1. Dokumen tersebut membahas perkembangan kebijakan perumahan swadaya di Indonesia, mulai dari masa pra-kemerdekaan hingga 2014.
2. Pada masa pra-kemerdekaan, pemerintah Hindia Belanda mulai memperkenalkan program perumahan rakyat dan perbaikan kampung.
3. Setelah kemerdekaan, berbagai kebijakan dan lembaga terkait perumahan diterbitkan, seperti Undang-Undang Perumahan tahun 1957 dan p
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
Perkembangan Intervensi Terhadap Rumah Masyarakat Berpenghasilan Rendah di Indonesia
1.
2. UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28 H ayat 1
mengamanatkan bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin,
bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan “.
UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa:
“Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak”
Amanat tersebut menegaskan bahwa rumah merupakan hak setiap orang untuk dapat
meningkatkan mutu kehidupannya dan penghidupannya.
Amanat RPJPN 2005-2025 (UU N0 17 Tahun 2007) :
Tantangan yang dihadapi untuk memenuhi kebutuhan hunian bagi masyarakat dan
mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh, adalah melakukan penguatan
swadaya masyarakat dlm pembangunan rumah melalui pemberian fasilitas kredit
mikro perumahan, fasilitasi untuk pemberdayaan masyarakat, dan bantuan teknis
kepada kelompok masyarakat yang berswadaya dalam pembangunan rumah.
Dengan demikian, penyediaan perumahan dapat diselenggarakan dengan tidak
hanya mempertimbangkan kemampuan daya beli masyarakat, melainkan juga
melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. 2
3. Rumah swadaya adalah penyediaan rumah yang
diselenggarakan atas prakarsa dan upaya masyarakat,
baik secara sendiri maupun berkelompok.
UU Nomor 1 Tahun 2011 pasal 21 ayat (4)
Swadaya = dengan kekuatan sendiri
Prakarsa terkait inisiatif, pengambilan keputusan sendiri
Upaya = effort (usaha) – terutama untuk mengakses sumberdaya
yang diperlukan dalam pembangunan rumah misalnya
tanah, biaya dan tenaga kerja.
3
4. 1.Rumah sebagai kata kerja
(perumahan sebagai proses perlu input yang baik
dan bisa dilaksanakan secara bertahap)
2.Dibangun secara individual maupun berkelompok
3.Di bawah kendali pemakai
(prakarasa dan pengambilan keputusan adalah
masyarakat, untuk kelompok dilakukan secara
musyawarah)
4.Rumah merupakan simbol status
(rumah bukan komoditi, namun ada grey area
untuk rumah sewa yang dikelola masyarakat)
4
5. 5
Cara Memperoleh Rumah dan Kegiatan Rumah Swadaya [1]
Sumber: “The Market for Shelter in Indonesian Cities”, Struyk, Hoffman & Katsura, 1991 - diola
6. Cara Memperoleh Rumah dan Kegiatan Rumah Swadaya [2]
KEGIATAN RUMAH SWADAYA
Membeli rumah baru (dari
perorangan)
Membeli rumah bukan baru
Membangun rumah sendiri
Memperbaiki rumah
Memperluas rumah
Menyewa rumah
Meningkatkan kualitas
lingkungan perumahan
Mengelola rumah /perumahan
Sumber: Statistik Perumahan dan Permukiman, 2007
CARA MEMPEROLEH RUMAH Kota Desa Nasional
Membeli dari pengembang 7,48 0,39 3,01
Membeli melalui koperasi 0,49 0,18 0,30
Membeli baru dari perorangan 4,27 1,42 2,47
Membeli bukan baru 9,37 4,76 6,47
Membangun sendiri 56,82 73,09 67,08
Membangun dg pinjaman perorangan 1,57 2,02 1,86
Membangun dg pinjaman bank/koprs 1,56 0,67 1,00
Lainnya 18,42 17,46 17,82
6
7. Perkembangan Kebijakan Perumahan Swadaya s/d 2014
Kurun Waktu Pembangunan Perumahan Penanganan Permukiman
Pra-Kemerdekaan 1. Perumahan rakyat
(volkswoningen)
2. Perumahan PNS (Burgelijke
Woning Regeling)
1. Program Kampoong Verbetering (perbaikan kampung) yang
berisi perbaikan jalan-jalan, gang-gang, selokan, dan fasilitas
MCK
PJP I
1966-1992
1. Beberapa kelompok melaksanakan
pembangunan perumahan secara
swadaya
2. Perumahan kooperatif
3. Program P2BPK
1. Program MHT-Urban I, II (Jakarta) dan
Program WRS-Urban II (Surabaya)
2. KIP (Kampung Improvement Program) Urban III,IV,V
3. KIP Plus
4. P2LPK (P3KT, IKIDP, P2LDT, KTP2D)
1992-1998 1. Pembentukan AKPPI & ASPEK
untuk mendukung P2BPK
1. KIP Komprehensif
1998-2005 1.Program CoBILD
2. Program Perumahan Swadaya
1. Program Peningkatan Kualitas Lingkungan (PKL)
2. NUSSP (Neighborhood Unit Small Shelter Program)
2005-2010 1. BSP2S: a.Peningkatan Kualitas (PK); b.Pembangunan Baru (PB); c.Prasarana, Sarana, Utilitas-umum (PSU)
2. Rehabilitasi RTLH PNPM Mandiri Perkotaan.
3. KPRS Mikro: Kredit Perbaikan Rumah Swadaya – Mikro
7
8. UU No 1 Tahun 2011
Pasal 21
(7) Rumah swadaya dapat memperoleh bantuan dan kemudahan dari Pemerintah
dan/ atau pemerintah daerah.
Pasal 121
(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah harus melakukan upaya pengembangan
sistem pembiayaan untuk penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.
(2) Pengembangan sistem pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. lembaga pembiayaan;
b. pengerahan dan pemupukan dana;
c. pemanfaatan sumber biaya; dan
d. kemudahan atau bantuan pembiayaan.
Kemudahan : keringanan dalam uang muka dan/atau; suku bunga; dan/
atau jangka waktu pengembalian (pulih biaya).
Bantuan Pembiayaan : stimulan dana hibah APBN (tidak pulih biaya)
Sistem Pembiayaan [1]
8
9. Kelompk
Sasaran Jenis Penyediaan
Bantuan Pendanaan & Pembiayaan Perumahan
Keterangan
Sisi Permintaan Sisi Pasokan
≤ 500.000 Swadaya
Rumah Sewa
Rumah Sosial
Rumah Milik
Pemberdayaan Ekonomi
Rusunawa Non Recovery
Kredit Mikro untuk Usaha
Kredit Mikro Perumahan
BLM
Asuransi/Kredit
Insentif Fiskal
Perijinan, SHAT, IMB *
PSU
Peningkatan Kualitas
Lingkungan
Subsidi OM
Insentif Fiskal
Pengem-
bangan
Usaha/
Usaha
Ekonomi
Rakyat
Program
Pengen-
tasan Kemis-
kinan
≥ 500.000
≤ 1.000.000
UMR
Rumah Milik
Formal
Swadaya
Rusunawa
Tidak Pulih Biaya
KPR Rumah Tapak
Sewa Beli *
Kredit Mikro Perumahan
BLM
Asuransi/Penjualan Kredit
Insentif Fiskal
Perijinan, SHAT, IMB *
Kredit Konstruksi *
PSU
Peningkatan Kualitas
Lingkungan
Subsidi OM
Insentif Fiskal *
≥ 1.000.000
≤ 1.700.000
UMR
Rumah Milik
Formal
Swadaya
Rusunawa
Tidak Pulih Biaya
Rusunami
KPR Rumah Tapak
KPR Sarusun
Sewa Beli *
Kredit Mikro Perumahan
BLM
Asuransi/Penjualan Kredit
Insentif Fiskal
Perijinan, SHAT, IMB *
Kredit Konstruksi *
PSU Terbatas
Peningkatan Kualitas
Lingkungan
Subsidi OM
Insentif Fiskal *
≥ 1.700.000
≤ 2.500.000
UMR
Rumah Milik
Formal
Swadaya
Rusunawa
Tidak Pulih Biaya
Rusunami
KPR Rumah Tapak
KPR Sarusun
Sewa Beli *
Kredit Mikro Perumahan
BLM
Asuransi/Penjualan Kredit
Insentif Fiskal
Perijinan, SHAT, IMB *
Kredit Konstruksi *
PSU
Peningkatan Kualitas
Lingkungan
Subsidi OM
Insentif Fiskal *
Khusus
Rusunami
Pendapatan
s/d
Rp.4,5 Juta
per bulan
Kebijakan Bantuan Pendanaan & Pembiayaan Perumahan
bagi MBR dan MBM
9
Sumber: Deputi Pembiayaan, Kemenpera, Tahun 2009
10. Alur Kebijakan dalam Fasilitasi Pembangunan Perumahan Swadaya
PROGRAM
PEMBANGUNAN
PERUMAHAN
NASIONAL
KEBIJAKAN
PEMBINAAN
TEKNIS
PEMBANGUNAN
PERUMAHAN
SWADAYA
KEBIJAKAN
PENYALURAN
PEMBIAYAAN
PERMENPERA
KPRS MIKRO
PERBAIKAN TOTAL
RUMAH
PENINGKATAN
KUALITAS RUMAH
PERMENPERA
STIMULAN PS
JUKNIS PERBAIKAN
TOTAL RUMAH
JUKNIS
PENINGKATAN
KUALITAS RUMAH
JUKNIS
PENYELENGGARAAN
KPRS MIKRO
JUKNIS
STIMULAN PS
LEAFLET, BOOKLET, BROSUR
PERBAIKAN TOTAL RUMAH
LEAFLET, BOOKLET, BROSUR
PENINGKATAN
KUALITAS RUMAH
LEAFLET, BOOKLET,
BROSUR KPRS MIKRO
LEAFLET, BOOKLET,
BROSUR STIMULAN PS
PANDUAN TEKNIS
PENYELENGGARA
PANDUAN PRAKTIS
MASYARAKAT
PSU
PERUM.SWADAYA
JUKNIS PSU
PERUM.SWADAYA
LEAFLET, BOOKLET, BROSUR
PSU PERUMAHAN SWADAYA
PENGHUNIAN &
PEMANFAATAN
JUKNIS PENGHUNIAN
& PEMANFAATAN
LEAFLET, BROSUR PENGHU -
NIAN & PEMANFAATAN
PEMBERDAYAAN
MASY DALAM PS
JUKNIS
PEMBERDAYAAN
LEAFLET, BROSUR
PEMBERDAYAAN MASY.
