SlideShare a Scribd company logo
1 of 99
Download to read offline
MODUL KESUBURAN TANAH
(Soil Fertility)
Prof. Dr. Ir. Syekhfani, MS dan Tim
A. Mata Kuliah: Kesuburan Tanah (KESTAN)
B. SKS: 3(2-1)
C. Silabus: Kestan merupakan mata ajaran yang menjadi modal pengetahuan mahasiswa untuk
mengerti tentang peran tanah sebagai medium pertumbuhan tanaman. Ilmu ini merupakan Ilmu
Terapan yang erat kaitannya dengan ilmu dasar seperti Kimia, Fisika, dan Biologi Tanah; selain
juga berkaitan dengan ilmu genesis, mineralogi, dan klasifikasi Tanah; serta mendasari ilmu
terapan lain seperti: Pupuk dan Pemupukan, Evaluasi Lahan, Pengelolaan Lahan, Ilmu Lingkungan,
dan sebagainya. Memberi pengetahuan dasar kepada mahasiswa agar mereka mengerti fungsi
tanah sebagai tempat kehidupan akar tanaman serta jazad-jazad hidup penghuni tanah lainnya
yang erat kaitannya dengan pertumbuhan, produksi, serta keberlanjutan hasil tanaman pertanian.
D. Tujuan:
1. Mahasiswa secara teori mengetahui faktor penentu pertumbuhan dan produksi tanaman yang
tumbuh di medium tanah.
2. Mahasiswa mengerti bagaimana cara praktek penyuburan tanah dan melakukan pemupukan.
E. GBPP (RPKPS)
1
2
DAFTAR PUSTAKA
Anthoni, J. F. 2000. Seafriends - Soil fertility. Revised: 20010527. http://www.seafriends.org.nz/enviro/soil/fertile.htm#
Epstein, E. 1972. Mineral Nutrition of Plants: Principles and Perspectives. Wiley Eastern Limited. New Delhi.
Herrera, E. 2000. College of Agriculture and Home Economics. New Mexico State University. Soil Analysis - Panduan A-
12. http://www.tutorvista.com
Home, James. 1995. Chemistry of Soils. Soil Science (SOIL) 702/802 (revised Jan 1998).
http://pubpages.unh.edu/~harter/soil702.html
Isaac, R.A. dan J.D. Kerber. 1971. Atomic absorption and flame photometry: Techniques and uses in soil, plant, and water
analysis. In L.M. Walsh (ed), Instrumental methods for analysis of soils and plant tissue. Soil Sci. Soc. of Amer.,
Inc. Ma., Wisc. USA.
Landon, J.R. (ed). 1984. Booker Tropical Soil Manual. Booker Agric. Intern. Ltd.
Loughnan, F.C. 1969. Chemical Weathering of the Silicate Minerals. American Elsevier Publ. Co., Inc. New York.
Madiadipoera, T. 1976. Endapan bahan kalium di Indonesia. Kalium dan Tanaman Pangan, Problem dan Prospek. Ed.
Khusus No.2, LPPP-Bogor. Madiadipoera, T. 1976. Endapan bahan kalium di Indonesia. Kalium dan Tanaman
Pangan, Problem dan Prospek. Ed. Khusus No.2, LPPP-Bogor.
McArthur, W. M. dan K. Spencer. 1970. A scheme for preliminary study of soil fertility in a district. Australian J. of Exp.
Agric. And Animal Husbandry. Vol. 10: 106-203.
Mengel, K,. dan E.A. Kirkby. 1982. Principles of Plant Nutrition. Intern. Potash Inst. Switzerland, 655 p.
Mitchell, R.L. 1964. Trace elements in soils, p. 320-368. In E. Bear (ed), Chemistry of the Soil. Second Ed. Oxford & IBH
Publ. Co., New Delhi.
Mohr, E.C.J., F.A. van Baren, dan J. Schuylenborg. 1972. Tropical Soils. Mouton-Ichtiar Baru-van Houve. The Hague,
Paris-Jakarta.Ponnamperuma, F.N. 1964. Problems rice soils. A Paper Presented at Intern. Rice Res. Con., IRRI,
Los Banos, Laguna, The Philippines.
Soepardi, G. 1977. Masalah kesuburan tanah dan cara penyelesaiannya (diktat). Departemen Ilmu-ilmu Tanah, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Syekhfani. 2001. Penggunaan Analisis Tanah Sebagai Dasar Evaluasi Kesuburan Tanah Suatu Area. Disampaikan dalam
pelatihan yang diselenggarakan oleh PT Pioneer Hibrida Indonesia di Hotel Kartika Graha, 23 April 2001 (tidak
dipublikasikan).
Syekhfani. 2005. Riset Strategi untuk Pengembangan Pertanian Organik di Indonesia. Makalah disajikan dalam Kongres
Nasional Maporina, Jakarta, 21 Desember 2005.
Syekhfani. 2010. Hubungan - Hara – Tanah - Air – Tanaman. Dasar Kesuburan Tanah Berkelanjutan. Edisi ke-2.
PMN – ITS, Surabaya, 247 p.
Tisdale, S.L. dan W.L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizer. McMillan Publ. Co., Inc. New York.
Tobing, E.L. 1976. Pemupukan tanaman teh di Simalungun, Sumatera Utara, Warta BPTK 2(3/4):241-256.
Wood, L.K. dan F.E.deTurk, 1941. The absorption of potassium in soils and non-replaceable forms. Soil Sci. Soc. Aner.
Proc. 5: 152-161.
3
Modul 1. Paradigma Kesuburan Tanah
1.1. Sejarah KesuburanTanah
(*)
– Materi-1
Tujuan:
1. Mahasiswa mengetahui sejarah perkembangan kesuburan tanah.
2. Mahasiswa mengetahui tanah sebagai medium tumbuh tanaman.
3. Mahasiswa mengetahui hubungan kesuburan tanah dengan kesuburan tanaman.
Penilaian:
KomponenPenilaian Persentase
Tugas Individual 5
Perkembangan peradaban manusia ditandai oleh perkembangan pertanian. Kapan mulai ada
pertanian tersebut, tidak dapat dipastikan. Mungkin beberapa ribu tahun sebelum masehi.
Kenyataannya, hingga saat ini, peradaban berburu masih dijumpai yang merupakan kebiasaan berpindah-
pindah (nomaden).
ZAMAN PURBA
Telah disepakati bahwa manusia pertama kali melakukan budidaya pertanian berdiam di lembah
Mesopotamia, antara s. Tigris dan Euphrate (Irak sekarang).
2500 BC:
Tercatat manusia di daerah ini telah mengenal kesuburan lahan. Telah tercatat bahwa dengan
memupuk tanah dicapai peningkatan hasil 86 hingga 300 kali pada beberapa kawasan pertanian.
2000 th berikutnya (500 BC):
Seorang sejarahwan Greek Herudotus melaporkan hasil lawatannya ke Mesopotamia, bahwa
produksi pertanian tinggi di kawasan ini dihasilkan jaringan irigasi yang baik, dan kesuburan tanah yang
tinggi akibat penggenangan oleh banjir musiman dari sungai di kiri kanan kawasan.
300 BC:
Theophrastus melaporkan pengkayaan oleh endapan s. Tigris dan menyatakan bahwa
penggenangan yang makin lama, meninggalkan makin banyak debu sebagai endapan yang kaya hara.
Pada waktu itu manusia mengerti bahwa tanah-tanah tertentu akan merosot hasilnya bila ditanami secara
terus menerus. Penambahan pupuk kadang dan pupuk hijau dari sayur-sayuran diketahui dapat
mempertahankan kesuburan tanah.
900-700 BC:
Dari epos bangsa Greek diketahui bahwa Odyssius telah melakukan pemupukan kotoran hewan.
4
434-355 BC:
Xenophon menyatakan dari penyelidikannya bahwa: ''kebun akan mengalami kerusakan, sebab orang
tidak mengerti cara-cara memupuk lahan''; dan dikatakan lebih lanjut bahwa: ''tidak ada cara lebih baik
dari pemupukan''. Butir-butir penting yang dikemukakan Xenophon ialah:
(1). Pengaturan pemberian pupuk kandang dapat mempertahankan kesuburan tanh.
(2). Saran agar digunakan pupuk kandang dilakukan di awal musim semi.
(3). Rumput dapat digunakan sebagai pupuk hijau.
372-287 BC:
Theophrastus merekomendasaikan agar pemberian pupuk yang banyak perlu dilakukan pada tanah
bersolum tipis, tapi pada tanah kaya perlu dilakukan penghematan pemberian pupuk. Disarankan juga
bahwa tanaman perlu disemaikan terlebih dahulu sebelum ditanam dan gar dibuat bedengan. Hal ini
dianut hingga sekarang. Perlu pula dicatat bahwa Theophrastus menyarankan perlu pemberian air yang
banyak pada tanaman yang membutuhkan unsur hara banyak.
Saat itu telah diketahui pula bahwa pupuk diklasifikasikan menurut kandungan atau kepekatannya.
Sebagai contoh ia urutan kekayaan (dalam kotoran) yaitu: manusia > babi > kambing > biri2 > sapi dan
kuda. Lebih lanjut, Varro, seorang penulis perkembangan pertanian mengemukakan urutan yang sama,
tetapi menempatkan urutan burung dan unggas lain lebih kaya dari pada kotoran manusia. Columella
menyarankan agar kulit clover ditambahkan dalam ransum ternak sebab ia merasa bahwa hal ini akan
memperkaya kandungan hara dalam kotorannya.
Tidak hal di atas saja yang dapat dijadikan pupuk, tetapi para pakar juga menyelidiki pengaruh
mayat terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman.
700 BC:
Archilochus melakukan penyelidikan tersebut sekitar tahun 700 BC. Nilai pupuk hijau, khususnya
legum, sebagai pupuk hijau segera pula diketahui. Theophrastus mencatat bahwa sejenis kacang (Vicia
vaba) telah dibenamkan oleh petani-petani Thessaly dan Macedonia. Hasilnya menunjukkan adanya
peningkatan jumlah biji bila ditanam pada tanah yang dipupuk dengan bahan tanaman ini.
400 BC:
Anjuran Xenophon bahwa pengolahan tanah di awal musim semi menjadikan tanah lebih gembur
dan rumput-rumputan tumbuh cukup waktu pada musim semi. Ini dapat berfungsi sebagai cadangan
pupuk hijau, tetapi tidak menghasilkan biji sehingga tidak mengganggu/tumbuh bila dibenamkan. Ia juga
menerangkan bahwa: ''setiap jenis vegetasi, setiap jenis tanah, pada keadaan cukup air akan berubah
menjadi pupuk''.
234-149 BC:
Cato menyatakan bahwa lahan penggembalaan yang miskin harus ditanami dengan tanaman jenis
acinum. Tidak diketahui kenapa harus tanaman ini, tetapi ia tidak menghasilkan biji sehingga implikasinya
tidak dapat tumbuh bila dibenamkan. Ia juga menyatakan bahwa lebun terbaik dalam menyuburkan
tanah adalah kacang2an: lupine dan vetch. Lupine sangat terkenal sejak lama. Columella mencatat
beberapa legum meliputi: lupine, vetch, lentil, chickpea, clover, dan alfalfa, yang cukup memuaskan untuk
memperbaiki lahan. Banyak pakar lama yang sependapat bahwa lupine adalah pupuk hijau terbaik sebab
ia tumbuh baik pada kisaran kondisi tanah yang lebar, dapat dijadikan bahan makanan manusia dan yang
terakhir ia mudah membentuk biji dan cepat tumbuh.
5
70-19 BC:
Virgil mempelopori penggunaan legum sebagai penyubur tanah. Penggunaan apa saat ini disebut
pupuk mineral atau perbaikan tanah bukan tidak dikenal pada zaman dulu. Theophrastus mengemukakn
bahwa pencampuran tanah-tanah berbeda yang dimaksudkan sebagai ''penyembuhan kerusakan dan
penambahan hati ke dalam tanah''. Cara ini mungkin dalam keadaan tertentu menguntungkan.
Penambahan tanah subur ke tanah miskin dapat meningkatkan kesuburan tanah, dan praktek
pencampuran satu jenis tanah dengan yang lain mungkin dapat memberi keuntungan terhadap inokulasi
biji-biji legum pada suatu tanah pertanian. Juga, pencampuran tanah-tanah bertekstur kasar dengan
halus atau sebaliknya mungkin dapat memperbaiki hubungan udara dan air dalam tanah yang
diperlakukan.
Nilai marl (sejenis tanah liat berkapur) juga telah dikenal. Ini merupakan awal dari praktek
pengapuran di lahan pertanian.
62-113 BC:
Pliny menyatakan bahwa kapur harus disebar rata dan tipis di atas tanah dan satu perlakuan adalah
''cukup untuk bertahun tahun''. Columella juga menyarankan untuk menyebarkan marl pada tanah
berkerikil dan mencampurnya dengan suatu tanah kapur padat.
0 C:
Dalam Bibel disebutkan nilai abu dari pembakaran kayu bagi kesuburan tanah. Xenophon dan Virgil
juga menyebutkan pembakaran jerami untuk maksud pembersihkan lahan dan memberantas gulma. Cato
menasehatkan agar penggembala membakar bekas pangkasan dalam satu lubang dan dicampurkan
melalui pembajakan untuk memperkaya tanah. Pliny menyatakan bahwa penggunaan kapur dari tungku
pembakaran kapur adalah baik untuk pohon zaitun, dan beberapa petani membakar kotoran hewan
kemudian menggunakannya untuk pupuk. Columella juga menyatakan penyebaran abu ataupun kapur
pada tanah sawah dapat meniadakan kemasaman.
Salpeter atau KNO3, dinyatakan pula oleh Theophrastus maupun Pliny dapat berguna untuk
memupuk tanaman yang disebut-sebut dalam bibel. Air laut juga disebut-sebut oleh Theophrastus.
Tampak bahwa pohon palem membutuhkan garam dalam jumlah banyak, petani-petani dulu
menaburkan garam di sekitar tanaman mereka. Virgil menulis tentang sifat tanah yang sekarang dikenal
sebagai bulk density.
Columella menyarankan suatu uji untuk mengukur derajat keasaman dan kesalinan tanah dan Pliny
menyatakan bahwa rasa pahit pada tanah mungkin disebabkan adanya herba-herba hitam di dalam
tanah. Pliny menulis bahwa: ''di antara penyebab kebaikan tanah adalah perbandingan ketebalan dari
batang jagung'' dan Columella menyatakan secara sederhana bahwa uji terbaik untuk kesauaian lahan
bagi pertumbuhan tanaman adalah kondisi tempat tumbuh tersebut.
Banyak pakar terdahulu (juga masih banyak dianut oleh pakar sekarang) sependapat bahwa warna
tanah dapat menggambarkan kriteria kesuburan tanah. Ide umum adalah bahwa tanah hitam adalah
tanah subur, sedang tanah pucat atau abu-abu tidak subur. Columella tidak sependapat dengan
pernyataan ini yang mendapatkan bahwa tanah marshland yang berwarna hitam tidak subur, tetapi tanah
pucat yang terdapat di Libia mempunyai kesuburan tinggi. Ia merasa bahwa ada faktor-faktor tertentu
yang menentukan tingkat kesuburan tanah, seperti struktur, tekstur dan kemasaman merupakan
petunjuk yang baik untuk menduga kesuburan tanah.
Kebanyakkan tulisan-tulisan mengenai kesuburan tanah zaman dulu berdasar pada deskripsi dari
praktek lapang. Tidak banyak bukti secara percobaan terhadap masalah-masalah yang dijumpai di
6
pertanian, tetapi banyak manuskrip yang mengemukakan perbandingan-perbandingan beberapa faktor
tertentu yang saat telah diketahui berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Sebagian dari apa yang
dikemukakan dalam catatan era teesebut dapat berlaku hingga sekarang tetapi sebagian lagi tidak dapat
diterima. Namun demikian, titik tolak pemikiran serta data yang diperoleh dari catatan2 tersebut dapat
menjadi bahan pemikiran yang dapat dikembangkan untuk mengatasi masalah kesuburan tanah yang
dihadapi saat ini dan yang akan datang.
Kesenjangan catatan tentang kemajuan pertanian setelah masehi yaitu masa Romawi seperti
terputus akibat fokus perhatian pada zaman ini tertuju pada perang, kesenian, dll. Baru pada abad ke-18
kemajuan perkembangan pertanian mulai muncul.
ABAD KE-18
1230-1307:
De Crescenzi memulai perkembangan pertanian dengan publikasi koleksi praktek setempat di
bidang pertanian ''opus ruralium commodorum''. Dengan publikasi koleksi cara bercocok tanam ini maka
De Crescenzi dikenal sebagai ''Bapak Agronomi Modern''. Tetapi isi tulisan hanya terbatas pada hal-hal
yang berupa bahan praktek dan tidak menurut perkembangan yang akan datang (hanya dapat dipakai
saat itu).
Setelah pemunculan pekerjaan De Crescenzi hanya sedikit pengetahuan tentang pertanian untuk
beberapa tahun, meskipun Palissy tahun 1563 memberi kredit dengan penyelidikan bahwa kandungan
abu tanaman merupakan merupakan bahan yang diambil tanaman dari tanah.
1561-1624:
Sekitar permulaan abad ke-17 Francis Bacon mengemukan prinsip makanan tanaman adalah air. Ia
percaya bahwa fungsi utama tanah adalah memegang tanaman agar tetap tegak dan melindunginya dari
panas dan dingin dan bahwa setiap tanaman menyerap senyawa khas sebagai makanan khusus baginya.
Bacon menegaskan pendapat Herudotus bahwa bahwa tanah yang ditanami terus menerus akan
mengurangi kesuburannya.
1577-1644:
Selama periode yang sama, Jan Baptiste von Helmont seorang ahli fisika dan kimia dari Flemish,
melaporkan bahwa hasil dari suatu percobaan yang mana ia percaya bahwa air merupakan satu2nya unsur
hara bagi tanaman. Percobaannya adalah sebagai berikut:
5 lb oak + 200 lb tanah + air hujan
Tanaman dipelihara setelah tumbuh lalu ditimbang kembali, hasilnya: 169 lb oak + 196 lb tanah.
Jadi kesimpulannya tanaman hanya membutuhkan air. Tentu saja saat ini telah diketahui bahwa CO2 dan
mineral dari tanah dibutuhkan sebagai hara tanaman. Namun perlu diingat adalah bahwa pekerjaan ini
dilakukan saat sebelum pengetahuan tentang mineral maupun fotosintesis diketahui. Hasil kerja von
Helmont ini, meskipun kesimpulannya salah tetapi memberi kontribusi yang besar terhadap ilmu
pengetahuan. Meski salah tetapi hasil percobaan mendorong penyelidikan selanjutnya yang
menghasilkan pengertian-pengertian lebih baik terhadap perharaan tanaman.
7
1627-1691:
Pekerjaan von Helmonth diulang beberapa tahun kemudian oleh Robert Boyle dari Inggris. Boyle
memperkuat von Helmonth, tetapi ia melangkah lebih maju. Sebagai hasil analisa kimia ia menyatakan
bahwa tanaman mengandung garam, alkohol, tanah, dan minyak, yang semuanya terbuat dari air.
1604-1668:
Seorang ahli bangsa Jerman, J.R. Glauber menyatakan bahwa salpeter (KNO3), bukan air,
merupakan suatu ''prinsip vegetasi''. Ia mengumpulkan garam dari tanah di bawah kandang domba dan
mengemukakan bahwa garam-garam tersebut dari apa yang jatuh dari domba tersebut. Ia juga
menyatakan karena hewan memakan rumput, maka garam-garam yang berasal dari hewan tersebut juga
berasal dari rumput. Bila garam tersebut diberikan ke tanaman maka setelah diselidiki ternyata diperoleh
peningkatan yang besar terhadap pertumbuhan. Ia kemudian menyatakan bahwa kesuburan tanah dan
nilai pupuk berkaitan dengan salpeter.
1643-1679:
Seorang ahli kimia dari Inggris: John Mayow mendukung beberapa percobaan Glauber. Mayow
mengestimasi jumlah niter dalam tanah pada berbagai waktu selama setahun dan mendapatkan
kepekatan tertinggi pada musim spring. Mengenai jumlah yang rendah pada musim summer ia
berkesimpulan bahwa salpeter diserap atau diisap oleh tanaman pada periode pertumbuhan yang cepat.
Summer ~ gugur ~ winter ~ semi
Nitrifikasi aktif nitrifikasi nitrat nitrat
bertambah bertambah tertimbun
tanaman aktif tanaman berkurang tanaman mati -
Pendapat John Mayow ini masih dianut sampai sekarang. Penelitian2 masih menggunakan teknik
yang sangat kasar pada waktu tersebut, sehingga kontribusi Mayow, Glauber, Boyle dan Bacon, boleh
dikatakan kecil dibandingkan standar penelitian sekarang.
1700:
Kurang lebih tahun 1700, seorang kebangsaan Inggris: John Woodward, mengulangi percobaan
Boyle dan von Helmont, menumbuhkan tanaman dalam air dari berbagai tempat: air hujan, air sungai, air
comberan dan air comberan + tanah lumut dari kebun. Ia secara hati2 mengukur jumlah transpirasi air
oleh tanaman dan mengukur bobot tanaman pada awal dan akhir percobaan. Ia mendapatkan bahwa
pertumbuhan tanaman sejalan dengan ketidak murnian air dan menyimpulkan bahwa: bahan padat atau
tanah lebih baik dari air dan merupakan ''prinsip vegetasi''. Meskipun kesimpulan ini tidak benar, tetapi
cara melakukan penelitiannya lebih maju dibandingkan penelitian sebelumnya.
1674-1741:
Jathro Tull, seorang kebangsaan Inggris mempublikasikan buku: ''Horse Hoeing Husbandry''. Ia
mengemukakan bahwa berbagai cara untuk menggunakan tenaga hewan dalam pertanian. Ia dijuluki
sebagai ''Bapak Mekanisasi Pertanian''. Pendapat Tull yang lain adalah: bahwa zarah tanah dapat masuk
ke dalam tanaman melalui mulut akar. Tetapi pendapat ini tidak ada penganutnya.
1741-1820:
Arthur Young, seorang ahli pertanian Inggris melakukan percobaan dalam pot. Ia menumbuhkan
barley pada pasir dengan penambahan bahan2 seperti arang, alkohol, dan anggur, niter, mesiu, kulit
kerang, dan bahan-bahan lain. Beberapa bahan yang diperlakukan menghasilkan pertumbuhan
8
pertanian, yang lainnya tanaman tidak tumbuh. Young mempublikasikan hasil pekerjaannya dengan
judul: ''Annal of Agriculture'' sebanyak 46 volume yang mempunyai dampak cukup luas di bidang pertanian
di Inggris.
1775:
Francis Home, menentang pendapat Glauber dan menyatakan bahwa tanaman tidak hanya
memerlukan KNO3, tetapi juga: air, udara, tanah, garam, minyak dan api. Ia melakukan percobaan pot
untuk mengukur pengaruh berbagai cairan terhadap pertumbuhan tanaman. Hasil pekerjaan merupakan
batu loncatan dalam perkembangan ilmu pertanian. Ide bahwa tanaman memerlukan api lama menjadi
pemikiran. Saat itu juga orang percaya bahwa organik atau humus diambil secara tidak langsung oleh
tanaman dan ia merupakan penyusun hara tanaman.
Ide ini bertahan hingga bertahun-tahun. Hal ini sulit dihilangkan sebab hasil analisis kimia
menunjukkan bahwa tanaman dan humus mengandung unsur-unsur yang sama dengan tanaman. Juga
proses fotosintesis belum diketemukan.
1775:
Joseph Priestly menyatakan bahwa tanaman dapat membersihkan udara. Ia melakukan percobaan
dalam ruang kaca:
Tanaman + lilin ~ lilin tetap menyala
x lilin ~ lilin mati pd beberapa saat
Pada saat ini observasi tentang oksigen belum dijumpai. Terakhir, setelah ia menemukan gas ini, ia
menyatakan bahwa oksigen bwrkaitan dengan pertumbuhan tanamaan. Penemuan oksigen oleh Priestly
merupakan batu kunci terhadap beberapa penemuan lain yang berkaitan dengan rahasia kehidupan
tanaman lebih jauh.
1730-1799:
Jan Ingenhousz, kemudian menunjukkan bahwa pembersihkan udara oleh tanaman hanya terjadi
bila ada cahaya, tetapi pada tempat gelap pembersihan tidak terjadi.
1742-1809:
Bersamaan dengan penemuan Ingenhousz ini adalah penemuan Jean Snebier seorang filsuf dan ahli
sejarah bangsa Swiss yang menyatakan bahwa kenaikan bobot tanaman dan percobaan von Helmont
adalah menghasilkan udara.
KEMAJUAN PADA ABAD KE-19
Penemuan2 abad ke-19 ini dirangsang oleh pikiran Theodore de Saussure yang mengikuti paham
penemuan Snebier. Ia mengeritik dua problem yang dilakukan Snebier: pengaruh udara terhadap
tanaman dan asal garam dalam tanaman. Hasilnya, de Saussure mampu menunjukkan bahwa tanaman
menyerap oksigen dan membebaskan CO2, pokok pemikiran dari ''respirasi''. Sebagai tambahan, ia
mendapatkan bahwa akan menyerap CO2 dengan membebaskan oksigen pada keadaan ada cahaya. Bila
tanaman menangkap CO2 bebas dari lingkungan, mereka akan mati.
De Saussure menyatakan bahwa tanah hanya menyediakan sedikit hara yang diperlukan oleh
tanaman. Serapan hara tersebut bersifat selektif karena membran sel akan bersifat selektif-permeabel,
memungkinkan air masuk lebih cepat dibandingkan garam.
9
1813:
Gambaran yang diberikan oleh Sir Humprey Davy, yang mempublikasikan pekerjaannya: ''The
Elements of Agriculture Chemistry'' sekitar tahun 1813, menyatakan bahwa meskipun tanaman mwnerima
karbon dari udara, tetapi sebagian besar diambil melalui akar. Ia termasuk setuju dan menyarankan
penggunaan minyak sebagai pupuk sebab karbonnya dan hidrogen yang terdapat dalam minyak tersebut
dapat digunakan sebagai hara tanaman.
1802-1882:
Pertengahan abad ke-19 hingga awal abad ke-20 merupakan periode maju dalam hal pengertian
terhadap hara dan kesuburan tanaman. Di antara manusia periode ini yang mempunyai sumbangan besar
adalah Jean Baptiste Bousingault, seorang ahli kimia Perancis yang melakukan percobaan lapangan. Ia
meniru pekerjaan de Saussure dalam menimbang, menganalisis pupuk yang diberikan dalam plot dan
tanaman yang dipanen. Ia menyiapkan seperangkat keseimbangan yang menunjukkan berapa banyak
berbagai unsur yang berasal dari air hujan, tanah, dan udara, dianalisis komposisinya dalam tanaman
selama fase pertumbuhan, dan ditetapkan bahwa rotasi terbaik yang menghasilkan sejumlah terbesar
bahan organik beserta pupuk kandang yang diberikan. Bousingault kemudian dikenal sebagai ''Bapak
Percobaan Lapangan''.
Bobot Tanaman dengan Rotasi = Bobot Tanaman + Pupuk Kandang
Meskipun para pakar tanaman pada periode ini mengakui nilai penelitian de Saussure, teori humus
kuno masih banyak dianut. Ini merupakan teori alami yang sulit untuk dihilangkan, yang kemudian sangat
terasa hingga saat ini bahwa penghancuran bahan tanaman dan hewan menaikkan produksi adalah
penting untuk nutrisi pertumbuhan tanaman.
1803-1873:
Justus von Leibig, seorang ahli kimia bangsa Jerman sangat berkeyakinan dengan mitos humus. Ia
mendobrak bebeara paham konservatif seperti misalnya beberapa pakar yang saat itu tidak punya
keberanian untuk menyatakan bahwa karbon dalam tanaman berasal dari sumber-sumber selain CO2.
Leibig membuat beberapa pernyataan sebagai berikut:
(1). Sebagian besar karbon dalam tanaman berasal dari CO2 atmosfer.
(2). Hidrogen dan oksigen berasal dari air.
(3). Logam alkalin dibutuhkan untuk menetral asam2 dibentuk oleh tanaman sebagai aktivitas metabolik.
(4). Fosfat penting untuk pembentukan biji.
(5). Tanaman menyerap semua unsur tanpa membedakan dari dalam tanah tetapi mengekskresikan
senyawa-senyawa yang tidak esensial melalui akar-akar.
Tidak semua ide Liebig adalah benar. Ia menyatakan bahwa asam asetat diekskresikan melalui akar
tanaman. Ia juga percaya bahwa NH4
+
merupakan bentuk nitrogen satu-satunya yang diserap tanaman
dan tanaman dapat menemukan senyawa ini dari tanah, pupuk, dan udara.
Leibig sangat percaya pada analisis tanaman dan mempelajari kandungan unsur yang ada
merupakan suatu cara untuk dasar rekomendasi. Ia juga berpendapat bahwa pertumbuhan tanaman
adalah bagian dari jumlah senyawa mineral yang terdapat dalam pupuk. Ia juga mengemukakan '”hukum
minimum” yang berbunyi: ’’Bahwa pertumbuhan tanaman dibatasi oleh unsur hara tanaman yang tersedia
dalam jumlah tersedikit, bila yang lain berada dalam jumlah yang cukup’’. Konsep ini mempengaruhi
pendapat di bidang pertanian dalam jangka lama.
10
Liebig membuat pupuk berdasar idenya terhadap nutrisi tanaman. Rumusan campuran
diperhitungkan tetapi dia melakukan kesalahan dalam mencampur garam fosfat dan kalium dengan
kapur. Sebagai hasilnya pupuk menyebabkan kerusakan pada tanaman. Namun demikian, Leibig
menyumbangkan dasar-dasar dalam pertanian dan dia barangkali orangnya yang dikenal sebagai:
''Bapak Kimia Pertanian''.
(*) Tisdale, S.L. dan W.L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizer. McMillan Publ. Co., Inc. New York.
11
1.2. Riset Strategi Pengembangan Pertanian Organik –
Syekhfani (2005)- Materi-1
Pendahuluan
 Perubahan suatu sistem membutuhkan kajian yang tepat dan menyeluruh agar sistem tersebut
dapat berhasil dan tidak memberikan dampak negatif jangka panjang.
 Sistem pertanian organik (SPO) di Indonesia merupakan wacana yang saat ini sedang hangat-
hangatnya didiskusikan apakah dapat menjadi alternatif sistem pertanian yang akan membawa
pembangunan pertanian akan datang ke arah lebih baik.
 Sistem tersebut perlu dikaji secara khusus dan menyeluruh dalam mengantisipasi permasalahan-
permasalahan yang mungkin muncul bila diterapkan secara luas.
 Untuk itu, dibutuhkan strategi dan program yang tepat di bidang penelitian dan pengembangan
SPO di Indonesia.
Dasar-dasar Pokok Pikiran
 Penerapan sistem "Revolusi Hijau" di Indonesia, pada awalnya menunjukkan perkembangan yg
menggembirakan, setelah dilakukan berbagai program intensifikasi pada lahan sawah, dimulai
dari padi sentra, Bimas, Inmas Insus, Supra Insus, Gema Palagung, Korporat Farming, dan
Ketahanan Pangan.
 Penggunaan saprodi yg dikenal sebagai "Panca Usaha" pertanian (pengolahan tanah, irigasi, bibit
unggul, pemupukan, dan pestisida) di awalnya meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman
padi sawah. Keberhasilan yg sangat dirasakan adalah saat Indonesia dinyatakan mencapai
“swasembada beras” tahun 1984. Namun setelah itu sangatlah sulit untuk meningkatkan
produktivitas padi sawah, meskipun dilakukan berbagai upaya.
 Jenis tanaman padi unggul dari rekayasa secara biologis diperoleh dengan potensi produksi > 10
ton/ha. Namun potensi produksi itu sangat sulit dicapai, di mana rata-rata produktivitas nasional
hanya 5.0 ton GKG/ha (Jawa Timur sebagai sentra produksi beras hanya 5.5 ton GKG/ha). Telah
terjadi "levelling off" produktivitas tanaman padi sawah. Disinyalir akibat perlakuan budidaya
tanaman yang tidak rasional, yaitu penggunaan pupuk dan/atau pestisida berlebihan, yang
mengakibatkan terjadi ketidak-imbangan perharaan dalam tanah serta terganggunya
biodiversitas siklus pertumbuhan tanaman.
 Apabila mengacu kepada sistem tradisional alami (natural system), di mana terdapat
keseimbangan unsur hara dalam tanah, diversifikasi tanaman di lahan sawah, sistem bero tanpa
penggunaan pupuk/pestisida buatan pabrik, dan air irigasi yang tidak tercemar, maka diketahui
kehidupan tidak mengalami banyak permasalahan terutama berkaitan dengan kesehatan
manusia, hewan, tumbuhan, maupun lingkungan. Umur manusia pun relatif panjang dibandingkan
setelah adanya sistem intensifikasi.
 Berbagai tindakan intensifikasi lahan di atas mengarah kepada degradasi tanah dan pencemaran
lingkungan, misalnya pemberian pupuk N, P, K buatan pabrik berkonsentrasi serta dosis tinggi
secara terus menerus, tanpa diimbangi dengan unsur hara esensial lain, pestisida/herbisida non-
selektif yang membunuh organisme lain kecuali hama/penyakit, air irigasi yang tercemar oleh
industri baik pabrik maupun rumah tangga, semuanya berdampak negatif terhadap kehidupan
manusia, hewan, maupun tanaman. Hal ini menyebabkan kehidupan di bumi makin lama makin
terasa tidak nyaman.
12
 Paradigma baru kesuburan tanah yang bersifat sustainable, bahwa tanah bukanlah benda statis
melainkan dinamis, karena ia merupakan medium kehidupan (organisme makro/mikro, termasuk
akar tanaman). Seharusnya, yang menjadi fokus perhatian tidak hanya pengolahan tanah (sifat
fisik) dan pupuk (sifat kimia) saja; melainkan juga kehidupan organisme tersebut (sifat biologi).
Bahan organik, bersifat multi purpose (peran ganda) di mana ia berperan dalam memperbaiki sifat
fisik, kimia, maupun biologi tanah. Jadi, bahan organik adalah merupakan kunci kesuburan tanah,
dan managemen bahan organik adalah kunci keberlanjutan pertanian.
 Di pihak lain, perkembangan konsumen di negara-negara maju dari hari ke hari telah beralih
kepada konsumsi bahan pangan yang sehat, tidak tercemar senyawa-senyawa kimia buatan
pabrik. Di Amerika Serikat misalnya, perkembangan produksi organik sejak th 1990-an dalam
jangka lima tahun saja, meningkat tajam dari 5% hingga 20%, dan saat ini mungkin angka tersebut
lebih tinggi lagi. Hal yang sama ditemukan pula pada masyarakat komunitas Eropah dan Kanada,
dan Australia. Impor beberapa produk pertanian saat ini telah mulai mempersyaratkan produk
berasal dari "sistem organik".
 Di dalam negeri, akhir-akhir ini SPO mulai didiskusikan, dan bahkan ada yang telah menerapkan
praktek budidaya, meskipun berbagai definisi tentang pertanian organik belum dipahami secara
jelas. Pihak pemerintah maupun swasta juga mulai mengkaji perkembangan yang terjadi di
masyarakat untuk mempertimbangkan apakah sistem ini dapat diterapkan sebagai salah satu
alternatif budidaya yang menguntungkan, diterima di tingkat lokal, regional, nasional dan bahkan
global.
 Apabila ternyata SPO dinyatakan dapat menjanjikan sebagai salah satu alternatif budidaya
pertanian yang menguntungkan, maka berbagai hal perlu dipikirkan menuju ke arah
pengembangannya. Hal-hal tersebut meliputi semua aspek yang berkaitan dengan produksi di
lahan (on-farm), maupun di luar lahan (off-farm); melibatkan pihak industri hulu dan hilir, serta
berbagai komponen pelaku produksi terkait, baik pemerintah, swasta, Lembaga Penelitian
(termasuk Perguruan Tinggi), Perbankan, pelaku pasar, dan lain-lain. Semuanya harus mempunyai
persepsi dan komitmen yang sama terhadap pengembangan SPO.
 Adalah sulit untuk mengubah sistem intensifikasi pertanian yang selama ini diterapkan beralih ke
SPO, karena sifatnya sangat berbeda; yang satu orientasi ke produksi tinggi dengan masukan dari
luar tinggi (high external input agriculture, HEIA) melibatkan bahan-bahan kimia buatan panrik,
dan yang lain masukan dari luar rendah (low external input agriculture, LEIA) dengan
mengandalkan “daur ulang” (recycling) sisa panen. Hal ini memerlukan tindakan yang bersifat
evolusional bukan revolusional. Terlebih dulu dibutuhkan perubahan sikap perilaku para pelaku
produksi dan konsumsi seperti tersebut di atas.
 Fokus pembenahan terutama ditujukan kepada para konsumen sebagai pengguna, diikuti oleh
produsen (petani) beserta para pendukung produksi, serta pelaku pasar. Dalam hal ini, pemerintah
harus berperan dalam membuat kebijakan (regulator, fasilitator, dinamisator, dan eksekutor) dalam
pengembangan sistem. Jaminan kuantitas, kualitas, serta kontinyuitas produksi menjadi kunci
utama keberhasilan usaha, dengan adanya suatu "jaminan pasar". Harus ada political will yang
jelas dari pemerintah tentang pengembangan SPO.
 Secara geografis, lahan-lahan pertanian yang berpeluang besar menuju sistem organik, urut-
urutannya adalah komoditi hortikultura (buah-buahan, sayuran, dan bunga-bungaan);
perkebunan; dan terakhir tanaman pangan terutama yang dibudidayakan di lahan sawah
beririgasi. Umumnya hortikultura dibudidayakan di dataran tinggi (upper stream) yang relatif
bebas dari sumber pencemar kecuali dari tindakan budidaya itu sendiri; perkebunan dilakukan
dengan managemen terkendali, dan tanaman pangan umumnya berada di kawasan dataran
rendah (lower stream); sehingga lahan sawah beririgasi sangat riskan terjadi pencemaran,
tergantung pada kualitas air irigasi apakah tercemar atau tidak.
13
Strategi Penelitian
Bidang Kajian:
 Aspek Bio-Fisik; On Farm, Off Farm (IFS, IPNS, IPMS).
 Aspek Sosial: Perilaku konsumen (perubahan kebiasaan makan, motto hidup sehat), prioritas
sasaran pengembangan (masy. kalangan bawah, menengah, atas/elit).
 Aspek Ekonomi: Pasar/Jaringan Pasar (jaminan pasar, jaminan produktivitas/kualitas
/kontinyuitas), segmen pasar (lokal, regional, nasional, ekspor).
 Aspek Polesi: Kebijakan pemerintah (arah paradigma pembangunan pertanian), regulasi
(standarisasi, sertifikasi, kontrol kualitas, perlindungan konsumen).
 Aspek Kelembagaan: pemerintah, swasta, LSM.
Alur Kegiatan
 Pewilayahan pertanian organik indigenous dan introduksi.
 Evaluasi kesesuaian dan kemampuan lahan (land suitibility dan land capability).
 Penentuan jenis komoditi dan lokasi spesifik.
 Produsen dan konsumen produk organik.
 Pasar dan jaringan pasar.
 Sertifikasi dan standarisasi.
 Regulasi dan Kebijakan Pemerintah.
Program
Jangka Pendek:
 Polesi pemerintah.
 Regulasi berkaitan dengan SPO.
 Pembentukan kelembagaan formal/non-formal.
Jangka Menengah:
 Penentuan jenis komoditi tanaman organik.
 Pembenahan sistem pertanaman, sistem perharaan tanaman, dan sistem pengendalian
hama/penyakit tanaman terkendali.
 Penguasaan teknologi dekomposisi di tingkat petani.
