3. VISI DAN MISI PRODI KEPERAWATAN
Menjadikan pusat pendidikan Ners yang kompeten berbasis intelektualitas, kualitas, dan
kewirausahaan dengna keunggulan di bidang nursing home care serta berdaya saing global
pada tahun 2020.
1. Mengembangkan Program Pendidikan Ners dengna keunggulan nursing home care yang berwawasan global dan berbasis ilmu pengetahuan
dan teknologi.
2. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keperawatan dengan keunggulan nursing home care melalui kegiatan
penelitian/
3. Menerapkan dan mengembangkan ilmu keperawatan dengan keunggulan nursing home care melaui mengambdian kepada masyarakat.
4. Menyiapkan sumber daya manusia keperawatan dengan keunggulan nursinghome care yang berdaya saing global dan menciptakan calon
pemimpin yang berkarakter bagi bangsa dan negara
5. Mengelola sarana dan prasarana yang menunjang program akademik dan profesi keperawatan dengan keunggulan nursinghome care
6. Berperan aktif dalam menerapkan dan mengembangkan ilmu keperawatan dengan keunggulan nursinghome care yang bermanfaat bagi
organisasi profesi, bagi bangsa dan negara Indonesia serta segenap umat manusia
4. Outline
• Dasar hukum
• Klasifikasi pengobatan tradisional dan
terapi komplementer
• Penyelenggara pengobatan
komplementer
• Aspek etik dalam terapi komplementer
• Tren isu terapi komplementer obatan
tradisional dan terapi komplementer
5. Kesehatan
Proses dimana kita membentuk kembali dasar asumsi
dan pandangan dunia tentang kesejahteraan dan
melihat kematian sebagai proses alami kehidupan
(Dossey & Keegan, 2008)
7. Terapi di Keperawatan
Konsep diri sebagai penyembuh yang harus dipahami
dan dilakukan oleh setiap perawat sebagai
pengetahuan dan keterampilan sebagai pengiriman,
arahan atau konseling pasien dalam menggunakan
berbagai terapi.
Terapi Komplementer
8. Thomas Friedman (2005) bahwa saat ini dunia
kesehatan, termasuk salah satunya praktisi
keperawatan masih bingung tentang apa itu terapi
komplementer
Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tentang
penggunaan pengobatan tradisional termasuk di
dalamnya pengobatan komplementer alternatif yang
meningkat dari tahun ke tahun dan digunakan oleh 40
% penduduk Indonesia (Depkes, 2010).
9. Surat Keputusan Direktur Jenderal Bina Pelayanan
Medik telah ditetapkan 12 (dua belas) Rumah Sakit
Pendidikan yang melaksanakan pelayanan
pengobatan komplementer tradisional - alternatif:
RS Kanker Dharmais Jakarta, RSUP Persahabatan
Jakarta, RSUD Dr. Soetomo Surabaya, RSUP Prof.
Dr. Kandau Menado, RSUP Sanglah Denpasar,
RSUP Dr. Wahidin Sudiro Husodo Makassar, RS
TNI AL Mintoharjo Jakarta, RSUD Dr. Pringadi
Medan, RSUD Saiful Anwar Malang, RS Orthopedi
Prof. Dr. R. Soeharso Solo, RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta, RSUP Dr. Suraji Tirtonegoro Klaten.
10. Menteri Kesehatan telah mengarahkan bahwa RS
Pendidikan Vertikal harus ada pengobatan komplementer
tradisional alternatif yaitu ramuan jamu sedangkan herbal
yang lain bisa setelah itu (BUK DEPKES, 2010).
Perawat di rumah sakit tersebut untuk menguasai
metode pengobatan komplementer-alternatif
Memberikan asuhan keperawatan yang sesuai
11. Pengobatan Komplementer Tradisional Alternatif
Pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi
upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan
kualitas, keamanan dan efektifitas yang tinggi
berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik dan belum
diterima dalam kedokteran konvensional.
12. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Terapi adalah usaha untuk memulihkan
kesehatan orang yang sedang sakit; pengobatan
penyakit; perawatan penyakit. Komplementer
adalah bersifat melengkapi, bersifat
menyempurnakan
13. WHO (World Health Organization)
Pengobatan komplementer adalah pengobatan
non-konvensional yang bukan berasal dari
negara yang bersangkutan
untuk Indonesia jamu misalnya, bukan termasuk
pengobatan komplementer tetapi merupakan
pengobatan tradisional.
