POME adalah suspensi koloid yang mengandung 95-96% air, 0,6-0,7% minyak, 4-5% lemak dan padatan total. POME kaya akan senyawa organik dan karbondioksida. Selain itu, POME mengandung sejumlah besar nitrogen, fosfat, kalsium, magnesium dan kalium (Maharani dkk., 2017). POME rata-rata mengandung BOD (Biologycal Oxygen Demand) berkisar antara 8.200-35.000 mg liter-1. COD (Chemical Oxygen Demand) berkisar antara 15.103-65.100mg liter-1 yang akan menjadi bahan pencemar apabila dibuang langsung ke perairan bebas (Yonas, 2012). POME dikeluarkan dari industri berupa cairan coklat dengan suhu debit antara 80°C dan 90°C. Nilai pH kisaran 4,0-5,0.
1. OLEH
KHAIRATUN HISAAN. S (F1E117028)
HUSNUL HATIMA (F1E117024)
JURUSAN BIOLOGI
PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI
2. LIMBAH KELAPA SAWIT
POME merupakan limbah cair pabrik minyak kelapa sawit yang dihasilkan
dari tiga proses utama:
1. Proses sterilisasi tandan buah segar
2. Proses penjernihan minyak sawit mentah atau CPO
3. Pemerasan tandan kosong
3. Limbah Cair Minyak Kelapa Sawit
Palm Oil Mill Effluent (POME)
POME adalah suspensi koloid yang mengandung
95-96% air, 0,6-0,7% minyak, 4-5% lemak dan
padatan total.
POME kaya akan senyawa organik dan
karbondioksida. Selain itu, POME mengandung
sejumlah besar nitrogen, fosfat, kalsium,
magnesium dan kalium (Maharani dkk., 2017).
POME rata-rata mengandung BOD (Biologycal
Oxygen Demand) berkisar antara 8.200-35.000 mg
liter-1. COD (Chemical Oxygen Demand) berkisar
antara 15.103-65.100mg liter-1 yang akan menjadi
bahan pencemar apabila dibuang langsung ke
perairan bebas (Yonas, 2012).
POME dikeluarkan dari industri berupa cairan coklat
dengan suhu debit antara 80°C dan 90°C. Nilai pH
kisaran 4,0-5,0.
4. Bahaya POME
Palm Oil Mill Effluent
Limbah POME apabila dibiarkan dapat
menimbulkan emisi gas rumah kaca
berupa gas metan dan karbondioksida
Limbah cair kelapa sawit memiliki potensi
sebagai bahan pencemar lingkungan
karena memiliki kandungan Chemical
Oxygen Demand (COD), Biochemical
Oxygen Demand (BOD) dan padatan
tersuspensi yang tinggi sehingga dapat
menurunkan kesuburan suatu perairan
Salah satu organisme yang berpontensi
terkena dampak buangan limbah cair
kelapa sawit ke badan perairan adalah
fitoplankton (Muliari dan Ilham, 2016).
5. S O L U S I
D A L A M
BIOTEKNOLOGI
Sejalan dengan hal tersebut, maka
bioremediasi limbah POME oleh
mikroalga Spirulina platensis diharapkan
mampu mengatasi permasalahan
lingkungan terutama di perairan.
Dalam bidang bioteknologi menawarkan beberapa
cara untuk menanggulangi limbah yang kerap kali
menjadi ancaman bagi kehidupan mahkluk hidup.
Bioremediasi menggunakan mikroalga adalah
salah-satu solusi yang cukup efektif untuk
mengatasi permasalahan limbah di lingkungan.
Spirulina platensis adalah jenis
mikroalga yang seringkali
dimanfaatkan sebagai bahan
kosmetik. Dalam pertumbuhannya
Spirulina platensis memerlukan
unsur hara baik mikronutrien
maupun makronutrien. Unsur-unsur
hara tersebut ternyata masih
terkadung dalam limbah POME yang
dihasilkan oleh industri kelapa
sawit.
6. Spirulina platensis
Divisi : Cyanophyta
Kelas : Cyanophyceae
Ordo : Nostocales
Famili : Oscillatoriaceae
Genus : Spirulina
Spesies :Spirulina platensis
7. Spirulina platensis
20µ
400×
Spirulina platensis merupakan
mikroalga berwarna hijau biru
yang digolongkan ke dalam
cyanobacteria.
