Tiga kalimat:
Bughat (pemberontakan) adalah kelompok Muslim yang melawan dan tidak taat kepada pemerintah sah yang menerapkan syariat Islam dengan alasan pemerintah melakukan kezaliman dan maksiat. Unsur-unsur bughat adalah kekuatan, alasan, pengikut, dan pimpinan. Kaum bughat dapat dihukum jika memenuhi syarat tertentu sesuai syariat Islam.
1. KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatu...
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul “Bughat” serta
tak lupa pula kami hadiahkan shalawat serta salam kepada junjungan Nabi kita Muhammad
SAW semoga kita mendapatkannya di yaumil akhir kelak aamiiin ya robbal alamin.
Perdamaian adalah salah satu prinsip yang ditanamkan oleh ajaran Islam kepada kaum muslimin,
karena kata Islam yang menjadi nama agama berasal dari kata As-Salaam yang artinya
perdamaian. Karena As-salam dan Al-islam itu sama-sama bertujuan menciptakan ketentraman,
keamanan, dan ketenangan. Akan tetapi jika hubungan yang semestinya terjalin itu menjadi
pecah,dan putusnya tali persaudaraan, sehingga sebagian berbuat dzalim kepada yang lain, maka
pada saat itu kaum bughat (pemberontak) wajib diperangi.
Dalam pembuatan makalah ini kami sangat menyadari bahwa baik dalam penyampaian maupun
penulisan masih banyak kekurangannya untuk itu saran dan kritik dari berbagai pihak sangat
kami harapkan untuk penunjang dalam pembuatan makalah kami berikutnya.
Wassalamualaikum Warahmatullah Wabarakatu...
Medan,20 September 2019
Kelompok 6
2. i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ………………………………………………..............................i
Daftar Isi ………………………………………………………...........................ii
Bab I.Pendahuluan
1. Latar belakang …………………………………………….......................1
2. Rumusan masalah dan tujuan ……………………………………………2
Bab II. Pembahasan
1. Pengertian buhgat…………………………………………………………3
2. Unsur unsur bughat ……………………………………………………….7
3. Hukuman kaum bughat …………………………………………………...8
4. Hikmah dilarangnya bughat……………………………………………….9
Bab III. Penutup
1. Kesimpulan………………………………………………………………10
Daftar Pustaka ………………………………………………..............................11
i
3. BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perdamaian adalah salah satu prinsip yang ditanamkan oleh ajaran Islam kepada kaum muslimin,
karena kata Islam yang menjadi nama agama berasal dari kata As-Salaam yang artinya
perdamaian. Karena As-salam dan Al-islam itu sama-sama bertujuan menciptakan ketentraman,
keamanan, dan ketenangan. Akan tetapi jika hubungan yang semestinya terjalin itu menjadi
pecah,dan putusnya tali persaudaraan, sehingga sebagian berbuat dzalim kepada yang lain, maka
pada saat itu kaum bughat (pemberontak) wajib diperangi. Pemberontakan menurut arti bahasa
adalah mencari atau menuntut sesuatu . Sedangkan menurut istilah terdapat beberapa definisi
yang dikemukakan oleh ulama mazhab yang berbeda-beda.
1. Imam Al-Mawardi mendefinisikan pemberontakan adalah segala larangan syara’
(melakukan hal-hal yang dilarang dan meninggalkan hal-hal yang diwajibkan) yang diancam
dengan hukuman had atau ta’zir.
2. Sedangkan ulama syafi’i mengartikan pemberontakan adalah orang-orang muslim yang
menyalahi imam dengan cara tidak mentaatinya dan melepaskan diri darinya atau menolak
kewajiban dengan memiliki kekuatan, argumentasi, dan pikiran.
Dalam hal ini, antara perampokan dengan pemberontakan terdapat beberapa kemiripan.