14. Jenis pelayanan pengobatan komplementer alternatif
(Permenkes RI, Nomor : 1109/Menkes/Per/2007)
1. Intervensi tubuh dan pikiran (mind and body
interventions) : Hipnoterapi, mediasi, penyembuhan
spiritual, doa dan yoga
2. Sistem pelayanan pengobatan alternatif : akupuntur,
akupresur, naturopati, homeopati, aromaterapi, ayurveda
3. Cara penyembuhan manual : chiropractice, healing touch,
tuina, shiatsu, osteopati, pijat urut
4. Pengobatan farmakologi dan biologi : jamu, herbal, gurah
5. Diet dan nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan : diet
makro nutrient, mikro nutrient
6. Cara lain dalam diagnosa dan pengobatan : terapi ozon,
hiperbarik, EECP (Depkes, 2010)
15. Dasar Hukum
1. Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
- Pasal 1 butir 16 Definisi
- Pasal 48 Pelayanan kesehatan tradisional
- Bab III Pasal 59 s/d 61 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisonal
1. Peraturan Menteri Kesehatan RI, No. : 1076/Menkes/SK/2003
tentang pengobatan tradisional
2. Peraturan Menteri Kesehatan RI, No. : 1109/Menkes/Per/IX/2007
tentang penyelenggaraan pengobatan komplementer-alternatif di
fasilitas pelayanan kesehatan.
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI, No. 120/Menkes/SK/II/2008
tentang standar pelayanan hiperbarik
4. Keputusan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik, No.
HK.03.05/I/199/2010 tentang pedoman kriteria penetapan metode
pengobatan komplementer alternatif yang dapat diintegrasikan di
fasilitas pelayanan kesehatan
16. Pengobatan tradisional adalah pengobatan yang
sudah dari zaman dahulu digunakan dan diturunkan
secara turun temurun pada suatu negara.
17. Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan pasal 1 butir 16
Pelayanan kesehatan tradisional adalah
pengobatan dan atau perawatan dengan cara dan
obat yang mengacu pada pengalaman dan
keterampilan turun temurun secara empiris yang
dapat dipertanggung jawabkan dan diterapkan
sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat.
18. Undang-Undang nomor 36 tahun 2009
tentang kesehatan pada pasal 59
Pelayanan kesehatan tradisional terbagi
menjadi pelayanan kesehatan tradisional
yang menggunakan keterampilan dan yang
menggunakan ramuan.
20. Undang-Undang nomor 36 tahun 2009
pasal 60
Setiap orang yang melakukan pelayanan
kesehatan tradisional yang menggunakan
alat dan teknologi harus dapat izin dari
lembaga kesehatan yang berwenang dan
harus dapat dipertanggungjawabkan
manfaat dan keamanannya serta tidak
bertentangan dengan norma agama dan
kebudayaan masyarakat.
21. Undang-Undang nomor 36 tahun 2009
pasal 61
Masyarakat diberi kesempatan yang
seluas-luasnya untuk mengembangkan,
meningkatkan, dan menggunakan pelayanan
kesehatan tradisional yang dapat
dipertanggungjawabkan manfaat dan
keamanannya.
22. KMK RI No 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang
Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional pasal 1 ayat 1
Pengobatan tradisional adalah pengobatan dan/atau
perawatan dengan cara, obat dan pengobatnya yang
mengacu kepada pengalaman, ketrampilan turun
temurun, dan/atau pendidikan/pelatihan, dan
diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam
masyarakat.
23. KMK RI No 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang
Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional pasal 1 ayat 2 dan 3
2. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan
yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan,
bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau
campuran bahan tersebut yang secara turun
temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman
3. Pengobat tradisional adalah orang yang melakukan
pengobatan tradisional/ alternative .
24. Pemenkes RI No 1109/ MENKES/PER/IX/2007 tentang
Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer Alternatif di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan pasal 1 ayat 1
Pengobatan komplementer alternative adalah
pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan
rehablitatifyang diperoleh melalui pendidikan
terstruktur dengan kualitas, keamanan, dan
efektifitas yang tinggi yang berlandaskan ilmu
pengetahuan biomedik, yang belum diterima dalam
kedokteran konvensional
25. KLASIFIKASI PENGOBATAN TRADISIONAL DAN KOMPLEENTER-ALTERNATIF
Menurut KMK RI No 1076/MENKES/SK/VII/2003 pasal 3 ayat 2 pengobatan
tradisional diklasifikasikan
1. Pengobat tradisional ketrampilan terdiri dari pengobat tradisional
pijat urut, patah tulang, sunat, dukun bayi, refleksi, akupresuris,
akupunkturis, chiropractor dan pengobat tradisional lainnya yang
metodenya sejenis.