 Penciptaan pasar/jaringan pasar produk organik.
 Pengkajian sasaran konsumen produk organik.
Jangka Panjang:
 Pemetaan potensi wilayah spesifik untuk komoditi tanaman organik atas dasar land capability dan
land suitability.
 Penciptaan sistem agribisnis produk organik di tingkat lokal, regional, nasional, dan global.
 Menjalin perjanjian bilateral dengan negara-negara pengimpor produk organik dari Indonesia.
 Melakukan penelitian-penelitian dasar dan terapan yang menunjang perkembangan pertanian
organik.
14
Objek Penelitian
Penelitian Dasar:
 Sifat kimia dan biokimia tanah, bahan organik sisa tanaman, produk organik.
 Proses dekomposisi dan mineralisasi bahan organik, sinkronisasi penyediaan dan uptake unsur
hara, kapasitas dan intensitas penyediaan unsur hara.
 Daur ulang sisa tanaman, hubungan hara dalam air - tanah – tanaman.
 Sifat kimia dan biokimia pupuk/pestida organik.
 Sifat kimia dan biokimia lingkungan, udara, air irigasi.
 Kandungan gizi produk pertanian.
Penelitian Terapan:
 Kajian pewilayahan komoditi pertanian organik.
 Sumber bahan organik (pupuk kandang, pupuk hijau, kompos), proses pembuatan, kualitas.
 Teknik Budidaya SPO: pola pertanian, pemupukan, pemberantasan hama penyakit (secara
terpadu), masukan internal/eksternal, daur ulang sisa panen.
 Potensi SDM SPO: tingkat pendidikan, pendapatan, adopsi teknologi, tenaga kerja.
 Kajian pasar, segmen pasar, jaringan pasar, konsumen.
 Kajian kelembagaan tingkat lokal, regional, nasional, global (pemerintah, swasta, lembaga
kemasyarakatan).
 Kajian mutu serta jaminan mutu produk pertanian.
 Hubungan produk organik dengan kesehatan manusia dan hewan.
Penelitian Faktor Pendukung:
 Pelayanan Faktor Pendukung: modal, teknologi budidaya/ pasca panen, bimbingan dan
penyuluhan.
 Rakitan Teknologi: teknologi budidaya, teknologi pasca panen.
 Penyiapan Tenaga Penyuluh/Pendamping: peran PT sangat besar.
 Transfer Teknologi: media masa, percontohan, pendampingan.
 Pengorganisasian: “Masyarakat Pertanian Organik Indonesia” (MAPORINA).
Penutup
 Sistem pertanian organik (SPO) di Indonesia baru dikembangkan dan merupakan alternatif dalam
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan baik produsen maupun konsumen.
 Prinsip dasar SPO adalah keberlanjutan (sustainability), mengacu sistem alami (natural system),
dan tidak menggunakan bahan-bahan kimiawi buatan pabrik; sehingga produk tidak tercemar dan
bersifat akrab lingkungan.
 Untuk menuju penerapan SPO, diperlukan kegiatan-kegiatan penelitian, baik bersifat penelitian
dasar maupun terapan, meliputi aspek fisik/biofisik, sosial, ekonomi, maupun kelembagaan.
 Penelitian-penelitian tersebut mencakup komponen-komponen pemerintah, swasta, maupun
lembaga kemasyarakatan.
15
DAFTAR PUSTAKA
Syekhfani. 2005. Riset Strategi untuk Pengembangan Pertanian Organik di Indonesia. Makalah disajikan dalam Kongres
Nasional Maporina, Jakarta, 21 Desember 2005.
Tisdale, S.L. dan W.L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizer. McMillan Publ. Co., Inc. New York.
PROPAGASI
TUGAS
1. Tugas Individu (Batas Akhir penyerahan satu Minggu setelah kuliah materi).
2. Berikan ulasan singkat (satu halaman) mengapa Anda perlu mengetahui sejarah perkembangan kestan
bagi pertanian.
16
Tujuan:
1.2. Tanah Sebagai Medium Tumbuh – Materi 2
1. Mahasiswa mengetahui komponen-komponen tanah pengendali sifat kesuburan.
2. Mahasiswa mengetahui mekanisme terjadinya pengendali tersebut.
Penilaian:
KomponenPenilaian Persentase
Tugas Individual 5
Tanah tersusun atas tiga komponen utama: padatan, cairan, dan udara. Padatan terdiri dari
bahan mineral dan organik, menempati separuh volume. Bahan mineral yang berasal dari hancuran
batuan induk menempati sekitar 45% dan bahan organik dari dekomposisi jasad mikro mati menempati
5% volume. Separuh sisanya diisi oleh cairan dan elektrolit-elektrolit larut, serta udara dengan volume
berfluktuasi menurut banyaknya cairan tersebut.
Berdasar pada ukuran partikel, bahan mineral terbagi atas tiga fraksi: pasir, debu, dan liat.
Perbandingan bobot masa relatif ketiga fraksi ini disebut tekstur tanah. Ukuran masing-masing fraksi
menurut USDA dan ISSS disajikan pada Tabel 1. Diketahui bahwa komponen mineral tanah paling kasar
berukuran 2 mm. Fraksi lebih besar seperti kerikil atau koral tidak termasuk komponen tanah, tetapi
merupakan fraksi batuan induk. Berdasar hal tersebut, bila kita ingin menggunakan tanah dalam
penelitian maka diperlukan ayakan berukuran 2 mm agar komponen bukan tanah dapat dipisahkan.
Secara sederhana, tanah didominasi fraksi pasir akan membentuk struktur lepas dan drainase baik.
Akan tetapi, daya pegang air dan hara rendah sehingga tanah miskin unsur hara dan cenderung
kekurangan air. Tanah didominasi fraksi liat mempunyai sifat lekat dan berstruktur masif sehingga
drainase jelek. Meskipun umumnya tanah-tanah liat relatif kaya unsur hara, namun masalah yang
dihadapi adalah pengolahan berat dan memerlukan perbaikan drainase.
Tabel 1. Klasifikasi Partikel Tanah Menurut USDA
dan ISSS*)
Fraksi Batas Ukuran Partikel (mm)
USDA ISSS
Pasir : Sangat kasar 2.00 - 1.00 ---
Kasar 1.00 - 0.50 2.00 - 0.20
Sedang 0.50 - 0.25 ---
Halus 0.25 - 0.10 0.20 - 0.02
Sangat Halus 0.10 - 0.05 ---
Debu 0.05 - 0.002 0.02 - 0.002
Liat <0.002 <0.002
*) USDA = United States Dapartement of Agriculture
ISSS = International Society of Soil Science
17
Fraksi debu lebih halus dari pada pasir, dengan ciri dalam keadaan lembab tidak begitu lekat dan
lebih mudah diolah namun mudah mengalami erosi oleh air maupun angin. Bila ketiga fraksi berada
dalam keadaan relatif seimbang, maka akan terbentuk tekstur berlempung (loamy). Tanah-tanah
berlempung ideal untuk dijadikan lahan pertanian. Di antara ketiga fraksi, liat merupakan fraksi koloidal
yang mampu mengendalikan berbagai sifat kimia maupun fisiko-kimia tanah.
Bahan organik menyebabkan warna gelap pada lapisan tanah, terutama pada bagian atas (top soil).
Komponen ini berasal dari dekomposisi sisa-sisa jasad mikro hidup yang mati. Disebut bahan organik
apabila sisa-sisa jasad mikro telah mengalami dekomposisi menjadi bahan halus sukar dikenali asalnya.
Sisa tanaman yang belum memengalami dekomposisi sempurna disebut serasah atau seresah (litter).
Pemisahan menggunakan ayakan berukuran 2 mm seperti pada fraksi mineral, berlaku pula dalam
membedakan bahan organik dari seresah. Bahan organik tanah ada yang sukar mengalami dekomposisi
dan ada yang mudah. Golongan pertama menentukan sifat fisik tanah, sedangkan yang kedua lebih
berperan pada sifat kimia terutama dalam penyediaan hara.
Senyawa organik sukar mengalami dekomposisi yang paling penting adalah humus. Bersama-
sama liat, humus merupakan komponen pengendali sistim perharaan serta air tanah. Liat dan humus
berperan sebagai kompleks jerapan (adsorption), pertukaran (exchange), dan penyanggaan (buffer) hara
dan air. Unsur hara dalam bentuk ion yang dijerap dipermukaan liat dan humus tersedia bagi tanaman
melalui mekanisme pertukaran atau disosiasi; dan hal yang sangat penting adalah unsur hara dapat
dipertahankan dari proses yang menyebabkan kehilangan. Humus mampu menyerap (absorp) air sekitar
lima kali bobot keringnya.
Sifat penyanggaan sama seperti kantong tempat penyimpanan barang yang sewaktu-waktu dapat
digunakan dengan mudah. Liat dan humus sebagai penyangga, mampu menyimpan unsur hara bila
berlebihan dan segera menyediakan begitu unsur hara berkurang, misalnya diambil tanaman atau hilang
ke luar daerah perakaran. Prinsip penyanggaan hara sangat penting dalam ilmu kesuburan tanah dan
pemupukan. Selain hara, liat dan humus juga berfungsi sebagai penyangga pH dan air tanah.
Unsur hara tanaman tersedia dalam bentuk ion: kation atau anion. Ion diikat oleh kompleks
bermuatan listrik pada permukaannya dan dilepas ke dalam cairan tanah melalui mekanisme pertukaran
ion. Air ditahan di antara lempeng liat dan dalam molekul bahan organik. Kemampuan kompleks
penyangga untuk mempertukarkan kation atau anion dinyatakan sebagai Kapasitas Tukar Kation (KTK)
atau Kapasitas Tukar Anion (KTA); dan jumlah kation-kation basa terjerap, dalam persen, disebut
Persentase Kejenuhan Basa (PKB). Mekanisme pertukaran ion sangat dipengaruhi oleh reaksi tanah
(pH). Dalam menafsir tingkat kesuburan suatu tanah, maka nilai KTK, KTA, PKB, dan pH digunakan
sebagai parameter.
1.2. Komponen Tanah Pengendali Hara
Telah disinggung bahwa liat dan humus merupakan dua komponen padatan aktif dalam
mekanisme penyangga hara dan air. Untuk mengerti lebih jauh, diperlukan gambaran dasar tentang
struktur dan sifat-sifatnya, akan ditinjau lebih lanjut berikut ini.
Struktur Dasar Mineral Liat
Pengertian mineral liat meliputi mineral liat primer dan sekunder, koloid silikat, dan oksida-oksida
besi dan aluminium terhidrasi (seskuioksida). Secara garis besar mineral liat dapat digolongkan dalam
grup-grup disajikan pada Tabel 2.
18
Tabel 2. Penggolongan Grup Mineral Liat
(Loughnan, 1969)
Kristalin:
(a) Tipe 1:1, contoh: kaolinit, haloisit, anaukit, dikit, dan lain-lain.
(b) Tipe 2:1 (memuai), contoh: montmorilonit, beidelit,
nontronit, saponit, vermikulit, dan lain-lain.
(c) Tipe 2:2 (tidak memuai), contoh: khlorit.
Nonkristalin:
(d) Alofan
(e) Seskuioksida (Fe dan Al hidroksida): gutit, limonit, gibsit.
Mineral liat tipe 1:1 tersusun atas satu lempeng silikon tetrahedral dan satu lempeng aluminium
oktahedral; tipe 2:1 dua lempeng tetrahedral dan satu lempeng oktahedral, dan tipe 2:2 masing-masing
tetrahedral dan oktahedral dua lempeng silih berganti. Tipe 1:1 disebut golongan Kaolinit dan tipe 2:1
golongan Montmorilonit. Kedua tipe ini paling banyak dijumpai dalam tanah. Untuk tipe 2:1 yang tidak
mengembang termasuk golongan Ilit, sedang tipe 2:2 golongan khlorit.
Mineral liat tipe 1:1 mempunyai kisi-kisi mantap dan tidak mengembang; sedang tipe 2:1 bersifat
kurang mantap dan mengembang bila menyerap air; menyebabkan terjadi penjonjotan (swelling) bila
basah; dan pengerutan (shrinkage) bila kering. Grumusol (Vertisol) merupakan contoh jenis tanah
didominasi liat tipe 2:1; sangat lekat saat hujan tetapi keras serta merekah dengan celah dalam di
permukaan saat kemarau. Karena itu jenis tanah ini sulit diolah pada kondisi kelebihan ataupun kekurangan
air, dan rekahan dapat menyebabkan kerusakan akar tanaman. Sifat jelek lain ialah drainase buruk
sehingga seringkali menjadi kendala bagi pertumbuhan tanaman.
Tanah didominasi liat tipe 1:1 tidak menunjukkan sifat-sifat di atas. Golongan ini berumur lanjut,
masam dan miskin unsur hara. Sebagai contoh adalah Latosol dan Podzolik (Oksisol dan Ultisol) terdapat di
daerah beriklim basah. Mineral liat tipe 2:1 mempunyai kemampuan mengikat (retensi) unsur hara lebih
besar daripada tipe 1:1; berkaitan dengan jumlah muatan pada permukaan lempeng yang lebih banyak.
Muatan listrik permukaan lempeng liat ditinjau pada uraian berikutnya. Perbedaan tingkat kemampuan
mengikat unsur hara menyebabkan tanah-tanah didominasi mineral liat tipe 2:1 mempunyai tingkat
kesuburan potensial relatif lebih tinggi daripada tipe 1:1.
Komponen Organik: Humus
Jasad hidup, apakah tanaman, hewan ataupun manusia, terdiri dari komponen-komponen organik
sebagai penyusun tubuh. Bila jasad mati, komponen-komponen dirombak oleh jazad mikro menjadi
senyawa organik sederhana. Hasil akhir adalah air, karbon-dioksida, dan unsur-unsur mineral. Senyawa
kimia utama penyusun tanaman meliputi karbohidrat, lignin, dan protein. Sedang penyusun lain ialah
minyak, lilin (wax), enzim, alkaloid, dan unsur mineral. Proses dekomposisi sisa tanaman oleh jazad
melepas senyawa-senyawa tersebut menjadi bahan organik tanah. Kemampuan bahan organik mengalami
dekomposisi berbeda-beda sehingga dapatdigolongkan menjadi senyawa ‘mudah’ dan senyawa ‘tahan’
terhadap dekomposisi. Senyawa yang tahan mengalami dekomposisi antara lain humus, yang tersusun atas
poliuronida dan lignin dengan lignin sebagai senyawa utama.
19
Seperti liat, humus berukuran koloidal dan sangat reaktif. Humus mampu menyerap banyak air
sehingga kapasitas pengikatan air (water holding capacity) tanah menjadi besar. Kemampuan humus
menyerap air lima kali lebih besar dari liat. Di samping itu, humus berperan dalam pembentukan dan
penentuan kemantapan agregat, sifat keremahan, aerasi, sifat olah, dan ketahanan terhadap erosi.
Senyawa protein dalam humus berperan sebagai cadanganmunsur P, N, dan S.
Partikel humus merupakan asam-asam organik yang umumnya bermuatan negatif, sehingga mampu
menjerap kation-kation. Nilai KTK humus kurang lebih 200 hingga 300 me/100g, jauh lebih besar daripada
liat yang hanya sekitar 100 me/100g tanah. Kation-kation basa K, Ca, dan Mg yang diikat humus lebih
mudah tersedia bagi tanaman. Di pihak lain, humus mampu mengurangi pengaruh kemasaman akibat
penggunaan pupuk. Sumber kemasaman tanah seperti ion Al3+
dinetralkan oleh humus dalam bentuk
ikatan khelat (chellating bond) humus-logam. Di sini humus bertindak sebagai ligan (ligand) bermuatan
negatif dan ion Al3+
sebagai inti bermuatan positif. Penggunaan bahan organik pada tanah masam dapat
diperhitungkan sebagai discount factor dosis kapur dalam peningkatan pH.
1.3. Muatan Listrik pada Liat dan Bahan Organik
Muatan listrik tanah menentukan sifat kimia maupun fisiko-kimia. Muatan listrik liat dan humus
menyebabkan keduanya bertindak sebagai kompleks aktif yang erat kaitannya dengan kesuburan tanah
aktual maupun potensial. Di samping itu, ikatan ion-ion dapat menjelaskan sistim penyediaan hara serta
prinsip-prinsip dasar pemupukan.
Muatan Listrik pada Liat
Muatan listrik pada liat muncul karena dua hal: (1) kisi-kisi mineral liat rusak atau patah, dan (2)
pertukaran tempat kedudukan kordinasi unsur Si dan/atau Al oleh unsur-unsur lain dalam struktur mineral
tanpa merusak struktur lempeng, dikenal dengan istilah substitusi isomorfik. Pada kasus pertama, kisi-kisi
liat mengalami kerusakan atau patah akibat gaya-gaya alami atau pengolahan tanah, sehingga sebagian
unsur yang berikatan terlepas.
Pada bagian kisi kristal rusak atau patah, unsur oksigen (O) dan hidrogen (H) berada dalam ikatan
kovalen. Kekuatan ikatan tergantung pada pH. Bila nilai pH rendah, maka cairan tanah didominasi ion H+
,
muatan kisi-kisi adalah positif karena ion OH-
di ikat oleh ion H+
menjadi molekul air yang netral. Sebaliknya
bila pH tinggi, ion OH-
dominan dan muatan kisi negatif karena ion H+
berikatan dengan sebagian OH-
.
Sifat muatan liat yang dipengaruhi perubahan pH ini disebut muatan bergantung pada pH (pH-dependent
charge). Mekanisme perubahan adalah sebagai berikut:
Muatan listrik pada substitusi isomorfik tidak dipengaruhi perubahan pH; sehingga disebut muatan
tidak bergantung pH (muatan permanen, permanent charge).
Muatan Listrik pada Bahan Organik/Humus
Muatan listrik pada humus mirip dengan muatan liat mengalami kerusakan pada kisi-kisinya. Contoh
bagan susunan koloidal disajikan dalam Gambar 1.6. Gugus hidroksi fenolat (-O-
) terikat pada cincin
aromatik, sedangkan gugus karboksil (-COO-
) terikat pada atom karbon lain. Bagan tersebut menyerupai
struktur liat silikat dan menunjukkan adanya jerapan permukaan (surface adsorption), meskipun jerapan
juga terjadi dalam struktur padatan (misel).
Seperti liat kisi-kisi patah, muatan humus sangat bergantung pada pH. Pada suasana sangat masam,
ion hidrogen terikat erat dan tidak mudah diganti kation lain. Dengan penambahan unsur basa maka ke-
alkalian naik; mula-mula ion hidroksil-fenolat berionisasi, kemudian hidrogen dari grup fenolat digantikan
20
oleh kalsium, magnesium, atau kation lain. Sifat muatan bahan organik bergantung pH mempengaruhi nilai
KTK yang berubah dengan perubahan pH pada tanah kaya bahan organik.
Nisbah C/N Tanah dan Tanaman
Bahan organik acapkali digunakan dalam ameliorasi tanah bermasalah terutama berkaitan dengan
sifat fisik. Dalam praktek sehari-hari pemberian bahan organik disebut pemupukan dan bertujuan
meningkatkan produksi. Untuk itu, dibutuhkan jumlah banyak karena kadar unsur terkandung dalam bahan
organik umumnya rendah. Sebagai contoh, kadar N pupuk kandang hanya sekitar 2% dan cukup rendah
dibandingkan 46% dalam urea. Dengan demikian, lebih tepat bila bahan organik dikatakan sebagai pupuk
tanah dan pupuk artisifial (pupuk pabrik, pupuk anorganik) adalah pupuk tanaman.
Dalam praktek pertanian, bahan organik dikenal sebagai pupuk hijau, pupuk kandang, kompos, atau
humus. Tingkat dekomposisi bahan-bahan ini diketahui dari kandungan karbon dan nitrogen. Unsur
karbon dan nitrogen dibutuhkan oleh jazad mikro dekomposer sebagai sumber energi dan hara. Antara
jazad mikro dengan tanaman terjadi kompetisi dalam memperoleh nitrogen. Umumnya jazad mikro lebih
mampu, sehingga tanaman menunjukkan kekurangan (defficiency) nitrogen. Pengikatan N dalam tubuh
jazad dinamakan imobilisasi nitrogen; dijumpai pada tanah diberi bahan organik belum terdekomposisi
sempurna. Imobilisasi bersifat sementara dan dilepas kembali begitu jasad mati. Pelepasan N ditandai
pertumbuhan tanaman normal dan nisbah C/N tamah berada antara 10 sampai 15.
Nisbah C/N lazim digunakan sebagai petunjuk (indikator) kemudahan dekomposisi bahan organik.
Makin tinggi C/N makin sukar terdekomposisi. Jerami padi mempunyai nilai C/N lebih tinggi dari kedelai
sehingga dekomposisinya lebih lama. Contoh komposisi karbon dan nitrogen serta nisbah C/N beberapa
jenis bahan disajikan pada Tabel 4.
Bila jerami padi dimasukkan ke dalam tanah, dengan waktu nisbah C/N 44 turun mendekati 10.
Dalam proses pembentukan kompos, dekomposisi dipercepat melalui penambahan nitrogen dan kapur
untuk memacu perkembangan jazad. Karena dekomposisi membutuhkan waktu, maka pemberian bahan
organik ke dalam tanah dianjurkan dua atau tiga minggu sebelum tanam, atau jerami terlebih dulu
dikomposkan. Tujuannya menjaga agar tanaman tidak kekurangan N akibat kompetisi dengan jazad.
21
Tabel 4. Komposisi Beberapa Jenis Bahan Diberikan ke
dalam Tanah (Kalpage, 1967)
BAHAN KARBON NITROGEN C/N
(%)(%)
Organik, seluruh tanaman: 45 - 50 1.5 - 3.5 15 - 30
Jerami padi 34.6 0.78 44
Kacang-kacangan 50.0 2.0 - 3.5 13 - 25
Pupuk kandang 30.9 2.15 14
Kompos 18.7 1.77 11
Serbuk gergaji - - 40
Kue kacang tanah 44.9 7.92 6
Darah beku 41.5 11.10 4
Peran Organisme Tanah
Organisme berukuran dari beberapa kali hingga beberapa ribu kali partikel liat.. Dalam kasus umum
dalam ekosistem, organisme lebih besar memakan yang lebih kecil, sebab bentuk ini tidak berisiko
terhadap kesehatan mereka tidak dapat membela diri dan berukuran makanan. Warna latar belakang
membagi mereka dengan ukuran fauna dalam mikro - (kecil), meso- (sedang) dan makro - (besar)
(Coleman & Crossley dalam 'Fundamentals of soil ecology’, 1996), menempatkan fungsi dan hubungan
terhadap daur hara dan struktur tanah pada grup ini melalui cara berikut:
Daur hara Struktur tanah
Mikroflora
(bakteri + fungi)
Katabolis bahan organik.
Mineralisasi dan imobilisasi
unsur hara.
Menghasilkan senyawa organik yg mengikat agregat.
Hypha mengikat partikel membentuk agregat.
Mikrofauna Mengatur populasi bakteri dan
fungi. Mengubah turn-over
unsur hara.
Bisa berpengaruh terhadap struktur agregat melalui
interaksi dengan mikroflora.
Mesofauna Mengatur populasi bakteri dan
fungi. Mengubah turn-over
unsur hara . Memperkecil residu
tanaman.
Menghasilkan butiran halus. Membuat bio-pori.
Merangsang humifikasi.
Makrofauna Memperkecil residu tanaman.
Merangsang aktivitas mikroba.
Mencampur partikel bahan organik dan mineral.
Meredistribusi bahan organik dan
mikroorganisme.Membuat bio-pori. Merangsang
humifikasi. Menghasilkan butiran halus.
22
DAFTAR PUSTAKA
Loughnan, F.C. 1969. Chemical Weathering of the Silicate Minerals. American Elsevier Publ. Co., Inc. New York.
Syekhfani. 2010. Hubungan - Hara – Tanah - Air – Tanaman. Dasar Kesuburan Tanah Berkelanjutan. Edisi ke-2.
PMN – ITS, Surabaya, 247 p.
Tisdale, S.L. dan W.L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizer. McMillan Publ. Co., Inc. New York.
PROPAGASI
TUGAS
1.Tugas Individu (Batas Akhir penyerahan satu Minggu setelah kuliah materi).
2. Berikan ulasan singkat (satu halaman) bagaimana terjadi sifat pengendali pada komponen tanah.
23
1.3. Unsur Hara dalam SistemTanah-Tanaman – Materi-3
Tujuan:
1. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis unsur hara serta sumber utamanya di alam.
2. Mahasiswa mengetahui peran utama unsur hara bagi pertumbuhan tanaman.
Penilaian:
KomponenPenilaian Persentase
Tugas Individual 5
Peran kunci pupuk sebagai sumber unsur hara telah diketahui dengan jelas dalam sistem
perharaan tanaman. Saat ini tidak kurang dari 16 unsur hara esensial dibutuhkan tumbuhan hijau untuk
kehidupannya.
Disebut unsur hara esensial, karena tanaman tidak akan dapat hidup tanpa unsur-unsur tersebut,
dan bila kekurangan tumbuh tidak normal. Ke 16 unsur hara tersebut adalah: karbon (C), hidrogen (H),
oksigen (O), nitrogen (N), Fosfor (P), sulfur (S), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), besi (Fe),
mangan (Mn), seng (Zn), tembaga (Cu), molibdenum (Mo), boron (B), dan khlor (Cl). Tumbuhan hijau
memperoleh karbon sebagai karbon-dioksida dari udara; oksigen dan hidrogen dari air, sedang unsur lain
diambil dari dalam tanah. Berdasar pada keberadaan dalam tanaman secara normal. Unsur hara nitrogen,
fosfor, sulfur, kalium, kalsium, dan magnesium, dikenal sebagai unsur hara esensial makro, karena
dibutuhkan dalam jumlah relatif banyak; sedang unsur hara mikro esensial dibutuhkan relatif sedikit,
adalah besi, mangan, tembaga, seng, boron, molibden, dan khlor.
Hidup tersusun dari senyawa karbon, disimpan dlm tanaman dan hewan, juga dalam tanah. Energi
organisme tanah hanya berasal dari berbagai jenis senyawa karbon yg didaur-ulang ke tanah. Planet bumi
dibedakan menjadi biosfer (lapisan kehidupan), selapis tipis gas, tanah dan cairan di mana semua
kehidupan berada. Planet (diameter 12,000 km), apa penyusunnya? Dengan tekanan permukaan 1
atmosfer, sama dengan 1 kg/cm2, kolom udara 10,000 kg setiap meter persegi, mengandung nitrogen
(~8000kg) dan oksigen (~2000kg) dan 3 kg karbondioksida (CO2) atau sekitar 1kg. Jadi, sedikit sekali
karbon di bagian atas, ditangkap oleh tanaman (lihat Gambar 1).
Tanaman memproduksi bahan tanaman dari unsur hara tanah, air dan karbondioksida,
menggunakan energi cahaya. Ia dinamakan produksi primer. Diagram di bawah menunjukkan aliran
karbon (sama dengan aliran energi). Pada bagian kiri dpt dilihat suatu tanaman menangkap sinar dan CO2
dari udara dan melepas oksigen. Pd malam hari, di mana tdk ada sinar matahari, tanaman melaakukan
respirasi seperti halnya dilakukan hewan, mengambil oksigen dan melepas CO2. Anehnya, proporsi
produksi primer yg banyak (50%) tidak tampak di bawah tanah, di mana dalamnya tumbuh sistim
perakaran dan makanan organisme tanah. Hanya 50% digunakan untuk pertumbuhan atas tanah. Hal ini,
antara 10 dan 40% digunakan utk pertumbuhan, tergantung pada tipe tanaman, umur dan jenis panen.
Bila tanaman secara teratur digembalakan, pertumbuhan biomas adalah rumput, berjumlah tdk lebih dari
40%. Sisa 10% hilang melalui daun gugur. Seresah daun ini didekomposisi oleh fungi dan bakteri,
menyumbang energi bagi biota tanah, melalui pemberian hara ke tanah.
24
Gambar 1. Proses Produksi Primer Tanaman (Materi Kuliah SFN-MAES, 2011)
Semua unsur hara tanaman, kecuali karbon, hidrogen dan oksigen, berasal dari tanah. Sistem tanah
digambarkan oleh para pakar tanah terdiri dari fase padat, cair, dan gas. Fase ini secara fisik dapat
terpisah-pisah. Perharaan tanaman berbasis pada fase padat berdisosiasi dengan fase cairan; kebiasaan
lintasan masuk ke dalam sistem tanaman melalui akar dan sel-sel tanaman. Lintasan ini dapat dinyatakan
dalam bentuk persamaan:
M (padatan) -> M (larutan) -> M (akar tanaman) -> M (tajuk tanaman)
Di mana 'M', adalah unsur hara bergerak kontinyu melalui sistem tanah menuju tanaman.
Operasional sistem ini tergantung pada energi matahari melalui aktivitas fotosintesis dan metabolisme.
Kejadian ini merupakan fenomena alami sederhana, namun dapat dijelaskan secara detail melalui proses
fisik dan fisiko-kimia berkaitan dengan reaksi-reaksi dan lintasan. Transfer aktual di alam menempati
muatan ion-ion, berupa bentuk di mana unsur makanan tanaman dijumpai dalam larutan (fase cair dalam
sistem). Akar tanaman mengangkut ke atas unsur-unsur dari tanah dalam bentuk ion-ion. Muatan ion-ion
positif disebut 'kation' meliputi kalium (K+
), kalsium (Ca2+
), magnesium (Mg2
+), besi (Fe2+
), tembaga
(Cu2+), seng (Zn
2+
), dan lain-lain. Ion-ion bermuatan negatif disebut ‘anion, contohnya nitrat (NO
3-
), mono
fosfat (H2PO4
-
), sulfur (SO4
2-
), Khlor (Cl-
), dan lain-lain.
Oleh karena hampir seluruh unsur hara esensial tanaman diambil dari dalam tanah, maka tanah
berperan sangat penting sebagai sumber unsur hara; di samping sebagai medium tumbuh akar tanaman.
Sebagian unsur hara diikat kompleks jerapan dan sebagian lagi larut sebagai senyawa atau ion dalam
cairan tanah. Jumlah unsur terjerap dan larut menentukan kapasitas dan intensitas ketersediaan.
Sebagai gambaran, status unsur total dan tersedia dalam tanah dan jaringan tanaman disajikan pada
Tabel 5.
25
Tabel 5. Kisaran Normal Kadar Unsur Hara dalam Tanah dan Tanaman
(Isaac dan Kerber, 1971)
Unsur Unsur Tanah (Total) Tanah Terekstrak) (ppm) Tanaman
P 0.05 - 0.25 % P2O5 0,5 – 500 0,03 - 1.0%
K 0,1 - 4 % K2 O 50 - 4 000 0,2 - 10.0%
Ca 2.5 % CaO 100 - 15 000 0,1- 10.0%
Mg 0,1 - 2 % MgO 10 - 3 000 0,05 - 2%
S 0,05 - 0.4 % SO3 5 - 50 0,1 - 1%
Fe 0,1 - 8 % Fe2O3 10 - 1 000 20 - 200 ppm
Mn 0-0.5% MnO 2 - 500 5-5000 ppm
Cu 2-200(1-1000) ppm 0.5 – 100 1-25 ppm
Zn 10-300 ppm 1 - 100 5-300 ppm, (5-1500) ppm
B 3-200 ppm 0.1 - 2 10-100 ppm, (5-1500) ppm
Mo 0.2-5% 0.5 –10 0.01-25 ppm
Angka di antara kurung ( ), adalah kisaran yang pernah dilaporkan
Data di atas belum menunjukkan kondisi ketersediaan aktual tanaman karena masih sangat
tergantung pada sifat dan perilaku masing-masing unsur hara. Oleh sebab itu, sifat dan perilaku tersebut
penting dipelajari untuk tujuan pengendalian.
DAFTAR PUSTAKA
Isaac, R.A. dan J.D. Kerber. 1971. Atomic absorption and flame photometry: Techniques and uses in soil, plant, and water
analysis. In L.M. Walsh (ed), Instrumental methods for analysis of soils and plant tissue. Soil Sci. Soc. of Amer.,
Inc. Ma., Wisc. USA.
Syekhfani. 2010. Hubungan - Hara – Tanah - Air – Tanaman. Dasar Kesuburan Tanah Berkelanjutan. Edisi ke-
2. PMN – ITS, Surabaya, 247 p.
PROPAGASI
TUGAS
1. Tugas Individu (Batas Akhir penyerahan satu Minggu setelah kuliah materi).
2. Berikan ulasan singkat (satu halaman) dari mana saja unsur hara diperoleh tanaman dan bagaimana
tanaman menyerap (uptake) masing-masing unsur tersebut.
26
2.1. Unsur Hara Makro
2.1.1. Nitrogen: – Materi-4
Tujuan:
1. Mahasiswa mengetahui sumber dan sifat perilaku unsur hara nitrogen.
2. Mahasiswa mengetahui analisis dan interpretasi status unsur nitrogen.
Penilaian:
KomponenPenilaian Persentase
Tugas Individual 10
Nitrogen adalah unsur yang berpengaruh cepat terhadap pertumbuhan tanaman. Bagian
vegetatif berwarna hijau cerah hingga gelap bila kecukupan N; karena ia berfungsi sebagai regulator
penggunaan kalium, fosfor dan unsur-unsur lain dalam proses fotosintesis. Bila kekurangan N, tanaman
kerdil dan pertumbuhan perakaran terhambat. Daun-daun berubah kuning atau hijau kekuningan
(khlorosis, kekurangan khlorofil) dan cenderung gugur. Di lain pihak, bila N berlebihan akan terjadi
penebalan dinding sel; jaringan bersifat sukulen (berair), dan mudah rebah atau terserang hama penyakit.
Sumber
Nitrogen disediakan secara cepat oleh batuan dan mineral batuan beku, tetapi komponen utama
adalah berasal dari atmosfer (79%). Di sini dijumpai molekul gas yg sangat stabil (N2), merupakan bagian
yg tidak mudah lepas. Di bagian atas atmosfer dapat dibagi menjadi radikal (N+.N+) oleh radiasi
ultraviolet, segera bersenyawa dengan oksigen menjadi berbagai oksida nitrat (2NO, NO, NO2), dan
kemudian dengan air membentuk asam nitrat fertil (3NO2 + 3H2O = 2HNO3 + NO). Tsenyawa ini juga
pembentuk inti awan hujan melalui energi tinggi muatan petir.
Tahun 1914 ilmuan Jerman Fritz Haber dan Carl Bosch,pemenang hadiah Nobel menemukan proses
fiksasi nitrogen secara industri dari nitrogen murni dikombinasikan dengan amoniak (NH4) sebagai
methane (CH4), menggunakan gas alam sebagai sumber energi. Sebagian amoniak direaksikan dengan
karbon dioksida menghasilkan urea, pupuk lambat tersedia (slow-release fertiliser). Sisa amoniak
dikonversikan menjadi amonium nitrat (NH3.NO3), pupuk sangat cepat tersedia dan berdaya tinggi. Oleh
karena biaya gas alam sangat murah, pupuk buatan baru ini memegang kendali dalam revolusi hijau
(green revolution), bersama dengan kultivar unggul produksi tinggi.
Nitrogen tanah berasal dari berbagai sumber, yaitu: (1) hasil dekomposisi bahan organik; (2)
penambatan gas N2 atmosfer oleh bakteri Rhizobium bersimbiose dengan tanaman leguminosae; (3)
penambatan gas N2 atmosfer non-simbiotik oleh jazad mikro tanah seperti Azotobacter dan Clostridium;
(4) penambatan gas N2 atmosfer oleh ganggang hijau biru bersimbiose dengan paku air, (5) terdapat
dalam air hujan; (6) terbawa asap gunung berapi; dan (7) sebagai pupuk organik maupun anorganik.
Keseimbangan N di alam secara global dapat dilihat pada Tabel 6; dan jumlah N ditambat secara
tepat belum diketahui, tetapi ada hubungannya dengan jenis tanaman seperti ditunjukkan dalam Tabel 7.
27
Penambatan N simbiotik oleh ganggang hijau biru dilakukan Anabaena-azollae bersimbiose dengan
pakis air (Azolla-pinnata). Pada tanah sawah, asosiasi Azolla - Anabaena diketahui mampu menambat N
bebas 100 hingga 150 kg N tiap hektar per tahun, dengan biomas 40 hingga 60 ton Azolla.
Tabel 6. Keseimbangan Nitrogen di Bumi (Yamaguchi, 1976)
Kegiatan Biologi/Non Biologi Luas
(dalam juta Ha)
N2 yang di
tambat
(kg/ha/th)
N2 yang di tambat
(juta ton/th)
Penambatan Biologik:
- Legum
Non-Legum
- Sawah
-Tipe Tanah/Vegetasi
- Marin
250 55-140 14-35
1.015 5 5
135 30 4
12.000 25-30 30-35
36.000 0.31 10-36
Penambatan Industrial 30
Penambatan atmosferik 7.6
Penambatan juvenil 0.2
Denitrifikasi:
-Daratan
-Marin
13.400 3 43
36.100 1 40
Hilang ke sedimen 0.2
Tabel 7. Nitrogen yang Ditambat dari Asosiasi Rhizobium-Legum (NAS, 1979)
Tanaman Legum Kisaran Kira-kira (kg/ha/th)
Alfalfa, Medicago sativa 100-300
Sweet Clover, Melilotus sp 125
Clover, Trifolium sp. 100-150
Kacang Tunggak, Vigna unguiculata 85
Faba Bean, Vicia vaba 240-325
Lentil, Lens sp. 100
Kacang Tanah, Arachis hypogea 50
Kedelai, Glycine max 60-80
Kacang Hijau, Vigna radiata 55
Koro Benguk, Mucuna pruriens 115
Rumput Legum, Desmodium sp.
Lezpedeza sp. 100-400
Lupin, Lupinus sp. 150-200
28
2
2 3
Sifat dan Perilaku
-
Nitrogen diambil akar dalam bentuk ion NH4
+
dan NO3 . Di dalam tanah, nitrogen bersifat mobil dan
mudah mengalami perubahan bentuk (transformasi). Pada kondisi tertentu ia menjadi tidak tersedia
karena terikat atau terfiksasi. Perubahan-perubahan ini umumnya dilakukan oleh jazad mikro tanah.
Beberapa di antaranya jazad mikro spesifik kondisi aerobik atau anaerobik. Aktivitas jazad, di satu pihak
menyediakan N bagi tanaman, tetapi di lain pihak menyebabkan ketidak-tersediaan.
Nitrogen tanah kebanyakan berada dalam bentuk senyawa organik. Perombakan merupakan proses
dekomposisi atau mineralisasi senyawa N dari kompleks menjadi lebih sederhana; dengan urutan, yaitu:
aminisasi, amonifikasi, dan nitrifikasi. Proses-proses tersebut diterangkan sebagai berikut:
 Aminisasi, adalah proses pelepasan senyawa amina dari perombakan senyawa organik mengandung
nitrogen, dalam hal ini adalah protein:
Protein R-NH4+ + CO2 + senyawa lain + energi
 Amonifikasi, adalah proses pelepasan amoniak dari hasil aminisasi protein:
RNH2 + HOH R-OH + NH3 + energi
Alkohol amoniak
NH3 + HOH NH4
+
+ OH-
Amonium
 Nitrifikasi, adalah proses pembentukan nitrit dan nitrat dari hasil amonifikasi:
NH4
+
+ O2 NO -
Nitrit
+ 4 H+
(a)
NO -
+ 2H+
+ O2 NO -
+ H2O (b)
Nitrat
Dalam proses dekomposisi, mineralisasi, aminisasi dan amonifikasi yang berperan adalah jazad
heterotrof; dan nitrifikasi dilakukan oleh jasad autotrof, terjadi pada kondisi aerobik. Pada proses
nitrifikasi, jasad mikro yang berperan adalah: proses (a) dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas dan
Nitrosoccus; sedang proses (b) dilakukan oleh Nitrobacter. Apabila proses (b) mengalami hambatan,
maka dalam tanah terjadi penimbunan NO2- yang dapat bersifat racun bagi akar tanaman. Nitrifikasi
terjadi pada kondisi aerobik karena bersifat oksidatif. Pada kondisi anaerobik, Bacterium-denitrificans
menggunakan oksigen dari NO2- dan N03-, sehingga kedua ion berubah menjadi gas dan hilang ke
atmosfer. Proses ini disebut denitrifikasi (c).
 Denitrifikasi:
NO3
-
NO2
-
NO, N2O, N2 (c)
gas nitrogen
Proses amonifikasi dan nitrifikasi merupakan mekanisme penyediaan unsur hara karena ion NH4+
dan NO3- merupakan bentuk tersedia. Sedangkan proses denitrifikasi merugikan karena N hilang ke
atmosfer berupa gas. Tidak semua ion N03; sebagian tercuci ke lapisan lebih bawah karena N03-
bermuatan negatif tidak diikat oleh komponen tanah yang bermuatan sama. Pencucian NO3- seringkali
menjadi masalah bagi kesuburan N terutama pada tanah bertekstur pasir.
Tidak semua ion NH4+ aman karena ia dapat mengalami fiksasi, yaitu terperangkap di antara