Sehubungan dengan adanya kemiripan tersebut, maka orang-orang yang memerangi Allah dan
Rasulnya dan tidak mau tunduk kepada pemerintahan di bagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. orang-orang yang membangkang tanpa alasan, baik dengan menggunakan kekuatan
maupun tidak dengan kekuatan, mereka mengintimidasi, mengambil harta, dan membunuh
korbannya. Mereka ini termasuk kelompok perampok.
2. Orang-orang yang membangkang tetapi mereka tidak memiliki kekuatan, meskipun mereka
mempunyai alasan. Mereka juga termasuk kelompok perampok.
3. Orang-orang yang membangkang kepada pemerintahan yang sah dengan alasan
pemerintahannya menyeleweng, melakukan maksiat, dan lain-lain yang oleh mereka dianggap
bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam, lalu mereka menggunakan kekuatan untuk mencapai
tujuannya. Mereka inilah yang disebut dengan pelaku pemberontakan.
1
4. B. RUMUSAN MASALAH
A. Apa itu Bughat (Pemberontakan)?
B. Apa unsur-unsur Bughat (Pemberontakan)?
C. Apa hukuman kaum Bughat (Pemberontakan)?
C. TUJUAN
1. Agar kita mengetahui apa itu bughah
2. Agar kita mengetahui Apa unsur-unsur bughah
3. Agar kita mengetahui Apa hukuman bagi bughah
2
5. BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN BUGHAT (PEMBERONTAKAN)
1. Konsep Bughat Dalam Islam
Pengertian Bughah mengikuti istilah syara` adalah “Segolongan umat Islam yang melawan dan
mendurhakai terhadap Ulil Amri (imam) yaitu pemerintah atau kerajaan yang adil yang
menjalankan hukum-hukum syariat Islam.’
Bughat mengikut istilah ilmu tata negara adalah “perbuatan sekumpulan dan segolongan umat
Islam yang memberontak untuk menentang dan mendurhakai kepada ulil amri yang dinamakan
jarimah siyasah( yaitu suatu kesalahan dalam politik)”.
Para pelaku bughat dapat dikenai hukuman atau had apabila telah dipenuhi syarat sebagai
berikut:
1. Mereka mempunyai kekuatan,baik pengikut maupun senjata.jika tindakan menentang di
lakukan orang orang yang tidak memiliki kekuatan ,maka tidak dikenai hukuman atau
had bughat.
2. Mereka mempunyai alasan mengapa mereka menentang imam,keluar dari pemimpin,dan
menolak kewajiban yang di bebankan kepada mereka. Jika tidak mempunyai alasan atau
tidak mempunyai paham untuk menjadi dasar untuk menentang imam, maka hukuman
atau had bughat tidak data diberlakukan bagi mereka.
3. Mereka mempunyai pengikut yang setuju dengan mereka
4. Mereka mempunyai pimpinan yang ditaati.
2. Bughah Menurut al-Quran dan Sunnah
Bughah dalam pandangan Islam ada disentuh pada ayat 9 surah al-Hujurat yang bermaksud;
“Dan sekiranya dua kumpulan orang beriman saling berperang maka damaikanlah antara kedua-
duanya, jika salah satu kumpulan telah menceroboh ke atas kumpulan yang lain maka perangilah
kumpulan yang menceroboh itu sehingga ia kembali kepada Allah (dengan meninggalkan
perbuatan menceroboh). Jika ia telah kembali, maka damaikanlah kedua-duanya dengan adil dan
berlaku saksamalah, sesungguhnya Allah suka orang yang melakukan kesaksamaan”
