Dokumen tersebut membahas tentang budaya di Sumatera, termasuk budaya universal seperti adat istiadat pernikahan, budaya yang berlaku khusus seperti adat penguburan suku Batak, serta cara berbagai budaya di Sumatera dalam menangani konflik seperti kearifan lokal di Aceh."
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kelompok 1 Budaya Sumatera.pdf
1. Sumatera
Sumatera
PRESENTED BY: KELOMPOK 1
4-1 D-III Akuntansi Alih Program
(07) Aulia Rizki
(09) Bryan Habib Gautama
(10) Cindy Mandela Br Manullang
(16) Muhammad Ripurio
(18) Reka Berliana Syafiq
2. Overview
Apa yang belaku universal, dan apa yang berlaku khusus;
Bagaimana cara beradaptasi dengan budaya yang ada.
Bagaimana budaya mereka dalam menangani konflik; dan
Budaya apa yang perlu mendapat perhatian dari masyarakat lain (sensitif);
Budaya apa yang dapat diambil sebagai teladan bagi masyarakat lain;
4. Budaya Universal
Salah satu contoh budaya adat di Sumatera yang berlaku universal
adalah adat istiadat dalam pernikahan. Adat istiadat pernikahan di
Sumatera memiliki beberapa kesamaan seperti upacara adat yang
diadakan sebelum pernikahan, hantaran, serta tata cara pernikahan
yang serupa di berbagai daerah di Sumatera seperti di Aceh, Jambi,
dan Sumatera Utara.
5. Adat istiadat pernikahan di
Sumatera umumnya melibatkan
beberapa tahapan seperti tukar
cincin, hantaran atau mas kawin,
dan upacara akad nikah yang
dilangsungkan di hadapan penghulu
atau pemuka agama setempat.
Selain itu, dalam adat istiadat
pernikahan di Sumatera juga
terdapat ritual atau tradisi yang khas
seperti pakaian adat pengantin,
acara selamatan, serta acara resepsi
yang dihadiri oleh keluarga dan
kerabat dekat.
6. Namun demikian, meskipun adat
istiadat pernikahan di Sumatera
memiliki beberapa kesamaan, ada
juga perbedaan dan variasi yang
tergantung pada adat istiadat di
daerah tertentu.
Misalnya, adat istiadat pernikahan di
Aceh biasanya lebih kental dengan
nuansa Islam, sementara adat
istiadat pernikahan di daerah Batak
lebih kental dengan nuansa kearifan
lokal dan adat istiadat yang bersifat
tradisional.
7. tradisi pembayaran mahar dari
pihak calon pengantin pria ke
keluarga calon pengantin
perempuan
Prosesi Sinamot dari
Suku Batak
Beberapa Contoh Tradisi Budaya Pernikahan di Sumatera
Upacara ini dilakukan dengan
memberikan inai pada jari tangan,
kuku, telapak tangan serta kaki
dari pengantin perempuan.
Tradisi Berinai Besar khas
masyarakat Riau
Upacara ini dilakukan dengan
selendang panjang untuk menghalangi
si calon pengantin pria dan keluarganya
untuk bertemu calon pengantin
perempuan.
Tradisi Pengadangan Oleh
Masyarakat Ogan
Calon pengantin perempuan akan
berkunjung ke rumah keluarga calon
pengantin pria untuk mengungkapkan
pinangannya.
Tradisi Pernikahan
Maminang dari Sumatera
Barat
8. Contoh budaya adat di Sumatera yang
berlaku khusus adalah adat istiadat dalam
penguburan di Tanah Batak. Masyarakat
Batak memiliki tradisi penguburan yang
berbeda dari daerah lain di Sumatera.
Mereka menguburkan jenazah di dalam
lubang yang diukir di dinding tebing atau
di bawah rumah. Selain itu, masyarakat
Batak juga memiliki adat istiadat unik
seperti pesta adat dan upacara pemakaman
yang diadakan selama beberapa hari
setelah kematian seseorang.
Budaya Berlaku Khusus
9. Tradisi tidak menangisi kematian seseorang saat
proses pemakaman yang cuma ada di suku Batak
Toba. Alasannya karena dalam upacara ini
seseorang yang telah berusia tua dan memiliki
anak serta keturunan (cucu) bahkan cicit, dinilai
telah mencapai kesempurnaan. Para anak, cucu
dan cicit, alih-alih bersedih dan menangis di depan
peti jenazah, mereka melakukan tarian. Biasanya
tari tor-tor dan menyanyi diiringin lantunan musik
yang berdendang.