PRA &PASCA SHAT
PERUM.SWADAYA
JUKNIS PRA &PASCA
SHAT PERUMAHAN
SWADAYA
LEAFLET, BOOKLET, BROSUR
PRA &PASCA SHAT
PERUMAHAN SWADAYA
KEBIJAKAN
10
11.
12. Periode Pra Kemerdekaan
Tahun 1926 Pemerintah Hindia Belanda memprakarsai pendirian
Perusahaan Pembangunan Perumahan Rakyat (N.V Volkshuisvesting)
di 13 kotapraja dan kabupaten dan dilakukan kegiatan penyuluhan
perumahan rakyat dan perbaikan kampong (kampong verbetering)
dalam rangka penanggulangan penyakit pes (pest bestrijding).
Tahun 1934 diterbitkan Peraturan Perumahan Pegawai Negeri Sipil
(Burgelijke Woning Regeling/ BWR)
12
13. Periode 1945 – 1956
25 Agustus – 30 Agustus 1950 Kongres Perumahan Rakyat Sehat di
Bandung, dihadiri peserta dari 63 kotapraja/ kabupaten, 4 provinsi.
22 Maret 1951 terbit Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan
Tenaga tentang Pembentukan Badan Pembantu Perumahan Rakyat.
25 April 1952 terbit Keputusan Presiden No. 65 Tahun 1952 Tentang
Pembentukan Jawatan Perumahan Rakyat di lingkungan Kementerian
Pekerjaan Umum dan Tenaga.
Tahun 1953 melalui Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1953,
Pemerintah Pusat menyerahkan sebagian urusan mengenai Pekerjaan
Umum kepada Pemerintah Provinsi.
1 Maret 1955 dibentuk Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan
(LPMB) di Bandung yang juga menjalankan fungsi sebagai United
Nation Regional Housing Centre untuk kawasan Asia Tenggara.
13
14. Tahun 1957 diterbitkan Undang-undang No. 72 Tahun 1957 yang
mengatur penyelenggaraan penjualan rumah negeri golongan III
kepada Pegawai Negeri.
Tahun 1958 diterbitkan Undang-undang No. 3 Tahun 1958 yang
mengatur penghunian rumah melalui Surat Izin Penghunian oleh
Kantor Urusan Perumahan
Tahun 1960 Dewan Perancang Nasional menyusun Rancangan Dasar
Undang-undang Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahun
1961-1969, yang antara lain memasukan pemikiran Bank
Perumahan.
Tahun 1961 dibentuk 200 Yayasan Kas Pembangunan (YKP) yang
membangun dan menyewabelikan rumah lebih rendah dari pada
harga pasaran kepada anggota penabung selama 20 tahun, dengan
jumlah rumah terbangun dalam kurun waktu sepuluh tahun
sebanyak 12.640 unit.
Periode 1956 – 1966 [1]
14
15. Tahun 1962 diterbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
undang No. 6 Tahun 1962 yang mengatur kebebasan membangun
rumah dan menetapkan penggunaannya untuk ditempati sendiri,
disewakan atau dijual.
Tahun 1963 diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1963
yang menugaskan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik
menyediakan pola bantuan berupa contoh rumah dan diterbitkan
Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 yang mengatur tentang
hubungan dan hak sewa menyewa, harga sewa dan penyelesaian
sengketa serta diterbitkan Keputusan Presiden No. 237 Tahun 1963
tentang Badan Perancang Perumahan.
Tahun 1964 disahkan Undang-undang No. 1 Tahun 1964 Tentang
Pokok Perumahan
Periode 1956 – 1966 [2]
15
16. Dalam Pelita I perumahan rakyat menjadi salah satu sektor dikenal
dengan nama sektor “O/Papan”, dari 17 sektor pengendalian
operasional pembangunan lima tahun dan diketuai oleh Menteri
Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik dengan anggota 10 Menteri
ditambah Gubernur Bank Indonesia dan Ketua LIPI.
Tahun 1970 dibentuk 4 Building Information Centre (BIC) di Jakarta,
Bandung, Yogyakarta dan Denpasar.
6 Mei 1972 Lokakarya Nasional Kebijaksanaan Perumahan dan
Pembiayaan Pembangunan dibuka presiden RI di Bina Graha Jakarta.
Tahun 1972 dibentuk asosiasi Real Estat Indonesia (REI). Dalam
periode ini diperkenalkan Program P 1000 yang merupakan ujicoba
pembangunan rumah sebesar 1000 unit di Jakarta, Karawang,
Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya dan Jember.
Periode 1966 – 1974
16
17. Tahun 1974 dibentuk Badan Kebijaksanaan Perumahan Nasional (BKPN)
melalui Keputusan Presiden No. 35 Tahun 1974.
Tahun 1974 dibentuk Perum Perumnas melalui Peraturan Pemerintah
No. 29 Tahun 1974.
Tahun 1974 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan, BTN
ditugaskan sebagai Bank yang memberikan Kredit Pemilikan Rumah.
Tahun 1976 UN Habitat menghasilkan Vancouver Declaration.
Dalam periode ini dilakukan perluasan Building Information Centre (BIC)
di seluruh provinsi dan diperkenalkan 3 program pokok meliputi 2
program di perkotaan, yaitu pembangunan 73.000 unit rumah
sederhana dan Perintisan Perbaikan Kampung (KIP), dan uji coba Site &
Services serta 1 program di perdesaaan, yaitu bimbingan teknis dan
stimulan bagi 1.000 desa melalui Perintisan Pemugaran Perumahan
Desa (P3D).
Periode 1974 – 1979
17
18. Tahun 1979 dibentuk Menteri Muda Urusan Perumahan Rakyat.
Tahun 1981 dibentuk PT. Papan Sejahtera. .
Dalam periode ini target pembangunan rumah sederhana ditetapkan
150.000 unit, KIP di 200 kota, P3D di 6.000 desa, dan pengadaan air
bersih dan sanitasi lingkungan di 500 Ibukota Kecamatan.
Periode 1979 – 1984
18
19. Tahun 1984 dibentuk Menteri Negara Perumahan Rakyat.
Tahun 1985 terbit Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang
Rumah Susun.
Tahun 1987 ditetapkan PBB sebagai Tahun Papan Sedunia dan
memperkenalkan Global Shelter Strategy (GSS 2000) yang menitik
beratkan Enabling Strategy dalam pembangunan perumahan.
Dalam periode ini terdapat 4 program di perkotaan dan 2 program di
perdesaaan, yaitu Pembangunan Perumahan Sederhana dengan
target sebesar 280.000 unit, P3KT, KIP di 400 kota, Market
Infrastructure Improvement Programme (MIIP) di 100 kota dan
peremajaan kota seluas 100 Ha, Pembangunan Perumahan Pusat
Desa Pertumbuhan (P2DPP) serta Pembangunan Perumahan dan
Lingkungan Desa Terpadu (P2LDT) di 10.000 desa.
Periode 1984 – 1989
19
20. Tahun 1990 diterbitkan Instruksi Presiden No. 5 tahun 1990 yang berisi ketentuan
mengenai Peremajaan Kota di Atas Tanah Negara.
Tahun 1992 diterbitkan UU No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman
Tahun 1992 diselenggarakan Lokakarya Nasional Perumahan dan Permukiman di
Jakarta dan pencanangan Gerakan Nasional Perumahan dan Permukiman Sehat
(GNPPS).
Tahun 1993 BAPERTARUM-PNS didirikan berdasarkan keputusan Presiden RI Nomor
14 Tahun 1993 tentang Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil, sebagaimana
telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 1994.
Tahun 1994 dibentuk Badan Kebijakan Pembangunan dan Pengembangan
Perumahan dan Permukiman Nasional (BKP4N) melalui Keputusan Presiden No. 37
Tahun 1994. Dalam periode ini ditargetkan pembangunan 450.000 rumah
sederhana, penanganan terpadu untuk KIP di 400 kota, MIIP di 100 kota,
peremajaan kota seluas 1.450 Ha, P2LDT di 20.000 desa dan P2DPP di 1.000 desa.