lempeng liat terutama dengan adanya ion K. Bila ion K+ berada dalam jumlah banyak, fiksasi amonium
terjadi akibat K+ yang mempunyai jari-jari ionik relatif sama dengan NH4+ menghalangi pergerakan ion
terakhir ini sehingga tidak tersedia. Mekanisme fiksasi diterangkan dalam Gambar 2.1.
29
4
Mekanisme lain menjadi penyebab ketidak-tersediaan nitrogen adalah imobilisasi, yaitu N yang
semula tersedia menjadi tidak tersedia akibat di-inkorporasi (di ikat masuk) ke dalam tubuh jasad mikro
karena N merupakan unsur hara esensial bagi jasad. Nitrogen kembali tersedia bila jasad mikro mati dan
dirombak.
Perubahan atau transformasi N tanah selain dilakukan jasad mikro secara biologis; juga melalui
proses fisika, kimia, atau fisiko-kimia. Penguapan N menjadi gas nitrogen pada suhu atau kandungan
karbonat tinggi, disebut volatilisasi. Proses ini menjadi masalah terutama di daerah kering dan/atau
kalkareus; dan percobaan N di kamar-kaca di mana suhu tinggi pada siang hari.
NH +
+ CO3
2-
NH3 + HCO3
-
Amonium Karbonat Amoniak Bikarbonat
Perilaku nitrogen dapat menjelaskan perubahan N, berkaitan dengan pemupukan. Pemberian
urea, ZA, Amofos, DAP, atau amonium-nitrat, pada tanah sawah seringkali kurang efisien; bila disebar
rata di permukaan. Ion NH4+ dioksidasi menjadi N03-, tercuci ke lapisan reduktif atau ikut air irigasi. Di
lapisan reduktif, N03--mengalami denitrifikasi. Oleh karena itu, hanya sebagian N diambil tanaman,
sebagian lagi hilang. Ketidak efisienan pemberian N secara sebar-rata di permukaan tanah dapat diatasi
bila pupuk amonium dibenamkan (Ponammperuma, 1964). Mekanismenya pada Gambar 2.2.
Teknik mengantisipasi kehilangan N melalui aplikasi sebar-rata di permukaan tanah sawah, antara
lain dilakukan dengan melapisi atau memperbesar butir pupuk agar bersifat lambat tersedia (slow
release). Sebagai contoh sulfur terselimut urea (SCU, urea dibungkus sulfur); super granular urea (SGU,
urea butir besar); mudball urea (MBU, urea kelereng lumpur), bricket urea (urea pasta), dan pellet urea
(urea tablet). Bentuk-bentuk ini lambat larut karena menghambat proses nitrifikasi merupakan alternatif
mengefisienkan pupuk amonium. Kegiatan bakteri nitrifikasi dicegah dengan menggunakan senyawa
kimia penghambat (inhibitor), misalnya nitrapyrin. Zat penghambat banyak diteliti dan dikembangkan
di International Rice Recearch Institute, Filipina, tetapi sulit diaplikasikan karena khawatir dapat
membunuh jazad penting.
Waktu pemberian yang tepat merupakan kunci efisiensi pemberian pupuk N. Pemberian secara
split sebelum dan setelah tanaman berumur tertentu ditujukan agar serapan N lebih efisien dengan
memperhatikan perkembangan sistem perakaran. Cara ini disebut sinkronisasi pemberian pupuk dan
merupakan konsep yang rasional.
Pada umumnya petani lebih menyukai pemberian pupuk N secara sebar-rata dipermukaan
(broadcasting), dibandingkan dibenamkan (dipping) di lapisan reduksi. Karena itu, usaha untuk
membenamkan pupuk amonium ke lapisan reduktif melalui pengembangan berbagai teknik aplikasi,
masih sulit diadopsi petani meskipun secara teori lebih efisien.
Analisis dan Interpretasi
Perkembangan metode analisis nitrogen tanah sampai saat ini sangat pesat. Namun beberapa di
antaranya ada yang sulit digunakan secara rutin, karena bersifat terlalu spesifik. Metode standar yang
paling umum adalah oksidasi katalitik, di mana N-organik dan anorganik diubah menjadi bentuk
amonium, menggunakan distilator Kjeldahl. Metode ini digunakan pula untuk ekstrak ion NH4+ yang
terikat pada lempeng liat.
Meskipun pengukuran dengan metode yang sama seringkali menunjukkan hasil berbeda, namun
kisaran nilai harkat yang disajikan dalam Tabel 8 dapat digunakan mengevaluasi kandungan N total secara
umum.
Sebagai catatan tambahan, serapan N akan menurun bila dalam tanah terdapat khlor. Pengaruh
pH rendah terhadap ketersediaan N juga perlu diperhatikan sehubungan dengan aktivitas jasad mikro
menurun sehingga N tersedia rendah, meskipun total N tinggi. Pada pH sangat rendah, perombakan
bahan organik terhenti dan terjadi gambut. Keadaan spesifik ini perlu diperhatikan agar interpretasi tidak
keliru.
30
Tabel 8. Kisaran Nilai Harkat Nitrogen dalam Tanah
(Landon, 1986)
KANDUNGAN NITROGEN NILAI HARKAT
Metode Kjeldahl (% bobot)
>1.0 Sangat tinggi
0.5 - 1.0 Tinggi
0.2 - 0.5 Sedang
0.1 - 0.2 Rendah
<0.1 Sangat rendah
DAFTAR PUSTAKA
Herrera, E. 2000. College of Agriculture and Home Economics. New Mexico State University. Soil Analysis - Panduan A-
122.
Landon, J.R. (ed). 1984. Booker Tropical Soil Manual. Booker Agric. Intern. Ltd.
Ponnamperuma, F.N. 1964. Problems rice soils. A Paper Presented at Intern. Rice Res. Con., IRRI, Los Banos, Laguna,
The Philippines.
Syekhfani. 2010. Hubungan - Hara – Tanah - Air – Tanaman. Dasar Kesuburan Tanah Berkelanjutan. Edisi ke-2. PMN –
ITS, Surabaya,
247 p.
Tisdale, S.L. dan W.L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizer. McMillan Publ. Co., Inc. New York.
PROPAGASI
TUGAS
1. Tugas Individu (Batas Akhir penyerahan satu Minggu setelah kuliah materi).
2. Berikan ulasan singkat (satu halaman) darimana tanaman memperoleh unsur hara Nitrogen.
3. Berikan ulasan singkat (satu halaman) mengapa Anda perlu mengetahui sifat dan perilaku unsur hara
Nitrogen. Resume sifat perilaku tersebut!
31
2.1.2. Sulfur: – Materi-5
Tujuan:
1. Mahasiswa mengetahui sumber dan sifat perilaku unsur hara sulfur.
2. Mahasiswa mengetahui analisis dan interpretasi status unsur sulfur.
Penilaian:
KomponenPenilaian Persentase
Tugas Individual 5
Sumber
Plankton memegang peranan penting dalam daur hara kembali ke lahan. Pada kahir tahun 70-an
telah diketemukan oleh ilmuan James Lovelock, bahwa sulfur dihasilkan oleh beberapa Fito-plankton
sebagai dimethyl sulfide (CH3.S.CH3), suatu gas dengan mudah keluar dari air laut. Dalam atmosfer, gas
ini, oleh karena kesamaan kutub dengan molekul air (H.O.H), menarik uap air dan membantunya
terkondensasi seputar inti dari satu molekul dimetil sulfida. Sifat ini menjadikannya menjadi satu agen
penyebab terjadinya pembuat awan, memegang peranan penting dalam daur ulang air maupun daur
sulfur. Dimetil sulfid masuk ke dalam tanah melalui air hujan, dengan mudah menyatu dengan struktur
tanah. Oleh karena plankton ditunjukkan berpengaruh terhadap pembentukan awan dan juga albedo
tanah (reflectance),diduga ia berperan penting terhadap pergerakan suhu planet dan penahan kuat
terhadap pemanasan global. Hal ini didiskusikan lebih detail dalam pembahasan tentang pemansan. Daur
lain mungkin berkaitan dengan keberadaan unsur mikro.
Belerang dalam tanah berasal dari berbagai sumber, yaitu: (a) mineral mengandung belerang, (b)
dekomposisi bahan organik, (c) abu sisa pembakaran, (d) asap pabrik ataupun kendaraan ber motor, dan
(e) bahan kimia mengandung S. Permasalahan belerang antara lain muncul akibat:
 Penggantian pupuk N beranalisis rendah dan berikutan S (ZA) dengan N beranalisis tinggi (urea),
 Penggantian pupuk K berikutan S (ZK) dengan tanpa S (KCl, MOP),
 Beralihnya penggunaan pestisida mengandung S menjadi berbahan aktif P atau unsur lain, dan
 Pengangkutan bahan panen ke luar lahan terus menerus sehingga S dalam tanah menjadi rendah.
Selain itu, lahan-lahan jauh dari gunung berapi, pusat industri, atau jalan raya dilalui kendaraan
bermotor cenderung mengalami defisiensi sulfur.
Sifat dan Perilaku
2- 2-
Bentuk belerang tersedia bagi tanaman adalah berupa SO3 , SO4 , SO2 (gas). Sifat dan perilaku S
mirip dengan N, baik perubahan-perubahan dalam tanah maupun bentuk senyawa dalam tanaman;
hanya bedanya S3-
atmosferik dapat diserap langsung oleh tanaman sedang N-atmosferik tidak. Di dalam
tanaman baik S maupun N merupakan penyusun asam amino dalam pembentukan protein. Gejala
defisiensi N dan S ditandai menguningnya daun karena mengalami khlorosis; pada N dimulai dari daun
tertua (terbawah) sedang S merata untuk seluruh jenis daun.
32
Seperti halnya N, pelepasan S dari bahan organik (protein) terjadi dengan bantuan jazad mikro
tanah pada kondisi oksidatif menghasilkan ion SO4
2-
. Begitu terjadi perubahan kondisi menjadi reduktif,
maka ion SO4
2-
direduksi menjadi gas H2S dan bila terdapat besi reduksi (Fe2+
) akan terbetuk pirit yang
mengendap dan sukar larut. Reaksinya sebagai berikut:
 Mineralisasi: (bantuan Bacterium thiooxidans)
Bahan organik (protein) Asam amino SO4
2-
 Reduksi Sulfat: (bantuan Bacterium desulforicans)
SO42-
S2-
S2-
+ H+
H2S (gas)
S2-
+ Fe2+
FeS (pirit)
Pada tanah-tanah cekung dan selalu tergenang masalah kehilangan S menjadi gas atau terbentuk
endapan pirit merupakan indikasi bahwa drainase jelek dan kondisi tanah adalah reduktif. Pada keadaan
ini pemupukan belerang menjadi tidak efektif bila tidak dilakukan perbaikan drainase. Belerang
elementer (So
) seringkali diberikan ke dalam tanah untuk maksud menurunkan pH. Apabila hal ini
dilakukan, diperlukan masukan bahan organik agar proses oksidasi yang melibatkan aktivitas jazad mikro
tanah berjalan dengan baik. Oksidasi belereng elementer menjadi ion sulfat memberikan ekses ion H
sehingga menurunkan pH tanah.
Interpretasi Hasil Analisis
Meskipun SO4-S merupakan bentuk diserap tanaman, pengukuran sulfat jarang menunjukkan
suatu penduga yang nyata terhadap level S dalam tanah, oleh karena ion sulfat seringkali dapat berubah
melalui disosiasi dan pengukuran sangat tergantung kondisi pengambilan contoh. Hal yang sama juga
untuk pengukuran sulfat organik dalam hubungannya dengan laju pelepsan S menjadi bentuk lebih
tersedia. Hanya dapat dilakukan pendugaan sangat terbatas terhadap status S tanah diukur (Tabel 8).
Tabel 8. Interpretasi Hasil Pengukuran S (Landon, 1984)
Pengukuran S Level S Pemunculan
Total S <200 ppm Defisiensi
S Tersedia (Morgan) < 3 ppm Defisiensi
S Tersedia (jenuh) > 30 me/l Kelebihan
S (terekstrak)*) 6-12 ppm Batas repon
*)Berbagai metode
33
DAFTAR PUSTAKA
Herrera, E. 2000. College of Agriculture and Home Economics. New Mexico State University. Soil Analysis - Panduan A-
122.
Landon, J.R. (ed). 1984. Booker Tropical Soil Manual. Booker Agric. Intern. Ltd.
Syekhfani. 2010. Hubungan - Hara – Tanah - Air – Tanaman. Dasar Kesuburan Tanah Berkelanjutan. Edisi ke-2.
PMN – ITS, Surabaya, 247 p.
Tisdale, S.L. dan W.L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizer. McMillan Publ. Co., Inc. New York.
PROPAGASI
TUGAS
1.Tugas Individu (Batas Akhir penyerahan satu Minggu setelah kuliah materi).
2.Berikan ulasan singkat (satu halaman) mengapa Anda perlu mengetahui sifat dan perilaku unsur hara sulfur.
Resume sifat perilaku tersebut!
34
2.1.3. Fosfor: – Materi-6
Tujuan:
1. Mahasiswa mengetahui sumber dan sifat perilaku unsur hara fosfor.
2. Mahasiswa mengetahui analisis dan interpretasi status unsur fosfor.
Penilaian:
KomponenPenilaian Persentase
Tugas Individual 10
Unsur kedua setelah N yang menyebabkan pertumbuhan kritis pada tanaman di lapangan
adalah fosfor (P). Defisiensi unsur P nyata akibatnya karena serapan-serapan unsur lain bisa terhambat.
Peran fosfor bagi tanaman melalui pengaruhnya terhadap pem-bungaan, pembentukan buah dan
biji, pemasakan tanaman, perkembangan akar, ketahanan terhadap penyakit, dan lain-lain. Jumlah
fosfor dalam mine-ral lebih banyak dibandingkan dengan nitrogen, tetapi jauh lebih sedikit dari kalium,
kalsium, dan magnesium. Penting diketahui bahwa hampir semua fosfor dalam tanah tidak tersedia
bagi tanaman. Juga bila diberikan sebagai pupuk tersedia, fosfor sering kali menjadi tidak tersedia
akibat "fiksasi".
Bentuk Senyawa
Fosfor dalam tanah berada dalam bentuk senyawa organik maupun anorganik. Bila dalam bentuk
organik, maka perombakan merupakan proses penting dalam penyediaan P bagi tanaman. Fosfor dalam
mineral misalnya apatit, strengit, varasit, dan lain-lain, lebih sulit tersedia. Fosfor organik dijumpai
sebagai senyawa fitin, asam nukleat, dan lain-lain dan ada pendapat bentuk P-organik ini tersedia bagi
tanaman. Fosfor anorganik umumnya dijumpai sebagai:
 Senyawa Ca, Fe, dan Al:
Senyawa Rumus Kelarutan
Fluor-apatit 3 Ca3(PO4)2.CaF
Karbonato-apatit 3 Ca3(PO4)2.CaCO3
Hidroksi-apatit 3 Ca3(PO4)2.Ca(OH)2
Oksi-apatit 3 Ca3(PO4)2.CaO
Trikalsium-fosfat Ca3(PO4)2
Dikalsium-fosfat CaHPO4 naik
Monokalsium-fosfat Ca(H2PO4)2
35
 Senyawa P-Organik:
1. Fitin dan derivatifnya
2. Asam Nukleat
3. Fosfolipida
 Dalam larutan tanah,
 Terjerap pada permukaan komplek padatan,
 Pengendapan oleh kation Fe, Al, Mn, dan
 Anion fosfat terikat pada kisi-kisi liat: Kaolinit, Montmorilonit, Illit.
Sifat dan Perilaku
Bentuk fosfat tersedia adalah anion-anion: H2PO4-, HPO42- , dan PO43- larut dalam cairan tanah.
Bentuk-bentuk ion ini sangat ditentukan oleh pH tanah (Gambar 3). Pada pH rendah, ion H2PO4-
dominan; sedang pada pH tinggi ion HPO42-. Ion PO43- terjadi bila pH berada di atas 10.0 sehingga
bentuk ini pada kisaran pH tanah mineral (4.0 hingga 9.0) jarang dijumpai. Jumlah ion H2PO4- dan
HPO42- berimbang pada kondisi pH netral; sehingga banyak pendapat bahwa pH netral merupakan
kondisi terbaik bagi ketersediaan fosfat.
Gb 3. Hubungan Spesies Ion Fosfat dengan pH Larutan (Tisdale & Nelson, 1975)
Pada tanah masam, kelarutan kation-kation Fe, Al, Mn, Cu, Zn tinggi; sedang pada tanah alkalin Ca
dan Mg berada dalam jumlah banyak. Ion fosfor sangat mudah bereaksi dengan kation-kation tersebut
membentuk ikatan kompleks yang mengendap dan sukar tersedia. Dengan besi, aluminium, dan
mangan, ion P membentuk mineral strengit, varasit, dan manganifosfat yaitu bentuk-bentuk fiksasi
fosfat utama pada tanah-tanah masam. Ikatan P dengan kalsium membentuk mineral apatit, merupakan
bentuk fiksasi P pada tanah alkalin atau kalkareus.Ketersediaan P bagi tanaman tgt pd bentuk anion
fosfat, selanjutnya bentuk anion ini tgt pada pH:
36
+OH
-
+OH
-
H2PO4
-
H2O + HPO4
=
H2O + PO4
---
larutan tanah netral larutan tanah
sangat masam sangat alkalin
 Pengendapan oleh kation Fe, Al, Mn:
Al3+
+ H2PO4
-
+ H2O 2H+
+ Al(OH)2H2PO4
larut tdk larut
Dlm tanah masam biasanya konsentrasi kation Fe, Al lebih besar dp anion fosfat, sehingga reaksi
berlangsung ke arah kanan
 Pengendapan oleh kation Ca++
atau CaCO3:
H2PO4
-
+ 2 Ca++
Ca3(PO4)2 + 4H+
larut tidak larut
H2PO4
-
+ 2 CaCO3 Ca3(PO4)2 + 2CO2 + 2H2O
larut tidak larut
Ca3(PO4)2 yang terbentuk dalam reaksi di atas, masih dapat berubah menjadi bentuk-bentuk yang
lebih sukar larut, seperti senyawa hidroksi-, oksi- , karbonat-, atau fluor-apatit.
Reaksi-reaksi ini semua terjadi pada tanah-tanah masam yang dikapur dengan dosis tinggi
(Pengapuran berat).
 Anion fosfat terikat pada kisi-kisi liat: Kaolinit, Montmorilonit, Illit
1. Reaksi permukaan antara gugusan OH- yang tersembul di permukaan liat dengan anion fosfat
2. Kation Fe dan Al dibebaskan dari pinggiran kristal silikat yg kemudian bereaksi dengan anion fosfat
menjadi fosfat-hidroksi :
[Al] + H2PO4- + 2H2O 2H+ + Al(OH)2H2PO4
Dlm kristal silikat tidak larut
37
Reaksi pertukaran anion fosfat terjerap sangat lambat dibandingkan dengan reaksi dengan kation
secara individual. Pelepasan fosfat secara perlahan-lahan terjadi selama suatu periode tanam; hal ini
dijadikan dasar pemberian pupuk P setiap awal periode tanaman tersebut.
Pembebasan P terjadi bila pH diubah mendekati 7.0; melalui usaha tindakan pengapuran ataupun
pemberian belerang. Kondisi ketersediaan P dikaitkan dengan pH tanah.
Analisis dan Interpretasi
Metode yang paling umum digunakan untuk menetapkan P tanah adalah metode Olsen dengan
ekstraksi bikarbonat. Metode ini peka terhadap suhu, terutama untuk pH di atas 7.0. Untuk tanah-tanah
masam, digunakan metode Bray, Truog, atau Morgan. Hasil pengukuran dinyatakan dalam ppm fosfat
(P2O5); dengan faktor konversi P elemental dan P2O5:
Konversi dari P ke P2O5 kalikan 2.29
Konversi dari P2O5 ke P kalikan 0.44
Oleh karena banyak macam metode analisis, maka tidak ada pedoman interpretasi umum
ketersediaan P. Harkat P dengan metode Olsen disajikan dalam Tabel 9 (Cooke dalam Landon, 1984)
Untuk metode asam flourida (Bray) dan semua ekstraksi asam, nilai rendah menunjukkan defisiensi,
tetapi nilai tinggi belum tentu dapat di interpretasikan. Nilai tinggi ini dapat diperoleh dari tanah-
tanah dengan tingkat ketersediaan P rendah atau seringkali pula defisiensi unsur P.
Rata-rata analisis P-total untuk kedalaman 15 cm di USA adalah sekitar 0.06% atau 600 ppm P, dan
jarang ditemukan lebih dari 0.2% atau 2000 ppm. Data P-total (ekstraksi asam perkhlorat) dari Varley
(Landon, 1984) untuk tanah-tanah tropika adalah: rendah 200 ppm, sedang 200 hingga 1000 ppm, dan
tinggi >1000 ppm. Perlu diingat bahwa terdapat interaksi negatif antara P dengan Fe, Zn, dan Cu dan
khlorida dalam tanah dapat mengurangi serapan P oleh tanaman.
Tabel 9. Interpretasi Umum Penetapan Fosfor MenurutMetode Olsen (Landon, 1984)
Karak- Contoh Nilai Ketersediaan Indikatif Kebutuhan Tanaman
teristik Kurang Diragukan Cukup
............................... (ppm) ..........................
P-rendah rumput, <4 5 - 7 >8
sereal,
kedele,
Jagung
P-sedang Lucerne, <7 8 - 13 >14
kapas,
jagung,
38
Tomat
Karak- Contoh Nilai Ketersediaan Indikatif Kebutuhan Tanaman
teristik Kurang Diragukan Cukup
............................... (ppm) ..........................
P-tinggi Gula-bit, <11 12 - 20 >21
kentang,
seledri,
Bawang
DAFTAR PUSTAKA
Herrera, E. 2000. College of Agriculture and Home Economics. New Mexico State University. Soil Analysis - Panduan A-
122.
Landon, J.R. (ed). 1984. Booker Tropical Soil Manual. Booker Agric. Intern. Ltd.
Syekhfani. 2010. Hubungan - Hara – Tanah - Air – Tanaman. Dasar Kesuburan Tanah Berkelanjutan. Edisi ke-2.
PMN – ITS, Surabaya, 247 p.
Tisdale, S.L. dan W.L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizer. McMillan Publ. Co., Inc. New York.
PROPAGASI
TUGAS
1.Tugas Individu (Batas Akhir penyerahan satu Minggu setelah kuliah materi).
2.Berikan ulasan singkat (satu halaman) mengapa Anda perlu mengetahui sifat dan perilaku unsur hara fosfor.
Resume sifat perilaku tersebut!
39
2.1.4. Kalium, Kalsium, dan Magnesium: – Materi-7
Tujuan:
1. Mahasiswa mengetahui sumber dan sifat perilaku unsur Kalium, Kalsium, dan Magnesium.
2. Mahasiswa mengetahui analisis dan interpretasi status unsur Kalium, Kal;sium, dan Magnesium.
Penilaian:
KomponenPenilaian Persentase
Tugas Individual 20
2.1.4. Kalium: – Materi-7
Tujuan:
1. Mahasiswa mengetahui sumber dan sifat perilaku unsur hara kalium.
2. Mahasiswa mengetahui analisis dan interpretasi status unsur kalium.
Penilaian:
KomponenPenilaian Persentase
Tugas Individual 10
Kalium tanah yang cukup merupakan syarat ketegaran dan vigur tanaman, karena kalium
berperan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit tertentu, di samping mendorong
perkembangan akar. Tanaman defisiensi kalium menunjukkan kekeringan mulai ujung daun paling tua
(bawah), meluas sepanjang pinggir, disertai khlorotik bagian tengah. Hampir semua tanah kecuali
bertekstur berpasir, mengandung K-total tinggi. Meskipun K dipegang kompleks jerapan tanah, namun
sedikit yang dapat dipertukarkan. Dengan demikian, proporsi terbesar adalah tidak larut atau relatif
tidak tersedia. Kalium tersedia hanya 1 hingga 2 persen dari total kalium tanah mineral.
Sumber
Kebanyakan kalium merupakan bagian kompleks mineral tanah yang sedikit demi sedikit larut
dalam air tanah, asam karbonat, atau asam-asam lain. Kemudahan pelepasan K tergantung pada
kompleks mineral tanah dan intensitas dekomposisi. Sebagai contoh, dekomposisi kalium feldspar
menghasilkan mineral liat Kaolinit dan Ilit, silikat, dan K-hidroksida (Loughnan, 1969):
2KalSiO + 3HO AlSiO (OH) + 4SiO + 2KOH
K-feldspar air kaolinit silikat kalium
40
3KalSiO + 2HO KAl(Al,Si)O(OH) + 6SiO + 2KOH
K-feldspar air Ilit ilikat kalium
Kalium dibebaskan berupa hidroksida mudah terionisasi dan ion K+ bebas dapat diserap tanaman,
hilang melalui air drainase, atau di ikat muatan negatif kompleks jerapan tanah. Kalium merupakan
unsur penting dalam kerak bumi, tidak dapat berdiri sendiri, melainkan berada sebagai senyawa-senyawa
dalam batuan, mineral, dan garam-garam larut. Secara umum, kerak bumi mengandung kurang lebih 3.11
persen K2O; sedang air laut 0.04 persen (Madiadipoera, 1976).
Batuan felsik, intermediet, mafik, dan ultramafik berturut-turut mengandung 3.3, 2.3, 0.8, dan 0.3
persen kalium (Krauskopf, 1979). Menurut Mohr, van Baren, dan Schuylenborg (1972) mineral K paling
umum dijumpai dalam tanah adalah feldspat, mika, dan feldspatoid; masing-masing beranggotakan
ortoklas dan sanidin (feldspat), 12.3 dan 9.6 persen K; biotit dan muskovit (mika) 5.82 dan 7.48 persen K;
dan lusit (feldspatoid) 16.17 persen K. Urutan berdasarkan kepentingan bagi pertanian, dari paling
penting hingga kurang penting adalah: lusit > ortoklas > sanidin > muskovit > biotit (Soepardi, 1977).
Mineral liat terpenting adalah ilit; di mana K terdapat di antara lempeng-lempengnya lebih banyak
dibandingkan mineral liat tipe 2:1 lainnya.
Sifat dan Perilaku
Bentuk kalium tersedia bagi tanaman adalah ion K+. Kalium tanah berada dalam keseimbangan
bentuk-bentuk: mineral, terfiksasi, dapat diper tukarkan, dan larut dalam cairan tanah (Wood dan deTurk,
1941):
K m K f K dd K l
Mineral terfiksasi dapat di- larut
pertukarkan
Bentuk kalium dalam mineral telah dikemukakan di bagian depan. Kalium terfiksasi bila jumlah
dapat diekstraksi menurun akibat K+ larut/ tersedia berinteraksi dengan tanah (mineral liat). Fiksasi K
terjadi karena terjebak di antara lempeng mineral liat Ilit atau dihalangi ion NH4+ yang relatif berjari-
jari ionik mirip K+ (lihat fiksasi NH4+). Mekanismenya disajikan dalam Gambar 2.5. Pada tanah-tanah
mengandung banyak mineral liat Ilit, bila kondisi kekurangan seringkali tampak gejala defisiensi K pada
tanaman; akan tetapi gejala tersebut segera pulih setelah mulai musim hujan. Bila dalam tanah lebih
banyak ion NH4+ dari pada K+ maka serapan K berkurang karena mobilitasnya dihalangi ion NH4+. Oleh
sebab itu, pupuk amonium berlebihan dapat menyebabkan defisiensi kalium, khususnya pada tanah
masam miskin K.
Di antara ion-ion basa K, Ca, Mg, atau Na terdapat sifat antagonistik dalam hal serapan oleh
tanaman. Bila salah satu unsur lebih banyak, maka serapan unsur lainnya akan terganggu. Kompetisi
berkaitan dengan sifat fisiko-kimia yang mirip satu sama lain sehingga terjadi perebutan tempat pada
tapak-tapak jerapan tanah atau permukaan akar. Karena itu, nisbah K/Na, K/Ca, K/Ca+Mg, K/Ca+Na+Mg,
seringkali dapat memberikan gambaran tentang status basa-basa dalam tanah.
Kalium termasuk unsur mobil sehingga mudah mengalami pencucian bila kondisi memungkinkan
pergerakannya. Sifat mobilitas K ini berhubungan berhubungan dengan kemudahan pertukaran dengan
kation lain dan ketersediaannya bagi tanaman. Tingkat pencucian K tinggi merupakan penyebab utama
defisiensi K pada tanah-tanah masam. Salah satu usaha mengefisienkan penggunaan K yaitu mengatur
cara dan waktu pemberian pupuk yang tepat. Hal ini merupakan alasan mengapa K diberikan lebih dari
satu kali (split application) selama masa tanam.
41
Dalam praktek, masalah kalium dapat didekati melalui penelaahan kondisi tanah. Secara umum,
tanah-tanah berpeluang mengalami defisiensi kalium adalah tekstur berpasir, bahan induk kapur
(kalkareous), bahan induk masam dan miskin K, kadar bahan organik tinggi, atau tanah-tanah mengalami
pencucian lanjut seperti Oksisol (Soepardi, 1977).
Analisis dan Interpretasi
Metode analisis kalium yang umum digunakan adalah penetapan K dapat dipertukarkan (Kdd ),
diperoleh dari K larut pada analisis KTK. Patut disesalkan bahwa tidak ada uji tanah yang dapat diterima
secara umum yang mampu menjelaskan Kdd serta beberapa indeks tingkat pelepasan K untuk
melengkapi penilaian status K. Nilai K total mungkin dapat digunakan, meskipun Varley menemukan
hasil yang menyolok dari tanah Nepal dan Saint Helena. Tanah pertama mengandung mineral mika
dengan nilai K total 20 000 ppm (2%) tetapi hanya menunjukkan nilai Kdd 0.1 me/100g; sedang tanah
kedua menunjukkan K total 2 000 hingga 3 000 ppm dan Kdd lebih dari 2.0 me/100g (Landon, 1984).
Perlu diingat bahwa level Kdd biasanya berubah bila tanah-tanah menjadi kering. Oleh sebab itu,
tidak jarang contoh tanah menunjukkan nilai K cukup tinggi di laboratorium tetapi di lapangan tanaman
menunjukkan gejala defisiensi K. Jumlah K yang diperoleh dengan menggunakan ekstraktan amonium-
asetat seringkali sedikit berbeda dibandingkan dengan pengekstrak asam encer. Namun demikian,
ekstraksi amonium- asetat menunjukkan keampuhannya selama 15 hingga 20 tahun terakhir (Landon,
1984). Nilai kritik kalium disajikan dalam Tabel 10.
Tabel 10. Nilai Kritik Kalium Tersedia Ekstrak Amonium
Asetat (Landon, 1984)
K Tersedia Tempat Sumber
(ekstraksi amonium asetat)
Rendah Sedang Tinggi
……....... (me/100g) ...............
0.03-0.2 0.2-0.4 0.4-0.8 Malawi Young & Brown (1962)
<0.25 0.25-0.5 >0.5 AS Thomas (1966)
0.3-0.5 0.5-0.8 >0.8 Sel.Baru Metson (1961)
<0.15 0.15-0.6 >0.6 Inggris MAFF (1967)
Sebagai pegangan umum, respon tanaman terhadap pemupukan K tampak bila nilai K tanah <0.2
me/100 g dan tidak tampak bila >0.4 me/100 g. Namun, batas ini masih bersifat pertimbangan tergantung
pada sifat-sifat tanah, lingkungan dan tanaman. Hasil penelitian di Zimbabwe (Landon, 1984),
mengenai hubungan antara defisiensi K dengan tekstur tanah serta indeks ketersediaan disajikan dalam
Tabel 11.
42
Tabel 11. Hubungan Kdd dengan Tekstur (Landon, 1984)
Kisaran K Kdd (ekstrak amonium asetat)
Pasir Lempung Liat Berpasir
……….……….. (me/100g) ……………….……………
Defisien (respon) <0.05 <0.1 <0.15
Marginal (respon) 0.05-0.1 0.1-0.2 0.15-0.3
Kecukupan *) 0.1-0.25 0.2-0.3 0.3-0.5
Kaya >0.25 >0.3 >0.5
*)Tetapi pemberian diperlukan untuk mencegah defisiensi)
Boyer (Landon, 1984) mengemukakan angka patokan defisiensi K tanah-tanah tropika basah
sebagai berikut (meskipun menurut Jones dan Wild masih bervariasi menurut jenis tanaman serta level
produksi):
Minimum Mutlak : 0.07 hingga 0.20 me/100g
Minimum Relatif: paling rendah 2% jumlah basa
Nisbah K : Mg tinggi dalam tanah dapat menjadi petunjuk defisiensi Mg, misalnya setelah
pemupukan K. Pada tanah-tanah KTK rendah, penambahan Ca dan Mg mungkin diperlukan untuk
mengimbangi pemupukan K. Pada persentase K tinggi (>25%), permeabilitas dan struktur mungkin
dipengaruhi, tetapi tidak sebesar bila Na tinggi. Tanaman dalam kamar kaca atau buah-buahan, serapan
Mg mungkin terhambat bila nisbah K : Mg berkadar Mg rendah 2 : 1 (Landon, 1984).
Pada tanaman teh, Wibowo dan Verstrijden (1976) memberikan status K atau Mg berdasar nisbah
K/Mg sebagai berikut:
K/Mg <5 : Teh cenderung defisiensi K,
K/Mg >10 : Teh cenderung defisiensi Mg,
K/Mg = 8-9 : Kadar K dan Mg normal, atau keduanya sama-sama rendah, dan
K/Mg = 5-7 : Kadar K rendah pada Mg normal atau di atas normal
Secara umum, Reudering (Tobing, 1976) menetapkan nisbah K/Mg normal tanaman teh antara 3
hingga 5.
43
DAFTAR PUSTAKA
Herrera, E. 2000. College of Agriculture and Home Economics. New Mexico State University. Soil Analysis - Panduan A-
122.
Landon, J.R. (ed). 1984. Booker Tropical Soil Manual. Booker Agric. Intern. Ltd.
Loughnan, F.C. 1969. Chemical Weathering of the Silicate Minerals. American Elsevier Publ. Co., Inc. New York.
Madiadipoera, T. 1976. Endapan bahan kalium di Indonesia. Kalium dan Tanaman Pangan, Problem dan Prospek. Ed.
Khusus No.2, LPPP-Bogor. Madiadipoera, T. 1976. Endapan bahan kalium di Indonesia. Kalium dan Tanaman
Pangan, Problem dan Prospek. Ed. Khusus No.2, LPPP-Bogor.
Mohr, E.C.J., F.A. van Baren, dan J. Schuylenborg. 1972. Tropical Soils. Mouton-Ichtiar Baru-van Houve. The Hague,
Paris-Jakarta.
Soepardi, G. 1977. Masalah kesuburan tanah dan cara penyelesaiannya (diktat). Departemen Ilmu-ilmu Tanah, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Syekhfani. 2010. Hubungan - Hara – Tanah - Air – Tanaman. Dasar Kesuburan Tanah Berkelanjutan. Edisi ke-2.
PMN – ITS, Surabaya, 247 p.
Wood, L.K. dan F.E.deTurk, 1941. The absorption of potassium in soils and non-replaceable forms. Soil Sci. Soc. Aner.
Proc. 5: 152-161.
Tisdale, S.L. dan W.L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizer. McMillan Publ. Co., Inc. New York.
Tobing, E.L. 1976. Pemupukan tanaman teh di Simalungun, Sumatera Utara, Warta BPTK 2(3/4):241-256.
PROPAGASI
TUGAS
1.Tugas Individu (Batas Akhir penyerahan satu Minggu setelah kuliah materi).
2.Berikan ulasan singkat (satu halaman) mengapa Anda perlu mengetahui sifat dan perilaku unsur hara kalium.
Resume sifat perilaku tersebut!
44
2.1.5. Kalsium dan Magnesium – Materi-8
Tujuan:
1. Mahasiswa mengetahui sumber dan sifat perilaku unsur hara kalsium dan magnesium.
2. Mahasiswa mengetahui analisis dan interpretasi status unsur kalsium dan magnesium.
3. Mahasiswa mengetahui peran unsur kalsium dan magnesium sebagai bahan kapur.
Penilaian:
KomponenPenilaian Persentase
Tugas Individual 10
Pengapuran merupakan usaha mengatasi pengaruh buruk akibat kemasaman tanah; antara lain
ketersediaan P dan Mo rendah, kekurangan unsur-unsur K, Ca, dan Mg; keracunan Al, Fe atau Mn, serta
penghambatan perkembangan jazad mikro tanah tertentu.
Pengertian klasik tentang pengapuran tanah yaitu peningkatan pH hingga mendekati netral
(pH=6.5). Namun hasil penelitian mutakhir menunjukkan bahwa penyebab utama pengaruh buruk bukan
oleh ion H+, melainkan efek keracunan ion Al3+. Data Vlamis (1953) merupakan bukti pernyataan
tersebut (Tabel 12).
Penelitian Team Fakultas Pertanian, IPB (Anonymous, 1983) pada Podzolik Merah Kuning Jasinga,
Bogor, menunjukkan bahwa pemberian kapur 20 ton/ha menekan Aldd dari 20.0 menjadi 6.3 me/100 g
tanah dan meningkatkan produksi biji kacang tanah dari 2.6 hingga 38.9 g/pot. Selain itu, berbagai pakar
menyarankan bahwa penentuan jumlah kebutuhan kapur harus didasarkan pada: (1) jenis tanaman yang
akan diusahakan, dan (2) jumlah aluminium yang harus dinetralkan agar dicapai pertumbuhan
maksimum.
Bahan penetral kemasaman atau bahan kapur pertanian adalah senyawa mengandung Ca dan Mg.
Bahan ini meliputi kapur tohor, kapur tembok, batu kapur (kalsit, dolomit), kulit kerang, dan terak baja.
Persyaratannya paling sedikit mengandung 50 persen setara CaO atau 90 persen setara CaCO33. Di
samping itu, harus berukuran 100 persen lolos saringan 20 mesh, dan 80 persen lolos saringan 60 mesh.
Bahan organik dan pupuk TSP dapat diperhitungkan sebagai bahan substitusi kapur karena mampu
menetralkan Aldd. Secara kasar, setiap ton bahan organik setara satu ton kapur, dan setiap kuintal TSP
setara 1/5 ton kapur. Dengan demikian, kebutuhan kapur aktual adalah kebutuhan berdasar Aldd
dikurangi "discount factor" bahan organik dan pupuk TSP.
45
Tabel 12. Aluminium Sebagai Penghambat Tumbuh Tanaman
Jelai (Hordeum vulgare, L) (Vlamis, 1953)
BOBOT JELAI
Perlakuan pH Al Mn
Simbol Akar Tajuk Jumlah
.. (ppm)... ......mg/pot)…..…….
Ekstrak Tanah(ET) 4.2 1.8 16 32 107 139
ET + Kapur(Ka) 5.8 0.8 7 152 201 353
ET + Ka + H2SO4 (AS) 4.2 0.3 7 125 190 315
ET+Ka+AS+Al2(SO4)(Al) 4.2 1.8 8 39 137 176
ET+Ka+AS+Al+MnSO4(Mn) 4.2 0.316 125 216 341
Selain sebagai bahan kapur, Ca dan Mg merupakan unsur hara esensial bagi tanaman. Untuk kasus
ini, pengertian pemberian Ca dan Mg bukanlah pengapuran tetapi pemupukan seperti halnya pemberian
unsur hara lain ke tanah dalam memenuhi kebutuhan tanaman.
Sumber Ca dan Mg
Sumber utama Ca dan Mg di alam adalah batu gamping. Di Indonesia, deposit batu ini tersebar luas
dan terdapat hampir di semua propinsi. Batu gamping dijumpai sebagai mineral kalsit (CaCO3) atau
dolomit (CaCO3, MgCO3), terbentuk secara organik, mekanik atau kimia. Cara pertama merupakan
proses terbanyak sebagai endapan cangkrang kerang dan siput, karang (foraminifera), atau ganggang.
Penyebarannya dari bukit hingga pegunungan kapur sepanjang pantai. Cara kedua berawal dari bahan
kapur pertama, perbedaannya setelah melalui perombakan kemudian diendapkan tidak jauh dari tempat
semula. Sedang cara ketiga terjadi pada kondisi iklim dan lingkungan tertentu dalam air laut maupun air
tawar. Selain sebagai bahan kapur, Ca dan Mg merupakan unsur hara esensial bagi tanaman.
Sifat dan Perilaku
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan Ca antara lain: (1) konsentrasi ion H+ (pH), makin
rendah pH makin rendah ketersediaan Ca, dan (2) sifat kation Ca dalam tanah, berkenaan dengan tipe
koloid dan persentase kejenuhan Ca. Urutan pembebasan Ca terikat pada koloid yaitu: bahan organik >
kaolinit > ilit > montmorilonit. Hubungan antara persentase kejenuhan Ca dengan jumlah Ca yang
dibebaskan berbentuk kuadratik. Pada tanaman serealia, gejala kekurangan Ca ditandai oleh daun muda
tidak membuka, tetap menggulung dan mudah patah.
Di dalam tanah, magnesium dijumpai dalam bentuk: (1) larut dalam air, (2) dapat dipertukarkan, (3)
terjerap pada kisi mineral liat, dan (4) berada dalam mineral primer; dan erat hubungannya dengan bahan
induk tanah. Pada tanah Loss kadar Mg adalah tinggi, dan sebaliknya pada tanah tua adalah rendah.
Selain itu, kadar Mg tinggi erat pula kaitannya dengan kadar montmorilonit tinggi. Magnesium
merupakan penyusun khlorofil tanaman, karena itu kekurangan Mg ditandai oleh khlorosis khas di antara
tulang daun (interveinal khlorosisis). "Penyakit kuning" pada lada di Sumatera Selatan dan Lampung,
46
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125
2. modul-kestan.-20125

