Dokumen tersebut berisi data demografi, riwayat sosial, kesehatan, dan pemeriksaan fisik pasien yang diduga terinfeksi HIV. Meliputi riwayat seksual berisiko, penggunaan narkoba suntik, riwayat kesehatan terdahulu, dan gejala-gejala yang muncul. Pemeriksaan fisik mencakup sistem kardiorespirasi, gastrointestinal, neurologi, dan lainnya untuk mengetahui dampak HIV. Pemeriksaan laboratorium dil
2. Data Demografi
Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis
kelamin, ras, status perkawinan, alamat,
pekerjaan, status imigrasi, perilaku
beresiko.
Nama anggota keluarga atau orang yang
dapat dihubungi
3. Riwayat sosial:
Orientasi sexual: pria, wanita, MSM (gay dan
waria).
Aktifitas sexual tak aman: berganti-ganti
pasangan, tanpa pengaman.
IDU (needle tract).
Riwayat pekerjaan.
Riwayat traveling.
Lingkungan pergaulan
Homeless, gangguan mental
Bantuan dari badan/lembaga sosial AIDS
4. Riwayat Kesehatan
Terdahulu
Riwayat Penyakit Terdahulu
Cara terinfeksi HIV (riwayat pemakai narkoba/IDU, free sex,
homosex, kelompok yang beresiko tinggi terinfeksi HIV)
TBC, Hepatitis A, B, C, sering mengalami infeksi virus dan
jamur, hemofilia, riwayat transfusi (sebelum th 85), transplantasi,
STD.
Penurunan Berat Badan Yang signifikan.
Diare yang tidak kunjung sembuh.
Demam yang berkepanjangan.
Mouth lesions including blisters (HSV).
Ginggivitis, white gray patches (putih pada daerah lidah dan
mukosa mulut)
Review semua sistem yang mungkin terganggu oleh HIV
5. Riwayat Transfusi
Infeksi yang ditularkan melalui transfusi AIDS
Penyebab : Darah donor HIV seropositif
Gejala : demam, keringat malam, letih, BB menurun, adenopati, lesi kulit:
seropositif terhadap virus HIV
Intervensi pemeriksaan, pastikan darah yang ditransfusi bebas HIV atau
sudah menjalani pemeriksaan sebelummnya.
Rasional, untuk mengurangi atau menghilangkan insiden terulang pada pasien
yang lain.
Pasien dilakukan pemeriksaan laboratorium klinis darah seperti
pemerikasaan rapid tes!
Rasional, pemeriksaan rapid test dapat melihat adanya anti body tubuh
terhadap virus HIV, pemeriksaan yang bersifat mudah, cepat dan murah,
dengan keakuratan ± 90%. (3)
6. Pola Kesehatan
Persepsi tentang kesehatan, pengetahuan pasien tentang
kegiatan – kegitan sehari – hari yang pasien lakukan terkait
bagaimana pasien melakuka pencegahan penyakit untuk dirinya
dan keluarganya. Intervensi yang dapat dilakukan : konseling
sebelumnya pada tenaga kesehatan yang terlatih.
Penanganan kesehatan: Persepsi terhadap penyakit yaitu;
pengetahuan pasien terhadap penyakit yang ia derita, Penggunaan
alkohol dan obat-obatan yaitu; keterkaitan pengunaan jarum suntik
yang berganti – gantian pada pengguna narkoba yang terjangkit
HIV dapat beresiko menularkan penyakitnya. Intervensi yang dapat
dilakukan : konseling sebelumnya pada tenaga kesehatan yang terlatih.
7. Pola Kesehatan
Nutrisi/metabolisme: kehilangan BB,
anorexia, mual, muntah, lesi pada mulut,
ulser pada rongga mulut, sulit menelan,
kram abdomen.
Eliminasi: diare persisten (IO), nyeri saat
bak
Aktifitas dan olah raga: kelelahan
kronik,kelemahan otot, kesulitan berjalan,
batuk, sesak nafas, kemampuan
melakukan ADL (tingkat1-3)
8. Pola Kesehatan
Tidur dan istirahat: insomnia
Gangguan kognitif dan persepsi: sakit kepala, nyeri
dada, kehilangan memori, demensia, parestesis
Kebutuhan klinis pasien:
Obat-obatan: alergi, riwayat pengobatan sekarang, cara
memperoleh ARV.