3
6. Sementara Al-Sunnah terdapat beberapa penjelasan terhadap perbuatan Bughah.
Antaranya adalah seperti berikut;
1. Daripada Abdullah bin Umar r.a. bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda yang bermaksud;
Siapa yang telah menghulurkan tangan dan hatinya (memberi bai`ah atau kesetiaan) kepada
seseorang pemimpin, maka hendaklah dia mentaatinya selagi termampu. Sekiranya datang
seorang lain yang coba menentangnya (memerangi pemimpin yang dibai`ah itu) maka
pancunglah kepala penentangnya itu”. Riwayat Muslim
2. Daripada Ibn Abbas r.a. bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda yang maksudnya ;
“Siapa yang melihat sesuatu perkara yang ia tidak sukai daripada ketuanya maka hendaklah dia
bersabar. Sesungguhnya siapa yang berpisah daripada jamaah walaupun sejengkal lalu dia mati
maka matinya adalah mati jahiliah”. HR al-Bukhari dan Muslim
3. Dari pada `Awf bin Malik al-Asja`i, beliau berkata yang bermaksud :
“Aku dengar Rasulullah s.a.w. bersabda; Sebaik-baik pemimpin kamu ialah yang kamu kasihi
mereka dan mereka kasihi kamu, kamu mendoakan mereka dan mereka mendoakan kamu.
Seburuk-buruk pemimpin ialah pemimpin yang kamu benci dan mereka bencikan kamu, kamu
melaknat mereka dan mereka melaknat kamu. Kami berkata; Wahai Rasulullah s.a.w., bolehkah
kami memerangi mereka? Baginda menjawab; Jangan selagi mereka bersembahyang bersama
kamu kecuali orang yang diperintah oleh seorang pemimpin yang melakukan maksiat maka
hendaklah dia membenci maksiat yang dilakukannya itu dan janganlah sekali-kali kamu
mencabut ketaatan”. (Riwayat Muslim dan Ahmad)
4. Daripada Huzayfah bin al-Yaman r.a. berkata yang bermaksud bahawa Rasulullah s.a.w.
bersabda; Akan ada selepasku para pemimpin yang tidak mengikut petunjukku dan tidak
melakukan sunnahku. Akan ada di kalangan kamu pemimpin yang hatinya seperti hati syaitan
dalam jasad manusia. Aku (Huzaifah) bertanya; Bagaimana harus aku lakukan jika aku sempat
hidup dalam suasana itu ya Rasulullah. Jawab baginda; Kamu dengar dan taat walaupun dia
menyebat kamu dan mengambil harta kamu, hendaklah kamu dengar dan taat. (Riwayat Muslim,
al-Baihaqi dan lain-lain)
5. Daripada Ubadah bin al-Somit beliau berkata yang bermaksud; Kami telah membaiah
Rasulullah s.a.w. untuk dengar dan taat dalam keadaan kami suka atau benci, kami senang atau
susah, mengutamakan pemimpin daripada diri kami dan untuk tidak menentang pemimpin
melainkan terdapat kekufuran yang jelas hukumnya dalam agama Allah. (Riwayat al-Bukhari
dan Muslim)
4
7. 6. Daripada Abu Zar bahawa Rasulullah s.a.w. berkata yang bermaksud; Wahai Abu Zar,
bagaimanakah kamu sekiranya nanti kamu berada di bawah pemimpin yang tamak dan tidak
membahagikan harta harta al-fai` ini?. Jawab Abu Zar; Demi Allah yang mengutuskan tuan
dengan kebenaran, aku akan pikulkan pedang atas bahuku dan memeranginya sehingga aku
bertemu tuan. Baginda pun bersabda; Mahukah jika aku tunjukkan kepadamu yang lebih baik
daripada itu? Iaitu engkau bersabar sehingga engkau menemuiku. (Riwayat Imam Ahmad, dalam
sanadnya terdapat perawi bernama Khalid bin Wahaban , Ibnu Hibban menthiqahkannya