More Related Content

What's hot

Kepentingan biodiversiti dan langkah
Kepentingan biodiversiti dan langkahKepentingan biodiversiti dan langkah
Kepentingan biodiversiti dan langkah
Fez Na
 
Kemusnahan habitat
Kemusnahan habitatKemusnahan habitat
Kemusnahan habitat
Fez Na
 
Bahagian b kuliah 6 - Penduduk dan Alam Sekitar
Bahagian b kuliah 6 - Penduduk dan Alam SekitarBahagian b kuliah 6 - Penduduk dan Alam Sekitar
Bahagian b kuliah 6 - Penduduk dan Alam Sekitar
Asmawi Abdullah
 
Makalah_31 Makalah diskusi 1 fisik jelek kimia baik gbngan
Makalah_31 Makalah diskusi 1 fisik jelek kimia baik gbnganMakalah_31 Makalah diskusi 1 fisik jelek kimia baik gbngan
Makalah_31 Makalah diskusi 1 fisik jelek kimia baik gbngan
Bondan the Planter of Palm Oil
 
Ecosystem biodiversity
Ecosystem biodiversityEcosystem biodiversity
Ecosystem biodiversity
Athirah Aziz
 
Penyusutan keanekaragaman hayati (2)
Penyusutan keanekaragaman hayati (2)Penyusutan keanekaragaman hayati (2)
Penyusutan keanekaragaman hayati (2)
Ig Fandy Jayanto
 
Laporan tetap praktikum fisiologi tumbuhan ii pengaruh pemberian pupuk kandan...
Laporan tetap praktikum fisiologi tumbuhan ii pengaruh pemberian pupuk kandan...Laporan tetap praktikum fisiologi tumbuhan ii pengaruh pemberian pupuk kandan...
Laporan tetap praktikum fisiologi tumbuhan ii pengaruh pemberian pupuk kandan...
f' yagami
 

What's hot (19)

Bahan 2
Bahan 2Bahan 2
Bahan 2
 
Slaid biodiversiti
Slaid biodiversitiSlaid biodiversiti
Slaid biodiversiti
 
Ekotan 15
Ekotan 15Ekotan 15
Ekotan 15
 
Kepentingan biodiversiti dan langkah
Kepentingan biodiversiti dan langkahKepentingan biodiversiti dan langkah
Kepentingan biodiversiti dan langkah
 
Kemusnahan habitat
Kemusnahan habitatKemusnahan habitat
Kemusnahan habitat
 
Bab v. ilmu alamiah dasar
Bab v. ilmu alamiah dasarBab v. ilmu alamiah dasar
Bab v. ilmu alamiah dasar
 
Bahagian b kuliah 6 - Penduduk dan Alam Sekitar
Bahagian b kuliah 6 - Penduduk dan Alam SekitarBahagian b kuliah 6 - Penduduk dan Alam Sekitar
Bahagian b kuliah 6 - Penduduk dan Alam Sekitar
 
Makalah_31 Makalah diskusi 1 fisik jelek kimia baik gbngan
Makalah_31 Makalah diskusi 1 fisik jelek kimia baik gbnganMakalah_31 Makalah diskusi 1 fisik jelek kimia baik gbngan
Makalah_31 Makalah diskusi 1 fisik jelek kimia baik gbngan
 
Laporan acara 2 ( tp)
Laporan acara 2 ( tp)Laporan acara 2 ( tp)
Laporan acara 2 ( tp)
 
Biodiversiti
BiodiversitiBiodiversiti
Biodiversiti
 
Ecosystem biodiversity
Ecosystem biodiversityEcosystem biodiversity
Ecosystem biodiversity
 
Penyusutan keanekaragaman hayati (2)
Penyusutan keanekaragaman hayati (2)Penyusutan keanekaragaman hayati (2)
Penyusutan keanekaragaman hayati (2)
 
Pengaruh pemberian beberapa dosis pupuk kandang ayam
Pengaruh pemberian beberapa dosis pupuk kandang ayamPengaruh pemberian beberapa dosis pupuk kandang ayam
Pengaruh pemberian beberapa dosis pupuk kandang ayam
 
Biodiversiti
BiodiversitiBiodiversiti
Biodiversiti
 
Pendahuluan 2
Pendahuluan 2Pendahuluan 2
Pendahuluan 2
 
Afiah49 59-baik
Afiah49 59-baikAfiah49 59-baik
Afiah49 59-baik
 
Laporan tetap praktikum fisiologi tumbuhan ii pengaruh pemberian pupuk kandan...
Laporan tetap praktikum fisiologi tumbuhan ii pengaruh pemberian pupuk kandan...Laporan tetap praktikum fisiologi tumbuhan ii pengaruh pemberian pupuk kandan...
Laporan tetap praktikum fisiologi tumbuhan ii pengaruh pemberian pupuk kandan...
 