Periode 1989 – 1994
20
21. Dalam periode ini ditargetkan pembangunan 500.000 unit Rumah
Inti, Rumah Sangat Sederhana dan Rumah Sederhana, perbaikan
kawasan kumuh di 125 kota seluas 21.250 Ha, peremajaan kawasan
kumuh seluas 750 Ha, penyediaan prasarana dan sarana perdesaan
di 21.000 kawasan dengan konsep Kawasan Terpilih Pusat
Pengembangan Desa (KTP2D), pembangunan prasarana air limbah
di 9 kota metropolitan dan kota besar, 200 kota sedang dan kecil
serta 20.000 desa yang melayani 13 juta penduduk perkotaan dan 4
juta penduduk perdesaan, peningkatan pengelolaan persampahan
dan penanganan drainase di 20 kota metropolitan dan kota besar
serta 200 kota sedang dan kecil.
Tahun 1998 Menteri Negara Perumahan Rakyat diubah menjadi
Menteri Negara Perumahan dan Permukiman.
Periode 1994 – 1999
21
22. Tahun 1999 Menteri Negara Perumahan dan Permukiman dgn Departemen
Pekerjaan Umum dilebur menjadi Departemen Permukiman dan
Pengembangan Wilayah, dan Menteri Negara Pekerjaan Umum dimana
penanganan perumahan dan permukiman oleh Ditjen Pengembangan
Permukiman serta Ditjen Perkotaan dan Perdesaan, dan didasarkan
Kepmen Permukiman & Pengembangan Wilayah No : 03/KPTS/M/XII/1999
tentang Organisasi dan tata kerja Departemen Permukiman dan
Pengembangan Wilayah, untuk pertama kalinya dibentuk DIREKTORAT
PERUMAHAN SWADAYA di Ditjen Pengembangan Permukiman.
Tahun 2002 Departemen Permukiman & Pengembangan Wilayah diubah
menjadi Departemen Permukiman & Prasarana Wilayah. Ditjen Pengem-
bangan Permukiman diubah menjadi Ditjen Perumahan dan Permukiman.
Tahun 2002 diperkenalkan Rumah Sederhana Sehat sebagai pengganti
Rumah Sangat Sederhana dan Rumah Sederhana.
Tahun 2002 Presiden Megawati Sukarnoputri mencanangkan Gerakan
Nasional Pengembangan Sejuta Rumah (GNPSR) di Denpasar Bali dalam
rangka peringatan Hari Habitat Dunia
Periode 1999 – 2004
22
23. Tahun 2004 diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional.
Dibentuk Kementerian Negara Perumahan Rakyat melalui PerPres no 9 Tahun
2005, dengan DEPUTI BIDANG PERUMAHAN SWADAYA sebagai peningkatan status
dari Direktorat Perumahan Swadaya pada tahun 1999.
Tahun 2005 dibentuk PT. Sarana Multigriya Finance (SMF). Dalam periode ini
dicantumkan target-target pembangunan perumahan dengan rincian rumah seder-
hana sehat sebesar 1.350.000 unit, rumah susun sederhana sewa sebesar 60.000
unit dan rumah susun sederhana milik dengan peran swasta sebesar 25.000 unit.
Desember 2006 diterbitkan Keppres Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Tim Koordinasi
Percepatan Pembangunan Rumah Susun di Kawasan Perkotaan.
Tanggal 5 April 2007 Pemancangan Pertama Pembangunan Rusunami oleh
Presiden RI di Pulo Gebang Jakarta.
Tahun 2007 diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 yang
menyatakan Rusunami sebagai barang strategis, dan dibebaskan dari PPN.
Tahun 2008 diterbitkan UU Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara
dimana Kementerian Negara Perumahan Rakyat diubah menjadi Kementerian
Perumahan Rakyat.
Periode 2004 – 2009
23
24. Tahun 2011 terbit UU Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan &
Kawasan Permukiman.
Tahun 2011 terbit UU Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun.
Tahun 2014 terbit PP Nomor 88 Tahun 2014 Tentang Pembinaan
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman, sebagai
peraturan pelaksanaan baik UU Nomor 1 maupun UU No 20 Tahun 2014
Tahun 2014 terbit UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Tahun 2014 terbit PP Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksa-
naan UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Tahun 2015 Terbit PerPres Nomor 15 Tahun 2015 Tentang Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, di mana penanganan
perumahan swadaya dilaksanakan oleh DIREKTORAT RUMAH
SWADAYA, Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan.
Periode 2009 – 2019
24
25.
26. Program Perbaikan Kampung (KIP)
Dalam rangka intensifikasi penanganan dan menggalang dukungan pembiayaan dari luar
negeri, pemerintah Orde Baru mengembangkan program penanganan lingkungan
permukiman kumuh versi Program Perbaikan Kampung (Kampung Improvement
Program /KIP). Program ini mendapat pinjaman dari Bank Dunia dalam satu paket.
Pemangku kepentingan yang terlibat adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah,
mitra swasta, dan dukungan pinjaman dari lembaga internasional (Bank Dunia, dll).
Beberapa contoh pelaksanaan program KIP ini bisa ditemui pada Sombo (Surabaya),
Bandarharjo (Semarang), dan kawasan 12 Ulu (Palembang). Komponennya meliputi:
perbaikan jalan kendaraan dan saluran air, perbaikan jalan orang, rehabilitasi dan
pembuatan selokan kampung, pengadaan tempat-tempat pembuangan dan gerobak
sampah, penyediaan air bersih melalui kran-kran umum, pembuatan fasilitas MCK,
pembangunan Puskesmas, pembangunan gedung sekolah dasar.
Selain KIP yang lebih banyak dilakukan di kota besar, pemerintah juga melaksanakan
program serupa dengan dana pemerintah sendiri untuk kota kecil yang disebut
Program Perbaikan Lingkungan Permukiman Kota (P2LPK) yang komponennya hanya:
perbaikan jalan kendaraan dan saluran air, perbaikan jalan orang, rehabilitasi dan
pembuatan selokan kampung, pembuatan fasilitas MCK. 26
27. KIP mengalami beberapa penyempurnaan, namun tetap pada titik berat
programnya yaitu pengembangan prasarana dan sarana dasar lingkungan,
diantaranya adalah KIP Komprehensif. Implementasi program KIP Komprehensif
yang dikenal dalam 4 tahun terakhir di Kota Surabaya. Di kota ini program KIP
Komprehensif terus dilanjutkan pemerintah kota setempat dengan dukungan APBD
tahun 2001 dan 2002 setelah sebelumnya pendanaan diberikan oleh Bank Dunia
tahun 1998 - 2000.
Hal yang membedakan antara KIP Komprehensif dengan KIP sebelumnya adalah
dimunculkannya kembali komponen pelibatan dan pemberdayaan masyarakat
secara individu dan kelembagaan dalam satu paket program penanganan.
Keterlibatan dan pemberdayaan masyarakat khususnya dalam hal pemberdayaan
ekonomi melalui kegiatan pengelolaan stimulasi dana bergulir dari pemerintah
yang ternyata mampu merangsang munculnya dana swadaya warga masyarakat.
27
KIP Komprehensif
28. Pada tahun 2001 bersamaan dengan kebijakan global mewujudkan "Cities Without
Slum", dicanangkan Genta Kumuh oleh Wakil Presiden RI pada puncak peringatan hari
Habitat Dunia di Surabaya. Peluncuran program peningkatan kualitas lingkungan (PKL)
dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman, Departemen
Kimpraswil. Program ini bisa dikatakan sebagai transformasi KIP model terbaru yang
substansi dan implementasinya sama dengan KIP Komprehensif. Program ini sampai
dengan tahun 2002 sepenuhnya dibiayai dari APBN.
Komponen program PKL meliputi pendampingan masyarakat, bantuan prasarana
lingkungan dan stimulasi peningkatan ekonomi melalui dana bergulir.
Pendampingan masyarakat dilakukan untuk menghasilkan keluaran kelembagaan
masyarakat dan Community Action Plan (CAP). Bantuan prasarana lingkungan
dimaksudkan untuk memperbaiki kondisi prasarana dan sarana lingkungan
permukiman. Stimulasi peningkatan ekonomi termasuk dana bergulir diharapkan
mampu merangsang warga masyarakat meningkatkan pendapatannya, menyertakan
dana/menabung, dan mengalokasikan dana untuk perbaikan dan pemeliharaan
prasarana dan sarana.
28
Program Peningkatan Kualitas Lingkungan (PKL) [1]
29. Pada tahun 2001 program PKL berada dalam masa uji coba yang dilaksanakan di 38
kota yang terdapat di 30 propinsi (sesudah terjadi pemekaran). Dan pada tahun
2002 program serupa dilaksanakan di 120 kota di 30 propinsi, sehingga sampai
dengan tahun 2002 program PKL sudah dilaksanakan di 158 kota.
Sejalan dengan pelaksanaan UU No. 22 Tahun 1999, komponen bantuan teknik
diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah agar mampu
mengelola hasil-hasil program mengacu pada kondisi daerah yang diharapkan
Genta Kumuh.
Program Peningkatan Kualitas Lingkungan (PKL) [2]
29
30. P2KP adalah sebuah program yang dirancang pemerintah dengan dukungan Bank
Dunia untuk menanggulangi kemiskinan di perkotaan sebagai akibat krisis ekonomi
dan moneter yang melanda Indonesia sejak pertengahan 1997.