2. Pengobat tradisional ramuan terdiri dari pengobat tradisional
ramuan Indonesia (Jamu), gurah, tabib, shinshe, homoeopathy,
aromatherapist dan pengobat tradisional lainnya yang metodenya
sejenis.
3. Pengobat tradisional pendekatan agama terdiri dari pengobat
radisional dengan pendekatan agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu,
atau Budha.
4. Pengobat tradisional supranatural terdiri dari pengobat tradisional
tenaga dalam (prana), paranormal, reiky master, qigong, dukun
kebatinan dan pengobat tradisional lainnya yang metodenya sejenis.
26. Pemenkes RI No 1109/ MENKES/PER/IX/2007 pasal 4 ayat 1
ruang lingkup pengobatan komplementer alternative
1. Intervensi tubuh dan pikiran (mind and body
interventions)
2. System pelayanan pengobatan alternative (alternative
system of medical practice)
3. Cara penyembuhan manual (manual healing methods)
4. Pengobatan farmakologi dan biologi (pharmacologic
and biologic treatments)
5. Diet dan nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan
(diet and nutrition the prevention and treatment of
disease)
6. Cara lain dalam diagnose dan pengobatan (unclassified
diagnostic and treatment menthod)
27. Keputusan menteri Kesehatan RI Nomor
HK03.01/60/I/2010 tentang Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014
Pelayanan Kesehatan Tradisional
menyatakan luaran yang akan dicapai
adalah meningkatnya pembinaan dan
pengawasan terhadap penyelenggaraan
pelayanan kesehatan tradisional.
Alternatif, dan komplementer
28. PENYELENGGARAAN PENGOBATAN TRADISIONAL DI
MASYARAKAT (KMK RI No 1076/MENKES/SK/VII/2003)
Pengobat Tradisional
Surat Terdaftar Pengobat Tradisional
(STPT)
Surat Izin Pengobat Tradisional (SIPT)
Daftar
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat
Rekomendasi
- Pengobat tradisional supranatural : Kejaksaan
Kabupaten/Kota
- Pengobat pendekatan agama: Kantor
Departemen Agama Kabupaten/Kota (pasal 4)
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Penapisan:
- Faktor pemanfaatan pengobatan tradisional
- Faktor sistem/cara/ilmu pengobat tradisional
- Faktor Pengembangan
29. PENYELENGGARAAN PENGOBATAN TRADISIONAL DI
MASYARAKAT (KMK RI No1076/MENKES/SK/VII/2003)
Pasal 4 rekomendasi Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota setempat, untuk mencegah adanya keresahan
masyarakat tentang aliran sesat
Pasal 9-11 Pengobat tradisional dilakukan uji kompetensi ( baru akupunturis) dan diikutsertakan dalam sarana pelayanan kesehatan
Pasal 12-15 Semua tindakan harus mendapat persetujuan lisan atau tertulis dari pasien/keluarga. Khusus untuk tindakan pengobatan
tradisional yang mengandung risiko tinggi bagi pasien harus dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang
berhak memberikan persetujuan
Pasal 16 Dalam melaksanakan pengobatannya, pengobat tradsional boleh menggunakan peralatan yang aman tetapi dilarang
untuk menggunakan peralatan kedokteran atau penunjang diagnostic kedokteran
Pasal 19 Pengobat tradisional harus membuat catatan status pasien dan wajib melaporkannya ke Kepala Dinkes Kabupaten/Kota
setiap 4 bulan
Pasal 22 Pengobat tradisional juga wajib merujuk pasien gawat darurat atau yang tidak mampu ditangani ke sarana pelayanan
kesehatan
Pasal 31 Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pengobatan tadisional dilakukan oleh Kadinkes Kabupaten/ Kota, Kepala
Puskesmas atau UPT yang ditugasi
30. PENYELENGGARAAN PENGOBATAN KOMPLEMENTER-
ALTERNATIF DI SARANA KESEHATAN
(Pemenkes RI No 1109/ MENKES/PER/IX/2007)
Pasal 5 Pengobatan komplementer alternative dapat dilaksanakan di sarana pelayanan kesehatan jika aman,
bermanfaat, bermutu dan terjangkau
Pasal 10 Praktik perorangan pengobatan komplementer alternative hanya bisa dilaksanakan oleh dokter atau
dokter gigi, sedangkan praktik berkelompok harus dipimpin oleh dokter atau dokter gigi
