bambu )
sedangkan istrinya ( permaisuri ) bergelar Sangke palangga ( yang menumpang pada
talam). Sejak saat itulah Muna menjadi sebuah kerajaan.
B. Menata Sistem Pemerintahan
Tugas pertama Bheteno ne Tombula Setelah di nobatkan menjadi Raja Muna
I adalah melakukan penataan struktur pemerintahan dan struktur masyarakat di
Kerajaan Muna. Sistem pemerintahan yang dibangun pada awal masa pemerilnahan
Bheteno Netombula tersebut merupakan penyempurnaan dari sistem pemerintahan
terdahulu ( yang masih bersifat kelompok-kelompok komunitas dan berdiri sendiri-
sendiri. Lembaga-lembaga pemerintahan yang merupakan prasyarat sebuah negara
pun dibentuk dan kelompok – kolompok komunitas yang tadinya berdiri sendiri
diikat dalam sebuah lembaga besar yang bernama kerajaan Muna.
Strukur pemerintahan yang dibentuk oleh Bheteno Ne Tombula sebagai
penanda berdirinya sebuah kerajan adalah:
Raja, sebagai kepala Negara dan kepala pemerintahan dengan gelarKino
Wuna. Raja memiliki kewenangan dan kekuasaan yang sangat luas dan besar
yang melingkupi seluruh wilayah kerajaan. Titah raja merupakan hukum
yang harus dipatuhi oleh seluruh rakyat.
Kepala Pemerintahan Wilayah dengan gelar Mieno (pemimpin ) dan
Komokula ( Yang dituakan ) Kepala pemerintaha wilayah berkuasa dan
memiliki kewenangan dalam wilayah kekuasaannya dan tunduk pada Raja
sebagai pemimpin tertinggi. Wilayah administrsi pemerintahan wilayah
berdasarkan pembagan wilayah terdahulu sebelum terbentuknya kerajaan
Muna. Pemerintahan wilayah tersebut berjumlah 8 wilayah masing-masing 4
wilayah dipimpi oleh “ Mieno “ dan 4 wilayah dipimpin oleh “ Kamokula “.
Kedelapan wilayah tersebut adalah :
Pemerintahan wilayah tersebut kemudian dikenal dengan “ Wawono Liwu “ ( Negeri
terdahulu ) adalah :
Empat yang dimpin Mieno
1. Mieno Kaura
2. Mieno Kansitala
3. Mieno Lembo
4. Mieno Ndoke. Dan
Empat yang dipimpin Kamokula :
1. Kamokulano Tongkuno
2. Kamokulano Barangaka
3. Kamokulano Lindo
4. Kamokulano Wapepi
Kedelapan kepala pemerinahan admiistrasi pemerintahan wilayah tersebut an
keturunanannya kemudian oleh Sugi Manuru Raja Muna VI ketika melakukan
penetapan strakta sosial dalam masyarakat Muna dikenal sebagai “ Wawono Liwu “
9. i
C. Pembagian Golongan
Bheteno Ne Tombula juga melakukan pembagian strata/ penampisan golongan
membagi masyaraakat Muna menjadi tiga Golongan yaitu :
Golongan Beteno Ne Tombula, Golongan ini yang berhak menjadi raja.
Golongan Mieno Wamelai, Golongan ini berhak untuk menjadi kepalah
pemerintahan wilayah.
Golongan Rakyat adalah orang yang diatur.
1. Pemerintaha Para Sugi
Setelah pemerintahan Bheteno Ne Tombula berakhir, Kerajaan Muna
dipimpin oleh Sugi. Sugi bagi masyarakat Muna berarti Yang Dipertuan atau Yang
Mulia.
Sepanjang sejarah Kerajaan Muna ada lima orang Sugi yang perna memimpin
Kerajaan muna. Mereka itu adalah :
1. La Patola/ La Aka / Kaghua Bangkano Fotu Gelar Sugi Patola ( 1395 – 1420).
2. La Mbona Gelar Sugi Ambona ( 1420 – 1455)
3. La Patani gelar Sugi Patani ( 1455 – 1470)
4. Sugi La Ende (1470-1501)
5. Sugi Manuru gelar Omputo Mepasokino Adhati( 1501-1517)
Dari kelima sugi yang pernah memimpin kerajaan muna, Sugi Manuru-lah yang
dianggap berhasil membawa banyak perubahan di kerajaan muna dalam berbagai
aspek.
10. i
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Kerajaan Muna atau Wuna merupakan salah satu kerajaan besar yang berada
di wilayah Sulawesi Tenggara. Kerajaan ini terletak di Bagian Utara Pulau Muna dan
beribukota di Kotano Wuna (kiniKecamatan Tongkuno), dengan Raja pertamanya La
Eli alias Baidhuldhamani gelar Bheteno ne Tombula Alias Remang Rilangiq yang
menikah dengan Watandriabeng adik sawerigading (Epic I lagaligo)
Kerajaan Muna pra islam berangsuung selama 208 tahun ( 1417 -1625 ).
Dalam kurung waktu tersebut kerajaan Muna dipimpin oleh beberapa orang
raja. Pada masa pemerintaha pra islam tersebut tercatat terjadi beberapa peristiwa
yang dilakkkan oleh Raja-Raja Muna yang terukir tinta emas dalam lembaran sejarah
dunia.
Sayangya akibat kooptasi VOC Belanda dan Kesultana Buton serta
terlambatnya pembudayaan tulis dan kurangnya minat masyarakat Muna dalam
menulis sejarah maka goresan sejarah Putera Muna tersebut dicatat sebagai sejarah
Buton. Akibatnya kerajaan Muna kurang dikenal dalam pergaulan kerajaan-kerajaan
nusantara.
3.2 Saran
Diharapkan Sebaiknya menggunakan referensi yang lebih akurat agar dapat
menunjang para pembacanya,agar dapat mengetahui dengan baik tentang segala
sesuatu tentang Sejarah Pemerintahan Raja Muna Sebelum Pengaruh Islam.