Program ini menggunakan skema Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang
menjadi kelompok sasaran (target group).
Konsep penting dari P2KP adalah pelaksanaan serta pengelolaan program di
lapangan tidak diserahkan kepada birokrasi pemerintahan tetapi kepada
masyarakat. Fungsi birokrasi lebih kepada memfasilitasi agar terjadi situasi yang
kondusif sehingga seluruh potensi masyarakat dapat berpartisipasi aktif mengelola
program ini secara maksimal guna mengatasi kemiskinannya.
Program ini memang tidak terkait secara langsung dengan penanganan lingkungan
permukiman kumuh. Namun ada dua hal yang terkait secara tidak langsung yaitu
kelompok sasaran program yang hampir semuanya adalah masyarakat yang tinggal
dan menghuni lingkungan permukiman kumuh. Warga masyarakat dapat
mengusulkan perbaikan dan pemeliharaan prasarana & sarana dasar permukiman
dimana mereka tinggal sebagai proyek-proyek yang diusulkan untuk dibiayai. 30
Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) [1]
31. Kesempatan tersebut berarti menyelesaikan dua masalah sekaligus yaitu
menyediakan lapangan kerja dan memperbaiki lingkungan permukiman kumuh.
Program ini menghasilkan kelembagaan BKM dan UPK di tingkat masyarakat serta
pengelolaan dana bergulir. .
Di tingkat kota/kabupaten, dibentuk Forum BKM sebagai wadah bagi komunikasi,
integrasi, dan kerjasama. .
Progress P2KP tahap I (tahun 2000-2001) telah dilaksanakan di 1.298 kelurahan dan
didukung oleh dana GoI dan BLN sebesar 562 Milyar lebih, dan mengenai sasaran
penerima manfaat sejumlah 141.450 KK keluarga Pra KS. .
Masing-masing kelurahan tersebut membentuk Badan Keswadayaan Masyarakat
(BKM) dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Proposal yang diajukan oleh
KSM tersebut tercatat sebanyak 56.000 proposal yang meliputi bidang ekonomi,
prasarana dan pelatihan (SDM). Dalam perkembangannya, proposal yang dinilai
layak adalah sebanayak 53.929 dan yang telah dicairkan dananya sebanyak 47.959
proposal.
31
Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) [2]
32. •Kriteria : KK miskin dengan rumah tidak layak huni berdasar Pemetaan
Swadaya (PS) tercantum dalam PJM Pronangkis
•Proses melalui pemberdayaan masyarakat :
- berdasarkan Rencana Tahunan, BKM & UP-UP mengadakan rapat
penetapan prioritas kegiatan yang hasilnya dituangkan dalam
Berita Acara Penetapan Prioritas Usulan Kegiatan (BAPPUK);
- usulan dari Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)/Panitia;
- pendampingan oleh Fasilitator.
•Menggunakan lembaga yang ada di masyarakat (BKM/UPL).
•Dilaksanakan secara swakelola.
•Penyaluran BLM dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu (30%-60%-10%) dari
nilai proposal yang disetujui.
Rehabilitasi RTLH 249.654 Unit Rp 1,049 T periode 2007-2014
32
Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) [3]
Sumber: PMU P2KP, 2015
33. P2LDT adalah penyempurnaan dari P3D.
P2LDT ditujukan untuk perdesaan yang relatif cepat perkembangannya yang
bertumpu pada peningkatan partisipasi masyarakat melalui asas TriBina.
Bagi desa-desa potensial dikembangkan Pembangunan Permukiman Desa Pusat
Pertumbuhan (P2DPP).
P2DPP merupakan pembangunan skala lokal -- satu DPP -- tanpa memperhitungkan
hinterland-nya, sehingga desa hinterland-nya lambat perkembangannya.
KTP2D merupakan pengembangan dan penyempurnaan P2DPP.
Ditekankan pada bidang perumahan dan merupakan pendekatan pembangunan
kawasan perdesaan secara menyeluruh dan lintas sektoral pada kawasan Agro
Bisnis, Agro Wisata, Agro Industri dan Pusat Jasa Lokal.
Secara umum komponennya tidak berbeda jauh dengan program KIP karena kesamaan
tujuan dan sasaran program yaitu perbaikan dan pembangunan prasarana-sarana,
perbaikan/pemugaran rumah di perdesaan ( 1 desa memperoleh stimulan 30 unit
rumah dari Dep. PU, 20 unit rumah dari Dep. Dalam Negeri, 10 unit rehab total
rumah dari Dep. Sosial), peningkatan kualitas lingkungan permukiman secara umum.
33
Pembangunan Perumahan dan Lingkungan Desa
Terpadu (P2LDT) [1]
34. TAHUN
ANGGARAN
RENCANA PELITA V P2LDT REALISASI PELITA V P2LDT KELEBIHAN
PEROLEHAN
SASARAN
JUMLAH
DESA
JUMLAH RUMAH
(15 unit/desa)
JUMLAH DESA JUMLAH RUMAH
(15 unit/desa)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)=(5)-(3)
1989 – 1990 2.900 43.500 3.365 50.475 + 6.975
1990 - 1991 4.000 60.000 4.066 60.990 + 990
1991 – 1992 4.500 67.500 4.099 61.485 - 6.015
1992 – 1993 4.500 67.500 6.752 101.280 +33.780
1983 – 1994 4.100 61.500 4.786 71.790 +10.290
TOTAL 20.000 300.000 23.068 346.020 + 46.020
Catatan : Realisasi 15 rumah terpugar / desa / tahun
didasarkan data empiris (swadaya masyarakat)
termasuk yang terpugar melalui perintisan + perantaian + peniruan
Data olahan per 15 Juni 1993
Keterangan :
1. Rumah perintisan : dengan bantuan dana stimulan Pemerintah Rp. 200.000/rumah + swadaya senilai yang sama
Rata-rata diberikan kepada 12 rumah/desa/tahun
2. Rumah perantaian: perputaran bantuan dana stimulan dari rumah binaan yang pertama kepada rumah binaan
yang kedua, ketiga dan seterusnyabrata-rata terpugar 1 rumah/desa/tahun
3. Rumah peniruan : rumah lain meniru pola perintisan namun dengan swadaya dan swadaya murni (100%), rata-
rata terpugar 2 rumah/desa/tahun
Sumber : Kantor Menteri Negara Perumahan Rakyat, 1993 34
Pembangunan Perumahan dan Lingkungan Desa
Terpadu (P2LDT) [2]
35. • Masyarakat
Berpenghasilan
Rendah (MBR)
• Rumah tidak layak
huni
• Lingkungan kumuh
• Peran serta masyarakat.
• Penguatan kelompok swadaya masyarakat.
• Pelaksanaan swadaya masyarakat.
• Stimulan pada kelompok masyarakat.
PNPM PERUMAHAN PERMUKIMAN
• Kriteria : MBR dengan rumah tidak layak huni.
• Proses melalui pemberdayaan masyarakat :
- musyawarah;
- usulan dari kelompok masyarakat;
- pendampingan / fasilitator.
• Menggunakan lembaga yang ada di masyarakat.
• Dilaksanakan secara swakelola.
• Penyaluran BLM melalui Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
• Stimulan perbaikan / pembangunan baru rumah tdk
mengelompok, Prasarana Sarana Utilitas umum (PSU)
bersyarat mengelompok.
BSP2S: PB 1.600 Unit PK 10.607 Unit periode 2006-8
• Kriteria : MBR serta kawasan tidak layak huni/kumuh.
• Proses melalui pemberdayaan masyarakat :
- musyawarah;
- usulan dari masyarakat dalam bentuk Rencana
Tindak Komunitas (RTK);
- pendampingan.
• Menggunakan lembaga yang ada di masyarakat.
• Dilaksanakan secara swakelola.
• Penyaluran BLM melalui pokmas.
• Stimulan perbaikan rumah & PSU dalam satuan kawasan
(mengelompok).
PKP: PB 4.000 Unit PK 28.925 Unit periode 2009-10
• Masy. dpt menghuni
rumah yang layak.
• Lingk. yang sehat,
aman, serasi &
teratur
• Angka kemiskinan
• Luasan kawasan
kumuh
• Partisipatif.
• Penguatan Kelembagaan.
• Pelaksanaan secara swakelola.
• Bantuan Langsung Masyarakat (BLM).
Bantuan Stimulan Pembangunan Perumahan Swadaya
(BSP2S) dan Peningkatan Kualitas Perumahan (PKP)
Permen No. 8 Th 2006 Permen No. 1 Th 2009
Permen No. 5Th 2009
35
36. Capaian Kinerja Deputi Bidang Perumahan Swadaya
Tahun 2005 - 2009
PROGRAM / KEGIATAN SATUAN
RPJMN 2005-
2009
REALISASI 2005 - 2009
2005 2006 2007 2008 2009
Perumahan Swadaya (a+b) Unit 3.550 3.880 4.867 10.925
a.. Pembangunan Baru Perumahan
Swadaya
Unit 960 540 100 2.000
b. Peningkatan Kualitas Perumahan
Swadaya
Unit 2.590 3.340 4.767 8.925
c. Fasilitasi Pembangunan PSU
Perumahan Swadaya
Unit - 4.950 8.925
d. Fasilitasi Pra-Sertifikasi dan
Pendampingan Pasca-Sertifikasi
Bidang
36
37. Permen No 14 Tahun 2011
• Kriteria : MBR dengan rumah tidak layak huni.
