1. Tahapan-tahapan HIV menjadi AIDS
1. Tahap awal infeksi HIV, gejalanya mirip influenza (demam, rasa lemah, lesu, sendi
terasa nyeri, batuk, nyeri tenggorokan, dan pembesaran kelenjar). Gejala ini biasanya
hanya berlangsung beberapa hari atau beberapa minggu saja, lalu hilang dengan
sendirinya.
2. Tahap tanpa gejala, meskipun ia tidak menunjukkan gejala, tetapi pada tes darah
ditemukan antibodi HIV dan disebut HIV+. Masa ini dapat berlangsung bertahun-tahun
(5-7) tahun.
3. Tahap ARC (AIDS Related Complex),muncul gejala-gejala AIDS. ARC adalah istilah
bila didapati dua atau lebih gejala yang berlangsung selama tiga bulan atau lebih, yaitu
demam disertai keringat malam, penurunan berat badan lebih dari 10%, kelemahan tubuh
yang mengganggu aktivitas sehari-hari, pembesaran kelenjar secara lebih luas, diare
(mencret) berkala atau terus-menerus dalam waktu lama tanpa sebab yang jelas, batuk
dan sesak napas lebih dari satu bulan, kulit gatal dan bercak-bercak merah kebiruan, sakit
tenggorokan dan pendarahan yang tak jelas sebabnya.
4. Tahap AIDS, muncul infeksi lain yang berbahaya (TBC, jamur, dan lain-lain) karena
kekebalan tubuh telah demikian rusak, yang disebut infeksi oportunistik. Disamping itu,
dapat terjadi kanker kulit dan kanker kelenjar getah bening.
5. Tahap gangguan otak (susunan saraf pusat), pada tahap ini dapat mengakibatkan
kematian sel otak dan gangguan mental. Gangguan mental yang terjadi berupa demensia
(gangguan daya ingat), penurunan kesadaran, gangguan psikotik, depresi, dan gangguan
saraf lainnya.
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr, wb
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah memberi kekuatan dan kesempatan
kepada kami, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan waktu yang di harapkan
walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana, dimana makalah ini membahas tentang
“HIV/AIDS” dan kiranya makalah ini dapat meningkatkan pengetahuan kita khususnya
tentang bagaimana dan apa bahaya dari penyakit HIV/AIDS.
Dengan adanya makalah ini,mudah-mudahan dapat membantu meningkatkan minat baca
dan belajar teman-teman.selain itu kami juga berharap semua dapat mengetahui dan
memahami tentang materi ini, karena akan meningkatkan mutu individu kita
Kami sangat menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih sangat
minim,sehing saran dari dosen pengajar serta kritikan dari semua pihak masih kami
harapkan demi perbaikan laporan ini. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
2. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) pertama kali dikenal pada tahun 1981 di Amerika
Serikat dan disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV-1). AIDS adalah suatu
kumpulan gejala penyakit kerusakan system kekebalan tubuh; bukan penyakit bawaan tetapi
diddapat dari hasil penularan. penyakit ini merupakan persoalan kesehatan masyarakat yang
sangat penting di beberapa negara dan bahkan mempunyai implikasi yang bersifat internasional
dengan angka moralitas yang peresentasenya di atas 80 pada penderita 3 tahun setelah timbulnya
manifestasi klinik AIDS. Pada tahun 1985 Cherman dan Barre-Sinoussi melaporkan bahwa
penderita AIDS di seluruh dunia mencapai angka lebih dari 12.000 orang dengan perincian, lebih
dari 10.000 kasus di Amerika Serikat, 400 kasus di Francis dan sisanya di negara Eropa lainnya,
Amerika Latin dan Afrika. Pada pertengahan tahun 1988, sebanyak lebih dari 60.000 kasus yang
ditegakkan diagnosisnya sebagai AIDS di Amerika Serikat telah dilaporkan pada Communicable
Disease Centre (CDC) dan lebih dari setengahnya meninggal. Kasus-kasus AIDS baru terus-
menerus di monitor untuk ditetapkan secara pasti diagnosisnya. Ramalan baru-baru ini dari
United States Public Health Service menyatakan, bahwa pada akhir tahun 1991, banyaknya kasus
AIDS secara keseluruhan di Amerika Serikat doperkirakan akan meningkat paling sedikit
menjadi 270.000 dengan 179.000 kematian. Juga telah diperkirakan, bahwa 74.000 kasus baru
dapat di diagnosis dan 54.000 kematian yang berhubungan dengan AIDS dapat terjadi selama
tahun 1991 saja. Sebagai perbandingan dapat dikemukakan, kematian pasukan Amerika selama
masa perang di Vietnam berjumlah 47.000 korban.