Makalah pemanfaatan sumber daya alam
Makalah pemanfaatan sumber daya alamMakalah pemanfaatan sumber daya alam
Makalah pemanfaatan sumber daya alam
 
Ilmu alamiah dasar bab 4
Ilmu alamiah dasar bab 4Ilmu alamiah dasar bab 4
Ilmu alamiah dasar bab 4
 

Similar to 2. modul-kestan.-20125

PPT BAB 9 TANAH DAN KEBERLANGSUNGAN KEHIDUPAN.pdf
PPT BAB 9 TANAH DAN KEBERLANGSUNGAN  KEHIDUPAN.pdfPPT BAB 9 TANAH DAN KEBERLANGSUNGAN  KEHIDUPAN.pdf
PPT BAB 9 TANAH DAN KEBERLANGSUNGAN KEHIDUPAN.pdf
IbnuUbaidillah17
 
Pola distribusi cacing tanah
Pola distribusi cacing tanahPola distribusi cacing tanah
Pola distribusi cacing tanah
Ervi Afifah
 
Hutan rahmawaty12
Hutan rahmawaty12Hutan rahmawaty12
Hutan rahmawaty12
Debby Ochta
 
Persebaran dan pemanfaatan sumber daya alam
Persebaran dan pemanfaatan sumber daya alamPersebaran dan pemanfaatan sumber daya alam
Persebaran dan pemanfaatan sumber daya alam
Srestha Anindyanari
 

Similar to 2. modul-kestan.-20125 (20)

Pendahuluan 1
Pendahuluan 1Pendahuluan 1
Pendahuluan 1
 
Biologi Tanah
Biologi TanahBiologi Tanah
Biologi Tanah
 
Memperjuangkan Lingkungan Hidup yang Indah dan Harmonis
Memperjuangkan Lingkungan Hidup yang Indah dan HarmonisMemperjuangkan Lingkungan Hidup yang Indah dan Harmonis
Memperjuangkan Lingkungan Hidup yang Indah dan Harmonis
 
PPT BAB 9 TANAH DAN KEBERLANGSUNGAN KEHIDUPAN.pptx
PPT BAB 9 TANAH DAN KEBERLANGSUNGAN  KEHIDUPAN.pptxPPT BAB 9 TANAH DAN KEBERLANGSUNGAN  KEHIDUPAN.pptx
PPT BAB 9 TANAH DAN KEBERLANGSUNGAN KEHIDUPAN.pptx
 
PPT BAB 9 TANAH DAN KEBERLANGSUNGAN KEHIDUPAN.pdf
PPT BAB 9 TANAH DAN KEBERLANGSUNGAN  KEHIDUPAN.pdfPPT BAB 9 TANAH DAN KEBERLANGSUNGAN  KEHIDUPAN.pdf
PPT BAB 9 TANAH DAN KEBERLANGSUNGAN KEHIDUPAN.pdf
 
Pola distribusi cacing tanah
Pola distribusi cacing tanahPola distribusi cacing tanah
Pola distribusi cacing tanah
 
Makalah pemanfaatan sumber daya alam
Makalah pemanfaatan sumber daya alamMakalah pemanfaatan sumber daya alam
Makalah pemanfaatan sumber daya alam
 
Hutan rahmawaty12
Hutan rahmawaty12Hutan rahmawaty12
Hutan rahmawaty12
 
kunci pr geo xi 2010
kunci pr geo xi 2010kunci pr geo xi 2010
kunci pr geo xi 2010
 
Ppt geo kearifan 2
Ppt geo kearifan 2Ppt geo kearifan 2
Ppt geo kearifan 2
 
Ppt angka sofik
Ppt angka sofik Ppt angka sofik
Ppt angka sofik
 
Acara i pengolahan tanah
Acara i pengolahan tanahAcara i pengolahan tanah
Acara i pengolahan tanah
 
Tanah dan keberlangsungan Kehidupan 3.pptx
Tanah dan keberlangsungan Kehidupan 3.pptxTanah dan keberlangsungan Kehidupan 3.pptx
Tanah dan keberlangsungan Kehidupan 3.pptx
 
Persebaran dan pemanfaatan sumber daya alam
Persebaran dan pemanfaatan sumber daya alamPersebaran dan pemanfaatan sumber daya alam
Persebaran dan pemanfaatan sumber daya alam
 
Pemeliharaan kesuburan tanah pada tanaman herbal
Pemeliharaan kesuburan tanah pada tanaman herbalPemeliharaan kesuburan tanah pada tanaman herbal
Pemeliharaan kesuburan tanah pada tanaman herbal
 
6.-PSD-113-Tumbuhan-Hijau-Ekosistem-.ppt
6.-PSD-113-Tumbuhan-Hijau-Ekosistem-.ppt6.-PSD-113-Tumbuhan-Hijau-Ekosistem-.ppt
6.-PSD-113-Tumbuhan-Hijau-Ekosistem-.ppt
 
Persebaran Flora dan Fauna
Persebaran Flora dan FaunaPersebaran Flora dan Fauna
Persebaran Flora dan Fauna
 
Dwi bab 1
Dwi bab 1Dwi bab 1
Dwi bab 1
 
PEMBELAJARAN IPA(SAINS) SD.ppt
PEMBELAJARAN IPA(SAINS) SD.pptPEMBELAJARAN IPA(SAINS) SD.ppt
PEMBELAJARAN IPA(SAINS) SD.ppt
 
Makalah ladang berpindah
Makalah ladang berpindahMakalah ladang berpindah
Makalah ladang berpindah
 

