Teks tersebut merangkum informasi tentang Sulawesi Utara, meliputi demografi, bahasa, agama, objek wisata, pakaian adat, rumah adat, tarian daerah, lagu daerah, makanan khas, dan tradisi Tulude. Informasi demografi mencakup suku bangsa terbesar di Sulawesi Utara seperti Minahasa. Informasi budaya meliputi pakaian adat, rumah adat, tarian daerah, lagu daerah, serta tradisi adat Tul
3. • Bahasa Indonesia
• Bahasa Manado
Bahasa
• Asaren tuah Puhuna
• Hikayat Prang Tondano
• Hikayat Danau Tondano
• Legenda Pingkan Matindas
• Legenda Toar Lumimuut
• Legenda Mamanua
Sastra
BAHASA DAN SASTRA
7. PAKAIAN ADAT
Pakaian adat kaum pria Sulawesi
Utara adalah tutup kepala
(destar), baju model teluk belanga
dan celana panjang. Sedangkan
wanitanya memakai baju kurung
dan kain panjang. Selain itu
dibagian dadanya terdapat hiasan
yang khas, dan perhiasan lainnya
berupa subang serta gelang.
Pakaian ini berdasarkan adat
Bolaang Mongondow.
8. RUMAH ADAT
Salah satu contoh rumah adat
Sulawesi Utara dinamakan “Rumah
Pewaris”. Rumah ini dihuni oleh
para pemimpin maupun rakyat
biasa. Rumah tersebut harus dibuat
dari balok atau papak tanpa
sambungan. Kayunya tak boleh
bengkok sebagai pelambang
ketulusan lahir dan batin. Atapnya
dari daun rumbia dan dikanan kiri
rumah terdapat tangga. Rumah
pewaris mempunyai ruang tamu,
ruang keluarga, dan kamar kamar.
Kolong rumah tersebut dapat
digunakan untuk tempat
menyimpan alat alat
pertanian maupun alat alat
perikanan.didepan
rumahnya, pada bagian
kanan dan kiri masing
masing terdapat sebuah
tangga untuk memasuki
rumah, kita harus menaiki
tangga yang sebelah kanan,
sedangkan untuk keluar dari
rumah, kita harus menuruni
tangga yang sebelah kiri.
Seluruh rumah terbuat dari
bahan kayu.
11. a. Tari Maengket, merupakan tari pergaulan yang
dilakukan secara berpasang pasangan.
Menggambarkan suasana kasih sayang dan cumbuan.
b. Tari Polopalo, adalah tari pergaulan bagi muda
mudi daerah Gorontalo.
c. Tapi Panen, tari ini menggambarkan kegembiraan
masyarakat Minahasa yang secara gotong royong
melaksanakan panen cengkeh dan kopra. Ditarikan
oleh sekelompok wanita, garapan tai ini didasarkan
atas unsur unsur gerak tari tradisi setempat.
d. Tari Cakalele, adalah tari yang melambangkan
keprajuritan dan kegagahan.
13. Makanan Khas
Sulawesi
Selatan
Sulawesi Utara mempunyai aneka jenis makanan yang
khas. Antara lain Tinutuan atau Midal (bubur Manado),
Nasi Jaa, Pangi yang lezat, Gulai Ikan Fufu dan Dodol
serta Dodol Salak yang langka. Di samping itu Dodol
Amurang asal kabupaten Minahasa Selatan yang
terkenal, yang dibuat dengan aneka rasa. Di daerah
Minahasa terdapat makanan khas yang jarang ditemui di
daerah lainnya di Indonesia, seperti rintek wuuk (biasa
disebut RW) atau daging anjing, daging ular, daging babi
dan paniki (daging kelelawar). Makanan khas lainnya
seperti woku blanga. Sementara kuliner khas Sulawesi
Utara yang juga sangat terkenal bahkan hingga ke
mancanegara adalah Bagea.
14. TRADISI SULAWESI UTARA
Upacara adat ”Tulude” merupakan hajatan tahunan warisan para leluhur
masyarakat Nusa Utara (kepulauan Sangihe, Talaud dan Sitaro) di ujung
utara propinsi Sulawesi Utara. Telah berabad-abad acara sakral dan religi ini
dilakukan oleh masyarakat etnis Sangihe dan Talaud sehingga tak mungkin
dihilangkan atau dilupakan oleh generasi manapun. Tradisi ini telah terpatri
dalam khasanah adat, tradisi dan budaya masyarakat Nusa Utara. Bahkan
tradisi budaya ini secara perlahan dan pasti mulai diterima bukan saja
sebagai milik masyarakat Nusa Utara, dalam hal ini Sangihe, Talaud dan
Sitaro, tetapi telah diterima sebagai suatu tradisi budaya masyarakat
Sulawesi Utara dan Indonesia pada umumnya. Sebab, di mana ada
komunitas masyarakat etnis Sangihe-Talaud, pasti di sana akan ada hajatan
Tulude.