Selain itu, berdasarkan data Departemen kesehatan (Depkes) pada periode Juli-September
2006 secara kumulatif tercatat pengidap HIV positif di tanah air telah mencapai 4.617 orang dan
AIDS 6.987 orang. Menderita HIV/AIDS di Indonesia dianggap aib, sehingga dapat
menyebabkan tekanan psikologis terutama pada penderitanya maupun pada keluarga dan
lingkungan disekeliling penderita.
Secara fisiologis HIV menyerang sisitem kekebalan tubuh penderitanya. Jika ditambah
dengan stress psikososial-spiritual yang berkepanjangan pada pasien terinfeksi HIV, maka akan
mempercepat terjadinya AIDS, bahkan meningkatkan angka kematian. Menurut Ross (1997),
jika stress mencapai tahap kelelahan (exhausted stage), maka dapat menimbulkan kegagalan
fungsi system imun yang memperparah keadaan pasien serta mempercepat terjadinya AIDS.
Modulasi respon imun penderita HIV/AIDS akan menurun secara signifikan, seperti aktivitas
APC (makrofag); Thl (CD4); IFN ; IL-2; Imunoglobulin A, G, E dan anti-HIV. Penurunan
tersebut akan berdampak terhadap penurunan jumlah CD4 hingga mencapai 180 sel/ l per tahun.
Pada umumnya, penanganan pasien HIV memerlukan tindakan yang hampir sama. Namun
berdasarkan fakta klinis saat pasien control ke rumah sakit menunjukkan adanya perbedaan
3. respon imunitas (CD4). Hal tersebut menunjukkan terdapat factor lain yang berpengaruh, dan
factor yang diduga sangat berpengaruh adalah stress.
Stress yang dialami pasien HIV menurut konsep psikoneuroimunologis, stimulusnya akan
melalui sel astrosit pada cortical dan amigdala pada system limbic berefek pada hipotalamus,
sedangkan hipofisis akan menghasilkan CRF (Corticotropin Releasing Factor). CRF memacu
pengeluaran ACTH (Adrenal corticotropic hormone) untuk memengaruhi kelenjar korteks
adrenal agar menghasilkan kortisol. Kortisol ini bersifat immunosuppressive terutama pada sel
zona fasikulata. Apabila stress yang dialami pasien sangat tinggi, maka kelenjar adrenal akan
menghasilkan kortisol dalam jumlah besar sehingga dapat menekan system imun (Apasou dan
Sitkorsky,1999), yamg meliputi aktivitas APC (makrofag); Th-1 (CD4); sel plasma; IFN ; IL-
2;IgM-IgG, dan Antibodi-HIV (Ader,2001).
Perawat merupakan factor yang berperan penting dalam pengelolaan stress, khususnya
dalam memfasilitasi dan mengarahkan koping pasien yang konstruktif agar pasien dapat
beradaptasi dengan sakitnya. Selain itu perawat juga berperan dalam pemberian dukungan social
berupa dukungan emosional, informasi, dan material (Batuman, 1990; Bear, 1996; Folkman Dan
Lazarus, 1988).
Salah satu metode yang digunakan dalam penerapan teknologi ini adalah model asuhan
keperawatan. Pendekatan yang digunakan adalah strategi koping dan dukungan social yang
bertujuan untuk mempercepat respon adaptif pada pasien terinfeksi HIV, meliputi modulasi
respon imun (Ader, 1991 ; Setyawan, 1996; Putra, 1990), respon psikologis, dan respon social
(Steward, 1997). Dengan demikian, penelitian bidang imunologi memilki empat variable yakni,
fisik, kimia, psikis, dan social, dapat membuka nuansa baru untuk bidang ilmu keperawatan
dalam mengembangkan model pendekatan asuhan keperawatan yang berdasarkan pada paradigm
psikoneuroimunologi terhadap pasien HIV (Nursalam, 2005).
Pencegahan
1. Tetap setia pada pasangan, tidak berganti-ganti pasangan.
2. Mencegah penularan HIV dari ibu ke anak. HIV yang ditularkan ibu kepada anaknya
terjadi saat kehamilan, melahirkan, dan menyusui. Jika seorang wanita hamil yang
terinfeksi HIV mendapatkan pengobatan antivirus sejak dini dan secara teratur selama
kehamilannya, kemungkinan penularan HIV pada bayi yang dikandung akan berkurang
drastis. Tidak semua bayi yang dilahirkan dari ibu yang positif HIV akan tertular HIV
juga. Jika 100 ibu yang terinfeksi HIV masing-masing melahirkan satu bayi, rata-rata 30
bayi akan tertular HIV. Rata-rata virus akan ditularkan pada 5 bayi selama kehamilan, 15
lagi pada saat persalinan, dan 10 bayi melalui ASI. Oleh karena itu, sangat penting bagi
setiap wanita hamil untuk mengetahui apakah dirinya positif HIV atau tidak (terutama
4. bagi mereka yang hidupnya berisiko tinggi untuk terkena HIV/AIDS). Pemeriksaan dini
sangat penting, untuk mengurangi risiko bayinya tertular HIV/AIDS dari ibunya.