Nutrisi: membutuhkan oral/enteral/parenteral
Terapi rehabilitasi: fisioterapi, terapi wicara
Perawatan khusus: apakah membutuhkan perawatan
khusus karena mengalami mis. Dekubitus, inkontensia,
oksigen atau suction
9. Pola Kesehatan
Kebutuhan Klinis pasien :
Alat bantu: walker, cructh,kursi roda, handled
shower, seat bath, urinal dll
Suplai barang-barang habis pakai: pampers,
diapers, kasa, infus, kateter dan tube feeding
Follow up medis: dokter/laboratorium
10. Pemeriksaan fisik
Cardiorespiratorius :
Peikarditis dan endokarditis (myokarditis), infeksi
opportunistik yang bisa diperoleh pasien HIV -
AIDS.
Intervensi yang bisa dilakukan untuk mengkaji keluhan
diatas adalah dengan melakukan pemeriksaan, ECHO
dan EKG, selain tanda – tanda infeksi yang datang
menyertai.
Rasional, untuk melihat gangguan yang dapat
memperberat keluhan/ keadaan pasien khususx pada
irama jantung dan kekuatan kontraktilitas jantung.
11. Pemerikasaan Fisik
Cardiorespiratorius :
Tuberkulosis, infeksi oportunistik yang diperoleh pasien HIV,
biasanya klien dengan kadar CD4 yang kurang dari 200 akan
menunjukkan tanda dan gejala seperti pada infeksi saluran
pernapasan akut seperti pada TBC paru.
Intervensi yang dapat dilakukan untuk mengkaji keluhan diatas sama
yang bisa dilakukan dengan pasien TBC Umum. Yaitu pemeriksaan
sputum dan photo CT SCAN Thoraks.
Rasional,untuk melihat lapang paru yang terkena infeksi dan jenis
kuman yang menginfeksi paru.
12. Pemeriksaan Fisik
Cardiorespiratorius :
Sesak nafas (dispnoe, takipnoe), jalan napas yang tidak paten
atau presentasi lapang paru yang fisiologis minim
memperoleh pertukaran gas (oksigen – karbondioksida)
untuk kebutuhan tubuh.
Intervensi yang dapat mengkaji keluhan diatas yaitu dengan
melihat frekuensi Pola napas melebihi 24x/mnt dan
kesimetrisan antara paru Ka – Ki serta penggunaan otot -
otot tambahan disekitar lapang dada atau tampak retraksi
interkostalis.
Rasional, mengetahui pola nafas yang inefektif dapat
mengindikasikan bahwa terjadi ketidak cukupan oksigen yang
adekuat untuk kebutuhan tubuh.
13. Pemeriksaan Fisik
Cardiorespiratorius
Batuk produktif dan batuk non produktif dengan SaO2 < 80% (PCP),
hasil proses interaksi imun dan mikroorganisme yang bisa menghasilkan
purulen/ kompensasi tubuh khususnya membran mukosa yang
hipersekresi jika terdapat benda asing yang tidak dikenali.
Intervensi yang dapat dilakukan untuk mengetahui keluhan diatas yaitu
dengan pemeriksaan auskultasi dinding paru dengan konsentrasi pada
bunyi abnormal paru yaitu Crackels, wheezing, serta pada pemeriksaan
Laboraturium AGD (Analisa Gas Darah), untuk mengetahui interpretasi
Kandungan Saturasi gas yang Normal/Tidak Normal terhadap keluhan
yang terjadi
Retraksi interkostalis, kompensasi dari tubuh untuk memenuhi
kebutuhan.