SAUR MATUA
Beberapa Contoh Tradisi Budaya Pemakaman di Sumatera
10. Sijagaron merupakan sebuah benda yang
dijadikan simbol penting pada acara kematian.
Benda ini memiliki nilai filosofis dan makna yang
mendalam bagi masyarakat Batak. Sijagaron
biasanya diletakkan di samping bagian atas peti
mati orang yang meninggal. Sijagaron memiliki
arti 'terpandang'. Dalam hal ini, benda ini
merupakan simbol keberhasilan seseorang yang
meninggal semasa dia hidup.
SIJAGARON
Beberapa Contoh Tradisi Budaya Pemakaman di Sumatera
11. Selain pernikahan, ternyata ada juga upacara
adat kematian Mandailing yang harus diikuti
tahap pertahap yang terdiri dari penentuan
tanggal upacara pemakaman, jamuan makan
siang untuk para pelayat, pembagian jambar
(penyembelihan kerbau), tari tor-tor, hingga
minum minuman tradisional. Selain itu, mayat
dimasukkan di dalam peti dan ditutup dengan
kain ulos. Peti diletakkan di tengah-tengah
keluarga besar.
PEMAKAMAN MADAILING
Beberapa Contoh Tradisi Budaya Pemakaman di Sumatera
13. Tradisi Peusijuek di
Aceh
Berdasarkan bahasanya, Peusijuek artinya
"Pendingin" yang bertujuan untuk mendoakan
atau memberkati sesuatu serta ucapan syukur
kepada Allah. Prosesi peusijuek memerlukan
beberapa bahan diantaranya beras padi yang
mencerminkan sumber kehidupan. Kemudian
memercikkan air dan rumput hijau yang
bertujuan untuk mendinginkan. Setelah prosesi
selesai digelar, nasi ketan - sebagai perekat
dengan sesama - akan dibagi kepada warga
yang hadir untuk dimakan bersama.
Prosesi ini biasa dilakukan saat melangsungkan
pernikahan, sunatan, pelepasan calon jamaah
haji, memperoleh jabatan baru, dsb.
14. Falsafah Dalihan Na Tolu di
adat Batak
Somba Marhula-hula : somba artinya hormat, sedangkan
hula-hula adalah keluarga dari pihak istri (tulang). Hula-
hula ditengarai sebagai sumber berkat
hagabeon/keturunan. Tanpa hula-hula, tidak ada istri.
Tanpa istri, tidak akan ada keturunan.
Elek Marboru : rasa sayang tanpa pamrih kepada pihak
boru. Hal ini diperlukan karena dahulu borulah yang
diharapkan membantu atau melayani dalam acara adat.
Tanpa boru, makanya acara adat tidak dapat terlaksana.
Manat Mardongan Tubu : dongan tubu adalah kelompok
masyarakat dengan rumpun marga yang sama. Seperti
kakak-adik, hubungan mereka sangat erat. Namun
adakalanya terjadi pertikaian yang dapat membuat
renggan hubungan mereka. Itu sebabnya setiap kali akan
menyelenggarakan acara adat akan selalu dibicarakan dulu
dengan dongan tubu untuk menghindari kesalahpahaman.
Dalihan Na Tolu memiliki arti harfiah tungku tempat memasak
yang diletakkan diatas 3 tumpukan batu yang sama tinggi
agar tungku tidak jatuh. Ketiga batu tersebut melambangkan :
15. Upacara Turun Mandi Minangkabau
Tradisi ini dilakukan sebagai bentuk
rasa syukur atas lahirnya seorang anak
serta memperkenalkannya kepada
masyarakat. Upacara ini dilakukan
arak-arakan dan hanya dapat
dilakukan di sungai (batang aia)
17. Pelaksanaan syariat Islam di Aceh terjadi karena adanya
tuntutan masyarakat aceh yang menjunjung tinggi
ajaran islam yang kemudian dalam pelaksanaannya
diatur ke dalam Qanun-Qanun yang berisi tentang
aturan kehidupan masyarakat Aceh yang sesuai dengan
kaidah-kaidah dalam hukum Islam meski tidak secara
menyeluruh.
Sebagai contoh, pasangan yang kedapatan berbuat zina
akan dihukum dengan dicambuk sebanyak 100 kali
Penerapan Syari'at Islam di Aceh
18. Disirang Mangolu (diceraikan hidup) tidak diijinkan
perkawinan tersebut oleh keluarga.