15. Tulude pada hakekatnya adalah kegiatan upacara pengucapan
syukur kepada Mawu Ruata Ghenggona Langi (Tuhan yang
Mahakuasa) atas berkat-berkat-Nya kepada umat manusia
selama setahun yang lalu. Namun, untuk mencari kepraktisan
pelaksanaannya, banyak kelompok masyarakat
menyelenggarakannya tidak sepenuhnya sebagai sebuah bentuk
upacara, tetapi dilaksanakan dalam bentuk ibadah-ibadah syukur,
mulai dari tingkat RT, lingkungan, kelurahan, jemaat-jemaat,
organisasi rukun dan kelompok-kelompok masyarakat lainnya.
Namun, apapun bentuk pelaksanaannya, hakikat dari Tulude itu
sendiri tetap menjadi dasar bagi pelaksanaannya setiap
tahun.Pada masa awal beberapa abad lalu, pelaksanaan upacara
adat Tulude dilaksanakan oleh para leluhur pada setiap tanggal 31
Desember, di mana tanggal ini merupakan penghujung dari tahun
yang akan berakhir, sehingga sangat pas untuk melaksanakan
upacara Tulude. Pengertian Tulude itu sendiri adalah menolak
atau mendorong dalam hal ini menolak tahun yang lama dan siap
menerima tahun yang baru.
16. Ketika agama Kristen dan Islam masuk ke wilayah Sangihe
dan Talaud pada abad ke-19, upacara adat Tulude ini telah
diisi dengan muatan-muatan penginjilan. Bahkan, hari
pelaksanaannya yang biasanya pada tanggal 31 Desember,
oleh kesepakatan adat, dialihkan ke tanggal 31 Januari
tahun berikutnya. Hal ini dilakukan, karena tanggal 31
Desember merupakan saat yang paling sibuk bagi umat
Kristen di Sangihe dan Talaud. Sebab, seminggu
sebelumnya telah disibukkan dengan acara ibadah malam
Natal, lalu tanggal 31 Desember disibukkan dengan ibadah
akhir tahun dan persiapan menyambut tahun baru. Akibat
kepadatan dan kesibukan acara ibadah ini dan untuk
menjaga kekhusukan ibadah gerejawi agar tidak terganggu
dengan upacara adat Tulude, maka dialihkankan tanggal
pelaksanaannya menjadi tanggal 31 Januari.
17. Dalam upacara adat tulude ini, ada berbagai konten adat yang
dilakukan. Pertama, dilakukan pembuat kue adat Tamo di rumah
seorang tokoh adat semalam sebelum hari pelaksanaan upacara.
Kemudian, persiapan-persiapan pasukan pengiring, penari tari
Gunde, tari salo, tari kakalumpang, tari empat wayer, kelompok
nyanyi masamper, penetapan tokoh adat pemotong kue adat
tamo, penyiapan tokoh adat pembawa ucapan Tatahulending
Banua, tokoh adat pembawa ucapan doa keselamatan, seorang
tokoh pemimpin upacara yang disebut Mayore Labo, dan
penyiapan kehadiran Tembonang u Banua (pemimpin negeri
sesuai tingkatan pemerintahan pelaksanaan upacara seperti
kepala desa, camat, bupati/walikota atau gubernur) bersama
Wawu Boki (isteri pemimpin negeri)serta penyebaran undangan
kepada seluruh anggota masyarakat untuk hadir dengan
membawa makanan untuk acara Saliwangu Banua (pesta rakyat
makan bersama).
18. Waktu pelaksanaan upacara adat Tulude adalah
sore hari hingga malam hari selama kurang-lebih 4
jam. Waktu 4 jam ini dihitung mulai dari acara
penjemputan kue adat Tamo di rumah pembuatan
lalu diarak keliling desa atau keliling kota untuk
selanjutnya dibawa masuk ke arena upacara.
Sebelum kue Tamo ini di bawah masuk ke arena
upacara, Tembonang u Banua (Kepala Desa,
Camat, Walikota/Bupati atau Gubernur wajib
sudah berada di bangsal utama untuk menjemput
kedatangan kue adat ini