• Proses melalui pemberdayaan masyarakat :
- musyawarah;
- usulan dari Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM);
- pendampingan / fasilitator.
• Menggunakan lembaga yang ada di masyarakat .
• Dilaksanakan secara swakelola.
• Penyaluran BLM melalui UPK/BKM
• Stimulan peningkatan kualitas / perbaikan total rumah tidak
mengelompok, Prasarana Sarana Utilitas umum (PSU) bersyarat
mengelompok minimal 20 unit.
BSPS : PB/RT 32.947 Unit PK 237.207 Unit periode 2011-12
37
38. Permen No 06 Tahun 2013
• Kriteria : MBR dengan rumah tidak layak huni.
• Proses melalui pemberdayaan masyarakat :
- musyawarah;
- usulan dari Kelompok Penerima Bantuan(KPB);
- pendampingan oleh TPM.
• Menggunakan lembaga yang ada di masyarakat .
• Dilaksanakan secara swakelola.
• Penyaluran BLM bersamaan dengan pembelian bahan bangunan
langsung oleh penerima bantuan melalui bank/pos penyalur.
• Stimulan peningkatan kualitas / perbaikan total rumah tidak
mengelompok, Prasarana Sarana Utilitas umum (PSU) bersyarat
mengelompok.
BSPS : PB/RT 29.610 Unit PK 384.333 Unit periode 2013-14
38
39. Capaian Kinerja Deputi Bidang Perumahan Swadaya
Tahun 2010-2013 dan Target DIPA 2014
39
PROGRAM / KEGIATAN SATUAN
RPJMN
2010-
2014
REALISASI 2010 - 2013
TARGET
DIPA
2014
PROGNOSA
CAPAIAN 2010 - 2014
2010 2011 2012 2013 TARGET %
Perumahan Swadaya (a + b) Unit 100.000 22.000 53.141 218.013 214.143 200.000 707.297 1.414.59
a. Pembangunan Baru
Perumahan Swadaya
Unit 50.000 2.000 16.403 16.544 29.810
-
-
64.757 129.51
b. Peningkatan Kualitas
Perumahan Swadaya
Unit 50.000 20.000 36.738 201.469 184.333 200.000 642.540 1.285.08
c. Fasilitasi Pembangunan
PSU Perumahan Swadaya
Unit 50.000 13.350 40.688 - 8.871 9.000 71.909 143.82
d. Fasilitasi Pra-Sertifikasi
dan Pendampingan Pasca-
Sertifikasi
Bidang 30.000 6.314 6.522 7.500 20.864 22.000 63.200 210.67
41. N0
PROGRAM
LINTAS/
PROGRAM/
KEGIATAN
PRIORITAS
NASIONAL
SASARAN INDIKAT0R
TARGET (x 000 Unit)
PENANGGUN
G JAWAB
PELAKSANA
201
5
201
6
201
7
201
8
201
9
TOTAL
17.1 Program Pe-
ngembanga
n
Perumahan
Kementerian
PU & PeRa
Pengem-
bangan
Perumahan
Swadaya
Terwujudnya
keswaswadayaa
n masyarakat
untuk
peningkatan
kualitas & pemb.
rumah/ hunian
yg layak huni &
ter-jangkau
bagi 2,2Jt MBR
dlm lingk.yg
aman, sehat,
teratur & serasi
Jumlah MBR yang
menerima
pemberda-yaan &
meningkat
keswadayaannya
225 340 450 545 640 2.200 Kementerian
PU & PeRa
Jml Rmh Tangga
yg terfasilitasi
Bantuan Stimulan
Pembangun-an
Rumah Swadaya
20 45 50 60 75 250 Kementerian
PU & PeRa
Jml Rmh Tangga
yang
memperoleh
akses terhadap
KPR Swadaya
50 100 135 165 450 Kementerian
PU & PeRa
Jml Rmh Tangga Kementerian
41
42. No KEGIATAN
TARGET
5
TAHUN
TARGET RPJMN PER TAHUN (Dalam
Unit)
2015 2016 2017 2018 2019
A TARGET RPJMN
1.750.00
0
85.00
0
345.00
0
400.00
0
445.00
0
475.00
0
1
Pembangunan Baru
Rumah Swadaya
250.000
20.00
0
45.000 50.000 60.000 75.000
2
Peningkatan Kualitas
Rumah Swadaya
1.500.00
0
65.00
0
300.00
0
350.00
0
385.00
0
400.00
0
B KEMAMPUAN ANGGARAN
1.061.85
4
82.24
5
107.88
8
299.18
8
256.93
9
315.59
4
PENCAPAIAN BSPS RpM &
PLN (Tentatif)
735.856
82.24
5
97.888
112.73
2
201.30
4
241.68
7
PENCAPAIAN BSRS DAK
(Tentatif)
168.028 - 10.000 55.038 55.635 47.355
APBD PROV/KAB/KOTA
(Tentatif)
154.970 - -
131.41
8
- 26.552
237.11 100.81 188.06 159.40
* Catatan: Capaian DAK untuk Tahun 2016-2018 berdasarkan Rencana
Perbandingan Kemampuan Anggaran dengan RPJMN 2015 - 2019
43.
44. PENCARI TEMPAT TINGGAL (Home Seekers)
Bukan MBR MBR
Penghasilan
Tak Teratur
>Peningkatan
Kualitas
>Pembangunan
Rumah
Penghasilan
Teratur
>Peningkatan
Kualitas
>Pembangunan
Rumah
• Koordinasi
• Bantek
• Monitoring
Kredit Tidak
Bersubsidi
Kredit
Bersubsidi
Rumah ditempati
sendiri
> Untuk Usaha
> Tidak untuk Usaha
Rumah tidak ditempati
sendiri
Non Bank
Bank
Kredit Tidak
Bersubsidi
Kredit
Bersubsidi
FASILITASI KREDIT MIKRO BAGI
PERUMAHAN SWADAYA
Stimulan
Bergulir
Fasilitasi Pembiayaan Perumahan Swadaya
44
45. 1989 intervensi terhadap perumahan swadaya melalui P2BPK adalah program yang
diarahkan memberdayakan masyarakat agar mampu mengadakan, memiliki, dan
menghuni sendiri rumah yang layak secara berkelompok.
1994 program ini menjadi resmi setelah keluarnya SK Menteri Negara Perumahan
Rakyat No. 06/KPT/1994 tentang Pedoman Umum Pembangunan Perumahan
Bertumpu Pada Kelompok (P2BPK) tahun 1994. Semula program ini bernama
P2BPK sesuai SK tersebut, namun belakangan lebih populer sebagai Program
Perumahan Swadaya meskipun substansinya tidak jauh berbeda.
Hal yang membedakan terletak pada sumber dana proyek:
Pada P2BPK sumber dana adalah Dana Mitra (DM) dan Kredit Triguna BTN.
Pada Perumahan Swadaya sumber dana berasal dari swadaya masyarakat dan
stimulasi dana bergulir.
Pelaksanaan program ini didukung kerjasama dengan UN Habitat melalui proyek
INS/94/003 dan Kredit Triguna dari BTN.
P2BPK merupakan campuran antara formal dan swadaya. Swadaya karena
perencanaan, pelaksanaan & pengembangan pembangunan oleh penghuni. Formal
karena semua aspek pembangunan mengacu pada standar-standar dan peraturan
pemerintah dan keterlibatan pemerintah masih diperlukan. 45
Pembangunan Perumahan Bertumpu Pada Kelompok
(P2BPK) [1]
46. Melalui proyek ini dikembangkan mekanisme dukungan penyelenggaraan
P2BPK, antara lain:
Pembentukan AKPPI (Asosiasi Konsultan Pembangunan Perumahan
Indonesia)
Penetapan ASPEK (Asosiasi Permukiman Kooperatif)
Pelatihan-pelatihan
Dengan adanya AKPPI dan ASPEK diharapkan penyelenggaraan P2BPK dapat
berjalan dan melembaga dengan dukungan Kredit Triguna (BTN).
Pembangunan Perumahan Bertumpu Pada Kelompok
(P2BPK) [2]
47. Ada beberapa kesamaan antara program perumahan swadaya/P2BPK dengan program
penanganan lingkungan permukiman kumuh yang dilaksanakan melalui program
Peningkatan Kualitas Lingkungan (PKL) tahun 2001-2002 secara nasional dan KIP
Komprehensif tahun 1998-2002 yaitu keterlibatan masyarakat secara aktif sebagai
subyek pembangunan melalui KSM yang dibentuk sesuai kebutuhan.
Asas pokok P2BPK adalah menjadi kelompok yang terorganisasi (organized client) yang
formal dan legal sehingga memudahkan pembinaan dan pendampingan. Hal ini karena
kelompok harus membuat kesepakatan diantara sesama anggota kelompok, mengurus
persyaratan dan perizinan membangun rumah serta mengajukan Kredit Triguna BTN.
P2BPK dilaksanakan dengan prinsip AKKU, yaitu:
Aspirasi Kelompok
Kebutuhan Kelompok
Kemampuan Kelompok, serta
Upaya Kelompok
P2BPK mengandalkan kelompok serta bertolak dari potensi, kebutuhan dan upaya
kelompok, mencakup:
membangun rumah baru, maupun meningkatkan kualitas rumah yang ada, sampai
dengan peremajaan lingkungan;
mencari tanah, mengumpulkan dana hingga membangun, dan mengelola
lingkungan selanjutnya;
membangun kompleks perumahan, maupun lingkungan permukiman dengan
PSUnya.
Pembangunan Perumahan Bertumpu Pada Kelompok
(P2BPK) [3]
48. Program ini dapat menjadi pilihan bagi penghuni lingkungan permukiman kumuh
untuk pindah dan mengadakan perumahan sendiri secara berkelompok di lokasi
yang lebih baik. Program ini menghasilkan dua keluaran yaitu KSM dan pengelolaan
dana bergulir (program perumahan swadaya).
Sampai tahun 2000, P2BPK telah direncanakan pada 153 lokasi yang tersebar di
beberapa propinsi di Indonesia dan direncanakan akan dibangun 15.947 unit rumah.
Pada perkembangannya, sampai dengan bulan Oktober 2000 baru 1.015 unit rumah
yang selesai 100% dan diperkirakan sampai dengan akhir tahun 2000 akan selesai
3.553 unit rumah. Dengan demikian rencana yang telah terrealisasi baru mencapai
22,28% sehingga masih ada 12.394 unit rumah yang harus dibangun, atau 77,72%
dari rencana, sementara KPR yang besarnya 66,93% dari realisasi jumlah unit rumah
terbangun.
P2BPK wajib direvitalisasi, karena satu-satunya rumpun perumahan swadaya yang
mengurangi backlog dengan skema pulih biaya. Jika dibina intensif dan diprogram
massif, P2BPK dapat mengurangi backlog lebih signifikan dari pengembang, HANYA
dengan cara menyediakan skim (divisi) dana talangan (bridging-fund) pada BLU PPP
dan implementasi PERMENPUPERA No. 20/PRT/M/2014 dan No. 21/PRT/M/2014. 48
Pembangunan Perumahan Bertumpu Pada Kelompok
(P2BPK) [4]
49. Pembangunan Perumahan Bertumpu Pada Kelompok
(P2BPK) [5]
No KanCab BTN Nama Kelompok Tahun Unit Tenor Progress Bunga Keterangan
1 Palembang KUD Sawitri 1996 50 15 th 100 % 8,5 %/th Ex Tanah Negara + diberi SHAT
Kop. Pedatuan 1995 27 14 th 100 % 8,5 %/th Ex Tanah Negara + diberi SHAT
2 Makassar Kop. Mitra Mas 1997 120 15 th 100 % 8,5 %/th
3 Bandung Kopedi 1994 116 20 th 93.9% 8,5 %/th
Kowaperak 1994 160 15 th 61 % 8,5 %/th
4 Jakarta Eko Damai Mand[ri 1994 181 15 th 100 % 8,5 %/th
Kopersup 1992 156 20 th 100 % 8,5 %/th Ex Tanah Perumnas
Kopra 1996 200 15 th 40 % 8,5 %/th
Koperasi PKGC 1997 100 15 th 100 % 8,5 %/th
5 Bekasi KUD MSP 1997 250 15 th 50 % 8,5 %/th
6 Solo Kop. Tekad UPTP 1 1994 74 15 th 100 % 8,5 %/th
Kop. Tekad UPTP 2 1996 110 15 th 100 % 8,5 %/th
Mojosongo Berseri i 1999 51 15 th 100 % 8,5 %/th
Mojosongo Berseri 2 1999 37 15 th 100 % 8,5 %/th
7 Denpasar KSPRR (PNS&PDAM) 1996 64 20 th 100 % 8,5 %/th Ex Tanah warga
8 Mataram Kopajali 1997 45 20 th 100 % 8,5 %/th
9 Balikpapan Koperasi 1996 105 15 th 100 % 8,5 %/th 15 rumah tahap 1 pre-finance PemKot
T o t a l 1.846
Sumber: PJM 2000 -2004 (review 2000) Ditjen Perkim, DepKimPrasWil 2002 diolah
49
50. Co-BILD atau Proyek Penerapan Pembangunan Perumahan dan Daerah berbasis pada Prakarsa
Komunitas Masyarakat (P3DPK) merupakan program rintisan kerja sama antara UNHCS/UNDP
dan Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Kerajaan Belanda.
Program ini telah dilaksanakan sejak pertengahan tahun 2001.
Latar belakang terbentuknya program ini adalah untuk menguji mekanisme pembiayaan
perumahan dengan suku bunga pasar, mengedepankan kredit mikro perumahan yang dapat
diakses oleh MBR, agar dapat memiliki rumah layak huni.
Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan akan perumahan bagi MBR melaluI dukungan
terhadap proses pembangunan rumah bertahap, atau “rumah tumbuh”.
Sasaran dari Co-BILD diperuntukkan bagi rumah tangga yang memiliki pendapatan rendah,
namun stabil dan mampu menabung dalam jangka waktu pendek, sehingga bantuan atau
kredit yang diberikan dapat dikembalikan lagi oleh MBR tersebut.
Secara umum ruang linkup Co-BILD mencakup:
1. Penyiapan dukungan kelembagaan tingkat nasional dan lokal untuk pelaksanaan desain
dan pengelolaan prakarsa komunitas di bidang perumahan dan permukiman.
2. Pembangunan kapasitas organisasi dan komunitas. menjadi forum bagi kegiatan -
kegiatan pembangunan dan perbaikan/pemeliharaan perumahan
3. Pengembangan mekanisme pembiayaan yang mendukung komunitas lokal, dan
khususnya masyarakat yang kurang mampu dalam upaya mereka mendapatkan lahan,
prasarana dan perumahan lain yang terkait.
Community Based Housing and Initiative for Local Development
(CoBILD) [1]
50
51. Program Co-BILD ini berjalan melalu penyediaan dana yang bergulir sebagai pinjaman
kepada rumah tangga yang diberikan untuk melakukan pembebasan tanah, perbaikan
rumah, pembangunan rumah baru dan peningkatan atau pengadaan prasarana
lingkungan permukiman. Co-BILD memberikan pinjaman sebanyak 3 kali putaran yang
besarnya rata-rata Rp.2.400.000,- untuk masa pinjam selama 2 tahun dengan suku
bunga 18% per tahun, yang disesuaikan dengan suku bunga perumahan yang telah
ditetapkan oleh BTN, yang dievaluasi setiap 6 bulan sekali.
Program ini dilaksanakan dengan menggunakan sebuah pendekatan pembelajaran
untuk menggali dan mengembangkan melalui proses partisipatif, suatu strategi yang
mengakomodasi dan merespon kebutuhan akan perumahan suatu daerah dengan
mengedepankan pembangunan yang berbasis pada masyarakat.
Untuk melaksanakan CoBILD maka perlu dibentuk kelembagaan yaitu Bapekam, FPK,
dan BP-DPM.
Dana CoBILD disalurkan kepada KSM melalui BP-DPM (Badan Pengelola Dana
Pemberdayaan Masyarakat). BP-DPM dibentuk berdasarkan kesepakatan pada saat
dilakukan rapat pada tingkat Forum Pembangunan Kota (FPK). Rapat FPK dihadiri KSM-
KSM yang menjadi anggotanya setelah terlebih dahulu dibentuk Badan Pembangunan
Kampung (Bapekam) oleh KSM di wilayah masing-masing.
Community Based Housing and Initiative for Local Development
(CoBILD) [2]
51
52. 52
Community Based Housing and Initiative for Local Development
(CoBILD) [3]
Dilaksanakan di 12 kota di mana setiap kota mendapatkan pagu pendanaan senilai
Rp 2,4 miliar untuk disalurkan kepada 1000 KK yang memenuhi persyaratan .
Program ini menghasilkan kelembagaan KSM sebagai kelembagaan masyarakat
Bapekam di tingkat masyarakat dan Forum Pembangunan Kampung (FPK) di
tingkat kota sebagai kelembagaan pengambil kebijakan, serta Badan Pengelola
(BP) sebagai pengelola dana bergulir tingkat kota. .
Selain menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama juga menempatkan
peran dan fungsi pemerintah daerah sebagai pelaku utama pendukung mitra
masyarakat, Ini mengingat kewenanganannya terutama setelah diberlakukannya
UU 22/99 dan PP 25/2000 yang mengatur otonomi daerah.
Sasaran fisik program CoBILD adalah bantuan 10.000 rumah tangga di 12 kota yang
dipilih pada tahap awal. Dalam perkembangannya di tahun 2000, respon terhadap
program CoBILD dari kelompok masyarakat ternyata luar biasa, terlihat dari
proposal yang dikirimkan oleh 573 kelompok masyarakat yang terdiri atas 47.418
anggota di 55 kota di seluruh Indonesia.
Pada tahun 2003, seluruk 12 kota penerima CoBILD diserahkan pembinaannya dari
Pemerintah kepada masing-masing Pemerintah Kota.
53. Sebaran Perguliran Dana Program CoBILD
Sebaran Penerima Manfaat Program CoBILD
53
Community Based Housing and Initiative for Local Development
(CoBILD) [4]
54. 54
Neigbourhood Unit Small Shelter Project (NUSSP) [1]
Neighborhood Unit Small Shelter Project (NUSSP) didanai utamanya melalui loan
yang mempunyai sasaran langsung pada rumah dan prasarana lingkungan bagi
masyarakat miskin. Tahun 2004 sudah mulai diproses. Rencananya total dana yang
dikucurkan sebesar US $ 126,5 juta untuk 32 kota di 16 propinsi. Program tersebut
mencakup 50.000 sampai 60.000 unit rumah dan akan menjangkau 2 juta
penduduk termasuk penduduk miskin. "NUSSP sendiri hampir sama dengan
program P2KP karena menyentuh pada masyarakat miskin tetapi bedanya langsung
pada rumah dan lingkungannya, tidak lagi pada modal kerja saja.
Rincian pendanaan NUSSP ini sebanyak US $ 88 juta berbentuk loan dari ADB,
sharing Pemda US $ 30 juta sebagai dana pendamping, bantuan Pemerintah Pusat
US $ 5,6 juta, dana PT PNM sebagai central financial institution sebesar US $ 0,5
juta dan beneficiaries US $ 1,7 juta, sehingga total seluruhnya US $ 126,5 juta. Loan
NUSSP ini telah mendapat persetujuan Board of ADB pada bulan Desember 2003.
Berbeda dengan P2KP-1 yang telah selesai dilaksanakan di Pulau Jawa, program
NUSSP ini akan lebih banyak di kota-kota luar Jawa. Program ini sebagai upaya
dalam penanggulangan kemiskinan utamanya bagi masyarakat berpenghasilan
rendah (berpenghasilan sekitar Rp. 350 ribu sampai 1,5 juta).
55. NUSSP yang memiliki empat komponen utama yaitu:
1. meningkatkan sistem perencanaan dan manajemen untuk meningkatkan kualitas
dari lokasi dan membangunkan yang baru untuk masyarakat miskin perkotaan;
2. meningkatkan akses ke pembiayaan perumahan bagi masyarakat miskin melalui
lembaga keuangan pusat dan daerah;
3. meningkatkan perbaikan lingkungan miskin dan pengembangan lokasi baru untuk
masyarakat miskin; dan
4. memperkuat sektor lembaga untuk meningkatkan pelayanan
Pembiayaan perumahan awalnya direncanakan untuk mendanai 30.000 perbaikan rumah
dan 25.000 rumah-rumah di lokasi pengembangan yang baru, dengan jumlah total
US$ 17,1 juta. Target ini dinilai terlalu tinggi sehingga dikurangi menjadi US$ 1,5 juta untuk
mendanai 1.500 keluarga miskin tanpa penjelasan khusus tentang tujuan penggunaan
dana pinjaman. Dana yang berasal dari pinjaman ADB disalurkan melalui PNM
(Permodalan Nasional Madani - Dana Nasional untuk Skala Investasi Kecil dan Menengah)
sebagai pusat institusi keuangan dan disalurkan melalui lembaga keuangan lokal yang akan
menjadi lembaga keuangan yang secara langsung memberikan layanan kepada peminjam
utama.
Neigbourhood Unit Small Shelter Project (NUSSP) [2]
55
56. Pada akhir proyek, dilaporkan bahwa:
Banyak lokasi NUSSP merasakan dampak peningkatan akses transportasi; akses
informasi; dan akses untuk kesehatan, pendidikan dan fasilitas sosial dasar lainnya.
Proyek NUSSP telah memperbaiki rumah 800.000 keluarga
Lebih dari 1000 rumah tangga disediakan sertipikat hak atas tanah atau rumah.
2,164 keluarga telah memanfaatkan kredit mikro dengan jumlah total yang dibayar
Rp. 6,9 milyar atau rata-rata Rp. 3,2 juta /keluarga.
Sebagian besar kredit digunakan untuk perbaikan rumah, misalnya mengganti
lantai dan atap, menambah fasilitas sanitasi, dan memperoleh izin tanah.
Suku bunga pinjaman adalah 15% dari PNM kepada lembaga keuangan lokal dan
30% – 40% hingga ke peminjam akhir.
405 rumah dibangun dengan ukuran 27 m2 dan tanah ukuran 100 m2. Rata2 harga
rumah Rp 42 juta. Pinjaman untuk membeli rumah baru ini diberikan oleh bank
komersial – bukan merupakan bagian dari proyek – dengan pinjaman yang
bertenor 10 sampai 15 tahun dengan suku bunga antara 4,5% -11% per tahun
Awalnya, pinjaman US$ 344/KK untuk membangun rumah tumbuh. Namun, kecil
kemungkinan konsep rumah tumbuh menarik minat masyarakat miskin perkotaan.
Neigbourhood Unit Small Shelter Project (NUSSP) [3]
56
57. 57
Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH), Kratonan, Solo
Rehabilitasi RTLH adalah salah satu tujuan menuju Solo bebas kumuh 2015. Program
ini didasarkan fakta bahwa terdapat 6.612 RTLH di 5 Kecamatan pada tahun 2006.
Sampai dengan tahun 2011 Rehabilitasi RTLH sudah dilaksanakan terhadap 4.986
rumah , dan 1.250 rumah sisanya ditangani pada tahun 2012. Lokasinya di Kelurahan
Kratonan, RW 06, RT 01. Pada tahun 2007, dikeluarkan Peraturan Walikota no. 13/2007
tentang Mekanisme Pemberian Bantuan untuk Rehabilitasi Rumah, dimana proses dan
mekanisme P2BPK yang diterapkan meliputi :
(a) Pembentukan POKJA menjadi Tim Pelaksana Kelurahan & Tim Pelaksana POKJA;
(b) Penyiapan Rencana Tapak dan Usulan Proyek yang diarahkan oleh POKJA kepada
KSM. Usulan disampaikan kepada Pemerintah Kota melalui Dinas Kesejahtaraan
Rakyat, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (DKRPPKB), dengan
persetujuan Lurah;
(c) Persetujuan atas Bantuan Rehabilitasi dan Perbaikan Rumah, bagi calon penerima
bantuan yang sudah diverifikasi, DKRPPKB menyetujui bantuan rehabilitasi dan
perbaikan rumah yang sebesar Rp. 2 juta rupiah per rumah dan Rp 7,5 juta kredit
mikro per KK dari Bank BUKOPIN, melalui BLUD Yayasan Griya Layak Huni yang
berasal dari Dana hibah Slum Upgrading Facility (SUF) UN Habitat, sejak tahun
2010. Semua anggaran pembiayaan selanjutnya dikelola dan diadministrasikan
secara terpusat oleh POKJA.
Slum Upgrading Facility (SUF) [1]
58. Walikota Joko Widodo pada akhirnya melakukan kunjungan lapangan bersama
Kementerian PU, BPN serta Dinas Tata Ruang dan Kebersihan (DTRK), Dinas
Pertamanan. Kunjungan ini ditujukan untuk mendukung program dengan
mensinergikan program internal seluruh unit kerja pemerintah;
(d). Tahap Pelaksanaan, dimana pembangunan dilaksanakan di bawah koordinasi
KSM dan POKJA. Ada dua pekerjaan fisik yang dilaksanakan secara simultan.
Pertama pekerjaan perbaikan rumah dan kedua legalisasi status tanah dan
penyediaan PSU dari berbagai unit SKPD. Selebihnya, diberikan bantuan
pengembangan ekonomi atau peningkatan industri rumah tangga dan;
(e). Penyiapan Laporan Akuntabilitas, yang menjelaskan seluruh aktivitas di setiap
tahapan, sebagai kewajiban POKJA pasca pelaksanaan konstruksi serta
penyaluran bantuan bentuk lain.
Slum Upgrading Facility (SUF) [2]
58
59. P2BPK disamping menghasilkan perbaikan rumah dan lingkungannya, juga
pengembangan ekonomi lokal, antara lain:
(1). Peningkatan kualitas rumah. Dari Pemerintah Kota berupa hibah Rp 2 juta per
rumah, untuk perbaikan ringan. Bagi mereka yang menginginkan perbaikan
sedang, mereka dapat meminjam kredit perbaikan rumah sebesar Rp 7,5 juta dari
Bank BUKOPIN dengan masa tenor 5 tahun (terdapat 11 rumah mengambil kredit)
(2). Peningkatan kualitas lingkungan, yang juga dalam pengelolaan manajemen
terpadu program perbaikan kawasan kumuh yang didukung berbagai pihak terkait
seperti BPN, yang melakukan Sertipikasi Hak Atas Tanaih dan Peningkatan Status
Tanah bagi persil penerima bantuan menjadi hak milik, di mana sebelumnya
adalah tanah negara; DTRK telah membantu DED rumah dan penerbitan Ijin
Mendirikan Bangunan (IMB); DPU, membangun drainase dan con-block area pe-
destrian; PDAM menyediakan air bersih dan toilet umum. PLN yang meningkatkan
layanan distribusi sampai tingkat hunian; dan DKP menyiapkan taman lingkungan
dan penerangan jalan. Dengan peningkatan kualitas rumah dan lingkungannya
sekarang Kelurahan Kratonan sangat siap mengantisipasi bencana banjir.
(3). Peningkatan Ekonomi, sebagai bantuan pembinaan ekonomi dari Kementerian
KUKM melalui program Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah serta bantuan
untu sejumlah pedagang keliling.