Diasingkan, bagi mereka yang melakukan
perkawinan satu marga diusir dari kediamannya
Masyarakat Batak pada umumnya menganut paham
perkawinan eksogami yang mengharuskan
perkawinan dengan beda marga. Perkawinan
dianggap tabu apabila laki-laki menikah dengan
wanita satu marga. Suku Batak yang melangsungkan
perkawinan satu marga akan dihukum dengan
hukum adat yang berlaku, antara lain:
Larangan Perkawinan Satu
Marga suku Batak
19. Konsep beragama Suku Minang
Selain terkenal dengan makanannya yang enak, ranah
minang juga diketahui memiliki adat istiadat yang kuat.
Salah satu adat yang dikenal disebut "Adat nan diadatkan",
adat ini menekankan kepada nilai-nilai budaya ataupun
kebudayaan nenek moyang yang tidak melanggar kaedah
agama Islam tetap dipertahankan. Dalam kebudayaan
Minangkabau, agama yang dianut adalah Islam. Jika ada
masyarakat Minang yang memilih untuk meninggalkan
Islam (murtad), maka secara langsung dianggap keluar dari
masyarakat Minang. Tradisi tersebut disebut dengan
"dibuang sepanjang adat." Ia akan dikucilkan dari pergaulan
dan tidak diberbolehkan mengikuti kegiatan adat.
20. Suku Melayu merupakan suku dengan persebaran terluas di pulau
Sumatera. Suku Melayu kebanyakan menduduki daerah di pantai
timur Pulau Sumatera mulai dari daerah Sumatera Utara hingga
Lampung. Suku Melayu memiliki berbagai nilai-nilai toleransi yang
diterjemahkan dalam berbagai kosa kata seperti nilai keterbukaan,
kemajemukan, persebatian, tenggang rasa, kegotong-royongan, dan
senasib-sepenanggungan. Oleh sebab itu, dalam Suku Melayu sangat
dilarang untuk bersikap radikal dan bertindak merugikan orang lain.
Semboyan "Makan jangan menghabiskan, minum jangan
mengeringkan" adalah contoh peribahasa Melayu tentang
pentingnya toleransi dalam kehidupan bersama. Disamping itu
terdapat juga peribahasa "Telunjuk jangan bengkok, kelingking
jangan berkait, lidah jangan menyalah, perangai jalan merempai,
kawan jangan dimakan, saudara jangan didera"
Toleransi Suku Melayu
21. Dilarang Menebang Pohon Setumbung dan Sialang
Dilarang memotret perempuan Orang Rimba
"Orang Rimba" atau dikenal dengan Suku Anak Dalam atau Suku Kubu
merupakan suku pedalaman yang hidup nomaden di wilayah pedalaman
hutan. Orang Rimba yang masih tinggal di dalam hutan di Jambi sangat kuat
menjalankan adat warisan leluhur Aturan adat Orang Rimba tidak boleh
dilanggar orang luar saat berkunjung ke wilayah Orang Rimba. Apabila
dilanggar maka bisa dijatuhkan denda adat yang sangat beragam
tergantung perundingan dalam musyawarah adat. Adapun diantara larangan
bagi orang luar yang hendak masuk ke wilayan mereka diantaranya:
pohon setumbung adalah penanda kelahiran anak Orang Rimba. Setelah
melahirkan, lelaki Orang Rimba akan menanam pohon setumbung.
Dalam diri perempuan Orang Rimba ada dewo yang mengikuti. Kepercayaan
Orang Rimba tindakan memotret itu akan membuat dewo pergi dan
perempuan itu tidak memiliki pelindung. Sehingga bisa sakit bahkan sampai
meninggal dunia.
Budaya "Orang Rimba"
23. Model pemangku adat (hotobangon) dalam
mengatasi konflik yang timbul dari tradisi "tuor",
dengan dua cara yaitu:
Model kompromi yang dilaksanakan ketika
pemangku adat mengalami kesulitan dimana
masyarakat kampung dan pemangku adat
melakukan kompromi dengan kedua belah pihak
keluarga.
Model menghindari dilaksanakan jika tradisi tuor
telah terjadi. Model ini menggunakan ganti rugi.
Pemangku Adat
Hatobangon
24. Pelaksanaan di’iet, sayam, suloh, peusijuk dan
peumet jaroe merupakan proses penyelesaian
konflik berbasis adat yang sudah lama
mengakar dalam masyarakat Aceh. Tradisi ini
merupakan proses penyelesaian konflik yang
sangat demokratis tanpa terjadinya
pertumpahan darah dan dendam di antara
kedua belah pihak yang berkonflik, baik vertikal
maupun horizontal.