manakala Abu Hatim pula mengatakannya majhul)
3. Bughah Menurut Pandangan Ulama
1. Imam Ghazali r.h. dalam kitabnya al-Iqtisad fi al-I`tiqad mengatakan”….persoalan-
persoalan ini membangkitkan pertentangan dan sesiapa yang dapat menghindarkan diri
daripadanya lebih selamat daripada orang yang mencampuri atau terlibat dalamnya, meskipun
pendirian yang diambilnya benar, apa lagi jika memilih jalan yang salah…”
2. Ibn Abi al-`Iz pula berkata,…”adapun wali al-Amri berkemungkinan ia menyuruh supaya
tidak taat kepada Allah S.W.T., ia tidak boleh ditaati melainkan dalam lingkungan taat kepada
Allah S.W.T. dan Rasul-Nya. Adapun kemestian taat kepada mereka (dalam perkara yang bukan
maksiat kepada Allah S.W.T.) walaupun mereka zalim ialah kerana tidak mentaati mereka akan
mengakibatkan kerosakan yang berganda-ganda melebihi yang dihasilkan daripada kezaliman
mereka. Bahkan sabar terhadap kezaliman mereka mengkifaratkan dosa-dosa, menambahkan
pahala. Allah S.W.T tidak menurunkan orang zalim ke atas kita melainkan kerana kerosakan
perbuatan kita. Balasan adalah sesuai dengan amalan. Maka kita hendaklah berusaha
bersungguh-sungguh beristighfar, bertaubat dan memperbaiki amalan. Firman Allah S.W.T. yang
berbunyi :
“Atau setiap kali musibah menimpa kamu, sesungguhnya Ia telah menimpa kamu musibah yang
seumpamanya. Kamu bertanya, dari manakah musibah ini. Katakanlah wahai Muhammad ia
datang daripada diri kamu sendiri”. (Ali Imran ayat 165)
Dan Allah S.W.T. berfirman yang bermaksud;
“Dan demikianlah Kami menempatkan orang zalim sebagai wali kepada orang zalim sepertinya,
sebagai hasil kerja-kerja yang mereka lakukan”. (Al-An`am ayat 129)
Apabila rakyat mau membebaskan diri daripada kezaliman pemerintah mereka maka mereka
hendaklah meninggalkan kezaliman yang sedang mereka lakukan”. (Syarh al-`Aqidati al-
Tohawiyah, juz 2, hal. 542,).
5
8. 3. Syeikh Muhammad bin Abdullah bin Sabil berkata, “…kesabaran ke atas kezaliman imam
(pemerintah) selain daripada yang wajib dari segi syarak adalah lebih ringan mudharatnya
daripada bangun menentangnya dan menggugurkan ketaatan daripada mereka. Ini kerana natijah
terhadap penentangan terhadap mereka membawa kerosakan yang sangat besar. Kemungkinan
bangun menentang mereka akan membawa fitnah yang berpanjangan dan merebak
kemudharatannya yang membawa pertumpahan darah, mencabuli kehormatan, merampas harta
benda dan lain-lain lagi kemudaratan yang banyak dan musibah yang besar ke atas negara dan
rakyat”.( al-Adillatu al-Syar`iyyah fi Bayani Haqqi al-Raa`iyyah. Riyadh)
4. Budaya `isyan bukanlah budaya Islam, menurut ahli sunnah wal jamaah kerana ia adalah
daripada sifat-sifat iblis. Jika berlaku kezaliman daripada pemerintah, apa yang mesti dilakukan
ialah menjalankan gerakan mengislah rakyat supaya memperbaiki kerosakan yang mereka
lakukan kerana kezaliman pemerintah itu adalah diutus oleh Allah S.W.T. sebagai balasan atas
kerja-kerja jahat yang mereka lakukan. Apabila rakyat berjalan di atas landasan yang benar dan
berada dalam keadaan yang diredhai oleh Allah S.W.T. maka Allah S.W.T. akan menarik
balasannya dengan memilih dan melantik orang yang adil menjadi pemerintah mereka.