3. Konseling merupakan komponen penting dari penanggulangan epidemi AlDS. Orang
yang terinfeksi atau terpengaruh oleh HIV, memerlukan informasi, saran, dan dukungan
untuk mengatasi keadaannya. Lebih jauh lagi, konseling individual mengenai cara
memerhatikan dan merawat diri serta orang lain, dapat membantu mencegah terjadinya
penyebaran HIV/AIDS.
4. Melakukan tes mandiri jika melakukan hubungan seks secara aktif dan berganti-ganti
pasangan.
PENGERTIAN AIDS
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome
(disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena
rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV;[1]
atau infeksi virus-virus
lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).
Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang
memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan
terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah
ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa
disembuhkan.
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit
dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti
darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu.[2][3]
Penularan dapat terjadi
melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang
terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk
kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara.[4]
Kini AIDS
telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh
dunia.[5]
Pada Januari 2006, UNAIDS bekerja sama dengan WHO memperkirakan bahwa AIDS
telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5
Juni 1981. Dengan demikian, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam
sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada
tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-anak.[5]
Sepertiga dari
jumlah kematian ini terjadi di Afrika Sub-Sahara, sehingga memperlambat pertumbuhan
ekonomi dan menghancurkan kekuatan sumber daya manusia di sana. Perawatan antiretrovirus
sesungguhnya dapat mengurangi tingkat kematian dan parahnya infeksi HIV, namun akses
terhadap pengobatan tersebut tidak tersedia di semua negara.[6]
5. Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan
penderita penyakit mematikan lainnya. Kadang-kadang hukuman sosial tersebut juga turut
tertimpakan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang
yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA).
TANDA-TANDA ORANG YANG TERJANGKITI PENYAKIT HIV/ AIDS
1. Demam
Salah satu tanda-tanda pertama ARS adalah demam ringan, sampai sekitar 39 derajat C
(102 derajat F). Demam sering disertai dengan gejala ringan lainnya, seperti kelelahan,
pembengkakan pada kelenjar getah bening, dan sakit tenggorokan.
"Pada titik ini virus bergerak ke dalam aliran darah dan mulai mereplikasi dalam jumlah
besar. Sehingga akan ada reaksi inflamasi oleh sistem kekebalan tubuh," kata Carlos
Malvestutto, MD, instruktur penyakit menular dan imunologi dari department of
medicine di NYU School of Medicine, New York.
2. Kelelahan
Respon inflamasi yang dihasilkan oleh sistem kekebalan tubuh juga dapat menyebabkan
lelah dan lesu. Kelelahan dapat menjadi tanda awal dan tanda lanjutan dari HIV.
3. Pegal, nyeri otot dan sendi, pembengkakan kelenjar getah bening
ARS sering menyerupai gejala flu, mononucleosis, infeksi virus atau yang lain, bahkan
sifilis atau hepatitis. Hal tersebut memang tidak mengherankan. Banyak gejala penyakit
yang mirip bahkan sama, termasuk nyeri pada persendian dan nyeri otot, serta
pembengkakan kelenjar getah bening.
Kelenjar getah bening merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh dan cenderung
akan meradang bila ada infeksi. Kelenjar getah bening berada di pangkal paha leher
ketiak, dan lain-lain.
4. Sakit tenggorokan dan sakit kepala
"Seperti gejala penyakit lain, sakit tenggorokan, dan sakit kepala sering dapat merupakan
ARS," kata Dr. Horberg. Jika memiliki risiko tinggi HIV, maka melakukan tes HIV
adalah ide yang baik. Karena HIV paling menular pada tahap awal.
5. Ruam kulit
Ruam kulit dapat terjadi lebih awal atau terlambat dalam perkembangan HIV/AIDS.
6. Mual, muntah dan diare
6. Sekitar 30 hingga 60 persen dari orang dengan HIV memiliki gejala jangka pendek
seperti mual, muntah, atau diare pada tahap awal HIV, kata Dr. Malvestutto. Gejala
tersebut juga dapat muncul sebagai akibat dari terapi antiretroviral, biasanya sebagai
akibat dari infeksi oportunistik.
"Diare yang tak henti-hentinya dan tidak merespon obat mungkin merupakan indikasi.
Atau gejala dapat disebabkan oleh organisme yang biasanya tidak terlihat pada orang
dengan sistem kekebalan tubuh yang baik," kata Dr. Horberg.
7. Penurunan berat badan
"Jika penderita HIV sudah kehilangan berat badan, berarti sistem kekebalan tubuh
biasanya sedang menurun," kata Dr. Malvestutto.