2. modul-kestan.-20125

  • 1. MODUL KESUBURAN TANAH (Soil Fertility) Prof. Dr. Ir. Syekhfani, MS dan Tim A. Mata Kuliah: Kesuburan Tanah (KESTAN) B. SKS: 3(2-1) C. Silabus: Kestan merupakan mata ajaran yang menjadi modal pengetahuan mahasiswa untuk mengerti tentang peran tanah sebagai medium pertumbuhan tanaman. Ilmu ini merupakan Ilmu Terapan yang erat kaitannya dengan ilmu dasar seperti Kimia, Fisika, dan Biologi Tanah; selain juga berkaitan dengan ilmu genesis, mineralogi, dan klasifikasi Tanah; serta mendasari ilmu terapan lain seperti: Pupuk dan Pemupukan, Evaluasi Lahan, Pengelolaan Lahan, Ilmu Lingkungan, dan sebagainya. Memberi pengetahuan dasar kepada mahasiswa agar mereka mengerti fungsi tanah sebagai tempat kehidupan akar tanaman serta jazad-jazad hidup penghuni tanah lainnya yang erat kaitannya dengan pertumbuhan, produksi, serta keberlanjutan hasil tanaman pertanian. D. Tujuan: 1. Mahasiswa secara teori mengetahui faktor penentu pertumbuhan dan produksi tanaman yang tumbuh di medium tanah. 2. Mahasiswa mengerti bagaimana cara praktek penyuburan tanah dan melakukan pemupukan. E. GBPP (RPKPS) 1
  • 2. 2
  • 3. DAFTAR PUSTAKA Anthoni, J. F. 2000. Seafriends - Soil fertility. Revised: 20010527. http://www.seafriends.org.nz/enviro/soil/fertile.htm# Epstein, E. 1972. Mineral Nutrition of Plants: Principles and Perspectives. Wiley Eastern Limited. New Delhi. Herrera, E. 2000. College of Agriculture and Home Economics. New Mexico State University. Soil Analysis - Panduan A- 12. http://www.tutorvista.com Home, James. 1995. Chemistry of Soils. Soil Science (SOIL) 702/802 (revised Jan 1998). http://pubpages.unh.edu/~harter/soil702.html Isaac, R.A. dan J.D. Kerber. 1971. Atomic absorption and flame photometry: Techniques and uses in soil, plant, and water analysis. In L.M. Walsh (ed), Instrumental methods for analysis of soils and plant tissue. Soil Sci. Soc. of Amer., Inc. Ma., Wisc. USA. Landon, J.R. (ed). 1984. Booker Tropical Soil Manual. Booker Agric. Intern. Ltd. Loughnan, F.C. 1969. Chemical Weathering of the Silicate Minerals. American Elsevier Publ. Co., Inc. New York. Madiadipoera, T. 1976. Endapan bahan kalium di Indonesia. Kalium dan Tanaman Pangan, Problem dan Prospek. Ed. Khusus No.2, LPPP-Bogor. Madiadipoera, T. 1976. Endapan bahan kalium di Indonesia. Kalium dan Tanaman Pangan, Problem dan Prospek. Ed. Khusus No.2, LPPP-Bogor. McArthur, W. M. dan K. Spencer. 1970. A scheme for preliminary study of soil fertility in a district. Australian J. of Exp. Agric. And Animal Husbandry. Vol. 10: 106-203. Mengel, K,. dan E.A. Kirkby. 1982. Principles of Plant Nutrition. Intern. Potash Inst. Switzerland, 655 p. Mitchell, R.L. 1964. Trace elements in soils, p. 320-368. In E. Bear (ed), Chemistry of the Soil. Second Ed. Oxford & IBH Publ. Co., New Delhi. Mohr, E.C.J., F.A. van Baren, dan J. Schuylenborg. 1972. Tropical Soils. Mouton-Ichtiar Baru-van Houve. The Hague, Paris-Jakarta.Ponnamperuma, F.N. 1964. Problems rice soils. A Paper Presented at Intern. Rice Res. Con., IRRI, Los Banos, Laguna, The Philippines. Soepardi, G. 1977. Masalah kesuburan tanah dan cara penyelesaiannya (diktat). Departemen Ilmu-ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Syekhfani. 2001. Penggunaan Analisis Tanah Sebagai Dasar Evaluasi Kesuburan Tanah Suatu Area. Disampaikan dalam pelatihan yang diselenggarakan oleh PT Pioneer Hibrida Indonesia di Hotel Kartika Graha, 23 April 2001 (tidak dipublikasikan). Syekhfani. 2005. Riset Strategi untuk Pengembangan Pertanian Organik di Indonesia. Makalah disajikan dalam Kongres Nasional Maporina, Jakarta, 21 Desember 2005. Syekhfani. 2010. Hubungan - Hara – Tanah - Air – Tanaman. Dasar Kesuburan Tanah Berkelanjutan. Edisi ke-2. PMN – ITS, Surabaya, 247 p. Tisdale, S.L. dan W.L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizer. McMillan Publ. Co., Inc. New York. Tobing, E.L. 1976. Pemupukan tanaman teh di Simalungun, Sumatera Utara, Warta BPTK 2(3/4):241-256. Wood, L.K. dan F.E.deTurk, 1941. The absorption of potassium in soils and non-replaceable forms. Soil Sci. Soc. Aner. Proc. 5: 152-161. 3
  • 4. Modul 1. Paradigma Kesuburan Tanah 1.1. Sejarah KesuburanTanah (*) – Materi-1 Tujuan: 1. Mahasiswa mengetahui sejarah perkembangan kesuburan tanah. 2. Mahasiswa mengetahui tanah sebagai medium tumbuh tanaman. 3. Mahasiswa mengetahui hubungan kesuburan tanah dengan kesuburan tanaman. Penilaian: KomponenPenilaian Persentase Tugas Individual 5 Perkembangan peradaban manusia ditandai oleh perkembangan pertanian. Kapan mulai ada pertanian tersebut, tidak dapat dipastikan. Mungkin beberapa ribu tahun sebelum masehi. Kenyataannya, hingga saat ini, peradaban berburu masih dijumpai yang merupakan kebiasaan berpindah- pindah (nomaden). ZAMAN PURBA Telah disepakati bahwa manusia pertama kali melakukan budidaya pertanian berdiam di lembah Mesopotamia, antara s. Tigris dan Euphrate (Irak sekarang). 2500 BC: Tercatat manusia di daerah ini telah mengenal kesuburan lahan. Telah tercatat bahwa dengan memupuk tanah dicapai peningkatan hasil 86 hingga 300 kali pada beberapa kawasan pertanian. 2000 th berikutnya (500 BC): Seorang sejarahwan Greek Herudotus melaporkan hasil lawatannya ke Mesopotamia, bahwa produksi pertanian tinggi di kawasan ini dihasilkan jaringan irigasi yang baik, dan kesuburan tanah yang tinggi akibat penggenangan oleh banjir musiman dari sungai di kiri kanan kawasan. 300 BC: Theophrastus melaporkan pengkayaan oleh endapan s. Tigris dan menyatakan bahwa penggenangan yang makin lama, meninggalkan makin banyak debu sebagai endapan yang kaya hara. Pada waktu itu manusia mengerti bahwa tanah-tanah tertentu akan merosot hasilnya bila ditanami secara terus menerus. Penambahan pupuk kadang dan pupuk hijau dari sayur-sayuran diketahui dapat mempertahankan kesuburan tanah. 900-700 BC: Dari epos bangsa Greek diketahui bahwa Odyssius telah melakukan pemupukan kotoran hewan. 4
  • 5. 434-355 BC: Xenophon menyatakan dari penyelidikannya bahwa: ''kebun akan mengalami kerusakan, sebab orang tidak mengerti cara-cara memupuk lahan''; dan dikatakan lebih lanjut bahwa: ''tidak ada cara lebih baik dari pemupukan''. Butir-butir penting yang dikemukakan Xenophon ialah: (1). Pengaturan pemberian pupuk kandang dapat mempertahankan kesuburan tanh. (2). Saran agar digunakan pupuk kandang dilakukan di awal musim semi. (3). Rumput dapat digunakan sebagai pupuk hijau. 372-287 BC: Theophrastus merekomendasaikan agar pemberian pupuk yang banyak perlu dilakukan pada tanah bersolum tipis, tapi pada tanah kaya perlu dilakukan penghematan pemberian pupuk. Disarankan juga bahwa tanaman perlu disemaikan terlebih dahulu sebelum ditanam dan gar dibuat bedengan. Hal ini dianut hingga sekarang. Perlu pula dicatat bahwa Theophrastus menyarankan perlu pemberian air yang banyak pada tanaman yang membutuhkan unsur hara banyak. Saat itu telah diketahui pula bahwa pupuk diklasifikasikan menurut kandungan atau kepekatannya. Sebagai contoh ia urutan kekayaan (dalam kotoran) yaitu: manusia > babi > kambing > biri2 > sapi dan kuda. Lebih lanjut, Varro, seorang penulis perkembangan pertanian mengemukakan urutan yang sama, tetapi menempatkan urutan burung dan unggas lain lebih kaya dari pada kotoran manusia. Columella menyarankan agar kulit clover ditambahkan dalam ransum ternak sebab ia merasa bahwa hal ini akan memperkaya kandungan hara dalam kotorannya. Tidak hal di atas saja yang dapat dijadikan pupuk, tetapi para pakar juga menyelidiki pengaruh mayat terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman. 700 BC: Archilochus melakukan penyelidikan tersebut sekitar tahun 700 BC. Nilai pupuk hijau, khususnya legum, sebagai pupuk hijau segera pula diketahui. Theophrastus mencatat bahwa sejenis kacang (Vicia vaba) telah dibenamkan oleh petani-petani Thessaly dan Macedonia. Hasilnya menunjukkan adanya peningkatan jumlah biji bila ditanam pada tanah yang dipupuk dengan bahan tanaman ini. 400 BC: Anjuran Xenophon bahwa pengolahan tanah di awal musim semi menjadikan tanah lebih gembur dan rumput-rumputan tumbuh cukup waktu pada musim semi. Ini dapat berfungsi sebagai cadangan pupuk hijau, tetapi tidak menghasilkan biji sehingga tidak mengganggu/tumbuh bila dibenamkan. Ia juga menerangkan bahwa: ''setiap jenis vegetasi, setiap jenis tanah, pada keadaan cukup air akan berubah menjadi pupuk''. 234-149 BC: Cato menyatakan bahwa lahan penggembalaan yang miskin harus ditanami dengan tanaman jenis acinum. Tidak diketahui kenapa harus tanaman ini, tetapi ia tidak menghasilkan biji sehingga implikasinya tidak dapat tumbuh bila dibenamkan. Ia juga menyatakan bahwa lebun terbaik dalam menyuburkan tanah adalah kacang2an: lupine dan vetch. Lupine sangat terkenal sejak lama. Columella mencatat beberapa legum meliputi: lupine, vetch, lentil, chickpea, clover, dan alfalfa, yang cukup memuaskan untuk memperbaiki lahan. Banyak pakar lama yang sependapat bahwa lupine adalah pupuk hijau terbaik sebab ia tumbuh baik pada kisaran kondisi tanah yang lebar, dapat dijadikan bahan makanan manusia dan yang terakhir ia mudah membentuk biji dan cepat tumbuh. 5
  • 6. 70-19 BC: Virgil mempelopori penggunaan legum sebagai penyubur tanah. Penggunaan apa saat ini disebut pupuk mineral atau perbaikan tanah bukan tidak dikenal pada zaman dulu. Theophrastus mengemukakn bahwa pencampuran tanah-tanah berbeda yang dimaksudkan sebagai ''penyembuhan kerusakan dan penambahan hati ke dalam tanah''. Cara ini mungkin dalam keadaan tertentu menguntungkan. Penambahan tanah subur ke tanah miskin dapat meningkatkan kesuburan tanah, dan praktek pencampuran satu jenis tanah dengan yang lain mungkin dapat memberi keuntungan terhadap inokulasi biji-biji legum pada suatu tanah pertanian. Juga, pencampuran tanah-tanah bertekstur kasar dengan halus atau sebaliknya mungkin dapat memperbaiki hubungan udara dan air dalam tanah yang diperlakukan. Nilai marl (sejenis tanah liat berkapur) juga telah dikenal. Ini merupakan awal dari praktek pengapuran di lahan pertanian. 62-113 BC: Pliny menyatakan bahwa kapur harus disebar rata dan tipis di atas tanah dan satu perlakuan adalah ''cukup untuk bertahun tahun''. Columella juga menyarankan untuk menyebarkan marl pada tanah berkerikil dan mencampurnya dengan suatu tanah kapur padat. 0 C: Dalam Bibel disebutkan nilai abu dari pembakaran kayu bagi kesuburan tanah. Xenophon dan Virgil juga menyebutkan pembakaran jerami untuk maksud pembersihkan lahan dan memberantas gulma. Cato menasehatkan agar penggembala membakar bekas pangkasan dalam satu lubang dan dicampurkan melalui pembajakan untuk memperkaya tanah. Pliny menyatakan bahwa penggunaan kapur dari tungku pembakaran kapur adalah baik untuk pohon zaitun, dan beberapa petani membakar kotoran hewan kemudian menggunakannya untuk pupuk. Columella juga menyatakan penyebaran abu ataupun kapur pada tanah sawah dapat meniadakan kemasaman. Salpeter atau KNO3, dinyatakan pula oleh Theophrastus maupun Pliny dapat berguna untuk memupuk tanaman yang disebut-sebut dalam bibel. Air laut juga disebut-sebut oleh Theophrastus. Tampak bahwa pohon palem membutuhkan garam dalam jumlah banyak, petani-petani dulu menaburkan garam di sekitar tanaman mereka. Virgil menulis tentang sifat tanah yang sekarang dikenal sebagai bulk density. Columella menyarankan suatu uji untuk mengukur derajat keasaman dan kesalinan tanah dan Pliny menyatakan bahwa rasa pahit pada tanah mungkin disebabkan adanya herba-herba hitam di dalam tanah. Pliny menulis bahwa: ''di antara penyebab kebaikan tanah adalah perbandingan ketebalan dari batang jagung'' dan Columella menyatakan secara sederhana bahwa uji terbaik untuk kesauaian lahan bagi pertumbuhan tanaman adalah kondisi tempat tumbuh tersebut. Banyak pakar terdahulu (juga masih banyak dianut oleh pakar sekarang) sependapat bahwa warna tanah dapat menggambarkan kriteria kesuburan tanah. Ide umum adalah bahwa tanah hitam adalah tanah subur, sedang tanah pucat atau abu-abu tidak subur. Columella tidak sependapat dengan pernyataan ini yang mendapatkan bahwa tanah marshland yang berwarna hitam tidak subur, tetapi tanah pucat yang terdapat di Libia mempunyai kesuburan tinggi. Ia merasa bahwa ada faktor-faktor tertentu yang menentukan tingkat kesuburan tanah, seperti struktur, tekstur dan kemasaman merupakan petunjuk yang baik untuk menduga kesuburan tanah. Kebanyakkan tulisan-tulisan mengenai kesuburan tanah zaman dulu berdasar pada deskripsi dari praktek lapang. Tidak banyak bukti secara percobaan terhadap masalah-masalah yang dijumpai di 6
  • 7. pertanian, tetapi banyak manuskrip yang mengemukakan perbandingan-perbandingan beberapa faktor tertentu yang saat telah diketahui berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Sebagian dari apa yang dikemukakan dalam catatan era teesebut dapat berlaku hingga sekarang tetapi sebagian lagi tidak dapat diterima. Namun demikian, titik tolak pemikiran serta data yang diperoleh dari catatan2 tersebut dapat menjadi bahan pemikiran yang dapat dikembangkan untuk mengatasi masalah kesuburan tanah yang dihadapi saat ini dan yang akan datang. Kesenjangan catatan tentang kemajuan pertanian setelah masehi yaitu masa Romawi seperti terputus akibat fokus perhatian pada zaman ini tertuju pada perang, kesenian, dll. Baru pada abad ke-18 kemajuan perkembangan pertanian mulai muncul. ABAD KE-18 1230-1307: De Crescenzi memulai perkembangan pertanian dengan publikasi koleksi praktek setempat di bidang pertanian ''opus ruralium commodorum''. Dengan publikasi koleksi cara bercocok tanam ini maka De Crescenzi dikenal sebagai ''Bapak Agronomi Modern''. Tetapi isi tulisan hanya terbatas pada hal-hal yang berupa bahan praktek dan tidak menurut perkembangan yang akan datang (hanya dapat dipakai saat itu). Setelah pemunculan pekerjaan De Crescenzi hanya sedikit pengetahuan tentang pertanian untuk beberapa tahun, meskipun Palissy tahun 1563 memberi kredit dengan penyelidikan bahwa kandungan abu tanaman merupakan merupakan bahan yang diambil tanaman dari tanah. 1561-1624: Sekitar permulaan abad ke-17 Francis Bacon mengemukan prinsip makanan tanaman adalah air. Ia percaya bahwa fungsi utama tanah adalah memegang tanaman agar tetap tegak dan melindunginya dari panas dan dingin dan bahwa setiap tanaman menyerap senyawa khas sebagai makanan khusus baginya. Bacon menegaskan pendapat Herudotus bahwa bahwa tanah yang ditanami terus menerus akan mengurangi kesuburannya. 1577-1644: Selama periode yang sama, Jan Baptiste von Helmont seorang ahli fisika dan kimia dari Flemish, melaporkan bahwa hasil dari suatu percobaan yang mana ia percaya bahwa air merupakan satu2nya unsur hara bagi tanaman. Percobaannya adalah sebagai berikut: 5 lb oak + 200 lb tanah + air hujan Tanaman dipelihara setelah tumbuh lalu ditimbang kembali, hasilnya: 169 lb oak + 196 lb tanah. Jadi kesimpulannya tanaman hanya membutuhkan air. Tentu saja saat ini telah diketahui bahwa CO2 dan mineral dari tanah dibutuhkan sebagai hara tanaman. Namun perlu diingat adalah bahwa pekerjaan ini dilakukan saat sebelum pengetahuan tentang mineral maupun fotosintesis diketahui. Hasil kerja von Helmont ini, meskipun kesimpulannya salah tetapi memberi kontribusi yang besar terhadap ilmu pengetahuan. Meski salah tetapi hasil percobaan mendorong penyelidikan selanjutnya yang menghasilkan pengertian-pengertian lebih baik terhadap perharaan tanaman. 7
  • 8. 1627-1691: Pekerjaan von Helmonth diulang beberapa tahun kemudian oleh Robert Boyle dari Inggris. Boyle memperkuat von Helmonth, tetapi ia melangkah lebih maju. Sebagai hasil analisa kimia ia menyatakan bahwa tanaman mengandung garam, alkohol, tanah, dan minyak, yang semuanya terbuat dari air. 1604-1668: Seorang ahli bangsa Jerman, J.R. Glauber menyatakan bahwa salpeter (KNO3), bukan air, merupakan suatu ''prinsip vegetasi''. Ia mengumpulkan garam dari tanah di bawah kandang domba dan mengemukakan bahwa garam-garam tersebut dari apa yang jatuh dari domba tersebut. Ia juga menyatakan karena hewan memakan rumput, maka garam-garam yang berasal dari hewan tersebut juga berasal dari rumput. Bila garam tersebut diberikan ke tanaman maka setelah diselidiki ternyata diperoleh peningkatan yang besar terhadap pertumbuhan. Ia kemudian menyatakan bahwa kesuburan tanah dan nilai pupuk berkaitan dengan salpeter. 1643-1679: Seorang ahli kimia dari Inggris: John Mayow mendukung beberapa percobaan Glauber. Mayow mengestimasi jumlah niter dalam tanah pada berbagai waktu selama setahun dan mendapatkan kepekatan tertinggi pada musim spring. Mengenai jumlah yang rendah pada musim summer ia berkesimpulan bahwa salpeter diserap atau diisap oleh tanaman pada periode pertumbuhan yang cepat. Summer ~ gugur ~ winter ~ semi Nitrifikasi aktif nitrifikasi nitrat nitrat bertambah bertambah tertimbun tanaman aktif tanaman berkurang tanaman mati - Pendapat John Mayow ini masih dianut sampai sekarang. Penelitian2 masih menggunakan teknik yang sangat kasar pada waktu tersebut, sehingga kontribusi Mayow, Glauber, Boyle dan Bacon, boleh dikatakan kecil dibandingkan standar penelitian sekarang. 1700: Kurang lebih tahun 1700, seorang kebangsaan Inggris: John Woodward, mengulangi percobaan Boyle dan von Helmont, menumbuhkan tanaman dalam air dari berbagai tempat: air hujan, air sungai, air comberan dan air comberan + tanah lumut dari kebun. Ia secara hati2 mengukur jumlah transpirasi air oleh tanaman dan mengukur bobot tanaman pada awal dan akhir percobaan. Ia mendapatkan bahwa pertumbuhan tanaman sejalan dengan ketidak murnian air dan menyimpulkan bahwa: bahan padat atau tanah lebih baik dari air dan merupakan ''prinsip vegetasi''. Meskipun kesimpulan ini tidak benar, tetapi cara melakukan penelitiannya lebih maju dibandingkan penelitian sebelumnya. 1674-1741: Jathro Tull, seorang kebangsaan Inggris mempublikasikan buku: ''Horse Hoeing Husbandry''. Ia mengemukakan bahwa berbagai cara untuk menggunakan tenaga hewan dalam pertanian. Ia dijuluki sebagai ''Bapak Mekanisasi Pertanian''. Pendapat Tull yang lain adalah: bahwa zarah tanah dapat masuk ke dalam tanaman melalui mulut akar. Tetapi pendapat ini tidak ada penganutnya. 1741-1820: Arthur Young, seorang ahli pertanian Inggris melakukan percobaan dalam pot. Ia menumbuhkan barley pada pasir dengan penambahan bahan2 seperti arang, alkohol, dan anggur, niter, mesiu, kulit kerang, dan bahan-bahan lain. Beberapa bahan yang diperlakukan menghasilkan pertumbuhan 8
  • 9. pertanian, yang lainnya tanaman tidak tumbuh. Young mempublikasikan hasil pekerjaannya dengan judul: ''Annal of Agriculture'' sebanyak 46 volume yang mempunyai dampak cukup luas di bidang pertanian di Inggris. 1775: Francis Home, menentang pendapat Glauber dan menyatakan bahwa tanaman tidak hanya memerlukan KNO3, tetapi juga: air, udara, tanah, garam, minyak dan api. Ia melakukan percobaan pot untuk mengukur pengaruh berbagai cairan terhadap pertumbuhan tanaman. Hasil pekerjaan merupakan batu loncatan dalam perkembangan ilmu pertanian. Ide bahwa tanaman memerlukan api lama menjadi pemikiran. Saat itu juga orang percaya bahwa organik atau humus diambil secara tidak langsung oleh tanaman dan ia merupakan penyusun hara tanaman. Ide ini bertahan hingga bertahun-tahun. Hal ini sulit dihilangkan sebab hasil analisis kimia menunjukkan bahwa tanaman dan humus mengandung unsur-unsur yang sama dengan tanaman. Juga proses fotosintesis belum diketemukan. 1775: Joseph Priestly menyatakan bahwa tanaman dapat membersihkan udara. Ia melakukan percobaan dalam ruang kaca: Tanaman + lilin ~ lilin tetap menyala x lilin ~ lilin mati pd beberapa saat Pada saat ini observasi tentang oksigen belum dijumpai. Terakhir, setelah ia menemukan gas ini, ia menyatakan bahwa oksigen bwrkaitan dengan pertumbuhan tanamaan. Penemuan oksigen oleh Priestly merupakan batu kunci terhadap beberapa penemuan lain yang berkaitan dengan rahasia kehidupan tanaman lebih jauh. 1730-1799: Jan Ingenhousz, kemudian menunjukkan bahwa pembersihkan udara oleh tanaman hanya terjadi bila ada cahaya, tetapi pada tempat gelap pembersihan tidak terjadi. 1742-1809: Bersamaan dengan penemuan Ingenhousz ini adalah penemuan Jean Snebier seorang filsuf dan ahli sejarah bangsa Swiss yang menyatakan bahwa kenaikan bobot tanaman dan percobaan von Helmont adalah menghasilkan udara. KEMAJUAN PADA ABAD KE-19 Penemuan2 abad ke-19 ini dirangsang oleh pikiran Theodore de Saussure yang mengikuti paham penemuan Snebier. Ia mengeritik dua problem yang dilakukan Snebier: pengaruh udara terhadap tanaman dan asal garam dalam tanaman. Hasilnya, de Saussure mampu menunjukkan bahwa tanaman menyerap oksigen dan membebaskan CO2, pokok pemikiran dari ''respirasi''. Sebagai tambahan, ia mendapatkan bahwa akan menyerap CO2 dengan membebaskan oksigen pada keadaan ada cahaya. Bila tanaman menangkap CO2 bebas dari lingkungan, mereka akan mati. De Saussure menyatakan bahwa tanah hanya menyediakan sedikit hara yang diperlukan oleh tanaman. Serapan hara tersebut bersifat selektif karena membran sel akan bersifat selektif-permeabel, memungkinkan air masuk lebih cepat dibandingkan garam. 9
  • 10. 1813: Gambaran yang diberikan oleh Sir Humprey Davy, yang mempublikasikan pekerjaannya: ''The Elements of Agriculture Chemistry'' sekitar tahun 1813, menyatakan bahwa meskipun tanaman mwnerima karbon dari udara, tetapi sebagian besar diambil melalui akar. Ia termasuk setuju dan menyarankan penggunaan minyak sebagai pupuk sebab karbonnya dan hidrogen yang terdapat dalam minyak tersebut dapat digunakan sebagai hara tanaman. 1802-1882: Pertengahan abad ke-19 hingga awal abad ke-20 merupakan periode maju dalam hal pengertian terhadap hara dan kesuburan tanaman. Di antara manusia periode ini yang mempunyai sumbangan besar adalah Jean Baptiste Bousingault, seorang ahli kimia Perancis yang melakukan percobaan lapangan. Ia meniru pekerjaan de Saussure dalam menimbang, menganalisis pupuk yang diberikan dalam plot dan tanaman yang dipanen. Ia menyiapkan seperangkat keseimbangan yang menunjukkan berapa banyak berbagai unsur yang berasal dari air hujan, tanah, dan udara, dianalisis komposisinya dalam tanaman selama fase pertumbuhan, dan ditetapkan bahwa rotasi terbaik yang menghasilkan sejumlah terbesar bahan organik beserta pupuk kandang yang diberikan. Bousingault kemudian dikenal sebagai ''Bapak Percobaan Lapangan''. Bobot Tanaman dengan Rotasi = Bobot Tanaman + Pupuk Kandang Meskipun para pakar tanaman pada periode ini mengakui nilai penelitian de Saussure, teori humus kuno masih banyak dianut. Ini merupakan teori alami yang sulit untuk dihilangkan, yang kemudian sangat terasa hingga saat ini bahwa penghancuran bahan tanaman dan hewan menaikkan produksi adalah penting untuk nutrisi pertumbuhan tanaman. 1803-1873: Justus von Leibig, seorang ahli kimia bangsa Jerman sangat berkeyakinan dengan mitos humus. Ia mendobrak bebeara paham konservatif seperti misalnya beberapa pakar yang saat itu tidak punya keberanian untuk menyatakan bahwa karbon dalam tanaman berasal dari sumber-sumber selain CO2. Leibig membuat beberapa pernyataan sebagai berikut: (1). Sebagian besar karbon dalam tanaman berasal dari CO2 atmosfer. (2). Hidrogen dan oksigen berasal dari air. (3). Logam alkalin dibutuhkan untuk menetral asam2 dibentuk oleh tanaman sebagai aktivitas metabolik. (4). Fosfat penting untuk pembentukan biji. (5). Tanaman menyerap semua unsur tanpa membedakan dari dalam tanah tetapi mengekskresikan senyawa-senyawa yang tidak esensial melalui akar-akar. Tidak semua ide Liebig adalah benar. Ia menyatakan bahwa asam asetat diekskresikan melalui akar tanaman. Ia juga percaya bahwa NH4 + merupakan bentuk nitrogen satu-satunya yang diserap tanaman dan tanaman dapat menemukan senyawa ini dari tanah, pupuk, dan udara. Leibig sangat percaya pada analisis tanaman dan mempelajari kandungan unsur yang ada merupakan suatu cara untuk dasar rekomendasi. Ia juga berpendapat bahwa pertumbuhan tanaman adalah bagian dari jumlah senyawa mineral yang terdapat dalam pupuk. Ia juga mengemukakan '”hukum minimum” yang berbunyi: ’’Bahwa pertumbuhan tanaman dibatasi oleh unsur hara tanaman yang tersedia dalam jumlah tersedikit, bila yang lain berada dalam jumlah yang cukup’’. Konsep ini mempengaruhi pendapat di bidang pertanian dalam jangka lama. 10
  • 11. Liebig membuat pupuk berdasar idenya terhadap nutrisi tanaman. Rumusan campuran diperhitungkan tetapi dia melakukan kesalahan dalam mencampur garam fosfat dan kalium dengan kapur. Sebagai hasilnya pupuk menyebabkan kerusakan pada tanaman. Namun demikian, Leibig menyumbangkan dasar-dasar dalam pertanian dan dia barangkali orangnya yang dikenal sebagai: ''Bapak Kimia Pertanian''. (*) Tisdale, S.L. dan W.L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizer. McMillan Publ. Co., Inc. New York. 11
  • 12. 1.2. Riset Strategi Pengembangan Pertanian Organik – Syekhfani (2005)- Materi-1 Pendahuluan  Perubahan suatu sistem membutuhkan kajian yang tepat dan menyeluruh agar sistem tersebut dapat berhasil dan tidak memberikan dampak negatif jangka panjang.  Sistem pertanian organik (SPO) di Indonesia merupakan wacana yang saat ini sedang hangat- hangatnya didiskusikan apakah dapat menjadi alternatif sistem pertanian yang akan membawa pembangunan pertanian akan datang ke arah lebih baik.  Sistem tersebut perlu dikaji secara khusus dan menyeluruh dalam mengantisipasi permasalahan- permasalahan yang mungkin muncul bila diterapkan secara luas.  Untuk itu, dibutuhkan strategi dan program yang tepat di bidang penelitian dan pengembangan SPO di Indonesia. Dasar-dasar Pokok Pikiran  Penerapan sistem "Revolusi Hijau" di Indonesia, pada awalnya menunjukkan perkembangan yg menggembirakan, setelah dilakukan berbagai program intensifikasi pada lahan sawah, dimulai dari padi sentra, Bimas, Inmas Insus, Supra Insus, Gema Palagung, Korporat Farming, dan Ketahanan Pangan.  Penggunaan saprodi yg dikenal sebagai "Panca Usaha" pertanian (pengolahan tanah, irigasi, bibit unggul, pemupukan, dan pestisida) di awalnya meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman padi sawah. Keberhasilan yg sangat dirasakan adalah saat Indonesia dinyatakan mencapai “swasembada beras” tahun 1984. Namun setelah itu sangatlah sulit untuk meningkatkan produktivitas padi sawah, meskipun dilakukan berbagai upaya.  Jenis tanaman padi unggul dari rekayasa secara biologis diperoleh dengan potensi produksi > 10 ton/ha. Namun potensi produksi itu sangat sulit dicapai, di mana rata-rata produktivitas nasional hanya 5.0 ton GKG/ha (Jawa Timur sebagai sentra produksi beras hanya 5.5 ton GKG/ha). Telah terjadi "levelling off" produktivitas tanaman padi sawah. Disinyalir akibat perlakuan budidaya tanaman yang tidak rasional, yaitu penggunaan pupuk dan/atau pestisida berlebihan, yang mengakibatkan terjadi ketidak-imbangan perharaan dalam tanah serta terganggunya biodiversitas siklus pertumbuhan tanaman.  Apabila mengacu kepada sistem tradisional alami (natural system), di mana terdapat keseimbangan unsur hara dalam tanah, diversifikasi tanaman di lahan sawah, sistem bero tanpa penggunaan pupuk/pestisida buatan pabrik, dan air irigasi yang tidak tercemar, maka diketahui kehidupan tidak mengalami banyak permasalahan terutama berkaitan dengan kesehatan manusia, hewan, tumbuhan, maupun lingkungan. Umur manusia pun relatif panjang dibandingkan setelah adanya sistem intensifikasi.  Berbagai tindakan intensifikasi lahan di atas mengarah kepada degradasi tanah dan pencemaran lingkungan, misalnya pemberian pupuk N, P, K buatan pabrik berkonsentrasi serta dosis tinggi secara terus menerus, tanpa diimbangi dengan unsur hara esensial lain, pestisida/herbisida non- selektif yang membunuh organisme lain kecuali hama/penyakit, air irigasi yang tercemar oleh industri baik pabrik maupun rumah tangga, semuanya berdampak negatif terhadap kehidupan manusia, hewan, maupun tanaman. Hal ini menyebabkan kehidupan di bumi makin lama makin terasa tidak nyaman. 12
  • 13.  Paradigma baru kesuburan tanah yang bersifat sustainable, bahwa tanah bukanlah benda statis melainkan dinamis, karena ia merupakan medium kehidupan (organisme makro/mikro, termasuk akar tanaman). Seharusnya, yang menjadi fokus perhatian tidak hanya pengolahan tanah (sifat fisik) dan pupuk (sifat kimia) saja; melainkan juga kehidupan organisme tersebut (sifat biologi). Bahan organik, bersifat multi purpose (peran ganda) di mana ia berperan dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, maupun biologi tanah. Jadi, bahan organik adalah merupakan kunci kesuburan tanah, dan managemen bahan organik adalah kunci keberlanjutan pertanian.  Di pihak lain, perkembangan konsumen di negara-negara maju dari hari ke hari telah beralih kepada konsumsi bahan pangan yang sehat, tidak tercemar senyawa-senyawa kimia buatan pabrik. Di Amerika Serikat misalnya, perkembangan produksi organik sejak th 1990-an dalam jangka lima tahun saja, meningkat tajam dari 5% hingga 20%, dan saat ini mungkin angka tersebut lebih tinggi lagi. Hal yang sama ditemukan pula pada masyarakat komunitas Eropah dan Kanada, dan Australia. Impor beberapa produk pertanian saat ini telah mulai mempersyaratkan produk berasal dari "sistem organik".  Di dalam negeri, akhir-akhir ini SPO mulai didiskusikan, dan bahkan ada yang telah menerapkan praktek budidaya, meskipun berbagai definisi tentang pertanian organik belum dipahami secara jelas. Pihak pemerintah maupun swasta juga mulai mengkaji perkembangan yang terjadi di masyarakat untuk mempertimbangkan apakah sistem ini dapat diterapkan sebagai salah satu alternatif budidaya yang menguntungkan, diterima di tingkat lokal, regional, nasional dan bahkan global.  Apabila ternyata SPO dinyatakan dapat menjanjikan sebagai salah satu alternatif budidaya pertanian yang menguntungkan, maka berbagai hal perlu dipikirkan menuju ke arah pengembangannya. Hal-hal tersebut meliputi semua aspek yang berkaitan dengan produksi di lahan (on-farm), maupun di luar lahan (off-farm); melibatkan pihak industri hulu dan hilir, serta berbagai komponen pelaku produksi terkait, baik pemerintah, swasta, Lembaga Penelitian (termasuk Perguruan Tinggi), Perbankan, pelaku pasar, dan lain-lain. Semuanya harus mempunyai persepsi dan komitmen yang sama terhadap pengembangan SPO.  Adalah sulit untuk mengubah sistem intensifikasi pertanian yang selama ini diterapkan beralih ke SPO, karena sifatnya sangat berbeda; yang satu orientasi ke produksi tinggi dengan masukan dari luar tinggi (high external input agriculture, HEIA) melibatkan bahan-bahan kimia buatan panrik, dan yang lain masukan dari luar rendah (low external input agriculture, LEIA) dengan mengandalkan “daur ulang” (recycling) sisa panen. Hal ini memerlukan tindakan yang bersifat evolusional bukan revolusional. Terlebih dulu dibutuhkan perubahan sikap perilaku para pelaku produksi dan konsumsi seperti tersebut di atas.  Fokus pembenahan terutama ditujukan kepada para konsumen sebagai pengguna, diikuti oleh produsen (petani) beserta para pendukung produksi, serta pelaku pasar. Dalam hal ini, pemerintah harus berperan dalam membuat kebijakan (regulator, fasilitator, dinamisator, dan eksekutor) dalam pengembangan sistem. Jaminan kuantitas, kualitas, serta kontinyuitas produksi menjadi kunci utama keberhasilan usaha, dengan adanya suatu "jaminan pasar". Harus ada political will yang jelas dari pemerintah tentang pengembangan SPO.  Secara geografis, lahan-lahan pertanian yang berpeluang besar menuju sistem organik, urut- urutannya adalah komoditi hortikultura (buah-buahan, sayuran, dan bunga-bungaan); perkebunan; dan terakhir tanaman pangan terutama yang dibudidayakan di lahan sawah beririgasi. Umumnya hortikultura dibudidayakan di dataran tinggi (upper stream) yang relatif bebas dari sumber pencemar kecuali dari tindakan budidaya itu sendiri; perkebunan dilakukan dengan managemen terkendali, dan tanaman pangan umumnya berada di kawasan dataran rendah (lower stream); sehingga lahan sawah beririgasi sangat riskan terjadi pencemaran, tergantung pada kualitas air irigasi apakah tercemar atau tidak. 13
  • 14. Strategi Penelitian Bidang Kajian:  Aspek Bio-Fisik; On Farm, Off Farm (IFS, IPNS, IPMS).  Aspek Sosial: Perilaku konsumen (perubahan kebiasaan makan, motto hidup sehat), prioritas sasaran pengembangan (masy. kalangan bawah, menengah, atas/elit).  Aspek Ekonomi: Pasar/Jaringan Pasar (jaminan pasar, jaminan produktivitas/kualitas /kontinyuitas), segmen pasar (lokal, regional, nasional, ekspor).  Aspek Polesi: Kebijakan pemerintah (arah paradigma pembangunan pertanian), regulasi (standarisasi, sertifikasi, kontrol kualitas, perlindungan konsumen).  Aspek Kelembagaan: pemerintah, swasta, LSM. Alur Kegiatan  Pewilayahan pertanian organik indigenous dan introduksi.  Evaluasi kesesuaian dan kemampuan lahan (land suitibility dan land capability).  Penentuan jenis komoditi dan lokasi spesifik.  Produsen dan konsumen produk organik.  Pasar dan jaringan pasar.  Sertifikasi dan standarisasi.  Regulasi dan Kebijakan Pemerintah. Program Jangka Pendek:  Polesi pemerintah.  Regulasi berkaitan dengan SPO.  Pembentukan kelembagaan formal/non-formal. Jangka Menengah:  Penentuan jenis komoditi tanaman organik.  Pembenahan sistem pertanaman, sistem perharaan tanaman, dan sistem pengendalian hama/penyakit tanaman terkendali.  Penguasaan teknologi dekomposisi di tingkat petani.  Penciptaan pasar/jaringan pasar produk organik.  Pengkajian sasaran konsumen produk organik. Jangka Panjang:  Pemetaan potensi wilayah spesifik untuk komoditi tanaman organik atas dasar land capability dan land suitability.  Penciptaan sistem agribisnis produk organik di tingkat lokal, regional, nasional, dan global.  Menjalin perjanjian bilateral dengan negara-negara pengimpor produk organik dari Indonesia.  Melakukan penelitian-penelitian dasar dan terapan yang menunjang perkembangan pertanian organik. 14