Peusijuek berarti menepungtawari pihak-
pihak yang terlibat dalam konflik dan
sengketa dalam upacara adat. Setelah
dilakukan peusijuk diakhir sesi peumat
jaroe yang bermakna saling berjabat
tangan.
Kearifan Lokal dan
Penyelesaian Konflik di Aceh
25. Kearifan Lokal dan
Penyelesaian Konflik di Aceh
Pola penyelesaian konflik dapat
diketahui tingkat kemaafan yang
diberikan oleh korban atau ahli
waris korban.
Di’iet atau Diyat
Suloh adalah upaya perdamaian
antar para pihak yang bersengketa
terkait kasus non pidana dan lebih
fokus ke perdata
Suloh
Sayam adalah bentuk kompensasi
berupa harta yang diberikan oleh pelaku
pidana terhadap korban atau ahli waris
korban, khusus berkaitan dengan rusak
atau tidak berfungsinya anggota tubuh
Sayam
Peusijuek dan Peumat
Jaroe
Peusijuek berarti menepungtawari pihak-
pihak yang terlibat dalam konflik dan
sengketa dalam upacara adat. Setelah
dilakukan peusijuk diakhir sesi peumat jaroe
yang bermakna saling berjabat tangan.
Peusijuek dan Peumat Jaroe
26. Dalam adat Palembang, jika seseorang berkelahi dan
menyebabkan lawannya mengeluarkan darah, maka ia
wajib melakukan tepung tawar atau perdamaian.
Dengan melakukan Denda tepung tawar, maka segala rasa
marah, dendam, sakit hati yang bekecamuk di dalam hati
orang yang bertikai akan hilang atau tawar alias tidak ada
rasa lagi. Konon, jika tidak dilakukan Denda tepung tawar,
maka orang tersebut akan berkelahi terus-menerus
sepanjang hidupnya.
Selain berkewajiban mengobati, pihak keluarga, si pelaku
datang bersilaturahmi ke kediaman si Korban sambil
membawa makanan yang menjadi simbol perdamaian.
Makanan yang dibawa biasanya ketan kunyit ayam
panggang, kembang 7 warna dan kue-kue tradisional
Palembang
Banyaknya makanan yang harus dibawa sebagai bagian
dari tepung tawar membuat orang berfikir berulang kali
untuk berkelahi.
Tepung Tawar Perdamaian
28. Kebudayaan tidak pernah mempunyai bentuk yang abadi, tetapi terus menerus berganti-
gantinya. Tiap-tiap kelompok masyarakat pada periode yang sama seringkali memiliki
budaya yang bebeda-beda. Perbedaan budaya juga mungkin dalam satu kelompok
masyarakat karena adanya perbedaan zaman atau masa. Karena adanya perbedaan zaman,
maka sifat kebudayaan itu tidaklah statis. Kebudayaan selalu berubah, ia dinamis
sebagaimana kehidupan manusia itu juga dinamis.
Proses penumbuhan dan perubahan kebudayaan berjalan akumulatif, makin lama makin
terhimpun unsur-unsur kebudayaan baru. Ada unsur-unsur yang baru masuk, namun ada
pula unsur-unsur lama yang sudah tidak diperlukan menghilang. Namun yang hilang
tidaklah sebanyak yang muncul. Unsur baru yang muncul dapat membawa suatu perbaikan
kualitatif, setidak-tidaknya dalam wujud kebudayaan fisik. Karenanya, kebudayaan tidak
pernah mundur, melainkan munkin untuk melakukan penyesuaian budaya untuk
menghindari dampak negatif dari dinamika kebudayaan.
Dinamika Kebudayaan
Dinamika Kebudayaan
Berikut bebrapa contoh penyesuaian atau adaptasi budaya yang ada di Sumatera
dengan adanya perkembangan zaman.
29. Saat ini, Mentawai termasuk dalam 122 kabupaten tertinggal.
Pemerintah memfokuskan untuk melakukan pembangunan
infrastruktur yang bisa mengoneksikan daerah-daerah terisolir.
Dengan terbukanya akses transportasi, diharapkan akan
menggerakkan kegiatan ekonomi dan memajukan taraf hidup
masyarakat Mentawai. Pembangunan yang dilakukan tersebut harus
mempertimbangkan keberadaan suku asli Mentawai yang masih
hidup harmonis di dalam perdalaman. Pembangunan besar-besaran
tidak seharusnya mengusik tatatan kearifan lokal yang sudah
terbangun selama ratusan tahun.
Namun, selama 3 abad terakhir ini, agama tradisional Mentawai
khususnya "tabu" (ritual-ritual adat dan agama) dilarang, padahal hal
itu bagi mereka adalah alat pengontrol pertambahan populasi
penduduk. Pada momen-momen ini, kepala suku dan tetua-tetua
adat bisa memantau jumlah penduduk dari jumlah mereka yang
hadir. Jika terlihat sudah terlalu banyak, akan dikeluarkan kebijakan
pengaturan kelahiran secara adat. Selain itu, lewat Tabu ini juga akan
ada nasehat untuk tidak merusak dan eksploitasi hasil hutan secara
berlebihan. Namun sekarang, tradisi itu sudah mulai hilang.
Akibatnya, penduduk meningkat cepat dan sumber daya alam mulai
dieksploitasi tanpa memperhatikan peraturan adat.
Kebudayaan Mentawai
Kebudayaan Mentawai
30. Orisinalitas bentuk seni lukis tersebut dikembangkan
dalam kerangka konsep inovasi penelitian. Konsep
inovatif yang dimaksud adalah upaya untuk
memanfaatkan modernisasi teknologi dalam rangka
melestarikan dan mengembang-kan bentuk-bentuk
artefak budaya etnik. Artefak budaya etnik dalam hal
ini merupakan wujud visual, baik dalam bentuk seni
rupa tradisi atau wujud seni rupa yang terintegrasi
pada properti dan ekspresi seni budaya dan ritual
budaya lainnya. Dapat dinyatakan bahwa, penelitian
ini mengembangkan seni lukis berbasis tradisi (etnik)
den-gan berorientasi kekinian. Dalam bahasa lain,
penelitian ini berupaya memadukan masa sekarang
dan masa depan dengan masa lalu. “Masa depan
adalah masa lalu yang in-spiratif”.
Modernisasi Kebudayaan Batak Toba
Modernisasi Kebudayaan Batak Toba
31. Adaptasi Tradisi Batagak Gala
Adaptasi Tradisi Batagak Gala
Masyarakat Minangkabau
Masyarakat Minangkabau
Tradisi batagak gala marapula termasuk adat yang
diadatkan. Maka dari itu tradisi batagak gala marapulai
sangatlah penting dilaksanakan oleh masyarakat
Minangkabau. Meskipun tradisi ini mengalami
perubahan, namun perubahannya tidak begitu berarti.
Perubahan maupun pergeseran atas tradisi batagak
gala yakni terletak pada waktu pelaksanaan yang
menyesuaikan pada keluarga marapulai, isi carano
terkadang kurang lengkap. Kemudian pada tempat
pelaksanaan yang biasanya dilaksanakan di rumah
gadang, namun sebab rumah gadang terkadang
keadaannya sudah tidak memungkinkan untuk
melaksanakan tradisi batagak gala, maka tradisi ini
dapat dilaksanakan di rumah biasa (rumah komplek)
atau bahkan di gedung, asalkan pada dinding dan
pernak pernik di tempat pelaksanaan tradisi masih
menggunakan tapi-tapi semacam tenda alek pelaminan.
Walaupun adanya perubahan atau pergeseran namun
tradisi batagak gala tetap dianggap penting untuk
dilaksanakan dan tetap dilestarikan bagi masyarakat
Minangkabau.
32. Awalnya, tradisi lompat batu berasal dari kebiasaan
berperang antar desa suku-suku di Pulau Nias.
Masyarakat Nias memiliki karakter keras dan kuat
diwarisi dari budaya pejuang perang.
Para bangsawan dari strata balugu yang memimpin
pulau Nias saat itu akan menentukan pantas atau
tidaknya seseorang pria Nias menjadi prajurit perang.
Kriterianya, selain memiliki fisik yang kuat, seorang
prajurit perang juga menguasai ilmu bela diri dan ilmu-
ilmu hitam. Mereka juga harus dapat melompati batu
bersusun setinggi 2 meter tanpa menyentuh
permukaannya sedikitpun sebagai tes akhir.
Kini, tradisi lompat batu bukan untuk persiapan perang
antar suku atau antar desa tetapi sebagai ritual dan
simbol budaya orang Nias. Tradisi ini menjadi atraksi
budaya untuk mengisi acara yang biasanya ditampilkan
bersama atraksi tari perang, yang merupakan saduran
dari peperangan di masa lampau. Namun karena tari
perang melibatkan puluhan orang maka atraksi budaya
dapat menampilkan lompat batu saja.
Kebudayaan Nias
Kebudayaan Nias