8. Batuk kering
Batuk kering dapat merupakan tanda pertama seseorang terkena infeksi HIV. Batuk
tersebut dapat berlangsung selama 1 tahun dan terus semakin parah.
9. Pneumonia
Batuk dan penurunan berat badan juga mungkin pertanda infeksi serius yang disebabkan
oleh kuman yang tidak akan mengganggu jika sistem kekebalan tubuh bekerja dengan
baik. "Ada banyak infeksi oportunistik yang berbeda dan masing-masing dapat datang
dengan waktu yang berbeda," kata Dr. Malvestutto.
Pneumonia merupakan salah satu infeksi oportunistik, sedangkan yang lainnya termasuk
toksoplasmosis, infeksi parasit yang mempengaruhi otak, cytomegalovirus, dan infeksi
jamur di rongga mulut.
10. Keringat malam
Sekitar setengah dari orang yang terinfeksi HIV akan berkeringat di malam hari selama
tahap awal infeksi HIV, kata Dr. Malvestutto. Keringat malam terjadi bahkan saat tidak
sedang melakukan aktivitas fisik apapun.
11. Perubahan pada kuku
Tanda lain dari infeksi HIV akhir adalah perubahan kuku, seperti membelah, penebalan
dan kuku yang melengkung, atau perubahan warna (hitam atau coklat berupa garis
vertikal maupun horizontal). Seringkali hal tersebut disebabkan infeksi jamur, seperti
kandida.
7. "Pasien dengan sistem kekebalan yang menurun akan lebih rentan terhadap infeksi
jamur," kata Dr. Malvestutto.
12. Infeksi Jamur
Infeksi jamur yang umum pada tahap lanjut adalah thrush, infeksi mulut yang disebabkan
oleh Candida, yang merupakan suatu jenis jamur. "Candida merupakan jamur yang
sangat umum dan salah satu yang menyebabkan infeksi jamur pada wanita.
"Candida cenderung muncul di rongga mulut atau kerongkongan, sehingga akan sulit
untuk menelan," kata Dr. Malvestutto.
13. Kebingungan atau kesulitan berkonsentrasi
Masalah kognitif dapat menjadi tanda demensia terkait HIV, yang biasanya terjadi lambat
dalam perjalanan penyakit. Selain kebingungan dan kesulitan berkonsentrasi, demensia
terkait AIDS mungkin juga melibatkan masalah memori dan masalah perilaku seperti
marah atau mudah tersinggung.
Bahkan mungkin termasuk perubahan motorik seperti, menjadi ceroboh, kurangnya
koordinasi, dan masalah dengan tugas yang membutuhkan keterampilan motorik halus
seperti menulis dengan tangan.
14. Herpes mulut dan herpes kelamin
Cold sores (herpes mulut) dan herpes kelamin (herpes genital) dapat menjadi tanda dari
ARS dan stadium infeksi HIV. Herpes tersebut juga dapat menjadi faktor risiko untuk
tertular HIV.
Karena herpes kelamin dapat menyebabkan borok yang memudahkan virus HIV masuk
ke dalam tubuh selama hubungan seksual. Orang-orang yang terinfeksi HIV juga
cenderung memiliki risiko tinggi terkena herpes karena HIV melemahkan sistem
kekebalan tubuh.
15. Kesemutan dan kelemahan
Akhir HIV juga dapat menyebabkan mati rasa dan kesemutan di tangan dan kaki. Hal ini
disebut neuropati perifer, yang juga terjadi pada orang dengan diabetes yang tidak
terkontrol. "Hal tersebut menunjukkan kerusakan pada saraf," kata Dr. Malvestutto.
Gejala tersebut dapat diobati dengan obat-obatan penghilang rasa sakit yang dijual bebas
dan antikejang seperti gabapentin.
8. 16. Ketidakteraturan menstruasi
Infeksi HIV tahap lanjut tampaknya dapat meningkatkan risiko mengalami
ketidakteraturan menstruasi, seperti periode yang lebih sedikit dan lebih jarang.
Perubahan tersebut mungkin lebih berkaitan dengan penurunan berat badan dan
kesehatan yang buruk dari wanita dengan tahap akhir infeksi HIV.
Infeksi HIV juga telah dikaitkan dengan usia menopause yang lebih dini, yaitu sekitar 47-
48 tahun bagi perempuan yang terinfeksi HIV dibandingkan dengan perempuan yang
tidak terinfeksi sekitar usia 49-51 tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Widoyono. 2005. Penyakit Tropis: Epidomologi, penularan, pencegahan, dan
pemberantasannya.. Jakarta: Erlangga Medical Series
Muhajir. 2007. Pendidkan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Bandung: Erlangga
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1993. Mikrobiolog Kedokteran.
Jakarta Barat: Binarupa Aksara
Djuanda, adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Mandal,dkk. 2008. Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga Medical Series