  • 15. Objek Penelitian Penelitian Dasar:  Sifat kimia dan biokimia tanah, bahan organik sisa tanaman, produk organik.  Proses dekomposisi dan mineralisasi bahan organik, sinkronisasi penyediaan dan uptake unsur hara, kapasitas dan intensitas penyediaan unsur hara.  Daur ulang sisa tanaman, hubungan hara dalam air - tanah – tanaman.  Sifat kimia dan biokimia pupuk/pestida organik.  Sifat kimia dan biokimia lingkungan, udara, air irigasi.  Kandungan gizi produk pertanian. Penelitian Terapan:  Kajian pewilayahan komoditi pertanian organik.  Sumber bahan organik (pupuk kandang, pupuk hijau, kompos), proses pembuatan, kualitas.  Teknik Budidaya SPO: pola pertanian, pemupukan, pemberantasan hama penyakit (secara terpadu), masukan internal/eksternal, daur ulang sisa panen.  Potensi SDM SPO: tingkat pendidikan, pendapatan, adopsi teknologi, tenaga kerja.  Kajian pasar, segmen pasar, jaringan pasar, konsumen.  Kajian kelembagaan tingkat lokal, regional, nasional, global (pemerintah, swasta, lembaga kemasyarakatan).  Kajian mutu serta jaminan mutu produk pertanian.  Hubungan produk organik dengan kesehatan manusia dan hewan. Penelitian Faktor Pendukung:  Pelayanan Faktor Pendukung: modal, teknologi budidaya/ pasca panen, bimbingan dan penyuluhan.  Rakitan Teknologi: teknologi budidaya, teknologi pasca panen.  Penyiapan Tenaga Penyuluh/Pendamping: peran PT sangat besar.  Transfer Teknologi: media masa, percontohan, pendampingan.  Pengorganisasian: “Masyarakat Pertanian Organik Indonesia” (MAPORINA). Penutup  Sistem pertanian organik (SPO) di Indonesia baru dikembangkan dan merupakan alternatif dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan baik produsen maupun konsumen.  Prinsip dasar SPO adalah keberlanjutan (sustainability), mengacu sistem alami (natural system), dan tidak menggunakan bahan-bahan kimiawi buatan pabrik; sehingga produk tidak tercemar dan bersifat akrab lingkungan.  Untuk menuju penerapan SPO, diperlukan kegiatan-kegiatan penelitian, baik bersifat penelitian dasar maupun terapan, meliputi aspek fisik/biofisik, sosial, ekonomi, maupun kelembagaan.  Penelitian-penelitian tersebut mencakup komponen-komponen pemerintah, swasta, maupun lembaga kemasyarakatan. 15
  • 16. DAFTAR PUSTAKA Syekhfani. 2005. Riset Strategi untuk Pengembangan Pertanian Organik di Indonesia. Makalah disajikan dalam Kongres Nasional Maporina, Jakarta, 21 Desember 2005. Tisdale, S.L. dan W.L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizer. McMillan Publ. Co., Inc. New York. PROPAGASI TUGAS 1. Tugas Individu (Batas Akhir penyerahan satu Minggu setelah kuliah materi). 2. Berikan ulasan singkat (satu halaman) mengapa Anda perlu mengetahui sejarah perkembangan kestan bagi pertanian. 16
  • 17. Tujuan: 1.2. Tanah Sebagai Medium Tumbuh – Materi 2 1. Mahasiswa mengetahui komponen-komponen tanah pengendali sifat kesuburan. 2. Mahasiswa mengetahui mekanisme terjadinya pengendali tersebut. Penilaian: KomponenPenilaian Persentase Tugas Individual 5 Tanah tersusun atas tiga komponen utama: padatan, cairan, dan udara. Padatan terdiri dari bahan mineral dan organik, menempati separuh volume. Bahan mineral yang berasal dari hancuran batuan induk menempati sekitar 45% dan bahan organik dari dekomposisi jasad mikro mati menempati 5% volume. Separuh sisanya diisi oleh cairan dan elektrolit-elektrolit larut, serta udara dengan volume berfluktuasi menurut banyaknya cairan tersebut. Berdasar pada ukuran partikel, bahan mineral terbagi atas tiga fraksi: pasir, debu, dan liat. Perbandingan bobot masa relatif ketiga fraksi ini disebut tekstur tanah. Ukuran masing-masing fraksi menurut USDA dan ISSS disajikan pada Tabel 1. Diketahui bahwa komponen mineral tanah paling kasar berukuran 2 mm. Fraksi lebih besar seperti kerikil atau koral tidak termasuk komponen tanah, tetapi merupakan fraksi batuan induk. Berdasar hal tersebut, bila kita ingin menggunakan tanah dalam penelitian maka diperlukan ayakan berukuran 2 mm agar komponen bukan tanah dapat dipisahkan. Secara sederhana, tanah didominasi fraksi pasir akan membentuk struktur lepas dan drainase baik. Akan tetapi, daya pegang air dan hara rendah sehingga tanah miskin unsur hara dan cenderung kekurangan air. Tanah didominasi fraksi liat mempunyai sifat lekat dan berstruktur masif sehingga drainase jelek. Meskipun umumnya tanah-tanah liat relatif kaya unsur hara, namun masalah yang dihadapi adalah pengolahan berat dan memerlukan perbaikan drainase. Tabel 1. Klasifikasi Partikel Tanah Menurut USDA dan ISSS*) Fraksi Batas Ukuran Partikel (mm) USDA ISSS Pasir : Sangat kasar 2.00 - 1.00 --- Kasar 1.00 - 0.50 2.00 - 0.20 Sedang 0.50 - 0.25 --- Halus 0.25 - 0.10 0.20 - 0.02 Sangat Halus 0.10 - 0.05 --- Debu 0.05 - 0.002 0.02 - 0.002 Liat <0.002 <0.002 *) USDA = United States Dapartement of Agriculture ISSS = International Society of Soil Science 17
  • 18. Fraksi debu lebih halus dari pada pasir, dengan ciri dalam keadaan lembab tidak begitu lekat dan lebih mudah diolah namun mudah mengalami erosi oleh air maupun angin. Bila ketiga fraksi berada dalam keadaan relatif seimbang, maka akan terbentuk tekstur berlempung (loamy). Tanah-tanah berlempung ideal untuk dijadikan lahan pertanian. Di antara ketiga fraksi, liat merupakan fraksi koloidal yang mampu mengendalikan berbagai sifat kimia maupun fisiko-kimia tanah. Bahan organik menyebabkan warna gelap pada lapisan tanah, terutama pada bagian atas (top soil). Komponen ini berasal dari dekomposisi sisa-sisa jasad mikro hidup yang mati. Disebut bahan organik apabila sisa-sisa jasad mikro telah mengalami dekomposisi menjadi bahan halus sukar dikenali asalnya. Sisa tanaman yang belum memengalami dekomposisi sempurna disebut serasah atau seresah (litter). Pemisahan menggunakan ayakan berukuran 2 mm seperti pada fraksi mineral, berlaku pula dalam membedakan bahan organik dari seresah. Bahan organik tanah ada yang sukar mengalami dekomposisi dan ada yang mudah. Golongan pertama menentukan sifat fisik tanah, sedangkan yang kedua lebih berperan pada sifat kimia terutama dalam penyediaan hara. Senyawa organik sukar mengalami dekomposisi yang paling penting adalah humus. Bersama- sama liat, humus merupakan komponen pengendali sistim perharaan serta air tanah. Liat dan humus berperan sebagai kompleks jerapan (adsorption), pertukaran (exchange), dan penyanggaan (buffer) hara dan air. Unsur hara dalam bentuk ion yang dijerap dipermukaan liat dan humus tersedia bagi tanaman melalui mekanisme pertukaran atau disosiasi; dan hal yang sangat penting adalah unsur hara dapat dipertahankan dari proses yang menyebabkan kehilangan. Humus mampu menyerap (absorp) air sekitar lima kali bobot keringnya. Sifat penyanggaan sama seperti kantong tempat penyimpanan barang yang sewaktu-waktu dapat digunakan dengan mudah. Liat dan humus sebagai penyangga, mampu menyimpan unsur hara bila berlebihan dan segera menyediakan begitu unsur hara berkurang, misalnya diambil tanaman atau hilang ke luar daerah perakaran. Prinsip penyanggaan hara sangat penting dalam ilmu kesuburan tanah dan pemupukan. Selain hara, liat dan humus juga berfungsi sebagai penyangga pH dan air tanah. Unsur hara tanaman tersedia dalam bentuk ion: kation atau anion. Ion diikat oleh kompleks bermuatan listrik pada permukaannya dan dilepas ke dalam cairan tanah melalui mekanisme pertukaran ion. Air ditahan di antara lempeng liat dan dalam molekul bahan organik. Kemampuan kompleks penyangga untuk mempertukarkan kation atau anion dinyatakan sebagai Kapasitas Tukar Kation (KTK) atau Kapasitas Tukar Anion (KTA); dan jumlah kation-kation basa terjerap, dalam persen, disebut Persentase Kejenuhan Basa (PKB). Mekanisme pertukaran ion sangat dipengaruhi oleh reaksi tanah (pH). Dalam menafsir tingkat kesuburan suatu tanah, maka nilai KTK, KTA, PKB, dan pH digunakan sebagai parameter. 1.2. Komponen Tanah Pengendali Hara Telah disinggung bahwa liat dan humus merupakan dua komponen padatan aktif dalam mekanisme penyangga hara dan air. Untuk mengerti lebih jauh, diperlukan gambaran dasar tentang struktur dan sifat-sifatnya, akan ditinjau lebih lanjut berikut ini. Struktur Dasar Mineral Liat Pengertian mineral liat meliputi mineral liat primer dan sekunder, koloid silikat, dan oksida-oksida besi dan aluminium terhidrasi (seskuioksida). Secara garis besar mineral liat dapat digolongkan dalam grup-grup disajikan pada Tabel 2. 18
  • 19. Tabel 2. Penggolongan Grup Mineral Liat (Loughnan, 1969) Kristalin: (a) Tipe 1:1, contoh: kaolinit, haloisit, anaukit, dikit, dan lain-lain. (b) Tipe 2:1 (memuai), contoh: montmorilonit, beidelit, nontronit, saponit, vermikulit, dan lain-lain. (c) Tipe 2:2 (tidak memuai), contoh: khlorit. Nonkristalin: (d) Alofan (e) Seskuioksida (Fe dan Al hidroksida): gutit, limonit, gibsit. Mineral liat tipe 1:1 tersusun atas satu lempeng silikon tetrahedral dan satu lempeng aluminium oktahedral; tipe 2:1 dua lempeng tetrahedral dan satu lempeng oktahedral, dan tipe 2:2 masing-masing tetrahedral dan oktahedral dua lempeng silih berganti. Tipe 1:1 disebut golongan Kaolinit dan tipe 2:1 golongan Montmorilonit. Kedua tipe ini paling banyak dijumpai dalam tanah. Untuk tipe 2:1 yang tidak mengembang termasuk golongan Ilit, sedang tipe 2:2 golongan khlorit. Mineral liat tipe 1:1 mempunyai kisi-kisi mantap dan tidak mengembang; sedang tipe 2:1 bersifat kurang mantap dan mengembang bila menyerap air; menyebabkan terjadi penjonjotan (swelling) bila basah; dan pengerutan (shrinkage) bila kering. Grumusol (Vertisol) merupakan contoh jenis tanah didominasi liat tipe 2:1; sangat lekat saat hujan tetapi keras serta merekah dengan celah dalam di permukaan saat kemarau. Karena itu jenis tanah ini sulit diolah pada kondisi kelebihan ataupun kekurangan air, dan rekahan dapat menyebabkan kerusakan akar tanaman. Sifat jelek lain ialah drainase buruk sehingga seringkali menjadi kendala bagi pertumbuhan tanaman. Tanah didominasi liat tipe 1:1 tidak menunjukkan sifat-sifat di atas. Golongan ini berumur lanjut, masam dan miskin unsur hara. Sebagai contoh adalah Latosol dan Podzolik (Oksisol dan Ultisol) terdapat di daerah beriklim basah. Mineral liat tipe 2:1 mempunyai kemampuan mengikat (retensi) unsur hara lebih besar daripada tipe 1:1; berkaitan dengan jumlah muatan pada permukaan lempeng yang lebih banyak. Muatan listrik permukaan lempeng liat ditinjau pada uraian berikutnya. Perbedaan tingkat kemampuan mengikat unsur hara menyebabkan tanah-tanah didominasi mineral liat tipe 2:1 mempunyai tingkat kesuburan potensial relatif lebih tinggi daripada tipe 1:1. Komponen Organik: Humus Jasad hidup, apakah tanaman, hewan ataupun manusia, terdiri dari komponen-komponen organik sebagai penyusun tubuh. Bila jasad mati, komponen-komponen dirombak oleh jazad mikro menjadi senyawa organik sederhana. Hasil akhir adalah air, karbon-dioksida, dan unsur-unsur mineral. Senyawa kimia utama penyusun tanaman meliputi karbohidrat, lignin, dan protein. Sedang penyusun lain ialah minyak, lilin (wax), enzim, alkaloid, dan unsur mineral. Proses dekomposisi sisa tanaman oleh jazad melepas senyawa-senyawa tersebut menjadi bahan organik tanah. Kemampuan bahan organik mengalami dekomposisi berbeda-beda sehingga dapatdigolongkan menjadi senyawa ‘mudah’ dan senyawa ‘tahan’ terhadap dekomposisi. Senyawa yang tahan mengalami dekomposisi antara lain humus, yang tersusun atas poliuronida dan lignin dengan lignin sebagai senyawa utama. 19
  • 20. Seperti liat, humus berukuran koloidal dan sangat reaktif. Humus mampu menyerap banyak air sehingga kapasitas pengikatan air (water holding capacity) tanah menjadi besar. Kemampuan humus menyerap air lima kali lebih besar dari liat. Di samping itu, humus berperan dalam pembentukan dan penentuan kemantapan agregat, sifat keremahan, aerasi, sifat olah, dan ketahanan terhadap erosi. Senyawa protein dalam humus berperan sebagai cadanganmunsur P, N, dan S. Partikel humus merupakan asam-asam organik yang umumnya bermuatan negatif, sehingga mampu menjerap kation-kation. Nilai KTK humus kurang lebih 200 hingga 300 me/100g, jauh lebih besar daripada liat yang hanya sekitar 100 me/100g tanah. Kation-kation basa K, Ca, dan Mg yang diikat humus lebih mudah tersedia bagi tanaman. Di pihak lain, humus mampu mengurangi pengaruh kemasaman akibat penggunaan pupuk. Sumber kemasaman tanah seperti ion Al3+ dinetralkan oleh humus dalam bentuk ikatan khelat (chellating bond) humus-logam. Di sini humus bertindak sebagai ligan (ligand) bermuatan negatif dan ion Al3+ sebagai inti bermuatan positif. Penggunaan bahan organik pada tanah masam dapat diperhitungkan sebagai discount factor dosis kapur dalam peningkatan pH. 1.3. Muatan Listrik pada Liat dan Bahan Organik Muatan listrik tanah menentukan sifat kimia maupun fisiko-kimia. Muatan listrik liat dan humus menyebabkan keduanya bertindak sebagai kompleks aktif yang erat kaitannya dengan kesuburan tanah aktual maupun potensial. Di samping itu, ikatan ion-ion dapat menjelaskan sistim penyediaan hara serta prinsip-prinsip dasar pemupukan. Muatan Listrik pada Liat Muatan listrik pada liat muncul karena dua hal: (1) kisi-kisi mineral liat rusak atau patah, dan (2) pertukaran tempat kedudukan kordinasi unsur Si dan/atau Al oleh unsur-unsur lain dalam struktur mineral tanpa merusak struktur lempeng, dikenal dengan istilah substitusi isomorfik. Pada kasus pertama, kisi-kisi liat mengalami kerusakan atau patah akibat gaya-gaya alami atau pengolahan tanah, sehingga sebagian unsur yang berikatan terlepas. Pada bagian kisi kristal rusak atau patah, unsur oksigen (O) dan hidrogen (H) berada dalam ikatan kovalen. Kekuatan ikatan tergantung pada pH. Bila nilai pH rendah, maka cairan tanah didominasi ion H+ , muatan kisi-kisi adalah positif karena ion OH- di ikat oleh ion H+ menjadi molekul air yang netral. Sebaliknya bila pH tinggi, ion OH- dominan dan muatan kisi negatif karena ion H+ berikatan dengan sebagian OH- . Sifat muatan liat yang dipengaruhi perubahan pH ini disebut muatan bergantung pada pH (pH-dependent charge). Mekanisme perubahan adalah sebagai berikut: Muatan listrik pada substitusi isomorfik tidak dipengaruhi perubahan pH; sehingga disebut muatan tidak bergantung pH (muatan permanen, permanent charge). Muatan Listrik pada Bahan Organik/Humus Muatan listrik pada humus mirip dengan muatan liat mengalami kerusakan pada kisi-kisinya. Contoh bagan susunan koloidal disajikan dalam Gambar 1.6. Gugus hidroksi fenolat (-O- ) terikat pada cincin aromatik, sedangkan gugus karboksil (-COO- ) terikat pada atom karbon lain. Bagan tersebut menyerupai struktur liat silikat dan menunjukkan adanya jerapan permukaan (surface adsorption), meskipun jerapan juga terjadi dalam struktur padatan (misel). Seperti liat kisi-kisi patah, muatan humus sangat bergantung pada pH. Pada suasana sangat masam, ion hidrogen terikat erat dan tidak mudah diganti kation lain. Dengan penambahan unsur basa maka ke- alkalian naik; mula-mula ion hidroksil-fenolat berionisasi, kemudian hidrogen dari grup fenolat digantikan 20
  • 21. oleh kalsium, magnesium, atau kation lain. Sifat muatan bahan organik bergantung pH mempengaruhi nilai KTK yang berubah dengan perubahan pH pada tanah kaya bahan organik. Nisbah C/N Tanah dan Tanaman Bahan organik acapkali digunakan dalam ameliorasi tanah bermasalah terutama berkaitan dengan sifat fisik. Dalam praktek sehari-hari pemberian bahan organik disebut pemupukan dan bertujuan meningkatkan produksi. Untuk itu, dibutuhkan jumlah banyak karena kadar unsur terkandung dalam bahan organik umumnya rendah. Sebagai contoh, kadar N pupuk kandang hanya sekitar 2% dan cukup rendah dibandingkan 46% dalam urea. Dengan demikian, lebih tepat bila bahan organik dikatakan sebagai pupuk tanah dan pupuk artisifial (pupuk pabrik, pupuk anorganik) adalah pupuk tanaman. Dalam praktek pertanian, bahan organik dikenal sebagai pupuk hijau, pupuk kandang, kompos, atau humus. Tingkat dekomposisi bahan-bahan ini diketahui dari kandungan karbon dan nitrogen. Unsur karbon dan nitrogen dibutuhkan oleh jazad mikro dekomposer sebagai sumber energi dan hara. Antara jazad mikro dengan tanaman terjadi kompetisi dalam memperoleh nitrogen. Umumnya jazad mikro lebih mampu, sehingga tanaman menunjukkan kekurangan (defficiency) nitrogen. Pengikatan N dalam tubuh jazad dinamakan imobilisasi nitrogen; dijumpai pada tanah diberi bahan organik belum terdekomposisi sempurna. Imobilisasi bersifat sementara dan dilepas kembali begitu jasad mati. Pelepasan N ditandai pertumbuhan tanaman normal dan nisbah C/N tamah berada antara 10 sampai 15. Nisbah C/N lazim digunakan sebagai petunjuk (indikator) kemudahan dekomposisi bahan organik. Makin tinggi C/N makin sukar terdekomposisi. Jerami padi mempunyai nilai C/N lebih tinggi dari kedelai sehingga dekomposisinya lebih lama. Contoh komposisi karbon dan nitrogen serta nisbah C/N beberapa jenis bahan disajikan pada Tabel 4. Bila jerami padi dimasukkan ke dalam tanah, dengan waktu nisbah C/N 44 turun mendekati 10. Dalam proses pembentukan kompos, dekomposisi dipercepat melalui penambahan nitrogen dan kapur untuk memacu perkembangan jazad. Karena dekomposisi membutuhkan waktu, maka pemberian bahan organik ke dalam tanah dianjurkan dua atau tiga minggu sebelum tanam, atau jerami terlebih dulu dikomposkan. Tujuannya menjaga agar tanaman tidak kekurangan N akibat kompetisi dengan jazad. 21
  • 22. Tabel 4. Komposisi Beberapa Jenis Bahan Diberikan ke dalam Tanah (Kalpage, 1967) BAHAN KARBON NITROGEN C/N (%)(%) Organik, seluruh tanaman: 45 - 50 1.5 - 3.5 15 - 30 Jerami padi 34.6 0.78 44 Kacang-kacangan 50.0 2.0 - 3.5 13 - 25 Pupuk kandang 30.9 2.15 14 Kompos 18.7 1.77 11 Serbuk gergaji - - 40 Kue kacang tanah 44.9 7.92 6 Darah beku 41.5 11.10 4 Peran Organisme Tanah Organisme berukuran dari beberapa kali hingga beberapa ribu kali partikel liat.. Dalam kasus umum dalam ekosistem, organisme lebih besar memakan yang lebih kecil, sebab bentuk ini tidak berisiko terhadap kesehatan mereka tidak dapat membela diri dan berukuran makanan. Warna latar belakang membagi mereka dengan ukuran fauna dalam mikro - (kecil), meso- (sedang) dan makro - (besar) (Coleman & Crossley dalam 'Fundamentals of soil ecology’, 1996), menempatkan fungsi dan hubungan terhadap daur hara dan struktur tanah pada grup ini melalui cara berikut: Daur hara Struktur tanah Mikroflora (bakteri + fungi) Katabolis bahan organik. Mineralisasi dan imobilisasi unsur hara. Menghasilkan senyawa organik yg mengikat agregat. Hypha mengikat partikel membentuk agregat. Mikrofauna Mengatur populasi bakteri dan fungi. Mengubah turn-over unsur hara. Bisa berpengaruh terhadap struktur agregat melalui interaksi dengan mikroflora. Mesofauna Mengatur populasi bakteri dan fungi. Mengubah turn-over unsur hara . Memperkecil residu tanaman. Menghasilkan butiran halus. Membuat bio-pori. Merangsang humifikasi. Makrofauna Memperkecil residu tanaman. Merangsang aktivitas mikroba. Mencampur partikel bahan organik dan mineral. Meredistribusi bahan organik dan mikroorganisme.Membuat bio-pori. Merangsang humifikasi. Menghasilkan butiran halus. 22
  • 23. DAFTAR PUSTAKA Loughnan, F.C. 1969. Chemical Weathering of the Silicate Minerals. American Elsevier Publ. Co., Inc. New York. Syekhfani. 2010. Hubungan - Hara – Tanah - Air – Tanaman. Dasar Kesuburan Tanah Berkelanjutan. Edisi ke-2. PMN – ITS, Surabaya, 247 p. Tisdale, S.L. dan W.L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizer. McMillan Publ. Co., Inc. New York. PROPAGASI TUGAS 1.Tugas Individu (Batas Akhir penyerahan satu Minggu setelah kuliah materi). 2. Berikan ulasan singkat (satu halaman) bagaimana terjadi sifat pengendali pada komponen tanah. 23
  • 24. 1.3. Unsur Hara dalam SistemTanah-Tanaman – Materi-3 Tujuan: 1. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis unsur hara serta sumber utamanya di alam. 2. Mahasiswa mengetahui peran utama unsur hara bagi pertumbuhan tanaman. Penilaian: KomponenPenilaian Persentase Tugas Individual 5 Peran kunci pupuk sebagai sumber unsur hara telah diketahui dengan jelas dalam sistem perharaan tanaman. Saat ini tidak kurang dari 16 unsur hara esensial dibutuhkan tumbuhan hijau untuk kehidupannya. Disebut unsur hara esensial, karena tanaman tidak akan dapat hidup tanpa unsur-unsur tersebut, dan bila kekurangan tumbuh tidak normal. Ke 16 unsur hara tersebut adalah: karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), Fosfor (P), sulfur (S), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), tembaga (Cu), molibdenum (Mo), boron (B), dan khlor (Cl). Tumbuhan hijau memperoleh karbon sebagai karbon-dioksida dari udara; oksigen dan hidrogen dari air, sedang unsur lain diambil dari dalam tanah. Berdasar pada keberadaan dalam tanaman secara normal. Unsur hara nitrogen, fosfor, sulfur, kalium, kalsium, dan magnesium, dikenal sebagai unsur hara esensial makro, karena dibutuhkan dalam jumlah relatif banyak; sedang unsur hara mikro esensial dibutuhkan relatif sedikit, adalah besi, mangan, tembaga, seng, boron, molibden, dan khlor. Hidup tersusun dari senyawa karbon, disimpan dlm tanaman dan hewan, juga dalam tanah. Energi organisme tanah hanya berasal dari berbagai jenis senyawa karbon yg didaur-ulang ke tanah. Planet bumi dibedakan menjadi biosfer (lapisan kehidupan), selapis tipis gas, tanah dan cairan di mana semua kehidupan berada. Planet (diameter 12,000 km), apa penyusunnya? Dengan tekanan permukaan 1 atmosfer, sama dengan 1 kg/cm2, kolom udara 10,000 kg setiap meter persegi, mengandung nitrogen (~8000kg) dan oksigen (~2000kg) dan 3 kg karbondioksida (CO2) atau sekitar 1kg. Jadi, sedikit sekali karbon di bagian atas, ditangkap oleh tanaman (lihat Gambar 1). Tanaman memproduksi bahan tanaman dari unsur hara tanah, air dan karbondioksida, menggunakan energi cahaya. Ia dinamakan produksi primer. Diagram di bawah menunjukkan aliran karbon (sama dengan aliran energi). Pada bagian kiri dpt dilihat suatu tanaman menangkap sinar dan CO2 dari udara dan melepas oksigen. Pd malam hari, di mana tdk ada sinar matahari, tanaman melaakukan respirasi seperti halnya dilakukan hewan, mengambil oksigen dan melepas CO2. Anehnya, proporsi produksi primer yg banyak (50%) tidak tampak di bawah tanah, di mana dalamnya tumbuh sistim perakaran dan makanan organisme tanah. Hanya 50% digunakan untuk pertumbuhan atas tanah. Hal ini, antara 10 dan 40% digunakan utk pertumbuhan, tergantung pada tipe tanaman, umur dan jenis panen. Bila tanaman secara teratur digembalakan, pertumbuhan biomas adalah rumput, berjumlah tdk lebih dari 40%. Sisa 10% hilang melalui daun gugur. Seresah daun ini didekomposisi oleh fungi dan bakteri, menyumbang energi bagi biota tanah, melalui pemberian hara ke tanah. 24
  • 25. Gambar 1. Proses Produksi Primer Tanaman (Materi Kuliah SFN-MAES, 2011) Semua unsur hara tanaman, kecuali karbon, hidrogen dan oksigen, berasal dari tanah. Sistem tanah digambarkan oleh para pakar tanah terdiri dari fase padat, cair, dan gas. Fase ini secara fisik dapat terpisah-pisah. Perharaan tanaman berbasis pada fase padat berdisosiasi dengan fase cairan; kebiasaan lintasan masuk ke dalam sistem tanaman melalui akar dan sel-sel tanaman. Lintasan ini dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan: M (padatan) -> M (larutan) -> M (akar tanaman) -> M (tajuk tanaman) Di mana 'M', adalah unsur hara bergerak kontinyu melalui sistem tanah menuju tanaman. Operasional sistem ini tergantung pada energi matahari melalui aktivitas fotosintesis dan metabolisme. Kejadian ini merupakan fenomena alami sederhana, namun dapat dijelaskan secara detail melalui proses fisik dan fisiko-kimia berkaitan dengan reaksi-reaksi dan lintasan. Transfer aktual di alam menempati muatan ion-ion, berupa bentuk di mana unsur makanan tanaman dijumpai dalam larutan (fase cair dalam sistem). Akar tanaman mengangkut ke atas unsur-unsur dari tanah dalam bentuk ion-ion. Muatan ion-ion positif disebut 'kation' meliputi kalium (K+ ), kalsium (Ca2+ ), magnesium (Mg2 +), besi (Fe2+ ), tembaga (Cu2+), seng (Zn 2+ ), dan lain-lain. Ion-ion bermuatan negatif disebut ‘anion, contohnya nitrat (NO 3- ), mono fosfat (H2PO4 - ), sulfur (SO4 2- ), Khlor (Cl- ), dan lain-lain. Oleh karena hampir seluruh unsur hara esensial tanaman diambil dari dalam tanah, maka tanah berperan sangat penting sebagai sumber unsur hara; di samping sebagai medium tumbuh akar tanaman. Sebagian unsur hara diikat kompleks jerapan dan sebagian lagi larut sebagai senyawa atau ion dalam cairan tanah. Jumlah unsur terjerap dan larut menentukan kapasitas dan intensitas ketersediaan. Sebagai gambaran, status unsur total dan tersedia dalam tanah dan jaringan tanaman disajikan pada Tabel 5. 25
  • 26. Tabel 5. Kisaran Normal Kadar Unsur Hara dalam Tanah dan Tanaman (Isaac dan Kerber, 1971) Unsur Unsur Tanah (Total) Tanah Terekstrak) (ppm) Tanaman P 0.05 - 0.25 % P2O5 0,5 – 500 0,03 - 1.0% K 0,1 - 4 % K2 O 50 - 4 000 0,2 - 10.0% Ca 2.5 % CaO 100 - 15 000 0,1- 10.0% Mg 0,1 - 2 % MgO 10 - 3 000 0,05 - 2% S 0,05 - 0.4 % SO3 5 - 50 0,1 - 1% Fe 0,1 - 8 % Fe2O3 10 - 1 000 20 - 200 ppm Mn 0-0.5% MnO 2 - 500 5-5000 ppm Cu 2-200(1-1000) ppm 0.5 – 100 1-25 ppm Zn 10-300 ppm 1 - 100 5-300 ppm, (5-1500) ppm B 3-200 ppm 0.1 - 2 10-100 ppm, (5-1500) ppm Mo 0.2-5% 0.5 –10 0.01-25 ppm Angka di antara kurung ( ), adalah kisaran yang pernah dilaporkan Data di atas belum menunjukkan kondisi ketersediaan aktual tanaman karena masih sangat tergantung pada sifat dan perilaku masing-masing unsur hara. Oleh sebab itu, sifat dan perilaku tersebut penting dipelajari untuk tujuan pengendalian. DAFTAR PUSTAKA Isaac, R.A. dan J.D. Kerber. 1971. Atomic absorption and flame photometry: Techniques and uses in soil, plant, and water analysis. In L.M. Walsh (ed), Instrumental methods for analysis of soils and plant tissue. Soil Sci. Soc. of Amer., Inc. Ma., Wisc. USA. Syekhfani. 2010. Hubungan - Hara – Tanah - Air – Tanaman. Dasar Kesuburan Tanah Berkelanjutan. Edisi ke- 2. PMN – ITS, Surabaya, 247 p. PROPAGASI TUGAS 1. Tugas Individu (Batas Akhir penyerahan satu Minggu setelah kuliah materi). 2. Berikan ulasan singkat (satu halaman) dari mana saja unsur hara diperoleh tanaman dan bagaimana tanaman menyerap (uptake) masing-masing unsur tersebut. 26
  • 27. 2.1. Unsur Hara Makro 2.1.1. Nitrogen: – Materi-4 Tujuan: 1. Mahasiswa mengetahui sumber dan sifat perilaku unsur hara nitrogen. 2. Mahasiswa mengetahui analisis dan interpretasi status unsur nitrogen. Penilaian: KomponenPenilaian Persentase Tugas Individual 10 Nitrogen adalah unsur yang berpengaruh cepat terhadap pertumbuhan tanaman. Bagian vegetatif berwarna hijau cerah hingga gelap bila kecukupan N; karena ia berfungsi sebagai regulator penggunaan kalium, fosfor dan unsur-unsur lain dalam proses fotosintesis. Bila kekurangan N, tanaman kerdil dan pertumbuhan perakaran terhambat. Daun-daun berubah kuning atau hijau kekuningan (khlorosis, kekurangan khlorofil) dan cenderung gugur. Di lain pihak, bila N berlebihan akan terjadi penebalan dinding sel; jaringan bersifat sukulen (berair), dan mudah rebah atau terserang hama penyakit. Sumber Nitrogen disediakan secara cepat oleh batuan dan mineral batuan beku, tetapi komponen utama adalah berasal dari atmosfer (79%). Di sini dijumpai molekul gas yg sangat stabil (N2), merupakan bagian yg tidak mudah lepas. Di bagian atas atmosfer dapat dibagi menjadi radikal (N+.N+) oleh radiasi ultraviolet, segera bersenyawa dengan oksigen menjadi berbagai oksida nitrat (2NO, NO, NO2), dan kemudian dengan air membentuk asam nitrat fertil (3NO2 + 3H2O = 2HNO3 + NO). Tsenyawa ini juga pembentuk inti awan hujan melalui energi tinggi muatan petir. Tahun 1914 ilmuan Jerman Fritz Haber dan Carl Bosch,pemenang hadiah Nobel menemukan proses fiksasi nitrogen secara industri dari nitrogen murni dikombinasikan dengan amoniak (NH4) sebagai methane (CH4), menggunakan gas alam sebagai sumber energi. Sebagian amoniak direaksikan dengan karbon dioksida menghasilkan urea, pupuk lambat tersedia (slow-release fertiliser). Sisa amoniak dikonversikan menjadi amonium nitrat (NH3.NO3), pupuk sangat cepat tersedia dan berdaya tinggi. Oleh karena biaya gas alam sangat murah, pupuk buatan baru ini memegang kendali dalam revolusi hijau (green revolution), bersama dengan kultivar unggul produksi tinggi. Nitrogen tanah berasal dari berbagai sumber, yaitu: (1) hasil dekomposisi bahan organik; (2) penambatan gas N2 atmosfer oleh bakteri Rhizobium bersimbiose dengan tanaman leguminosae; (3) penambatan gas N2 atmosfer non-simbiotik oleh jazad mikro tanah seperti Azotobacter dan Clostridium; (4) penambatan gas N2 atmosfer oleh ganggang hijau biru bersimbiose dengan paku air, (5) terdapat dalam air hujan; (6) terbawa asap gunung berapi; dan (7) sebagai pupuk organik maupun anorganik. Keseimbangan N di alam secara global dapat dilihat pada Tabel 6; dan jumlah N ditambat secara tepat belum diketahui, tetapi ada hubungannya dengan jenis tanaman seperti ditunjukkan dalam Tabel 7. 27
  • 28. Penambatan N simbiotik oleh ganggang hijau biru dilakukan Anabaena-azollae bersimbiose dengan pakis air (Azolla-pinnata). Pada tanah sawah, asosiasi Azolla - Anabaena diketahui mampu menambat N bebas 100 hingga 150 kg N tiap hektar per tahun, dengan biomas 40 hingga 60 ton Azolla. Tabel 6. Keseimbangan Nitrogen di Bumi (Yamaguchi, 1976) Kegiatan Biologi/Non Biologi Luas (dalam juta Ha) N2 yang di tambat (kg/ha/th) N2 yang di tambat (juta ton/th) Penambatan Biologik: - Legum Non-Legum - Sawah -Tipe Tanah/Vegetasi - Marin 250 55-140 14-35 1.015 5 5 135 30 4 12.000 25-30 30-35 36.000 0.31 10-36 Penambatan Industrial 30 Penambatan atmosferik 7.6 Penambatan juvenil 0.2 Denitrifikasi: -Daratan -Marin 13.400 3 43 36.100 1 40 Hilang ke sedimen 0.2 Tabel 7. Nitrogen yang Ditambat dari Asosiasi Rhizobium-Legum (NAS, 1979) Tanaman Legum Kisaran Kira-kira (kg/ha/th) Alfalfa, Medicago sativa 100-300 Sweet Clover, Melilotus sp 125 Clover, Trifolium sp. 100-150 Kacang Tunggak, Vigna unguiculata 85 Faba Bean, Vicia vaba 240-325 Lentil, Lens sp. 100 Kacang Tanah, Arachis hypogea 50 Kedelai, Glycine max 60-80 Kacang Hijau, Vigna radiata 55 Koro Benguk, Mucuna pruriens 115 Rumput Legum, Desmodium sp. Lezpedeza sp. 100-400 Lupin, Lupinus sp. 150-200 28
  • 29. 2 2 3 Sifat dan Perilaku - Nitrogen diambil akar dalam bentuk ion NH4 + dan NO3 . Di dalam tanah, nitrogen bersifat mobil dan mudah mengalami perubahan bentuk (transformasi). Pada kondisi tertentu ia menjadi tidak tersedia karena terikat atau terfiksasi. Perubahan-perubahan ini umumnya dilakukan oleh jazad mikro tanah. Beberapa di antaranya jazad mikro spesifik kondisi aerobik atau anaerobik. Aktivitas jazad, di satu pihak menyediakan N bagi tanaman, tetapi di lain pihak menyebabkan ketidak-tersediaan. Nitrogen tanah kebanyakan berada dalam bentuk senyawa organik. Perombakan merupakan proses dekomposisi atau mineralisasi senyawa N dari kompleks menjadi lebih sederhana; dengan urutan, yaitu: aminisasi, amonifikasi, dan nitrifikasi. Proses-proses tersebut diterangkan sebagai berikut:  Aminisasi, adalah proses pelepasan senyawa amina dari perombakan senyawa organik mengandung nitrogen, dalam hal ini adalah protein: Protein R-NH4+ + CO2 + senyawa lain + energi  Amonifikasi, adalah proses pelepasan amoniak dari hasil aminisasi protein: RNH2 + HOH R-OH + NH3 + energi Alkohol amoniak NH3 + HOH NH4 + + OH- Amonium  Nitrifikasi, adalah proses pembentukan nitrit dan nitrat dari hasil amonifikasi: NH4 + + O2 NO - Nitrit + 4 H+ (a) NO - + 2H+ + O2 NO - + H2O (b) Nitrat Dalam proses dekomposisi, mineralisasi, aminisasi dan amonifikasi yang berperan adalah jazad heterotrof; dan nitrifikasi dilakukan oleh jasad autotrof, terjadi pada kondisi aerobik. Pada proses nitrifikasi, jasad mikro yang berperan adalah: proses (a) dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas dan Nitrosoccus; sedang proses (b) dilakukan oleh Nitrobacter. Apabila proses (b) mengalami hambatan, maka dalam tanah terjadi penimbunan NO2- yang dapat bersifat racun bagi akar tanaman. Nitrifikasi terjadi pada kondisi aerobik karena bersifat oksidatif. Pada kondisi anaerobik, Bacterium-denitrificans menggunakan oksigen dari NO2- dan N03-, sehingga kedua ion berubah menjadi gas dan hilang ke atmosfer. Proses ini disebut denitrifikasi (c).  Denitrifikasi: NO3 - NO2 - NO, N2O, N2 (c) gas nitrogen Proses amonifikasi dan nitrifikasi merupakan mekanisme penyediaan unsur hara karena ion NH4+ dan NO3- merupakan bentuk tersedia. Sedangkan proses denitrifikasi merugikan karena N hilang ke atmosfer berupa gas. Tidak semua ion N03; sebagian tercuci ke lapisan lebih bawah karena N03- bermuatan negatif tidak diikat oleh komponen tanah yang bermuatan sama. Pencucian NO3- seringkali menjadi masalah bagi kesuburan N terutama pada tanah bertekstur pasir. Tidak semua ion NH4+ aman karena ia dapat mengalami fiksasi, yaitu terperangkap di antara lempeng liat terutama dengan adanya ion K. Bila ion K+ berada dalam jumlah banyak, fiksasi amonium terjadi akibat K+ yang mempunyai jari-jari ionik relatif sama dengan NH4+ menghalangi pergerakan ion terakhir ini sehingga tidak tersedia. Mekanisme fiksasi diterangkan dalam Gambar 2.1. 29