14. Pemeriksaan fisik
Gastrointestinal :
Lesi pada mulut Kapossi
sarkoma
Candida mulut White gray pacth
(plak putih yang melapisi rongga
mulut dan lidah) kandidiasis
Lesi putih pada lidah (hairy
leukoplakia)
Ginggivitis
Muntah
Diare
Inkontinen alvi
Hepatosplenomegali
Lesi rektal
Motilitas usus meningkat
15. Pemeriksaan fisik
Muskuloskeletal
Muscle wasting ( kelemahan otot ) pada kondisi
lanjut
Pada keadaan/ kondisi yang lanjut dapat
mengakibatkan neuropatis pheriper atau myopaties
yang lain.
16. Pemeriksaan fisik
Neurologis :
Ataxia, tremor, sakit kepala (toxoplasmosis),
kurang koordinasi (ADC), kehilangan sensori,
afasia, kehilangan konsentrasi (ADC),
kehilangan memori (ADC=AIDS Dementia
Complex), apatis, agitasi, perubahan perilaku,
depresi, penurunan kesadaran, kejang
(Toxoplasmosis/ HIV Neurologi), paralysis, koma
17. Pemeriksaan Fisik
Neurologis
Pada cerebral Toxoplasmosis, tanda dan gejala yang
menyertai adalah :
Jumlah CD4 = < 100 cell/μL ( in 80% of patients)
Demam, pusing, tanda- tanda neurologis fokal nantinya,
kejang, motorik lemah/capek, gangguan indera,
gangguan bicara, perubahan penglihatan,bingung, koma.
Renitis, pneuminitis disseminated infection.
Intervensi yang dianjurkan,
CT Scan, Rasional dapat mengetahui secara akurat
penyebab yang menjadi keluhan pasien pada defisit
neurologis yang klien alami pada pasien HIV serta
melihat lokasi toxoplasmosis.
18. Pemeriksaan Fisik
Neurologi
Intervensi yang lain;
MRi Scan, rasional 70 % lesi bersifat multipel dengan
lingkaran dan berhubungan dengan cerebral edema, MRI :
T1: hypointense, T2: Edema ++ (density), biasanya pada
basal gangglion (75%)tampak Hijau/ White junction.
19. Pemeriksaan fisik
Reproduksi :
Adanya lesi atau keluaran dari genital (herpes simpleks)
Nyeri abdomen sekunder dari PID (pelvic inflamatory disease)
Comorbidities
Anemia, sekitar 80% pasien penyakit HIV akan memiliki kadar Hb
yang kurang dari 10 g/dl
Intervensi pemeriksaan pemeriksaan laboratorium dengan darah
lengkap.
Rasional, untuk mengetahui nilai abnormal yang diproleh oleh pasien
HIV termasuk Hb sehingga dapat menentukan untuk intervensi
selanjutnya, seperti : jika terjadi keadaan anemi yang berat, dimana
keputusan melakukan transfusi harus diambil dengan menggunakan
kriteria yang sama pada pasien yang lain (4)
20. Pemeriksaan Fisik
Kebutuhan Spritual:
Agama
Partisipasi pasien dalam kegiatan keagamaan
Pentingnya agama bagi pasien
Kondisi keuangan:
Kemampuan pasien melanjutkan pekerjaannya
Pengeluaran dan pemasukan setiap bulan
Asuransi kesehatan yang dimiliki
21. Pemeriksaan fisik
Data sosial:
Kepemilikan rumah/panti/asrama/kost
Fasilitas di rumah: listrik, air bersih
Pengkajian masyarakat:
Keamanan memadai
Fasilitas kesehatan terdekat: rumah sakit,
klinik, puskesmas, apotek
Transportasi; menggunakan kendaraan
sendiri atau umum. Apakah memungkinkan
bagi pasien menggunakan kendaraan umum
22. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan ELISA (Enzyme – Linked Immunosorbent Assy) dimana
bereaksi terhadap adanya antibody dalam serum dengan memperlihatkan
warna yang lebih jelas apabila terdeteksi anti virus dalam jumlah besar (5),
atau menunjukan adanya antibodi terhadap HIV HIV + atau HIV –
Interpretasi hasil:
- HIV +, berarti orang tersebut memiliki antibodi terhadap HIV. Orang ini
disebut seorang dengan HIV+. Orang tersebut terinfeksi HIV.