Bentuk sel Spirulina platensis
menyerupai benang yang
merupakan rangkaian sel
berbentuk silindir tipis,
berdiameter 1-12 mikrometer
(Wahjudin, 2015). Lebar spiral
antara 26-36 μm dan panjang
spiralnya antara 43-57 μm
(Rainaudi, 2018).
Spirulina platensis bergerak
dengan cara menggelinding
sepanjang garis tengah selnya.
Spirulina merupakan
mikroorganisme yang
berkembang biak dengan cara
membelah diri (Rainaudi, 2018).
Spirulina platensis dapat tumbuh
dengan baik pada kisaran pH 8-
11, dengan intensitas cahaya
2000-3500 lux. Suhu terendah
untuk Spirulina platensis adalah
15°C pertumbuhan yang optimal
adalah 35- 40°C.
Spirulina platensis membutuhkan makronutrien berupa N, P, S,
K, Si, Ca dan mikronutrien Fe, Mo, Cu, Ca, Mn, Zn, Co serta
kandungan nitrat optimum (0,9 -3,5 mg/l) untuk menunjang
kehidupan dan pertumbuhannya (Widianingsih, 2008).
8. Kurva Pertumbuhan Spirulina platensis
(Pertiwi, 2019)
Fase Adaptasi (Lag), fase dimana populasi tidak
mengalami perubahan, tetapi ukuran sel meningkat,
berlangsung dari hari 1-7.
Fase Pertumbuhan Eksponensial (Logaritmik), fase
yang diawali dengan pembelahan sel dengan laju
pertumbuhan yang terus menerus, pertumbuhan
pada fase ini mencapai maksimal. fase log meliputi
awal fase log (8 hari), tengah fase log (15 hari), akhir
fase log (31 hari).
Fase Pertumbuhan Stabil (Stationer), fase dengan
pertumbuhan yang dimulai mengalami penurunan
dibandingkan fase logaritmik. Awal fase stasioner
(35 hari) dan akhir fase stasioner (75 hari).
Fase Deklinasi, fase dimana terjadi penurunan
jumlah kepadatan, pada fase ini laju kemtian lebih
cepat dibandingkan laju reproduksi.
Pemanenan dilakukan pada fase
logaritmik dan fase stasioner. Hal ini
dikarenakan mikroalga pada fase logaritmik
mengalami percepatan pertumbuhan
sedangkan pertumbuhan mikroalga pada
fase stasioner mencapai tingkat maksimal
9. Kurva Pertumbuhan Spirulina platensis
pada media POME
(Mutiah dan Erlinda, 2013)
Fase Adaptasi (Lag) berlangsung
pada kisaran 0-1 hari
Fase Pertumbuhan Eksponensial
(Logaritmik), 1-2 hari
Fase Pertumbuhan Stabil
(Stationer), 2-3 hari
Fase Deklinasi atau kematian
dimulai dari hari 3
Kurva menunjukkan konsentrasi pertumbuhan
Spirulina platensis pada berbagai variasi media
kultur dengan waktu kultivasi selama 5 hari.
10. Nilai BOD mengalami penurunan
disebabkan oleh berkurangnya mikroba
akibat tingginya aktivitas mikroalga
Spirulina platensis yang memanfaatkan
bahan anorganik untuk proses
fotosintesis yang kemudian akan
menghasilkan oksigen terlarut menjadi
tinggi.
Peran Spirulina platensis dalam menurunkan kadar BOD dan
COD perairan
Proses menurunan nilai COD air
karena proses penguraian bahan
organik oleh mikroorganisme (bakteri)
Proses ini berlangsung karena adanya
nutrien dalam air dan terlarut dari hasil
fotosintesis Spirulina platensis yaitu
berupa oksigen
Penurunan nilai BOD dan COD karena
terjadinya penguraian organik oleh
mikroba yang menguraikan zat organik
golongan karbon yang terdapat dalam air
secara aerobik (Kholifah, 2012).
11. Peran Spirulina platensis dalam menurunkan kadar BOD dan
COD perairan
Mikroalga memiliki kemampuan dalam menggunakan sinar matahari dan karbon
dioksida untuk reproduksi sel-sel tubuhnya dan menghasilkan biomassa serta
menghasilkan 50% oksigen yang ada di atmosfer.
Dalam prosesnya, senyawa anorganik dan energi cahaya matahari dikonversi
menjadi senyawa organik oleh organisme fotoautotrof.
Fotosintesis dapat digambarkan sebagai reaksi reduksi-oksidasi yang dikendalikan
oleh energi cahaya yang diserap oleh klorofil, diaman karbon dioksida dan air
dikonversi menjadi karbohidrat dan oksigen (Abdurrachman dkk., 2014)
Spirulina platennsis memerlukan nutrien C, H,
O, N, P dan K untuk melakukan fotosintesis.
Secara stoikiometri kebutuhan nutrien untuk
melakukan fotosintesis disajikan dalam
persamaan berikut (Sari, 2012).
122CO2 + 16 NH4 + PO3
3- + 58H2O C122H179O44N16P + 131O2 + H+
Skema Mekanisme Fotosintesis (Abdurrachman dkk., 2014)
12. Mekanisme Fotosintesis Mikroalga
REAKSI TERANG
Energi cahaya dapat dimanfaat akan tetapi
perlu dirubah menjadi energi kimia yang
diaktivasi oleh klorofil.
Selama proses pencahayaan 2 elektron dari
air akan terpecah menjadi O2, yang
kemudian di salurkan melalui rangkaian
pembawa proton untuk menjadi NADPH2
Terdapat dua pusat pigmen yang bekerja sebagai
pembawa proton selama proses terang yaitu
Photosystem I (PS I) dan Photosystem II (PS II)
yang disebut Fotofosforilasi.
Proton selanjutnya akan disalurkan menuju
bagian luar stroma yang akan menyebabkan
kemiringan perbedaan pH. Perbedaan pH akan
mengaktifkan suatu protein kompleks yang
disebut ATPase atau ATP sintesis.
Wicaksono, 2014
14. Mekanisme Fotosintesis Mikroalga
REAKSI GELAP
Proses kedua adalah proses yang tidak
membutuhkan cahaya atau yang biasa
disebut reaksi gelap.
Produk dari reaksi terang digunakan untuk
membentuk ikatan kovalen C-C dari
karbohidrat.
Proses ini dimulai dengan CO2 dari air akan
ditangkap dan ditambahkan dengan atom
hidrogen sehingga membentuk karbohidrat
dengan bantuan 2NADPH dan 3ATP.
Wicaksono, 2014
16. DAFTAR PUSTAKA
Mutiah, E. dan Erlinda, K., 2013, Proses Kultivasi Spirulina platensis
Menggunakan POME (Palm Oil Mill Effluent) sebagai Media Kultur
dalam Raceway Open Pond Bioreactor, Jurnal Teknologi Kimia dan
Industri, 2(2): 192-197
Yonas, Uray, I. dan Hantoro, S., 2012, Pengolahan Limbah Pome
(Palm Oil Mill Effluent) dengan Menggunakan Mikroalga, Jurnal
Teknologi Kimia dan Industri, 1(1): 7-13
Muliari dan Ilham, Z., 2016, Dampak Limbah Cair Kelapa Sawit
Terhadap Komunitas Fitoplankton di Sungai Krueng Mane Kabupaten
Aceh Utara, Jurnal Perikanan dan Kelautan, 6(2): 137 – 146
Sari, F.Y.A., I Made Aditya Suryajaya, Hadiyanto, 2012, Kultivasi
Mikroalga Spirulina platensis dalam Media POME dengan Variasi
Konsentrasi POME dan Komposisi Jumlah Nutrien, Jurnal Teknologi
Kimia dan Industri, 1(1): 487-494
Widianingsih, Ridho, A., Retno, H. dan Harmoko, Kandungan Nutrisi
Kandungan Nutrisi Spirulina platensis Spirulina platensis yang Dikultur
yang Dikultur pada Media yang Berbeda, Jurnal Ilmu Kelautan,13(3):
167 – 170
Maharani, P.L., Prijanto, P. dan Irdika, M., 2017, Pemanfaatan POME
sebagai Pupuk Organik pada Lahan Pascatambang Batubara, Jurnal
Silvikultur Tropika, 8(3): 177-182
Abdurrachman, O., Mutira, M. dan Buchori, L., 2014, Pengikatan
Karbon Dioksida dengan Mikroalga (Chlorella vulgaris,
Chlamydomonas sp., Spirulina sp.) dalam Upaya untuk Meningkatkan
Kemurnian Biogas, Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, 2(2): 212-216
Wicaksono, G., 2014, Pengaruh Pemberian Spektrum Cahaya yang
Berbeda terhadap Kandungan Klorofil Spirulina sp. ,Skripsi, Universitas
Airlangga, Surabaya.