Pasal 14 dokter dan dokter gigi adalah pelaksana utama pengobatan komplementer alternative, sedangkan
tenaga kesehatan yang lain berfungsi membantu dokter atau dokter gigi dalam melaksanakannya
31. PENYELENGGARAAN PENGOBATAN
KOMPLEMENTER-ALTERNATIF DI SARANA KESEHATAN
(Pemenkes RI No 1109/ MENKES/PER/IX/2007)
Sarana
pelayanan
kesehatan
RS pendidikan
RS non
pendidikan
RS Khusus
RS swasta
praktik
perorangan
praktik
berkelompok
Puskesmas
34. ASPEK ETIK DALAM TERAPI KOMPLEMENTER ALTERNATIF DAN
TRADISIONAL
(Kerry, 2003; Silva & Ludwick, 2001)
• Aspek kejujuran dan integritas
• Beneficience, non-maleficiance dan konsen
• Conflict of interest
• Justice
35. TREN ISU TERAPI KOMPLEMENTER ALTERNATIF DAN
TRADISIONAL
Meningkatnya akses dalam informasi kesehatan
Meningkatnya prevalensi dari penyakit kronis
Meningkatnmya rasa membutuhkan suatu kualitas hidup
Menurunnya semangat/keinginan dalam scientific breakthroughs
Meningkatnya interest tentang spiritualitas
Berkurang nya toleransi dalam paternalistik
36. Garis besar prinsip praktik terapi komplementer
menurut Curtis (2004)
Menghargai
otonomi
pasien
Menghargai
etnis, umur
dan status
social
Tingkat
sensitivitas
terhadap
pasien harus
tinggi, terkait
keinginan dan
penolakan
terhadap
terapi
komplementer
Berhati-hati
terhadap
pasien yang
tidak pernah
konsul ke
medis terkait
penyakitnya
Menganjurkan
pasien untuk
hati-hati dalam
setiap
keputusannya
dan tetap
menjalani
terapi medis
konvensional
Dorong pasien
untuk lebih
selektif dalam
memilih terapi
37. Daftar Pustaka
1. Breen, Kerry. Dec 2003Ethical issues in the use of complementary medicinesProQuest Research Library diakses pada 24 maret 2012
2. Curtis, P.2004. Safety Issues in Complementary & Alternative Health Care. Program on Integrative Medicine, School of
Medicine,University of North Carolina
3. Depkes RI. 2010. Pengobatan Komplementer Tradisional Alternatif. Diakses dari
http://buk.depkes.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=66:pengobatan-komplementer-tradisional-alternatif
4. Hilsden and Verhoef. (1999). Complementary therapies: Evaluating their effectiveness in cancer. Patient Education and Counseling.
3892), 102
5. Jonas,W.B. (1998). In Complementary and Alternative Health Practice and Therapies-A Canadian Overview Prepared for Strategies and
Systems for Health Directorate, Health Promotion and Programs Branch,
6. Health Canada (1999). Toronto, ON:York University Centre for Health Studies
7. Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/ Menkes/ SK/VII/ 2003 Tentang penyelenggaraan Pengobatan
Tradisional
8. Keputusan Menteri Kesehatan RI, No. 120/Menkes/SK/II/2008 Tentang Standar Pelayanan Hiperbarik
9. Keputusan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik, No. HK.03.05/I/199/2010 Tentang Pedoman Kriteria Penetapan Metode
Pengobatan komplementer â alternatif yang dapat diintegrasikan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
10. LaValley and Verhoef. (1995) Integrating Complementary Medicine and Health Care Services into Practice Canadian Medical
Association Journal, 153(1), 45-46
11. Mary Cipriano Silva, PhD, RN, FAAN dan Ruth Ludwick, PhD, RN, C. november 2001. Ethics: Ethical Issues in Complementary/Alternative
Therapies.
http://www.nursingworld.org/MainMenuCategories/ANAMarketplace/ANAPeriodicals/OJIN/Columns/Ethics/EthicalIssues.htmldiakses
pada 24 maret 2012
12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1109/Menkes/PER/IX/2007 Tentang Peneyelenggaraan Pengobatan
Komplementer alternative di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
13. Thome,S.S.(2001). Complementary and Alternative Medicine: Critical Issue of Nursing Practice and Policy. Canadian Nurse, 97 (4),27.
14. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan