Dokumen tersebut membahas analisis peraturan terkait UU Perumahan dan Kawasan Pemukiman. Secara garis besar dibahas mengenai Peraturan Pemerintah tentang kemudahan pembiayaan perumahan untuk MBR, Peraturan Menteri mengenai peran masyarakat dalam penyelenggaraan perumahan, dan Peraturan Menteri tentang kriteria MBR dan persyaratan kemudahan perolehan rumah bagi MBR.
20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx
Tugas perumahan
1. 1
Analisis Peraturan Perundang-Undangan Terkait UU Perumahan
dan Kawasan Pemukiman
Oleh:
Yusuf Wahyu Wibowo
1212011375
A. Pendahuluan
Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia selain pangan dan
sandang, maka pemenuhan kebutuhan akan rumah menjadi prioritas yang tidak
dapat ditangguhkan. Pembangunan perumahan merupakan salah satu hal penting
dalam strategi pengembangan wilayah, yang menyangkut aspek-aspek yang luas di
bidang kependudukan, dan berkaitan erat dengan pembangunan ekonomi dan
kehidupan sosial dalam rangka pemantapan ketahanan nasional. Dengan demikian
rumah sudah menjadi kebutuhan dasar seluruh manusia untuk membina keluarga
dalam rangka menjaga kelangsungan kehidupannya.
Lahirnya Undang Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Permukiman (UU PKP) tentunya memberikan dampak tersendiri terhadap undang-
undang lain yang lahir lebih dulu atau yang lahir kemudian terkait dengan
perumahan dan pemukiman.
Sejak 12 Januari 2011, UU No.4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Pemukiman menjadi tidak berlaku lagi dan dicabut dengan UU PKP. Akan tetapi,
peraturan pelaksanaan dari UU No.4 Tahun 1992 tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan UU PKP Tahun 2011 (Pasal 166).
UU PKP memiliki 167 Pasal. Untuk menjalankan undang- undang ini,
dikeluarkan sejumlah peraturan pelaksana,berupa:
a) Peraturan Pemerintah
b) Peraturan Menteri
c) Peraturan Daerah.
2. 2
B. Analisis Peraturan Terkait UU Perumahan dan Kawasan Pemukiman
1. Peraturan Pemerintah tentang Kemudahan dan/atau Bantuan
Pembiayaan.
Kebutuhan masyarakat Indonesia akan hunian yang layak semakin tinggi.
Namun, hal tersebut tidak dibarengi dengan pertumbuhan fisik rumah terutama
bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Persoalan tersebut terjadi,
dinilai akibat kurangnya peran dari Bank Pembangunan Daerah (BPD) untuk
membiayai pembangunan perumahan bagi MBR di daerahnya.
MoU antara BPD dan Kemenpera bertujuan untuk membiayai
pembangunan perumahan bagi MBR melalui program Fasilitas Likuiditas
Pembiayaan Perumahan (FLPP). Fasilitas berbunga ringan tersebut, sangat
mungkin diberikan kepada MBR tanpa adanya kekhawatiran akan menuai resiko
kerugian akibat kredit macet.
Pasal 126
(1). Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan kemudahan dan/atau bantuan
pembiayaan untuk pembangunan dan perolehan rumah umum dan rumah
swadaya bagi MBR.
(2). Dalam hal pemanfaatan sumber biaya yang digunakan untuk pemenuhan
kebutuhan rumah umum atau rumah swadaya, MBR selaku pemanfaat atau
pengguna yang mendapatkan kemudahan dan/atau bantuan pembiayaan wajib
mengembalikan pembiayaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3). Kemudahan dan/atau bantuan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat berupa:
a. skema pembiayaan;
b. penjaminan atau asuransi; dan/atau
c. dana murah jangka panjang.
(4). Ketentuan lebih lanjut mengenai kemudahan dan/atau bantuan pembiayaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 126 ayat (4) UU No.1 Tahun 2011 memerintahkan untuk membuat PP
tentang kemudahan dan/atau bantuan pembiayaan. Akan tetapi, amanat tersebut
sampai saat ini belum dibuat sehingga pasal tersebut menjadi tidak operasional.
Namun, pada salah satu pertimbangan dibuatnya Permenpera No. 27 Tahun 2012
3. 3
tentang Pengadaan Perumahan melalui Kredit/Pembiayaan pemilikan Rumah
Sejahtera dengan dukungan Fasilitas Likuidasi Pembiayaan Perumahan.
Fasilitas Likuidasi Pembiayaan Perumahan, adalah bahwa penyediaan dana
murah jangka panjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat (3) huruf c UU
Perumahan Dan Kawasan Pemukiman berupa bantuan pembiayaan pemilikan
rumah dengan suku bunga yang tetap dan terjangkau selama masa pembiayaan
dalam rangka meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat berpenghasilan
rendah untuk memperoleh rumah.
Beberapa hal penting yang tercantum terkait pendanaan dan pembiayaan
diantaranya adalah (i) sumber pendanaan berasal dari APBN, APBD dan sumber
lain yang dimungkinkan peraturan; (ii) prinsip pembiayaan baik berdasarkan
prinsip konvensional atau prinsip syariah melalui pembiayaan primer dan sekunder
perumahan; (iii) lembaga pembiayaan dapat dibentuk baik oleh pemerintah maupun
pemerintah daerah; (iv) badan hukum pembiayaan yang terkait rumah umum dan
swadaya diwajibkan dapat menjamin ketersediaan dana murah jangka panjang,
kemudahan akses bagi MBR, keterjangkauan dalam membangun, memperbaiki
atau memiliki rumah; (v) pemupukan dana dapat berasal dari dana masyarakat, dana
tabungan perumahan atau dana lainnya; (vi) secara khusus dicantumkan tentang
pemberian kemudahan dan/atau bantuan pembiayaan untuk pembangunan dan
perolehan rumah umum dan rumah swadaya bagi MBR. Walaupun patut diingat
bahwa sesuai dengan prinsip pembiayaan, dana yang diterima oleh MBR harus
dikembalikan lagi. Bagian ini menjadi payung pelaksanaan Fasilitas Likuiditas
Pembiayaan Perumahan.1
2. Peraturan Menteri Mengenai Peran Masyarakat .
Ide bahwa penyelenggaran perumahan dan kawasan permukiman bukan
hanya menjadi tanggungjawab pemerintah terlihat jelas dalam bagian asas dan
1
“Membedah Undang-Undang Perumahan dan Kawasan Pemukiman”. Inforum Edisi 3, Tahun
2010. Hlm. 13-14.
4. 4
tujuan. Sebagaimana tercantum pada salah satu tujuannya yaitu “memberdayakan
para pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan dan kawasan
permukiman”. Sementara salah satu asasnya adalah kemitraan. Hal ini akan
semakin jelas dalam bab terkait penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman (Bab III sampai Bab XII), khususnya pada Bab XI tentang Hak dan
Kewajiban dan Bab XII tentang Peran Masyarakat. Terkait hak dan kewajiban
digunakan frasa ‘setiap orang’ berhak dan berkewajiban dan seterusnya. Sementara
terkait peran masyarakat dikatakan bahwa penyelenggaraan perumahan dan
kawasan perrmukiman dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan
melibatkan peran masyarakat berupa memberi masukan dalam tahapan penyusunan
rencana, pelaksanaan pembangunan, pemanfaatan, pemeliharaan dan perbaikan,
dan pengendalian. Bahkan lebih jauh lagi keterlibatan masyarakat diwadahi melalui
forum pengembangan perumahan dan kawasan permukiman yang anggotanya baik
dari pemerintah maupun pemangku kepentingan lainnya.
Pasal 131
(1). Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dilakukan oleh
Pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan peran masyarakat.
(2). Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
memberikan masukan dalam:
a. penyusunan rencana pembangunan perumahan dan kawasan
permukiman;
b. pelaksanaan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman;
c. pemanfaatan perumahan dan kawasan permukiman;
d. pemeliharaan dan perbaikan perumahan dan kawasan permukiman;
dan/atau
e. pengendalian penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman;
(3). Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan
membentuk forum pengembangan perumahan dan kawasan permukiman.
Pasal 132
(1). Forum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (3) mempunyai fungsi dan
tugas:
a. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat;
5. 5
b. membahas dan merumuskan pemikiran arah pengembangan
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman;
c. meningkatkan peran dan pengawasan masyarakat;
d. memberikan masukan kepada Pemerintah; dan/atau
e. melakukan peran arbitrase dan mediasi di bidang penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman.
(2). Forum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari unsur:
a. instansi pemerintah yang terkait dalam bidang perumahan dan kawasan
permukiman;
b. asosiasi perusahaan penyelenggara perumahan dan kawasan
permukiman;
c. asosiasi profesi penyelenggara perumahan dan kawasan permukiman;
d. asosiasi perusahaan barang dan jasa mitra usaha penyelenggara
perumahan dan kawasan permukiman;
e. pakar di bidang perumahan dan kawasan permukiman; dan/atau
f. lembaga swadaya masyarakat dan/atau yang mewakili konsumen yang
berkaitan dengan penyelenggaraan pembangunan perumahan dan
kawasan permukiman.
Pasal 133
Ketentuan lebih lanjut mengenai peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
131 ayat (1) dan ayat (2), serta forum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (3)
dan Pasal 132 diatur dengan Peraturan Menteri.
3. Peraturan Menteri Mengenai Kriteria MBR Dan Persyaratan
Kemudahan Perolehan Rumah Bagi MBR.
Pertumbuhan penduduk perkotaan yang cenderung meningkat dari tahun ke
tahun telah menimbulkan peningkatan permintaan terhadap kebutuhan akan tempat
tinggal atau perumahan di perkotaan. Peningkatan permintaan akan perumahan ini
secara nasional sangat menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi akan tetapi hal
ini hanya menjadi prospektif bagi penyediaan rumah untuk kalangan menengah-
atas.
Sebagaimana sering didengungkan bahwa masih sekitar 8 juta rumah tangga di
Indonesia yang belum menempati rumah layak huni (2010). Walaupun tidak
tersedia data yang valid, tetapi sewajarnya jika kemudian sebagian terbesar dari
jumlah tersebut adalah MBR. Hal ini disadari sepenuhnya oleh penyusun undang-
undang ini, sehingga terlihat jelas keberpihakan terhadap MBR. Ini juga sekaligus
menjawab kritikan dan kekhawatiran dari banyak orang.2
2
Ibid. hlm. 12-13.
6. 6
Kebutuhan masyarakat Indonesia akan hunian yang layak semakin tinggi.
Namun, hal tersebut tidak dibarengi dengan pertumbuhan fisik rumah terutama bagi
Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Untuk diketahui, Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) pada anggaran
tahun 2015 telah mendapatkan alokasi dana APBN sebesar Rp 4,621 triliun untuk
program perumahan dan kawasan permukiman. Dengan anggaran tersebut,
diharapkan dapat dialokasikan lebih khusus untuk pembangunan
perumahan/permukiman bagi MBR.3
Dimulai dengan penegasan tentang tugas pemerintah, pemerintah propinsi,
pemerintah kabupaten/ kota untuk mengalokasikan dana dan/atau biaya
pembangunan untuk mendukung terwujudnya perumahan bagi MBR; memfasilitasi
penyediaan perumahan dan permukiman bagi masyarakat, terutama bagi MBR.
Sementara pemerintah kabupaten/ kota memperoleh wewenang untuk
mencadangkan/menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan bagi MBR
yang kemudian dikoordinasikan oleh pemerintah propinsi.
Perizinan pun termasuk yang dimudahkan, sehingga ketika kemudian ada
badan hukum yang mengajukan perijinan bagi pembangunan perumahan MBR,
menjadi kewajiban bagi pemerintah daerah memberi kemudahan.
3
http://www.lensaindonesia.com/2014/09/30/peran-bpd-kurang-maksimal-biayai-rumah-mbr.html
, diakses pada tanggal 12 Oktober 2015 jam 20.30 WIB.
7. 7
Pasal 54
(1). Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR.
(2). Untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib memberikan kemudahan
pembangunan dan perolehan rumah melalui program perencanaan
pembangunan perumahan secara bertahap dan berkelanjutan.
(3). Kemudahan dan/atau bantuan pembangunan dan perolehan rumah bagi MBR
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:
a. subsidi perolehan rumah;
b. stimulan rumah swadaya
c. insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan;
d. perizinan;
e. asuransi dan penjaminan;
f. penyediaan tanah;
g. sertifikasi tanah; dan/atau
h. prasarana, sarana, dan utilitas umum.
(4). Pemberian kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dituangkan
dalam akta perjanjian kredit atau pembiayaan untuk perolehan rumah bagi
MBR.
(5).Ketentuan mengenai kriteria MBR dan persyaratan kemudahan perolehan
rumah bagi MBR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur
dengan Peraturan Menteri.
Dalam pasal 54 ayat (1) secara tegas dinyatakan bahwa pemerintah wajib
memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR. Walaupun ini tidak berarti pemerintah
membangunkan langsung tetapi pemerintah dapat memberi kemudahan dan/atau
bantuan pembangunan dan perolehan rumah bagi MBR berupa subsidi perolehan
rumah, insentif perpajakan, perijinan, asuransi dan penjaminan, penyediaan tanah,
sertifikasi tanah dan/atau prasarana, sarana dan utilitas. Secara khusus juga
dinyatakan bahwa pemerintah dan/ atau pemerintah daerah wajib memberikan
kemudahan pembangunan dan perolehan perumahan melalui program perencanaan
pembangunan perumahan secara bertahap dan berkelanjutan.
Akan tetapi, dalam UU Perumahan dan Kawasan Pemukiman, kriteria MBR
tidak secara rinci diuraikan. MBR di dalam UU Perumahan dan Kawasan
Pemukiman adalah masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga
perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh rumah.
8. 8
Definisi MBR yang diuraikan oleh UU Perumahan Dan Kawasan
Pemukiman masih perlu di debatkan karena tidak ada ukuran atau batasan yang
jelas sampai sejauh mana seseorang itu bisa dikatakan memiliki daya beli yang
terbatas. Apakah seseorang yang memiliki penghasilan di bawah UMR/UMP atau
orang miskin yang memiliki penghasilan kurang dari US$ 2 setiap harinya sesuai
dengan kriteria Bank Dunia? Atau apakah orang yang memiliki motor dengan cara
mencicil juga dapat dikategorikan sebagai MBR karena mereka memiliki
keterbatasan daya beli? Atau mereka yang memiliki penghasilan di bawah Rp.
4.000.000, - sebagaimana persyaratan yang dahulu ditentukan bagi mereka yang
ingin memiliki Rusunami atau yang lebih dikenal dengan apartemen bersubsidi?
Pemerintah belum mengatur secara spesifik batasan yang jelas mengenai kriteria
MBR, akibatnya dalam praktek penyelenggaraannya sering menimbulkan
permasalahan sosial karena sebagian penghuninya ada yang memiliki motor dan
mobil, sementara yang lainnya tidak memiliki kendaraan apapun.
Oleh karena itu, kriteria MBR perlu diperjelas dengan menetapkan batasan
besaran penghasilan di dalam aturan pelaksana UU Perumahan Dan Kawasan
Pemukiman agar tidak menimbulkan masalah maupun perdebatan yang
berkepanjangan sehingga rumah umum yang diselenggarakan untuk memenuhi
kebutuhan rumah bagi MBR sebagaimana diamanatkan UU Perumahan Dan
Kawasan Pemukiman tidak salah sasaran.
C. Simpulan dan Saran.
1. Simpulan
Beberapa faktor penyebab sulitnya mengatasi penyediaan fasilitas terhadap
MBR dalam memperoleh rumah, antara lain karena (i) adanya ketidakkonsistenan
pengaturan antar peraturan perundang-undangan, (ii) kurangnya komitmen
pemerintah (baik pusat maupun daerah) yang tercermin dari masih adanya
peraturan pelaksana yang belum dibuat baik yang diperintahkan peraturan di atas
nya maupun yang tidak diperintahkan, (iii) belum adanya pemahaman dan
komitmen bersama antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam hal
fasilitas terhadap MBR dalam memperoleh rumah.
9. 9
Terhadap beberapa peraturan perundang-undangan di bidang perumahan
rakyat yang belum harmonis dan sejalan, maka langkah yang dapat dilakukan oleh
pemerintah atau pembuat undang-undang adalah dengan mengamandemen,
mencabut, dan/atau membuat peraturan baru yang memberikan penjelasan secara
lebih rinci dan tegas terhadap aspek-aspek dan konsep hukum yang telah diatur di
dalam peraturan perundang-undangan di bidang perumahan rakyat dan peraturan
pelaksaanannya.
2. Saran
Perlunya komitemen yang kuat dari semua pihak, terutama pemerintah
pusat dan pemerintah daerah, dalam mengatasi penyediaan fasilitas terhadap MBR
dalam memperoleh rumah. Komitmen tersebut dapat diwujudkan dengan
menciptakan peraturan perundang-undangan yang pro-perumahan rakyat dan
memasukkan program pro-perumahan rakyat dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah 2015-2019.
D. Daftar Pustaka
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Pemukiman.
Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor. 27 Tahun 2012
tentang Pengadaan Perumahan melalui Kredit/Pembiayaan pemilikan Rumah
Sejahtera dengan dukungan Fasilitas Likuidasi Pembiayaan Perumahan.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
Nomor 2/PRT/M/2014 tentang Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan
Dalam Rangka Perolehan Rumah Melaui Kredit/Pembiayaan Pemilikan
Rumah Sejahtera Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah.
“Membedah Undang-Undang Perumahan dan Kawasan Pemukiman”. Inforum
Edisi 3, Tahun 2010.
www.lensaindonesia.com