Slum Upgrading Facility (SUF) [3]
59
60.
61. Bari Fola dalam bahasa Tidore terdiri atas 2 kata: “Bari” dan “Fola”. Kata BARI
bermakna gotong royong dan kata FOLA berarti Rumah. Jadi, BARI FOLA dapat
diartikan “bergotong royong membangun rumah”, mulai dari mempersiapkan bahan-
bahannya hingga membantu membangun rumahnya. Karakteristik yang dimiliki “Bari”
(gotong royong) ialah makanan yang disajikan sangat sederhana atau dalam istilah
masyarakat Tidore disebut “alakadar”. Makanan, minuman dan lainnya disediakan oleh
keluarga yang melaksanakan hajatan dibantu oleh kerabat dan tetangga. Sementara
dalam tradisi Bari Fola juga dikenal dengan istilah “mayae” yaitu pihak yang dimintai
bantuan untuk bergotong-royong membangun rumah. “Tabeajou ngon moi-moi, ngom
ni Bari re kala ma gai laha lau ua”. (Mohon maaf kepada kalian semua, hidangan
alakadar kami [dalam Mayae ini] mungkin kelihatannya kurang pantas/kurang
berkenaan dengan selera).
Tradisi Bari di masa lalu dilakukan terutama untuk sesama dengan maksud untuk
meringankan pekerjaan, diantaranya membantu sesama warga masyarakat
membangun rumah, membuka kebun atau ladang, bahkan menjadi kekuatan
pembangunan dalam mengadakan sarana prasarana umum misalnya sekolah,
rumah ibadah, pasar rakyat/tradisional, jalan, jembatan, sarana perekonomian dan
lainnya.
Barifola [1]
61
62. Saat ini tradisi Bari lebih dikhususkan untuk membangun rumah warga yang tidak
mampu. Melalui wadah Ikatan Keluarga Tidore (IKT) Kota Ternate Bari Fola dijadikan
sebagai aksi sosial memperbaiki rumah tinggal warga masyarakat yang kurang mampu.
Aksi sosial ini dilaksanakan secara swakarsa dan swadana yang bersumber dari
gerakan calamoi, infaq, sadaqah, dan sumbangan dari para anggota paguyuban
yang berkecukupan. Awalnya kegiatan Bari Fola yang diprakarsai oleh IKT Kota Ternate
dibiayai dengan menggunakan mekanisme gerakan Kotak Calamoi dalam setiap
pengajian dan arisan bulanan anggota IKT di setiap kelurahan. Dari dana yang
terkumpul kemudian dijadikan dana stimulus pembangunan rumah dalam kegiatan
Bari Fola. Mulai digulirkan dan dimatangkan pada awal Maret 2007.
Agar Bari Fola berjalan tanpa mengabaikan aspek teknis dan konstruksi rumah, setiap
rumah yang dibangun disesuaikan dengan standar bangunan IKT dan desain rumah
dikerjakan oleh anggota IKT yang memiliki kualifikasi keahlian arsitektur dan
rancang bangun rumah. Dengan tetap mengedepankan kualitas pengerjaan agar
tertata rapi dan kordinasi berjalan lancar dibentuklah beberapa kelompok kecil yang
terdiri dari pekerja bangunan. Pimpinan dan anggota kelompok ini akan bekerja
secara bergantian agar tidak mengganggu pekerjaan bagi penghidupan mereka dan
keluarga. Pimpinan dan anggota kelompok ini bertindak sebagai pengarah dan
pengendali teknis pengerjaan.
Barifola
62
Barifola [2]
63. Setiap awal kegiatan BariFola diadakan setiap anggota diberi bantuan 15 Kg beras, 2kg
gula, dan uang secukupnya untuk keperluan makan keluarga mereka. Bantuan
tersebut diberikan dengan asumsi sebagai pengganti upah pekerjaan rumah. Lama
waktu pelaksanaan Barifola berkisar 1 minggu dengan besaran biaya membangun
setiap unit rumah sebesar 30-40 juta Rupiah.
Menariknya, setiap kegiatan Bari Fola selalu mendorong upaya kerjasama antara Tim
Bari Fola dengan Anggota IKT dan masyarakat sekitar tempat Bari Fola dilaksanakan.
Kaum perempuan setempat membantu si pemilik rumah menyiapkan makanan
“alakadar” kepada orang-orang yang bekerja yang bersumber dari gerakan kotak
calamoi selama kegiatan. Seringkali ibu-ibu anggota IKT dari kelurahan lain memasak
dan mengantar makanan ke lokasi rumah yang sedang dibangun. Sementara kaum
lelaki setempat juga turut serta dalam pengerjaan pembangunan rumah.
Pimpinan/Pengurus dan anggota membaur di dalam suasana kegotong-royongan
penuh kekeluargaan yang menggembirakan, di setiap kegiatan BARI FOLA.
Barifola [3]
63
64. Barifola [4]
64
Barifola membangun rumah Calon Penerima Bantuan (CPB) dari 0% sampai lengkap
dan layak huni serta membuat furniture yang diperlukan.
1. Kriteria Obyek CPB.
Keluarga yang belum menempati rumah layak huni dan kemampuan ekonominya
tidak memungkinkan membangun rumah sendiri atau keluarga yang memiliki rumah,
namun kondisinya tidak layak huni, baik kecukupan ruang, lingkungan dan sanitasi
(kesehatan).
2. Kriteria Subyek CPB.
Keluarga yang berpendapatan paling banyak Rp.500.000,-/bulan; orang tua tunggal
(janda/duda) dan manula; memiliki tanggungan keluarga yang besar (anak-anak usia
sekolah); tidak memiliki tulang punggung perekonomian keluarga bersangkutan.
3. Cara Memilih Obyek dan Subyek CPB.
Dilakukan oleh Tim Penilai, yaitu tim verifikasi sekaligus sebagai tim supervisi.
Setelah mendapat masukan berupa informasi awal melalui setiap koordinator,
dan/atau terpercaya dari satu kelurahan/lingkungan tentang kondisi rumah keluarga
yang pantas dibantu. Setiap unit rumah yang dibangun atau renovasi membutuhkan
dana sekitar Rp 40 juta tanpa biaya tukang. Keputusan itu kemudian diumumkan
setelah salat Magrib di masjid. ’’Masyarakat Tidore memang kental dengan budaya
Islam sehingga semua aktivitas sosial bermula dari masjid,’’
65. Barifola [5]
65
.
4. Proses Investigasi CPB.
Tim Penilai melakukan observasi lokasi, memverifikasi kondisi keluarga dan
lingkungan-nya, berkoordinasi dengan Lurah, Ketua RT/RW dan tokoh masyarakat
setempat tentang keberadaan keluarga bersangkutan.
5. Proses Penentuan CPB.
Dimulai dengan rapat antar pemuka desa/kelurahan untuk memutuskan rumah
keluarga yang akan diperbaiki atau dibangun sesuai dengan persyaratan yang
berlaku. Keputusan itu kemudian diumumkan setelah
salat Magrib di masjid. ’’Masyarakat Tidore memang kental dengan budaya Islam
sehingga semua aktivitas sosial bermula dari masjid,’’ .
6. Waktu Pelaksanaan.
Setelah ditentukan calon penerima bantuan, kemudian ditetapkan waktu kapan
barifola dilakukan. Pada waktu yang telah disepakati, warga se desa/kelurahan
keluar rumah dan membawa bantuan untuk pembangunan rumah tersebut
dengan cara bergotong royong.
66. Barifola [6]
66
.
7. Cara Gotong Royong.
Pembagian tugas dimana para pria yang bekerja membangun rumah, kaum
perempuan memasak untuk makan warga yang bekerja membangun rumah
tersebut. Khusus di Ternate, Barifola semakin aktif sejak 2008.
8. Cakupan Wilayah Pelaksanaan Barifola.
Meski berasal dari Tidore, gerakan tersebut tidak dikhususkan untuk masyarakat
yang berasal dari Tidore saja. Dalam perkembangannya, Barifola juga menyasar
rumah-rumah warga tidak mampu di daerah-daerah lain di seluruh penjuru Maluku
Utara, di antaranya, Ternate, Halmahera, Obi, dan Bacan.
67. Dalam kurun waktu 2008-2014, sudah 136 unit rumah dilaksanakan gerakan BARIFOLA,
sebagian kecil saja berupa kegiatan perbaikan sedang dan ringan. Rincian lokasi
kegiatannya sebagai berikut:
Kota Ternate sebanyak 129
unit
Kabupaten Halmahera Utara
sebanyak 2 unit
Kabupaten Halmahera Sela-
tan sebanyak 2 unit
Penyampaian apresiasi presiden atas pelaksanaan Kota Tidore sebanyak 3 unit.
Barifola (Tweeter).
Kini, gerakan BARIFOLA terus dipromosikan oleh Walikota Ternate untuk dijadikan salah
satu solusi penanganan masalah perumahan warga Tidore di Ternate. Dengan per-
timbangan lain, Walikota Ternate juga turut mempromosikan BARIFOLA kepada kabu-
paten/kota lainnya bahkan menginginkan agar BARIFOLA menjadi salah satu gerakan
masif di tingkat Provinsi Maluku Utara, yang tidak hanya bagi masyarakat Tidore saja.
Barifola [7]
67