Rasulullah s.a.w. bersabda yang bermaksud;
“Sesungguhnya akan berlaku selepas zaman kamu kekecohan dan perkara-perkara yang tidak
menyenangkan kamu. Sahabat-sahabat bertanya, apakah yang patut kami lakukan? Baginda
bersabda, “kamu hendaklah menunaikan hak-hak yang wajib ke atas kamu melaksanakannya dan
memohon kepada Allah hak-hak yang diperuntukkan kepada kamu.” (Riwayat al-Bukhari dan
Muslim)
Al-Nawawi berkata, “hadits ini menggesa supaya mendengar dan taat walaupun orang yang
memerintah itu zalim. Maka berilah hak ketaatan kepadanya dan jangan menentangnya dan
jangan melucutkan jawatannya, bahkan hendaklah berdoa kepada Allah S.W.T. supaya menarik
balik siksaan-Nya, berusaha menolak kejahatan dan menjalankan usaha islah”. (Syarh al-Nawawi
li Sahih al-Muslim, juz 12, hlm. 232)
5. Sahl bin Abdullah al-Tastari berkata, “…manusia sentiasa berada dalam kebaikan selama
mana mereka membesarkan pemerintah dan ulama`. Jika mereka membesarkan kedua-dua
institusi ini, Allah akan memperbaiki dunia dan akhirat mereka dan jika mereka merendahkan
kedua-dua institusi ini, binasalah dunia dan akhirat mereka”. (al-Jami` li Ahkam al-Quran, juz 5
hal. 260)
6
9. B. UNSUR-UNSUR BUGHAH (PEMBERONTAKAN)
Unsur-unsur pemberontakan ada tiga, yaitu:
1. Pembangkangan terhadap kepala Negara (imam)
Pengertian membangkang adalah menentang kepala Negara dan berupaya untuk
menghentikannya, atau menolak untuk melaksanakan kewajiban sebagai warga Negara.
Kewajiban atau hak tersebut bisa merupakan hak Allah yang ditetapkan untuk kepentingan
masyarakat, dan bisa juga berupa hak individu yang ditetapkan untuk kepentingan perorangan,
contohnya seperti penolakan untuk membayar zakat, penolakan untuk melaksannakan putusan
hakim. Tetapi berdasarkan kesepakatan para fuqaha, penolakan untuk tunduk kepada
pemerintahan yang menjurus kepada kemaksiatan, bukan merupakan pemberontakan, melainkan
merupakan suatu kewajiban, karena ketaatan tidak diwajibkan kecuali apabila seorang imam
(kepala Negara) memerintahkan sesuatu yang bertentangan dengan syarat maka tidak ada
kewajiban bagi siapa pun untuk menaatinya.
2. Pembangkangan dilakukan dengan menggunakan kekuatan
Apabila sikap tersebut tidak disertai dengan penggunaan kekuatan maka hal itu tidak
dianggap sebagai pemberontakan. Contohnya seperti keenggangan untuk membaiat seorang
imam, setelah ia didukung oleh suata mayoritas, walupun ia mengajak orang lain untuk memecat
imam tersebut, dan ia tidak tunduk kepadanya, atau menolak untuk melaksanakan kewajiban
tetapi baru sebatas ajakan semata. Contohnya seperti pembangkangan kelompok khawarij dari
Sayyidina Ali. Mereka tidak dianggap sebagai pemberontak, sampai mereka mewujudkan
sikapnya itu dengan menggunakan kekuatan. Jadi, apabila baru sebatas ide, sikap tersebut belum
termasuk pemberontakan.
Akan tetapi terdapat dua pendapat yang berbeda, yang mana Imam Maliki, Imam Syafi’I,
dan Imam Ahmad setuju dengan pendapat di atas, sedangkan menurut Imam Abu Hanifah,
pemberontakan itu sudah dimulai sejak mereka berkumpul untuk menghimpun kekuatan dengan
maksud untuk berperang dan membangkang terhadap imam, bukan menunggu sampai terjadinya
penyerangan secara nyata. Karena kalau sudah terjadi, maka sulit untuk menolak dan
menumpasnya.
3. Adanya niat yang melawan hukum.
Disyaratkan bahwa pelaku bermaksud untuk mencopot (menggulingkan) imam, atau
tidak mentaatinya, atau menolak untuk melaksanakan kewajiban yang dibebankan oleh syara’.
Dengan demikian, apabila niat atau tujuan pembangkangannya itu untuk menolak kemaksiatan,
pelaku tidak dianggap sebagai pemberontakan.
7
10. Adapun pendapat lain mengatakan, bahwa suatu golongan dikatakan pemberontak jika terdapat
sifat-sifat sebagai berikut:
1. Mereka mempunyai kekuatan ,baik berupa pengikut maupun senjata.
2. Mereka mempunyai alasan menentang islam
3. Mereka mempunyai pengikut yang setuju dengan mereka
4. Mereka mempunyai pemimpin yang ditaati.
C. HUKUMAN KAUM BUGHAH (PEMBERONTAKAN)
Para ulama telah sepakat bahwa tindakan pemberontakan yang dilakukan oleh sebagian
kaum muslim haruslah ditumpas. Memerangi mereka itu wajib hukumnya, yang mana tindakan
mereka itu dapat di pandang sebagai hukuman. Dasar hukum untuk pemberontakan ini yaitu
dalam Surat Al-Hujuraat ayat 9 : “Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin
berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat
aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga
golongan itu kembali kepada perintah Allah, jika golongan itu telah kembali (kepada perintah
Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlaku adillah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”.
Ayat itu menjelaskan, jika ada orang mukmin saling bermusuhan, maka jama’ah yang
memiliki kebijaksanaan wajib segera campur tangan untuk mendamaikannya. Sekiranya salah
satu golongan membangkang, tidak mau berdamai atautidak memenuhi ajakan damai, maka
golongan itu haruslah diperangi.
Para ahli fiqh sepakat bahwa mereka yang membangkang itu belum keluar dari islam
karena pembangkangannya, berdasarkan ayat Al-Qur’an yang berbunyi, “dua golongan orang-
orang mukmin”, dan juga dijelaskan bahwa pemberontakan tidaklah menghilangkan keimanan.
Sewaktu Ali ditanyakan apakah mereka (lawan Ali) itu orang musyrik?. Ali berkata bukanlah
mereka itu orang musyrik. Apakah mereka itu orang munafik? Ali menjawab : bukan, sebab
orang munafik tidak menyebut nama Allah kecuali sekali. Kalau begitu apakah hal mereka itu?.
Ali berkata : saudara-saudara kita yang memberontak kepada kita.
Karena itu, Para ulama fiqh berpendapat bahwa:
1. mereka yang lari dari golongan itu tidak boleh diperangi,
2. orang yang terluka tidak boleh dibunuh,
3. harta mereka tidak boleh dijadikan ghonimah,
4. istri-istri dan keluarga mereka tidak boleh ditawan,
5. segala kerusakan akibat pertempuran tidak boleh dijadikan jaminan, baik itu berbentuk
jiwa ataupun harta
8
11. Jika terdapat dari kalangan mereka yang terbunuh, maka wajib dimandikan, dikafankan, dan
dishalatkan. Jika yang terbunuh dari golongan adil maka ia menjadi syahid. Tidak perlu
dimandikan dan dishalatkan karena ia gugur di dalam menegakkan perintah Allah.
Kalau di teliti dari ketentuan Al-Qur’an pad syrat Al-Hujuraat : 9, tampaklah kedudukan
yang sama antara pihak pemberontak dan yang diberontak kedua-duanya disebut golongan
mukmin, dan Al-Qur’an memerintah untuk memerangi pihak yang melampaui batas, apakah
mereka itu yang memberontak atau yang diberontak. Kalau yang diberontak mempunyai
kekuatan dan takwil, dan dalam peperangn kalah, mereka juga diperlakukan seperti pihak
pemberontak. Oleh karena itu dalam peristiwa peperangn antara Ali dan Muawiyah para ulama
tidak menyebut-nyebut siapakah sebenarnya yang memberontak dari yang diberontak. Keduanya
mempunyai kekuatan dan takwil. Secara yuridis formil Ali adalah kholifah sebab ia dipilih dalam
suatu bai;ah, dan kaenanya wajib dipatuhi. Tetapi secara yuridis formil pula Muawiyah
memppunyai takwil tidak mematuhi Ali sebab Ali tidak mau mengusut siapa pembunuh Ustman,
jadi perkembangan sejarahlah yang menentukan dalam hal seperti tersebut diatas.
Ulama Hanafi tidak menggolongkan pemberontaka itu termasuk hudud, karena kalau
diperhatikan tindak-tindak hukum yang dikenakan pada para pemberontak ternyata tidak ada
ketentuan hukum haad pada mereka, hanya memerangi mereka sehingga mau kembali taat.
D.HIKMAH DILARANGNYA BUGHAT(PEMBERONTAKAN) .
Ada beberapa hikmah dilarangnya bughat ,antaralain sebagai berikut:
1. Mengembalikan para pelaku bughat ke jalan yang benar sesuai dengan Alquran dan
Hadist.
2. Menyadarkan pelaku bughat betapa pentingnya kesatuan dan persatuan.
3. Mendidik pelaku bughat agar senantiasa mengamalkan perintah Allah swt,khusunya agar
mereka taat kepada pemerintahan yang sah
4. Terciptanya situasi dan kondisi Negara yang aman dan tentrm
5. Mewujudkan pemerintahan yang amanah demi kelancaran hukum yang berlaku.
9
12. BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengertian Bughah mengikuti istilah syara` adalah “Segolongan umat Islam yang melawan dan
mendurhakai terhadap Ulil Amri (imam) yaitu pemerintah atau kerajaan yang adil yang
menjalankan hukum-hukum syariat Islam.’ Bughah mengikut istilah ilmu tata negara adalah
“perbuatan sekumpulan dan segolongan umat Islam yang memberontak untuk menentang dan
mendurhakai kepada ulil amri yang dinamakan jarimah siyasah( yaitu suatu kesalahan dalam
politik
Pemerintah yang zhalim adalah pemerintah yang semena-mena dalam membuat kebijakan
hingga masyarakat tedhalimi dengan banyaknya korupsi, kolusi, nepotisme, pemerasan, lebih
berpihak kepada orang kafir dll. Pemerintahan yang dhalim itu boleh diganti dan diturunkan,
cara menurunkan pemerintah ini pun harus dilakukan dengan cara yang baik, jangan sampai
berniat menghindari satu kedhaliman dengan melakukan kedhaliman yang lebih besar.
10
13. DAFTAR PUSTAKA
Hasanuddin. Nor, Lc, Ma, dkk, Fiqh Sunnah 3 ,Jakarta, Pena Pundi Aksara, 2006
Marsum. Drs, Jinayat, Yogyakarta, UII Yogyakarta, 1991
Wardi Muslich. Ahmad, Drs, H, Hukum Pidana Islam, Jakarta, 2005
http//anakaceh.com
[14] Drs. Ibnul Mas’ud. Drs Zainul Arifin. Fiqih Madzab Syafi’i. (Bandung: Pustaka Setia,
2000). hlm. 538
Harjan Syuhada,Sungarso bumi akasara,2015
11
14. MAKALAH BUGHAT (PEMBERONTAKAN)
Oleh Kelompok VI (XI IPA 2):
ABDUL RASYID
ALFAT RIZKY
AMANDA RAHMADIANY
EMIR SYARIF MACHFUDZ
FIHA MAWADDAH
HIDAYAT LUBIS
MADRASAH ALIYAH NEGRI 2 MODEL MEDAN
TAHUN AJARAN 2019 - 2020