  • 30. 4 Mekanisme lain menjadi penyebab ketidak-tersediaan nitrogen adalah imobilisasi, yaitu N yang semula tersedia menjadi tidak tersedia akibat di-inkorporasi (di ikat masuk) ke dalam tubuh jasad mikro karena N merupakan unsur hara esensial bagi jasad. Nitrogen kembali tersedia bila jasad mikro mati dan dirombak. Perubahan atau transformasi N tanah selain dilakukan jasad mikro secara biologis; juga melalui proses fisika, kimia, atau fisiko-kimia. Penguapan N menjadi gas nitrogen pada suhu atau kandungan karbonat tinggi, disebut volatilisasi. Proses ini menjadi masalah terutama di daerah kering dan/atau kalkareus; dan percobaan N di kamar-kaca di mana suhu tinggi pada siang hari. NH + + CO3 2- NH3 + HCO3 - Amonium Karbonat Amoniak Bikarbonat Perilaku nitrogen dapat menjelaskan perubahan N, berkaitan dengan pemupukan. Pemberian urea, ZA, Amofos, DAP, atau amonium-nitrat, pada tanah sawah seringkali kurang efisien; bila disebar rata di permukaan. Ion NH4+ dioksidasi menjadi N03-, tercuci ke lapisan reduktif atau ikut air irigasi. Di lapisan reduktif, N03--mengalami denitrifikasi. Oleh karena itu, hanya sebagian N diambil tanaman, sebagian lagi hilang. Ketidak efisienan pemberian N secara sebar-rata di permukaan tanah dapat diatasi bila pupuk amonium dibenamkan (Ponammperuma, 1964). Mekanismenya pada Gambar 2.2. Teknik mengantisipasi kehilangan N melalui aplikasi sebar-rata di permukaan tanah sawah, antara lain dilakukan dengan melapisi atau memperbesar butir pupuk agar bersifat lambat tersedia (slow release). Sebagai contoh sulfur terselimut urea (SCU, urea dibungkus sulfur); super granular urea (SGU, urea butir besar); mudball urea (MBU, urea kelereng lumpur), bricket urea (urea pasta), dan pellet urea (urea tablet). Bentuk-bentuk ini lambat larut karena menghambat proses nitrifikasi merupakan alternatif mengefisienkan pupuk amonium. Kegiatan bakteri nitrifikasi dicegah dengan menggunakan senyawa kimia penghambat (inhibitor), misalnya nitrapyrin. Zat penghambat banyak diteliti dan dikembangkan di International Rice Recearch Institute, Filipina, tetapi sulit diaplikasikan karena khawatir dapat membunuh jazad penting. Waktu pemberian yang tepat merupakan kunci efisiensi pemberian pupuk N. Pemberian secara split sebelum dan setelah tanaman berumur tertentu ditujukan agar serapan N lebih efisien dengan memperhatikan perkembangan sistem perakaran. Cara ini disebut sinkronisasi pemberian pupuk dan merupakan konsep yang rasional. Pada umumnya petani lebih menyukai pemberian pupuk N secara sebar-rata dipermukaan (broadcasting), dibandingkan dibenamkan (dipping) di lapisan reduksi. Karena itu, usaha untuk membenamkan pupuk amonium ke lapisan reduktif melalui pengembangan berbagai teknik aplikasi, masih sulit diadopsi petani meskipun secara teori lebih efisien. Analisis dan Interpretasi Perkembangan metode analisis nitrogen tanah sampai saat ini sangat pesat. Namun beberapa di antaranya ada yang sulit digunakan secara rutin, karena bersifat terlalu spesifik. Metode standar yang paling umum adalah oksidasi katalitik, di mana N-organik dan anorganik diubah menjadi bentuk amonium, menggunakan distilator Kjeldahl. Metode ini digunakan pula untuk ekstrak ion NH4+ yang terikat pada lempeng liat. Meskipun pengukuran dengan metode yang sama seringkali menunjukkan hasil berbeda, namun kisaran nilai harkat yang disajikan dalam Tabel 8 dapat digunakan mengevaluasi kandungan N total secara umum. Sebagai catatan tambahan, serapan N akan menurun bila dalam tanah terdapat khlor. Pengaruh pH rendah terhadap ketersediaan N juga perlu diperhatikan sehubungan dengan aktivitas jasad mikro menurun sehingga N tersedia rendah, meskipun total N tinggi. Pada pH sangat rendah, perombakan bahan organik terhenti dan terjadi gambut. Keadaan spesifik ini perlu diperhatikan agar interpretasi tidak keliru. 30
  • 31. Tabel 8. Kisaran Nilai Harkat Nitrogen dalam Tanah (Landon, 1986) KANDUNGAN NITROGEN NILAI HARKAT Metode Kjeldahl (% bobot) >1.0 Sangat tinggi 0.5 - 1.0 Tinggi 0.2 - 0.5 Sedang 0.1 - 0.2 Rendah <0.1 Sangat rendah DAFTAR PUSTAKA Herrera, E. 2000. College of Agriculture and Home Economics. New Mexico State University. Soil Analysis - Panduan A- 122. Landon, J.R. (ed). 1984. Booker Tropical Soil Manual. Booker Agric. Intern. Ltd. Ponnamperuma, F.N. 1964. Problems rice soils. A Paper Presented at Intern. Rice Res. Con., IRRI, Los Banos, Laguna, The Philippines. Syekhfani. 2010. Hubungan - Hara – Tanah - Air – Tanaman. Dasar Kesuburan Tanah Berkelanjutan. Edisi ke-2. PMN – ITS, Surabaya, 247 p. Tisdale, S.L. dan W.L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizer. McMillan Publ. Co., Inc. New York. PROPAGASI TUGAS 1. Tugas Individu (Batas Akhir penyerahan satu Minggu setelah kuliah materi). 2. Berikan ulasan singkat (satu halaman) darimana tanaman memperoleh unsur hara Nitrogen. 3. Berikan ulasan singkat (satu halaman) mengapa Anda perlu mengetahui sifat dan perilaku unsur hara Nitrogen. Resume sifat perilaku tersebut! 31
  • 32. 2.1.2. Sulfur: – Materi-5 Tujuan: 1. Mahasiswa mengetahui sumber dan sifat perilaku unsur hara sulfur. 2. Mahasiswa mengetahui analisis dan interpretasi status unsur sulfur. Penilaian: KomponenPenilaian Persentase Tugas Individual 5 Sumber Plankton memegang peranan penting dalam daur hara kembali ke lahan. Pada kahir tahun 70-an telah diketemukan oleh ilmuan James Lovelock, bahwa sulfur dihasilkan oleh beberapa Fito-plankton sebagai dimethyl sulfide (CH3.S.CH3), suatu gas dengan mudah keluar dari air laut. Dalam atmosfer, gas ini, oleh karena kesamaan kutub dengan molekul air (H.O.H), menarik uap air dan membantunya terkondensasi seputar inti dari satu molekul dimetil sulfida. Sifat ini menjadikannya menjadi satu agen penyebab terjadinya pembuat awan, memegang peranan penting dalam daur ulang air maupun daur sulfur. Dimetil sulfid masuk ke dalam tanah melalui air hujan, dengan mudah menyatu dengan struktur tanah. Oleh karena plankton ditunjukkan berpengaruh terhadap pembentukan awan dan juga albedo tanah (reflectance),diduga ia berperan penting terhadap pergerakan suhu planet dan penahan kuat terhadap pemanasan global. Hal ini didiskusikan lebih detail dalam pembahasan tentang pemansan. Daur lain mungkin berkaitan dengan keberadaan unsur mikro. Belerang dalam tanah berasal dari berbagai sumber, yaitu: (a) mineral mengandung belerang, (b) dekomposisi bahan organik, (c) abu sisa pembakaran, (d) asap pabrik ataupun kendaraan ber motor, dan (e) bahan kimia mengandung S. Permasalahan belerang antara lain muncul akibat:  Penggantian pupuk N beranalisis rendah dan berikutan S (ZA) dengan N beranalisis tinggi (urea),  Penggantian pupuk K berikutan S (ZK) dengan tanpa S (KCl, MOP),  Beralihnya penggunaan pestisida mengandung S menjadi berbahan aktif P atau unsur lain, dan  Pengangkutan bahan panen ke luar lahan terus menerus sehingga S dalam tanah menjadi rendah. Selain itu, lahan-lahan jauh dari gunung berapi, pusat industri, atau jalan raya dilalui kendaraan bermotor cenderung mengalami defisiensi sulfur. Sifat dan Perilaku 2- 2- Bentuk belerang tersedia bagi tanaman adalah berupa SO3 , SO4 , SO2 (gas). Sifat dan perilaku S mirip dengan N, baik perubahan-perubahan dalam tanah maupun bentuk senyawa dalam tanaman; hanya bedanya S3- atmosferik dapat diserap langsung oleh tanaman sedang N-atmosferik tidak. Di dalam tanaman baik S maupun N merupakan penyusun asam amino dalam pembentukan protein. Gejala defisiensi N dan S ditandai menguningnya daun karena mengalami khlorosis; pada N dimulai dari daun tertua (terbawah) sedang S merata untuk seluruh jenis daun. 32
  • 33. Seperti halnya N, pelepasan S dari bahan organik (protein) terjadi dengan bantuan jazad mikro tanah pada kondisi oksidatif menghasilkan ion SO4 2- . Begitu terjadi perubahan kondisi menjadi reduktif, maka ion SO4 2- direduksi menjadi gas H2S dan bila terdapat besi reduksi (Fe2+ ) akan terbetuk pirit yang mengendap dan sukar larut. Reaksinya sebagai berikut:  Mineralisasi: (bantuan Bacterium thiooxidans) Bahan organik (protein) Asam amino SO4 2-  Reduksi Sulfat: (bantuan Bacterium desulforicans) SO42- S2- S2- + H+ H2S (gas) S2- + Fe2+ FeS (pirit) Pada tanah-tanah cekung dan selalu tergenang masalah kehilangan S menjadi gas atau terbentuk endapan pirit merupakan indikasi bahwa drainase jelek dan kondisi tanah adalah reduktif. Pada keadaan ini pemupukan belerang menjadi tidak efektif bila tidak dilakukan perbaikan drainase. Belerang elementer (So ) seringkali diberikan ke dalam tanah untuk maksud menurunkan pH. Apabila hal ini dilakukan, diperlukan masukan bahan organik agar proses oksidasi yang melibatkan aktivitas jazad mikro tanah berjalan dengan baik. Oksidasi belereng elementer menjadi ion sulfat memberikan ekses ion H sehingga menurunkan pH tanah. Interpretasi Hasil Analisis Meskipun SO4-S merupakan bentuk diserap tanaman, pengukuran sulfat jarang menunjukkan suatu penduga yang nyata terhadap level S dalam tanah, oleh karena ion sulfat seringkali dapat berubah melalui disosiasi dan pengukuran sangat tergantung kondisi pengambilan contoh. Hal yang sama juga untuk pengukuran sulfat organik dalam hubungannya dengan laju pelepsan S menjadi bentuk lebih tersedia. Hanya dapat dilakukan pendugaan sangat terbatas terhadap status S tanah diukur (Tabel 8). Tabel 8. Interpretasi Hasil Pengukuran S (Landon, 1984) Pengukuran S Level S Pemunculan Total S <200 ppm Defisiensi S Tersedia (Morgan) < 3 ppm Defisiensi S Tersedia (jenuh) > 30 me/l Kelebihan S (terekstrak)*) 6-12 ppm Batas repon *)Berbagai metode 33
  • 34. DAFTAR PUSTAKA Herrera, E. 2000. College of Agriculture and Home Economics. New Mexico State University. Soil Analysis - Panduan A- 122. Landon, J.R. (ed). 1984. Booker Tropical Soil Manual. Booker Agric. Intern. Ltd. Syekhfani. 2010. Hubungan - Hara – Tanah - Air – Tanaman. Dasar Kesuburan Tanah Berkelanjutan. Edisi ke-2. PMN – ITS, Surabaya, 247 p. Tisdale, S.L. dan W.L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizer. McMillan Publ. Co., Inc. New York. PROPAGASI TUGAS 1.Tugas Individu (Batas Akhir penyerahan satu Minggu setelah kuliah materi). 2.Berikan ulasan singkat (satu halaman) mengapa Anda perlu mengetahui sifat dan perilaku unsur hara sulfur. Resume sifat perilaku tersebut! 34
  • 35. 2.1.3. Fosfor: – Materi-6 Tujuan: 1. Mahasiswa mengetahui sumber dan sifat perilaku unsur hara fosfor. 2. Mahasiswa mengetahui analisis dan interpretasi status unsur fosfor. Penilaian: KomponenPenilaian Persentase Tugas Individual 10 Unsur kedua setelah N yang menyebabkan pertumbuhan kritis pada tanaman di lapangan adalah fosfor (P). Defisiensi unsur P nyata akibatnya karena serapan-serapan unsur lain bisa terhambat. Peran fosfor bagi tanaman melalui pengaruhnya terhadap pem-bungaan, pembentukan buah dan biji, pemasakan tanaman, perkembangan akar, ketahanan terhadap penyakit, dan lain-lain. Jumlah fosfor dalam mine-ral lebih banyak dibandingkan dengan nitrogen, tetapi jauh lebih sedikit dari kalium, kalsium, dan magnesium. Penting diketahui bahwa hampir semua fosfor dalam tanah tidak tersedia bagi tanaman. Juga bila diberikan sebagai pupuk tersedia, fosfor sering kali menjadi tidak tersedia akibat "fiksasi". Bentuk Senyawa Fosfor dalam tanah berada dalam bentuk senyawa organik maupun anorganik. Bila dalam bentuk organik, maka perombakan merupakan proses penting dalam penyediaan P bagi tanaman. Fosfor dalam mineral misalnya apatit, strengit, varasit, dan lain-lain, lebih sulit tersedia. Fosfor organik dijumpai sebagai senyawa fitin, asam nukleat, dan lain-lain dan ada pendapat bentuk P-organik ini tersedia bagi tanaman. Fosfor anorganik umumnya dijumpai sebagai:  Senyawa Ca, Fe, dan Al: Senyawa Rumus Kelarutan Fluor-apatit 3 Ca3(PO4)2.CaF Karbonato-apatit 3 Ca3(PO4)2.CaCO3 Hidroksi-apatit 3 Ca3(PO4)2.Ca(OH)2 Oksi-apatit 3 Ca3(PO4)2.CaO Trikalsium-fosfat Ca3(PO4)2 Dikalsium-fosfat CaHPO4 naik Monokalsium-fosfat Ca(H2PO4)2 35
  • 36.  Senyawa P-Organik: 1. Fitin dan derivatifnya 2. Asam Nukleat 3. Fosfolipida  Dalam larutan tanah,  Terjerap pada permukaan komplek padatan,  Pengendapan oleh kation Fe, Al, Mn, dan  Anion fosfat terikat pada kisi-kisi liat: Kaolinit, Montmorilonit, Illit. Sifat dan Perilaku Bentuk fosfat tersedia adalah anion-anion: H2PO4-, HPO42- , dan PO43- larut dalam cairan tanah. Bentuk-bentuk ion ini sangat ditentukan oleh pH tanah (Gambar 3). Pada pH rendah, ion H2PO4- dominan; sedang pada pH tinggi ion HPO42-. Ion PO43- terjadi bila pH berada di atas 10.0 sehingga bentuk ini pada kisaran pH tanah mineral (4.0 hingga 9.0) jarang dijumpai. Jumlah ion H2PO4- dan HPO42- berimbang pada kondisi pH netral; sehingga banyak pendapat bahwa pH netral merupakan kondisi terbaik bagi ketersediaan fosfat. Gb 3. Hubungan Spesies Ion Fosfat dengan pH Larutan (Tisdale & Nelson, 1975) Pada tanah masam, kelarutan kation-kation Fe, Al, Mn, Cu, Zn tinggi; sedang pada tanah alkalin Ca dan Mg berada dalam jumlah banyak. Ion fosfor sangat mudah bereaksi dengan kation-kation tersebut membentuk ikatan kompleks yang mengendap dan sukar tersedia. Dengan besi, aluminium, dan mangan, ion P membentuk mineral strengit, varasit, dan manganifosfat yaitu bentuk-bentuk fiksasi fosfat utama pada tanah-tanah masam. Ikatan P dengan kalsium membentuk mineral apatit, merupakan bentuk fiksasi P pada tanah alkalin atau kalkareus.Ketersediaan P bagi tanaman tgt pd bentuk anion fosfat, selanjutnya bentuk anion ini tgt pada pH: 36
  • 37. +OH - +OH - H2PO4 - H2O + HPO4 = H2O + PO4 --- larutan tanah netral larutan tanah sangat masam sangat alkalin  Pengendapan oleh kation Fe, Al, Mn: Al3+ + H2PO4 - + H2O 2H+ + Al(OH)2H2PO4 larut tdk larut Dlm tanah masam biasanya konsentrasi kation Fe, Al lebih besar dp anion fosfat, sehingga reaksi berlangsung ke arah kanan  Pengendapan oleh kation Ca++ atau CaCO3: H2PO4 - + 2 Ca++ Ca3(PO4)2 + 4H+ larut tidak larut H2PO4 - + 2 CaCO3 Ca3(PO4)2 + 2CO2 + 2H2O larut tidak larut Ca3(PO4)2 yang terbentuk dalam reaksi di atas, masih dapat berubah menjadi bentuk-bentuk yang lebih sukar larut, seperti senyawa hidroksi-, oksi- , karbonat-, atau fluor-apatit. Reaksi-reaksi ini semua terjadi pada tanah-tanah masam yang dikapur dengan dosis tinggi (Pengapuran berat).  Anion fosfat terikat pada kisi-kisi liat: Kaolinit, Montmorilonit, Illit 1. Reaksi permukaan antara gugusan OH- yang tersembul di permukaan liat dengan anion fosfat 2. Kation Fe dan Al dibebaskan dari pinggiran kristal silikat yg kemudian bereaksi dengan anion fosfat menjadi fosfat-hidroksi : [Al] + H2PO4- + 2H2O 2H+ + Al(OH)2H2PO4 Dlm kristal silikat tidak larut 37
  • 38. Reaksi pertukaran anion fosfat terjerap sangat lambat dibandingkan dengan reaksi dengan kation secara individual. Pelepasan fosfat secara perlahan-lahan terjadi selama suatu periode tanam; hal ini dijadikan dasar pemberian pupuk P setiap awal periode tanaman tersebut. Pembebasan P terjadi bila pH diubah mendekati 7.0; melalui usaha tindakan pengapuran ataupun pemberian belerang. Kondisi ketersediaan P dikaitkan dengan pH tanah. Analisis dan Interpretasi Metode yang paling umum digunakan untuk menetapkan P tanah adalah metode Olsen dengan ekstraksi bikarbonat. Metode ini peka terhadap suhu, terutama untuk pH di atas 7.0. Untuk tanah-tanah masam, digunakan metode Bray, Truog, atau Morgan. Hasil pengukuran dinyatakan dalam ppm fosfat (P2O5); dengan faktor konversi P elemental dan P2O5: Konversi dari P ke P2O5 kalikan 2.29 Konversi dari P2O5 ke P kalikan 0.44 Oleh karena banyak macam metode analisis, maka tidak ada pedoman interpretasi umum ketersediaan P. Harkat P dengan metode Olsen disajikan dalam Tabel 9 (Cooke dalam Landon, 1984) Untuk metode asam flourida (Bray) dan semua ekstraksi asam, nilai rendah menunjukkan defisiensi, tetapi nilai tinggi belum tentu dapat di interpretasikan. Nilai tinggi ini dapat diperoleh dari tanah- tanah dengan tingkat ketersediaan P rendah atau seringkali pula defisiensi unsur P. Rata-rata analisis P-total untuk kedalaman 15 cm di USA adalah sekitar 0.06% atau 600 ppm P, dan jarang ditemukan lebih dari 0.2% atau 2000 ppm. Data P-total (ekstraksi asam perkhlorat) dari Varley (Landon, 1984) untuk tanah-tanah tropika adalah: rendah 200 ppm, sedang 200 hingga 1000 ppm, dan tinggi >1000 ppm. Perlu diingat bahwa terdapat interaksi negatif antara P dengan Fe, Zn, dan Cu dan khlorida dalam tanah dapat mengurangi serapan P oleh tanaman. Tabel 9. Interpretasi Umum Penetapan Fosfor MenurutMetode Olsen (Landon, 1984) Karak- Contoh Nilai Ketersediaan Indikatif Kebutuhan Tanaman teristik Kurang Diragukan Cukup ............................... (ppm) .......................... P-rendah rumput, <4 5 - 7 >8 sereal, kedele, Jagung P-sedang Lucerne, <7 8 - 13 >14 kapas, jagung, 38
  • 39. Tomat Karak- Contoh Nilai Ketersediaan Indikatif Kebutuhan Tanaman teristik Kurang Diragukan Cukup ............................... (ppm) .......................... P-tinggi Gula-bit, <11 12 - 20 >21 kentang, seledri, Bawang DAFTAR PUSTAKA Herrera, E. 2000. College of Agriculture and Home Economics. New Mexico State University. Soil Analysis - Panduan A- 122. Landon, J.R. (ed). 1984. Booker Tropical Soil Manual. Booker Agric. Intern. Ltd. Syekhfani. 2010. Hubungan - Hara – Tanah - Air – Tanaman. Dasar Kesuburan Tanah Berkelanjutan. Edisi ke-2. PMN – ITS, Surabaya, 247 p. Tisdale, S.L. dan W.L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizer. McMillan Publ. Co., Inc. New York. PROPAGASI TUGAS 1.Tugas Individu (Batas Akhir penyerahan satu Minggu setelah kuliah materi). 2.Berikan ulasan singkat (satu halaman) mengapa Anda perlu mengetahui sifat dan perilaku unsur hara fosfor. Resume sifat perilaku tersebut! 39
  • 40. 2.1.4. Kalium, Kalsium, dan Magnesium: – Materi-7 Tujuan: 1. Mahasiswa mengetahui sumber dan sifat perilaku unsur Kalium, Kalsium, dan Magnesium. 2. Mahasiswa mengetahui analisis dan interpretasi status unsur Kalium, Kal;sium, dan Magnesium. Penilaian: KomponenPenilaian Persentase Tugas Individual 20 2.1.4. Kalium: – Materi-7 Tujuan: 1. Mahasiswa mengetahui sumber dan sifat perilaku unsur hara kalium. 2. Mahasiswa mengetahui analisis dan interpretasi status unsur kalium. Penilaian: KomponenPenilaian Persentase Tugas Individual 10 Kalium tanah yang cukup merupakan syarat ketegaran dan vigur tanaman, karena kalium berperan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit tertentu, di samping mendorong perkembangan akar. Tanaman defisiensi kalium menunjukkan kekeringan mulai ujung daun paling tua (bawah), meluas sepanjang pinggir, disertai khlorotik bagian tengah. Hampir semua tanah kecuali bertekstur berpasir, mengandung K-total tinggi. Meskipun K dipegang kompleks jerapan tanah, namun sedikit yang dapat dipertukarkan. Dengan demikian, proporsi terbesar adalah tidak larut atau relatif tidak tersedia. Kalium tersedia hanya 1 hingga 2 persen dari total kalium tanah mineral. Sumber Kebanyakan kalium merupakan bagian kompleks mineral tanah yang sedikit demi sedikit larut dalam air tanah, asam karbonat, atau asam-asam lain. Kemudahan pelepasan K tergantung pada kompleks mineral tanah dan intensitas dekomposisi. Sebagai contoh, dekomposisi kalium feldspar menghasilkan mineral liat Kaolinit dan Ilit, silikat, dan K-hidroksida (Loughnan, 1969): 2KalSiO + 3HO AlSiO (OH) + 4SiO + 2KOH K-feldspar air kaolinit silikat kalium 40
  • 41. 3KalSiO + 2HO KAl(Al,Si)O(OH) + 6SiO + 2KOH K-feldspar air Ilit ilikat kalium Kalium dibebaskan berupa hidroksida mudah terionisasi dan ion K+ bebas dapat diserap tanaman, hilang melalui air drainase, atau di ikat muatan negatif kompleks jerapan tanah. Kalium merupakan unsur penting dalam kerak bumi, tidak dapat berdiri sendiri, melainkan berada sebagai senyawa-senyawa dalam batuan, mineral, dan garam-garam larut. Secara umum, kerak bumi mengandung kurang lebih 3.11 persen K2O; sedang air laut 0.04 persen (Madiadipoera, 1976). Batuan felsik, intermediet, mafik, dan ultramafik berturut-turut mengandung 3.3, 2.3, 0.8, dan 0.3 persen kalium (Krauskopf, 1979). Menurut Mohr, van Baren, dan Schuylenborg (1972) mineral K paling umum dijumpai dalam tanah adalah feldspat, mika, dan feldspatoid; masing-masing beranggotakan ortoklas dan sanidin (feldspat), 12.3 dan 9.6 persen K; biotit dan muskovit (mika) 5.82 dan 7.48 persen K; dan lusit (feldspatoid) 16.17 persen K. Urutan berdasarkan kepentingan bagi pertanian, dari paling penting hingga kurang penting adalah: lusit > ortoklas > sanidin > muskovit > biotit (Soepardi, 1977). Mineral liat terpenting adalah ilit; di mana K terdapat di antara lempeng-lempengnya lebih banyak dibandingkan mineral liat tipe 2:1 lainnya. Sifat dan Perilaku Bentuk kalium tersedia bagi tanaman adalah ion K+. Kalium tanah berada dalam keseimbangan bentuk-bentuk: mineral, terfiksasi, dapat diper tukarkan, dan larut dalam cairan tanah (Wood dan deTurk, 1941): K m K f K dd K l Mineral terfiksasi dapat di- larut pertukarkan Bentuk kalium dalam mineral telah dikemukakan di bagian depan. Kalium terfiksasi bila jumlah dapat diekstraksi menurun akibat K+ larut/ tersedia berinteraksi dengan tanah (mineral liat). Fiksasi K terjadi karena terjebak di antara lempeng mineral liat Ilit atau dihalangi ion NH4+ yang relatif berjari- jari ionik mirip K+ (lihat fiksasi NH4+). Mekanismenya disajikan dalam Gambar 2.5. Pada tanah-tanah mengandung banyak mineral liat Ilit, bila kondisi kekurangan seringkali tampak gejala defisiensi K pada tanaman; akan tetapi gejala tersebut segera pulih setelah mulai musim hujan. Bila dalam tanah lebih banyak ion NH4+ dari pada K+ maka serapan K berkurang karena mobilitasnya dihalangi ion NH4+. Oleh sebab itu, pupuk amonium berlebihan dapat menyebabkan defisiensi kalium, khususnya pada tanah masam miskin K. Di antara ion-ion basa K, Ca, Mg, atau Na terdapat sifat antagonistik dalam hal serapan oleh tanaman. Bila salah satu unsur lebih banyak, maka serapan unsur lainnya akan terganggu. Kompetisi berkaitan dengan sifat fisiko-kimia yang mirip satu sama lain sehingga terjadi perebutan tempat pada tapak-tapak jerapan tanah atau permukaan akar. Karena itu, nisbah K/Na, K/Ca, K/Ca+Mg, K/Ca+Na+Mg, seringkali dapat memberikan gambaran tentang status basa-basa dalam tanah. Kalium termasuk unsur mobil sehingga mudah mengalami pencucian bila kondisi memungkinkan pergerakannya. Sifat mobilitas K ini berhubungan berhubungan dengan kemudahan pertukaran dengan kation lain dan ketersediaannya bagi tanaman. Tingkat pencucian K tinggi merupakan penyebab utama defisiensi K pada tanah-tanah masam. Salah satu usaha mengefisienkan penggunaan K yaitu mengatur cara dan waktu pemberian pupuk yang tepat. Hal ini merupakan alasan mengapa K diberikan lebih dari satu kali (split application) selama masa tanam. 41
  • 42. Dalam praktek, masalah kalium dapat didekati melalui penelaahan kondisi tanah. Secara umum, tanah-tanah berpeluang mengalami defisiensi kalium adalah tekstur berpasir, bahan induk kapur (kalkareous), bahan induk masam dan miskin K, kadar bahan organik tinggi, atau tanah-tanah mengalami pencucian lanjut seperti Oksisol (Soepardi, 1977). Analisis dan Interpretasi Metode analisis kalium yang umum digunakan adalah penetapan K dapat dipertukarkan (Kdd ), diperoleh dari K larut pada analisis KTK. Patut disesalkan bahwa tidak ada uji tanah yang dapat diterima secara umum yang mampu menjelaskan Kdd serta beberapa indeks tingkat pelepasan K untuk melengkapi penilaian status K. Nilai K total mungkin dapat digunakan, meskipun Varley menemukan hasil yang menyolok dari tanah Nepal dan Saint Helena. Tanah pertama mengandung mineral mika dengan nilai K total 20 000 ppm (2%) tetapi hanya menunjukkan nilai Kdd 0.1 me/100g; sedang tanah kedua menunjukkan K total 2 000 hingga 3 000 ppm dan Kdd lebih dari 2.0 me/100g (Landon, 1984). Perlu diingat bahwa level Kdd biasanya berubah bila tanah-tanah menjadi kering. Oleh sebab itu, tidak jarang contoh tanah menunjukkan nilai K cukup tinggi di laboratorium tetapi di lapangan tanaman menunjukkan gejala defisiensi K. Jumlah K yang diperoleh dengan menggunakan ekstraktan amonium- asetat seringkali sedikit berbeda dibandingkan dengan pengekstrak asam encer. Namun demikian, ekstraksi amonium- asetat menunjukkan keampuhannya selama 15 hingga 20 tahun terakhir (Landon, 1984). Nilai kritik kalium disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10. Nilai Kritik Kalium Tersedia Ekstrak Amonium Asetat (Landon, 1984) K Tersedia Tempat Sumber (ekstraksi amonium asetat) Rendah Sedang Tinggi ……....... (me/100g) ............... 0.03-0.2 0.2-0.4 0.4-0.8 Malawi Young & Brown (1962) <0.25 0.25-0.5 >0.5 AS Thomas (1966) 0.3-0.5 0.5-0.8 >0.8 Sel.Baru Metson (1961) <0.15 0.15-0.6 >0.6 Inggris MAFF (1967) Sebagai pegangan umum, respon tanaman terhadap pemupukan K tampak bila nilai K tanah <0.2 me/100 g dan tidak tampak bila >0.4 me/100 g. Namun, batas ini masih bersifat pertimbangan tergantung pada sifat-sifat tanah, lingkungan dan tanaman. Hasil penelitian di Zimbabwe (Landon, 1984), mengenai hubungan antara defisiensi K dengan tekstur tanah serta indeks ketersediaan disajikan dalam Tabel 11. 42
  • 43. Tabel 11. Hubungan Kdd dengan Tekstur (Landon, 1984) Kisaran K Kdd (ekstrak amonium asetat) Pasir Lempung Liat Berpasir ……….……….. (me/100g) ……………….…………… Defisien (respon) <0.05 <0.1 <0.15 Marginal (respon) 0.05-0.1 0.1-0.2 0.15-0.3 Kecukupan *) 0.1-0.25 0.2-0.3 0.3-0.5 Kaya >0.25 >0.3 >0.5 *)Tetapi pemberian diperlukan untuk mencegah defisiensi) Boyer (Landon, 1984) mengemukakan angka patokan defisiensi K tanah-tanah tropika basah sebagai berikut (meskipun menurut Jones dan Wild masih bervariasi menurut jenis tanaman serta level produksi): Minimum Mutlak : 0.07 hingga 0.20 me/100g Minimum Relatif: paling rendah 2% jumlah basa Nisbah K : Mg tinggi dalam tanah dapat menjadi petunjuk defisiensi Mg, misalnya setelah pemupukan K. Pada tanah-tanah KTK rendah, penambahan Ca dan Mg mungkin diperlukan untuk mengimbangi pemupukan K. Pada persentase K tinggi (>25%), permeabilitas dan struktur mungkin dipengaruhi, tetapi tidak sebesar bila Na tinggi. Tanaman dalam kamar kaca atau buah-buahan, serapan Mg mungkin terhambat bila nisbah K : Mg berkadar Mg rendah 2 : 1 (Landon, 1984). Pada tanaman teh, Wibowo dan Verstrijden (1976) memberikan status K atau Mg berdasar nisbah K/Mg sebagai berikut: K/Mg <5 : Teh cenderung defisiensi K, K/Mg >10 : Teh cenderung defisiensi Mg, K/Mg = 8-9 : Kadar K dan Mg normal, atau keduanya sama-sama rendah, dan K/Mg = 5-7 : Kadar K rendah pada Mg normal atau di atas normal Secara umum, Reudering (Tobing, 1976) menetapkan nisbah K/Mg normal tanaman teh antara 3 hingga 5. 43
  • 44. DAFTAR PUSTAKA Herrera, E. 2000. College of Agriculture and Home Economics. New Mexico State University. Soil Analysis - Panduan A- 122. Landon, J.R. (ed). 1984. Booker Tropical Soil Manual. Booker Agric. Intern. Ltd. Loughnan, F.C. 1969. Chemical Weathering of the Silicate Minerals. American Elsevier Publ. Co., Inc. New York. Madiadipoera, T. 1976. Endapan bahan kalium di Indonesia. Kalium dan Tanaman Pangan, Problem dan Prospek. Ed. Khusus No.2, LPPP-Bogor. Madiadipoera, T. 1976. Endapan bahan kalium di Indonesia. Kalium dan Tanaman Pangan, Problem dan Prospek. Ed. Khusus No.2, LPPP-Bogor. Mohr, E.C.J., F.A. van Baren, dan J. Schuylenborg. 1972. Tropical Soils. Mouton-Ichtiar Baru-van Houve. The Hague, Paris-Jakarta. Soepardi, G. 1977. Masalah kesuburan tanah dan cara penyelesaiannya (diktat). Departemen Ilmu-ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Syekhfani. 2010. Hubungan - Hara – Tanah - Air – Tanaman. Dasar Kesuburan Tanah Berkelanjutan. Edisi ke-2. PMN – ITS, Surabaya, 247 p. Wood, L.K. dan F.E.deTurk, 1941. The absorption of potassium in soils and non-replaceable forms. Soil Sci. Soc. Aner. Proc. 5: 152-161. Tisdale, S.L. dan W.L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizer. McMillan Publ. Co., Inc. New York. Tobing, E.L. 1976. Pemupukan tanaman teh di Simalungun, Sumatera Utara, Warta BPTK 2(3/4):241-256. PROPAGASI TUGAS 1.Tugas Individu (Batas Akhir penyerahan satu Minggu setelah kuliah materi). 2.Berikan ulasan singkat (satu halaman) mengapa Anda perlu mengetahui sifat dan perilaku unsur hara kalium. Resume sifat perilaku tersebut! 44
  • 45. 2.1.5. Kalsium dan Magnesium – Materi-8 Tujuan: 1. Mahasiswa mengetahui sumber dan sifat perilaku unsur hara kalsium dan magnesium. 2. Mahasiswa mengetahui analisis dan interpretasi status unsur kalsium dan magnesium. 3. Mahasiswa mengetahui peran unsur kalsium dan magnesium sebagai bahan kapur. Penilaian: KomponenPenilaian Persentase Tugas Individual 10 Pengapuran merupakan usaha mengatasi pengaruh buruk akibat kemasaman tanah; antara lain ketersediaan P dan Mo rendah, kekurangan unsur-unsur K, Ca, dan Mg; keracunan Al, Fe atau Mn, serta penghambatan perkembangan jazad mikro tanah tertentu. Pengertian klasik tentang pengapuran tanah yaitu peningkatan pH hingga mendekati netral (pH=6.5). Namun hasil penelitian mutakhir menunjukkan bahwa penyebab utama pengaruh buruk bukan oleh ion H+, melainkan efek keracunan ion Al3+. Data Vlamis (1953) merupakan bukti pernyataan tersebut (Tabel 12). Penelitian Team Fakultas Pertanian, IPB (Anonymous, 1983) pada Podzolik Merah Kuning Jasinga, Bogor, menunjukkan bahwa pemberian kapur 20 ton/ha menekan Aldd dari 20.0 menjadi 6.3 me/100 g tanah dan meningkatkan produksi biji kacang tanah dari 2.6 hingga 38.9 g/pot. Selain itu, berbagai pakar menyarankan bahwa penentuan jumlah kebutuhan kapur harus didasarkan pada: (1) jenis tanaman yang akan diusahakan, dan (2) jumlah aluminium yang harus dinetralkan agar dicapai pertumbuhan maksimum. Bahan penetral kemasaman atau bahan kapur pertanian adalah senyawa mengandung Ca dan Mg. Bahan ini meliputi kapur tohor, kapur tembok, batu kapur (kalsit, dolomit), kulit kerang, dan terak baja. Persyaratannya paling sedikit mengandung 50 persen setara CaO atau 90 persen setara CaCO33. Di samping itu, harus berukuran 100 persen lolos saringan 20 mesh, dan 80 persen lolos saringan 60 mesh. Bahan organik dan pupuk TSP dapat diperhitungkan sebagai bahan substitusi kapur karena mampu menetralkan Aldd. Secara kasar, setiap ton bahan organik setara satu ton kapur, dan setiap kuintal TSP setara 1/5 ton kapur. Dengan demikian, kebutuhan kapur aktual adalah kebutuhan berdasar Aldd dikurangi "discount factor" bahan organik dan pupuk TSP. 45
  • 46. Tabel 12. Aluminium Sebagai Penghambat Tumbuh Tanaman Jelai (Hordeum vulgare, L) (Vlamis, 1953) BOBOT JELAI Perlakuan pH Al Mn Simbol Akar Tajuk Jumlah .. (ppm)... ......mg/pot)…..……. Ekstrak Tanah(ET) 4.2 1.8 16 32 107 139 ET + Kapur(Ka) 5.8 0.8 7 152 201 353 ET + Ka + H2SO4 (AS) 4.2 0.3 7 125 190 315 ET+Ka+AS+Al2(SO4)(Al) 4.2 1.8 8 39 137 176 ET+Ka+AS+Al+MnSO4(Mn) 4.2 0.316 125 216 341 Selain sebagai bahan kapur, Ca dan Mg merupakan unsur hara esensial bagi tanaman. Untuk kasus ini, pengertian pemberian Ca dan Mg bukanlah pengapuran tetapi pemupukan seperti halnya pemberian unsur hara lain ke tanah dalam memenuhi kebutuhan tanaman. Sumber Ca dan Mg Sumber utama Ca dan Mg di alam adalah batu gamping. Di Indonesia, deposit batu ini tersebar luas dan terdapat hampir di semua propinsi. Batu gamping dijumpai sebagai mineral kalsit (CaCO3) atau dolomit (CaCO3, MgCO3), terbentuk secara organik, mekanik atau kimia. Cara pertama merupakan proses terbanyak sebagai endapan cangkrang kerang dan siput, karang (foraminifera), atau ganggang. Penyebarannya dari bukit hingga pegunungan kapur sepanjang pantai. Cara kedua berawal dari bahan kapur pertama, perbedaannya setelah melalui perombakan kemudian diendapkan tidak jauh dari tempat semula. Sedang cara ketiga terjadi pada kondisi iklim dan lingkungan tertentu dalam air laut maupun air tawar. Selain sebagai bahan kapur, Ca dan Mg merupakan unsur hara esensial bagi tanaman. Sifat dan Perilaku Faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan Ca antara lain: (1) konsentrasi ion H+ (pH), makin rendah pH makin rendah ketersediaan Ca, dan (2) sifat kation Ca dalam tanah, berkenaan dengan tipe koloid dan persentase kejenuhan Ca. Urutan pembebasan Ca terikat pada koloid yaitu: bahan organik > kaolinit > ilit > montmorilonit. Hubungan antara persentase kejenuhan Ca dengan jumlah Ca yang dibebaskan berbentuk kuadratik. Pada tanaman serealia, gejala kekurangan Ca ditandai oleh daun muda tidak membuka, tetap menggulung dan mudah patah. Di dalam tanah, magnesium dijumpai dalam bentuk: (1) larut dalam air, (2) dapat dipertukarkan, (3) terjerap pada kisi mineral liat, dan (4) berada dalam mineral primer; dan erat hubungannya dengan bahan induk tanah. Pada tanah Loss kadar Mg adalah tinggi, dan sebaliknya pada tanah tua adalah rendah. Selain itu, kadar Mg tinggi erat pula kaitannya dengan kadar montmorilonit tinggi. Magnesium merupakan penyusun khlorofil tanaman, karena itu kekurangan Mg ditandai oleh khlorosis khas di antara tulang daun (interveinal khlorosisis). "Penyakit kuning" pada lada di Sumatera Selatan dan Lampung, 46