- HIV -, berarti:
- Periode jendela/’window period’ (3-6 bulan setelah terinfeksi). Seseorang yang
mengalami pemanjangan proses infeksi yang mengganggu sistem imun. Sehingga
orang tersebut tidak terinfeksi HIV.
Rasional, pemeriksaan lab. Pada pasien suspect HIV dimana dilakukan uji
yang khas yang pertama adalah ELISA. Meskipun mahal.
23. Pemeriksaan Laboratorium
Jika hasil ELISA + harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan Western Blot.
Westren Blot adalah pemeriksaan yang bersifat lebih spesifik pada pasien
dengan suspect HIV, dimana pemeriksaan ini dilakukan dengan konfirmasi 2
kali.
Rasional, uji ini lebih kecil kemungkinannnya memberikan hasil uji positif palsu
atau negatif palsu, dan sama – sama dengan ELISA dapat mendeteksi antibody.
(5)
Western Blot menunjukan adanya komponen protein tertentu dari
antibodi, spt. Gp120, gp41, dan p24
Hasil pemeriksaan ELISA:
Positif palsu
Negatif palsu
ELISA sebaiknya dilakukan pada mereka:
Beresiko tinggi (IDU, WTS dan pelanggannya, PTS dan pelanggannya, MSM)
Riwayat transfusi sebelum th 85
Tidak sembuh dari gejala batuk-batuk, demam, atau diare
Mengalami penurunan BB tanpa sebab yang jelas
Orang yang khawatir telah terpapar HIV.
24. Persyaratan tes HIV
Sukarela
Informed consent
Dilakukan konseling sebelum dan
sesudah tes.
Hasil tes dirahasiakan
26. CD 4+
Jumlah CD4+ (Normal CD4 600-1.200
sel/mm3)
(hanya menggambarkan jumlah dan tidak
menggambarkan fungsinya)
Berdasarkan klasifikasi CDC Untuk HIV
pada Orang Dewasa dikelompokkan
menjadi 3 (Susan M.T., et al (2000)):
27. Category A : asimtomatik: Primary HIV
atau limphadenopathy persistent
A1 : CD4, jumlah T sel > 500/mm3
A2 : CD4, jumlah T sel 200-499/mm3
A3 : CD4, jumlah T sel < 200/mm3
28. CATEGORY B
Simtomatik
Seperti : candidiasis (di mulut, vulva
vagina), displasia servical/kanker, diare
lebih dari 1 bulan, PID, trombositopenia
idiopatik, herpes zoster
B1 : CD4, jumlah T sel > 500/mm3
B2 : CD4, jumlah T sel 200-499/mm3
B3 : CD4, jumlah T sel < 200/mm3
29. CATEGORY C
Gejala AIDS
Seperti : candidiasis (pada trakea, bronkus
dan paru-paru), sitomegalovirus (nodus
hati dan lien), Sarkoma Kaposi,
Mycobacterium, pneumosistis carinii,
wasting syndrome, encepalopathy
C1 : CD4, jumlah T sel > 500/mm3
C2 : CD4, jumlah T sel 200-499/mm3
C3 : CD4, jumlah T sel < 200/mm3
37. Referensi
(1) Susan M.T., et al (2017), Patient care standards; collaborative planning and nursing
intervention, (7th Ed.), Mosby Company : St. Louis
(2) Lewis, et al, (2019), Medical surgical nursing : Assessment and management of
clinical problems (5th), Mosby Company: St. Louis
(3) Rocca la C. Joanne, & Otto E. Shirley,(1998), Seri pedoman praktis, Terapi
Intravena, Edisi 2, Penerbit buku kedokteran EGC : Jakarta
(4) Hartono Andry dr., & Syamsi Muhaimin Rusli dr.,(2010), Penggunaan klinis
darah (The clinical use of blood) from WHO, Penerbit buku kedokteran EGC:
Jakarta
Prince A. Sylvia, & Wilson M. Lorraine, (2018), Patofisiologi” Konsep klinis
proses – proses penyakit, Edisi 6, Vol 1, Penerbit buku kedokteran EGC:
Jakarta